• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 18 A TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN DAN PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN KELURAHAN, KECAMATAN, FORUM SATUAN KERJA PERANGKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "IMPLEMENTASI PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 18 A TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN DAN PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN KELURAHAN, KECAMATAN, FORUM SATUAN KERJA PERANGKA"

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

IMPLEMENTASI PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 18-A T18-AHUN 2009 TENT18-ANG PEDOM18-AN D18-AN PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN KELURAHAN, KECAMATAN, FORUM SATUAN KERJA PERANGKAT

DAERAH (SKPD) DAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN KOTA DALAM PENYELENGGARAAN

MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) DI KOTA SURAKARTA

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Magister

Program Studi Ilmu Hukum

Minat Utama : Hukum Kebijakan Publik

Oleh :

RACHMAT WIBISONO S 310809014

PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

(2)

commit to user

IMPLEMENTASI PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 18-A T18-AHUN 2009 TENT18-ANG PEDOM18-AN D18-AN PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN KELURAHAN, KECAMATAN, FORUM SATUAN KERJA PERANGKAT

DAERAH (SKPD) DAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN KOTA DALAM PENYELENGGARAAN

MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) DI KOTA SURAKARTA

Disusun Oleh :

RACHMAT WIBISONO NIM. S 310809014

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing :

Dewan Pembimbing

Jabatan Nama Tanda tangan

Tanggal

Pembimbing 1 Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum ……… …..

NIP. 195702031985032001

Pembimbing 2 Suraji, S.H., M.Hum ………. ….

NIP.196107101985031011

Mengetahui :

Ketua Program Magister Ilmu Hukum

(3)

commit to user

IMPLEMENTASI PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 18-A T18-AHUN 2009 TENT18-ANG PEDOM18-AN D18-AN PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN KELURAHAN, KECAMATAN, FORUM SATUAN KERJA PERANGKAT

DAERAH (SKPD) DAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN KOTA DALAM PENYELENGGARAAN

MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) DI KOTA SURAKARTA

DISUSUN OLEH :

RACHMAT WIBISONO NIM. S 310809014

Telah disetujui oleh Tim Penguji :

Jabatan Nama Tanda Tangan tanggal

Ketua Prof. Dr. H. Setiono, S.H., M.S. …………. .……….

NIP. 19440505 196902 1 001

Sekretaris Prof. Dr. Jamal Wiwoho, S.H., M. Hum ... ... NIP. 19611108 198702 1 001

Anggota Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum ... ...

NIP. 19570203 198503 2 001

Suraji, S.H., M.Hum ………. ……….

NIP.196107101985031011

Mengetahui :

Ketua Program Studi Prof. Dr. H. Setiono, S.H., M.S. ... ...

Magister Ilmu Hukum NIP. 19440505 196902 1 001

Direktur Program Prof. Drs. Suranto, M.Sc.,Ph.D. ... ...

(4)

commit to user PERNYATAAN

Nama : RACHMAT WIBISONO

NIM : S 310809014

Menyatakan dengan sesungguhya bahwa tesis yang berjudul :

“IMPLEMENTASI PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 18-A TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN DAN PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN KELURAHAN, KECAMATAN, FORUM SATUAN KERJA PERANGKAT

DAERAH (SKPD) DAN MUSYAWARAH PERENCANAAN

PEMBANGUNAN KOTA DALAM PENYELENGGARAAN

MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) DI KOTA SURAKARTA” adalah benar-benar karya saya sendiri. Hal yang bukan karya saya, dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam

daftar pustaka.

Apabila benar di kemudian hari terbukti pernyataan saya tersebut di atas tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik, yang berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.

Surakarta, Januari 2011 Yang membuat pernyataan,

(5)

commit to user KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya yang

telah membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan penyusunan tesis

dengan judul “IMPLEMENTASI PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA

NOMOR 18-A TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN DAN PETUNJUK

TEKNIS PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN

PEMBANGUNAN KELURAHAN, KECAMATAN, FORUM SATUAN

KERJA PERANGKAT DAERAH (SKPD) DAN MUSYAWARAH

PERENCANAAN PEMBANGUNAN KOTA DALAM

PENYELENGGARAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN

PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) DI KOTA SURAKARTA” Tentunya selama penyusunan penelitian tesis ini, maupun selama peneliti menuntut ilmu di

Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret tidak terlepas dari bantuan serta

dukungan moril maupun spiritual dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan

ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. H. Much. Syamsulhadi, dr. Sp. KJ (K) selaku Rektor

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D., selaku Direktur Program

Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Bapak Moh. Jamin, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Bapak Prof. Dr. H. Setiono, S.H., M.S. selaku Ketua Program Studi

Magister Ilmu Hukum yang banyak memberikan dorongan dan kesempatan

kepada peneliti untuk mengembangkan pengetahuan mengenai hukum

bisnis.

5. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih,S.H.,M.Hum selaku Sekretaris Program Studi

Magister Ilmu Hukum dan pembimbing I penelitian tesis yang secara cermat

memberikan masukan, memberikan bimbingan, arahan dan kemerdekaan

berpikir bagi peneliti dalam proses penyusunan hingga penyelesaian

(6)

commit to user

7. Bapak Suraji, S.H.,M.H selaku pembimbing II penelitian tesis yang

memberikan bimbingan, arahan dan kemerdekaan berpikir bagi peneliti

dalam proses penyusunan hingga penyelesaian penelitian tesis ini.

8. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Ilmu Hukum Program Pascasarjana

Universitas Sebelas Maret Surakarta yang dengan tulus telah memberikan

ilmunya.

9. Mama, terima kasih atas doa dan cinta yang tak pernah habis.

10.Keluarga, kakak, mas, ponakan evan dan keisya tercinta, terima kasih atas

dukungannya.

11.Indah Permatasari, terima kasih doa, cinta dan kasihnya.

12.Sahabat-sahabatku tersayang, terima kasih atas semangat yang telah

diberikan.

13.Rekan-rekan Hukum Kebijakan Publik Tahun 2009 pada Program Studi

Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta

atas segala bantuan dan kerja samanya.

14.Staf administrasi Program Studi Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana

Universitas Sebelas Maret Surakarta atas segala bantuan yang telah

diberikan.

15.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu

penyusunan tesis ini.

Penulis sangat menyadari bahwa tesis ini masih memiliki banyak

kekurangan. Oleh karena itu, saran, teguran dan kritik yang membangun sangat

diharapkan dari berbagai pihak demi kemajuan di masa yang akan datang.

Akhir kata, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Surakarta, Januari 2011

RACHMAT WIBISONO

(7)

commit to user DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN TESIS ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... x

ABSTRAK ... xi

ABSTRACT ... xii

BAB I PENDAHULUAN……….. 1

A. Latar Belakang ………... 1

B. Perumusan Masalah ………. 6

C. Tujuan Penelitian... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II LANDAAN TEORI...... 8

A. Kerangka Teori ... 8

1. Tinjuan Umum tentang Pemerintahan Daerah... 8

2. Tinjauan Umum tentang Perencanaan Kota... 14

3. Tinjauan Umum tentang Pembangunan... 16

4. Tinjauan Umum tentang Musrenbang... ... 19

5. Tinjauan Umum tentang Partisipasi Masyarakat... 21

6. Teori Kebijakan Publik... ... 25

7. Tinjauan Umum tentang Sistem Hukum... 31

8. Tinjauan Umum tentang Peraturan Walikota Surakarta Nomor 18-A Tahun 2009 Tentang Pedoman dan petunjuk teknis pelaksanaan Musrenbangkel, Musrenbangcam, Forum SKPD, Musrenbangkot di kota Surakarta... 37

(8)

commit to user

Pembangunan Nasional ... 42

10. Tinjauan Umum Implementasi Kebijakan ... 46

B . Kerangka Berpikir ... 50

BAB III METODE PENELITIAN ... 52

A. Jenis Penelitian ...………. 53

B. Bentuk Penelitian ...………. 53

C. Lokasi Penelitian ...………... 53

D. Penentuan Informan....……….... 53

E. Jenis dan Sumber data... ..………. 54

F. Teknik Pengumpulan Data ...………. 55

G. Teknik Pengumpulan Data ……… 56

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ..………... 58

A. Hasil Penelitian ... 58

1 Deskripsi Badan Perencanaan Dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Surakarta ... 58

a. Deskripsi Wilayah Surakarta ... 58

b. Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah . 59 c. Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Sekretariat Daerah ... 62

d. Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah ... 64

e. Uraian Tugas Jabatan Struktural Bappeda Kota Surakarta... 66

2. Implementasi Peraturan Walikota Nomor 18-A Tahun 2009 terhadap penyelenggaraan Musrenbang di Kota Surakarta... 73

3. Faktor – Faktor Hambatan dalam Penyelenggaraan Musyawarah Perencanaan Pembangunan di Kota Surakarta... 86

(9)

commit to user

Perencanaan Pembangunan di Kota Surakarta... 93

B. Pembahasan ... 91

1. Implementasi Peraturan Walikota Surakarta Nomor 18-A Tahun 2009 terhadap Penyelenggaraan Musrenbang di Kota Surakarta... 91

