ANALISIS NILAI BUDAYA BATAK TOBA DALAM SASTRA
LISAN LEGENDA “NAMARTUA LIMANG”
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra
Oleh
LISTRA PANJAITAN NIM. 2103210022
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul
“Analisis Nilai Budaya Batak Toba dalam Sastra Lisan Legenda Namartua Limang.” Penulisan Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam memperoleh gelar Sarjana pada Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Medan.Dalam penyusunan Skripsi ini, penulis telah berupaya semaksimal mungkin untuk menyelesaikannya dengan baik.Namun, masih ada kesalahan atau kekurangan yang terdapat dalam Skripsi ini.Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan Skripsi ini.
Penulis ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan arahan, bimbingan dan motivasi dalam penyusunan Skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ibnu Hajar Damanik, M.Si. selaku Rektor Universitas Negeri
5. M. Surif, S.Pd, M.Si. selaku Ketua Program Studi Sastra Indonesia. 6. Drs. M. Joharis Lubis, M.M., M.Pd. selaku Dosen Pembimbing Skripsi. 7. Prof. Dr. Biner Ambarita, M.Pd. selaku Dosen Pembimbing Akademik. 8. Kepada seluruh Dosen pengajar di Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. 9. Pegawai Tata Usaha di Fakultas Bahasa dan Seni.
iii
11.Ibu Fany Pandiangan dan keluarga yang sudah membantu penulis selama penulis melakukan penelitian.
12.Kepada seluruh informan yang sudah bersedia membantu penulis dalam melakukan penelitian.
13.Teristimewa kepada kedua orang tua penulis A. Panjaitan dan R. Hutagaol beserta adik-adik penulis Otni C. Panjaitan, Patar J. Panjaitan, Corry L. Panjaitan, Santi A. Panjaitan, Rosa D. Panjaitan dan Monica L. Panjaitan yang telah mendoakan dan memberikan dukungan kepada penulis.
14.Keluarga besar Namboru R. Pandiangan dan pomparannya.
15.Sahabat-sahabat penulis dan teman-teman nondik stambuk 2010 yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan dalam khasanah ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang Sastra Indonesia.
Medan, Agustus 2014 Penulis
i
ABSTRAK
Listra Panjaitan, NIM 2103210022, Analisis Nilai Budaya Batak Toba dalam Sastra Lisan Legenda “Namartua Limang,” Skripsi, Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Program Studi Sastra Indonesia/S-1, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Medan.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis lima nilai budaya Batak Toba yang terdapat dalam legenda Namartua Limangmeliputi nilai kekerabatan, religi, hagabeon, hamoraon dan hasangapon serta menyimpulkan nilai budaya Batak Toba yang paling dominan dalam legenda tersebut. Penelitian ini merupakan jenis penelitian dengan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif analisis yang bertujuan untuk menggambarkan, menguraikan atau menjelaskan suatu fenomena yang terdapat dalam data.Data dalam penelitian ini adalah sastra lisan legenda Namartua Limang.Legenda Namartua Limang merupakan salah satu bentuk sastra lisan milik masyarakat Batak Toba khususnya bagi keturunan Toga Pandiangan di Desa Suhutnihuta Pardomuan, Kecamatan Palipi, Kabupaten Samosir.Narasumber dalam penelitian ini adalah tujuh orang yaitu empat orang dari pengurus Toga Pandiangan, dan tiga orang masyarakat umum.Selain itu, penelitian ini juga disaksikan dan dibenarkan oleh enam orang pomparan/keturunan Toga Pandiangan. Temuan akhir dalam penelitian ini adalah terdapat lima nilai budaya Batak Toba dalam sastra lisan legenda Namartua Limang meliputi nilai kekerabatan, religi, hagabeon, hamoraon, dan hasangapon. Berdasarkan hasil penelitian, dalam legenda tersebut nilai kekerabatan sebanyak empat belas cuplikan kalimat, nilai religi sembilan cuplikan kalimat, nilai hagabeon delapan cuplikan kalimat, nilai hamoraon sebanyak empat cuplikan kalimat dan nilai hasangapon sebanyak empat cuplikan kalimat.Sementara nilai yang paling dominan dalam legenda tersebut adalah nilai kekerabatan.
