xi
PENGARUH PERBEDAAN KONSENTRASU DAN FREKUENSU PEMBERUAN MUKROORGANUSME LOKAL (MOL) DARU BONGGOL PUSANG (Musa
balbisiana) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASUL PRODUKSU TANAMAN TOMAT (Lycopersicon lycopersicum Lnvar commune)
Brigita Budi Wuryandari
Mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu nendidikan Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
ABSTRAK
Setelah pemerintah menjalankan kebijakan revolusi petani mulai beralih menggunakan pupuk kimia. Hal ini berdampak pada sifat fisik dan biologis tanah yang kian menurun. Pembuatan larutan mikroorganisme lokal adalah salah satu dari banyak solusi yang ditawarkan kepada masyarakat. Petani diajak untuk memanfaatkan sumber bahan di sekitar mereka dan membuatnya menjadi mikroorganisme lokal sebagai usaha untuk memperbaiki sifat fisik dan biologi tanah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbedaan konsentrasi dan frekuensi pemberian mikroorganisme lokal dari bonggol pisang terhadap pertumbuhan dan hasil panen tanaman tomat.
Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) 2 Faktorial dengan delapan perlakuan dan satu kontrol dengan sepuluh kali pengulangan. Faktor pertama adalah konsentrasi mikroorganisme lokal bonggol pisang yang terdiri dari: 8%, 16%, 24% dan 32%. Faktor kedua adalah frekuensi pemberian mikroorganisme lokal bonggol pisang yang terdiri dari : 1 dan 2 kali penyiraman selama fase vegetatif tanaman tomat.
Hasil penelitian menunjukan bahwa konsentrasi dan frekuensi pemberian mikroorganisme lokal dari bonggol pisang terbaik yaitu pada konsentrasi 8% dengan 2 kali penyiraman (perlakuan B2) dengan tinggi batang 116.37 cm, diameter batang 0.4395, jumlah buah 74 dan berat basah buah 6095 gram. Konsentrasi mikroorganime lokal dari bonggol pisang memberikan pengaruh nyata pada pertumbuhan dan hasil produksi tanaman tomat. Frekuensi pemberian mikroorganime dari bonggol pisang memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan hasil produksi tanaman tomat.
xii
PENGARUH PERBEDAAN KONSENTRASU DAN FREKUENSU PEMBERUAN MUKROORGANUSME LOKAL (MOL) DARU BONGGOL PUSANG (Musa
balbisiana) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASUL PRODUKSU TANAMAN TOMAT (Lycopersicon lycopersicum Lnvar commune)
Brigita Budi Wuryandari
Students of the Faculty of Teacher Training and Education Sanata Dharma University
Yogyakarta
ABSTRACT
After the government decided to carry out policy about green revolution, the farmers began to used chemical fertilizers. That’s action affected the physical and also biological of soil are decline. Productions of local microorganism is one of many solutions that offered to the farming communities. The farmers are invited to used material resources around them to make local microorganism by themselves as an effort to fixed physical and biological of soil structure . This research was intended to know the effect of difference consentration and frequency application of local microorganism from banana weevil on growth and yield of tomato crop.
This research used method completely randomized design (CRD) with 2 factorial with eight treatment and one control and ten replications. First factor was consentration of local microorganism from banana weevil consisted of: 8%, 16%, 24% and 32%. Second factor was frequency application of local microorganism from banana weevil on vegetative plant consisted of : 1 and 2 times.
The result of the research that consentration of local microorganism and frequency application from banana weviil was 8% consentrations with 2 times on tomato (B2 treatment). Which plant height was 116.37 cm, stem diameter was 0.4395 cm, there are 74 apples and fruits weight was 6095 gram. The optimum consentration of local microorganism from banana weviil was given significant effect on growth and yield of tomato crops. The treatment of frequency application of local microorganism from banana weviil was given significant effect on growth and yield of tomat crops.
i
PENGARUH PERBEDAAN KONSENTRASI DAN FREKUENSI PEMBERIAN MIKROORGANISME LOKAL (MOL) DARI BONGGOL PISANG (Musa
balbisiana) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL PRODUKSI TANAMAN TOMAT (Lycopersicon lycopersicum L. var. commune)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Progam Studi Pendidikan Biologi
Oleh :
Brigita Budi Wuryandari
NIM : 111434007
PROGAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
i
PENGARUH PERBEDAAN KONSENTRASI DAN FREKUENSI PEMBERIAN MIKROORGANISME LOKAL (MOL) DARI BONGGOL PISANG (Musa
balbisiana) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL PRODUKSI TANAMAN TOMAT (Lycopersicon lycopersicum L. var. commune)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Progam Studi Pendidikan Biologi
Oleh :
Brigita Budi Wuryandari
NIM : 111434007
PROGAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan untuk
Kedua Orangtuaku Tercinta Yusuf Pambudi dan Theresia Nani Kurniawati serta kakak dan adik ku tercinta Florentina Budi Wuryandani dan Leonardo Budi Bagas
Prakoso
Almamaterku
v MOTTO
Living Is Making DECISIONS AND Dealing With THE CONSEQUENCE… …… Nobody Said That It Would EASY….But It Would WORTH IT…
(Paulo Coelho “Adultery”)
Even If We Made Mistake and Got Frustrated, We Continue to Struggle… NEVER GIVE UP!... I don’t want to end this way…
vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTING AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma
Nama : Brigita Budi Wuryandari
NIM : 111434007
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul : PENGARUH PERBEDAAN KONSENTRASI DAN FREKUENSI PEMBERIAN MIKROORGANISME LOKAL (MOL) DARI BONGGOL PISANG (Musa balbisiana) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL PRODUKSI TANAMAN TOMAT (Lycopersicon lycopersicum L. var commune). Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma untuk menyimpan, untuk mengalihkan dalam bentuk lain, mengubahnya dalam bentuk pengkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media untuk kepentingan tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberi royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan seharusnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada Tanggal 28 Agustus 2015
Yang menyatakan
viii
KATA PENGANTAR
Segala Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, atas berkat, rahmat, perlindungan, penyertaan dan bimbingan-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan seluruh rangkaian penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul “Pengaruh Perbedaan Konsentrasi Dan Frekuensi Pemberian Mikroorganisme Lokal (Mol) Dari Bonggol Pisang (Musa Balbisiana) Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Produksi Tanaman Tomat (Lycopersicon Lycopersicum L. Var Commune)”.
Adapun penyusunan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat dalam
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan, di Program Studi Pendidikan Biologi Universitas
Sanata Dharma. Dalam proses penyusunan dan penyelesaian skripsi ini, penulis
menyadari keterlibatan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak baik secara langsung
maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Tuhan Yang Maha Esa yang selalu menyertai selama proses perencanaan,
pelaksanaan hingga penulisan skripsi.
2. Universitas Sanata Dharma sebagai lembaga yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk berkarya dalam menyelesaikan
pendidikan di program studi Pendidikan Biologi
3. Bapak Drs. Antonius Tri Priantoro, M.For.Sc selaku Ketua Program Studi
dan dosen pembimbing yang selalu sabar membimbing serta memberikan
saran serta kritik sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Ibu Luisa Diana Handoyo, M.Si selaku Wakil Ketua Program Studi yang
selalu memberikan dukungan dan semangat kepada penulis dalam proses
penyelesaian skripsi ini.
5. Romo Dr. P. Wiryono Priyotantama, SJ selaku Dosen Pembimbing
Akademik yang selalu memantau perkembangan yang dilakukan oleh
ix
6. Bapak Dr. Ignatius Edi Santosa, M.S. selaku kepala laboran program studi
Pendidikan Fisika yang membantu dalam peminjaman alat jangka sorong,
serta Bapak Ngadiono selaku laboran program studi Pendidikan Fisika
yang membantu dalam penggunaan jangka sorong.
7. Pak Agus selaku laboran yang selalu membantu dalam proses peminjaman
alat di laboratorium serta memberikan kepercayaan kepada penulis dalam
penggunaannya.
8. Pak Slamet dan Mas Sigit atas sharing ilmunya, sehingga penulis
mendapatkan banyak masukan atas penelitian yang dilakukan.
9. Bapak Denny, Heri, Agum dan Ancis yang sudah banyak membantu
dalam pembuatan rumah paranet untuk penelitian skripsi yang dilakukan
penulis.
10. Kepada rekan seperjuangan Fransiska Fenti Damayanti yang sudah banyak
membantu dalam berproses dalam persiapan, pelaksanaan maupun
penyelesaian penulisan skripsi ini.
11. Kepada orang - orang terdekat yang selalu memberikan semangat dan
motivasi kepada saya untuk menyelesaikan skripsi. Terkhusus kepada
Gabriela Septiana dan Fransiska Felbi Helvina Gea, yang selalu ada
memberikan semangat, masukan dan inspirasi saat penulis dalam kesulitan.