2. Faktor – Faktor Hambatan dalam Penyelenggaraan Musyawarah Perencanaan Pembangunan di Kota Surakarta ... 109

a. Komponen Struktur ... 109

b. Komponen Substansi ... 115

c. Komponen Kultur ... 117

3. Prespektif ke depan Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan di Kota Surakarta... 118

a. Komponen Struktur ... 118

b. Komponen Substansi ... 120

c. Komponen Kultur ... 121

BAB V PENUTUP ... 121

A. Kesimpulan ... 121

B. Implikasi ... 123

C. Saran ... 124

DAFTAR PUSTAKA ...

(10)

commit to user DAFTAR GAMBAR

Bagan I : Kerangka Berpikir ... 50

Bagan II : Proses Analisis Data ... 56

(11)

commit to user ABSTRAK

Rachmat Wibisono, S 310809014, 2011, Implementasi Peraturan Walikota Surakarta Nomor 18-A Tahun 2009 tentang Pedoman dan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan, Kecamatan, Forum Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), dan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kota dalam Penyelenggaraan Musrenbang di Kota Surakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan suatu gambaran tentang Implementasi Peraturan Walikota terhadap pelaksanaan kebijakan daerah, dalam hal ini penerapan Peraturan Walikota Surakarta Nomor 18-A tahun 2009 terhadap penyelenggaraan Musrenbang di Kota Surakarta. Di samping itu untuk menganalisis kendala-kendala hukum yang muncul serta prespektif ke depan pelaksanaannya.

Penelitian ini termasuk jenis penelitian non doktrinal (socio legal research) karena dalam penelitian ini, hukum dikonsepkan sebagai manifestasi makna-makna simbolik perilaku sosial sebagaimana tampak dalam interaksi mereka, dengan mengambil lokasi penelitian di Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kota Surakarta. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan dokumenter guna mendapatkan data primer dan data sekunder. Analisis datanya menggunakan analisis kualitatif.

Hasil penelitian menunjukan bahwa implementasi Peraturan Walikota Nomor 18-A Tahun 2009 terhadap penyelenggaraan Musrenbang di Kota Surakarta belum bisa sesuai, belum berjalan dengan baik disebabkan oleh faktor-faktor: masih banyaknya penyimpangan-penyimpangan di dalam penyelenggaraan Musrenbang di Kota Surakarta. Kurangnya kepedulian masyarakat dalam penyelenggaraan musrenbang menjadikan musrebang terkesan hanya formalitas saja. Hanya dalam hal teknis dalam acara masing-masing tahapan Musrenbang sudah berjalan dengan baik.

Faktor-faktor penyebab pelaksanaan Musrenbang di Kota Surakarta belum bisa sesuai dengan harapan adalah: berdasarkan aspek struktur, birokrasi pemerintahan yang berbelit-belit dalam hal pencairan dana pembangunan; 2) aspek substansi, terkait dengan materi pelaksanaannya kurang berjalan maksimal, terkesan hanya formalitas penyampaian recana kerja pemerintah. 3) aspek kultur, adanya kendala psikologis yang dihadapi Tim Penyelenggara dan Pembantu terhadap masyarakat yang mengikuti musrenbang belum bisa mandiri serta tingkat keswadayaanya rendah.

Prespektif pelaksanaan musrenbang ke depan,1) berdasarkan aspek struktur dibutuhkan peran aktif pemerintah dalam penyelenggaraan musrenbang agar tidak terjadi tumpang tindih pembangunan. 2) aspek substansi, diharapkan terkait materi dari musrenbang dirumuskan lebih baik lagi dan lebih partisipatif. 3) aspek kultur, komunikasi yang baik semua elemen pendukung musrenbang agar menghindari konflik kepentingan.

Kata Kunci = implementasi peraturan terhadap Musrenbang

(12)

commit to user

Rachmat Wibisono, S 310809014, 2011, The Implementation of Surakarta Mayor’s Regulation Number 18-A of 2009 about the Technical Guidelines and Instruction of Kelurahan and Subdictrict Development Planning Discussion Implementation, Work Forum of SKPD (Local Government Work Unit), and City Development Planning Discussion in the Development Planning Discussion Implementation in Surakarta City.

This research aims to give a description about the implementation of Mayor Regulation on the implementation of local policy, in this case, the application of Surakarta Mayor’s Regulation Number 18-A of 2009 on the Development Planning Discussion Implementation in Surakarta City. In addition it also aims to analyze the legal obstacles occurring and the perspective on the implementation in the future.

This study belongs to a non-doctrinal (socio-legal) research because in this research, the law is conceptualized as the manifestation of symbolic meanings of social behavior as apparent in their interaction, taken place in Surakarta City’s Local Planning and Development Agency. The data collection was done using interview and documentary study for obtaining the primary and secondary data. The data analysis was done using qualitative analysis.

The result of research shows that the implementation of Surakarta Mayor’s Regulation Number 18-A of 2009 has not been stated as expected, it is because of the following factors: 1) the law structure component, has been consistent with the regulation that the implementer is Bapeda and helped by the special team established by Bappeda itself. 2) the law substance component, there is several strategic changed in the content of such mayor regulation to accomplish the organization of Development Planning Discussion (Musrenbang) in surakarta city. 3) Culture component has not been appropriate because there are still a variety of law perspective criticizing the mayor regulation, the organization and the result of Development Planning Discussion.

The factors making the implementation of Development Planning Discussion in Surakarta has not been as expected are: based on the structure aspect, the elaborate government bureaucracy in the development fund release; 2) substance aspect, related to the implementation material that runs not maximally, that seems to be only formality of government work plan delivery. 3) culture aspect, there is psychological obstacle encountered by the Implementer and Assistant Team among the society participating in Development Planning Discussion that has not been independent as well as the low self-help level.

The perspective of the Development Planning Discussion implementation in the future, 1) based on the structure aspect, the government’s active role is required in the implementation of Development Planning Discussion to prevent the development overlap. 2) the substance aspect, related to material it is expected that Development Planning Discussion is formulated better and more participative. 3) the culture substance, the good communication among all supporting elements of Development Planning Discussion in order to avoid the interest conflict.Keywords = the implementation of regulation on the local policy.

(13)

commit to user

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah yang telah beberapa kali diubah terakhir diubah dengan

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang-Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, memberikan

kewenangan yang sangat luas kepada setiap pemerintah daerah, sepanjang

kewenangan tersebut tidak menjadi kewenangan pemerintah pusat,

pemerintah daerah mempunyai keleluasaan untuk mengatur dan mengurus

rumah tangganya sendiri dalam bingkai Negara Kesatuan Republik

Indonesia.

Pemberian otonomi yang luas kepada daerah diarahkan untuk

mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan

pelayanan, pemberdayaan dan partisipasi masyarakat. Di samping itu

melalui otonomi yang luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya

saing dengan memperhatikan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan,

keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman dalam

sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan demikian,

pemerintah daerah mempunyai kewenangan membuat kebijakan daerah

untuk memberikan pelayanan, peningkatan partisipasi, prakarsa, dan

pemberdayaan masyarakat bermuara pada peningkatan kesejahteraan

masyarakat.

Penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam melaksanakan tugas,

wewenang, kewajiban dan tanggungjawabnya, atas dasar kuasa peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi dapat menetapkan kebijakan daerah

yang dirumuskan dalam produk hukum daerah, baik dalam bentuk

peraturan daerah, peraturan kepala daerah maupun keputusan kepala

daerah dengan ketentuan tidak bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi kedudukannya, tidak bertentangan dengan

kepentingan umum dan peraturan daerah lainnya.

