• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERGESERAN MAKNA TERHADAP NILAI BUDAYA BATAK PADA SASTRA LISAN AEK SIPANGOLU DI DESA SIMANGULAMPE (KAJIAN SEMIOTIK).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERGESERAN MAKNA TERHADAP NILAI BUDAYA BATAK PADA SASTRA LISAN AEK SIPANGOLU DI DESA SIMANGULAMPE (KAJIAN SEMIOTIK)."

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

PERGESERAN MAKNA TERHADAP NILAI BUDAYA BATAK PADA

SASTRA LISAN AEK SIPANGOLU DI DESA SIMANGULAMPE

(KAJIAN SEMIOTIK)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Sastra

Oleh

SUDIATI LUMBAN GAOL

NIM 2123210019

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MEDAN

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

i ABSTRAK

Sudiati Lumban Gaol, NIM 2123210019, Pergeseran Makna Terhadap Nilai Budaya Batak Toba Pada Sastra Lisan Aek Sipangolu Di Desa Simangulampe (Kajian Semiotik), Skripsi, Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Program Studi Sastra Indonesia/S-1, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Medan.

Sastra lisan adalah Kesusasteraan yang mencakup ekspresi kesusasteraan warga. Suatu kebudayaan yang disebarkan dan diturunkan secara lisan (dari mulut ke mulut). Oleh karena penyebarannya dari mulut ke mulut, sastra lisan tersebut akan mudah memudar. Untuk itu solusi yang ditawarkan untuk mempertahankan sastra lisan adalah dengan mempublikasikannya melalui penelitian dan dokumentasi, dengan demikian sastra lisan akan selalu hidup.

Cerita lisan Aek Sipangolu merupakan salah satu bentuk sastra lisan milik masyarakat Batak Toba, tepatnya di Desa Simangulampe Kecamatan Bakti Raja, Kabupaten Humbang Hasundutan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pergeseran nilai-nilai budaya. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif, mengutamakan makna dan konteks, sehingga menuntut peran peneliti yang tinggi. Narasumber dalam penelitian ini ada enam orang, yaitu dua ahli budaya di Desa Simangulampe sekaligus ketrurunan asli Si Singamangaraja, dan empat orang merupakan masyarakat dari desa Simangulampe.

Hasil yang ditemukan dalam penelitian ini adalah, Cerita lisan Aek Sipangolu mengandung kelima nilai-nilai budaya Non-material Batak Toba. Adapun lima budaya Non-material tersebut adalah nilai Kekerabatan, Nilai Religi, nilai hagabeon, nilai hasangapon, dan nilai hamoraon.Terdapat 17 peristiwa tutur dalam cerita lisan Aek Sipangolu. Namun dari kelima nilai budaya tersebut tidak semua yang mengalami pergeseran. Nilai hasangapon tidak mengalami pergeseran, nilai kekerabatan, hagabeon dan hamoraon sebagian mengalami pergeseran, sedangkan nilai Religi mengalami pergeseran. Sastra lisan Aek Sipangolu yang masih dikeramatkan masyarakat Simangulampe, hingga saat ini dipercaya mampu menyembuhkan berbagai penyakit. Hal itulah sebabnya masih banyak yang datang mandi ataupun marsuap ke tempat ini.

(7)

ii

KATA PENGANTAR

Puji Tuhan dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

atas berkat dan rahmatNya, Skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini

berjudul “Pergeseran Makna Terhadap Nilai Budaya Batak Pada Sastra Lisan Aek

Sipangolu Di Desa Simangulampe (Kajian Semiotik)” Skripsi ini dibuat sebagai

salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan Skripsi ini banyak

mengalami kendala, namun berkat bantuan, bimbingan, dan kerjasama dari

berbagai pihak, kendala-kendala yang dihadapi tersebut dapat diatasi. Untuk itu,

dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih

kepada:

1. Prof. Dr. Syawal Gultom M.Pd., Rektor Universitas Negeri Medan

2. Dr. Isda Pramuniati, M.Hum., Dekan Fakultas Bahasa dan Seni

3. Drs. Syamsul Arif, M.Pd., Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia.

4. S. Fahmy Dalimunthe. S.Sos., M.I.Kom., Sekretaris Jurusan Bahasa dan Sastra

Indonesia.

