• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori 1. Belajar dan Pembelajaran Biologi

a. Hakikat Belajar Biologi

Belajar menurut Trianto (2009:9) pada hakikatnya adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang.

Perubahan tersebut dapat diindikasikan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, kecakapan, keterampilan dan kemampuan, serta perubahan aspek-aspek yang lain yang ada pada individu yang belajar. Belajar pada dasarnya merupakan perubahan tingkah laku seseorang melalui pengalaman. Pengalaman dalam proses belajar ialah bentuk interaksi antara individu dengan lingkungannya.

Belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan- perubahan dalam pengetahuan pemahaman, keterampilan dan nilai sikap.

Perubahan ini bersifat relatif kontan dan berbekas. Belajar yang baik itu dengan mengalami dan menggunakan panca indra. Kata lainnya belajar adalah suatu cara mengamati, membaca, meniru, mengintimasi, mencoba sesuatu, mendengar dan mengikuti arah tertentu (Riyanto, 2009).

(2)

commit to user

Belajar biologi khususnya mata kuliah kimia klinik di AAK Nasional meliputi belajar teori di kelas maupun praktik di laboratorium.

Mahasiswa belajar dengan melakukan unjuk kerja, menimba pengalaman melalui pengamatan, demonstrasi dan melakukan eksperimen. Pada materi analisis faal hati dan bilirubin diharapkan mahasiswa mampu menganalisis specimen laboratorium baik yang normal maupun abnormal. Oleh karenanya membutuhkan ketelitian, kecermatan dan bekerjasama.

b. Pembelajaran Biologi

Pembelajaran menurut Trianto (2009) secara sederhana dapat diartikan sebagai produk interaksi berkelanjutan antara pengembangan dan pengalaman hidup. Makna yang lebih kompleks pembelajaran hakikatnya adalah usaha sadar dari seseorang dosen untuk membelajarkan mahasiswanya dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan.

Pembelajaran merupakan interaksi dua arah dari seorang dosen dan mahasiswa, antara keduanya terjadi komunikasi yang intens dan terarah menuju pada suatu target yang telah ditetapkan sebelumnya.

Hardy dan Fleer (1996) sains memiliki beberapa pengertian dan fungsi yang meliputi: 1) sains sebagai kumpulan pengetahuan (body of knowledge); 2) sains sebagai suatu proses; 3) sains sebagai kumpulan nilai, dan 4) sains sebagai suatu cara mengenal dunia. Sains sebagai kumpulan nilai menekankan pada aspek nilai ilmiah yang melekat dalam sains, termasuk didalamnya kejujuran, rasa ingin tahu, dan keterbukaan saat dan setelah seseorang melakukan proses-proses sains.

(3)

commit to user

Sains pada hakikatnya adalah proses penemuan adapun output dari proses tersebut meliputi: 1) proses, yakni proses yang bertujuan agar mahasiswa memiliki kemampuan mengamati, mengumpulkan data, mengolah data, menginterpretasikan data, menyimpulkan, dan mengkomunikasikan. Proses sains mengarah pada suatu rangkaian yang logis yang dilakukan oleh ilmuwan. Observasi, identifikasi masalah perumusan hipotesis, melakukan eksperimen, pencatatan dan pengolahan data, pengujian kebenaran serta menarik kesimpulan merupakan unsur proses sains yang sering dilakukan oleh para ilmuwan (Carin & Sound, 1989); 2) produk, yakni produk sains yang diperoleh melalui proses penemuan. Produk sains berupa konsep, dalil, ukum, teori dan prinsip; 3) sikap, yakni selain ada keterampilan proses yang dimiliki serta produk yang dihasilkan, diharapkan tumbuh sikap yang muncul setelah proses tersebut dilalui seperti; terbuka, obyektif, berorientasi pada kenyataan, bertanggungjawab, bekerjasama dan lain-lain (Siahaan & Suyana, 2010).

Mengacu pada hakikat sains, dosen perlu merancang dan melaksanakan pembelajaran yang memungkinkan, mahasiswa secara aktif melakukan proses sains. Pembelajaran biologi di AAK Nasional disamping memahami dan mempelajari konsep-konsep, teori-teori, idealnya juga memfasilitasi mahasiswa untuk menemukan konsep atau teori melalui pengalaman. Gambaran pembelajaran biologi di AAK Nasional idealnya diorganisasi dengan lebih baik antara peran dosen, peran mahasiswa dan posisi sumber belajar. Fungsi dosen idealnya bukan

(4)

commit to user

satu-satunya sumber belajar, melainkan menciptakan peluang dan kondisi yang memungkinkan mahasiswa dapat berinteraksi dengan obyek belajar sebagai sumber belajar.

2. Teori-teori Belajar a. Teori Kontruktivisme

Teori kontruktivis menyatakan bahwa mahasiswa harus menemukan sendiri dan menstransformasikan informasi yang kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Menurut teori kontruktivis, mahasiswa harus membangun sendiri pengetahuan dalam benaknya, sementara dosen dapat memberikan kemudahan dengan memberikan kesempatan mahasiswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri dan mengajar mahasiswa secara sadar dalam menggunakan strategi mereka dalam belajar (Trianto, 2011).

Secara garis besar, prinsip-prinsip konstruktivis yang diterapkan dalam belajar mengajar meliputi: 1) pengetahuan dibangun oleh mahasiswa sendiri; 2) pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari dosen ke mahasiswa, kecuali hanya dengan keaktifan mahasiswa itu sendiri untuk menalar; 3) mahasiswa aktif mengkonstruksi secara terus menerus sehingga selalu terjadi konsep ilmiah; 4) dosen membantu menyediakan saran dan situasi agar proses konstruksi berjalan lancar; 5) menghadapi masalah yang relevan dengan mahasiswa; 6) struktur pembelajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan; 7) mencari dan menilai

(5)

commit to user

pendapat mahasiswa; 8) menyesuaikan kurikulum yang menanggapi anggapan mahasiswa (Cahyo, 2013).

Hill (dalam Cahyo, 2013), mengatakan pembentukan pengetahuan menurut kontruktivis memandang subjek aktif menciptakan struktur- struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan. Belajar lebih diarahkan pada experimental learning, yaitu adaptasi kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkret di laboratorium, diskusi dengan teman yang kemudian dijadikan ide dan pengembangan konsep baru.

Nur (dalam Trianto, 2009) menurut teori kontruktivis ini, satu prinsip yang paling penting bahwa dosen tidak sekedar memberikan pengetahuan kepada mahasiswa, melainkan mahasiswa harus membangun sendiri pengetahuan dalam benaknya. Dosen dapat memberikan kemudahan untuk proses menemukan dan menerapkan ide-ide mereka sendiri.

Teori kontruktivis relevan dengan model problem posing dan CBL.

Kedua model tersebut merupakan model pembelajaran berbasis masalah.

Dengan adanya masalah mendorong mahasiswa untuk mencari penyelesaiannya, mulai dari mengidentifikasi masalah, merumuskan masalah, membuat hipotesis dan melakukan percobaan untuk menjawab masalah yang muncul. Belajar berbasis masalah diharapkan dapat membangun konsepdalam diri mahasiswa sebagai produk dalam proses pembelajaran, sehingga lulusan AAK Nasional diharapkan memiliki

(6)

commit to user

kepekaan yang tinggi terhadap fenomena ataupun kasus yang muncul ketika berhadapan dengan dunia nyata.

b. Teori Belajar Sosial Vygotsky

Vigotsky (dalam Cahyo, 2013) menyatakan bahwa pengetahuan dibentuk baik secara pribadi maupun secara interaksi sosial dan kultural dengan orang-orang yang lebih tahu tentang hal itu dan lingkungan yang mendukung. Konstruktivis sosiologis menyatakan bahwa pengetahuan dibentuk oleh masyarakat sosial.

Berkaitan dengan pembelajaran, Vigotsky (dalam Slavin, 1997) mengemukakan empat prinsip teori social Vigotsky meliputi: 1) pembelajaran sosial (social learning), yakni mahasiswa belajar melalui interaksi bersama dengan orang dewasa atau teman yang lebih cakap; 2) zone of proximal development, yakni mahasiswa akan dapat mempelajari konsep-konsep dengan baik jika menyelesaikan masalah setelah mendapat bantuan dari orang dewasa atau temannya; 3) masa magang kognitif (cognitive apprenticeship), yakni suatu proses yang menjadikan mahasiswa sedikit demi sedikit memperoleh kecakapan intelektual melalui interaksi dengan orang yang lebih ahli, orang dewasa, atau teman yang lebih pandai; 4) pembelajaran termediasi (mediated learning), Vigotsky menekankan pada scaffolding, mahasiswa diberi masalah yang komplek, sulit dan realistis dan kemudian diberikan bantuan secukupnya dalam memecahkan masalah siswa (Cahyo, 2013).

