• Tidak ada hasil yang ditemukan

APLIKASI PENGOLAHAN CITRA DIGITAL UNTUK MENDETEKSI KERUSAKAN BIJI PINANG DENGAN METODE PROBABILISTIC NEURAL NETWORK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "APLIKASI PENGOLAHAN CITRA DIGITAL UNTUK MENDETEKSI KERUSAKAN BIJI PINANG DENGAN METODE PROBABILISTIC NEURAL NETWORK"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

OLEH : RUSLI 117034015/TE

n Pada RSUD Moh. Husien Palembang Berbasis Intranet dengan Hypertext Preprocessor (PHP)

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2016

(2)

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik Dalam Program Studi Magister Teknik Elektro Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatra Utara

OLEH:

RUSLI 117034015/TE

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2016

(3)

Nama Mahasiswa : Rusli Nomor Induk : 117034015

Program Studi : Magister Teknik Elektro

Menyetujui Komisi Pembimbing:

(Prof. Dr. Ir. Usman Baafai ) (Prof.Drs. Tulus, M.Si., Ph.D)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan,

( Suherman, Ph.D ) ( Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME )

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ir. Usman Baafai.

Anggota : 1. Prof. Drs. Tulus, M.Si., Ph.D.

2. Prof. Dr. Muhammad Zarlis.

3. Prof. Dr. Opim S. Sitompul, M.Sc.

(5)

i

Penentuan mutu biji pinang dilakukan cara mengamati kondisi secara visual mata manusia. Pengamatan mutu dengan cara ini mempunyai beberapa kelemahan, antara lain membutuhkan waktu yang lama dan mengahasilkan pemilihan biji pinang dengan mutu yang tidak kosisten karena keterbatasan visual manusia, kelelahan dan adanya perbedaan persepsi tetang mutu biji pinang pada masing-masing pengamat. Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi kerusakan biji pinang menggunakan metode Probabilistic Neural Network (PNN) dan ekstraksi fitur GLCM (Gray Level Co- occurrence Matrix) dilakukan untuk mendapatkan nilai matrik co- occurance untuk sudut 0o, 45o, 90odan 135oderajat untuk masing-masing nilai offset 0 1, -1 1, -1 0, -1 -1. Hasil peneltian di peroleh tingkat keberhasilan 100% untuk pengujian fitur entrophy dan mengkombinasikan kelima fitur. Sedangkan tingkat keberhasilan terendah diperoleh untuk pengujian fitur homogenitas diperoleh hasil deteksi sebesar 66,66% dimana terdapat 10 citra yang tidak dapat terdetekksi dengan baik.

Kata Kunci : Pinang, ekstraksi fitur, Gray Level Co-occurrence Matrix (GLCM), Probabilistic Neural Network (PNN).

(6)

ii

condition. This method has some weaknesses because it takes long time and the selected betel nuts will be inconsistent due to human visual limitation, weariness, and different perception on detecting the damage of betel nuts by each observer. The objective of the research was to detect the damage of betel nuts by using Probabilistic Neural Network (PNN) and the extraction of Gray Level Co-occurrence Matrix (GLCM) in order to obtain co-occurrence metrical values for the angels of 0o, 45o, 90o, and 135o for each offset value of 0 1, -1 1, -1 0, and -1-1. The result of the research showed that the level of success was 100% for entrophy feature test and the combination of the five features. Meanwhile, the lowest level of success for homogeneity feature test was 66.66% in which 10 images could not be detected properly.

Keywords: Betel nut, Feature Extraction, Gray Level Co-occurrence Matrix (GLCM), Probabilistic Neural Network (PNN)

(7)

iii

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyiapkan penelitian thesis ini dengan baik. Penelitian ini dilakukan untuk memenuhi salah satu syarat kurikulum Program Studi Magister Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian tesis ini berjudul

“Aplikasi Pengolahan Citra Digital Untuk Mendeteksi Kerusakan Biji Pinang

Dengan Metode Probabilistic Neural Network”.