iv
A.Latar Belakang Masalah ... 1
B.Identifikasi Masalah ... 7
BAB II KERANGKA TEORITIS DAN PERTANYAAN PENELITIAN ... 11
A.Kerangka Teoritis ... 11
1. Analisis Nilai Budaya Batak Toba ... 11
a.Pengertian Analisis ... 11
b.Pengertian Nilai ... 11
c.Pengertian Budaya ... 12
d. Pengertian Nilai Budaya ... 13
e. Lima Nilai Budaya Non-material Batak Toba ... 15
1. Kekerabatan ... 15
2. Religi ... 17
3. Hagabeon... 19
4. Hamoran ... 20
v
5. Sinopsis Legenda Namartua Limang ... 30
B. Pertanyaan Penelitian ... 33
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 34
A. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34
1. Lokasi Penelitian ... 34
F. Teknik Analisis Data ... 39
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 41
vi
2.Nilai Budaya Batak Toba yang Paling Dominan dalam Sastra
Lisan Legenda Namartua Limang ... 83
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 85
A.Kesimpulan ... 85
B.Saran ... 85
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Instrumen Penelitian. Analisis Lima Nilai Budaya Non Material
Batak Toba dalam Sastra Lisan Legenda “Namartua Limang” ... 37
Tabel 4.1. Hasil Penelitian. Lima Nilai Budaya Batak Toba dalam Sastra
viii
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sastra merupakan pencerminan situasi, kondisi dan adat-istiadat suatu masyarakat. Secara keseluruan sastra tidak terlepas dari persoalan kesusastraan
daerah, khususnya sastra lisan. Sastra lisan hadir sebagai karya sastra yang beredar di masyarakat atau diwariskan secara turun-temurun dalam bentuk lisan.
Sastra lisan merupakan bagian dari budaya yang dipelihara dan dilestarikan oleh masyarakat pendukungnya secara turun-temurun yang disebarkan secara lisan (dari mulut ke mulut). Akibat penyebarannya dari mulut ke mulut, banyak sastra
lisan yang memudar karena tidak dapat dipertahankan. Selain itu, keterbatasan memori manusia dalam hal mengingat serta perkembangan teknologi yang
semakin canggih, turut menggeser sastra lisan yang pernah ada, termasuk sastra lisan Batak Toba yang memiliki nilai budaya tinggi yang seharusnya dapat dijaga kelestariannya.
Kebudayaan non material merujuk pada kekuatan-kekuatan kretaif dalam diri manusia sendiri yang menghasilkan kebudayaan yang merupakan realiasi diri
manusia serta berwujud kesempurnaan batin seperti nilai-nilai dan perasaan-perasaan. Nilai budaya tersebut merupakan bagian dari budaya yang tidak terlepas dari kehidupan manusia. Sistem nilai budaya ini merupakan rangkaian dari
perilaku manusia dalam hidup yang memanifestasikonkritnya terlihat dalam tata
kelakuan. Oleh karena itu, sastra lisanbanyak memberikan manfaat terhadap
masyarakat pendukungnya karena sastra lisan dapat mewariskan nilai-nilai budaya
masa lalu yang sangat bermanfaat untuk masa sekarang. Terlebih lagi, pada sastra lisan penggambaran tentang norma-norma dan adat-istiadat sangat kental
mempengaruhi lahirnya sebuah karya sastra. Hal ini merupakan nilai-nilai budaya yang sebagian besarnya dapat diaplikasikan oleh masyarakat yang masih berlaku dalam tatanan masyarakat sekarang. Demikian juga halnnya sembilan nilai budaya
Batak Toba yang sampai saat ini masih dipertahankan dan menjadi pedoman
masyarakat Batak Toba dalam bertingkah laku di masyarakat, walaupun sedikit
mulai mengalami perubahan seiring pola pikir manusia yang semakin
maju.Kesembilan nilai budaya utama non-material yang dipedomani masyarakat
Batak Toba dalam hidup bermasyarakat meliputi nilai kekerabatan, religi,
hagabeon, hukum, hamajuon, konflik, hamoraon, hasangapon, dan pengayoman
(Harahap dan Siahaan, 1987:134).