5. Dr. Wisman Hadi, M. Hum., Ketua Program Studi Sastra Indonesia.

6. Hendra K. Pulungan, S. Sos.M.I.Kom., Dosen Pembimbing Skripsi.

7. Drs. Syahnan Daulay, M.Pd., Dosen Pembimbing Akademik.

8. Prof. Dr. Rosmawaty, M. Pd., Dosen Pengarah.

9. Dr. Abdurrahman A, M.Hum., Dosen Pengarah.

10. Bapak/Ibu Dosen dan Staf Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia

11. Teristimewa kepada Ayahanda tercinta Kuradin Leonardus Lumban Gaol dan

(8)

iii

penulis didalam doa dan kasih sayangnya, sehingga penulis tersemangati

selama menyelesaikan studi S1.

13. Kakak penulis Herti Yanti Lumban Gaol, Uli Lina Lumban Gaol, dan kepada

abangku Parulian Lumban Gaol, Aprino Lumban Gaol, dan juga kepada adik

tersayang Hotni Mariana Lumban Gaol, trimakasih untuk doa dan

dukungannya selama ini.

14. Teman terdekat di hati H. Martinus Simamora yang selalu menyemangati,

trimakasih buat inspirasi dan dukungannya selama penyusunan Skripsi.

15. Teman seperjuangan Nondik 2012 Putri Nadia, Tiara Andianika, Natalia

Nikasia, Tiur, Himen Trigen, Ruliansyah, dan yang belum penulis sebutkan

satu persatu. Beserta teman-teman kos 182 yang selalu menghibur penulis,

teristimewa kepada adik kos Bagus Johari Siregar dan Cindi Togatorop.

16. Amang Camat Kec. Bakti Raja, Kab. Humbang Hasundutan, amangboru Op.

Angel Manik, trimakasih atas bantuan dan keramahannya selama penelitian

penulis, juga Jokoprianto teman seperjuangan selama dilokasi penelitian.

Biarlah kiranya Tuhan Yang Maha Esa yang membalas kebaikan berupa

berkat kemudahan. Semoga Skripsi ini memberikan manfaat bagi pembaca.

Medan, Juli 2016

Penulis,

Sudiati Lumban Gaol

(9)

iv

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Batasan Masalah ... 4

D. Rumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 5

F. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KERANGKA TEORETIS DAN PERTANYAAN PENELITIAN ... 7

5. Turi-turian Bagian Prosa Batak Toba ... 19

6. Jenis-jenis Turi-turian (Cerita Rakyat) ... 20

7. Cerita Rakyat Batak Toba “Aek Sipangolu” ... 23

8. Semiotik ... 27

9. Kondisi Kunjungan Desa Merdeka ... 32

a. Gambaran Umum Desa Simangulampe, Kec. Baktiraja, Kab. Humbang Hasundutan ... 35

b. Keadaan Penduduk ... 36

B. Pertanyaan Penelitian ... 37

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 38

A. Metodologi Penelitian ... 38

B. Lokasi dan Waktu Penelitian... 38

C. Sumber Data ... 39

D. Kriteria Responden ... 40

E. Instrumen Penelitian ... 40

(10)

v

G. Teknik Analisi Data ... 42

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 46

A. Hasil Penelitian ... 46

B. Pembahasan ... 56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 77

A. Kesimpulan ... 77

B. Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA ... 79

(11)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 43

Tabel 3.1 Lima Nilai Budaya Batak Toba yang Terdapat dalam Cerita Aek

Sipangolu ... 46

Tabel 3.2 Pergeseran Makna Terhadap Nilai nilai Budaya Cerita Aek

(12)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Identifikasi Pergeseran Nilai Budaya Batak Pada Sastra Lisan Aek