Terima kasih kawan!
12. Teman – teman program studi Pendidikan Biologi, khususnya angkatan 2011 yang telah banyak memberikan bantuan seta dukungan dalam suka
maupun duka selama proses penyusunan skripsi ini, Ancis, Bang Jimi,
Fenti D, Ricca, Salma, Mita, Reni, Claudia, Helen, Galuh, Ela, Chicka,
Nina, Mega, Ervin, Lia. A, Lia, W, Ria, Eka, Fenti A, Vian, Niken serta
x
13. Kepada keluarga dirumah yang selalu memberikan doa dan semangat
kepada penulis untuk tidak putus semangat dan terus berjuang untuk
menyelesaikan skripsi ini
14. Staff Sekretariat JPMIPA, Tata Usaha dan BAA yang membantu dalam
melancarkan administrasi sehingga mendukung penyelesaian skripsi ini.
15. Semua pihak yang turut membantu pelaksanaan ini.
Apabila terdapat hal – hal yang kurang berkenan selama pelaksanaan penelitian serta dalam penulisan skripsi ini, penulis mohon maaf yang sebesar – besarnya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang terkait dan para
pembaca. Terima kasih.
Yogyakarta, 28 Agustus 2015
xi
PENGARUH PERBEDAAN KONSENTRASI DAN FREKUENSI PEMBERIAN MIKROORGANISME LOKAL (MOL) DARI BONGGOL PISANG (Musa
balbisiana) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL PRODUKSI TANAMAN TOMAT (Lycopersicon lycopersicum L. var commune)
Brigita Budi Wuryandari
Mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
ABSTRAK
Setelah pemerintah menjalankan kebijakan revolusi petani mulai beralih menggunakan pupuk kimia. Hal ini berdampak pada sifat fisik dan biologis tanah yang kian menurun. Pembuatan larutan mikroorganisme lokal adalah salah satu dari banyak solusi yang ditawarkan kepada masyarakat. Petani diajak untuk memanfaatkan sumber bahan di sekitar mereka dan membuatnya menjadi mikroorganisme lokal sebagai usaha untuk memperbaiki sifat fisik dan biologi tanah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbedaan konsentrasi dan frekuensi pemberian mikroorganisme lokal dari bonggol pisang terhadap pertumbuhan dan hasil panen tanaman tomat.
Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) 2 Faktorial dengan delapan perlakuan dan satu kontrol dengan sepuluh kali pengulangan. Faktor pertama adalah konsentrasi mikroorganisme lokal bonggol pisang yang terdiri dari: 8%, 16%, 24% dan 32%. Faktor kedua adalah frekuensi pemberian mikroorganisme lokal bonggol pisang yang terdiri dari : 1 dan 2 kali penyiraman selama fase vegetatif tanaman tomat.
Hasil penelitian menunjukan bahwa konsentrasi dan frekuensi pemberian mikroorganisme lokal dari bonggol pisang terbaik yaitu pada konsentrasi 8% dengan 2 kali penyiraman (perlakuan B2) dengan tinggi batang 116.37 cm, diameter batang 0.4395, jumlah buah 74 dan berat basah buah 6095 gram. Konsentrasi mikroorganime lokal dari bonggol pisang memberikan pengaruh nyata pada pertumbuhan dan hasil produksi tanaman tomat. Frekuensi pemberian mikroorganime dari bonggol pisang memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan hasil produksi tanaman tomat.
xii
PENGARUH PERBEDAAN KONSENTRASI DAN FREKUENSI PEMBERIAN MIKROORGANISME LOKAL (MOL) DARI BONGGOL PISANG (Musa
balbisiana) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL PRODUKSI TANAMAN TOMAT (Lycopersicon lycopersicum L. var commune)
Brigita Budi Wuryandari
Students of the Faculty of Teacher Training and Education
Sanata Dharma University
Yogyakarta
ABSTRACT
After the government decided to carry out policy about green revolution, the farmers began to used chemical fertilizers. That’s action affected the physical and also biological of soil are decline. Productions of local microorganism is one of many solutions that offered to the farming communities. The farmers are invited to used material resources around them to make local microorganism by themselves as an effort to fixed physical and biological of soil structure . This research was intended to know the effect of difference consentration and frequency application of local microorganism from banana weevil on growth and yield of tomato crop.
This research used method completely randomized design (CRD) with 2 factorial with eight treatment and one control and ten replications. First factor was consentration of local microorganism from banana weevil consisted of: 8%, 16%, 24% and 32%. Second factor was frequency application of local microorganism from banana weevil on vegetative plant consisted of : 1 and 2 times.
The result of the research that consentration of local microorganism and frequency application from banana weviil was 8% consentrations with 2 times on tomato (B2 treatment). Which plant height was 116.37 cm, stem diameter was 0.4395 cm, there are 74 apples and fruits weight was 6095 gram. The optimum consentration of local microorganism from banana weviil was given significant effect on growth and yield of tomato crops. The treatment of frequency application of local microorganism from banana weviil was given significant effect on growth and yield of tomat crops.
xiii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……….. ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
ABSTRAK ... xi
ABSTRACT ... xii
DAFTAR ISI ... xiii
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Batasan Masalah ... 5
D. Tujuan Penelitian ... 6
E. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II. KAJIAN PUSTAKA A. Teori Terkait ... 8
1. Mikroorganisme Lokal ... 8
2. Bonggol Pisang ... 10
3. Tanaman Tomat ... 10
xiv
C. Kerangka Berfikir ... 25
D. Hipotesis ... 26
BAB III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 27
B. Definisi Operasional ... 27
C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 30
D. Alat dan Bahan ... 30
E. Cara Kerja ... 31
F. Metode Analisis Data ... 34
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 36
1. Pertambahan Tinggi ... 36
2. Pertambahan Diameter ... 39
3. Jumlah Buah... 42
4. Berat Basah Buah ... 44
B. Pembahasan ... 46
1. Pengaruh MOL Terhadap Pertumbuhan ... 46
2. Pengaruh MOL Terhadap Hasil Produksi ... 50
BAB V. APLIKASI PENELITIAN SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN BIOLOGI A. Kompetensi Inti ... 56
B. Kompetesi Dasar ... 57
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 59
B. Saran ... 60
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Berlakang Permasalahan
Indonesia adalah Negara agraris yang berbasis pada sektor pertanian
dan mempunyai peran penting dalam struktur pembangunan perekonomian
nasional. Dulu petani di Indonesia masih menggunakan cara – cara tradisional
untuk mengolah lahan serta melakukan penangan hama pada tanaman. Namun
cara – cara tradisional tersebut sudah banyak ditinggalkan oleh para petani
karena adanya kebijakan pemerintah pada awal tahun 1970-an yang bernama
Kebijakan Revolusi Hijau (green revolution). Memang pada awalnya banyak
petani tidak percaya dengan janji yang diberikan pemerintah mengenai
kebijakan baru tersebut. Kemudian, setelah pemerintah menjalankan kebijakan
revolusi hijau pada beberapa sektor pertanian dan menghasilkan panen yang
berlimpah berkali – kali lipat dari yang biasanya petani peroleh dan para petani
pun mulai tertarik dan mengikuti kebijakan revolusi hijau yakni dalam
penggunaan pupuk kimia dan pestisida kimia.
Pada sekitar 5 tahun pertama hasil panen masih berlimpah dan petani
pun mendapatkan keuntungan yang sangat besar. Faktor inilah yang memacu
petani untuk menambahkan dosis dalam penggunaan pupuk kimia dan pestisida
kimia. Dampak dari penambahan dosis tersebut adalah membuat struktur tanah
kian memadat, sehingga akar tidak dapat melakukan aktivitas secara optimal,
pertumbuhan tanaman pun tidak maksimal. Hal – hal inilah yang menyebabkan
dalam beberapa tahun terakhir hasil panen kian anjlok. Sucahyo (2014)
menyatakan bahwa “Petani hanya menanam dan petani selalu ingin
mengeksploitasi tanah untuk bisa panen terus. Sehingga rusaknya lahan pertanian
di dataran tinggi Dieng yang dulu subur, justru karena penggunaan pestisida dan
pupuk kimia berlebihan. Petani kini berpikir dengan pola yang terbalik yaitu,
rusaknya lahan harus diimbangi dengan pemakaian pupuk kimia diluar ambang
batas. Sementara untuk menjamin hasil panen bebas hama, termasuk ulat,
pestisida juga digunakan secara tidak bertanggung jawab.” Dari permasalahan
tersebut mengindikasikan bahwa pengetahuan para petani masih rendah untuk
menciptakan pertanian yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Sudah saatnya para petani mengolah pertanian secara tradisional,
ditambah lagi sekarang ini sudah muncul kesadaran masyarakat untuk
melakukan pola hidup sehat dengan memakan makanan organik. Dalam, era
globalisasi pasar sayur organik sangat terbuka dan saat ini Australia telah
mengambil peluangan ini dengan mengekspor sayuran organik ke pasar
Amerika, beberapa Negara Eropa seperti Inggris, Jerman dan Perancis juga
beberapa Negara Asia seperti Jepang, Singapura dan Malaysia. Peluang
Indonesia menjadi produsen panen organik dunia cukup besar. Disamping
memiliki 20% lahan pertanian tropik, serta ketersedian bahan organik cukup
banyak. Menurut IFOAM (International Federation of Organic Agricultural
Movement) Indonesia baru memanfaatkan 40.000 ha (0.09%) lahan
program yang saling sinergis untuk menghantarkan Indonesia sebagai salah
satu negara produsen organik terkemuka Indonesia yang beriklim tropis,
merupakan modal SDA yang luar biasa dimana aneka sayuran, buah dan
tanaman pangan hingga aneka bunga dapat dibudidayakan sepanjang tahun.