Sastra lisan baik genre prosa maupun puisi dapat dijumpai hampir di
seluruh daerah, termasuk di daerah Batak Toba. Namun dewasa ini mulai
menunjukkan gejala perubahan yang mengkhawatirkan yaitu ketidakpedulian
masyarakat terhadap keberadaan sastra lisan. Sastra lisan hanya dipandang
sebagai kisah-kisah yang tidak masuk akal dan berada di luar jangkauan akal
sehat. Hal ini tentu saja menjadi ancaman terhadap eksistensi sastra lisan dalam
kehidupan masyarakat (Nurelide, 2006:15). Demikian juga halnya eksistensi
menjadikan bahasa sebagai media tutur maka perlu dilakukan penyelamatan agar tidak hilang sehingga generasi selanjutnya dapat mengenal serta menikmati kekayaan budaya daerah tersebut, termasuk sastra lisan Batak Toba.
Masyarakat Batak Toba merupakan salah satu kelompok masyarakat yang
ada di Indonesia yang diwarisi kaya akan tradisi budaya yang ikut serta
menyumbangkan nilai-nilai yang dapat dijadikan sebagai suri teladan. Namun,
tradisi dan kesenian Batak Toba lebih sering diterapkan dalam kehidupan
bermasyarakat dibandingkan dengan sastra. Sastra lisan Batak Toba lebih banyak
terpendam dan tidak jarang hanya sebagian individu yang mengetahui
kesusastraan tersebut. Sementara itu, sastra lisan Batak Toba dapat dipandang
sebagai aset budaya yang penting dan berharga serta layak untuk dikaji dan
dilestarikan (Nurelide, 2006:1).
Mite (myth), legenda (legend), dan dongeng (folklor) merupakan genre
prosa rakyat yang pernah hidup dalam mayarakat Batak Toba. Mite merupakan
cerita lama yang sering dikaitkan dengan dewa-dewa atau kekuatan-kekuatan
supranatural yang melebihi batas kemampuan manusia yang diungkapkan secara
gaib dan dianggap suci. Legenda merupakan cerita prosa rakyat yang dianggap
oleh empunya cerita sebagai suatu kejadian yang benar-benar terjadi (James
Danandjaja, 1997:66). Sebagian individu dalam masyarakat masih mempercayai legenda sebagai penuntun hidupnya.
Keingintahuan manusia untuk memahami sesuatu di balik legenda
semakin kuat yaitu peristiwa yang menggambarkan sejarah dan nilai-nilai moral
sehingga melalui karya sastra tersebut ditemukan pola hubungan kekerabatan,
tingkah laku, kepercayaan dan segala sesuatu yang hidup dan menjadi tradisi
dalam mayarakat tersebut (Nurelide, 2006:5). Sebagai salah satu produk budaya,
karya sastra baik cerita rakyat khususnya legenda, tentunya dapat menjembatani
untuk sampai pada pemahaman atau setidak-tidaknya sikap terbuka melakukan
apresiasi terhadap berbagai kultur etnik yang ada di nusantara. Oleh karena itu,
peneliti tertarik untuk mengkaji sastra lisan Batak Toba. Landasan utama dalam
penelitian ini adalah mengkaji nilai-nilai budaya non-material Batak Toba dalam
sastra lisan legenda Namartua Limang.
