• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sintesis senyawa 4-asetamidofenil 2-(4-isobutilfenil) propanoat dari 2-(4-isobutilfenil) propanoat dan N-(4-hidroksifenil) asetamida.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sintesis senyawa 4-asetamidofenil 2-(4-isobutilfenil) propanoat dari 2-(4-isobutilfenil) propanoat dan N-(4-hidroksifenil) asetamida."

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

INTISARI

2-(4-isobutilfenil) propanoat merupakan suatu analgetika golongan Non Setroidal Anti Inflammatory Drugs (NSAIDs) yang penggunaannya dapat menimbulkan efek samping tukak peptik pada saluran pencernaan. Esterifikasi 2-(isobutilfenil) propanoat dengan N-(hidroksifenil) asetamida membentuk 4-asetamidofenil 2-(4-isobutilfenil) propanoat akan menurunkan efek samping dan meningkatkan efek terapi karena efek sinergis dari penggunaan secara bersamaan.

Metode yang digunakan untuk sintesis senyawa 4-asetamidofenil 2-(4-isobutilfenil) propanoat menggunakan prinsip esterifikasi Yamaguchi. Proses sintesis dilakukan dengan derivatisasi 2-(4-isobutilfenil) propanoat dengan benzoil klorida membentuk benzoil 2-(4-isobutilfenil) propanoat anhidrida yang kemudian akan direaksikan dengan N-(4-hidroksifenil) asetamida menggunakan katalis NaOH/etanol 0,1 N. Analisis senyawa hasil sintesis menggunakan uji warna dengan FeCl3, uji gas dengan NaHCO3, uji titik lebur, uji KLT dengan fase

diam silika gel GF254 dan fase gerak etil asetat, serta analisis spektroskopi IR.

Hasil analisis menunjukkan tidak ada perubahan warna menjadi ungu dengan penambahan FeCl3 dan tidak muncul gelembung gas dengan penambahan

NaHCO3. Senyawa hasil sintesis didapati tidak melebur hingga suhu 300°C. Hasil

uji KLT menunjukkan bahwa senyawa hasil sintesis telah murni. Interpretasi spektra IR menunjukkan adanya serapan gugus amida pada 1635,64 cm-1. Berdasarkan analisis tersebut maka disimpulkan bahwa senyawa hasil sintesis yang terbentuk adalah 4-asetamidofenil 2-(4-isobutilfenil) propanoat.

(2)

ABSTRACT

2-(4-isobutylphenyl) propanoic acid is a Non Steroidal Anti Inflammatory Drugs (NSAIDs) that can cause peptic ulcers in the gastrointestinal tract. Esterification of 2-(4-isobutylphenyl) propanoic acid with N-(4-hydroxyohenyl) acetamide to form 4-acetamidophenyl 2-(4-isobutylphenyl) propanoate will reduce the risk of peptic ulcers and deals synergistic effect due to its combination.

The synthesis method of 4-acetamidophenyl 2-(4-isobutylphenyl) propanoate using the principle of Yamaguchi esterification. Synthesis process carried-out by derivatization of 2-(4-isobutylphenyl) propanoic acid with benzoyl chloride to form benzoyl 2-(4-isobutylphenyl) propanoic acid anhydride that will be reacted with N-(4-hydroxyphenyl) acetamide in NaOH/ethanol 0.1 N as a catalyst. Analysis of synthesized compounds using FeCl3 color test, NaHCO3 gas

test, melting point test, TLC analysis with silica gel GF254 as stationary phase and

ethyl acetate as mobile phase, and IR spectroscopy analysis.

The result showed no color change to purple of FeCl3 test and no gas

appear of NaHCO3 test. Synthesized compound was not melted until 300°C. TLC

analysis showed that the compound synthesized has already pure. IR interpretation showed absorbtion at 1635.64 cm-1 of amide functional group.

Based on the analysis, it is concluded that the synthesized compound is 4-acetamidophenyl 2-(4-isobutylphenyl) propanoate.

(3)

i

SINTESIS SENYAWA 4-ASETAMIDOFENIL 2-(4-ISOBUTILFENIL) PROPANOAT DARI 2-(4-ISOBUTILFENIL) PROPANOAT DAN

N-(4-HIDROKSIFENIL) ASETAMIDA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh: Christian Gunawan

NIM : 108114078

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(4)
(5)
(6)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

“Thousands of candles can be lighted from a single candle, and the life of the candle will not be shortened. Happiness never decreases

by being shared” – Buddha

“Nilai tertinggi dari kemuliaan adalah dapat merendahkan hati, nilai

tertinggi dari kekayaan adalah gemar beramal, kaidah dalam situasi

kesusahan adalah tau diri, kaidah dalam kemiskinan adalah tiada

keinginan yang berlebihan” – Kong Hu Cu

“Durian berduri karena sedap isinya, kulit manggis pahit karena manis dalamnya. Dibalik

kesulitan, pasti ada kesenangan dan kebahagiaan” - Lao Tzu

Bersama ini, saya persembahakan karya ini kepada:

Buddha, Dhamma, Sangha

Keluargaku tercinta

Bapak/Ibu dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Sahabat dan teman-teman seperjuangan

(7)
(8)
(9)

vii

(10)
(11)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... v

PRAKATA... vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... viii

(12)

x

B. Tujuan Penelitian ... 6

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... 7

A. 2-(4-isobutilfenil) propanoat ... 7

B. N-(4-hidroksifenil) asetamida ... 8

C. Esterifikasi Yamaguchi ... 11

D. Analisis Pendahuluan ... 14

1. Pemeriksaan Organoleptis... 14

2. Pemeriksaan Warna dengan FeCl3... 14

3. Pemeriksaan Gas dengan Natrium Bikarbonat (NaHCO3) ... 15

E. Pemurnian dan Pemeriksaan Kemurnian Senyawa Hasil Sintesis.. 16

1. Rekristalisasi ... 16

2. Pemeriksaan Titik Lebur ... 17

3. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ... 17

F. Elusidasi Struktur ... 19

1. Spektrofotometri Inframerah (IR) ... 19

G. Landasan Teori ... 21

H. Hipotesis ... 21

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 22

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 22

B. Definisi Operasional ... 22

C. Bahan Penelitian ... 23

(13)

xi

E. Prosedur Penelitian ... 24

1. Rekristalisasi 2-(4-isobutilfenil) propanoat ... 24

2. Rekritalisasi N-(4-hidroksifenil) asetamida ... 24

3. Sintesis 4-asetamidofenil 2-(4-isobutilfenil) propanoat ... 24

4. Analisis Senyawa Hasil Sintesis ... 26

5. Elusidasi Struktur Senyawa Hasil Sintesis ... 27

F. Analisis Hasil ... 27

1. Perhitungan Rendemen ... 27

2. Analisis Pendahuluan ... 28

3. Pemeriksaan Kemurnian Senyawa Hasil Sintesis... 28

4. Elusidasi Struktur... 28

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 49

A. Kesimpulan... 49

B. Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 50

LAMPIRAN ... 54

(14)

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel I. Frekuensi inframerah gugus karbonil ... 20

Tabel II. Data organoleptis senyawa hasil sintesis dan starting material .... 35

Tabel III. Data uji warna dengan FeCl3 ... 36

Tabel IV. Data uji gas dengan natrium bikarbonat (NaHCO3) ... 37

Tabel V. Data titik lebur senyawa hasil sintesis dan starting material... 38

Tabel VI. Nilai Rf analisis KLT senyawa hasil sintesis ... 39

Tabel VII. Interpretasi spektra IR derivat 2-(4-isobutilfenil) propanoat ... 42

(15)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Mekanisme aksi NSAIDs ... 2

Gambar 2. Sturktur kimia ibuprofen ... 4

Gambar 3. Struktur 4-asetamidofenil 2-(4-isobutilfenil) propanoat ... 5

Gambar 4. Potensial elektrostatik asam karboksilat ... 8

Gambar 5. Struktur N-(4-hidroksifenil) asetamida ... 9

Gambar 6. Mekanisme aksi parasetamol ... 10

Gambar 7. Stabilisasi resonansi fenol... 10

Gambar 8. Skema esterifikasi Yamaguchi ... 11

Gambar 9. Derivatisasi asam karboksilat menjadi ahidrida ... 12

Gambar 10. Frekuensi streching IR asam karboksilat dan derivatnya ... 12

Gambar 11. Reaktivitas relatif derivat asam karboksilat... 13

Gambar 12. Reaksi fenol dengan FeCl3... 15

Gambar 13. Reaksi asam karboksilat dengan NaHCO3 ... 15

Gambar 14. Reaksi umum sintesis senyawa 4-asetamidofenil 2-(4-isobutilfenil) propanoat ... 21

Gambar 15. Aktivasi gugus karboksilat 2-(4-isobutilfenil) propanoat ... 29

Gambar 16. Analisis muatan 2-(4-isobutilfenil) propanoat... 30

Gambar 17. Analisis muatan 2-(4-isobutilfenil) propanoat terderivatisasi ... 30

(16)

xiv

Gambar 19. Analisis muatan 4-asetamidofenil 2-(4-isobutilfenil) propanoat. 32

Gambar 20. Analisis muatan etil 2-(4-isobutilfenil) propanoat ... 33

Gambar 21. Mekanisme reaksi derivatisasi 2-(4-isobutilfenil) propanoat ... 34

Gambar 22. Mekanisme reaksi sintesis senyawa 4-asetamidofenil 2-(4-isobutilfenil) propanoat ... 34