Sipangolu ... 81

Lampiran 2 Naskah Cerita Lisan Aek Sipangolu Dalam Bahasa Batak ... 93

Lampiran 3 Naskah Cerita Lisan Aek Sipangolu Dalam Bahasa

Indonesia ... 101

Lampiran 4 Biodata Narasumber ... 110

(13)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Raja Sisingamangaraja XII yang seperti kita ketahui merupakan salah satu

Pahlawan dari Tapanuli yang berjasa besar semasa Penjajahan di Indonesia terutama

dalam pertarungan rakyat sumatera utara dalam melawan Belanda dan tentu memiliki

berbagai peninggalan yang belum diinventarisasikan. Salah satu peninggalan-Nya

adalah keberadaan Aek Sipangolu (air kehidupan). Oleh karena peneliti merupakan

penduduk asli dari Tapanuli yang ingin mencoba mengkaji salah satu turi-turian

milik daerah sendiri dan ingin mencoba mendokumentasikannya, sehingga dapat

diinventarisasikan. Kendati demikian aek sipangolu dapat dikenal oleh masyarakat

luas di Indonesia, terkhusus masyarakat lokal serta dapat diketahui keberadaannya.

Turi-turian Aek Sipangolu mengandung banyak nilai-nilai budaya Batak Toba.

Nilai-nilai budaya tersebut dapat dianalisis secara semiotik, Dalam cerita tersebut

menggunakan beberapa simbol untuk menandakan sesuatu yang bernilai budaya.

Bahkan acara-acara ritual oleh masyarakat yang terdapat dalam cerita sesudah

keberadaan Aek Sipangolu tentu menggunakan simbol-simbol petunjuk yang

bermakna terhadap nilai budaya. Jadi, hubungan antara suatu bentuk dan makna tidak

bersifat pribadi, tetapi sosial yang artinya “disepakati oleh kehidupan sosial”. Setelah

(14)

2

sekarang, nilai-nilai budaya dalam cerita lisan tersebut pun telah mengalami

pergeseran semiotik.

Kebenarannya Aek Sipangolu atau air kehidupan mampu menyembukan

berbagai penyakit setelah datang marsuap (mandi) ke tempat ini. Bukan hanya

Masyarakat disekitar aek sipangolu saja, tapi juga dari berbagai desa tertentu bahkan

masyarakat dari perantauan yang mengidap penyakit yang tak kunjung sembuh juga

datang mandi kesana. Oleh karena itu peneliti semakin tertarik meneliti kelapangan

langsung untuk mengetahui kebenaran dari cerita tersebut, lewat memahami berbagai

persepsi masyarakat dari berbagai sudut pandang. Biasanya mereka yang

membutuhkan penyembuhan melakukan acara Ritual tertentu serta berdoa kepada

Opung Mulajadi Nabolon (Tuhan Yang Maha Kuasa) untuk meminta penyembuhan.

Pada proses Ritual biasanya dipandu oleh opung juru kunci Aek Sipangolu. Namun

keyakinan akan mual ini tentu saja memiliki perbedaan persepsi bagi semua kalangan

bawah, menengah, juga kalangan atas yang berdomisili disekitar aek sipangolu.

Kajian tentang sastra lisan dan foklor seperti Legenda Aek Sipangolu sendiri

dapat menggunakan teori analisis Semiotik. Secara umum, ilmu semiotik diartikan

ilmu yang mempelajari antara tanda dan petanda. Semiotik dalam kebudayaan

merupakan ilmu yang mengkaji tanda dalam kehidupan manusia. Artinya, semua

yang hadir dalam kehidupan kita dilihat sebagai tanda, yakni sesuatu yang harus kita

beri makna.