Pembuatan mikroorganisme lokal adalah salah satu dari banyak solusi
yang ditawarkan kepada masyarakat. Petani diajak untuk memanfaatkan
sumber bahan di sekitar mereka dan membuatnya menjadi mikroorganisme
lokal sebagai usaha untuk memperbaiki sifat fisik dan biologi tanah. Sebab, di
dalam mikroorganisme lokal ini terkandung jutaan mikroba yang bekerja untuk
memperbaiki tanah dan menambahkan unsur hara N, P, K dan Mg, serta
membuat unsur – unsur hara ini siap diserap akar tanaman, karena didalam
mikroorganisme lokal tersendiri sudah banyak terdapat jutaan mikroba baik
seperti : Rhizobium, Azotobacter, Clostridium, Nitrosomonas, Nitrobacter,
Pseudomonas, Azospirillum, Aerosomonas, Basillus, Saccaromices,
Verticillium, dan masih banyak lagi, dimana mikroba – mikroba ini mampu
menambah ketersedian unsur hara dalam tanah dengan cara menguraikan
bahan – bahan senyawa kompleks/ anorganik menjadi bahan – bahan yang
dapat digunakan oleh tanaman untuk perumbuhannya. Ketersedian unsur hara
tersebut erat dengan adanya siklus biogeokimia yang terjadi di alam seperti
siklus nitrogen dan siklus phosfat.
Anonim (2012), mengungkapkan bahwa dengan pemakaian
mikroorganisme lokal proses pendekomposisian dapat dipercepat. Selain, itu
bukan hanya lahan kritis yang berhasil direhabilitasi, tetapi juga produksi
pertanian mampu ditingkatkan hingga 300 – 400%. Pemakaian
mikroorganisme lokal kini sudah meluas hingga di pelosok Nusantara. Tidak
kurang dari 42.000 masyarakat telah menerapkan teknologi ini.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk menguji peranan
mikroorganisme lokal dalam pertumbuhan tanaman tomat. Sebab, tanaman
tomat ini sendiri sudah menjadi salah satu komoditas utama tanaman sayur di
Indonesia. Dengan menggunakan mikroorganisme lokal ini diharapkan
pertumbuhan tanaman tomat dan hasil produksinya meningkat, tanpa harus
menggunakan pupuk berbahan kimia yang dapat merusak struktur tanah. Pada
eksperimen yang dilakukan peneliti akan menguji dengan menggunakan empat
perbandingan konsentrasi yakni 8%, 16%, 24% dan 32% serta membandingkan
pula frekuensi pemberian mikroorganime lokal sebanyak 1x seminggu serta 2x
seminggu. Dari perlakuan tersebut peneliti akan mendapatkan konsentrasi dan
frekuensi yang optimal untuk pertumbuhan serta hasil produksi tanaman tomat.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pengaruh perbedaan konsentrasi mikroorganisme lokal
(MOL) dari bonggol pisang terhadap pertumbuhan dan hasil produksi
2. Bagaimanakah pengaruh frekuensi pemberian mikroorganisme lokal
(MOL) dari bonggol pisang terhadap pertumbuhan dan hasil produksi
tanaman tomat?
3. Manakah konsentrasi mikroorganisme lokal (MOL) yang optimal untuk
pertumbuhan dan hasil produksi tanaman tomat?
4. Manakah frekuensi penyiraman mikroorganisme lokal (MOL) yang optimal
untuk pertumbuhan dan hasil produksi tanaman tomat?
C. Batasan Masalah
Supaya penelitian ini lebih terarah maka permasalahan dibatasi sebagai
berikut :
1. Pertumbuhan tanaman tomat meliputi : tinggi tanaman, diameter batang dan
hasil produksi tanaman tomat : berat buah dan jumlah buah.
2. Pemberian konsentrasi yang meliputi : B = 8%, C = 16%, D = 24%, dan E =
32%
3. Frekuensi pemberian mol: B1 = 1 x seminggu, B2 = 2 x seminggu, C1 = 1 x
seminggu, C2 = 2 x seminggu, D1 = 1 x seminggu, D2 = 2 x seminggu, E1
= 1 x seminggu, E2 = 2 x seminggu.
1. Mengetahui pengaruh perbedaan konsentrasi mikroorganisme lokal (MOL)
dari bonggol pisang terhadap pertumbuhan dan hasil produksi tanaman
tomat.
2. Mengetahui pengaruh frekuensi pemberian mikroorganisme lokal (MOL)
dari bonggol pisang terhadap pertumbuhan dan hasil produksi tanaman
tomat.
3. Mengetahui konsentrasi mikroorganisme lokal (MOL) yang optimal untuk
pertumbuhan dan hasil produksi tanaman tomat.
4. Mengetahui frekuensi penyiraman mikroorganisme lokal (MOL) yang
optimal untuk pertumbuhan dan hasil produksi tanaman tomat.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Masyarakat Petani
Menambah khasanah ilmu pengetahuan mengenai mikroorganime
lokal (MOL) dari bonggol pisang yang memiliki kandungan giberelin dan
sitokinin sebagai bioaktivator pertumbuhan tanaman tomat.
2. Bagi Peserta Didik
Memberi pembelajaran kepada peserta didik tentang pertumbuhan dan
perkembangan tumbuhan terkait dengan SK dan KD pembelajaran
Mengetahui dosis konsentrasi dan frekuensi pemberian MOL dari
bonggol pisang yang paling optimal bagi pertumbuhan dan hasil
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Teori Terkait
1. Mikroorganisme Lokal
Larutan MOL (Mikroorganisme Lokal) adalah larutan hasil fermentasi
yang berbahan dasar dari berbagai sumber daya yang tersedia setempat.
Larutan MOL mengandung unsur hara mikro dan makro dan mengandung
bakteri yang berpotensi sebagai perombak bahan organik, perangsang
pertumbuhan, dan sebagai agen pengendali hama dan penyakit tanaman,
sehingga MOL dapat digunakan baik sebagai pendekomposer, pupuk hayati,
dan sebagai pestisida organik terutama sebagai fungisida. (Purwasasmita,
2009)
Untuk melakukan fermentasi dibutuhkan bantuan 3 bahan utama yaitu :
1. Karbohidrat
Bahan ini dibutuhkan mikroorganisme sebagai sumber energi. Bahan ini
dapat dipenuhi oleh; air cucian beras, nasi bekas, singkong, kentang, dan
gandum.
2. Glukosa
Bahan ini juga merupakan sumber energi. Ia dapat diperoleh dari gula merah,
gula pasir, MOLasses, air gula, air kelapa atau air nira.
3. Sumber Bakteri
Bahan yang bisa dipakai antaranya buah – buahan busuk (papaya, nangka),
tomat, sayur, daun busuk, keong mas, rebung, bambu, bonggol pisang, urine
hewan, nasi basi, pucuk daun labu, tapai singkong dan buah maja (Anonim,
2012).
Ketiga bahan utama itu kemudian dicampurkan dalam satu wadah
tertutup rapat yang prosesnya disebut fermentasi. Setelah 1 – 3 minggu, bahan
akan mengeluarkan bau alkohol yang tajam. Itulah tanda proses fermentasi
berhasil dan MOL sudah jadi. Aktivitas mikroorganisme pun sudah selesai.
(Anonim, 2012).
Larutan MOL mengandung unsur hara makro (N, P, K, Ca, Mg, dan S)
dan mikro (Zn, Cu, Mo, Co, B, Mn, dan Fe) dan juga mengandung bakteri yang
berpotensi sebagai perombak bahan organik, perangsang pertumbuhan, dan
sebagai agen pengendali hama dan penyakit tanaman (Syaifudin, dkk, 2010).