Pemberian otonomi kepada kepala daerah dan pemberian

kewenangan kepala daerah dalam menetapkan produk hukum daerah

(14)

commit to user

sesuai dengan kondisi lokalistiknya dan mendekatkan jarak antara pejabat

daerah dengan masyarakat sehingga terbangun suasana komunikatif yang

intensif dan harmonis, artinya keberadaan rakyat didaerah sebagai

pendukung utama demokrasi mendapat tempat dan saluran untuk

berpartisipasi dalam berperan aktif menyusun produk hukum maupun

dalam perencanaan pembangunan yang ada di daerahnya masing-masing.

Keberhasilan suatu penyelenggaraan pembangunan pada era

otonomi daerah tidak terlepas dari adanya peran serta masyarakat secara

aktif. Masyarakat daerah baik sebagai kesatuan sistem maupun sebagai

individu, merupakan bagian integral yang sangat penting dari sistem

pemerintahan daerah, karena prinsip penyelenggaraan otonomi daerah

adalah untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera. Oleh sebab itu,

maka tanggung jawab atas penyelenggaraan pemerintahan daerah,

sesungguhnya bukan saja berada ditangan pemerintah daerah dan aparat

pelaksananya, tetapi juga menjadi tanggungjawab masyarakat daerah yang

bersangkutan.

Penyelenggaraan pemerintahan daerah pada era otonomi

dikembangkan agar pemerintahan daerah dapat menggalang partisipasi

masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya, apabila masyarakat ikut

berperan aktif dan dilibatkan, pemerintah daerah dalam membuat

kebijakan daerah akan mendapat dukungan dari masyarakat. Oleh karena

itu, penyelenggaraan pemerintahan daerah yang demokratis dan akuntabel

merupakan konsekuensi logis dari otonomi daerah.

Tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan suatu

masyarakat yang adil dan makmur secara merata baik materiil maupun

spiritual, di mana pembangunan nasional merupakan pembangunan

manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia

seluruhnya. Untuk mempelancar pembangunan tersebut, Pemerintah Pusat

telah menyerahkan sebagian kewenangan pemerintahannya kepada

Pemerintah Daerah untuk mengatur dan mengurus urusan rumah tangga

(15)

commit to user

Kesatuan Republik Indonesia atau yang disebut dengan asas

Desentralisasi.1

Pemerintah pusat telah mengeluarkan peraturan

Perundang-undangan mengenai suatu sistem perencanaan pembangunan nasional

yaitu Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional (SPPN) untuk mendukung pelaksanaan

perencanaan pembangunan yang ada di daerah dan merupakan rujukan

formal Selain itu juga di dukung oleh rujukan umum yaitu Surat Edaran

Gubernur Jawa Tengah Nomor 050/22268 tentang Pedoman Umum

penyelenggaraan Musyawarah Perencanaan Pembangunan tahun 2009.

Peraturan-peraturan tersebut mendukung Peraturan Walikota Surakarta

Nomor 18-A Tahun 2009 Tentang Pedoman Dan Petunjuk Teknis

Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan,.

Kecamatan, Forum Kerja SKPD, dan Musyawarah Perencanaan

Pembangunan Kota (Musrenbangkot)

Tiap-tiap daerah mempunyai wewenang untuk melaksanakan

perencanaan pembangunan yang baik sesuai dengan potensi daerah

masing-masing. Perencanaan pembangunan daerah sekarang ini harus

bersifat partisipatif. Artinya melibatkan peran masyarakat secara langsung

dan unsur-unsur elemen masyarakat lainnya seperti Lembaga Swadaya

Masyarakat (LSM), Organisasi masyarakat, Akademisi di dalam

perumusan sistem perencanaan pembangunan daerah.2

Perencanaan pembangunan yang partisipatif penting sekali

dilakukan sekarang ini, hal ini disebabkan oleh karena selama ini

perencanaan pembangunan hanya dirumuskan oleh pemerintah pusat saja

dan pemerintah tidak pernah tahu apa kebutuhan masyarakat dan masalah

dari masyarakat itu sendiri. Hal itu disebabkan dinamika kebutuhan dan

kepentingan masyarakat yang makin lama makin kompleks dan

beranekaragam. Dalam hal ini wewenang sepenuhnya diserahkan kepada

1

Syaukani HR, Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hlm. 166

2

(16)

commit to user

daerah, baik yang menyangkut penentuan kebijaksanaan, perencanaan,

pelaksanaan, maupun yang menyangkut segi-segi pembiayaannya dalam

suatu pembangunan daerah.

Adanya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang

Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah merupakan landasan yuridis

bagi pengembangan otonomi daerah, dengan desentralisasi sebagai titik

tekan yang diamanatkan dalam Undang-Undang tersebut. Ada dua misi

utama di dalamnya yaitu pertama bahwa desentralisasi pemerintah lebih

menekankan pada terciptanya penyelenggaraan pemerintahan dan

kehidupan masyarakat yang lebih demokratis dan partisipatif, kedua

desentralisasi fiskal tujuan utamanya adalah untuk menciptakan

pemerataan pembangunan diseluruh daerah dengan mengoptimalkan

kemampuan, prakarsa, kreasi, inisiatif, dan partisipasi masyarakat, serta

kemampuan untuk mengurangi dominasi pemerintah dalam pelaksanaan

pembangunan dengan prinsip-prinsip good governance.3

Pemerintah Kota Surakarta telah mencoba melaksanakan dengan

merubah berbagai kebijakan dalam penyelenggaraan pemerintahan, di

mana sejak tahun 2001 mulai mencoba melaksanakan model

pembangunan yang demokratis berbasiskan pada partisipasi masyarakat.

Namun demikian, untuk melaksanakan hal itu ternyata tidak mudah

disebabkan masih belum adanya pemahaman yang sama antara pemerintah

dan DPRD maupun masyarakat mengenai arti pentingnya suatu

perencanaan pembangunan partisipatif yang melibatkan masyarakat.

Perencanaan pembangunan partisipatif melalui Musyawarah

Perencanaan Pembangunan Kota (Musrenbangkot) sudah mulai

dilaksanakan di Kota Solo sejak tahun 2001. Pemerintah Kota Solo yang

diwakili oleh Bapeda telah melakukan kerja sama dengan elemen

perguruan tinggi, dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) serta

3 Agus Dodi Sugiartoto, Perencanaan Pembangunan Partisipatif Kota Solo (Pengalaman IPGI Solo

(17)

commit to user

masyarakat kalurahan untuk mewujudkan suatu model perencanaan

pembangunan yang melibatkan masyarakat. Melihat tiap tahun hasilnya

yang dinilai positif maka Walikota Solo kemudian mengeluarkan

Peraturan Walikota Surakarta yang terakhir yaitu Peraturan Walikota

Surakarta Nomor 18-A tahun 2009 Tentang Pedoman dan Petunjuk Teknis

Pelaksanaan Musrenbang di Kota Surakarta isinya tentang Kerangka

Acuan Umum Pelaksanaan Musyawarah Kota Surakarta tahun 2010.

implementasi Peraturan Walikota tersebut dipergunakan sebagai landasan

penyelenggaraan Musrenbang yang terdiri dari Musrenbangkel,

Musrenbangcam, Musrenbangkot dalam rangka penyusunan Rencana

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) tahun 2010.

Kemudian berlanjut terus sampai tahun 2010 ini, yaitu pada bulan Maret

2010 telah dilaksanakan Musrenbangkot tahun 2010 untuk penyusunan

Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) tahun 2011.

Namun dalam kenyataannya selama ini pelaksanaan musrenbang

masih banyak kelemahan-kelemahan yang terjadi. Kurangnya pemahaman

masyarakat terhadap peraturan-peraturan yang menjadi acuan pelaksanaan

musrenbang. Hal ini menyebabkan pelaksanaan musrenbang hanya

formalitas saja dari penjabaran rencana kerja pemerintah kota. Dari

kelemahan-kelemahan tersebut di harapakan ke depan terjadi

perbaikan-perbaikan baik dalam peraturan dan mekanisme pelaksanaan musrenbang

di Kota Surakarta.

Penelitian ini berusaha memberikan analisis mengenai

Implementasi Peraturan Walikota terhadap kebijakan Pemerintah Kota

Surakarta yang partisipatif dan dalam rangka perwujudan perencanaan

pembangunan partisipatif melalui program pelaksanaan Musrenbangkot

yang diawali dari Musrenbangkel dan Musrenbangcam serta

perbaikan-perbaikan yang harus dilakukan ke depan.

B. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian pada latar belakang sebagaimana tersebut,

(18)

commit to user

pengkajiannya dan tercapai sasaran yang diinginkan, dapat dirumuskan

sebagai berikut :

1. Apakah Implementasi Peraturan Walikota Surakarta Nomor 18- A

sudah sesuai dengan penyelenggaraan Musrenbang di Kota Surakarta?

2. Faktor-Faktor apakah yang menghambat penyelenggaraan

Musyawarah Perencanaan pembangunan di Kota Surakarta?

3. Bagaimana Prespektif ke depan pelaksanaan Musrenbang di Kota

Surakarta?

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian merupakan sasaran yang ingin dicapai sebagai

pemecahan masalah yang dihadapi dan sekaligus untuk melakukan

pengkajian dari aspek hukum. Berdasarkan permasalahan yang telah

dikemukakan diatas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Tujuan Obyektif

a. Untuk menganalisis implementasi Peraturan Walikota Surakarta

Nomor 18-A Tahun 2009 terhadap penyelenggaraan musrenbang di

Kota Surakarta

b. Untuk mengetahui faktor-faktor hambatan dalam pelaksanaan

musyawarah perencanaan pembangunan

c. Untuk menjelaskan prespektif ke depan pelaksanaan Musrenbang.

2. Tujuan subyektif

a. Untuk memperoleh data yang lengkap guna penyusunan tesis,

melengkapi persyaratan dalam mencapai gelar Magister dalam

Program Studi Ilmu Hukum Konsentrasi Hukum Kebijakan Publik

di Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

b. Untuk menambah pengetahuan dan pemahaman penulis terhadap

penerapan teori-teori hukum dan peraturan Perundang-undangan

hukum yang berlaku serta untuk melakukan kajian hukum. Untuk

(19)

commit to user

kebijakan pemerintah daerah yang berkaitan dengan peningkatan

kesejahteraan masyarakat.

D. MANFAAT PENELITIAN

Setiap penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat dan

kegunaan baik secara tertulis maupun praktis berdasar dari hasil penelitian.

Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Manfaat Praktis

a. Memberikan bahan pertimbangan dan rekomendasi bagi aparatur

pemerintah daerah dalam penyusunan produk hukum daerah yang

dikeluarkan dalam rangka meningkatkan partisipasi masyarakat

dalam pelaksanaan perencanaan pembangunan di Kota Surakarta

serta diharapkan dapat berguna bagi yang berminat melakukan

penelitian terhadap masalah yang sama.

b. Meningkatkan pengetahuan penulis tentang masalah-masalah dan

ruang lingkup yang bahas dalam penelitian ini.

2. Manfaat Teoritis

Dalam hal ini manfaat teoritis dari penelitian ini diharapkan mencapai

hasil sebagai berikut:

a. Dapat memberikan konstribusi dan pengembangan ilmu

pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya dan hukum

pemerintahan daerah pada khususnya.

b. Semakin memperkaya konsep-konsep dan teori-teori tentang

pelaksanaan otonomi daerah dan penyusunan produk hukum

daerah.

c. Dapat dipakai sebagai respon terhadap penelitian-penelitian sejenis

untuk tahap berikutnya.

BAB II

LANDASAN TEORI

(20)

commit to user

Pemerintah Daerah dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah adalah Gubernur, Bupati, Walikota, dan

perangkat daerah sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Selain itu dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah menegaskan bahwa pemerintah daerah itu dalam

penyelenggaraan urusan pemerintahan itu terdapat hubungan pemerintah

dan pemerintah daerah yang lain baik kewenangan, hubungan pelayanan

umum, keuangan, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya

lainnya yang dilakukan secara adil dan selaras.4

Penyelenggaraan hubungan kewenangan antara pemerintah dan

daerah, Pasal 10 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah menegaskan, pemerintah daerah menyelenggarakan

urusan pemerintah yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan

pemerintahan yang oleh Undang-Undang ini ditentukan menjadi urusan

pemerintah. Dalam rangka menyelenggarakan urusan pemerintahan yang

menjadi kewenangan daerah, pemerintah daerah menjalankan otonomi

seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan

berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Urusan pemerintahan

yang menjadi urusan pemerintah meliputi politik luar negeri, pertahanan,

keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional dan agama.5

Sedangkan menurut Juanda, penerapan pembagian kekuasaan di

dalam Negara yang berbentuk federal dimulai dari pembagian kekuasaan

antara pemerintah federal dengan pemerintah Negara bagian. Pembagian

kekuasaan dalam pemerintahan Negara federal diatur di konstitusi.

Smeentara itu, di dalam Negara kesatuan pembagian semacam itu tidak

ditemukan karena pada asanya seluruh kekuasaan dalam Negara berada

ditangan pemerintah pusat. 6

4 Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hlm. 340

5

Ibid; hlm. 350

6 Juanda, Hukum Pemerintahan Daerah Pasang Surut Hubungan Kewenangan antara DPRD dan

(21)

commit to user

Walaupun demikian, tidak berarti bahwa seluruh kekuasaan berada

ditangan pemerintah pusat, karena ada kemungkinan mengadakan

dekonsentrasi kekuasaan ke darah lain dan hal ini tidak diatur di dalam

konstitusi, lain halnya dengan Negara kesatuan yang bersistem

desentralisasi, di dalam konstitusinya terdapat suatu ketentuan menganai

pemencaran kekuasaan tersebut. 7

Pembentukan organisasi pemerintahan di daerah pada Negara

kesatuan tidak sama dengan pembentukan Negara bagian seperti dalam

negara federal. Kedudukan pemerintah daerah dalam sistem Negara

kesatuan adalah subdivisi pemerintah nasional. Pemerintah daerah tidak

memiliki kedaulatan sendiri sebagaimana Negara bagian dalam Negara

federal, hubungan pemerintah daerah dengan pemerintah pusat adalah

dependent dan subordinate sedangkan hubungan Negara bagian dengan

Negara federal/ pusat dalam Negara federal adalah independent dan

koordinatif. 8

Sehubungan sifat keuniversalan pemerintahan daerah (local Self

government) di beberapa Negara terkandung didalamnya cirri-ciri sebagai

berikut 9:

a. segala urusan yang diselenggarakan merupakan urusan yang sudah

dijadikan urusan rumah tangga sendiri sehingga

urusan-urusannya perlu ditegaskan secara rinci.

b. Penyelenggaraan pemerintahan dilaksanakan oleh alat-alat

perlengakapan yang seluruhnya bukan terdiri dari para pejabat

pusat, akan tetapi pegawai pemerintahan daerah.

c. Penanganan segala urusan itu seluruhnya diselenggarakan atas

dasar inisiatif atau kebijakan sendiri.

d. Hubungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang mengurus

rumah tangga sendiri adalah hubungan pengawasan.

7

Sri Soemantri, Bunga Rampai Hukum tata nagara Indonesia, Alumni, Bandung, 1992, hlm, 65

8 Hanif Nurcholish, Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi daerah. PT. Gramedia Widia

Sarana, Jakarta, 2005, hlm. 6

9 Jurnal Yuridika, edisi no. 3 Vol.4, 2006, hlm, 17-20, Sri Haryanti. 2006. ”Perencanaan

(22)

commit to user

e. Seluruh penyelenggaraannya pasda dasarnya dibiayai dari sumber

keuangan sendiri.

Prinsip penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi

pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan

kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat. Selain itu

penyelenggaraan otonomi daerah juga harus menjamin keserasian

hubungan antara daerah dengan daerah lainnya, artinya mampu

membangun kerjasama dan mencegah ketimpangan antar daerah. Hal yang

tidak kalah pentingnya bahwa otonomi daerah juga harus mampu

menjamin hubungan yang serasi antara daerah dengan pemerintah, artinya

harus mampu memelihara dan menjaga keutuhan wilayah Negara dan tetap

tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka mewujudkan

tujuan Negara. Dengan demikian, otonomi atau desentralisasi akan

membawa sejumlah manfaat bagi masyarakat di daerah ataupun

pemerintah nasional.10

Secara umum, desentralisasi mencakup kepada empat bentuk yaitu

dekonsentrasi, devolusi, pelimpahan pada lembaga semi otonom dan

privatisasi. Dekonsentrasi merupakan penyerahan beban kerja dari

kementrian pusat kepada pejabat-pejabat yang berada di wilayah.