Setiap suku memiliki cerita rakyat yang menarik dan khas. Sastra lisan Aek

(15)

3

Sisingamangaraja XII menancap di atas tanah hingga mengeluarkan air. Air tersebut

lalu mengalir membentuk satu muara yang selanjutnya dikenal dengan “Aek

Sipangolu”. Air tersebut diminum dan diberikan Beliau kepada Gajah yang

ditungganginya yang sedang kehausan. Masyarakat Bakara mengakui adanya roh

Beliau yang turut mengabulkan Doa dari setiap orang yang melakukan ritual di

tempat tersebut. Karena itu cerita rakyat ini menarik untuk dibahas lebih lanjut

dengan pendekatan Semiotik, karena beragamnya penilaian masyarakat terhadap

nilai-nilai budaya pada cerita itu sendiri. Tentu dari sekian jumlah penduduk di

kecamatan tersebut ada yang meyakini adanya penyembuhan dari aek tersebut.

Namun selain meyakini tentu ada juga yang belum meyakini atau pun tidak

meyakininya sama sekali.

Dari sejumlah nilai-nilai budaya Batak Toba yang terkandung dalam cerita

lisan aek sipangolu banyak yang telah mengalami pergeseran makna. Simbol-simbol

yang dipakai didalamnya dapat dijadikan sebagai penanda yang bermakna. Namun

makna dalam penanda tersebut dapat berubah fungsi ataupun mengalami pergeseran

makna atau petanda. Misalnya seperti kata Raja yang begitu banyak dipakai sebagai

penanda dalam suatu rujukan diantara peristiwa tuturan dalam tiap naskah cerita.

Menurut Suwardi Endraswara (dalam Enjelina Sinaga 2012:1) sastra lisan

adalah karya yang penebarannya disampaikan dari mulut ke mulut secara turun

temurun. Oleh karena penyebarannya dari mulut ke mulut, banyak karya sastra yang

memudar karena tidak dapat dipertahankan. Selain keterbatasan memori manusia

(16)

4

dewasa ini ikut menggeser sastra lisan yang pernah ada, termasuk sastra lisan

masyarakat Batak Toba yang memiliki nilai budaya tinggi, yang seharusnya dapat

dijaga kelestariannya.

Cerita lisan Aek Sipangolu (air kehidupan) merupakan salah satu bentuk

sastra lisan milik masyarakat Batak Toba, yang dapat ditemui di Desa Simangulampe

Bakara, Kecamatan Baktiraja, Kabupaten Humbang Hasundutan. Air yang dapat

menyembuhkan berbagai macam penyakit ini merupakan salah satu air pusaka

peninggalan Kerajaan Raja Sisingamangaraja XII.

Dilatarbelakangi oleh penjabaran sebelumnya, akhirnya peneliti membuat

judul “Pergeseran makna terhadap nilai-nilai budaya batak pada Sastra Lisan Aek

Sipangolu di Desa Simangulampe (Kajian Semiotik)”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka identifikasi masalah dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana nilai budaya Batak Toba yang terdapat dalam sastra lisan Aek

Sipangolu?

2. Bagaimana pergeseran makna terhadap nilai-nilai budaya Batak dalam sastra

lisan Aek Sipangolu?

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, agar kajian penelitian ini lebih terfokus

(17)

5

difokuskan pada analisis Semiotik terhadap nilai-nilai budaya yang terkandung pada

sastra lisan Aek Sipangolu di Desa Simangulampe Kecamatan Baktiraja Kabupaten

Humbang Hasundutan.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah di atas, maka masalah

penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah nilai-nilai budaya yang terdapat dalam sastra lisan Aek Sipangolu?

2. Apakah terjadi pergeseran makna terhadap nilai-nilai budaya yang

terkandung dalam sastra lisan Aek Sipangolu?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui nilai-nilai budaya Batak Toba pada sastra lisan Aek

Sipangolu.

2. Untuk mengetahui bagaimana semiotik yang terdapat pada nilai-nilai budaya

dalam sastra lisan Aek Sipangolu.