Beberapa keuntungan yang diperoleh dari penggunaan MOL
(Mikroorganisme Lokal) ini antara lain :
a. Waktu pembuatan relatif singkat
b. Murah (bahkan gratis), kerena memanfaatkan bahan – bahan yang kurang
dimanfaatkan dan merugikan.
c. Pupuk organik yang dihasilkan mengandung unsur komplek dan mikroba
d. Ramah lingkungan
e. Mendukung program pertanian pemerintah
f. Biota tanah terlindungi
g. Memperbaiki kualitas tanah dan hasil panen
h. Produk pertanian aman dikonsumsi (Anonim,2012).
2. Bonggol Pisang
Selain buahnya, ada bagian lain dari tanaman pisang yang sangat jarang
dimanfaatkan oleh masyarakat, yaitu umbi batang pisang (bonggol pisang)
(Anonim, 2012)
3. Tanaman Tomat
a. Deskripsi Tanaman Tomat
Tomat termasuk tanaman sayuran dalam family Solanaceae. Tanaman
tomat banyak ditanam di dataran tinggi, dataran sedang, atau dataran rendah.
Tanaman tomat banyak ditanam oleh petani adalah tomat kultivular ratna,
berlian, precious, 206, kingkong, dan intan.
Tanaman tomat termasuk tanaman semusim yang berumur sekitar 4
bulan. Buah tomat mengandung vitamin C dan vitamin A yang dapat mencegah
sariawan dan rabun mata. Produksi tomat kurang lebih 2 ton – 13 ton tiap
hektar, tergantung pada varietas dan kesuburan tanaman. Pada skala percobaan,
hektar. Tanaman tomat yang ditanam dalam pot atau kantung plastik yang diisi
tanah subur dapat menghasilkan buah sekitar 1 kg – 2 kg.
Kendala utama menanam tomat adalah seranggan hama dan penyakit.
Buah tomat sering dimakan ulat buah dan diserang kutu aphis, thrips, tungau,
dan nematode. Tanaman tomat juga dapat terkena penyakit virus yang
menyebabkan daun menjadi keriting. Banyak varietas tomat yang mudah
terserang penyakit busuk pangkal batang dan busuk daun. Kendala tersebut
dapat diatasi dengan menam varietas tomat yang tahan (resisten) terhadap
hama atau penyakit dan dipelihara secara khusus. Pengendalian hama dan
penyakit sebaiknya menggunakan pestisida seminimal mungkin.
(Pracaya,1998)
b. Taksonomi
Dalam taksonomi tumbuhan, kedudukan tanaman tomat diklasifikasikan
menurut sistematika sebagai berikut.
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Class : Dicotyledonae
Ordo : Solanales
Familia : Solanaceae
Sub Genus : Eulycopersicon
Spesies :Lycopersicon lycopersicum L. var commune
c. Morfologi
Tanaman tomat merupakan tanaman semusim (annual) yang berbentuk
herba dengan ketinggian 70 cm – 200 cm, tergantung varietasnya. Pada waktu
masih rendah tanaman dapat berdiri tegak, tetapi setelah tumbuh tinggi dan
keluar cabang – cabang menyebar tanaman tidak dapat menahan beratnya,
kemudian tanaman akan roboh dan tumbuh menjalar.
Organ – organ penting tanaman tomat meliputi bagian – bagian sebagai
berikut.
1) Akar
Tanaman tomat memiliki akar tunggang yang tumbuh menembus
tanah dan akar serabut yang tumbuh menyebar ke arah samping tetapi
dangkal. Berdasarkan sifat perakaran ini, tanaman tomat akan dapat
tumbuh baik jika ditanam pada lahan yang gembur dan porous.
2) Batang
Batang tanaman tomat berbentuk persegi empat hingga bulat,
berbatang lunak tetapi cukup kuat, berbulu atau berambut halus dan di
antara bulu- bulu itu terdapat rambut kelenjar. Batang tanaman tomat
ruas bagian bawah tumbuh akar – akar pendek. Selain itu, batang tanaman
tomat dapat bercabang dan apabila tidak dilakukan pemangkasan akan
bercabang banyak dan menyebar secara merata.
3) Daun
Daun tanaman tomat berbentuk oval, bagian tepinya bergerigi dan
membentuk celah – celah menyirip agak melengkung ke dalam. Daun
berwarna hijau merupakan daun majemuk ganjil yang berjumlah 5 – 7.
Ukuran daun sekitar (15 cm – 30 cm) x (10 cm – 25 cm) dengan panjang
tangkai sekitar 3 cm – 6 cm. di antara daun yang berukuran besar biasanya
tumbuh 1 – 2 daun yang berukuran kecil. Daun majemuk pada tanaman
tomat tumbuh berselang – seling atau tersusun spiral mengelilingi batang
tanaman.
4) Bunga
Bunga tanaman tomat berukuran kecil, berdiameter sekitar 2 cm dan
berwarna kuning cerah. Kelopak bunga yang berjumlah 5 buah dan
berwarna hijau terdapat pada bagian bawah atau pangkal bunga. Bagian
lain dari bunga tomat adalah mahkota bunga, yaitu bagian terindah dari
bunga tomat. Mahkota bunga tomat berwarna kuning cerah dan berjumlah
5 buah. Bunga tomat merupakan bunga sempurna, karena benang sari dan
kepala putik terletak pada bunga yang sama. Bunga memiliki 6 buah
yakni kuning cerah. Bunga tomat tumbuh dari batang (cabang) yang masih
muda.
5) Buah
Buah tomat memiliki bentuk yang bervariasi, tergantung pada
jenisnya. Ada buah tomat yang berbentuk bulat, agak bulat, agak lonjong,
bulat telur (oval), dan bulat persegi. Ukuran buah tomat pun juga sangat
bervariasi, yang berukuran paling kecil memiliki berat 8 gram dan yang
berukuran besar memiliki berat sampai 180 gram. Buah tomat yang masih
muda berwarna hijau – muda, bila sudah matang warnanya menjadi merah.
Buah tomat yang masih muda memiliki rasa getir dan aromanya
tidak enak, sebab masih mengandung zat lycopersicin yang berbentuk
lendir. Aroma yang tidak sedap tersebut akan hilang dengan sendirinya
pada saat buah memasuki fase pematangan hingga matang. Rasanya juga
akan berubah menjadi manis agak masam yang menjadi ciri khas kelezatan
buah tomat.
Dalam proses pematangan buah terjadi perubahan warna dari hijau
muda sedikit demi sedikit berubah menjadi kuning. Pada saat matang
optimal, warna buah berubah menjadi cerah.
Buah tomat banyak mengandung biji lunak berwarna putih kekuning
– kuningan yang tersusun secara berkelompok dan dibatasi oleh daging
buah. Biji tomat saling melekat karena adanya lendir pada ruang – ruang
6) Biji
Biji tomat berukuran kecil, dengan lebar 2 mm – 4 mm dan panjang
3 mm – 5 mm. biji berbentuk seperti ginjal, ringan, berbulu, dan berwarna
coklat muda. Setiap gram berisi antara 200 – 500 biji tergantung
varietasnya. (Pracaya,1998)
d. Jenis dan Varietas
Dengan mempelajari dan mengetahui sifat – sifat berbagai macam
varietas tomat, petani dapat menentukan pilihan yang sesuai dengan daerah
atau lokasi pertanaman dan permintaan pasar, sehingga keuntungan dapat
dicapai secara optimal (Pracaya,1998).
Jenis Lycopersicon lycopersicum var commune atau tomat biasa,
bentuknya buahnya bulat pipih, lunak bentuknya tidak teratur dan sedikit
beralur - alur terutama di dekat tungkainya (Badan Pengendali BIMAS, 1977).
Tanamanan Tumbuh Tinggi, ketinggian pohon ini dapat mencapai 160 cm,
bahkan bila hidup subur dapat mencapai 2 meter. Pohon tomat dapat tumbuh
tinggi karena pertumbuhannya tidak diakhiri dengan pembentukan rangkaian
bunga dan umurnya terbatas + 4 bulan kemudian mati (Pracaya,1998).
e. Syarat Tumbuh
Tanaman tomat memerlukan persyaratan tumbuh yang sesuai dengan
hidupnya. Faktor – faktor ekologis yang perlu dipertimbangkan adalah
1) Keadaan Iklim
Tanaman tomat dapat tumbuh baik pada waktu musim kemarau
dengan pengairan yang cukup. Kekeringan mengakibatkan banyak bunga
gugur, lebih – lebih bila disertai angin kering. Sebaliknya, pada musim
hujan pertumbuhannya kurang baik karena kelembapan dan suhu yang
tinggi akan menimbulkan banyak penyakit.