(7)

commit to user

Teori sosial Vygotsky relevan dengan model problem posing dan CBL di AAK Nasional.Penyelesaian masalah menggunakan model problem posing dan CBL mengajak mahasiswa ke dalam diskusi dan kerjasama dalam kelompok untuk memecahkan masalah. Bekerjasama dalam kelompok 3-4 mahasiswa dalam tiap kelompok dapat membangun interaksi sosial, bertukar pikiran dan mengutarakan gagasan untuk memecahkan masalah sehingga mahasiswa dapat membangun kemampuan berfikirnya.

c. Teori Belajar Bruner

Belajar menurut Bruner adalah belajar penemuan (discovery learning).Dahar (dalam Triyanto, 2011), belajar penemuan merupakan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik. Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, akan menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna.

Belajar penemuan dapat dikembangkan dengan menggunakan scaffolding yaitu sebuah alat yang mengatasi masalah diluar kapasitas mahasiswa berupa sejumlah bantuan kepada mahasiswa selama tahap awal pembelajaran kemudian mahasiswa mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar setelah ia dapat melakukannya. Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan untuk menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pembelajaran, memberikan contoh atau yang lain

(8)

commit to user

sehingga memungkinkan mahasiswa tumbuh mandiri. Selain scaffolding, peran dialog juga penting dalam belajar penemuan, interaksi sosial dibutuhkan untuk mengatasi suatu masalah (Arends, 2008).

Teori Bruner relevan dengan model problem posing dan CBLdi AAK Nasional. Masalah yang menjadi sumber utama mahasiswa dalam belajar mendorong mahasiswa untuk mencari alternatif pemecahan masalah dalam beberapa cara. Salah satu cara yang digunakan untuk memecahkan masalah adalah metode praktikum atau eksperimen.

Praktikum melatih kemampuan psikomotor mahasiswa melalui pengalaman nyata.Selama praktikum berlangsung, mahasiswa menemukan cara-cara yang tepat untuk memperoleh jawaban atas rumusan masalahnya.

d. Teori Belajar John Dewey

Menurut John Dewey metode reflektif di dalam memecahkan masalah yaitu suatu proses berfikir aktif, hati-hati, yang dilandasi proses berpikir kearah kesimpulan-kesimpulan yang definitif melalui lima langkah: 1) mengenali masalah, dan masalah itu dating dari luar mahasiswa itu sendiri; 2) menyelidiki dan menganalisis kesulitannya dan menentukan masalah yang dihadapinya; 3) menghubungkan uraian-uraian hasil analisis, mengumpulkan berbagai kemungkinan guna memecahkan masalah tersebut; 4) menimbang kemungkinan jawaban atau hipotesis; 5) mencoba mempraktikkan salah satu kemungkinan pemecahan yang

(9)

commit to user

dipandang paling baik. Hasilnya akan membuktikan benar atau tidaknya pemecahan masalah itu, apabila pemecahan masalah itu salah atau kurang tepat maka akan dicoba kemungkinan lain sampai ditemukan pemecahan masalah yang tepat (Trianto, 2011).

Teori John Dewey sangat relevan dengan model problem posing dan CBL di AAK Nasional khususnya mata kuliah kimia klinik.

Pemecahan masalah merupakan tujuan penerapan kedua model tersebut.Masalah yang menjadi sumber utama mahasiswa dalam belajar mendorong mahasiswa untuk memecahkannya. Belajar pemecahan masalah merupakan serangkaian kegiatan dan langkah-langkah yang dinamis mulai dari mengenali masalah, mengidentitifikasi masalah, membahas alternatif masalah sampai pada akhirnya mahasiswa bisa menarik kesimpulan. Keterlibatan mahasiswa dalam memecahkan masalah menunjukkan bahwa mahasiswa berproses secara aktif terhadap kemampuan berpikirnya.

3. Model Problem Posing

a. Pengertian Problem Posing

Model pembelajaran problem posing mulai dikembangkan oleh Engglish (1997). Awal mulanya diterapkan dalam pembelajaran matematika, kemudian dikembangkan dalam pembelajaran yang lain.

Problem berarti masalah atau soal, sehingga pengajuan masalah dipandang sebagai suatu tindakan merumuskan masalah dari situasi yang diberikan.

Pengajuan masalah berkaitan dengan kemampuan memotivasi mahasiswa

(10)

commit to user

melalui perumusan situasi yang menantang, sehingga mahasiswa dapat mengajukan pertanyaan yang dapat diselesaikan dan berakibat kepada kemampuan dalam memecahkan masalah.

Model problem posing adalah suatu model pembelajaran yang mewajibkan mahasiswa untuk mengajukan masalah secara mandiri.

Pengajuan masalah menurut Brown dan Walter terdiri dari dua aspek penting yaitu accepting dan challenging. Accepting, mahasiswa merasa tertantang dari situasi yang diberikan, sementara challenging, mahasiswa merasa tertantang dari situasi yang diberikan dan melahirkan kemampuan untuk mengajukan masalah, sehingga mampu mengembangkan proses nalar mereka (Tobroni dan Mustofa,2011).

Menurut Ruwaidah, dkk. (2012), keterlibatan mahasiswa dalam belajar menggunakan model problem posing merupakan indikator keefektifan belajar. Mahasiswa tidak hanya menerima materi yang disampaikan pengajar, tetapi mahasiswa juga berusaha menggali dan mengembangkan diri. Hasil belajar tidak hanya pada peningkatan pengetahuan tetapi juga peningkatan ketrampilan bepikir. Hal ini relevan dengan penelitian Astra (2012), bahwa terdapat pengaruh pembelajaran problem posing tipe pre solution posing terhadap hasil belajar fisika siswa SMA. Siswa terlibat secara aktif menggali dan mengembangkan diri.

Selain itu problem posing mampu mengembangkan keterampilan berpikir kreatif, kritis, dan logis.

(11)

commit to user

Proses belajar mengajar merupakan kegiatan interaksi antara dosen dengan mahasiswa dan komunikasi timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan belajar. Interaksi timbal balik antara dosen dan mahasiswa merupakan ciri dan syarat utama bagi berlangsungnya proses belajar mengajar. Bruner menambahkan bahwa belajar menyangkut tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan.

Ketiga proses tersebut adalah: 1) memperoleh informasi baru; 2) terjadi transformasi pengetahuan; 3) menguji relevansi dan ketetapan pengetahuan (Rustaman, 2005).

b. Sintaks Problem Posing

Pembelajaran model problem posing menurut Suparmi,dkk (2013), mengungkapkan enam tahap dalam pembelajaran problem posing yaitu : Tabel 2.1Sintaks Problem Posing

Tahap – tahap Pembelajaran Problem Posing 1. Mengidentifikasi masalah

2. Menampilkan permasalahan

3. Membahas alternative pemecahan masalah 4. Mendiskusikan masalah

5. Penerapan konsep pada situasi baru 6. Mempresentasikan hasil

Suparmi, dkk (2012).

Mencari pemecahan masalah tidak harus didapatkan satu solusi, sehingga mahasiswa dilatih untuk mencari kemungkinan solusi yang lain dengan mengembangkan konsekuensi yang diterima jika mereka mengambil salah satu solusi masalah tersebut. Masalah yang diajukan dalam pembelajaran problem posing tidak harus baru, akan tetapidapat mengangkat kembali permasalahan yang telah ada atau bahkan masalah

(12)

commit to user

yang telah diperoleh solusinya. Menurut Dunker (2010) bahwa problem posing tidak bisa dipisahkan dengan problem solving. Setiap langkah dari pemecahan masalah akan selalu ada pengajuan masalah didalamnya.

Pelajaran-pelajaran pemecahan masalah mempunyai tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Tujuan jangka pendek adalah agar mahasiswa mampu memecahkan masalah dan mampu memahami konten yang ada dibalik masalah. Tujuan jangka panjangnya adalah agar mahasiswa memahami proses pemecahan masalah dan berkembang sebagai pembelajaran self-directed dengan memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk melakukan penyelidikan dan mendorong mahasiswa untuk merefleksikan proses-proses pemecahan masalah saat pembelajaran berlangsung (Jacobsen, dkk. 2009).

Berdasarkan pendapat para ahli, problem posing adalah bentuk model pembelajaran yang menekankan pada pengajuan soal atau perumusan masalah oleh mahasiswa dan disertai jawaban dari permasa- lahan tersebut. Model pembelajaran problem posing diterapkan dengan menggali kemampuan mahasiswa untuk mengerjakan soal-soal sejenis uraian, agar penerapan model pembelajaran problem posing dapat optimal.

Kemampuan tersebut akan tampak dengan jelas bila mahasiswa mampu mengajukan soal-soal secara mandiri maupun berkelompok. Kemampuan mahasiswa untuk mengerjakan soal tersebut dapat diketahui melalui kemampuannya untuk menjelaskan penyelesaian soal latihan.