Penyerahan ini tidak diikuti oleh kewenangan membuat keputusan dan

diskresi untuk melaksanakannya. Selanjutnya, devolusi merupakan

pelepasan fungsi tertentu dari pemerintah pusat untuk membuat satuan

pemerintahan baru yang tidak dikontrol secara langsung. Tujuan devolusi

adalah untuk memperkuat satuan pemerintahan di bawah pemerintah pusat

dengan cara mendelegasikan kewenangan dan fungsi. Dalam rangka

desentralisasi, daerah otonom berada diluar hirarki organisasi pemerintah

pusat, sedangkan dslam rangka dekonsentrasi, wilayah administrasi dalam

hirarki organisasi pemerintah pusat. Desentralisasi menunjukkan

hubungan kekuasaan antarorganisasi, sedsangkan dekonsentrasi

menunkjukkan model hubungan kekuasaan intra organisasi. Dalam

10

(23)

commit to user

praktiknya di Indonesia selama ini, disamping desentralisasi dan

dekonsentrasi, juga dikenal adanya tugas pembantuan (medebewind). Di

belanda Medebewind diartikan sebagai pembantu penyelenggaraan

kepentingan-kepentingan dari pemerintah pusat atau daerah-daerah yang

tinggkatannya lebih atas oleh perangkat daerah yang lebih bawah. 11

Menurut Moh.Mahfud MD, dalam konteks hubungan antara

pemerintah pusat dengan daerah, maka ketiga asas tersebut yaitu asas

desentralisasi, asas dekonsentrasi, dan asas tugas pembantuan, secara

bersama-sama menjadi asas dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah

di Indonesia. Ditambahkan bahwa pelaksanaan hubungan kekuasaan

antara pusat dan daerah melahirkan adanya dua macam organ, yaitu

pemerintah daerah dan pemerintah wilayah. Pemerintah daerah adalah

organ daerah otonom yang berhak mengurus rumah tangganya sendiri

dalam rangka desentralisasi, sedangkan pemerintah wilayah adalah organ

pemerintah pusat di wilayah-wilayah administratif dalam rangka

pelaksanaan dekonsentrasi yang terwujud dalam bentuk propinsi dan

ibukota negara, kabupaten, kotamadya, kota administratif, dan kecamatan

namun dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

Pemerintahan Daerah dan kemudian diganti dengan Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang telah beberapa

kali diubah terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun

2008 tentang Pemerintahan Daerah, kotamadya telah dihapus.12

Kewenangan yang diberikan oleh pemerintah kepada pemerintah

provinsi, kabupaten/ kota, diberikan melalui tiga cara, yaitu :

a. Atribusi, yaitu penyerahan wewenang pemerintahan oleh pembuat

Undang-Undang kepada organ Pemerintahan, wewenang yang

diberikan langsung dari Undang-Undang atau peraturan Daerah.

11

Irawan Soedjito, Hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Rineka Cipta, Jakarta,

hlm. 34

12

(24)

commit to user

b. Delegasi, yaitu pelimpahan wewenang oleh organ pemerintahan

kepada organ lainnya, wewenang ini adalah ketika daerah

melaksanakan urusan yang berasal dari tugas pembantuan.

c. Wewenang, yaitu prakarsa dan inisiatif yang muncul sendiri dari

masing-masing daerah, seiring dengan kebebasan dan kemandirian

yang dimiliki, sesuai dengan potensi serta kekhasan daerah, wewenang

ini disebut urusan pemerintahan yang bersifat pilihan.

Pemberian kewenangan dari pemerintah kepada pemerintah daerah

diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah yang telah diubah terakhir menjadi Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 2008 tentang pemerintahan Daerah, untuk mengurus dan

mengatur semua urusan pemerintahan diluar yang menjadi urusan

pemerintahan yang meliputi politik luar negeri, pertahanan, keamanan,

yustisi, moneter, dan fiskal nasional dan agama. 13 Urusan pemerintahan

yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah terdiri atas urusan wajib

dan pilihan, urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah

untuk kabupaten/ kota antara lain meliputi beberapa hal sebagai berikut14 :

a. perencanaan dan pengendalian pembangunan, perencanaan,

pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang

b. penyelenggaraan ketertiban umum, dan ketentraman masyarakat,

penyediaan sarana dan prasarana umum

c. penanganan bidang kesehatan, penyelenggaraan pendidikan,

penanggulangan masalah sosial, pelayanan bidang

ketenagakerjaan, fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil,

dan menengah,

d. pengendalian lingkungan hidup, pelayanan kesehatan, pelayanan

kependudukan , dan catatan sipil, pelayanan administrasi umum

pemerintahan

13 Ridwan, Hukum Administrasi di Daerah, Cetakan pertama, FH, UII Press, Yogyakarta, 2009,

hlm.67

14 Bagir Manan, Wewenang Propinsi, Kabupaten/kota Dalam Rangka Otonomi Daerah. Makalah

(25)

commit to user

e. pelayanan administrasi penanaman modal, penyelenggaraan

pelayanan dasar lainnya, urusan wajib lainnya yang diamanatkan

oleh peraturan perundang-undangan.

Selanjutnya berdasarkan ketentuan Pasal 25 Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang telah diubah

menjadi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan

Daerah, kepala daerah sebagai kepala pemerintahan daerah mempunyai

tugas dan wewenang sebagai berikut :

a. Memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan

kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD.

b. Mengajukan rancangan pertauran daerah dan menetapkan

peraturan daerah yang telah mendapat persetujuan bersama dengan

DPRD.

c. Menyusun dan mengajukan rancangan peraturan daerah tentang

APBD kepada DPRD untuk dibahas dan ditetapkan bersama.

d. Mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah dan mewakili

daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat menunjuk

kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

e. Melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya di dalam

ketentuan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah yang telah diubah menjadi

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah, kepala

daerah mempunyai kewajiban sebagai berikut :

a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila , melaksanakan

UUD 1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan

Negara kesatuan Republik Indonesia.

b. meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan memelihara

(26)

commit to user

c. Melaksanakan kehidupan demokrasi, mentaati dan menegakkan

seluruh peraturan perundang-undangan

d. Menjaga etika dan norma dalam penyelenggaraan pemerintahan

daerah, memajukan dan mengembangkan daya saing daerah.

e. Melaksanakan prinsip tata pemerintahan yang bersih dan baik

serta melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan

keuangan daerah.

f. Menjalin hubungan kerja dengan seluruh instansi vertikal di daerah

dan semua perangkat daerah serta menyampaikan rencana strategis

penyelenggaraan pemerintahan daerah dihadapan Rapat Paripurna

DPRD.

2. Tinjauan Umum Tentang Perencanaan Kota

Kota adalah pemukiman yang relatif besar, padat, dan permanen

yang dihuni oleh individu-individu yang heterogen dalam arti sosial, dan

sudah merupakan masyarakat dengan organisasi yang teratur. Sedangkan

kedudukan kota sendiri pada masa sekarang ini dari tahun ke tahun

semakin meningkat, yang pada dewasa ini rupanya tidak hanya dalam

statusnya sebagai pusat pemerintahan dan perekonomian saja, tetapi lebih

banyak mengandung berbagai arti sosial lainnya.15

Kata perencanaan (design) digunakan dengan berbagai cara dan

berbagai makna di berbagai bidang. Di dalam perencanaan daerah atau

kota yang komprehensif, perencanaan daerah memiliki suatu makna

khusus yang membedakan dari berbagai aspek proses perencanaan daerah.