Udara yang sangat dingin dan embun beku dapat menyebabkan
pertumbuhan tanaman tomat menjadi jelek, bahkan mungkin mati.
Pertumbuhan tanaman tomat akan baik bila udara sejuk, suhu pada
malam hari antara 10ºC - 20ºC dan pada siang hari antara 18ºC-29ºC.
Suhu yang terlalu tinggi menyebabkan banyak buah rusak terkena
sengatan matahari. Suhu di bawah 4ºC menyebabkan pertumbuhan
terhambat, sedangkan pada suhu 0ºC tanaman tomat tidak dapat hidup
(mati).
Tanaman tomat memerlukan sinar matahari cukup. Kekurangan
sinar matahari menyebabkan tanaman tomat mudah terserang penyakit,
baik parasit maupun non parasit. Intensitas sinar matahari sangat penting
dalam pembentukan vitamin C dan karoten dalam buah tomat. Sinar
matahari berintensitas tinggi akan menghasilkan vitamin C dan karoten
(provitamin A) yang lebih tinggi daripada di dataran rendah, karena
tanaman menerima sinar matahari lebih banyak dari suhu rendah.
Keterkaitan masing – masing faktor tersebut terhadap kehidupan
tanaman tomat diuraikan sebagai berikut.
a) Cahaya Matahari
Sinar matahari berperan dalam proses fotosintesis. Selain itu,
cahaya matahari berpengaruh terhadap pertumbuhan, pembungaan,
serta pembuahan. Tanaman tomat termasuk kelompok tanaman
berhari netral yang memerlukan penyinaran matahari minimal
selama delapan jam per hari. Disamping itu, tanaman ini akan
tumbuh baik di daerah yang memperoleh intensitas cahaya tinggi,
baik di daerah subtropis maupun tropis.
b) Suhu Udara
Suhu udara berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif
maupun generatif. Suhu malam yang rendah dapat menimbulkan
rangsangan pembentukan primordia bunga pada tanaman yang
berasal dari daerah subtropis. Selama masa pertumbuhannya,
tanaman tomat menghendaki suhu udara siang hari 24ºC. kisaran
suhu yang ideal dan berpengaruh baik terhadap warna buah tomat
adalah 25ºC-28ºC. Perbedaan temperatur siang dan malam yang
terlampau tinggi menyebabkan rendahnya pembentukan bunga dan
buah sehingga hasil produksi benih tomat pun rendah. Tanaman
Pada suhu sekitar 42ºC. proses pembuahan terganggu karena serbuk
sari menjadi steril.
c) Curah Hujan
Tanaman tomat pada fase vegetatif memerlukan curah hujan
yang cukup. Sebaliknya, pada fase generatif memerlukan curah
hujan sedikit. Curah hujan tinggi pada fase pemasakan buah dapat
menyebabkan daya tumbuh benih rendah. Curah hujan yang ideal
selama pertumbuhan tomat berkisar antara 750 – 1.250 mm per
tahun. Curah hujan tidak menjadi faktor penghambat dalam
penakaran benih tomat di musim kemarau jika kebutuhan air dapat
dicukupi dari air irigasi (Pitojo, 2005).
2) Keadaan Tanah
Keadaan tanah yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman
tomat meliputi ketinggian tempat serta sifat – sifat fisika, kimia, dan
biologi tanah.
a) Sifat Fisik Tanah
Pada hakikatnya, tanaman tomat dapat ditanam pada segala
demikian, tanaman ini lebih sesuai hidup pada tanah gembur,
berdrainase dan beraerasi baik, serta mengandung banyak humus.
b) Sifat Kimia Tanah
Kisaran pH tanah yang baik bagi tanaman tomat adalah 5.2 –
6 dan pula ada yang menyebutkan 6,0 – 7,0.
c) Sifat Biologi Tanah
Keadaan biologis tanah maupun lingkungan daerah yang
akan dipergunakan untuk penanaman tomat berpengaruh terhadap
keberhasilan penangkaran benih tomat. Pathogen antagonis yang
terdapat didalam tanah, antara lain soil borne disease, dapat
menggangu tanaman tomat di lahan sehingga dapat menggagalkan
penangkaran benih. Oleh karena itu tanaman solanaceae memiliki
beberapa hama maupun penyakit yang sama (Pitojo, 2005).
f. Pemupukan
Tanaman tomat yang sudah hidup sekitar satu minggu setelah ditanam,
harus segera dipupuk dengan pupuk buatan. Pemupukan bertujuan
merangsang pertumbuhan tanaman. Dosis pupuk urea dan KCL setiap
tanaman antara 1 gr – 2 gr. Pemupukan dilakukan di sekeliling tanaman pada
jarak + 3 cm dari batang tanaman tomat. Kemudian, pupuk ditutup tanah dan
karena dapat melukai tanaman. Perbandingan urea dan KCL 1 : 1.
Pemupukan dilakukan ketika tanaman berumur 2 – 3 minggu (Pracaya,1998).
g. Hama dan Penyakit
Jenis – jenis hama dan penyakit yang sering menyerang tanaman tomat
adalah sebagai berikut.
1) Ulat Penggerek Buah
Ulat penggerek buah (Helliothis armigera Hubner) merupakan
hama perusak buah dengan cara memakan bagian dalamnya. Ciri – ciri
ulat penggerak buah adalah badannya tertutup oleh banyak kutil dan bulu,
warna tubuhnya beraneka ragam, ada yang hijau kekuning-kuningan,
cokelat tua, cokelat muda, atau hijau kecokelat – cokelatan. Hama ini
umumnya menyerang buah tomat yang masih muda. Gejala serangan
yang tampak pada buah adalah adanya lubang – lubang, kemudian buah
tersebut membusuk karena infeksi sekunder oleh organisme lain.
2) Penyakit layu Fusarium
Penyebab penyakit ini adalah golongan cendawan. Jenis – jenis
cendawan yang menginfeksi adalah Fusarium oxysporum. Penyakit ini
banyak dijumpai pada pertanaman tomat di dataran tinggi. Gejala yang
tampak dari infeksi cendawan ini adalah memucatnya tulang – tulang
tangkai – tangkai daun akan merunduk kemudian menjadi layu, dan
akhirnya tanaman akan mati.
3) Penyakit Mosaik
Penyebab penyakit mosaik pada tanaman tomat adalah virus
marmor tabaci holmes. Gejala yang tampak pada tanaman yang terserang
virus marmor tabaci adalah bercak – bercak tak beraturan berwarna hijau
muda atau kuning pada daun yang terserang. Selanjutnya, bagian daun
yang berwarna hijau muda atau kuning tersebut akan keriput atau
berkerut memuntir sehingga daun tampak keriting. Pada infeksi parah,
warna daun menjadi cokelat, kering, dan akhirnya mati. Infeksi virus ini
juga dapat terjadi melalui alat – alat pertanian, tangan pekerja, atau
peternak yang telah terkontaminasi virus.
4) Penyakit Kapang Daun
Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Fulvia fulva yang
menyerang tanaman tomat di dataran rendah ataupun di dataran tinggi.
Infeksi cendawan ini menimbulkan bercak berwarna kuning pada sisi atas
daun, sedangkan pada sisi bawah daun terdapat lapisan beledu berwarna
ungu kehijau – hijauan. Lapisan beledu tersebut sebenarnya adalah
merupakan kumpulan konidiofora dan konidium cendawan. Pada
menjadi bercak besar, kemudian daun mengering dan mati (Cahyono,
2008).
h. Pencegahan dan Pemberantasan Hama
Pencegahan dan pemberantasan hama penyakit merupakan tindakan
perlindungan tanaman dari ancaman kerusakan yang ditimbulkannya.
Serangan hama dan penyakit dapat mengakibatkan penurunan hasil hingga
mencapai 65% dari total penanaman. Bahkan serangan hama dan penyakit
yang memiliki daya merusak tinggi dapat memusnahkan.
Usaha perlindungan tanaman dari serangan hama dan penyakit yang
perlu dilakukan oleh para petani pertama – tama adalah gejala serangannya,
kemudian cara pengendalian dan pemberantasannya. Setiap jenis hama atau
penyakit yang menyerang tanaman tomat menimbulkan gejala yang spesifik.
Oleh karena itu, gejala serangan hama dan penyakit harus diamati dengan
teliti agar jenis hama dan penyakit yang menyerang tanaman tersebut
diketahui sejak dini sehinga pengendalian dan pemberantasannya efektif.
Perlindungan tanaman tomat terhadap serangan hama dan penyakit dapat
dilakukan dengan dua cara, yakni secara preventif dan secara kuratif.