(13)

commit to user c. Penerapan Model Problem Posing

Penerapan model pembelajaran problem posing dapat melatih belajar kreatif, disiplin, dan meningkatkan pemahaman konsep. Model pembelajaran problem posing dapat dikembangkan dengan memberikan suatu masalah yang belum terpecahkan dan meminta mahasiswa untuk menyelesaikannya. Silver (1994) menjelaskan bahwa pengajuan soal mandiri dapat diaplikasikan dalam 3 bentuk aktivitas kognitif yakni sebagai berikut: 1) problem posing tipe pre-solution posing, mahasiswa membuat pertanyaan dan jawaban berdasarkan pernyataan yang dibuat oleh dosen. Pernyataan dibuat dosen, sedangkan mahasiswa membuat pertanyaan dan jawabannya sendiri; 2) problem posing tipe within solution posing, mahasiswa memecahkan pertanyaan tunggal yang disampaikan oleh dosen menjadi sub-sub pertanyaan yang relevan; 3) problem posing tipe post solution posing, mahasiswa membuat soal yang sejenis dan menantang seperti yang dicontohkan oleh dosen. Mahasiswa diminta untuk mengajukan soal yang menantang dan variatif pada pokok bahasan yang dikaji. Mahasiswaharus bisa menemukan jawabannya, tetapi jika mahasiswa gagal menemukan jawabannya maka dosen merupakan narasumber utama, sehingga dosen harus benar-benar menguasai materi.

Berdasarkan pendapat Aurbech, Suyitno dan Silver (dalam Astra, dkk. 2012), penerapan model pembelajaran problem posing adalah sebagai berikut: 1) menguraikan isi, dosen menjelaskan materi kepada mahasiswa jika perlu, untuk memperjelas konsep, pada langkah ini mahasiswa

(14)

commit to user

diberikan sebuah kode; 2) menggambarkan masalah, dosen memberikan contoh-contoh soal, dengan model problem posing yaitu memberi stimulus berupa sebuah gambar, kisah atau cerita, diagram, paparan dan lain-lain, kemudian mahasiswa menggambarkan masalah/ menjabarkan masalah yang diberikan dengan mengidentifikasi stimulus yang diberikan; 3) membuat masalah, dosen memberi latihan dengan model problem posing dengan mengkaitkan masalah yang berhubungan dengan kehidupan mereka sehari-hari; 4) mendiskusikan masalah, pada langkah ini, seorang dosen menjadi fasilitator untuk memandu mahasiswa berdiskusi untuk memecahkan masalah. Fasilitator hanya memantau dan mengarahkan jalannya kegiatan belajar mengajar, tidak boleh ikut terlibat dalam pemecahan masalah.Hal ini penting untuk menumbuhkan kepercayaan para mahasiswa bahwa mereka memiliki kemampuan untuk mencari pemecahan masalah sendiri; 5) mendiskusikan alternatif pemecahan ma- salah, langkah ini dilakukan dengan membahas tugas yang diberikan dengan model problem posing dan melatih mahasiswa untuk mencari kemungkinan pertanyaan lain yang didapat dari stimulus yang diberikan.

d. Karakteristik Problem Posing

Pembelajaran problem posing menurut Fraire (dalam Saksono,2008) memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) dosen belajar dari mahasiswa dan mahasiswa belajar dari dosen; 2) dosen menjadi rekan mahasiswa yang melibatkan diri dan menstimulasi daya pemikiran kritis dan kreatif; 3) mempromosikan semangat inkuiri, membentuk pikiran

(15)

commit to user

yang berkembang dan fleksibel; 4) mendorong mahasiswa untuk bertanggung jawab dalam belajarnya; 5) mempertinggi kemampuan pemecahan masalah; 6) menghilangkan kesan seram dan kuno dalam pembelajaran; 7) memudahkan mahasiswa dalam mengingat materi pembelajaran; 8) memudahkan mahasiswa dalam memahami materi pembelajaran; 9) membantu memusatkan perhatian pada pelajaran; 10) mendorong mahasiswa untuk mempelajari banyak materi mata kuliah (Tobroni dan Mustofa, 2011).

Penelitian Shaloly (2012), menunjukkan bahwamodel pembelajaran kooperatif problem posing dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dan hasil belajar biologi siswa kelas VII4 SMPN 21 Pekanbaru Tahun Pelajaran 2011/2012. Begitu juga dengan Suparmi (2013), penerapan pendekatan CTL dengan model problem posing mampu meningkatkan kualitas pembelajaran biologi siswa kelas X.2 SMA Negeri 2 Karanganyar Tahun Pelajaran 2011/2012. Astra (2012) dalam penelitiannya menyatakan bahwa ada pengaruh model pembelajaran problem posing tipe pre-solution posing terhadap hasil belajar fisika dan karakter siswa

e. Keunggulan dan Kelemahan Model Problem Posing

Keuntungan model problem posing memungkinkan melatih mahasiswa memperkuat dan memperkaya konsep-konsep dasar matakuliah kimia klinik. Mahasiswa melakukan proses pencarian pengetahuan bukan

(16)

commit to user

sekedar transfer pengetahuan (Suparmi, 2013). Model problem posing mempunyai kelebihan dan kelemahan, diantaranya sebagai berikut:

Tabel 2.2 Kelebihan dan Kelemahan Model Problem Posing

Kelebihan Kelemahan

Mendidik mahasiswa berfikir kritis Memerlukan waktu yang cukup banyak

mahasiswa aktif dalam pembelajaran Tidak bisa digunakan dikelas- kelas rendah

Belajar Menganalisis suatu masalah Tidak semua mahasiswa trampil bertanya

Mendidik anak percaya pada diri sendiri Sumber: Tobroni dan Mustofa (2011).

4. Model Case Based Learning(CBL) a. Pengertian CBL

Pembelajaran berbasis kasus adalah pembelajaran memerlukan adanya ilustrasi kasus nyata dalam penerapan ilmu yang diperoleh dari kuliah dan buku teks.Pembelajaran berbasis kuliah saja seringkali membuat mahasiswa menjadi pasif. Pembelajaran berbasis kasus adalah proses pembelajaran yang memungkinkan terjadi double-loop learning. Diharapkan dengan melibatkan mahasiswa dalam CBL, mahasiswa memiliki pemahaman yang lebih baik dibanding bila hanya sebatas menerima teori saja. CBL merupakan model pembelajaran yang erat kaitannya dengan model pembelajaran berbasis masalah. Kasus atau masalah yang digunakan dalam model CBL merangsang dan mendukung pengetahuan, keterampilan dan sikap. Kasus pada umumnya disajikan sebagai masalah yang berkaitan dengan latar belakang pasien dan kondisi klinis lainnya seperti: gejala klinis, simtoms, tanda-tanda vital dan hasil laboratorium. CBL memungkinkan

(17)

commit to user

mahasiswa untuk mengembangkan sikap kerjasama dalam tim (Williams,2004).

Gragg (dalam Handoko, 2005) mendefinisikan kasus sebagai ...

A case is typically a record of a business issue which actually has been faced bybusiness executives, together with surrounding facts, opinions, and prejudiecesupon which executive dicisions had to depend. These real and particularizedcases are presented to students for considered analysis, open discussion, andfinal decision as to the type of action should be taken.

Suatu kasus disebut sebagai kasus baik bila memiliki karakteristik sebagai berikut: 1) berorientasi keputusan: kasus menggambarkan situasi manajerial yang mana suatu keputusan harus dibuat (segera), tetapi tidak mengungkap hasilnya; 2) partisipasi: kasus ditulis dengan cara yang dapat mendorong partisipasi aktif mahasiswa dalam menganalisis situasi. Ini berbeda dengan cerita (stories) pasif yang hanya melaporkan berbagai peristiwa atau kejadian seperti apa adanya, tetapi tidak mendorong partisipasi; 3) pengembangan diskusi: material kasus ditulis untuk memunculkan beragam pandangandan analisis yang dikembangkan oleh para mahasiswa; 4) substantif: kasus terdiri atas bagian utama yang membahas isu dan informasi lain; 5) pertanyaan:

kasus biasanya tidak memberikan pertanyaan, karena pemahaman atas apayang seharusnya ditanya merupakan bagian penting analisis kasus (Handoko, 2005)

Manfaat kasus dan metode kasus diterapkan sebagai metode pembelajaran adalah: 1) kasus memberi kesempatan kepada mahasiswa pengalaman firsthand dalam menghadapi berbagai masalah akuntansi di organisasi; 2) kasus menyajikan berbagai isu nyata desain dan operasi sistem

(18)

commit to user

akuntansi relevan yang dihadapi para manajer; 3) realisme kasus memberikan insentif bagi mahasiswa untuk lebih terlibat dan termotivasi dalam mempelajari material pembelajaran; 4) kasus mengembangkan kapabilitas mahasiswa untuk mengintegrasikan berbagaikonsep material pembelajaran, karena setiap kasus mensyaratkan aplikasi beragamkonsep dan teknik secara integratif untuk memecahkan suatu masalah; 5) kasus menyajikan ilustrasi teori dan materi kuliah akutansi keperilakuan; 6) metode kasus memberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam kelas dan mendapatkan pengalaman dalam mempresentasikan gagasan kepada orang lain; 7) kasus memfasilitasi pengembangan sense of judgment, bukan hanya menerima secara tidak kritis apa saja yang diajarkan dosen atau kunci jawaban yang tersedia di halaman belakang buku teks; 8) kasus memberikan pengalaman yang dapat diterapkan pada situasi pekerjaan

Yin (dalam Rowley, 2002), menyatakan bahwa sebuah studi kasus adalah penyelidikan empiris yang menelaah fenomena kontemporer dalam kehidupan nyata berupa konteks, terutama ketika batas-batas antara fenomena dan konteks tidak jelas. Kasus merupakan problem yang kompleks berbasis kondisi senyatanya untuk merangsang diskusi kelas dan analisis kolaboratif.