Gambar 23. KLT senyawa hasil sintesis pada fase gerak etil asetat... 39

Gambar 24. Spektra IR 2-(4-isobutilfenil) propanoat terderivatisasi ... 40

Gambar 25. Identifikasi gugus fungsi derivat 2-(4-isobutilfenil) propanoat .. 41

Gambar 26. Identifikasi gugus fungsi senyawa target ... 42

Gambar 27. Spektra IR senyawa hasil sintesis... 43

Gambar 28. Resonansi 2-(4-isobutilfenil) propanoat terderivatisasi ... 43

Gambar 29. Resonansi senyawa hasil sintesis ... 43

Gambar 30. Muatan atom karbon alkena rantai samping derivat 2-(4-isobutilfenil propanoat ... 45

Gambar 31. Muatan atom karbon alkena rantai samping senyawa target ... 45

Gambar 32. Ilustrasi vibrasi trans-bending out of plane ... 46

Gambar 33. Ilustrasi vibrasi cis-bending out of plane ... 46

(17)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Perhitungan rendemen senyawa hasil sintesis ... 54

Lampiran 2. Pembuatan larutan natrium nikarbonat (NaHCO3) 10% b/v... 58

Lampiran 3. Spektra IR 2-(4-isobutilfenil) propanoat... 59

Lampiran 4. Spektra IR N-(4-hidroksifenil) asetamida ... 60

Lampiran 5. Spektra IR derivat 2-(4-isobutilfenil) propanoat ... 61

(18)

xvi

INTISARI

2-(4-isobutilfenil) propanoat merupakan suatu analgetika golongan Non Setroidal Anti Inflammatory Drugs (NSAIDs) yang penggunaannya dapat menimbulkan efek samping tukak peptik pada saluran pencernaan. Esterifikasi 2-(isobutilfenil) propanoat dengan N-(hidroksifenil) asetamida membentuk 4-asetamidofenil 2-(4-isobutilfenil) propanoat akan menurunkan efek samping dan meningkatkan efek terapi karena efek sinergis dari penggunaan secara bersamaan.

Metode yang digunakan untuk sintesis senyawa 4-asetamidofenil 2-(4-isobutilfenil) propanoat menggunakan prinsip esterifikasi Yamaguchi. Proses sintesis dilakukan dengan derivatisasi 2-(4-isobutilfenil) propanoat dengan benzoil klorida membentuk benzoil 2-(4-isobutilfenil) propanoat anhidrida yang kemudian akan direaksikan dengan N-(4-hidroksifenil) asetamida menggunakan katalis NaOH/etanol 0,1 N. Analisis senyawa hasil sintesis menggunakan uji warna dengan FeCl3, uji gas dengan NaHCO3, uji titik lebur, uji KLT dengan fase

diam silika gel GF254 dan fase gerak etil asetat, serta analisis spektroskopi IR.

Hasil analisis menunjukkan tidak ada perubahan warna menjadi ungu dengan penambahan FeCl3 dan tidak muncul gelembung gas dengan penambahan

NaHCO3. Senyawa hasil sintesis didapati tidak melebur hingga suhu 300°C. Hasil

uji KLT menunjukkan bahwa senyawa hasil sintesis telah murni. Interpretasi spektra IR menunjukkan adanya serapan gugus amida pada 1635,64 cm-1. Berdasarkan analisis tersebut maka disimpulkan bahwa senyawa hasil sintesis yang terbentuk adalah 4-asetamidofenil 2-(4-isobutilfenil) propanoat.

(19)

xvii ABSTRACT

2-(4-isobutylphenyl) propanoic acid is a Non Steroidal Anti Inflammatory Drugs (NSAIDs) that can cause peptic ulcers in the gastrointestinal tract. Esterification of 2-(4-isobutylphenyl) propanoic acid with N-(4-hydroxyohenyl) acetamide to form 4-acetamidophenyl 2-(4-isobutylphenyl) propanoate will reduce the risk of peptic ulcers and deals synergistic effect due to its combination.

The synthesis method of 4-acetamidophenyl 2-(4-isobutylphenyl) propanoate using the principle of Yamaguchi esterification. Synthesis process carried-out by derivatization of 2-(4-isobutylphenyl) propanoic acid with benzoyl chloride to form benzoyl 2-(4-isobutylphenyl) propanoic acid anhydride that will be reacted with N-(4-hydroxyphenyl) acetamide in NaOH/ethanol 0.1 N as a catalyst. Analysis of synthesized compounds using FeCl3 color test, NaHCO3 gas

test, melting point test, TLC analysis with silica gel GF254 as stationary phase and

ethyl acetate as mobile phase, and IR spectroscopy analysis.

The result showed no color change to purple of FeCl3 test and no gas

appear of NaHCO3 test. Synthesized compound was not melted until 300°C. TLC

analysis showed that the compound synthesized has already pure. IR interpretation showed absorbtion at 1635.64 cm-1 of amide functional group. Based on the analysis, it is concluded that the synthesized compound is 4-acetamidophenyl 2-(4-isobutylphenyl) propanoate.

(20)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Non-Steroidal Anti-Inflamatory Drugs (NSAIDs) merupakan senyawa

kimia yang menghambat aktivitas enzim cyclooxigenase (COX-1 dan COX-2)

yang berperan dalam produksi prostaglandin seperti yang ditunjukkan pada

gambar 1 dibawah ini. Adanya gugus karboksilat akan membentuk interaksi

hidrogen dengan residu arginin pada posisi 120 baik pada COX-1 dan COX-2

secara irreversible, sehingga asam arakidonat tidak dapat menempati sisi aktif

enzim dan tidak dapat membentuk prostaglandin (Bhagavan, 2002).

Cyclooxigenase disebut juga prostaglandin sintase merupakan enzim yang

berperan dalam metabolisme asam arakidonat menjadi prostaglandin G2 (PGG2)

dan prostaglandin H2 (PGH2) yang merupakan prekursor prostanoid yang

memediasi timbulnya rasa nyeri (Tollison, Satterthwaite, and Tollison, 2002).

Terhambatnya sintesis prostaglandin akibat penggunaan NSAIDs akan

mengurangi distribusi sel darah putih yang memicu terjadinya peradangan. Selain

itu, NSAIDs juga dapat berperan dalam menekan rasa sakit karena dapat

menembus sawar darah otak sehingga mencegah prostaglandin dalam

memproduksi neuromodulator di sumsum tulang belakang yang dapat

(21)

2

Gambar 1. Mekanisme aksi NSAIDs (Golan, 2008)

Penggunaan NSAIDs sebagai salah satu pilihan terapi juga dapat

menimbulkan efek samping seperti tukak peptik. Tukak peptik (Peptic Ulcer

Disease) merupakan kerusakan pada mukosa gastrointestinal (GI) yang meluas

sampai ke mukosa otot yang terjadi di esofagus, lambung, atau duodenum. Tukak

peptik dapat diakibatkan karena dua hal yaitu infeksi bakteri Helicobacter pylori

atau karena konsumsi obat golongan anti-inflamasi nonsteroidal (NSAIDs)

(Brashers, 2003). Tukak peptik dapat digambarkan seperti erosi atau pengikisan

mukosa pada dinding lambung, pilorus, usus halus, dan esofagus. Pengikisan

mukosa tersebut hanya terjadi pada saluran gastrointestinal karena

ketidakseimbangan asam lambung dan pepsin. Tukak duodeni disebabkan karena

sekresi asam lambung yang berlebihan, sedangkan tukak lambung disebabkan

karena aktivitas bakteri Helicobacter pylori atau karena konsumsi NSAIDs dalam

(22)

3

Tukak peptik atau perdarahan lambung terjadi karena ketidakseimbangan

asam lambung dan pepsin dengan mekanisme pertahanan dan perbaikan mukosa.

Di Amerika Serikat, prevalensi tukak peptik mencapai angka 350.000 per tahun.

Angka kematian disebabkan tukak peptik ialah 6000 penderita per tahun dengan

3000 penderita tukak duodeni dan 3000 lagi penderita tukak lambung. Prevalensi

terjadinya tukak peptik pada Indonesia akibat penggunaan NSAIDs pada beberapa

penelitian ditemukan berkisar antara 6-15% terutama pada usia 20-50 tahun

(Suyono, 2001).

Ibuprofen merupakan suatu NSAIDs derivat asam propionat yang paling

sering digunakan sebagai analgesik terutama dalam pengobatan nyeri pada bagian

orofacial (Sharav, 2008). Penggunaan ibuprofen menjadi pilihan pertama dalam

terapi karena kemungkinan terjadinya efek samping yang paling kecil (Neal,

2010). Walaupun begitu, seperti halnya NSAIDs yang lain, ibuprofen juga dapat

menyebabkan perforasi dan perdarahan pada saluran pencernaan dengan rasio

2,9% dalam 1 milyar peresepan (Vane, Botting, and Botting, 1996). Efek samping

ibuprofen yang dapat menyebabkan tukak peptik kronis menjadi perhatian utama

bagi pasien yang memiliki riwayat penyakit pada saluran pencernaan. Selain itu,

penggunaan ibuprofen juga harus diperhatikan pada pasien yang mengkonsumsi

alkohol dan merokok yang dapat meningkatkan risiko terjadinya tukak peptik

(Aschenbrenner, 2009). NSAIDs menyebabkan kerusakan mukosa saluran cerna

melalui dua mekanisme: iritasi topikal dan inhibisi sistemik sintesis prostaglandin.