Penulis terutama mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Orang tua tercinta Ayahanda (alm) M. Thaher dan Ibunda Zalikha, serta yang tercinta Istriku Elly Safriani beserta buah hati anak-anak tersayang Muhammad Aqsha dan Muhammad Syakir atas doa dan semangat yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Prof. Dr. Ir. Usman Baafai selaku ketua pembimbing, Bapak Prof. Drs. Tulus, M.Si., Ph.D selaku anggota komisi pembimbing dan Bapak Fahmi, M.Sc., Ph.D yang dengan penuh sabar, arif dan bijaksana memberikan bimbingan, dorongan, petunjuk serta arahan kepada penulis. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Prof.Dr. Muhammad Zarlis dan Bapak Prof.

Dr. Opim S. Sitompul, M.Sc selaku pembanding utama I dan II yang telah banyak memberikan saran dan masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.

(8)

iv

Studi Magister Teknik Elektro, serta seluruh staf pengajar Program Studi Magister Teknik Elektro. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih atas konstribusi dan bantuannya, dan terima kasih buat Pak Hasdari, Bu Nur, Pak Martin dan kawan- kawanku Muhammad Nasir, Ismi Amalia, Aidi Finawan dan Salahuddin.

Penulis menyadari masih ada kekurangan dalam tulisan tesis ini, oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritikan yang bersifat membangun demi kesempurnaan tesis ini sehingga harapan penulis agar tulisan ini dapat memenuhi persyaratan yang diperlukan untuk suatu tesis dalam Program Studi Magister Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara dapat tercapai.

Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih dan semoga tesis ini dapat berguna bagi kita semua. Amin.

Medan, 04 Desember 2015 Penulis,

Rusli

(9)

v IDENTITAS :

Nama : Rusli

Tempat/ Tanggal Lahir : Matang Tunong, 27 Maret 1974 Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Bangsa : Indonesia

Alamat : Jl. Laksamana Malahayati No. 111.

Geudong Alue - Bireuen.

RIWAYAT PENDIDIKAN :

 Sekolah Dasar Desa Lapang tamat tahun 1987.

 Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Panton Labu tamat tahun 1990

 Sekolah Menengah Atas Swasta Adidarma Banda Aceh tamat tahun 1993

 Politeknik Universitas Syiah Kuala tamat tahun 1997

 Intitut Teknologi Sepuluh Nopember - PENS Surabaya tamat tahun 2003

RIWAYATPEKERJAAN :

 Staf Pengajar Teknik Elektro Politeknik Negeri Lhokseumawe sejak 01 Maret 2000 sampai dengan sekarang

Medan, 04 Desember 2015 Penulis,

Rusli

(10)

vi

ABTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

DAFTAR SINGKATAN... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Batasan Masalah ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Visi Komputer (Computer vision ) ... 7

2.2 Pinang ... 9

2.3 Pengolahan Citra ... 10

2.3.1 Citra RGB ... 11

2.3.2 Ekstraksi warna ekstraksi nilai piksel red, green dan blue (RGB) ... 12

2.4 Histogram Citra ... 13

2.5 Mengubahan Citra Warna Ke Citra Aras Eabuan ... 15

2.6 Ektraksi fitur Gray Level Co-occurrence Matrix (GLCM)... 16

2.7 Probabilistic Neural Network (PNN) ... 21

(11)

vii

3.3 Pengolahan Citra Biji Pinang... 25

3.3.1 OpeniImage ... 26

3.3.2Ektraksi fitur... 27

3.4 Penentuan Pelatihan Pelatihan dan Pengujian ... 28

3.4.1 Data latih ... 28

3.4.2 Data uji ... 29

3.5 Validasi Hasil Pengujian... 30

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN... 31

4.1 Hasil Analisa Citra Biji Pinang ... 31

4.1.1 Pengambilan data citra biji pinang ... 31

4.1.2 Preprosessing... 32

4.2 Ekstraksi Fitur Dengan GLCM... 32

4.3 Pengujian Probabilistic Neural Network (PNN)... 40

4.4 Pengembangan Interface Deteksi Kerusakan Biji Pinang ... 51

4.4.1 Rangkaian mikrokontroller... 54

BAB 5 PENUTUP ... 55

5.1 Kesimpulan... 55

52. Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 56

(12)