Pembelajaran kasus melibatkan kondisi interaktif dan eksplorasi mahasiswa terhadap situasi realistik dan spesifik. Ketika mahasiswa mempertimbangkan adanya suatu permasalahan, mereka diarahkan untuk memecahkan pertanyaan yang tidak memiliki jawaban tunggal.

(19)

commit to user

Menurut Barnes et al. (1994) kasus adalah: an account of events that seem to include enough intriguing decision points and provocative undercurrents to make a discussion group want to think and argue tem.Kasus dapat berupa kejadian yang sesungguhnya, dan dapat pula berupa rekaan sebagai suatu simulator. Kasus yag kompleks dan kaya akan informasi menggambarkan kejadian yang membuka kemungkinan untuk munculnya berbagai macam interpretasi. Hal seperti ini akan mendorong mahasiswa untuk mengajukan pertanyaan daripada menjawab pertanyaan, merangsang mahasiswa memecahkan masalah, membentuk kecerdasan bersama dan mengembangkan berbagai perspektif.

b. Studi Kasus

Studi kasus adalah penerapan konsep untuk situasi dunia nyata, termasuk kemampuan membangun keterampilan analitik yang dapat dibedakan dalam prioritas tinggi dan rendah. Kerja dalam kelompok tim, memecahkan kasus membantu mahasiswa mengembangkan keterampilan antar pribadi dan kemampuan untuk bekerja dalam tim sehingga membantu dosen dalam mengevaluasi. Kasus juga membantu mahasiswa membuat hubungan antar konsep dengan melihat kemampuan memecahkan masalah (Winter, 1994).

Sebuahstudi kasus merupakan representasi dari situasi kehidupan nyata, tidak harus berbasis teks dan dapat berisi beberapa sumber daya.

Sebuah studi kasus adalah model yang mencakup tingkat yang cukup rinci untuk tujuan pembelajaran. Model ini diterapkan pada situasi atau skenario

(20)

commit to user

berdasarkan peristiwa didunia nyata. Meskipun studi kasus naratif adalah bentuk paling umum dari studi kasus, tetapi tidak harus terbatas pada deskripsi berbasis teks. Sebuah kasus dapat mewakili satu peristiwa atau memberikan uraian tentang serangkaian tindakan selama periode tertentu (Sharon, 2009).

c. Tujuan Kasus

Model ini mempunyai beberapa tujuan, di antaranya adalah: 1) membantu peserta mengembangkan dan mempertajam kemampuan analisis, pemecahan masalah, dan mengambil keputusan; 2) menjadikan mahasiswa mempunyai pemahaman tentang berbagai sistem nilai, persepsi, dan sikap- sikap tertentu yang berkaitan dengan situasi atau masalah tertentu; 3) menunjukkan kepada mahasiswa peranan dan pengaruh berbagai nilai dan persepsi terhadap pengambilan keputusan; 4) mencapai sinergi kelompok dalam memecahkan suatu masalah.; 5) Studi kasus dan pembelajaran aktif.

Sharon (2009), studi kasus adalah suatu pendekatan yang berpusat pada mahasiswa. Mahasiswa secara aktif terlibat dengan studi kasus dalam beberapa cara, yaitu secara individu maupun kelompok, didalam kelas. Studi kasus dapat disamakan dengan pembelajaran berbasis masalah yang mendorong pengembangan berpikir kritis dan kemampuan memecahkan masalah. Studi kasus memfasilitasi interaksi dengan materi dan interaksi dengan teman sebaya, membutuhkan praktek keterampilan pengambilan informasi, seleksi, analisis dan sintesis, Duncan dan Al-Nakeeb (dalam Sharon, 2009).

(21)

commit to user

Pembelajaran berbasis kasus dikemukakan dalam teori konstruktivis dimana mahasiswa membuat hubungan yang berarti antara mereka, pengetahuan, dan bahan kasus (Martin etal., 2008). Mahasiswa tidak yakin apa yang harus dilakukan dalam pembelajaran berbasis masalah, terutama dalam hal informasi yang dibutuhkan. Hasil belajar dalam pembelajaran studi kasus biasanya lebih jelas ditetapkan dan proses lebih mudah diawasi. Studi kasus menghubungkan mahasiswa dengan kehidupan nyata, pengalaman, untuk mempertajam pemikiran dan menginformasikan pengambilan keputusan (Sharon, 2009).

d. Karakteristik Kasus

Suatu kasus disebut sebagai kasus baik bila memiliki karakteristik sebagai berikut: 1) berorientasi keputusan yaitu kasus menggambarkan situasi manajerial yang mana suatu keputusan harus segera dibuat, tetapi tidak mengungkap hasilnya; 2) partisipasi yakni kasus ditulis dengan cara yang dapat mendorong partisipasi aktif mahasiswa dalam menganalisis situasi. Ini berbeda dengan cerita (stories) pasif yang hanya melaporkan berbagai peristiwa atau kejadian seperti apa adanya, tetapi tidak mendorong partisipasi;

3) pengembangan diskusi material kasus ditulis untuk memunculkan beragam pandangan dan analisis yang dikembangkan oleh para mahasiswa; 4) substantif yaitu kasus terdiri atas bagian utama yang membahas isu dan informasi lain; 5) pertanyaan, yakni kasus biasanya tidak memberikan pertanyaan, karena pemahaman atas apa yang seharusnya ditanya merupakan bagian penting analisis kasus (Handoko, 2005).

(22)

commit to user

Studi kasus adalah sebuah eksplorasi dari suatu kasus/beragam kasus dari waktu ke waktu melalui pengumpulan data yang mendalam serta melibatkan berbagai sumber informasi dalam suatu konteks. Kasus dapat dikaji dari suatu program, peristiwa, aktivitas atau suatu individu. Studi kasus menggali suatu fenomena tertentu (kasus) dalam suatu waktu dan kegiatan (program, event, proses, institusi atau kelompok sosial) serta mengumpulkan informasi secara terinci dan mendalam dengan menggunakan berbagai prosedur pengumpulan data selama periode tertentu.

e. ElemenKasus

Sebuah studi kasus yang sederhana terdiri dari sebuah skenario (konteks), pernyataan masalah (yang menjadi fokus kasus), tugas (masalah terbuka) dan setiap sumber daya yang dibutuhkan untuk tugas tersebut. Bahan pendukung tambahan seperti: artikel, surat kabar, dokumen, atau video juga dapat diberikan.

f. Langkah-langkah Pembelajaran CBL Tabel 2.3 Langkah-langkah CBL

Tahap-tahap pembelajaran studi kasus 1. Menentukan objek yang akan dikaji

2. Memilih kasus yang relevan pada objek yang dikaji 3. Membangun teori awal dan tinjauan literatur 4. Mengumpulkan dan mengorganisasikan data

5. Menganalisis data dan mengembangkan kesimpulan Sumber:Patton dan Appelbaum(Sharon, 2009).

g. Penerapan Pembelajaran Berbasis Kasus

Studi kasus dapat digunakan untuk: 1) menunjukkan penerapan teoridalam praktek, memberikan contoh praktik; 2) memfasilitasi pemecahan

(23)

commit to user

masalah dan pengambilan keputusan dengan menyediakan konteks untuk menerapkan model, alat dan teknik; 3) mendorong analisis kritis dan diskusi;

4) mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan kreatif; 5) meningkatkan kerja, memberikan kesempatan untuk berlatih keterampilan realistis.

Pelaksanaan studi kasus memerlukan persiapan dan petunjuk jelas tentang tanggung jawab mahasiswa untuk membahas kasus di kelas, sehingga mahasiswa dapat mengembangkan solusi terhadap pertanyaan yang sudah disiapkan. Mahasiswa diminta untuk menyiapkan laporan singkat yang menguraikan tentang masalah utama dan rencana mereka untuk menyelesaikannya. Kasus yang sudah disiapkan oleh mahasiswa membantu dosen dalam menentukan arah diskusi yang diambil, karena salah satu tujuan pengajaran dengan kasus adalah untuk memantau kemampuan mahasiswa untuk menerapkan pengetahuandan prinsip-prinsip pengalaman nyata, berguna untuk mengidentifikasi beberapa konsep utama (Winter, 1994).