3. Untuk mengetahui bagaimana pergeseran makna pada nilai-nilai budaya Aek

(18)

6

F. Manfaat Penelitian

Manfaat Teoretis

Dengan tercapainya tujuan dari penelitian ini, hasil penelitian ini sangat

bermanfaat bagi kelanjutan penulisan-penulisan karya ilmiah dalam sastra yang

membahas mengenai cerita rakyat.

1. Memberi masukan untuk memperkaya ilmu kesusastraan khususnya dalam

Sastra Lisan.

2. Memberi masukan untuk memperkaya kajian tentang ilmu Sastra khususnya

Kajian Semiotik.

3. Sebagai bahan pengembangan dan pendalaman untuk memperkenalkan

Sastra Lisan aek sipangolu.

Manfaat Praktis

Dengan tercapainya tujuan dari penelitian ini, hasil dari penelitian ini sangat

bermanfaat bagi perkembangan pengetahuan sastra dari masyarakat dan dalam bidang

penelitian sastra lisan.

1. Memberi masukan positif bagi masyarakat agar tidak terjadi kesalahan

penafsiran yang berakibat kesalahfahaman terhadap keberadaan aek

sipangolu.

2. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan

wawasan peneliti tentang cerita rakyat yang jarang dibahas khususnya pada

(19)

77 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Cerita lisan Aek Sipangolu mengandung kelima nilai-nilai budaya

Non-material Batak Toba. Adapun lima nilai budaya Non-Non-material tersebut

adalah nilai Kekerabatan, Nilai Religi, nilai Hagabeon, nilai Hasangapon,

dan nilai Hamoraon. Kelima nilai budaya Batak Toba tersebut terdapat

tujuh belas peristiwa tutur dalam cerita lisan Aek Sipangolu. Namun dari

kelima nilai budaya tersebut tidak semua yang mengalami pergeseran

makna. Nilai Hagabeon tidak mengalami pergeseran makna. Nilai

kekerabatan, hamoraon dan hasangapon sebagian mengalami pergeseran,

sedangkan nilai Religi telah mengalami pergeseran makna.

2. Cerita lisan Aek Sipangolu masih sangat relevan terhadap masyarakat desa

Simangulampe. Mereka masih mempercayai kekuatan Aek Sipangolu,

nilai-nilai budaya yang terdapat dalam cerita Aek Sipangolu tidak terlepas

dengan pola budaya yang dianut oleh masyarakat Simangulampe, itulah

sebabnya hingga sekarang Aek Sipangolu dikeramatkan oleh masyarakat

(20)

78

B.Saran

1. Perlu kiranya ada campur tangan pemerintah dalam melestarikan dan

mensosialisasikan peninggalan-peninggalan bersejarah yang terpendam

milik masyarakat setempat.

2. Penelitian tentang kajian budaya, khususnya dalam cerita lisan masih

belum banyak dilakukan. Untuk itu harapan peneliti agar kiranya ada

penelitian-penelitian lainnya dalam penelitian kebahasaan, khususnya di

bidang cerita lisan (Folklor).

3. Disarankan kembali bagi peneliti berikutnya agar lebih meneliti cerita

(21)

79

DAFTAR PUSTAKA

Barthes, Roland. 1972. Membedah Mitos-Mitos Budaya Massa. Jakarta: Jalasutra

Danandjaja, James. 1984. Folklore Indonesian: Ilmu gosip, Dongeng, dan lain-lain. Jakarta: Grafiti Pers

Emzir & Rohman, Saifur. 2015. Teori dan Pengajaran Sastra. Jakarta: Rajawali Pers

Endraswara, Suwardi. 2012. Filsafat Sastra: Hakikat, Metodologi dan Teori. Yogyakarta: Layar

Fiske, John. Cultural and Communication Studies Sebuah Pengantar Paling Komprehensif. Bandung : Jalasutra

Kriyantono, Rachmat. 2007. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana

Kontjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.