Legenda Namartua Limang merupakan salah satu cerita lisan yang
dimiliki oleh masyarakat Batak Toba di Urat, Desa Suhutnihuta Pardomuan,
Kecamatan Palipi Kabupaten Samosir. Namartua Limang merupakan sebuah situs
bersejarah bagi orang Batak Toba, khususnya bagi keturunan Toga Pandiangan
yang hingga kini masih diyakini masyarakat Samosir khususnya keturunan Toga
Pandiangan. Legenda Namartua Limang mengisahkan bagaimana berdirinya
Namartua Limang, sebuah daerah tempat penyimpanan padi-padi berupa
gundukan milik Raja Parhutala yang kaya raya, keturunan Toga Pandiangan yang
berubah rata menjadi tanah (dikisahkan oleh R. Br.Pandiangan, keturunan Toga
Pandiangan). NamartuaLimang sesuai dengan pemberian nama yang diamanatkan
oleh Ayah Raja Parhutala yaitu Guru Solondason. Guru Solondason memberikan ilmu rahasianya kepada salah seorang menantu Raja Parhutala marga Sihombing
mana ada seorang bernama ’Namartua Pardindingan,’ sirik mengetahui Raja Parhutala kembali kaya raya dengan menggulingkan batu besar dari tempat tinggalnya. Lalu, Raja Parhutala mengucapkan kalimat jika batu besar itu sampai
mengguling ke tanah tempat padi-padinya disimpan/ditimbun, kelak batu tersebut akan limang. Jika sampai berguling ke tempatnya kelak akan menjadi tanah dan
menjadi penambah tambahnya. Benar saja, sumpah tersebut benar terjadi. Gundukan daerah penyimpanan padi-padi miliknya malah berubah rata menjadi
tanah.Raja Parhutala kemudian mengatakan pada keturunannya melalui pesan
kepada kedua anaknya laki-laki Si Raja Humirtap dan Si Raja Sonang, agar menamakan daerah kejadian itu dengan Namartua Limang yang menjadi satu
tanda kepada para keturunan mereka, agar menjaga kelestarian Namartua Limang tersebut. Itu sebabnya, hingga kini Namartua Limang tetap dijaga kelestariannya oleh seluruh keturunan Toga Pandiangan dan menjadi salah satu situs budaya dan
pariwisata yang dilestarikan oleh Pemerintah Kabupaten Samosir.
Sesuai dengan beberapa fungsi sastra lisan salah satunya berfungsi sebagai
pengikat identitas dan solidaritas khalayak yang menjadi salah satu unsur utama
dalam membangun ikatan khalayak kampung (Adriyetti Amir, 2013:17-18),
Namartua Limang berfungsi sebagai pengikat identitas dan solidaritas khalayak
bagi seluruh keturunan Toga Pandiangan, bukan hanya di Urat, Desa Suhutnihuta
Pardomuan, Kecamatan Palipi Kabupaten Samosir, namun juga di seluruh pelosok
tanah air. Namun, seiring perkembangan zaman banyak orang Toba khususnya
legenda Namartua Limang mengandung nilai-nilai budaya Batak Toba yang tinggi
yang dipedomani dan diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat.
Ketertarikan penulis dalam mengambil legenda Namartua Limang, selain
memiliki nilai historis, legenda Namartua Limang juga mengandung nilai-nilai
budaya Batak Toba yang tinggi yang masih dipedomani orang Toba dalam
bermasyarakat meliputi nilai kekerabatan, religi, hagabeon, hukum, hamajuon,
konflik, hamoraon, hasangapon, dan pengayoman dan terdapat nilai yang paling
dominan dari antara sembilan nilai budaya tersebut. Selain itu, tidak semua
individu atau masyarakat Batak Toba khususnya keturunan Toga Pandiangan
yang masih mengenal cerita lisan tersebut. Untuk itu, peneliti ingin
memperkenalkannya kembali agar cerita lisan tersebut tidak punah.
Menurut Olrik (dalam Sukatman, 2009:13) kepunahan tradisi lisan
disebabkan terlalu lama tidak diingat oleh masyarakat dan tidak pernah
diperdengarkan lagi. Akibatnya, sastra lisan semakin memudar dan hanya
berdasarkan daya ingat penuturnya. Hal ini tentu saja dapat merubah keaslian
suatu sastra lisan. Kesan inilah yang menyebabkan peneliti tertarik untuk
mengkajinya kemudian mendokumentasikannya, agar sastra lisan tersebut
menjadi sastra yang tetap hidup di masyarakat dan dapat dipertahankan
keberadaannya dengan melakukan penelitian berjudul:“Analisis Nilai Budaya
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, adapun identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Terdapatnilai-nilai budaya non-material masyarakat Batak Toba meliputi
nilaikekerabatan, religi,hagabeon, hukum,hamajuon, konflik, hamoraon,
hasangapon, dan pengayoman dalam sastra lisanlegenda Namartua
Limangtersebut.