Kegiatan menggunakan studi kasus dapat meliputi: 1) analisis, mahasiswa secara individual dapat menganalisa isu-isu utama dalam suatu situasi; 2) bermain peran, mahasiswa ditugaskan peran dalam studi kasus untuk mengeksplorasi pandangan yang berbeda; 3) webquest, mahasiswa mencari internet untuk mencari informasi lebih lanjut tentang masalah; 4) mendiagnosis masalah, mahasiswa mendiagnosis masalah yang mendasar berdasarkan kasus material untuk mengidentifikasi data yang relevan dan tidak relevan dalam kasus; 5) jigsaw, mahasiswa masing-masing diberi bagian dari

(24)

commit to user

studi kasus yang lebih besar atau terpisah tugas dalam kasus ini dan kemudian harus membawa temuan bersama dikelas presentasi.

h. Manfaat Kasus

Manfaat kasus diterapkan sebagai model pembelajaran adalah: 1) kasus memberi kesempatan kepada mahasiswa tentang pengalaman firsthand dalam menghadapi berbagai masalah di organisasi; 2) kasus menyajikan berbagai isu nyata yang relevan; 3) realisme kasus memberikan insentif bagi mahasiswa untuk lebih terlibat dan termotivasi dalam mempelajari material pembelajaran;

4) kasus mengembangkan kemampuan mahasiswa untuk mengintegrasikan berbagai konsep material pembelajaran, karena setiap kasus mensyaratkan aplikasi beragam konsep dan teknik secara integratif untuk memecahkan suatu masalah; 5) kasus menyajikan ilustrasi teori dan materi kuliah; 6) metode kasus memberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam kelas dan mendapatkan pengalaman dalam mempresentasikan gagasan kepada orang lain; 7) kasus memfasilitasi pengembangan sense of judgment, bukan hanya menerima secara tidak kritis apa saja yang diajarkan dosen atau kunci jawaban yang tersedia di halaman belakang buku teks; 8) kasus memberikan pengalaman yang dapat diterapkan pada situasi pekerjaan.

Manfaat lebih lanjut termasuk didalamnya adalah: 1) konteks dunia nyata, yang menggambarkan bagaimana materi diajarkan berlaku untuk dunia nyata; 2) motivasi mahasiswa, karena mahasiswa dapat melihat bagaimana materi langsung berhubungan dengan dunia nyata dan karir masa depan

(25)

commit to user

mereka; 3) kompleksitas dunia nyata tercermin, menunjukkan bagaimana data sering tidak jelas didefinisikan; 4) kesempatan bagi mahasiswa untuk mengeksplorasi berbagai perspektif; 5) kebutuhan untuk analisis kritis, menganalisis data untuk mencapai suatu kesimpulan; 5) sintesis, kasus yang dipilih membutuhkan berbagai teknik untuk diterapkan; 6) kesempatan untuk menanamkan penelitian dan kegiatan dalam mengajar (Sharon, 2009).

i. Keunggulan dan Kelemahan Model CBL

Mc.Dade (dalam Brooks dkk, 2010) menyatakan beberapa alasan-alasan menggunakan studi kasus pedagogi untuk memajukan pemikiran kritis. Studi kasus pedagogi menyediakan: 1) laboratorium untuk berlatih keterampilan; 2) penekanan pada analisis; 3) basis kontekstual untuk analisis; 4) tantangan untuk asumsi dan keyakinan mahasiswa; 5) alternatif pilihan termasuk kekuatan dan kelemahan; 6) pengalaman belajar yang mengintegrasikan teori dalam praktek dan praktek ke teori; 7) kesempatan untuk mengembangkan keterampilan mendengarkan ditingkatkan dan kepekaan terhadap keragaman; 8) cara untuk menguji teori berdasarkan fungsi organisasi; 9) kesempatan untuk mengembangkan kerja tim dan kolaborasi; 10) cara untuk mendapatkan pengalaman, mengeksplorasi, dan menguji cara-cara alternatif berpikir, dan pengalaman untuk mempertimbangkan ide-ide orang lain, analisis, dan solusi yang berbeda dari mahasiswa.

Model studi kasus adalah strategi belajar aktif yang melibatkan mahasiswa dan mendorong agar berpikir kritis, model studi kasus juga menfasilitasi ketrampilan pemecahan masalah (Levine, 1994). Pembelajaran

(26)

commit to user

studi kasus dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan mahasiswa untuk menyelesaikan masalah menggunakan pengetahuan, konsep-konsep dan ketrampilan yang relevan. Melatih mahasiswa dalam pengambilan keputusan, meningkatkan motivasi mahasiswa, serta menghubungkan teori dengan kehidupan nyata.

Pembelajaran model CBL memiliki beberapa kelemahan yang dapat mempengaruhi keberhasilan penerapan dalam pembelajaran: 1) mahasiswa dituntut untuk berpikir kritis, apabila mereka belum menguasai materi dan kasus yang tersaji, maka pembelajaran tidak berjalan dengan optimal; 2) pembelajaran CBL menyenangkan bagi mahasiswa yang aktif, namun membosankan bagi mahasiswa yang pasif karena tidak sesuai dengan karakter mahasiswa yang cenderung pendiam dan pasif; 3) membutuhkan waktu yang lama dalam pembelajaran dan kesabaran yang tinggi bagi pendidik/fasilitator;

4) apabila kasus yang dibahas tidak sesuai dengan materi maka pembelajaran akan bias dan diluar konteks; 5) dosen harus lebih aktif dan kreatif mencari kasus-kasus yang relevan. Bagi dosen konvensional pembelajaran studi kasus tidak dapat dijalankan dengan baik.

5. Prestasi Belajar

a. Pengertian Prestasi belajar

Menurut Arifin (2012) prestasi belajar (achievement) merupakan masalah yang bersifat parenial dalam sejarah kehidupan manusia, karena

(27)

commit to user

sepanjang rentang kehidupan manusia selalu mengejar prestasi menurut bidang kemampuannya masing-masing.

Prestasi belajar diperoleh setelah seseorang melakukan aktivitas baik secara individu maupun kelompok. Dengan kata lain prestasi belajar merupakan hasil dari tingkah laku akhir pada kegiatan belajar mahasiswa yang dapat diamati atau pencerminan proses belajar yang telah berlangsung.

Prestasi belajar merupakan petunjuk bagi keberhasilan mahasiswa dalam kegiatan pembelajaran.

Cronbach (dalam Arifin, 2012) mengemukakan bahwa prestasi belajar berguna sebagai umpan balik dosen dalam mengajar, untuk keperluan diagnostik, untuk kepentingan bimbingan dan penyuluhan, untuk keperluan seleksi, untuk kepentingan penempatan atau penjurusan, untuk menentukan isi kurikulum dan untuk menentukan kebijakan-kebijakan akademik.

b. Prestasi Belajar Kognitif, Psikomotor dan Afektif

Prestasi belajar meliputi domain kognitif, afektif dan psikomotor.

Domain kognitif pada revisi taksonomi yang dikembangkan oleh Anderson Krathwohl (2000) mencakup C1=knowledge (pengetahuan dan ingatan;

C2=comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas); C3=application (menerapkan; C4=analysis (menguraikan, menentukan hubungan);

C5=sinthesizing (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan barru; C6=creating (mengkreasikan). Domain afektif yaitu sikap ilmiah meliputi : jujur, teliti, tanggung jawab, menghargai, rasa ingin tahu, disiplin, kritis, terbuka dan lain sebagaimana, sedangkan psikomotor meliputi KPS

(28)

commit to user

dasar yaitu: mengamati, interferensi, memprediksi, mengklasifikasi, mengkomunikasikan, mengukur, menghitung, maupun keterampilan proses sains terintegrasi seperti: merancang eksperimen, mengajukan pertanyaan, mengembangkan hipotesis, mengontrol variabel, mendefinisikan operasional, membuat kesimpulan, membuat grafik dan tabel (Weno, 2008; Nur, 2011).

Menurut Rustaman (2005), dalam proses pembelajaran ada empat langkah utama yang menjadi tugas dosen yaitu perumusan tujuan pembelajaran, metode, alat dan evaluasi. Pengukuran hasil belajar dapat dilakukan dengan beberapa macam cara yaitu secara tertulis, secara lesan maupun secara observasi. Pengukuran secara tertulis digunakan untuk mengukur hasil belajar yang bersifat kognitif dan afektif, sedangkan pengukuran secara observasi digunakan untuk mengukur hasil belajar psikomotor.

Pengukuran kognitif ditentukan dengan indikator-indikator yang menunjukkan bahwa mahasiswa memiliki pengetahuan yang akan dinilai, khususnya jenjang kemampuan yang lebih tinggi dari hanya mengingat dan menghafal. Selain selain pengukuran kognitif, pengukuran psikomotor dan afektif juga dilakukan dengan menggunakan dua cara yaitu secara langsung dan tidak langsung. Pada metode langsung, pengukuran dilakukan secara langsung melalui observasi terhadap mahasiswa yang sedang memperlihatkan keterampilan-keterampilan yang menjadi hasil proses belajar. Pada metode tidak langsung, keterampilan diukur melalui tes tertulis yang dirancang secara khusus.