Dilaporkan lebih dari 80% pasien yang menderita tukak peptik akibat konsumsi

(23)

4

Gambar 2. Struktur kimia ibuprofen (Myers, 2007)

Gugus karboksilat (-COOH) pada ibuprofen seperti yang ditunjukkan

pada gambar 2 dapat menyebabkan perforasi atau perdarahan karena mengiritasi

topikal pada mukosa saluran gastrointestinal mengingat sifatnya yang asam. Salah

satu bentuk pengembangan untuk menekan efek samping yang ditimbulkan adalah

dengan menutup gugus karboksilat pada ibuprofen membentuk ester untuk

menekan keasaman. Bentuk ester dari ibuprofen tidak akan menghilangkan efek

farmakologisnya karena merupakan suatu prodrug yang akan terhidrolisis secara

in vivo membentuk ibuprofen kembali yang mempunyai efek terapetik

(Kankanala, Billur, Reddy, Mukkanti, and Pal, 2013). Sintesis ester ibuprofen

sebagai prodrug melibatkan reaksi dengan suatu alkohol. Komponen alkohol yang

dipilih adalah parasetamol, sehingga ketika prodrug terhidrolisis akan membentuk

parasetamol kembali yang aktif secara farmakologis dengan aktivitas sebagai

pereda rasa nyeri yang bekerja sinergis dengan ibuprofen dan tidak menimbulkan

interaksi dengan ibuprofen.

Parasetamol merupakan suatu alternatif obat analgesik turunan anilina

yang memiliki tingkat toleransi tinggi pada pasien yang memiliki gangguan

percernaan seperti maag. Akan tetapi penggunaan dalam dosis besar akan

(24)

4-5

asetamidofenil 2-(4-isobutilfenil) propanoat merupakan bentuk ester ibuprofen

dengan parasetamol akan menekan efek samping dari masing-masing komponen.

Didalam tubuh 4-asetamidofenil 2-(4-isobutilfenil) propanoat akan mengalami

hidrolisis secara in vivo oleh enzim esterase (Kwoon, 2001). Hidrolisis yang

terjadi akan membentuk kembali ibuprofen dan parasetamol yang kombinasi

keduanya akan memberikan efek yang sinergis (Torabinejad and Walton, 2009).

Gambar 3. Struktur 4-asetamidofenil 2-(4-isobutilfenil) propanoat

Dalam sintesis senyawa target, peneliti menggunakan prinsip dari metode

esterifikasi Yamaguchi. Metode esterifikasi Yamaguchi merupakan salah satu

metode esterifikasi yang merubah gugus karboksilat pada ibuprofen menjadi

gugus anhidrida yang lebih reaktif dibandingkan bentuk asamnya. Derivatisasi

ibuprofen menjadi suatu anhidrida menggunakan benzoil klorida dengan katalis

piridina. Anhidrida yang terbentuk memiliki reaktivitas yang lebih tinggi dan

dapat bereaksi dengan parasetamol menggunakan katalis NaOH/etanol

membentuk senyawa target yaitu 4-asetamidofenil 2-(4-isobutilfenil) propanoat.

1. Rumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut, permasalahan yang dapat dirumuskan

(25)

6

Apakah senyawa 4-asetamidofenil 2-(4-isobutilfenil) propanoat dapat disintesis

dari 2-(4-isobutilfenil) propanoat dan N-(4-hidroksifenil) asetamida?

2. Keaslian Penelitian

Sejauh penelusuran yang telah dilakukan oleh peneliti, penelitian

berjudul “sintesis senyawa 4-asetamidofenil 2-(4-isobutilfenil) propanoat dari

2-(4-isobutilfenil) propanoat dan N-(4-hidroksifenil) asetamida” belum pernah

dilakukan sebelumnya. Penelitian sejenis yang pernah dilakukan adalah “Stable

ester and amide conjugates of some NSAIDs as analgesc and antiinflammatory

compounds with improved biological activity” oleh Orhan, Burcu, Asli,

Nilufer, Yagmur, dan Erden yang dipublikasikan tahun 2011.

3. Manfaat Penelitian

a. Manfaat teoretis yang dapat diperoleh yaitu memberikan informasi terkait

sintesis senyawa 4-asetamidofenil isobutilfenil) propanoat dari

2-(4-isobutilfenil) propanoat dan N-(4-hidroksifenil) asetamida.

b. Manfaat metodologis yang dapat diperoleh yaitu memberikan informasi

terkait metode dalam sintesis senyawa 4-asetamidofenil 2-(4-isobutilfenil)

propanoat dari 2-(4-isobutilfenil) propanoat dan N-(4-hidroksifenil)

asetamida.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian yang dilakukan ini bertujuan untuk mensintesis

4-asetamidofenil 2-(4-isobutilfenil) propanoat dari 2-(4-isobutilfenil) propanoat dan

(26)

7

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. 2-(4-isobutilfenil) propanoat

Senyawa 2-(4-isobutilfenil) propanoat yang juga dikenal dengan

ibuprofen, merupakan NSAIDs turunan asam propionat yang dapat disintesis

dengan berbagai macam metode dari iso-butilbenzena dengan asetil klorida, lalu

iso-butilbenzofenon yang dihasilkan akan direaksikan dengan natrium sianida

yang selanjutnya akan mengalami proses dehidrasi, reduksi, dan hidrolisis

membentuk ibuprofen (Vardanyan and Hruby, 2006). NSAIDs turunan asam

propionat ini dapat menghambat sintesis prostaglandin karena aktivitasnya

sebagai inhibitor enzim siklooksigenase pada bagian periferal enzim. Terjadinya

tukak peptik dalam penggunaan NSAIDs turunan asam propionat tidak sebanyak

pengunaan NSAIDs golongan lainnya. Penggunaan NSAIDs turunan asam

propionat secara oral sangat cepat mengalami absorbsi dalam tubuh. Setelah

mengalami absorbsi, 99% dari turunan asam propionat akan terikat lama oleh

protein plasma yaitu albumin (Delisa and Walsh, 2005).

Senyawa 2-(4-isobutilfenil) propanoat memiliki rumus molekul C13H18O2

dengan bobot molekul 206,3 g/

mol. Ibuprofen memiliki titik lebur 77°C. Ibuprofen

sukar larut dalam air, mudah larut dalam pelarut organik seperti alkohol dan

aseton (Myers, 2007). 2-(4-isobutilfenil) propanoat merupakan suatu asam

(27)

8

dengan cincin benzena. Asam karboksilat merupakan asam organik dengan

tingkat keasaman yang lemah. Berdasarkan gambar 4 dibawah ini, asam

karboksilat alifatik dalam bentuk tidak terionisasi memiliki panjang ikatan C-O

yang lebih panjang yaitu 0,123 Å dibandingkan C=O dengan panjang ikatan 0,133

Å. Berbeda dalam keadaan terionisasi, panjang ikatan C-O akan ekivalen dengan

C=O yaitu 0,128 Å, hal tersebut diakibatkan karena adanya delokalisasi elektron

pada gugus karboksilat (Clungston and Rosalind, 2000).

Gambar 4. Potensial elektrostatik asam karboksilat (Clungston and Rosalind, 2000)

B. N-(4-hidroksifenil) asetamida

Senyawa N-(4-hidroksifenil) asetamida yang juga dikenal dengan

parasetamol atau asetaminofen, dapat digunakan sebagai analgesik ataupun

antipiretik pada pasien yang memiliki gangguan pada lambung karena sifatnya

yang tidak iritatif pada mukosa dinding lambung. Parasetamol tidak memiliki

aktivitas antiinflamasi karena afinitasnya dengan enzim siklooksigenase yang

(28)

9

dengan beberapa NSAIDs untuk suatu tujuan terapi karena kombinasi keduanya

akan memiliki onset dan efektivitas yang lebih baik daripada penggunaan

parasetamol saja (Mirzayan, 2006). Senyawa N-(4-hidroksifenil) asetamida

memiliki rumus molekul C8H9NO2 dengan bobot molekul 151,16 g/mol.

Parasetamol murni berupa serbuk kristal berwarna putih, tidak berbau, berasa

pahit, memiliki titik lebur 170°C. 1 gram parasetamol larut dalam 70 mL air

dingin, 20 mL air panas, 10 mL alkohol, 50 mL kloroform, 40 mL gliserin, dan

sedikit larut dalam eter (Remington, 2006).

Gambar 5. Struktur N-(4-hidorksifenil) asetamida (Remington, 2006)

Parasetamol dapat memberikan efek analgesik yang lebih baik jika

penggunaannya dikombinasikan dengan NSAIDs karena aktivitasnya dapat

berikatan dengan asam arakidonat yang merupakan substrat untuk membentuk

prostaglandin sehingga tidak dapat menempati sisi aktif enzim siklooksigenase

seperti ditunjukkan pada gambar 6. Disamping itu, adanya NSAIDs seperti

ibuprofen akan berikatan dengan sisi aktif enzim siklooksigenase sehingga enzim

tidak dapat merubah asam arakidonat menjadi prostaglandin yang merupakan

(29)

10

Gambar 6. Mekanisme aksi parasetamol (Lemke and Williams, 2012)

Parasetamol merupakan suatu senyawa fenolik karena pada strukturnya

terdapat gugusan hidroksil (-OH) yang terikat langsung pada suatu cincin

benzena. Dalam reaksinya, fenol tidak dapat teresterifikasi dengan asam asetat.