2. Terdapat nilai budaya non-material Batak Toba yang paling menonjol
dalam sastra lisan legenda Namartua Limang tersebut.
3. Keyakinan masyarakat di Urat, Pandiangan, Desa Suhutnihuta Pardomuan, Kecamatan Palipi, Samosir saat ini akan legenda Namartua Limang.
4. Relevansi keberadaan sastra lisan legenda Namartua Limang terhadap masyarakat di Urat, Pandiangan, Desa Suhutnihuta Pardomuan, Kecamatan
Palipi, Kabupaten Samosir dewasa ini.
C. Batasan Masalah
Batasan masalah diperlukan bukan hanya untuk memudahkan atau menyederhanakan masalah bagi penelitian, tetapi juga untuk menetapkan terlebih
dahulu segala sesuatu yang menjadi masalah untuk mendapatkan pemecahan masalah. Penelitian yang berjudul “Analisis Nilai BudayaBatak Toba dalam
Sastra LisanLegenda Namartua Limang,” peneliti juga melakukan pembatasan
masalah agar penelitian bisa lebih fokus. Dari sembilan nilai budaya non-material
hagabeon, hamajuon (kemajuan), konflik, hamoraon (kekayaan), hasangapon,
dan pengayoman, penelitian dibatasi pada analisis nilai kekerabatan, religi, hagabeon, hamoraon dan hasangapon. Peneliti memilih lima nilai budaya
tersebut, sebab lima nilai budaya tersebut merupakan nilai-nilai budaya non-material Batak Toba yang hingga kini masih dipedomani dan diterapkan orang
Toba dalam kehidupan bermasyarakat.
D. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Dari lima nilai budaya non-material Batak Toba yang terdiri dari nilai
kekerabatan, religi, hagabeon, hamoraon, dan hasangapon, nilai budaya non-material Batak Toba mana sajakah yang terkandung dalam sastra lisan legenda Namartua Limang tersebut?
2.Nilai budaya non-material Batak Toba manakah yang paling dominan dari lima nilai budaya non-material Batak Toba yang terdiri dari nilai kekerabatan, religi, hagabeon, hamoraon, dan hasangapon yang
terkandung dalam sastra lisan legenda Namartua Limang tersebut?
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Menganalisis dan mengungkapkan dari lima nilai budaya non-material
saja yang terkandung dalam sastra lisan legenda Namartua Limang tersebut.
2. Mengungkapkannilai budaya non-material Batak Toba yang paling
dominan dari lima nilai budaya non-material Batak Toba yang terdiri dari nilai kekerabatan, religi, hagabeon, hamoraon, dan hasangapon yang
terkandung dalam sastra lisan Batak Toba legenda Namartua Limang tersebut.
F. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoretis
Manfaat teoritis dari hasil penelitian ini diharapkan mampu untuk:
a. Menjaga dan melestarikan keberadaan sastra lisan, khususnya sastra
lisan Batak Toba agar tidak punah.
b. Memperbanyak inventaris sastra lisan dalam bentuk teks terjemahan dalam bahasa Indonesia.
c. Memperkaya bahan atau materi ajar pendidikan bahasa dan sastra Indonesia.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan:
a. Bagi mahasiswa yaitu memberikan pengetahuan tentang nilai-nilai
budaya Batak Toba yang terkandung dalam sastra lisan legenda Namartua Limang.
b. Bagi sastrawan dan budayawan khususnya sastrawan dan budayawan Batak Toba yaitu memperkenalkan dan memperkaya pengetahuan serta mengembangkan keberadaan sastra lisan Batak Toba yang kaya akan
latar belakang nilai-nilai budaya Batak Toba.
c. Bagi masyarakat yaitu mampu memberikan informasi khususnya
masyarakat Batak Toba di Urat Desa SuhutnihutaPardomuan, Kecamatan Palipi, Kabupaten Samosir mengenai legenda Namartua Limang yang menyimpan nilai-nilai historis-budaya; dan
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa
1. Dalam sastra lisan legenda Namartua Limang terdapat lima nilai budaya non material Batak Toba, masing-masing nilai budaya kekerabatan, religi,
hagabeon, hamoraon dan hasangapon. Nilai kekerabatan dalam legenda
Namartua Limang sebanyak empat belas cuplikan kalimat, nilai religi
sebanyak sembilan cuplikan kalimat, nilai hagabeon sebanyak delapan
cuplikan kalimat, nilai hamoraon sebanyak empat cuplikan kalimat, dan nilai hasangapon sebanyak empat cuplikan kalimat.