viii

1.1 Penelitian yang berhubungan dengan pengolahan citra dan klastering ... 2

3.1 Kriteria mutu fisik biji pinang ... 25

4.1 Nilai max, min dan rata-rata hasil ekstraksi fitur energi pada 0o, 45o, 90o, dan 135odengan jarak 1 pixel ... 34

4.2 Nilai max, min dan rata-rata hasil ekstraksi fiturkontraspada 0o, 45o, 90o, dan 135odengan jarak 1 pixel ... 35

4.3 Nilai max, min dan rata-rata hasil ekstraksi fitur korelasi pada 0o, 45o, 90o, dan 135odengan jarak 1 pixel ... 37

4.4 Nilai max, min dan rata-rata hasil ekstraksi fitur entropi pada 0o, 45o, 90o, dan 135odengan jarak 1 pixel ... 38

4.5 Nilai max, min dan rata-rata hasil ekstraksi fitur homogenitas pada 0o, 45o, 90o, dan 135odengan jarak 1 pixel ... 39

4.6 Hasil deteksi dengan fitur energi ... 40

4.7 Hasil deteksi dengan fitur kontras ... 42

4.8 Hasil deteksi dengan fitur korelasi... 43

4.9 Hasil deteksi dengan fitur entropi... 45

4.10 Hasil deteksi dengan fitur Homogenitas... 46

4.11 Hasil deteksi dengan fitur energi, kontras, korelasi, entropi dan homogenitas ... 48

4.12 Hasil deteksi dengan fitur energi, kontras, korelasi, entropi, homogenitas dan kombinasi semua fitur... 50

(13)

ix

Nomor Judul Halaman

2.1 Sebuah sistem computer vision ... 8

2.2 Ttriplet warna RGB ... 12

2.3 Kanal warna RGB biji pinang di ekstraksi ... 13

2.4 Citra aras keabuan biji pinang dan histogramnya... 14

2.5 Citra warna biji pinang dan histogramnya... 14

2.6 Arah dalam menghitung Gray Level Co-occurrence Matrix ... 17

2.7 Kontruksi Gray Level Co-occurrence Matrix (a) matrik dasar untuk empat arah (b) 00(c) 450(d) 900(e) 1350dengan jarak d =1 ... 17

2.8 Langkah pertama mengubah GLCM ... 18

2.9 GLCM (Grey Level Co-occurence Matrix) simetris ... 19

2.10 GLCM (Grey Level Co-occurence Matrix) simetris ternormalisasi... 19

2.11 Struktur PNN (Probabilistic Neural Network) ... 21

3.1 Diagram blok langkah-langkah proses penelitian ... 23

3.2 Citra biji pinang (a) Bagus (b) Rusak ... 24

3.3 Gambar citra biji pinang; (a) citra biji pinang asli; (b) citra biji pinang setelah diformat menjadi Gray scale ... 26

3.4 Hubungan ketetanggaan antar piksel dan arah orientasi sudut ... 27

3.5 Arsitektur PNN untuk deteksi kerusakanan biji pinang ... 28

4.1 Citra 1- 4 (biji pinang baik) citra 51 – 54 (biji pinang rusak)... 31

(14)