Suasana basa akan membuat fenol terionisasi, dimana ion fenoksida yang

terbentuk lebih reaktif fan dapat menyerang komponen elektrofilik yang ada.

Berbeda dengan suatu ion alkoksida, ion fenoksida dapat menstabilkan diri

melalui resonansi yang ditunjukkan pada gambar 7 (Murray, 1997).

(30)

11

C. Esterifikasi Yamaguchi

Metode Yamaguchi merupakan suatu metode esterifikasi yang merubah

asam karboksilat menjadi suatu anhidrida dengan suatu asil klorida. Seperti

ditunjukkan pada gambar 8, derivatisai asam karboksilat dibantu dengan

penggunaan basa amina yang akan men-deprotonasi asam karboksilat. Anhidrida

yang terbentuk akan direaksikan dengan dimethylaminopyridine (DMAP) sebagai

acylating agent yang akan membentuk acyl pyridinium dengan melepaskan suatu

asam karboksilat aromatis. Penambahan alkohol pada tahap selanjutnya akan

bereaksi dengan acyl pyridinium membentuk ester yang diinginkan (Li and Corey,

2007).

Gambar 8. Skema esterifikasi Yamaguchi (Dhimitruka and Lucia, 2005)

Esterifikasi Yamaguchi menggunakan reagen khas Yamaguchi yang

tidak lain adalah 2,4,6-trichlorobenzoyl chloride dengan katalis trietilamin (TEA)

dalam derivatisasi asam karboksilat menjadi suatu anhidrida (Dhimitruka and

Lucia, 2005). Reagen Yamaguchi tersebut dapat diganti dengan suatu asil klorida

lain yang lebih mudah didapat seperti benzoyl chloride. Mekanisme dari

(31)

12

nukleofil dan dilanjutkan dengan eliminasi klorida pada asil klorida yang

digunakan. Asam karboksilat akan bersifat sebagai nukleofil jika dikondisikan

dalam suasana basa (Starkey, 2012).

Gambar 9. Derivatisasi asam karboksilat menjadi anhidrida (Starkey, 2012)

Derivatisasi gugus karboksilat pada 2-(4-isobutilfenil) propanoat menjadi

suatu anhidrida akan meningkatkan reaktivitas sehingga substitusi nukleofilik oleh

N-(4-hidroksifenil) asetamida membentuk suatu ester akan lebih efektif. Tingkat

reaktivitas gugus pergi ditentukan oleh besarnya delokalisasi elektron terhadap

gugusan karbonil disebelahnya. Besarnya delokalisasi elektron yang terjadi dapat

ditentukan melalui pengukuran tingkat streching gugusan karbonil dengan

bantuan infra merah (Clayden, Greeves, and Warren, 2012).

Gambar 10. Frekuensi streching IR asam karboksilat dan derivatnya (Clayden dkk, 2012)

Kekuatan streching berdasarkan pengukuran infra merah digunakan

untuk menentukan kekuatan ikatan heteroatom terhadap suatu karbonil. Semakin

(32)

13

dengan karbonil, sehingga merupakan leaving group yang baik (Clayden dkk,

2012). Kekuatan leaving group juga dipengaruhi oleh perbedaan

elektronegatifitas, dimana semakin besar perbedaan elektronegativitas antara

heteroatom dengan karbonil maka atom C pada gugusan karbonil akan semakin

bersifat elektrofil (E+) sehingga substitusi nukleofilik oleh alkohol membentuk

ester menjadi semakin efektif (Starkey, 2012). Berdasarkan gambar 11 terlihat

bahwa gugus pergi pada anhidrida lebih baik daripada suatu asam karboksilat.

Gambar 11. Reaktivitas relatif derivat asam karboksilat (Starkey, 2012)

Derivatisasi ibuprofen menjadi suatu anhidrida dengan benzoil klorida

disebut dengan benzoilasi. Reaksi benzoilasi dilakukan pada suasana basa dan

biasa disebut dengan reaksi Schotten Baumann (Sethi, 2006). Prosedur sintesis

dari metode Yamaguchi adalah dengan mencampurkan asam karboksilat dengan

2,4,6-trichlorobenzoyl chloride (1 equivalen) dan trietilamin (TEA) (1 equivalen)

yang diaduk pada suhu ruangan selama 20 menit. Penyaringan dan pengeringan

menggunakan gas nitrogen digunakan untuk mengisolasi anhidrida yang

terbentuk. Anhidrida yang terbentuk kemudian dilarutkan dan dicampur dengan

komponen alkohol (1-2 equivalen) dan DMAP (2-4 equivalen) untuk

(33)

14

E. Analisis Pendahuluan

Analisis pendahuluan merupakan analisis untuk mengetahui karakteristik

dari senyawa hasil reaksi. Analisis pendahuluan yang dilakukan antara lain:

1. Pemeriksaan Organoleptis

Organoleptis didefinisikan sebagai suatu hal yang dapat dirasakan oleh

satu atau lebih indra manusia. Pemeriksaan organoleptik menggunakan indra

penciuman, perasa, sentuhan, dan penglihatan (Bart, 2006). Pemeriksaan

organoleptik dapat digunakan untuk menarik kesimpulan awal menggunakan

indra manusia, dimana karakter yang dievaluasi meliputi: warna, bau, rasa,

ukuran, bentuk, dan beberapa hal khusus seperti tekstur (Kokate, Purohit, and

Gokhale, 2009).

2. Pemeriksaan Warna dengan FeCl3

Uji kualitatif berdasarkan perubahan warna padatan dapat digunakan

untuk pemeriksaan apakah molekul target sudah terbentuk dan telah bersih dari

N-(4-hidroksifenil) asetamida. Pemeriksaan warna yang dilakukan didasarkan

atas reaksi pembentukan kompleks antara N-(4-hidroksifenil) asetamida yang

merupakan senyawa fenolik dengan FeCl3. Reaksi antara senyawa fenolik yang

akan bereaksi dengan FeCl3 akan membentuk kompleks berwarna ungu sampai

biru, hijau bahkan merah tergantung dari struktur senyawa fenolik yang

(34)

15

Gambar 12. Reaksi fenol dengan FeCl3 (Sagar, 1996)

Suatu senyawa kompleks dapat berwarna karena adanya transisi elektron

dari ion pusat akibat adanya ligan. Fe3+ merupakan ion logam transisi trivalen

dengan orbital molekul paramagnetik. Bentuk orbital molekul dari Fe3+ adalah

oktahedral yang kompleks ikatannya melibatkan ikatan sigma atau ikatan pi

dengan ligan (Sahoo, Nayak, Samantarai, and Pujapanda, 2012).

3. Pemeriksaan Gas dengan Natrium Bikarbonat (NaHCO3)

Uji kualitatif menggunakan NaHCO3 digunakan untuk identifikasi

apakah molekul target sudah terbentuk dan telah bersih dari 2-(4-isobutilfenil)

propanoat. Gas yang terbentuk didasarkan atas reaksi effervesen antara

NaHCO3 dengan 2-(4-isobutilfenil) propanoat yang merupakan suatu asam

karboksilat seperti ditunjukkan pada gambar 13. Pengujian ini spesifik untuk

2-(4-isobutilfenil) propanoat, NaHCO3 tidak bereaksi dengan N-(4-hidroksifenil)

asetamida karena tetapan disosiasi senyawa fenolik lebih rendah sekitar 10-10

dibandingkan dengan asam karboksilat sekitar 10-6 sampai 10-5 (Sethi, 2006).

Gambar 13. Reaksi asam karboksilat dengan NaHCO3 (Ahluwalia and

(35)

16

Pengujian asam karboksilat dilakukan pada kondisi bebas alkohol, jika

alkohol digunakan sebagai pelarut maka perlu dilakukan uji pelarut sebagai

kontrol (Ahluwalia and Dhingra, 2004). Dalam pengujian penyusun tidak

melarutkan 2-(4-isobutifenil) propanoat. Pengujian dilakukan langsung pada

serbuk kristal 2-(4-isobutilfenil) propanoat dibandingkan dengan senyawa hasil

sintesis.

F. Pemurnian dan Pemeriksaan Kemurnian Senyawa Hasil Sintesis

1. Rekristalisasi

Rekristalisasi merupakan salah satu metode pemurnian yang sangat

efektif. Metode ini digunakan untuk memisahkan suatu senyawa yang terlarut

dalam sistem yang tidak murni dengan cara didinginkan pada suhu ruangan.

Ketika pendinginan, senyawa tersebut akan mengkristal keluar dari sistem

larutan dimana pengotor lainnya terlarut dalam sistem. Rekristalisasi harus

menggunakan pelarut yang tepat karena proses ini didasarkan atas tingkat

keterlarutan senyawa pada suhu pelarut yang digunakan (Bansal, 2003).