(29)

commit to user

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar

Menurut Slameto (2003) secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar meliputi :

1) Faktor Internal

Faktor yang menyangkut seluruh pribadi termasuk kondisi fisik, mental maupun psikis. Faktor internal atau intrinsik meliputi: a) kondisi fisiologis, orang dalam keadaan sehat jasmaniah akan berbeda dengan orang yang dalam kondisi sakit atau lelah; b) kondisi psikologis, belajar pada hakikatnya adalah proses psikologis, oleh karenanya faktor psikologis menentukan intensistas belajar seseorang. Faktor psikologis meliputi: minat, kecerdasan, bakat, motivasi, dan kemampuan kognitif; c) kondisi panca indera, terutama adalah penglihatan dan pendengaran dimana mahasiswa dalam proses belajar perlu mengamati, melakukan observasi, mendengarkan, dan melihat; d) bakat, yakni kemampuan menonjol yang dimiliki mahasiswa pada bidang-bidang tertentu; e) motivasi, memiliki peranan penting dalam memberikan gairah, semangat dan rasa senang dalam belajar sehingga memiliki energi yang banyak untuk belajar.

2) Faktor Eksternal

Faktor eksternal bersumber dari luar individu yang bersangkutan yang mempengaruhi prestasi belajar baik di lingkungan sosial maupun lingkungan lain. Faktor eksternal meliputi: a) faktor lingkungan, yaitu lingkungan alami dan lingkungan sosial. Lingkungan alami seperti suhu, iklim, kelembaban udara; b) faktor instrumental, merupakan sarana yang dirancang untuk tujuan

(30)

commit to user

pembelajaran misalnya: gedung, perlengkapan belajar, alat-alat praktikum, kurikulum, program, dan pedoman belajar, motode pembelajaran.

Hal serupa juga di kemukakan oleh Sagala (2010) bahwa prestasi belajar dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor eksternal adalah faktor diluar individu yang bersangkutan. Faktor eksternal meliputi faktor lingkungan sosial dan non sosial. Lingkungan sosial adalah orang tua, keluarga, sekolah dan masyarakat, sedangkan non sosial yang paling berperan adalah gedung sekolah, tempat tinggal, alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar mahasiswa. Faktor internal mahasiswa seperti gaya belajar, logika berpikir, kemampuan verbal, kemampuan numerik, kemampuan analisis, kemampuan memori juga memberikan sumbangan terhadap prestasi belajar.

1) Kemampuan Analisis

a. Pengertian Kemampuan Analisis.

Kemampuan analisis adalah kemampuan untuk mengidentifikasi hubungan nyata, yang diharapkan dan terpercaya diantara berbagai pernyataan-pernyataan, konsep, deskripsi atau bentuk lain dari perwakilannya untuk mengungkapkan keyakinan, penilaian, pengalaman, penalaran, informasi atau opini (Facione,2011). Kemampuan analisis ini juga temasuk kemampuan menyelesaikan soal-soal yang tidak rutin, menemukan hubungan, membuktikan dan mengomentari bukti, dan merumuskan serta menunjukkan benarnya suatu generalisasi. Pada materi analisis faal hati dan bilirubin, kemampuan analisis merupakan bagian yang tak terpisahkan.

Menentukan suatu diagnosis, menginterpretasikan hasil analisis faal hati dan

(31)

commit to user

bilirubin serta menjawab pertanyaan dari beberapa kasus penyakit yang ditemukan di laboratorium, sehingga mendapatkan jawaban yang tepat.

Kemampuan analisis adalah kemampuan untuk mengidentifikasi persamaan antara dua pendekatan untuk menyelesaikan suatu masalah, mengidentifikasi informasi dan keterkaitan informasi untuk mengungkapkan kesimpulan, mengetahui tujuan untuk memberikan dugaan awal. Berpikir analisis adalah pemisahan keseluruhan abstrak menjadi bagian-bagian penyusunnya dalam rangka untuk mempelajari hubungan dari bagian – bagian tersebut (Farex, 2010). Selanjutnya, Bloom mendefinisikan pemikiran analisis adalah menganalisis, menyusun, menghubungkan, membagi, memisahkan, mengklasifikasikan, membandingkan, kontras, menjelaskan, pilih, ketertiban, kerusakan, berkorelasi, diagram, diskriminasi, fokus, diskriminasi, menggambarkan, menyimpulkan, garis besar, memprioritaskan, membagi dan menunjukkan. (Larry J., dan Annette L, 2010).

b. Indikator Kemampuan Analisis

Indikator kemampuan analisis menurut Facione (2011) meliputi: 1) memilih solusi tepat untuk menyelesaikan masalah dari suatu informasi; 2) menarik kesimpulan dari suatu informasi; 3) menarik kesimpulan dari suatu data; 4) meramalkan hasil percobaan.

2) Keterampilan Proses Sains (KPS) a. Pengertian KPS

KPS adalah seluruh keterampilan ilmiah yang digunakan untuk menemukan konsep atau prinsip atau teori dalam rangka mengembangkan

(32)

commit to user

konsep yang telah ada atau menyangkal penemuan sebelumnya. Selain itu, keterampilan proses sains dapat digunakan untuk memahami fenomena apa saja yang telah terjadi. KPS diperlukan untuk memperoleh, mengembangkan, dan menerapkan konsep-konsep, prinsip hukum dan teori-teori sains (Rustaman,2011).

b. Komponen KPS

Terdapat beberapa komponen keterampilan proses sains, menurut Funk (Rustaman, 2011) ada dua hal yang terkait dengan keterampilan proses, yaitu keterampilan proses dasar dan keterampilan proses terintegrasi.

Keterampilan proses dasar meliputi: 1) pengamatan (observasi); 2) pengkomunikasian (communication); 3) pengukuran (measurement); 4) penyimpulan (inference); 5) peramalan (prediction).

Menurut Rustaman (2011), keterampilan proses terdiri atas sejumlah keterampilan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Jenis keterampilan proses sains tersebut adalah: 1) melakukan pengamatan (observasi); 2) menafsirkan pengamatan (interpretasi); 3) mengelompokkan (klasifikasi); 4) meramalkan (prediksi); 5) berkomunikasi; 6) berhipotesis; 7) merencanakan percobaan atau penyelidikan; 8) menerapkan konsep atau prinsip; 9) mengajukan pertanyaan.

Menurut Bayer (dalam Rizema, 2013) menyatakan bahwa model pembelajaran berbasis keterampilan sains merupakan model pembelajaran yang mengintegrasikan keterampilan sains kedalam sistem penyajian materi

(33)

commit to user

secara terpadu. Model ini menekankan pada proses pencarian pengetahuan dari pada transfer pengetahuan.

3) Analisis Faal Hati Dan Billirubin a) Anatomi Hati

Hati adalah organ sentral dalam metabolisme di tubuh. Walaupun hanya membentuk 2% dari berat tubuh total, hati menerima 1500 ml darah per menit, atau sekitar 28% dari curah jantung agar dapat melaksanakan fungsinya. Hati melakukan berbagai proses metabolik terhadap konstituen- konstituen darah yang mengalir kepadanya sebagai produk sisa atau zat gizi, dan sebaliknya banyak aktifitas hati secara langsung tercermin dalam beberapa zat yang beredar dalam darah dan juga terdapat di cairan tubuh lain.

Hati terdiri dari dua jenis sel utama yaitu sel hepatosit yang secara metabolis dan berasal dari epitel sedangkan sel kupffer bersifat fagositik dan merupakan bagian dari sistem retikuloendotelial. Secara mikroskopis sel-sel ini tersusun membentuk lobulus, yang terdiri dari hepatosit yang ditunjang oleh kerangka retikulin di sekitar pembuluh vaskular yang disebut sinusoid.