x

4.3 Hasil ektraksi fitur energi pada sudut 0, 45 , 90 , dan 135 dengan

jarak 1 pixel... 33

4.4 Hasil ektraksi fitur kontras pada sudut 0o, 45o, 90o, dan 135odengan jarak 1 pixel... 35

4.5 Hasil ektraksi fitur korelasi pada sudut 0o, 45o, 90o, dan 135odengan jarak 1 pixel... 36

4.6 Hasil ektraksi fitur entropi pada sudut 0o, 45o, 90o, dan 135odengan jarak 1 pixel... 37

4.7 Hasil ektraksi fitur homogenitas pada sudut 0o, 45o, 90o, dan 135odengan jarak 1 pixel... 39

4.8 Diagram alir system deteksi kerusakan biji pinang ... 51

4.9 Rancangan konveyor pemisah biji pinang ... 52

4.10 Rangkaian mikrokontroller ... 54

(15)

xi

Nomor Judul Halaman

1. Citra Pinang Bagus dan Rusak... 59

2. Nilai Fitur atau Ciri GLCM Citra Pinang Bagus dan Rusak ... 63

3. Hasil Pengujian Berdasarkan Kombinasi Ciri Fitur GLCM ... 78

4. Grafik Hasil Deteksi Probilistik Neural Network ... 79

5. Listing Program Gray Level Co-occurrence Matrix (GLCM) dan Probilistik Neural Network (PNN) ... 82

(16)

xii PNN = Probabilistic Neural Network GLCM = Gray Level Cooccurrence Matrix NTSC = National Television System Committee

(17)

1 1.1.Latar Belakang

Perkembangan teknik pengolahan citra digital (Digital Image Processing) saat ini semakin pesat dan banyak diterapkan pada semua aplikasi bidang ilmu. Pengolahan citra didefinisikan sebagai proses pengolahan dan analisis citra yang mentransformasikan citra masukan menjadi citra lain sehingga keluaran citra memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan kualitas citra masukan. Berbagai aplikasi pengolahan citra sangat bermanfaat bagi kepentingan manusia diantaranya adalah untuk mendeteksi objek citra, meningkatkan kualitas citra, menghilangkan cacat pada citra, mengidentifikasi objek citra dan penggabungan dengan bagian citra yang lain.

Biji pinang memiliki kontur permukaan yang berbeda sesuai dengan kwalitasnya. Pemilihan mutu biasanya di tentukan dengan mengamati kondisi biji pinang secara visual mata manusia. Proses pemilihan berdasarkan mutu permukaan biji pinang jika permukaan biji pinang berlubang atau busuk maka dikatagorikan dalam kualitas rusak sedangkan untuk kualitas bagus maka permukaan biji pinang halus dan rata. Pengamatan mutu dengan cara ini mempunyai beberapa kelemahan, antara lain membutuhkan waktu yang lama dan mengahasilkan pemilihan biji pinang dengan mutu yang tidak kosisten karena keterbatasan visual manusia, kelelahan dan adanya perbedaan persepsi tetang mutu biji pinang pada masing-masing pengamat.

Sehubungan dengan permasalahan tersebut maka di perlukan suatu metode yang tepat

(18)

untuk mendeteksi kerusakan biji pinang secara cepat, tepat, akurat dan mudah mengoperasikannya.

Pengolahan citra digital merupakan alternatif untuk mengatasi masalah tersebut, pada penelitian ini algoritma pengolahan citra digital diterapkan untuk mengenali ciri kondisi pada citra biji pinang. Pemilahan ini dikategori dalam dua kondisi, yaitu kondisi bagus dan kondisi rusak. Banyak algoritma yang dapat diterapkan pada jaringan syaraf tiruan salah satunya yaitu Probabilistic Neural Network.

Dalam penelitian ini, akan menggunakan metode Probabilistic Neural Network (PNN) yang merupakan salah satu struktur jaringan syaraf tiruan yang menggunakan paradikma pembelajaran terawasi (supervised learning) dan merupakan model yang dibentuk berdasarkan penaksir fungsi peluang [1].