Rekristalisasi suatu padatan merupakan teknik yang umum dilakukan

dalam pemurnian. Padatan dilarutkan dengan pelarut yang sesuai pada suhu

dimana zat yang diinginkan terlarut didalam sistem, dan dengan adanya

pendinginan maka zat terlarut akan kembali mengkristal. Proses rekristalisasi

tidak dapat menjamin kemurnian terhadap suatu senyawa, sehingga perlu

(36)

17

pengotor berwarna (jika perlu) dan filtrasi untuk menghilangkan pengotor yang

tidak terlarut didalam sistem (Gilbert and Martin, 2010).

2. Pemeriksaan Titik Lebur

Titik lebur suatu senyawa didefinisikan sebagai temperatur dimana

padatan dan cairan berada pada titik kesetimbangan. Pada kondisi

kesetimbangan, temperatur pada sistem tidak berubah tetapi terjadi penyerapan

kalor (Ramanathan, 2006). Pemeriksaan titik lebur sangatlah penting dalam

identifikasi senyawa organik. Titik lebur suatu padatan ditentukan pada saat

pertama padatan tersebut mulai meleleh. Titik lebur juga menunjukkan

kemurnian suatu senyawa. Titik lebur senyawa yang akurat dapat ditentukan

dengan menggunakan termometer terkalibrasi (Ahluwalia and Dhingra, 2004).

Rentang titik lebur menjadi kriteria dalam penentuan kemurnian suatu

senyawa. Umumnya, suatu senyawa dikatakan murni apabila mempunyai

rentang titik lebur yang tidak melebihi 2°C (MacKenzie, 1967). Rentang titik

lebur dihitung dari temperatur awal ketika padatan mulai meleleh hingga

semua sampel padatan meleleh semua. Tingkat kemurnian senyawa dilihat dari

rentang titik leburnya, jika memiliki rentang titik lebur yang sangat tajam yaitu

tidak lebih dari 2°C maka senyawa tersebut murni (Ramanathan, 2006).

3. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) adalah suatu metode analisis dimana

komponen fase gerak akan melewati fase diam sehingga campuran substansi

(37)

18

(KLT) mulai diperkenalkan pada tahun 1956 oleh E.Stahl, arti dari KLT itu

sendiri adalah pemisahan kromatografi yang terjadi pada suatu layer tipis yang

terdapat komponen padatan dan material pendukung yang disebut dengan fase

diam (Leach, 2007). Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan suatu teknik

pemisahan campuran senyawa yang mudah dan tidak mahal. Teknik

kromatografi ini biasa digunakan untuk memisahkan campuran senyawa

analgesik dengan menggunakan fase diam silika berfluoresensi dengan

menggunakan deteksi sinar UV (Pavia, Lampman, Kriz, and Engel, 2010).

Posisi atau bercak substrat (spot) pada lapisan Kromatografi Lapis Tipis

(KLT) dapat dideskripsikan sebagai retardation factor (Rf). Nilai retardation

factor (Rf) dihitung dari jarak titik tengah bercak dari titik awal, dengan nilai

retardation factor (Rf) selalu < 1 (Leach, 2007). Komponen fase diam yang

digunakan dalam penelitian ini adalah silika gel. Silika gel disiapkan melalui

presipitasi larutan sodium silicate (Na2SiO3). Lempeng KLT dengan silika gel

sebagai fase diam memiliki rata-rata ukuran pori antara 4-12 nm, dengan

konsentrasi gugus hidroksi (-OH) pada permukaan sekitar 8 µmol/m2, atau

sama dengan 5 gugus hidroksi (-OH) setiap mm2. Gypsum, pati, dan bahan

pengikat organik biasa digunakan sebagai campuuran silika gel sebagai

material pendukung (Spangenberg, Poole, and Weins, 2011).

Fase gerak yang digunakan dalam penelitian ini adalah etil asetat.

Penggunaan etil asetat didasarkan karena dapat memberikan resolusi

pemisahan yang bagus dalam memisahkan 2-(4-isobutilfenil) propanoat dan

(38)

19

diam silika gel GF 254 untuk 2-(4-isobutilfenil) propanoat yaitu 0,57 dan untuk

N-(4-hidroksifenil) asetamida yaitu 0,32 (Moffat, David, and Brian, 2011).

F. Elusidasi Struktur

Elusidasi stuktur merupakan teknik analisis suatu struktur senyawa.

Tahapan ini digunakan untuk identifikasi struktur senyawa hasil sintesis. Data

yang diperoleh dari elusidasi yang ditambah dengan berbagai macam uji kualitatif

yang dilakukan peneliti akan dapat menentukan struktur senyawa tersebut.

1. Spektrofotometri Inframerah (IR)

Spektrofotometri inframerah adalah teknik analisis spektrofotometri

tercepat dan termurah yang digunakan dalam kimia organik. Sampel dapat

berupa padatan, cairan, atau gas, dan dapat diukur dalam larutan dengan KBr

atau minyak mineral, kemudian spektra diperoleh dalam beberapa menit.

Identifikasi spektra inframerah menunjukkan gugus fungsi dari senyawa yang

dianalisis (Pavia dkk, 2010). Sampel yang akan dianalisis menggunakan

spektroskopi inframerah diletakkan pada material pendukung. Material standar

yang biasa digunakan sebagai material pendukung adalah kalium bromida

(KBr) dan barium fluorida (BaF2). Banyak material lain yang dapat digunakan

sebagai material pendukung, kalium bromida (KBr) merupakan material

pendukung yang biasa digunakan karena harganya yang relatif murah dan

dapat menyerap radiasi inframerah daerah tengah. Penggunaan kalium bromida

(KBr) sebagai material pendukung dapat memberikan informasi transmisi

(39)

20

Gugus karbonil dapat diidentifikasi berdasarkan spektra inframerah yang

diperoleh, dimana serapan pada frekuensi yang berbeda menunjukan gugus

fungsi yang berbeda pula:

Tabel I. Frekuensi Inframerah Gugus Karbonil (Cotes, 2000)

Frekuensi (cm-1) Gugus fungsional

1610-1550 Garam asam karboksilat

1680-1630 Amida

1690-1675 Kuinon atau keton terkonjugasi

1725-1700 Asam karboksilat

1725-1705 Keton

1740-1725 Adehida

1750-1725 Ester

1735 Lakton cincin segi enam

1760-1740 Alkil karbonat

1815-1770 Asil halida

1820-1775 Aril karbonat

1850-1800 / 1790-1740 Anhidrida asam rantai terbuka 1870-1820 / 1800-1775 Anhidrida cincin segi lima

2100-1800 Metal karbonil

Pada penelitian ini dilakukan derivatisasi 2-(4-isobutilfenil) propanoat

menjadi anhidrida dengan benzoil klorida. Sehingga interpretasi pita absorbsi

spesifik untuk indetifikasi terletak pada ester benzoat dengan daerah absorbsi

1730 – 1715 cm-1, spesifikasi untuk anhidrida asiklik terkonjugasi terletak pada

daerah 1775 – 1720 cm-1. Sementara untuk senyawa target, interpretasi pita

absorbsi untuk identifikasi terletak pada adanya gugusan amida pada

N-(4-hidroksifenil) asetamida. Pita absorbsi gugusan amida tumpang tindih dengan

gugusan karbonil yaitu pada daerah sekitar 1640 cm-1 (Silverstein, Francis,

(40)

21

G. Landasan Teori

Esterifikasi merupakan reaksi antara suatu alkohol dengan asam

karboksilat. Metode esterifikasi yang digunakan berdasarkan prinsip esterifikasi

Yamaguchi yaitu dengan derivatisasi asam karboksilat menjadi anhidrida.

Derivatisasi 2-(4-isobutilfenil) propanoat menggunakan benzoil klorida dengan

katalis piridina akan membentuk benzoil 2-(4-isobutilfenil) propanoat anhidrat

yang bertujuan untuk meningkatkan elektrofilisitas gugusan karbonil. benzoil

2-(4-isobutilfenil) propanoat anhidrat yang terbentuk akan direaksikan dengan

N-(4-hidroksifenil) asetamida yang merupakan senyawa golongan alkohol. Reaksi

antara N-(4-hidroksifenil) asetamida dengan derivat 2-(4-isobutilfenil) propanoat

berlangsung dalam suasana basa menggunakan katalis natrium hidroksida (NaOH)

dalam etanol membentuk 4-asetamidofenil 2-(4-isobutilfenil) propanoat.

Gambar 14. Reaksi umum sintesis senyawa 4-asetamidofenil 2-(4-isobutilfenil) propanoat

H. Hipotesis

Senyawa 4-asetamidofenil 2-(4-isobutilfenil) propanoat dapat disintesis

(41)

22

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian yang berjudul “Sintesis senyawa 4-asetamidofenil

2-(4-isobutilfenil) propanoat dari 2-(4-2-(4-isobutilfenil) propanoat dan

N-(4-hidroksifenil) asetamida” merupakan penelitian non-eksperimental deskriptif

non analitik karena pada penelitian ini tidak diberikan perlakuan pada subjek uji

dan hanya dipaparkan peristiwa yang terjadi sehingga tidak terdapat hubungan

sebab akibat didalamnya.

B. Definisi Operasional

1. Starting Material merupakan bahan awal yang digunakan dalam proses sintesis

4-asetamidofenil 2-(4-isobutilfenil) propanoat. Starting material yang

digunakan dalam penelitian yaitu 2-(4-isobutilfenil) propanoat dan

N-(4-hidroksifenil) asetamida.