M. A. K. Halliday-Ruqaiya Hasan. 1992. Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspek-aspek Bahasa dalam Pandangan Semiotik Sosial. FPBS IKIP Yokyakarta: Gadjah Mada University Press

Maharkesti, R. A. 1996. Kajian Nilai-Nilai Budaya Bersih Kali Di Gunung Bang. Yokyakarta: Laporan Penelitian Jarahnitra

Panjaitan, Listra. 2014. Nilai-nilai Budaya Batak Toba Pada Sastra Lisan Martua Limang. Skripsi Tidak Diterbitkan. Fakultas Sastra Universitas Negeri Medan.

Purba, Antilan.2001. Pengantar Ilmu Sastra. Medan : Usu Press

Ratna, Nyoman Kutha. 2011. Antropologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Belajar

Situmeang, Doangsa P.L (2003) Sistem Kekerabatan Masyarakat Batak Toba, Jakarta: Djambatan.

Situmeang, Derisma Elvina. 2011. Nilai-Nilai Budaya Pada Legenda Batu Kursi Di Samosir. Skripsi Tidak Diterbitkan. Fakultas Sastra Universitas Negeri Medan.

(22)

80

Arlynda, Prisma Mahardini, dkk. 2013. Legenda Dam Bagong Desa Ngantru Trenggalek Jawa Timur: Telaah Kajian Folklor. Universitas Negeri Malang. Vol. 1, No. 2

Harisah, Afifah & Masiming, Zulfitria. 2008. Persepsi Manusia Terhadap Tanda, Simbol, dan Spasial. Jurnal SMARTek, Vol.6, No.1

Sartini Ni Wayan. 2010. “Tinjauan Teoretik Tentang Semiotik”. Dalam Jurnal Satra UniversitasAirlangga.

Sinta, D.S. 2012. Kedudukan Legenda Mbah Semendhi Bagi Masyarakat Kecamatan Winongan Kabupaten Pasuruan. Malang: Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang. Vol. 1, No. 2

Wulandari, Fiki Trisnawati. 2011. Pergeseran Semiotik Makna: Nilai Budaya Bekakak Gamping. Yokyakarta: Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Sosial dan Budaya.

Widyagani, Faris Aditya. 2012. Analisis Pergeseran Makna SemiotikTerjemahan Komik Bleach. Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Program Studi SastraInggris UI.

Zainuddin, dkk. 2013. Analisis Ideologi Dalam Teks Upacara Melengkan Budaya Etnik Gayo Dalam Perspektif Semiotika Sosial. Medan: Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan.

Gambar

Tabel  2.1 Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin .........................   43

Referensi

Dokumen terkait

Perubahan Fungsi Dan Makna Anak Laki-Laki Pada Komunitas Batak Toba- Kristen: Suatu Kajian Antropologis Pada Masyarakat Desa Cinta Damai Kecamatan Percut Sei

Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana makna interaksi sosial yang terdapat dalam penampilan sastra lisan bagurau di Minangkabau dengan

Berdasarkan gambaran di atas, tentu menjadi menarik untuk menggali apakah sesungguhnya nilai-nilai budaya Batak Toba yang diwariskan dari generasi ke generasi

Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap makna umpasa dalam adat pernikahan Batak Toba dapat disimpulkan adanya nilai-nilai budaya secara universal yang terdapat pada

Hasil temuan yang diperoleh dari penelitian ini adalah: 1 dari kajian makna semiotik budaya yang terdapat dalam bangunan Masjid Cheng Hoo Palembang ini yaitu sebagai berikut: i

dibukukan.Sebagai suatu contoh sastra lisan dalam etnis Batak Toba adalah legenda.. 3. Legenda adalah cerita prosa rakyat yang mirip dengan mite,

Ketertarikan penulis dalam mengambil legenda Namartua Limang, selain memiliki nilai historis, legenda Namartua Limang juga mengandung nilai-nilai budaya Batak Toba

Jadi, Makna Simbolik Ornamen Gorga Budaya Batak Toba merupakan arti mengenai lambang pada bentuk visual ornamen Gorga Batak Toba yang diaplikasikan pada rumah adat Batak Toba