Perlindungan tanaman secara preventif adalah tindakan pencegahan
sebelum tanaman terinfeksi oleh hama atau penyakit. Tindakan pencegahan
ini dapat dilakukan antara lain dengan menanam tanaman tomat yang tahan
(resisten) terhadap hama serangan ataupun penyakit, pengolahan tanah secara
tepat dan teratur, pengairan yang baik, pengiliran tanaman, penyemprotan
pestisida yang tepat secara berkala.
Pengendalian tanaman secara kuratif adalah pengendalian dan
pemberantasan hama atau penyakit dengan pengobatan terhadap tanaman
yang telah diserang atau terinfeksi oleh hama atau penyakit tersebut.
Pengendalian dan pemberantasan hama atau penyakit secara kuratif dapat
dilakukan dengan beberapa cara, yakni cara biologis, cara mekanis, cara
kimiawi, atau dengan secara terpadu dari ketiga cara tersebut.
Pengendalian dan pemberantasan hama atau penyakit secara biologis
dapat dilakukan dengan cara menyebarkan hewan yang menjadi musuh
alaminya (hewan predator) ke areal pertanaman. Pengendalian dan
pemberantasan secara mekanis dilakukan dengan cara membunuh langsung
hewan yang menjadi hama tanaman dan pemangkasan tanaman yang telah
terinfeksi hama atau penyakit, kemudian di musnahkan dengan cara dibenam
atau di bakar. Pengendalian dan pemberantasan hama atau penyakit secara
kimiawi dilakukan dengan menggunakan bahan – bahan kimiawi, misalnya
insektisida (untuk hama dari golongan serangga), nematisida (untuk hama
dari golongan cacing), helisida (untuk hama dari golongan siput), fungisida
( untuk penyakit dari golongan cendawan/jamur), bakterisida (untuk penyakit
dari golongan bakteri). Pengendalian dan pemberantasan hama atau penyakit
secara terpadu dilakukan dengan memadukan cara biologis, mekanis dan
B. Penelitian Yang Relevan
Adapun penelitian – penelitian yang terkait mengenai pengaplikasian
Mikroorganisme Lokal yang akan saya lakukan, antara lain adalah sebagai
berikut:
1. Penelitian mengenai pengaruh perbedaan konsentrasi Mikrooganisme
Lokal (MOL) menggunakan bonggol pisang pernah dilakukan Sari, dkk
(2012). Penelitian tersebut menggunakan 6 perlakuan konsentrasi yang
berbeda, yaitu 0%, 8%, 16%, 24%, 32%, dan 40% yang di aplikasikan
pada tanaman rosella (Hibiscus sabdariffa L.) untuk melihat pengaruh
pada hasil produksi rosella. Hasil penelitian menyatakan bahwa
konsentrasi yang optimal untuk hasil produksi rosella adalah sebesar 24%.
2. Penelitian mengenai penggunaan Mikroorganisme Lokal (MOL)
Bonggol Pisang sebagai dekomposer sampah organik yang dilakukan
oleh Ole (2013). Dari Penelitian ini menyatakan bahwa kualitas MOL
yang paling baik terdapat pada MOL yang di fermentasikan selama 7 - 15
hari karena dilihat dari suhu, pH, kadar air, asam humat serta viabilitas
mikroorganisme sebanyak 4 – 70 koloni.
3. Dalam Artikel Majalah Trubus Exo, Anonim (2012) menjelaskan tentang
pengaplikasian cairan MOL untuk menyiram tanaman padi, hasil dari
perlakuan ini berhasil meningkatkan hasil produksi padi dari sebanyak 2
C. Kerangka Berfikir
Penggunaan pupuk dan pestisida kimia di Indonesia masih tinggi.
Masih banyak petani yang menggunakannya dalam dosis yang diambang
batas kewajaran. Hal ini dilakukan petani untuk memperoleh hasil panen yang
melimpah sepanjang musim. Namun dampak yang dirasakan para petani
beberapa tahun kedepan adalah hasil panen yang kian menurun sebagai akibat
dari rusaknya struktur fisik dan biologis tanah. Oleh karena itu sudah saatnya
petani mulai kembali ke pola pertanian tradisional dengan memanfaatkan
bahan – bahan organik sebagai bahan dasar pembuatan pupuk dan pestisida
organik yang sudah jelas akan lebih aman digunakan dan mempertahankan
struktur fisik dan biologis tanah. Salah satu bahan dasar yang dapat
digunakan adalah bonggol pisang yang masih sangat jarang dimanfaatkan
oleh masyarakat. Bonggol pisang termasuk bahan yang sangat ideal untuk
pembuatan mikroorganisme lokal karena mengandung banyak zat – zat ideal
untuk membantu pertumbuhan tanaman yakni unsur hara N, P, K yang
dihasilkan dari mengikat senyawa anorganik menjadi organik oleh mikroba
serta terdapatnya hormon giberelin dan sitokinin untuk membantu
D. Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah :
1. Pemberian MOL dari bonggol pisang dapat meningkatkan pertumbuhan
tanaman tomat.
2. Pemberian MOL dari bonggol pisang dapat meningkatkan hasil produksi
tanaman tomat
3. Dosis konsentrasi yang paling efektif dalam pemberian MOL dari
bonggol pisang yang optimal adalah 24% untuk satu tanaman
4. Frekuensi pemberian MOL dari bonggol pisang yang optimal adalah 2 x
BAB III
METODE PENELITIAN
A.Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental. Dalam
penelitian ini menggunakan tiga jenis variable, yaitu :
1. Variabel bebas, meliputi konsentrasi dan frekuensi pemberian MOL dari
Bonggol Pisang.
2. Variabel terikat, meliputi pertumbuhan tanaman tomat meliputi tinggi
tanaman, diameter batang, jumlah buah dan berat buah.
3. Variabel terkendali, meliputi jumlah air, umur bibit, bonggol pisang batu,
tanaman tomat var. commune, pemeliharaan, penyiraman, dan intensitas
cahaya.
B.Definisi Operasional
Penelitian ini menggunakan desain RAL (Rancangan Acak Lengkap) 2
Faktorial dengan membandingkan pengaruh perbedaan konsentrasi dan
frekuensi pemberian MOL. Dibuat dengan membentuk 8 kelompok dan 1
kontrol dengan masing – masing 10 ulangan yaitu sebagai berikut :
1. Kelompok pertama adalah kontrol (A) tanpa diberi perlakuan.
2. Kelompok kedua adalah perlakuan B1 yakni konsentrasi pemberian MOL
sebanyak 8% dengan frekuensi penyiraman 1 x seminggu.
3. Kelompol ketiga adalah perlakuan B2 yakni konsentrasi pemberian MOL
sebanyak 8% dengan frekuensi penyiraman2 x seminggu
4. Kelompok keempat adalah perlakuan C1 yakni konsentrasi pemberian
MOL sebanyak 16% dengan frekuensi penyiraman 1 x seminggu.
5. Kelompok kelima adalah perlakuan C2 yakni konsentrasi pemberian MOL
sebanyak 16% dengan frekuensi penyiraman 2 x seminggu.
6. Kelompok keenam adalah perlakuan D1 yakni konsentrasi pemberian
MOL sebanyak 24% dengan frekuensi penyiraman 1 x seminggu.
7. Kelompok ketujuh adalah perlakuan D2 yakni konsentrasi pemberian
MOL sebanyak 24% dengan frekuensi penyiraman 2 x seminggu.
8. Kelompok kedelapan adalah perlakuan E1 yakni konsentrasi pemberian
MOL sebanyak 32% dengan frekuensi penyiraman 1 x seminggu.
9. Kelompok kesembilan adalah perlakuan E2 yakni konsentrasi pemberian
Tabel 3.1 Layout Penelitian
A1 B1 d1 e1 D5 d7
e2 A2 b6 D6 c4 c6
d3 e7 D1 B3 c7 D9
C1 D7 b9 D10 B4 d2
D8 b10 c8 e3 A5 B5
B6 e10 B9 d4 E9 A6
A7 B7 d6 C3 d5 E2
e6 A8 B8 b8 b5 A4
c1 e5 b3 C2 d8 C5
E1 c2 c10 A10 B10 B2
E8 e4 c3 D4 C4 C10
E10 b2 D3 b4 C9 e9
E3 D2 A9 C8 b7 E7
A3 e8 C7 E6 d9 c5
b1 C6 E4 c9 E5 d10
Keterangan :
1,2.. 10 : pengulangan
A : Perlakuan Kontrol
B : Perlakuan konsentrasi 8% dengan 1 x penyiraman
b : Perlakuan konsentrasi 8% dengan 2 x penyiraman
C : Perlakuan konsentrasi 16% dengan 1 x penyiraman
c : Perlakuan konsentrasi 16% dengan 2 x penyiraman
D : Perlakuan konsentrasi 24% dengan 1 x penyiraman
d : Perlakuan konsentrasi 24% dengan 2 x penyiraman
E : Perlakuan konsentrasi 32% dengan 1 x penyiraman
C.Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan sejak 30 April 2015 hingga 22 Juli 2015, berlokasi di
Kebun Laboratorium Progam Studi Pendidikan Biologi Universitas Sanata
Dharma, Paingan, Maguwoharjo, Sleman.