2. Katalis adalah suatu senyawa yang digunakan dalam reaksi kimia yang

berfungsi mempercepat suatu reaksi dengan menurunkan energi aktivasinya.

3. Molekul target adalah molekul yang menjadi target dan diharapkan terbentuk

dari suatu proses sintesis. Senyawa yang diharapkan terbentuk adalah senyawa

(42)

23

4. Penimbangan hingga bobot tetap adalah berat pada penimbangan setelah zat

dikeringkan selama satu jam tidak berbeda lebih dari 0,5 mg/gram dari berat

zat pada penimbangan sebelumnya.

5. Rendemen senyawa hasil sintesis merupakan perbandingan antara jumlah

senyawa yang diperoleh dari hasil sintesis (aktual) dibandingkan dengan

jumlah senyawa yang didapatkan secara teoritis.

C. Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan antara lain: N-(4-hidroksifenil) asetamida

(pharmaceutical grade, Bratachem), 2-(4-isobutilfenil) propanoat (technical

grade, Bratachem), piridin (p.a., Merck), benzoil klorida (p.a., Merck), natrium

hidroksida (p.a., Merck), etanol absolut (p.a., Merck), tetrahidrofuran (p.a.,

Merck), toluena (p.a., Merck), aquadest (Laboratorium Kimia Organik

Universitas Sanata Dharma), etil asetat (p.a., Merck), aseton (p.a., Merck).

D. Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan meliputi: Neraca analitik (Mextler PM 100),

oven (Memmert Oven Model 400), pendingin alihn, alat-alat gelas, alat pengukur

titik lebur/melting point tester (MP70, Mettler Tolledo), sendok, galssfirn, kertas

saring, mikropipet, chamber kaca, lampu UV254, oven, lempeng KLT, baskom,

(43)

24

E. Prosedur Penelitian

1.Rekritalisasi 2-(4-isobutilfenil) propanoat

2-(4-isobutilfenil) propanoat ditimbang 10 gram menggunakan alas

kertas timbang. Dilarutkan dengan 80 mL etanol 96% dan diaduk menggunakan

magnetic stirer pada suhu ± 60°C selama 15 menit. Kemudian disaring

menggunakan corong Buchner dan pompa vakum yang telah dihangatkan. Filtrat

didinginkan dalam kulkas selama 24 jam. Kristal yang terbentuk disaring

kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu ± 40°C selama 24 jam.

2. Rekristalisasi N-(4-hidroksifenil) asetamida

N-(4-hidroksifenil) asetamida dilarutkan hingga jenuh dalam etanol 96%

sebanyak 80 mL. Kemudian disaring menggunakan corong Buchner dan pompa

vakum. Filtrat didinginkan dalam kulkas selama 24 jam. Kristal yang terbentuk

disaring kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu ± 40°C selama 24 jam.

3. Sintesis 4-asetamidofenil 2-(4-isobutilfenil) propanoat

a. Pembuatan larutan NaOH/etanol 0,1 N

Pelet NaOH ditimbang 800,0 mg menggunakan alas gelas arloji

kemudian dilarutkan dengan sedikit etanol absolut. Dituang kedalam labu

ukur 200 mL, ditambahkan etanol absolut hingga tanda lalu dilakukan

(44)

25

b. Derivatisasi 2-(4-isobutilfenil) propanoat

Kristal 2-(4-isobutilfenil) propanoat ditimbang lebih kurang 825,12

mg (4 mmol) menggunakan alas kertas timbang. Dituang ke dalam labu

alas datar lalu dilarutkan dalam 10 mL tetrahidrofuran (THF) dengan

bantuan 420 µL piridin. Diaduk menggunakan magnetic stirer selama 10

menit pada suhu ruangan. Ditambahkan 512 µL benzoil klorida, kemudian

dilanjutkan pengadukan selama 20 menit pada suhu ruangan.

c. Sintesis senyawa target

Endapan yang terbentuk hasil derivatisasi 2-(4-isobutilfenil)

propanoat dipisahkan dari sistem cairan dengan cara didekantir. Pada

tempat lain, kristal N-(4-hidrosifenil) asetamida sebanyak 604,64 mg (4

mmol) dilarutkan menggunakan 40 mL NaOH/etanol 0,1 N. Larutan

dimasukkan ke dalam labu alas datar tersebut, lalu dilanjutkan pengadukan

selama 24 jam pada suhu ruangan. Padatan yang terbentuk disaring

menggunakan kertas saring yang telah dijenuhkan dengan etanol. Padatan

kemudian dicuci dengan etanol dan dilakukan analisis KLT pada etanol

pencuci untuk mengetahui kemurnian senyawa hasil sintesis. Pencucian

dengan etanol dilakukan kembali jika senyawa hasil sintesis belum murni

dari starting material. Padatan yang telah murni kemudian dikeringkan

dalam oven pada suhu ± 40°C hingga bobot tetap dan dihitung

rendemennya, dilakukan replikasi sebanyak tiga kali dan dihitung

(45)

26

4. Analisis Senyawa Hasil Sintesis

a. Uji organoleptis

Dilakukan pengamatan bentuk, warna, dan bau dari senyawa hasil

dan dibandingkan dengan starting material yang digunakan.

b. Uji warna dengan FeCl3

Sejumlah kecil senyawa hasil sintesis ditempatkan dalam cawan

arloji, lalu diteteskan FeCl3 dan diamati ada tidaknya perubahan warna

yang terjadi. Hasil pengujian dibandingkan dengan pengujian pada

N-(4-hidrosifenil) asetamida.

c. Uji gas dengan natrium bikarbonat (NaHCO3)

Sejumlah kecil senyawa hasil sintesis ditempatkan dalam tabung

reaksi, lalu ditambahkan ± 5 mL larutan natrium bikarbonat 10 % b/v dan

diamati ada tidaknya gelembung gas yang muncul. Hasil pengujian

dibandingkan dengan pengujian pada 2-(4-isobutilfenil) propanoat.

d. Uji titik lebur

Sejumlah kecil senyawa hasil sintesis diisikan kedalam

electrothermal capillary tubes, dimasukkan dalam alat pengukur titik

lebur, diamati peleburan kristalnya dan dicatat suhu waktu pertama kali

melebur hingga kristal melebur semua. Hasil pengukuran kemudian

dibandingkan dengan hasil pengukuran titik lebur pada starting material

(46)

27

e. Uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Senyawa hasil sintesis dan starting material dilarutkan dalam

etanol. Masing-masing larutan tersebut ditotolkan pada lempeng silika gel

GF254 sebanyak 3 µL menggunakan pipa kapiler. Lempeng silika yang

akan digunakan diaktifkan terlebih dahulu pada suhu 110°C selama 30

menit. Elusi dilakukan dengan fase gerak etil asetat (100%) dengan jarak

elusi 10 cm. Bercak diamati dibawah sinar UV 254 nm, lalu dihitung nilai

Rf untuk masing-masing bercak.

5. Elusidasi Struktur Senyawa Hasil Sintesis

a. Spektrofotometri IR

Senyawa hasil sintesis sebanyak ± 0,5-1 mg dicampur dengan ± 10

mg KBr hingga homogen. Campuran tersebut kemudian dikempa menjadi

tablet. Cahaya inframerah kemudian dilewatkan pada cuplikan. Cahaya

tersebut akan dipecah menjadi frekuensi individunya oleh monokromator.

Intensitas relatif dari individu tersebut terukur pada detektor hingga

didapat spektra inframerah senyawa yang bersangkutan.

F. Analisis Hasil

1. Perhitungan Rendemen

Perhitungan rendemen senyawa hasil sintesis yang telah dimurnikan

dengan membandingkan bobot tetap senyawa hasil sintesis dengan bobot

(47)

28

% rendemen =

x 100%

2. Analisis Pendahuluan

Analisis pendahuluan senyawa hasil sintesis didasarkan pada data

organoleptis, uji warna dengan FeCl3, dan uji gas dengan natrium bikarbonat

(NaHCO3).

3. Pemeriksaan Kemurnian Senyawa Hasil Sintesis

Analisis kemurnian senyawa dilakukan didasarkan pada data uji titik

leleh dan uji kromatografi lapis tipis (KLT).

4. Elusidasi Struktur

Elusidasi struktur dari senyawa hasil sintesis didasarkan pada data

(48)

29

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Sintesis 4-asetamidofenil 2-(4-isobutilfenil) propanoat

Sintesis 4-asetamidofenil isobutilfenil) propanoat dari

2-(4-isobutilfenil) propanoat dan N-(4-hidroksifenil) asetamida didasarkan atas prinsip

reaksi esterifikasi Yamaguchi, yaitu dengan melakukan derivatisasi

2-(4-isobutilfenil) propanoat yang merupakan suatu asam karboksilat menjadi

anhidrida untuk meningkatkan reaktivitas atom C karbonil (C=O). Peneliti

melakukan derivatisasi karena N-(4-hidroksifenil) asetamida sulit untuk bereaksi

dengan 2-(4-isobutilfenil) propanoat mengingat reaktivitas 2-(4-isobutilfenil)

propanoat yang lemah.

Gambar 15. Aktivasi gugus karboksilat 2-(4-isobutilfenil) propanoat

Suatu anhidrida lebih reaktif dibandingkan asam karboksilat karena

elektrofilisitas atom C pada C karbonil (C=O) yang lebih besar pada anhidrida

dibandingkan asam karboksilat. Berdasarkan analisis muatan (charge)

menggunakan MarvinSketch 5.2.5.1, didapatkan bahwa muatan atom C pada C

(49)

30

karboksilat sebesar 0,15. Elektrofilisitas yang semakin besar akan memudahkan

esterifikasi oleh N-(4-hidroksifenil) asetamida membentuk senyawa target.