Hati keseluruhan terdiri dari ribuan lobulus (Sacher,2004).

b) Fungsi Hati

Hati merupakan organ terpenting dalam tubuh yang memiliki fungsi diantaranya: (1) metabolisme karbohidrat, hati menyimpan karbohidrat dalam bentuk glikogen. Selanjutnya glikogen diubah kembali menjadi

(34)

commit to user

glukosa dan jika diperlukan dilepaskan kedalam aliran darah untuk mempertahankan kadar glukosa yang normal; (2) metabolisme Protein, hati mensintesis sebagian besar plasma protein termasuk albumin, faktor-faktor pembekuan darah protein transport yang spesifik dan hampir seluruh lipoprotein plasma; (3) metabolisme lipid, hati menyiapkan lemak untuk pemecahannya terakhir menjadi hasil akhir asam karbonat dan air. Hati juga menghasilkan garam empedu yang penting untuk pencernaan dan absorpsi lemak; (4) sekresi empedu, beberapa dari unsur susunan empedu, misalnya garam empedu, dibuat dalam hati, unsur lain misalnya pigmen empedu dibentuk di dalam sistem retikulo-endotelium dan dialirkan ke dalam empedu oleh hati); (5) mempertahankan Suhu Tubuh, hati membantu mempertahankan suhu tubuh sebab luasnya organ itu dan banyaknya kegiatan metabolik yang berlangsung mengakibatkan darah yang mengalir melalui organ tersebut dapat menaikkan suhu; (6) detoksifikasi racun, hati juga disebut sebagai detoksifikasi yaitu melindungi tubuh dari zat berbahaya. Beberapa obat tidur dan alkohol dapat dimusnahkan oleh hati, tetapi racun dengan dosis besar seperti obat bius dapat merusak sel hati, sama halnya dengan beberapa bahan kimia yang digunakan dalam industri, seperti tetraklorida (Pearce, 2009).

c) Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Fungsi Hati

Faktor- faktor yang mempengaruhi fungsi hati meiputi: 1) jenis kelamin, hormon estrogen memperkuat sistem kekebalan tubuh, membuat perempuan lebih tahan terhadap infeksi; 2) usia, secara alami, sel-sel

(35)

commit to user

penyusun tubuh manusia memperbarui diri setiap saat, dengan seiring bertambahnya usia juga akan mempengaruhi perubahan anatomi dan fisiologi tubuh manusia. Proses penuaan sendiri berlangsung tatkala terjadi ketidakseimbangan antara proses penyusutan sel dan pembaruan sel.

Ketidakseimbangan ini akan mempengaruhi timbulnya penurunan fungsi organ tubuh manusia termasuk hati; 3) Status gizi, status gizi yang kurang merupakan suatu bentuk kekurangan gizi termasuk protein. Protein tersebut dipecah menjadi asam amino berguna membentuk zat fungsional tubuh, seperti glutamin, dan glisin membentuk glutation sebagai antioksidan tubuh yang berfungsi dalam proses detoksifikasi. Fungsi detoksifikasi akan menurun jika tubuh kekurangan protein; 4) aktifitas fisik, aktifitas fisik berat dapat menyebabkan degenerasi sel-sel hati melalui stres oksidatif, 5) alkohol, alkohol yang masuk ke dalam hati akan dioksidasi menjadi senyawa asetaldehida yang dapat merusak sel-sel hati karena adanya bantuan dari senyawa sitokrom P-450. Senyawa ini dapat menyebabkan inflamasi sel-sel hati yang menimbulkan kerusakan sel hati; 6) merokok, rokok mengandung lebih dari 4000 zat berbahaya yang dapat menimbulkan kerusakan pada hati(Nguyen, T; Lingpapa,V., 2010).

d) Pemeriksaan Fungsi Hati

Pemeriksaan fungsi hati antara lain Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT), Serum Glutamic Oxsaloasetic Transaminase (SGOT), Alkaline Phosphatase (ALP), Gamma Glutamyl Transferase (GGT) dan bilirubin (Sacher, 2004).

(36)

commit to user

(1) SGOT (Serum Glutamic Oxsaloasetic Transaminase)

SGOT merupakan enzim yang tidak hanya terdapat di hati, melainkan juga terdapat di otot jantung, otak, ginjal, dan otot-otot rangka. Adanya kerusakan pada hati, otot jantung, otak, ginjal dan rangka bias dideteksi dengan mengukur kadar SGOT (Bastiansyah, 2008).

(2) SGPT (Serum Glutamic Pyruvic Transaminase)

SGPT dianggap lebih spesifik untuk menilai kerusakan hati dibandingkan SGOT. SGPT meninggi pada kerusakan hati kronis dan hepatitis (Bastiansyah, 2008).

(3) ALP (Alkaline Phosphatase)

ALP kadar tinggi terdapat pada sel-sel yang cepat membelah atau aktif secara metabolis. Sel-sel ini mencakup epitel saluran empedu dan hati.

ALP meningkat 5 kali normal atau lebih pada obstruksi saluran empedu dan sirosis biliaris, meningkat 3 kali normal pada penyakit hati granulomatosa (Sacher, 2004).

(4) GGT (GammaGlutamyl Transferase)

Sejumlah besar enzim ini terdapat di epitel tubulus ginjal dan di hati.

Dengan demikian, GGT serum sangat bermanfaat sebagai penanda patologi hati seperti ikterus obstruktif, metastasis kanker ke hati, atau kolestasis intrahepatik (Sacher, 2004).

(5) Bilirubin

Pada pemeriksaan rutin, biasanya yang diperiksa adalah bilirubin total dan bilirubin direk. Bilirubin merupakan suatu pigmen atau zat warna

(37)

commit to user

yang berwana kuning, hasil metabolisme dari penguraian hemoglobin di dalam darah. Pada penyakit hati yang menahun, dapat terjadi peningkatan kadar bilirubin total yang juga tentunya diiringi peningkatan bilirubin indirek atau bilirubin direk (Bastiansyah, 2008).

B. Penelitian Yang Relevan

1. Shaloly (2012). Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Problem Posing Untuk Meningkatkan Kemampuan Berfikir Kreatif Dan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas VII SMPN 21 Pekanbaru Tahun Ajaran 2011/2012. Berdasarkan penelitian diatas didapatkan kesimpulan bahwa model pembelajaran kooperatif problem posing dapat meningkatkan kemampuan berfikir kreatif dan hasil belajar biologi siswa kelas VII4 SMPN 21 Pekanbaru Tahun Ajaran 2011/2012.

2. Williams (2004), The Implementation Of Case Based Learning Shaping Te Pedagogy In Ambulance Education.

3. Suparmi, 2013. Penerapan Pendekatan Contextual Teaching And Learning ( CTL) Dengan Model Problem Posing Untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Biologi Siswa Kelas X.2 SMA Negeri 2 Karanganyar Tahun 2011/2012. Berdasarkan penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan pendekatan CTL dengan model problem posing mampu meningkatkan kualitas pembelajaran biologi.

(38)

commit to user

4. Astra,2012. Pengaruh Pembelajaran Model Pembelajaran Problem Posing Tipe Pre-Solution Posing Terhadap Hasil Belajar Fisika Dan Karakter Siswa. Pada penelitian tersebut didapatkan hasil terdapat perbedaan nilai hasil belajar fisika pada pokok bahasan listrik dinamis antara kelas eksperimen model pembelajaran problem posing tipe pre solution posing lebih tinggi dibandingkan dengan kelas control.

5. Laksmi Wulandari, 2013.Penerapan Model Problem Posing Dengan Metode Tugas Terstruktur Dalam Pembelajaran Fisika. Terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar siswa menggunakan model problem posing dengan metode tugas terstruktur dengan pembelajaran konvensional pada siswa kelas X.3 SMA Negeri 5 Jember tahun ajaran 2012/2013.

C. Kerangka Pikir

Berdasarkan teori-teori yang dikemukakan diatas, dibuatlah pemikiran yang merangkaikan teori-teori tersebut sekaligus dapat menghasilkan jawaban sementara dari permasalahan yang dikemukakan. Adapun kerangka pemikiran yang mendasari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pengaruh model problem posing dan CBL terhadap prestasi belajar kognitif, psikomotor dan afektif pada materi analisis faal hati dan bilirubin.

CBL adalah pembelajaran memerlukan adanya ilustrasi kasus nyata dalam penerapan ilmu yang diperoleh dari kuliah dan buku teks. Studi kasus mengajak diskusi yang memfokuskan isu menyangkut situasi nyata yang

(39)

commit to user

mengharuskan mahasiswa untuk mengambil tindakan, dan menyimpulkan manfaat yang dapat dipelajari. Kasus dalam pendidikan kesehatan menyangkut kasus-kasus klinis yang didasarkan pada praktek klinis. Kasus mendorong munculnya pertanyaan-pertanyaan dalam diri mahasiswa yang pada akhirnya mahasiswa dapat merumuskan masalah dari kasus tersebut.

Problem posing adalah model pembelajaran menekankan pada pengajuan soal atau perumusan masalah oleh mahasiswa dan disertai jawaban dari permasalahan tersebut. Model pembelajaran problem posing diterapkan dengan menggali kemampuan siswa untuk mengerjakan soal-soal sejenis uraian, agar penerapan model pembelajaran problem posing dapat optimal.

Kemampuan tersebut akan tampak dengan jelas bila mahasiswa mampu mengajukan soal-soal secara mandiri maupun berkelompok. Kemampuan siswa untuk mengerjakan soal tersebut dapat diketahui melalui kemampuannya untuk menjelaskan penyelesaian soal latihan, untuk mendukung kemampuan mahasiswa dalam mengerjakan soal.

2. Pengaruh kemampuan analisis tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar kognitif, psikomotor dan afektif pada materi analisis faal hati dan billirubin.