D.Alat dan Bahan
Alat Bahan MOL Bahan Media
Tanam Cangkul Bonggol Pisang Batu 10
Kg
Pupuk Kandang
Sekop 10 Larutan Gula Merah Pupuk Kompos
Golok 10 Litter Air Cucian Beras Tanah Humus Ember Bibit Tomat var. commune Pupuk NPK Drigen
Selang
Botol air mineral ukuran 1 Liter Bambu
Paranet Tali Penumbuk Corong Pisau Talenan
Gelas Ukur 1 Liter Plastisin
E.Cara Kerja
1. Pembuatan MOL
a. Bonggol Pisang di potong – potong kemudian ditumbuk.
b. Iris gula merah tipis – tipis, kemudian campurkan dalam air cucian beras
pertama
c. Masukan semua bahan tadi dalam sebuah wadah ember, kemudian aduk
sampai semua bahan tercampur.
d. Tutup dengan rapat dan diberi lakban, tunggu hingga proses fermentasi
selesai sekitar 4 minggu
2. Penanaman, perlakuan dan pemeliharaan
Bibit tomat yang berumur 2 minggu dengan tinggi 12 cm di
pindahkan kedalam polybag yang berukuran 30 cm x 30 cm. Pemindahan
bibit ini harus dilakukan secara hati – hati agar tidak merusak perakarannya,
akar tunggangnya harus tetap lurus ke bawah, dan akar serabut merata
kesemua arah. Setelah melakukan pemindahan kemudian disiram agar
tanaman dapat beradaptasi dengan baik.
Perlakuan dilakukan pada tanaman seminggu setelah tanaman di
pindah. Hal ini bertujuan agar tanaman lebih dulu beradaptasi dengan
lingkungan baru (aklimatisasi). Perlakuan akan dilakukan secara rutin sesuai
seminggu akan dilakukan setiap hari kamis, sedangkan untuk penyiraman
MOL dengan frekuensi 2 x seminggu akan dilalukan setiap jeda 3 hari
setelah penyiraman.
Pemeliharaan dilakukan dengan pemasangan ajir, pemupukan
susulan dan penyiangan. Penyiraman dilakukan secara periodik dengan air
sebanyak 2 liter agar tanah tetap lembab dan tanaman akan tumbuh dengan
baik. Selanjutnya, pemasangan ajir yang berguna untuk menopang tanaman
agar tidak roboh. Ajir ini di buat dari bilah bambu dengan lebar 4 cm dan
tinggi 1,5 m. Pemasangan ajir dilakukan dua hari setelah penanaman agar
ajir tidak mengganggu pertumbuhan akar tanaman. Jika tanaman tomat
sudah setinggi 15 cm maka batangnya harus diikatkan pada batang agar
tumbuh dengan baik. Penyiangan juga dilakukan agar media sekitar tanaman
terbebas dari gulma.
3. Teknik pengumpulan data
Untuk mengumpulkan data, pengukuran dilakukan setiap 5 hari sekali
dengan acuan pengamatan pada tinggi tanamanan, jumlah daun serta
diameter batang. Tinggi tanaman diperoleh dengan melakukan pengukuran
mulai dari pangkal batang hingga pucuk tertinggi tanaman. Pengukuran
dilakukan dengan bantuan penggaris dan apabila tanaman dirasa sudah
cukup tinggi makan alat ukur diganti dengan meteran.
Untuk memperoleh data diameter batang tanaman, pengukuran
sorong. Pengumpulan data mengenai jumlah buah serta berat basah buah
dapat dilakukan ketika tanaman tomat telah memasuki masa panen. Jumlah
buah tomat yang dihasilkan pada tiap tanaman dihitung. Untuk
pengumpulan data tinggi tanaman dan diameter batang tanaman tomat
dilakukan setiap seminggu sekali yakni pada hari kamis, sedangkan untuk
pengumpulan data jumlah buah dan berat basah buah dilakukan ketika ada
buah tomat yang sudah berwarna merah masak. Pengumpulan data
dilakukan dalam beberapa bentuk tabel sebagai berikut.
Tabel 3.2 Tinggi Tanamanan Tomat
Tanggal :
Ulangan A
(Kontrol)
Perlakuan
B1 B2 C1 C2 D1 D2 E1 E2
1
2
3
[image:50.595.102.516.261.621.2]… dst.
Tabel 3.3 Diameter Batang Tanamanan Tomat
Tanggal :
Ulangan A
(Kontrol)
Perlakuan
B1 B2 C1 C2 D1 D2 E1 E2
1
… dst.
Tabel 3.4 Jumlah Buah Tanamanan Tomat
Tanggal :
Ulangan A
(Kontrol)
Perlakuan
B1 B2 C1 C2 D1 D2 E1 E2
1
2
3
… dst.
Tabel 3.5 Berat Basah Tinggi Tanamanan Tomat
Tanggal :
Ulangan A
(Kontrol)
Perlakuan
B1 B2 C1 C2 D1 D2 E1 E2
1
2
3
… dst.
F. Metode Analisis Data
Data yang didapat akan dianalisis dengan menggunakan uji ANOVA 2
merupakan data mentah hasil pengamatan yang terdiri dari tinggi tanaman,
diameter batang, jumlah daun, jumlah buah dan berat basah tanaman tomat.
Analisa data menggunakan uji f Anova dua arah ada beberapa cara yaitu
melalui perhitungan manual serta menggunakan SPSS versi 20.
Hipotesis
Ho = Perlakuan perbedaan konsentrasi dan frekuensi pemberian
mikroorganisme lokal tidak memberikan pengaruh berbeda terhadap
pertumbuhan dan hasil produksi tanaman tomat
Hi = Perlakuan perbedaan konsentrasi dan frekuensi pemberian
mikroorganisme lokal memberikan pengaruh berbeda terhadap
pertumbuhan dan hasil produksi tanaman tomat
Berdasarkan hasil output SPSS, untuk menolak atau menerima
hipotesis penelitian dengan menggunakan koefisien Sig., dengan ketentuan
sebagai berikut :
a. Jika nilai Sig. Hitung (probabilitas) < 0,05 maka Ho ditolak (signifikan)
b. Jika nilai Sig. Hitung (probabilitas) > 0,05 maka Ho diterima (tidak
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Pertambahan Tinggi Tanaman Tomat
Untuk mengetahui laju pertumbuhan yang terjadi pada tanaman tomat,
salah satu caranya adalah dengan melakukan pengukuran tinggi tanaman tomat.
Pengukuran tinggi tanaman tomat ini dimulai dari pangkal batang hingga pucuk
tertinggi batang dengan menggunakan meteran. Berikut adalah grafik
pertambahan tinggi tanaman tomat dengan berbagai perlakuan perbedaan
konsentrasi dan frekuensi pemberian mikroorganisme lokal dari bonggol pisang
[image:53.595.104.512.299.696.2]yang dilakukan selama 8 minggu.
Grafik 4.1 Rerata pertambahan tinggi tanaman tomat pada perlakuan perbedaan konsentrasi dan frekuensi pemberian mikroorganisme lokal dari bonggol pisang.
0 20 40 60 80 100 120 140 160
0 2 4 6 8 10
Dari grafik pertambahan tinggi tanaman tomat diatas dapat dilihat bahwa
perlakuan B2 (konsentrasi 8% dengan 2 kali penyiraman) adalah perlakuan yang
mengalami pertambahan tinggi tanaman tertinggi. Perlakuan B2 ini mengalami
pertambahan tinggi setinggi 87.5 cm. Pertambahan tinggi tanaman yang sedang
adalah pada perlakuan E1 yakni perlakuan dengan konsentrasi MOL 32% dengan
1 kali penyiraman yang mengalami pertambahan tinggi tanaman setinggi
sebanyak 54.51 cm. perlakuan yang mengalami pertambahan tinggi tanaman
terendah adalah pada perlakuan E2 yang merupakan perlakuan dengan konsentrasi
MOL 32% dengan 2 kali penyiraman. Perlakuan E2 ini mengalami pertambahan
tinggi sebanyak 40.51 cm.