Gambar 16. Analisis muatan 2-(4-isobutilfenil) propanoat

Gambar 17. Analisis muatan 2-(4-isobutilfenil) propanoat terderivatiasi

Anhidrida yang terbentuk akan segera mengendap didalam pelarut yang

digunakan (THF). Tetrahidrofuran (THF) digunakan sebagai pelarut karena

sifatnya yang inert atau tidak menimbulkan reaksi samping dengan benzoil

klorida dan 2-(4-isobutilfenil) propanoat yang digunakan. Endapan yang terbentuk

kemudian dipisahkan dari sistem dengan cara dekantasi. Pemisahan endapan tidak

menggunakan teknik filtrasi karena sifat anhidrida yang higroskopis, sehingga

tidak adanya tetrahidrofuran (THF) yang melapisi padatan akan menyebabkan

padatan kontak dengan udara lembab yang akan membuat endapan melebur dan

(50)

31

Proses sintesis dilanjutkan dengan menambahkan N-(4-hidroksifenil)

asetamida yang dilarutkan dalan NaOH/etanol 0,1 M. Larutan tersebut kemudian

dicampurkan dengan derivat 2-(4-isobutilfenil) propanoat yang telah bebas dari

pelarut (THF). Penggunaan katalis basa (NaOH) dalam proses sintesis akan

mengionisasi gugus fenolik pada N-(4-hidroksifenil) asetamida menjadi ion

fenoksida sehingga lebih reaktif karena adanya kelebihan pasangan elektron

bebas.

Gambar 18. Aktivasi N-(4-hidroksifenil) asetamida

Pemilihan NaOH sebagai katalis reaksi juga disebabkan karena

esterifikasi dalam suasana basa akan memberikan banyak keuntungan

dibandingkan esterifikasi dalam suasana asam, diantaranya waktu reaksi yang

lebih singkat dan dapat berlangsung pada temperatur dan tekanan yang rendah.

Mengingat senyawa target berupa ester yang rentan mengalami hidrolisis karena

adanya air, pelarut yang digunakan untuk melarutkan NaOH adalah etanol. Etanol

digunakan karena dapat melarutkan derivat 2-(4-isobutilfenil) propanoat dan

N-(4-hidroksifenil) asetamida. Pemilihan etanol sebagai pelarut juga disebabkan

karena kemampuan solvolytic yang lebih kecil dibandingkan air. Berdasarkan

(51)

32

konstanta laju solvolisis dari air lebih besar dibandingkan etanol pada temperatur

yang sama.

Proses sintesis dilakukan selama 24 jam pada suhu ruangan dan disimpan

didalam kulkas selama 24 jam untuk mengoptimalkan endapan yang didapat

karena pada dasarnya kelarutan suatu senyawa akan berkurang pada suhu rendah.

Endapan yang terbentuk kemudian disaring dan dicuci menggunakan etanol untuk

memurnikan senyawa hasil sintesis dari N-(4-hidroksifenil) asetamida. Rata-rata

rendemen hasil sintesis yang didapatkan sedikit, yaitu sekitar 15,8 %. Hal tersebut

disebabkan karena perbedaan muatan C karbonil (C=O) dengan substituen pada

anhidrida lebih kecil dibandingkan dengan senyawa target.

Gambar 19. Analisis muatan 4-asetamidofenil 2-(4-isobutilfenil) propanoat

Perbedaan muatan pada senyawa target menunjukkan 0,43 (gambar 19),

sedangkan perbedaan muatan pada derivat 2-(4-isobutilfenil) propanoat

menunjukkan 0,38 (gambar 17). Semakin besar perbedaan muatan maka senyawa

tersebut akan semakin tidak stabil karena kemampuan leaving group yang

semakin besar. Oleh karena itu, substitusi oleh N-(4-hidroksifenil) asetamida

menjadi sulit berlangsung karena perbedaan muatan yang lebih besar pada

(52)

33

Sedikitnya rendemen yang didapatkan juga diakibatkan adanya stabiliasi

resonansi ion fenoksida pada N-(4-hidroksifenil) asetamida. Suatu anhidrida dapat

bereaksi dengan senyawa fenolik membentuk suatu ester walaupun reaktifitas

fenolik yang sangat lemah. Adanya stabilisasi resonansi elektron bebas pada atom

O yang disebarkan pada cincin benzena akan menurunkan nukleofilisitas

N-(4-hidroksifenil) asetamida.

Gambar 20. Analisis muatan etil 2-(4-isobutilfenil) propanoat

Penggunaan etanol sebagai pelarut tidak berpengaruh terhadap

banyaknya rendemen yang didapat walaupun etanol juga memungkinkan untuk

bereaksi dengan anhidrida membentuk ester yang lain. Berdasarkan gambar 20,

perbedaan muatan antara atom C karbonil (C=O) dengan substituen yang lebih

besar yaitu 0,58 dibandingkan senyawa target yaitu 0,43 sehingga etanol akan

semakin sulit untuk bereaksi dengan derivat 2-(4-isobutilfenil) propanoat

dibandingkan N-(4-hidroksifenil) asetamida. Selain itu, terjadinya reaksi samping

membentuk etil 2-(4-isobutilfenil) propanoat justru memudahkan substitusi oleh

N-(4-hidroksifenil) asetamida membentuk senyawa target mengingat perbedaan

muatan etil 2-(4-isobutilfenil) propanoat yang lebih besar dibandingkan senyawa

(53)

34

Gambar 21. Mekanisme reaksi derivatisasi 2-(4-isobutilfenil) propanoat

(54)

35

B. Analisis Senyawa Hasil Sintesis

1. Uji organoleptis

Hasil pemeriksaan organoleptis meliputi bentuk, warna, dan bau senyawa

hasil sintesis dibandingkan dengan starting material, yaitu 2-(4-isobutilfenil)

propanoat dan N-(4-hidroksifenil) asetamida ditunjukkan pada tabel II.

Tabel II. Data organoleptis senyawa hasil sintesis dan starting material

Pemerian N-(4-hidroksifenil)

Bentuk Serbuk kristal Serbuk kristal Serbuk

Warna Putih Putih Putih

Bau Tidak berbau Tidak berbau Tidak berbau

Dari hasil pemeriksaan, didapatkan bahwa senyawa hasil sintesis

memiliki profil organoleptis yang sama dengan starting material dalam hal warna

dan bau. Sehingga berdasarkan pemeriksaan organoleptis belum dapat

disimpulkan bahwa senyawa hasil sintesis telah terbentuk karena memiliki profil

organoleptis yang sama dengan starting material.

2. Uji warna dengan FeCl3

Uji warna menggunakan FeCl3 dilakukan kepada senyawa hasil sintesis

dibandingkan dengan N-(4-hidroksifenil) asetamida. Perubahan warna yang

(55)

36

yang merupakan senyawa fenolik membentuk kompleks warna berwarna ungu.

Hasil uji ditunjukkan pada tabel III.

Tabel III. Data uji warna dengan FeCl3

Keterangan N-(4-hidroksifenil)

asetamida Senyawa hasil sintesis

Sebelum penambahan FeCl3

Setelah penambahan FeCl3

Warna Ungu kehitaman Kuning

Berdasarkan hasil pengujian, dapat disimpulkan bahwa senyawa hasil

sintesis telah murni dari N-(4-hidroksifenil) asetamida karena tidak terjadi

perubahan warna menjadi ungu kehitaman seperti yang terlihat pada

N-(4-hidroksifenil) asetamida. Selain itu, tidak terjadinya perubahan warna menjadi

ungu menunjukkan bahwa senyawa hasil sintesis bukan merupakan

N-(4-hidroksifenil) asetamida dan tidak terdapat gugus fenolik.

3. Uji gas dengan natrium bikarbonat (NaHCO3)

Uji gas menggunakan NaHCO3 dilakukan kepada senyawa hasil sintesis

(56)

37

muncul didasarkan atas reaksi antara NaHCO3 dengan 2-(4-isobutilfenil)

propanoat yang merupakan suatu asam karboksilat melepaskan gas CO2. Hasil

pengujian ditunjukkan pada tabel IV.

Tabel IV. Data uji gas dengan natrium bikarbonat (NaHCO3)

Keterangan 2-(4-isobutilfenil)

propanoat Senyawa hasil sintesis

Gambar

Pengamatan Terdapat buih gas CO2 Tidak muncul gas CO2

Berdasarkan hasil pengujian, dapat disimpulkan bahwa senyawa hasil

sintesis telah murni dari 2-(4-isobutilfenil) propanoat karena tidak terjadi muncul

gelembung gas CO2 seperti yang terjadi pada 2-(4-isobutilfenil) propanoat. Selain

itu, tidak munculnya buih atau gas CO2 menunjukkan bahwa senyawa hasil

sintesis bukan merupakan 2-(4-isobutilfenil) propanoat dan tidak terdapat gugus

karboksil.

4. Uji titik lebur

Pengujian titik lebur dilakukan terhadap senyawa hasil sintesis.