Beberapa penelitian yang pernah dilakukan dengan pengolahan citra digital dan Probabilistic Neural Network seperti ditunjukkan pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1. Penelitian yang berhubungan dengan pengolahan citra digtal

No Peneliti Judul Metode Hasil

1 Wijanarko A. P,. T.

2014. [1]

Pengaruh Intensitas Cahaya Terhadap Hasil Pengenalan Citra Dengan Gray Level Co-Occurrence Matrix Dan Probabilistic Neural Network

Gray Level Co- Occurrence Matrix Dan Probabilistic Neural Network

Tingkat akurasi pengenalan dari 82,86 %

2 Mustafa, N .B. A . Arumugam. K.

Ahmed. S.K. and Sharif , Z.A. M.

2011.[2]

Classification of Fruits using Probabilistic Neural Networks - Improvement using Color Features

Probabilistic Neural Network

Efisiensi klasifikasi antara 79-90%

3 Unay, D.,Gosselin, B.

2005.[3]

Artificial neural network- based segmentation and apple grading by Machine vision

An artificial neural network segments the defected regions on fruit by pixel-wise processing.

Segmentasi buah Apel dengan machine Vision dan artificial neural network berhasil 90%

(19)

Tabel 1.1. (sambungan)

No Peneliti Judul Metode Hasil

4 Finawan, A.

2011.[4]

Pengenalan Kerusakan pada Biji Pinang Dengan Pengolahan Citra Digital Menggunakan Operasi Pengambangan Otsu)

Metode

Pengambangan Otsu

Hasil pengujian yang diperoleh menunjukkan bahwa ciri luasan cacat dapat membedakan kelas kondisi dengan nilai ambang luas kawasan cacat T = Otsu – 40.192.

5 Kulkarni, A.H., and Patil, S.B. 2012. [5]

Automated Garment identification and defect detection model based on Texture Features and PNN

GLCM dan PNN Total identifikasi kain adalah 96,6% dan tingkat keberhasilan deteksi kain cacat

91,1%

6 Wu, S.G,. Bao, F.S., Xu, E.Y., Wang, Yu- Xuan, Hang, Yi-Fan and Xiang, Qiao- Liang. 2007.[6]

A Leaf Recognition Algorithm for

Plant Classification Using Probabilistic Neural Network

PCA dan PNN Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat akurasi lebih besar dari 90%

7 Dayanand Savakar, 2012.[7]

Identification and Classification of Bulk Fruits

Images using Artificial Neural Networks

A Back Propagation Neural Network (BPNN)

Penelitian ini

mengungkapkan bahwa kombinasi fitur warna dan tekstur dalam identifikasi dan klasifikasi gambar secara massal pada buah berbeda.

8 Alasadi, T. A,. and, Baiee, W. R.

2014.[8]

Analysis of GLCM Feature Extraction for Choosing Appropriate

Angle Relative to BP Classifier

GLCM and ANN Menghasilkan tingkat akurasi mendekati 90%

1.2.Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka perumusan masalah yang akan dikaji adalah berapa jumlah fitur Gray Level Co-occurrence Matrix (GLCM) pada setiap citra biji pinang dengan penerapan metode Probabilistic Neural Network (PNN) untuk dapat membedakan ciri pinang bagus dan ciri pinang rusak.

(20)

1.3.Batasan Masalah

Pada penelitian ini penulis membatasi permasalahan yang berkenaan dengan:

a. Masukan Sistem berupa Citra biji pinang dengan background putih.

b. Pengambilan citra untuk setiap objek biji pinang hanya dilakukan pada biji pinang bulat saja.

c. Metode yang digunakan dalam mendeteksi kurusakan biji pinang adalah Probabilistic Neural Network (PNN).

d. Ciri yang diambil dari setiap citra setelah preprosesing adalah merupakan nilai ciri fitur pada citra objek biji pinang dengan menggunakan Gray Level Co-occurrence Matrix (GLCM).

e. Pemrosesan Citra secara of line, dimana citra yang akan diproses telah di akuisasi terlebih dahulu menggunakan kamera digital.

1.4.Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah untuk mendeteksi kerusakan biji pinang menggunakan metode Probabilistic Neural Network (PNN).