Perencanaan daerah atau kota berkaitan dengan tanggapan manusia

terhadap lingkungan fisik kota : penampilan visual, kualitas estetika, dan

karakter spesial. Istilah tersebut berhubungan dengan hal-hal yang

mempengaruhi indera manusia tentang keberadaan, kesadaran akan

tempat-tempat yang berbeda di dalam kota, dan perilaku mereka di dalam

15 Hadi Sabari Yunus, Manajemen Kota (Prespektif Spasial). Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005,

(27)

commit to user

artian tanggapan langsung atau tidak langsung terhadap pelingkup fisik

spasial tempat manusia bertempat tinggal, bekerja, dan bermain.16

Pada skala kawasan, perencanaan kota meliputi situasi dan

perkembangan lingkungan suatu bangunan atau sekumpulan gedung, suatu

taman atau plaza, boulevard atau pejalan kaki, tiang lampu atau

pemberhentian bus, atau elemen fisik lingkungan lain yang sering

berhubungan dengan penghuninya. Pada skala kota, perencanaan Kota

berkaitan dengan elemen visual utama yang meliputi : tengaran

(landmark), pemusatan (nodes), kawasan (districts), jejalur (paths), dan

tepian (edges). Adapun konsep khusus yang digunakan oleh teoritisi dan

praktisi terkemuka tersebut, telah diterapkan di dalam banyak rencana tata

guna lahan. Adapun konsep khusus yang digunakan, ada kesepakatan

umum bahwa perencanaan Kota haruslah mengenali dan menunjang

elemen-elemen visual utama kota dengan meningkatkan kualitas estetika,

derajad kepentingan sebagai titik acuan pemandangan kota, dan

konstribusinya kepada kendaraan dan gengsi warga kota.17

Perencanaan Kota atau daerah tidak dapat efektif kecuali bila

dilakukan dengan pengenalan, pemahaman, dan pemanfaatan, struktur

kekuatan pemerintah dan non pemerintah. Pada kenyataanya terdapat

perbedaan pendapat tentang pihak yang melakukan perencanaan Kota,

baik antara satu Negara dengan Negara lain, antara kebudayaan yang satu

dengan kebudayaan yang lain, maupun antara sistem politik yang satu

dengan yang lain. Ciri-ciri rencana yang baik18 :

a. Rencana harus memberi kemudahan dalam melaksanakan kegiatan

dan usaha pencapaian tujuan. Untuk itu suatu rencana harus jelas

dan dapat dipahami oleh setiap pihak yang terlibat didalamnya

serta bisa dilaksanakan dilapangan guna mencapai tujuan yang

telah ditetapkan sebelumnya.

16

www.google.com/wikipedia/ kata perencanaan/ diakses tanggal 13 November 2010

17 Melville C Barnch, Perencanaan Kota Komprehensif. Hlm 204

18

(28)

commit to user

b. Rencana harus dirumuskan oleh para tenaga ahli yang kuat dalam

teori dan memiliki pengalaman yang mendukung dibidang

operasional serta mendalami hakiki dari tujuan yang hendak

dicapai. Tujuannya adalah agar terdapat kepaduan antara teori dan

praktek serta motivasi yang baik para perencana untuk

menghasilkan suatu rencana yang rasional, actual atas dasar data

dan kebutuhan yang sebenarnya.

c. Rencana yang memiliki fleksibilitas yang dapat disesuaikan

dengan setiap perubahan yang terjadi. Namun pola dasar dari

rencana harus mantap.

d. Rencana harus memiliki bentuk dan isi yang sederhana sehingga

dapat dijabarkan ke dalam program kerja dengan skala prioritas

yang wajar. Dengan demikian tidak terjadi polarisasi antara

rencana disatu pihak dan pelaksana dipihak lain.

e. Rencana harus memiliki batas toleransi yang menjadi dasar dalam

mengevaluasi setiap penyimpangan yang terjadi. Hal ini

bermanfaat untuk menampung kejadian-kejadian masa mendatang

yang belum pasti, sehingga setiap terjadi penyimpangan, hal

tersebut tidak akan menimbulkan kegoncangan yang dapat

mengganggu atau menghambat pelaksanaan. Karena setiap

penyimpangan yang masih dalam batas toleransi tela

diperhitungakan sebelumnya.

3. Tinjauan Umum tentang Pembangunan

Pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang merupakan

syarat mutlak bagi setiap warga Negara, terutama Negara-negara yang

sedang berkembang dalam rangka mewujudkan cita-sita yang ingin

dicapai. Tentunya beban dan pelaksanaan pembangunan itu akan selalu

berbeda tergantung dari situasi dan kondisi masing-masing Negara yang

melaksanakannya. Kemerdekaan dan kedaulatan yang dicapai telah

membuka jalan bagi pemenuhan cita-cita tersebut. Kemauan politik untuk

(29)

commit to user

terdapatnya kaum cendikiawan, Ilmuwan serta tenaga ahli yang siap untuk

mengelola berbagai potensi yang telah tersedia.

Namun demikian cita-cita tersebut tidak akan tercapai tanpa

adanya suatu kemauan untuk menggunakan segala potensi kekuatan

nasional yang dimiliki serta memadukannya dalam bentuk pengelolaan

yang berdaya guna dan berhasil guna. Proses pengelolaan inilah yang akan

menentukan berhasil atau tidaknya pembangunan nasional di berbagai

bidang dan pada gilirannya akan menentukan pula kemauan bangsa

tersebut untuk mencapai apa yang dicita-citakan. Pembangunan dapat

diartikan sebagai suatu “perubahan” yang mewujudkan suatu kondisi yang

lebih baik dari sekarang, baik secara materiil maupun spiritual.

Sehubungan dengan hal tersebut maka diperlukan suatu rangkaian

tindakan yang dilakukan oleh setiap individu yang bernaung dalam suatu

system kemasyarakatan guna mencapai hasil akhir yang diinginkan. Selain

pengertian itu pembangunan juga disebut sebagai suatu “pertumbuhan”

yang merupakan kemampuan suatu kelompok untuk terus berkembang

baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif. Pertumbuhan di sini

mencakup semua aspek kehidupan seperti ekonomi, sosial, dan politik

yang berjalan seirama dengan keadaan yang saling menunjang.19

Sondang P Siagian mengemukakan bahwa yang terdapat beberapa

ide pokok yang menjadi dasar untuk suatu pembangunan, yaitu :

a. Pembangunan sebagai suatu “perubahan” yang mewujudkan suatu

kondisi kehidupan bernegara dan bermasyarakat yang lebih baik

dari kondisi sekarang. Pengertian perubahan kearah kondisi yang

lebih baik tidak hanya dalam arti yang sempit seperti peningkatan

taraf hidup, tetapi juga dalam segala aspek kehidupan yang lainnya,

karena satu segi kehidupan memiliki kaitan yang erat dengan segi

kehidupan lainnya karena manusia bukan hanya makhluk ekonomi,

tetapi makhluk sosial dan makhluk politik.

19

(30)

commit to user

b. Pembangunan diartikan sebagai suatu pertumbuhan, hal ini

menunjukkan kemampuan suatu kelompok masyarakat untuk terus

berkembang baik secara kuantitatif maupun kualitatif.

Pertumbuhan ini diartikan sebagai suatu yang mutlak yang harus

terjadi dalam pembangunan, yang meliputi aspek kehidupan seperti

aspek ekonomi, sosial dan politik yang berjalan seirama dengan

keadaan yang saling menunjang.

c. Pembangunan sebagai suatu rangkaian tindakan dan usaha yang

dilakukan secara sadar oleh masyarakat yang bernaung dalam suatu

system kemasyarakatan guna mencapai hasil akhir yang

diinginkan. Dalam hal ini diharapkan suatu kesadaran yang tidak

hanya terbatas pada kelompok-kelompok tertentu dalam

masyarakat, tetapi meliputi seluruh warga pada semua lapisan dan

tingkatan serta timbul dari dalam diri sendiri. Pembangunan

tidaklah terjadi dengan sendirinya, apalagi secara kebetulan,

sehingga tercapai keadaan yang lebih baik dengan pertumbuhan

yang berlangsung secara terus-menerus.

d. Pembangunan harus didasarkan pada suatu rencana. Artinya

pembagunan itu harus dengan sengaja dan ditentukan secara jelas,

tujuan, arah dan bagaimana pelaksanaanya.

e. Pembangunan diharapkan bermuara pada satu “titik akhir” tertentu

seperti masalah keadilan sosial, kemakmuran yang merata,

kesejahteraan material, mental dan spiritual. Namun demikian,

“titik akhir” ini mempunyai sifat-sifat yang sangat relatif dan sukar

untuk dibayangkan. Kenyataannya adalah selama masih terdapat

suatu masyarakat selama ini pulalah kegiatan-kegiatan

pembangunan akan terus dilaksanakan.20

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kegiatan pembangunan

adalah suatu kegiatan untuk mencapai cita-cita suatu masyarakat untuk

memperbaiki kehidupan secara sadar dan terencana telah dan akan terus

20

(31)

commit to user

berlangsung. Atau dengan kata lain pembangunan merupakan tindakan

atau usaha yang dilakukan secara sadar untuk melakukan

perubahan-perubahan yang mendasar terhadap sikap mental, struktur sosial dan

lembaga-lembaga masyarakat yang ditujukan untuk mengacu pertumbuhan

ekonomi tanpa mengabaikan sektor lainnya.21

4. Tinjauan Umum tentang Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang)

Dalam pelaksanaan musyawarah perencanaan pembangunan

(Musrenbang) melibatkan partisipasi masyarakat secara menyeluruh.