Berdasarkan hasil uji anova menunjukan bahwa pemberian MOL dengan
konsentrasi yang berbeda berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi
tanaman. Hal ini terlihat dari p value tinggi tanaman (sig.) = 0.000 < 0.05.
sedangkan frekuensi pemberian MOL tidak memberikan pengaruh nyata pada
pertumbuhan tinggi tanaman tomat, hal ini ditunjukan dengan p value tinggi
tanaman (sig.) = 0.405 > 0.05. Hasil interaksi antara konsentrasi dan frekuensi
pemberian MOL menunjukan nilai p value tinggi tanaman (sig.) = 0.000 < 0.05,
yang berarti terdapat interaksi antara konsentrasi dengan frekuensi pemberian
Hasil analisis dengan Uji Tukey menunjukan bahwa laju
pertambahan tinggi tanaman tomat yang diberi perlakuan B2 (8%, 2x) dan
C2 (16%, 2x) berbeda secara nyata terhadap tanaman yang diberi
[image:55.595.97.500.227.606.2]perlakuan D2 (24% ,2x) dan E2 (32%, 2x) dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Hasil Uji Tukey terhadap Tinggi Tanaman Tomat
Perlakuan Rata - rata
A 58.59abc
B1 42.8abc
B2 116.37e
C1 57.71bcd
C2 108.62de
D1 82.34cde
D2 32.0a
E1 68.83bcd
E2 35.09ab
2. Pertumbuhan Diameter Batang Tanaman Tomat
Pengukuran diameter batang tanaman tomat dilakukan dengan
menggunakan jangka sorong. Pengukuran dilakukan pada bagian pangkal tanaman
tomat. Adapun grafik laju pertumbuhan diameter batang tanaman tomat setiap
[image:56.595.104.512.230.571.2]minggunya dapat dilihat pada Grafik 4.2.
Grafik 4.2 Rerata pertumbuhan diameter batang tanaman tomat pada perlakuan perbedaan konsentrasi dan frekuensi pemberian mikroorganisme lokal dari bonggol pisang.
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa tanaman tomat yang mengalami
pertumbuhan diameter batang terbesar adalah pada perlakuan B2 yakni perlakuan
konsentrasi MOL 8% dengan frekuensi 2 kali penyiraman mengalami
pertumbuhan diameter batang sebesar 0.571 cm. Pertumbuhan diameter batang
yang sedang adalah pada perlakuan D2 yakni perlakuan konsentrasi MOL 24%
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9
0 2 4 6 8 10
dengan frekuensi 2 kali penyiraman mengalami pertumbuhan diameter batang
sebesar 0.44 cm pertumbuhan diameter pada C1 (konsentrasi MOL 16% dengan 1
kali penyiraman) mengalami pertumbuhan besar diameter batang terkecil yakni
sebesar 0.394 cm. Pada grafik juga dapat dilihat bahwa pertumbuhan diameter
batang pada perlakuan C1 mengalami penurunan, hal ini dikarenakan terdapat 2
tanaman yang mati akibat serangan hama kutu putih.
Berdasarkan hasil uji anova menunjukan bahwa perbedaan konsentrasi
MOL berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan diameter tanaman. Hal ini terlihat
dari p value diameter batang (sig.) = 0.000 < 0.05. sedangkan frekuensi pemberian
MOL dinyatakan juga memberikan pengaruh nyata pada pertumbuhan diameter
batang tanaman tomat, hal ini ditunjukan dengan p value diameter batang (sig.) =
0.012 < 0.05. Hasil interaksi konsentrasi dan frekuensi pemberian MOL
menunjukan nilai p value diameter batang (sig.) = 0.000 < 0.05, yang berarti
terdapat interaksi antara konsentrasi dengan frekuensi pemberian MOL terhadap
pertumbuhan diameter batang tanaman tomat (lampiran 13).
Uji Tukey menunjukan bahwa pertumbuhan diameter batang pada
perlakuan B2 (8%, 2x) berbeda nyata terhadap semua perlakuan dapat
Tabel 4.2 Hasil Uji Tukey terhadap Diameter Batang Tanaman Tomat
Perlakuan Rata - rata
A 0.181a
B1 0.171a
B2 0.439b
C1 0.169a
C2 0.276a
D1 0.264a
D2 0.186a
E1 0.197a
E2 0.211a
3. Jumlah Buah Tanaman Tomat
Perhitungan jumlah buah pada tanaman tomat dilakukan selama bulan
awal bulan juni sampai pertengahan bulan juli saat tanaman tomat sudah
memasuki umur 3 bulan. Berikut adalah diagram hasil perhitungan jumlah buah
[image:59.595.102.493.226.584.2]tanaman tomat pada grafik 4.3.
Grafik 4.3 Jumlah buah tanaman tomat pada perlakuan perbedaan konsentrasi dan frekuensi pemberian mikroorganisme lokal dari bonggol pisang.
Dari Grafik diatas dapat dilihat bahwa produksi tomat pada perlakuan
B2 yakni perlakuan konsentrasi 8% dengan frekuensi 2 kali penyiraman
menghasilkan buah tomat dengan jumlah terbanyak yakni 74 buah dan
perlakuan yang paling sedikit menghasilkan buah adalah perlakuan B1 yakni
perlakuan konsentrasi MOL 8% dengan frekuensi 1 kali penyiraman
menghasilkan buah tomat sebanyak 3 buah. Berdasarkan hasil uji anova
31
3
74
9
38 35
7
4 5
0 10 20 30 40 50 60 70 80
menunjukan bahwa perbedaan konsentrasi MOL berpengaruh nyata terhadap
jumlah buah tanaman tomat. Hal ini terlihat dari p value jumlah buah (sig.) =
0.000 < 0.05. Frekuensi pemberian MOL dinyatakan memberikan pengaruh
nyata pada jumlah buah tanaman tomat, hal ini ditunjukan dengan p value
jumlah buah (sig.) = 0.001 < 0.05. Hasil interaksi konsentrasi dan frekuensi
pemberian MOL menunjukan nilai p value jumlah buah (sig.) = 0.000 < 0.05,
yang berarti terdapat interaksi antara konsentrasi dengan frekuensi pemberian
MOL terhadap jumlah buah tanaman tomat (lampiran 14).
Hasil analisis Uji Tukey menunjukan bahwa jumlah buah tanaman
tomat pada perlakuan B2 (8%, 2x) berbeda secara nyata terhadap tanaman
yang diberi perlakuan A (Kontrol), namun tidak berbeda nyata terhadap
perlakuan B1 (8%, 1x), perlakuan C1 (16%, 1), perlakuan D1 (24%,
1x),perlakuan D2 (16%, 2x), perlakuan E1 (32%, 1x) dan perlakuan E2 (32%,
[image:60.595.99.513.228.731.2]2x), namun tidak berbeda terhadap pelakuan C2 (16%, 2x) dapat dilihat pada
tabel 4.3.
Tabel 4.3 Hasil Uji Tukey terhadap Jumlah Buah Tanaman Tomat
Perlakuan Rata - rata
A 3.1a
B1 0.3a
B2 7.4b
C1 0.9a
C2 3.8ab
D1 3.5a
D2 0.7a
E1 0.4a
E2 0.5a
4. Berat basah buah Tanaman Tomat
Pengukuran berat basah pada tanaman tomat ini dilakukan ketika tanaman
tomat telah mengalami masa pematangan buah. Ketika buah sudah berwarna
kemerah-merahan atau merah maka buah sudah bisa dipetik. Pemetikan pada buah
tomat dilakukan secara berhati – hati supaya buah tomat tidak mengalami luka
yang menyebabkan buah tomat menjadi cepat busuk. Kemudian buah – buah
tomat yang sudah dipanen ini ditimbang dengan menggunakan timbangan electric.
[image:61.595.103.499.314.665.2]Berikut adalah diagram hasil perhitungan berat basah buah tanaman tomat pada
grafik 4.4.
Grafik 4.4 Berat basah buah tanaman tomat pada perlakuan perbedaan konsentrasi dan frekuensi pemberian mikroorganisme lokal dari bonggol pisang.
1104
104
6095
445 2800
2460
85 236 133
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000
Dari Grafik diatas dapat dilihat bahwa produksi tomat pada perlakuan
B2 yakni perlakuan konsentrasi 8% dengan frekuensi 2 kali penyiraman
menghasilkan buah tomat dengan berat basah terberat yakni 6.095 kg dan
perlakuan yang menghasilkan buah tomat paling rendah adalah perlakuan D2
yakni perlakuan konsentrasi 24% dengan frekuensi 2 kali penyiraman yakni
menghasilkan buah tomat seberat 85 gram.
Hasil uji anova menunjukan bahwa perbedaan konsentrasi MOL
berpengaruh nyata terhadap berat basah buah tanaman tomat. Hal ini terlihat
dari p value berat basah buah (sig.) = 0.000 < 0.05. Pada frekuensi pemberian
MOL dinyatakan memberikan pengaruh nyata pada berat basah buah tanaman
tomat, hal ini di