Pengujian titik lebur dilakukan mulai dari suhu 40°C - 300°C untuk replikasi I, II,

dan III senyawa hasil sintesis. Berdasarkan hasil pengujian, diperoleh titik lebur

(57)

38

Tabel V. Data titik lebur senyawa hasil sintesis dan starting material

Senyawa Titik lebur

N-(4-hidroksifenil) asetamida 170°C 2-(4-isobutilfenil) propanoat 77°C Replikasi I senyawa hasil sintesis - Replikasi II senyawa hasil sintesis - Replikasi III senyawa hasil sintesis -

Dari hasil pengujian, dapat ditarik kesimpulan bahwa senyawa hasil

sintesis sudah bukan starting material yaitu N-(4-hidroksifenil) asetamida dan

2-(4-isobutilfenil) propanoat dan memiliki titik lebur lebih dari 300°C.

5. Uji kromatografi lapis tipis (KLT)

Uji dengan kromatografi lapis tipis (KLT) bertujuan untuk identifikasi

kualitatif apakah senyawa hasil sintesis telah. Senyawa hasil sintesis ditotolkan

pada plat KLT silika gel GF254 bersama dengan starting material yaitu

N-(4-hidroksifenil) asetamida dan 2-(4-isobutilfenil) propanoat lalu dielusikan

menggunakan fase gerak etil asetat. Pelarut yang digunakan adalah etanol baik

untuk starting material dan senyawa hasil sintesis. Parameter yang digunakan

adalah Rf untuk masing-masing bercak senyawa yang ditotolkan. Rf merupakan

perbandingan jarak bercak dengan jarak elusi dari titik awal penotolan. Jika hasil

elusi menunjukkan adanya perbedaan nilai Rf maka dapat dikatakan bahwa

senyawa hasil sintesis telah terbentuk. Uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT) juga

dapat digunakan untuk identifikasi kemurnian dari senyawa hasil sintesis dengan

meliihat ada tidaknya bercak dengan Rf yang sama pada starting material. Berikut

hasil analisis Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan data Rf ditunjukkan dengan

(58)

39

Gambar 23. KLT senyawa hasil sintesis pada fase gerak etil asetat

Keterangan :

Fase diam : silika gel GF254 Jarak elusi : 10 cm

Fase gerak : etil asetat Deteksi : UV 254 nm

Tabel VI. Nilai Rf analisis KLT senyawa hasil sintesis

Bercak Senyawa Rf

IBU 2-(4-isobutilfenil) propanoat 0,62

PCT N-(4-hidroksifenil) asetamida 0,40

R-I Pelarut replikasi I senyawa hasil sintesis - R-II Pelarut replikasi II senyawa hasil sintesis - R-III Pelarut replikasi III senyawa hasil sintesis -

Berdasarkan hasil analisis KLT, didapatkan bahwa totolan starting

material menghasilkan bercak tunggal dibawah sinar UV 254 nm. Sementara pada

senyawa hasil sintesis tidak didapatkan bercak, sehingga dapat disimpulkan

bahwa senyawa hasil sintesis telah murni dari starting material dan bukan

(59)

40

disebabkan karena senyawa hasil sintesis tidak terlarut dalam etanol, sehingga

analisis KLT digunakan untuk mengetahui kemurnian dari senyawa hasil sintesis

mengingat 2-(4-isobutilfenil) propanoat dan N-(4-hidroksifenil) asetamida sebagai

starting material larut dalam etanol.

C. Elusidasi Struktur Senyawa Hasil Sintesis

1. Spektrofotometri infra merah 2-(4-isobutilfenil) propanoat terderivatisasi

Spektrofotometri infra merah digunakan untuk mengetahui gugus

fungsional yang terdapat dalam senyawa uji. Setiap senyawa memiliki spektra IR

yang berbeda karena transisi elektron yang terjadi akan terkait dengan perubahan

vibrasi didalam molekul. Untuk memastikan apakah derivatisasi

2-(4-isobutilfenil) propanoat telah berlangsung, maka penyusun melakukan analisis

terhadap anhidrida yang terbentuk dan ditunjukkan pada gambar dibawah ini.

(60)

41

Spektra IR yang diperoleh menunjukkan adanya pita representatif dengan

gugus-gugus fungsi yang terdapat pada struktur derivat 2-(4-isobutilfenil)

propanoat. Gugus aromatik ditunjukkan dengan adanya serapan disebelah kiri

3000 cm-1 yaitu pada 3055,24 cm-1. Gugus gem-dimetil ditunjukkan dengan

adanya serapan doublet dengan intensitas yang hampir sama pada daerah sekitar

1385-1380 cm-1 yaitu 1381,03 cm-1 dengan intensitas 30,74 dan 1319,31 cm-1

dengan intensitas 30,78. Gugus C-H alkana ditunjukkan dengan adanya serapan

pada daerah 3000-2840 cm-1 yaitu pada 2924,09 cm-1. Gugus C-H alkena

ditunjukkan dengan adanya serapan pada daerah didekat 1416 cm-1 (

scissoring

in-plane) yaitu 1458,18 cm-1, serapan pada daerah 970 cm-1 dan 650 cm-1

(trans-bending out of plane) yaitu 948,98 cm-1 dan 671,23 cm-1 serta serapan pada daerah

sekitar 700 cm-1

(cis-bending out of plane) yaitu 779,24 cm-1. Gugus ester

ditunjukkan dengan adanya serapan kuat pada daerah 1300 – 1000 cm-1 yaitu pada

1080,14 cm-1.

Gambar 25. Identifikasi gugus fungsi derivat 2-(4-isobutilfenil) propanoat

Spesifik untuk senyawa derivat 2-(4-isobutilfenil) propanoat adanya

(61)

42

yaitu adanya serapan pada daerah 1775-1720 cm-1 yang ditunjukkan pada 1720,50

cm-1. Berikut interpretasi spektra infra merah derivat 2-(4-isobutilfenil) propanoat:

Tabel VII. Interpretasi spektra IR derivat 2-(4-isobutilfenil) propanoat

Gugus fungsional Bilangan

gelombang (cm-1) Intensitas

Gugus aromatik 3055,24 Medium, melebar

Gugus C-H alkana 2924,09 Medium, tajam

Gugus anhidrida asiklik terkonjugasi 1720,50 Lemah, tajam Gugus C-H alkena (scissoring in-plane) 1458,18 Lemah, tajam

Gugus gem-dimetil 1381,03 Lemah, tajam

1319,31 Lemah, tajam

Gugus ester (C-O) 1080,14 Medium, melebar

Gugus C-H alkena (trans –bending out of plane)

2. Spektrofotometri infra merah senyawa hasil sintesis

Spektra IR yang diperoleh menunjukkan adanya pita representatif dengan

gugus-gugus fungsi yang terdapat pada struktur senyawa hasil sintesis. Gugus

fungsional spesifik yang menunjukkan apakah senyawa hasil sintesis telah

terbentuk adalah adanya gugusan amida yang tidak terdapat pada derivat

2-(4-isobutilfenil) propanoat.

(62)

43

Gambar 27. Spektra IR Senyawa Hasil Sintesis (pelet KBr)

Gugus karbonil terdapat pada daerah 1850 – 1650 cm-1 yang ditunjukkan

pada 1851,66 cm-1. Intensitas gugus karbonil dari senyawa hasil sintesis tidak kuat

seperti derivat 2-(4-isobutilfenil) propanoat disebabkan karena adanya gugus

pendonor elektron disamping gugus karbonil yang memicu terjadinya resonansi

sehingga intensitasnya berkurang.

Gambar 28. Resonansi derivat 2-(4-isobutilfenil) propanoat

Gambar

Tabel I. Frekuensi inframerah gugus karbonil .............................................
gambar 1 dibawah ini. Adanya gugus karboksilat akan membentuk interaksi
Gambar 1. Mekanisme aksi NSAIDs (Golan, 2008)
Gambar 3. Struktur 4-asetamidofenil 2-(4-isobutilfenil) propanoat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian ini diharapkan mendapatkan senyawa baru yaitu N -(4- Hidroksifenil) propionamida golongan analgesik dalam bidang farmasi, sehingga pengembangan sintesis

Pengembangan ini dilakukan untuk mendapatkan senyawa baru yang memiliki aktivitas analgesik yang lebih besar dibandingkan asetaminofen.. Sintesis

Dari hasil penelitian ini diharapkan senyawa O-benzoil-5-kloro asam salisilat hasil reaksi sintesis struktur 5-kloro asam salisilat dengan peraksi benzoil klorida

Untuk meningkatkan aktivitas analgesik asam salisilat, dilakukan sintesis struktur kimia dari 5-bromo asam salisilat dengan benzoil klorida melalui reaksi

Sintesis senyawa N-3,4-diklorobenzoilsefaklor dilakukan melalui reaksi asilasi gugus amina primer rantai samping sefaklor dengan 3,4-diklorobenzoil klorida pada

Telah dilakukan sintesis senyawa melalui reaksi asilasi gugus amina primer pada rantai samping sefaklor monohidrat dengan 4-klorobenzoil klorida.. Senyawa

hasil pada sintesis turunan isokumarin bila benzoil. klorida diganti dengan p-metoksibenzoil

Dari hasil sintesis didapatkan senyawa N-(2-nitrobenzil)-1,10- fenantrolinium klorida yang berupa padatan amorf berwarna dengan rerata rendemen yang optimal sebesar 37%+5%,