Musrenbang terdiri dari 3 bentuk permusyawaratan yang melibatkan

partisipasi masyarakat dari tingkat Kalurahan, Kecamatan, dan Kota.

Masyarakat dapat secara bebas menyalurkan aspirasi dan kehendakanya

dalam rangka perwujudan pelaksanaan pembangunan di daerahnya melalui

musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang).

Kata musyawarah diambil dari bahasa Arab yang artinya berunding

atau berdiskusi untuk mencari jalan keluar dalam memecahkan suatu

masalah. Salah satu syarat dari suatu musyawarah adalah bertujuan

untuk mencari kebenaran (bertujuan baik), bukan bertujuan buruk. Kalau

berdiskusi untuk bertujuan buruk, itu namanya makar. Dalam proses

musyawarah mungkin terjadi perubahan pemikiran karena terjadi

pertukaran pendapat dan juga kemungkinan munculnya sintesis atau

perkawinan pendapat.22

a. Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan

Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan

merupakan mekanisme tertinggi perencanaan pembangunan

partisipatif di tingkat kalurahan yang dilakukan secara terbuka

dengan melibatkan seluruh komponen dan stake holders yang ada

di wilayah kalurahan yang terdiri dari komponen warga

masyarakat, para tokoh, unsur kelembagaan, organisasi

21Ibid hlm 24

22

(32)

commit to user

kebudayaan, paguyuban, LSM. Tujuan Musrenbangkel adalah

untuk menyusun perencanaan pembangunan wilayah kalurahan

yang berpihak kepada kebutuhan dan kepentingan masyarakat

dengan cara yang demokratis dan partisipatif.23

b. Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kecamatan

Tidak berbeda dengan prinsip yang dilakukan di

Musrenbangkel, pelaksanaan Musyawarah Perencanaan

Pembangunan Kecamatan (Musrenbangcam) sebagai forum

perencanaan pembangunan di tingkat kecamatan dilakukan dengan

prinsip musyawarah, dialog, dan partisipasi. Prinsip dialog dan

partisipatif dikembangkan diantara peserta yang dating dari

berbagai kalangan dan antar wilayah dalam rangka menemukan

rumusan perencanaan pembangunan yang akomodatif terhadap

usulan dari berbagai wilayah kalurahan (Musrenbangkel). Prinsip

penyelenggaraan Musrenbangcam ditekankan untuk menjalin

koordinasi dan kerjasama baik antar wilayah kalurahan maupun

dengan pihak dinas-dinas unit kerja di lingkungan pemerintah kota

yang diikut sertakan dalam proses musyawarah perencanaan

pembangunan ditingkat kecamatan. Tujuan Musrenbangcam adalah

untuk melakukan sinkronisasi permasalahan dan program yang

dihasilkan oleh musyawarah kalurahan membangun yang belum

dapat diselesaikan ditingkat kalurahan.24

c. Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kota

Musyawarah kota membangun atau disingkat

Musrenbangkot merupakan forum musyawarah tertinggi ditingkat

kota yang dilaksanakan berdasarkan asas demokrasi, kemitraan,

dialog, dan partisipasi. Musrenbangkot dikembangkan sebagai

wahana untuk meninngkatkan partisipasi masyarakat kota dalam

23

Agus Dodi Sugiartoto, Perencanaan Pembangunan Partisipatif Kota Solo (Pengalaman IPGI

Solo Merintis Jalan Menuju Demokrasi, Partisipasi Masyarakat, dan Otonomi Daerah) IPGI, Solo,.hlm 111

24

(33)

commit to user

membangun kota. Musrenbangkot merupakan proses pembelajaran

masyarakat untuk melakukan pembangunan yang memanusiakan

manusia (nguwongke wong) sehingga masyarakat merasa ikut

memiliki dan menikmati hasil-hasil pembangunan. Proses

pembelajaran ini sekaligus merupakan upaya untuk meningkatkan

roso handarbeni masyarakat Solo atas pembangunan yang

dilakukannya sendiri. Proses pembangunan yang semula berjalan

dari atas ke bawah perlu diubah dan diganti dengan proses

pembangunan yang lebih mengedepankan kepentingan dan

kebutuhan nyata masyarakat. Di dalam musrenbangkot ini,

pihak-pihak yang selama ini tersingkir dairi proses pembangunan

diakomodasi dalam proses ini. Keterlibatan komponen-komponen

strategis di masyarakat, terutama sekali komponen eksekutif,

legeslatif, masyarakat, kalangan pengusaha dan stake holders

penting lainnya, diharapkan mampu mengurangi disorientasi

pembangunan yang selama ini kurang menyentuh kebutuhan hidup

masyarakat.25

5. Tinjauan Umum tentang Partisipasi Masyarakat

Pemahaman tentang Partisipasi Masyarakat, Di era Reformasi,

pasca runtuhnya rezim orde baru yang telah mengusung “demokrasi tanpa

rakyat”, terjadi perubahan paradigma politik di Indonesia yang hampir

menempatkan rakyat kembali ke posisinya sebagai pemegang kedalulatan.

Partisipasi masyarakat merupakan wujud demokrasi di mana kekuasaan

adalah dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Sehingga seharusnya

dalam setiap proses politik, rakyat berhak mengetahui, berpendapat dan

berperan serta, dan bereaksi (positif maupun negatif) terhadap segala

kebijakan pemerintah sesuai dengan hati nurani mereka. Namun semuanya

sangat wajar mengingat hegemoni rezim orde baru begitu mengakar.

Meskipun sistem otoriter telah jauh bergeseran, namun demokrasi justru

masih tertatih-tatih. Pergeseran mungkin juga terjadi dalam bidang

25

(34)

commit to user

ketatanegaraan dan kebijakan publik, yaitu pergeseran makna public yang

berarti penguasa orang banyak (diidentikkan dengan pemerintah) kepada

kepentingan orang banyak/ masyarakat.26

Hal ini menunjukkan bahwa pembentukkan peraturan

perundang-undangan sebagai hasil dari proses kebijakan harus didasarkan pada

kepentingan orang banyak atau masyarakat sebagai pemangku kepentigan

(Stake holders) dan tentu saja membutuhkan partisipasi masyarakat secara

langsung maupun tidak langsung dalam setiap prosesnya. Namun realitas

yang ada, keterlibatan masyarakat dalam kerangka kedaulatan rakyat,

demokrasi konstitusional masih jauh panas dari api. Masyarakat Indonesia

belum sampai pada tahapan civil society di mana masyarakat mampu

mempengaruhi dan mengawasi proses kebijakan publik.

Partisipasi berarti ada peran serta atau keikutsertaan (mengawasi,

mengontrol, dan mempengaruhi) masyarakat dalam suatu kegiatan

pembentukan peraturan mulai dari perencanaan sampai dengan evaluasi

pelaksanaan peraturan daerah. Oleh sebab itu partisipasi masyarakat

termasuk dalam kategori partisipasi politik.27 Ada beberapa konsep

partisipasi28 :

a. Partisipasi sebagai kebijakan

Konsep ini memandang partisipasi sebagai porsedur

konsultasi para pembuat kebijakan kepada masyarakat sebagai

subyek peraturan daerah maupun kebijakan pemerintah daerah.

b. Partisipasi sebagai strategi

Konsep ini melihat partisipasi sebagai salah satu strategi

untuk mendapatkan dukungan masyarakat demi kredibilitas

kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah.

c. Partisipasi sebagai alat komunikasi

26

Edi Suharto, Analisis Kebijakan Publik Panduan Praktis Mengkaji Masalah dan Kebijakan Sosial.