Kemampuan analisis adalah kemampuan untuk mengidentifikasi hubungan nyata, yang diharapkan dan terpercaya diantara berbagai pernyataan-pernyataan, konsep, deskripsi atau bentuk lain untuk mengungkapkan keyakinan, penilaian, pengalaman, penalaran, informasi atau opini. Kemampuan analisis temasuk kemampuan menyelesaikan soal-soal yang tidak rutin, menemukan hubungan, membuktikan dan mengomentari

(40)

commit to user

bukti, dan merumuskan serta menunjukkan benarnya suatu generalisasi. Pada materi analisis faal hati dan bilirubin, kemampuan analisis merupakan bagian yang tak terpisahkan. Menentukan suatu diagnosis, menginterpretasikan hasil analisis faal hati dan bilirubin serta menjawab pertanyaan dari beberapa kasus penyakit yang ditemukan di laboratorium, sehingga mendapatkan jawaban yang tepat. Secara otomatis kemampuan analisis baik kategori tinggi maupun rendah akan berpengaruh terhadap hasil belajar yang akan dicapai mahasiswa.

3. Pengaruh KPS tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar kognitif, psikomotor dan afektif pada materi analisis faal hati dan billirubin.

KPS diperlukan ketika mahasiswa berupaya menerapkan gagasan mereka pada situasi yang baru. KPS dikembangkan melalui pengalaman langsung, sebagai pengalaman belajar. Melalui pengalaman langsung mahasiswa dapat memahami proses atau kegiatan yang sedang dilakukan, menggunakan alat indera dan mengumpulkan informasi, serta bukti-bukti melalui pertanyaan yang muncul rumusan masalah dan hipotesisi dari gagasan mereka. Hal ini sangat mendukung terhadap keberhasilan dalam mencapai prestasi belajar.

4. Interaksi model problem posing dan CBL dengan kemampuan analisis terhadap prestasi belajar kognitif, psikomotor dan afektif pada materi analisis faal hati dan billirubin.

CBL adalah pembelajaran memerlukan adanya ilustrasi kasus nyata dalam penerapan ilmu yang diperoleh dari kuliah dan buku teks. Kasus dalam pendidikan kesehatan menyangkut kasus-kasus klinis yang didasarkan pada

(41)

commit to user

praktek klinis. Kasus mendorong munculnya pertanyaan-pertanyaan dalam diri mahasiswa yang pada akhirnya mahasiswa dapat merumuskan masalah dari kasus tersebut. Problem posing adalah model pembelajaran menekankan pada pengajuan soal atau perumusan masalah oleh mahasiswadan disertai jawaban dari permasalahan tersebut. Model pembelajaran problem posing diterapkan dengan menggali kemampuan mahasiswa untuk mengerjakan soal- soal sejenis uraian, agar penerapan model pembelajaran problem posing dapat optimal. Kemampuan tersebut akan tampak dengan jelas bila mahasiswa mampu mengajukan soal-soal secara mandiri maupun berkelompok.

Kemampuan mahasiswa untuk mengerjakan soal tersebut dapat diketahui melalui kemampuannya untuk menjawab dan penyelesaian soal latihan.

5. Mengetahui interaksi model problem posing dan CBL dengan keterampilan proses sains terhadap prestasi belajar kognitif, psikomotor dan afektif pada materi analisis faal hati dan billirubin.

CBL adalah pembelajaran yang menekankan pada kasus secara nyata, adanya kasus menimbulkan keingintahuan mahasiswa melalui perumusan masalah. Pada problem posing menekankan pada pengajuan soal-soal sebagai fokus pembelajaran. Penyelesaian soal membutuhkan keterlibatan secara langsung mahasiswa. Melalui KPS mahasiswa memperoleh pengalaman langsung sehingga dapat memahami proses atau kegiatan yang sedang dilakukan.

(42)

commit to user

6. Interaksi kemampuan berpikir analisis dan KPS terhadap prestasi belajar kognitif, psikomotor dan afektif pada materi analisis faal hati dan billirubin.

KPS memberikan pengalaman secara langsung kepada mahasiswa dalam mengkonstruk pengetahuannya. Mahasiswa yang memiliki kemampuan analisis mampu mengajukan, menjawab pertanyaan, mengajukan argumentasi,sehingga membutuhkan KPS untuk menyelesaikan pertanyaan.

Sebaliknya KPS akan mempertajam pengetahuan mahasiswa dan memungkinkan mahasiswa untuk menerapkan konsep-konsep dan gagasannya untuk memecahkan masalah.

7. Pengaruh interaksi model problem posing dan CBL dengan kemampuan analisis dan KPS terhadap prestasi belajar kognitif, psikomotor dan afektif pada materi analisis faal hati dan billirubin.

CBL adalah pembelajaran yang menekankan pada kasus secara nyata, adanya kasus menimbulkan keingintahuan mahasiswa melalui perumusan masalah. Problem posing menerapkan pembelajaran dimana pengajuan soal- soal menjadi fokus pembelajaran. Kemampuan analisis dalam menyelesaikan soal-soal membutuhkan keterlibatan secara langsung mahasiswa. Melalui KPS mahasiswa memperoleh pengalaman langsung sehingga mereka dapat memahami proses atau kegiatan yang sedang dilakukan. Hal itu mendukung prestasi belajar mahasiswa.

(43)

commit to user D. Kerangka Pikir

Fakta di lapangan Mahasiswa

1. Prestasi kognitif belum optimal

2. Kemampuan mahasiswa dalam

memecahkan masalah masih kurang.

3. Kurang tanggap terhadap kasus yang ada dimuncul.

4. Kesulitan dalam mengkomunikasikan tugas akhir karya tulis ilmiah.

5. Sikap ilmiah meliputi disiplin, tanggung jawab dan kerjasama, interaksi dengan pasien belum optimal.

Dosen

1. Penggunaan metode ceramah.

2. Penggunaan metode diskusi jarang dilakukan.

3. Metode praktikum terprosedur.

4. Belum menggunakan LKM Kondisi Ideal

Kompetensi Analis bidang kimia klinik 1. Kognitif : menguasai matakuliah kimia

klinik sesuai lingkup analis kesehatan.

2. Psikomotor : melakukan pemeriksaan laboratorium, menyimpulkan,

,menginterpretasikan hasil pemeriksaan.

3. Afektif : mampu bekerjasama dalam tim, jujur, teliti, tanggung jawab, disiplin . Pembelajaran :

1. Mengembangkan Higher Order Thinking Skills

2. Mengembangkan keterampilan pemecahan masalah.

Kesenjangan

Model pembelajaran

Case Based Learning Problem Posing

Hasil Belajar diukur pada aspek kognitif, afektif dan psikomotor

Kegiatan Mahasiswa aktif dalam proses pembelajaran, mengembangkan kemampuan

berfikir

Mahasiswa pasif selama proses pembelajaran, mahasiswa hanya sebatas menerima informasi saja.

Kemampuan analisis Keterampilan proses

sains

Gambar 2.1 Kerangka Berfikir

(44)

commit to user

E. HIPOTESIS PENELITIAN

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang telah dikemukakan diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini sebangai berikut;

1. Terdapat pengaruh model problem posing dan CBL terhadap prestasi belajar kognitif, psikomotor dan afektif pada materi analisis faal hati dan bilirubin.

2. Terdapat pengaruh kemampuan analisis tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar kognitif, psikomotor pada materi analisis faal hati dan billirubin.

3. Terdapat pengaruh KPS tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar kognitif, psikomotor pada materi analisis faal hati dan billirubin.

4. Terdapat interaksi model problem posing dan CBL dengan kemampuan analisis terhadap prestasi belajar kognitif, psikomotor pada materi analisis faal hati dan billirubin.

5. Terdapat interaksi model problem posing dan CBL dengan KPS terhadap prestasi belajar kognitif, psikomotor pada materi analisis faal hati dan billirubin.

6. Terdapat interaksi kemampuan berpikir analisis dan KPS terhadap prestasi beajar kognitif, psikomotor pada materi analisis faal hati dan billirubin.

7. Terdapat pengaruh interaksi model problem posing dan CBL dengan kemampuan analisis dan KPS terhadap prestasi belajar kognitif, psikomotor pada materi analisis faal hati dan billirubin.

Referensi

Dokumen terkait

Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syari‘ah (PUAS) merupakan kegiatan transaksi keuangan jangka pendek antarbank berdasarkan prinsip syariah baik dalam rupiah maupun

 Prinsip: memeriksa berat jenis urine dengan alat urinometer  Tujuan: mengetahui kepekatan urine.  Alat

Melalui identi- fikasi awal hambatan melaluipembelajaran bersama dengan guru PAUD Gugus 11 Arjowinangun untuk menemukenali faktor kegagalan pemahaman pada K13 PAUD dari

Walaupun konsep pembelajaran tematik sudah cukup bagus karena menarik siswa untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran namun masih banyak kendala-kendala

Umum dan Bank Perkreditan Rakyat.. Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam

Do svojih članov in na področju pridobivanja novih članov pristopa z izdelano strategijo in se poslužuje vseh na področju odnosov z javnostmi priznanih orodji, po drugi strani pa

Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin yang khusus disediakan dan atau diberikan

Ledakan penduduk juga terjadi karena rumah tangga tidak direncanakan secara baik dan tidak melihat faktor sebab akibat, banyak rumah tangga yang berdiri tapi tidak