2. Dalam sastra lisan legenda Namartua Limang, nilai budaya non material Batak Toba yang paling dominan adalah nilai kekerabatan dengan frekuensi 36%.
B. Saran
2. Penelitian tentang kajian sastra terkhusus cerita-cerita lisan masih belum banyak dilakukan. Jadi, harapan peneliti agar kiranya ada peneliti-peneliti lain melakukan kegiatan penelitian sastra khususnya sastra lisan.
3. Disarankan kepada peneliti berikutnya agar meneliti kembali tentang cerita-cerita lisan yang banyak terpendam yang tidak banyak diketahui
DAFTAR PUSTAKA
Amir, Adriyetti. 2013. Sastra Lisan Indonesia. Yogyakarta: CV Andi Offset.
Danandjaja, James. 1997. Foklor Indonesia:Ilmu Gosip, Dongeng dan Lain- Lain.. Jakarta: Grafiti Press.
___________ (ed). 2002. Foklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng dan Lain- Lain. Jakarta: Grafiti Press.
Djamaris, Edward. 1993. Nilai Budaya dalam Beberapa Karya Sastra Daerah di Sumatera Utara. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Endraswara, Suwandi. 2009. Metode Penelitian Foklor, Konsep, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Media Pressindo.
___________. 2013. Metodologi Penelitian Sastra : Epistemologi, Model, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Caps.
Fanani, Muhammad. 1995. Struktur dan Nilai Budaya dalam Cerita Berbingkai. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Harahap, Basyal Hamidy dan Hotman M Siahaan. 1987. Orientasi Nilai-Nilai Budaya Batak. Jakarta: Sanggar Williem Iskandar.
Hutomo, Saripan Sadi. 1991. Mutiara Yang Terlupakan:Penganntar Studi Lisan. Jatim:Hiski
Koentjaraningrat. 1987. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta
Kozok, Uli. 1999. Warisan Leluhur Sastra Lama dan Aksara Batak. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
Manan, Abdullah. 1998. Sastra Lisan Ekagi. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Moleong, Lexi. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
___________. (2007). “Meretas Budaya Masyarakat Batak Toba dalam Cerita Sigalegale.” eprints.undip.ac.id/18465/1/NURELIDE.pdf.
Poeewadarminta, W.J.S. 1985. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Pudentia. 2008. Metodologi Kajian Tradisi Lisan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Sibarani, Robert. 2007. Jurnal Raja Sisingamangaraja XII Nilai Budaya dan nilai-nilai keluarga, Seminar Nasional Peringatan 100 Tahun Gugurnya Pahlawan Sisingamangaraja XII Pesantren Al-Kautsar Al-Akbar.
Sinaga, Enjel. (2012). “Analisis Nilai Budaya Sastra Lisan Batu Sigadap.” jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/sasindo/article/download/416/223.
Sarmaida T.R. (2013). “Struktur dan Nilai Budaya Batak Toba dalam Sastra Lisan Huta Silahisabungan” jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/basastra /article/download/801/617.
Sarumpaet, J.P. 1995. Kamus Batak Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Simanjuntak, Bungaran Antonius. 2010. Melayu Pesisir dan Batak Toba
Pegunungan (Orientasi Nilai Budaya). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi : Suatu Pengantar. Jakarta : Rajawali Pers. Sukatman. 2009. Butir-Butir Tradisi Lisan: Pengantar Teori dan Pembelajaran. Yogyakarta: Laskbang Pressindo.
Sutrisno, Mudji. 2009. Kritik Sastra, Teori, Metodologi dan Aplikasi. Yogyakarta: Elmatera.
Teeuw. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra : Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Universitas Maichiga.
Tinambunan, T.Raman, dkk. 1996. Sastra Lisan Dairi Inventaris dan Analisis Struktur Prosa. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.