Alfa Beta, Bandung, 2005, Hlm 13

27

Kamus Besar Bahasa Imdomesia, 2003, Gramedia. Jakarta. 28

(35)

commit to user

Konsep ini melihat partisipasi sebagai alat komunikasi bagi

pemerintah (sebagai pelayan rakyat) untuk mengetahui keinginan

rakyat.

d. Partisipasi sebagai alat penyelesaian sengketa

Partisipasi sebagai alat penyelesaian sengketa dan

toleransi atas ketidakpercayaan dan kerancuan yang ada di

masyarakat. Adapun konsep partisipasi yang diterapkan oleh

pemerintah, setidaknya keterlibatan masyarakat dapat memberikan

legitimasi terhadap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dan

menimbulkan kepercayaan adanya keberpihakan pemerintah

terhadap kepentingan masyarakat. Manfaat Partisipasi Masyarakat

dalam proses perencanaan pembangunan antara lain sebagai

berikut29 :

1) meningkatkan proses belajar demokrasi

2) menciptakan masyarakat yang lebih bertanggungjawab 3) mengeliminir perasaan terasing

4) mempelancar komunikasi antara masyarakat dan pemerintah

(Bottom up communication)

5) menumbuhkan adanya kepercayaan (trust), penghargaan

(respect), dan pengakuan (recognition) masyarakat terhadap

pemerintahan daerah.

Tata Cara Pelaksanaan Partisipasi Masyarakat, Partisipasi tidak

cukup hanya dilakukan oleh beberapa orang yang duduk dilembaga

perwakilan, karena situasi dalam institusi politik cenderung

menggunakan politik atas nama kepentingan rakyat untuk

memperjuangkan kepentingan kelompok atau kepentingan pribadi. Oleh

sebab itu, dalam kegiatan wakil rakyat juga perlu ada ruang publik untuk

berperan serta dalam proses kebijakan.

Pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan partisipasi

masyarakat yang paling utama adalah masyarakat itu sendiri. Yang perlu

29

(36)

commit to user

dibangun adalah kesadaran berpatisipasi dan dukungan terhadap

aktivitas partisipasi melalui pendidikan politik. Yang bertanggungjawab

terhadap penyelenggaraan pendidikan politik bagi masyarakat adalah

masyarakat dan organisasi-organisasi local, baik berupa institusi

akademis, media massa, lembaga swadaya masyarakat. . Model-model

Partisipasi30 :

a. mengikutsertakan anggota masyarakat yang dianggap ahli dan

independent dalam team atau kelompok kerja dalam penyusunan

peraturan perundang-undangan

b. melakukan public hearing melalui seminar, lokakarya atau

mengundang pihak-pihak yang berkepentingan dalam penyusunan

peraturan perundang-undangan, musyawarah rencana pembangunan

c. melakukan jejak pendapat, kontak public melalui media massa,

melalui Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK)

atau membentuk forum warga.

Adapun model partisipasi yang disediakan, tidak akan berarti jika

masyarakat masih saja bersikap apatis terhadap keputusan atau kebijakan

pemerintah. Untuk itu harus ada strategi khusus untuk mendorong

masyarakat agar aktif berpatisipasi dalam setiap proses kebijakan. Ada

beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk menstimulasi partisipasi

masyarakat, antara lain :

a) mensolidkan kekuatan masyarakat terutama para stake

holders

b) memberdayakan masyarakat (membangun kesadaran kritis

masyarakat)

c) publikasi hasil-hasil investigasi atau riset-riset yang penting

d) berupaya mempengaruhi mengambil kebijakan.

Memunculkan aksi dan gerakan secara kontinyu.31

30

Ricard M. Bird. 2000. “subnational revenues, reality and prospect, yang disampaikan pada intergovernmental participation relation and local government”. Yang diselenggarakan oleh The World Bank, Institute, Almaty, Kazakstan, 17-21 April 2002.

31

(37)

commit to user 6. Teori Kebijakan Publik

Definisi tentang kebijakan (policy) tidak ada pendapat yang

tunggal, tetapi menurut konsep demokrasi modern kebijkan negara

tidaklah hanya berisi cetusan pikiran atau pendapat para pejabatyang

mewakili rakyat, tetapi opini publik juga mempunyai porsi yang sama

besarnya untuk diisikan dalam kebijakan negara. Misalnya kebijakan

negara yang meranruh harapan banyak agar pelaku kejahatan dapat

memberikan pelayanan sebaik-baiknya, dari sisi lain sebagai abdi

masyarakat haruslah memperhatikan kepentingan publik.32

Istilah kebijakan atau sebagian orang mengistilahkan

kebijaksanaan seringkali disamakan pengertiannya dengan istilah policy.

Hal tersebut barangkali dikarenakan sampai saat ini belum diketahui

terjemahan yang tepat istilah policy ke dalam bahasa Indonesia.kebijakan

dalam kamus besar Bahasa Indonesia berasal dari kata bijak yang berarti

selalu menggunakan akal budinya, pandai, mahir, pandau bercakap-cakap,

petah lidah.33

Menurut Hoogerwerf, pada hakekatnya pengertian kebijakan

adalah semacam jawaban terhadap suatu masalah, merupakan upaya untuk

memecahkan, mengurangi, mencegah suatu masalah dengan cara tertentu,

yaitu dengan tindakan yang terarah. Dari beberapa pengertian tentang

kebijakan yang telah dikemukakan oleh para ilmuwan tersebut, kiranya

dapatlah ditarik kesimpulan bahwa pada hakekatnya studi tentang

kebijakan mencakup pertanyaan : what, why, who, where, dan how. Semua

pertanyaan itu menyangkut tentang masalah yang dihadapi

lembaga-lembaga yang mengambil keputusan yang menyangkut isi, cara atau

prosedur yang ditentukan, strategi, waktu keputusan itu diambil dan

dilaksanakan. 34

32

Irfan M. Islamy, Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijakan Negara, Bumi Aksara, Jakarta, 2007,

hlm. 10

33

Kamus Besar Bahasa Indonesia, PT. Gramedia Pustaka, Jakarta, hlm. 42

34 Sahrir, Mencari Bentuk Otonomi Daerah, Suatu Solusi Dalam Menjawab Kebutuhan Lokal dan

(38)

commit to user

Harold D. Laswell dan Abraham Kaplan memberi arti kebijakan

sebagai suatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan praktek-praktek

yang terarah. Sedangkan Carl J. Friedrich mendefinisikan kebijakan

sebagai serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau

pemerintaha dalam suatu lingkungan tertentu dengan menunjukkan

hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan

usulan kebijakan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Secara

lebih rinci James E. Andersonn (dalam Buku Winarno, 2007 :19)

memberikan pengertian kebijakan negara sebagai kebijakan oleh

badan-badan pejabat-pejabat pemerintah yang memiliki beberapa implikasi

berikut ini 35 :

a. Kebijakan negara selalu mempunyai tujuan fertentu atau

merupakan tindakan yag berorientasi kepada tujuan;

b. Kebijakan itu berisi tindakan-tindakan atau pejabat pemerintah;

c. Kebijakan itu adalah merupakan apa yang benar-benar dilakukan

pemerintah, jadi bukan mempakan apa yang pemerintah bermaksud

akan melakukan suatu atau menyatakan akan melakukan sesuatu;

d. Kebijakan negara itu bisa bersifat positif dalam arti merupakan

bentuk tindakan pemerintah mengenai suatu masalah tertentu, atau

bisa bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan pejabat

pemerintah untuk melakukan sesuatu.

Di samping kesimpulan tentang pengertian kebijakan dimaksud

Gambar

Gambar 3 : Bagan Struktur Organisasi Pemerintah Kota Surakarta

Referensi

Dokumen terkait

Di dalam tugas akhir yang berjudul Inventarisasi Peralatan dan Bahan pada Laundry Section di Hotel Puri Asri, penulis akan membahas lebih lanjut mengenai tugas

BAHAN DAN

mengetahui pertumbuhan bibit kelapa sawit ( Elaeis guineensis Jacq.) pada berbagai perbandingan media tanam sludge dan TKKS di pre nursery. Parameter yang diamati

Regional branding ‘Solo, The Spirit of Java’ ditujukan sebagai alat pemasaran dalam segala upaya pemasaran wilayah Subosukowonosraten ( Kabupaten Boyolali, Sukoharjo,

Sedangkan untuk ketersediaan koleksi, Koleksi-koleksi yang dibutuhkan oleh pemustaka sudah tersedia di Perpustakaan SD Inpres 32 Burancie Kabupaten Barru, hal ini

Proses biodegradasi yang terjadi pada umumnya dipengaruhi oleh interaksi antara enzim yang disekresi oleh mikroorganisme berupa enzim pengkatalis reaksi hidrolisis

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh iklan televisi, citra merek, dan kepercayaan merek terhadap keputusan

Berdasarkan komentar dan saran dari siswa kelas V SD tersebut, penulis tidak melakukan revisi terhadap buku cerita anak berbasis pendidikan seks karena tidak ada komentar dari