1.5.Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini untuk mendapatkan suatu sistem yang mampu mengenali kondisi biji pinang yang dikatagorikan bagus dan katagori rusak yang nantinya berguna untuk para petani dan pengumpul dalam menentukan kondisi biji pinang yang dijual dan dapat di terapkan di dunia industri.

(21)

5

Penelitian tentang hasil pertanian dan perkebunan dengan algoritma pengolahan citra digital telah banyak dilakukan untuk mendeteksi kerusakan dan klasifikasi mutu pada produk yang dihasilkan. Berbagai produk dan metode atau algoritma telah digunakan untuk mendapatkan sistem inspeksi produk ini.

Beberapa penelitian sebelumnya untuk mendeteksi kerusakan dan klasifikasi telah dilakukan.

Somantri melakukan peneltian, “menentukan klasifikasi mutu fisik beras dengan menggunakan teknologi pengolahan citra digital dan jaringan syaraf tiruan “ membuat sistem penunjang keputusan untuk menentukan klasifikasi mutu beras. Citra beras diambil dengan menggunakan kamera digital dan diproses oleh teknologi pengolahan citra digital dan jaringan syaraf tiruan (JST). Model JST yang dikembangkan adalah 10 parameter input, 20 lapisan tersembunyi dan 4 target.

Keempat target tersebut adalah butir utuh, butir kepala, butir patah dan menir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa akurasi pelatihan adalah 99%, dan akurasi validasi 93,25% [9], Sedangkan Sofi’i, dengan penelitian "Penentuan Jenis Cacat Biji Kopi dengan Pengolahan Citra Digital dan Artificial neural networks" melakukan analisis suatu sistem klasifikasi jenis-jenis cacat dan mutu kopi dengan memanfaatkan teknologi pengolahan citra digital dan Artificial neural networks (ANN). Citra biji kopi diambil menggunakan kamera digital, selanjutnya diolah dengan

(22)

menggunakan program pengolah citra. Dua model ANN telah dibangun yaitu model 1 dengan 10 parameter input dan model 2 dengan 5 parameter input. Kedua model dipakai untuk menduga 26 parameter output (jenis cacat). Jenis-jenis cacat yang sudah diperoleh selanjutnya di pakai untuk menghitung nilai cacat dan kemudian di pakai untuk menentukan mutu berdasarkan SNI. Validasi menunjukkan bahwa model 1 memberi akurasi pendugaan jenis cacat sebesar 72,6% dan model 2 memberikan akurasi 68,2%. Ada beberapa jenis cacat yang sulit dikenali karena tidak dapat dibedakan dengan nilai parameter penduga. Contohnya jenis cacat biji hitam sebahagian, biji coklat, biji berlubang 1 dan biji berlubang >1 yang memiliki nilai parameter penduga berupa rata-rata nilai indeks merah, indeks biru, indeks hijau,hue, saturasi dan intensitas yang serupa [10]. Selanjutnya Eliyani dengan penelitian pengenalan tingkat kematangan buah pepaya berdasarkan warna (RGB) dengan metode K-Means Clustering dengan hasil kelompok 01 buah masak mentah 60% dikenali sebagai masak mentah dan 40% dikenali masak mengkal. Pada kelompok 02 buah masak mengkal, 90 dikenali masak mengkal dan 10% dikenali masak penuh sedangkan pada kelompok 03 buah masak penuh 100% di kenali masak penuh [11].

Penelitian yang di lakukan oleh Finawan " Pengenalan Kerusakan pada Biji Pinang dengan Pengolahan Citra Digital Menggunakan Operasi Pengambangan Otsu

" melakukan penilaian terhadap biji pinang, pada penelitian ini yang menjadi fokus bagaimana mendapatkan ciri cacat dari citra sampel biji pinang secara spasial dengan menggunakan metode pengambangan Otsu standart mendapatkan hasil 10% tingkat

(23)

kesalahan. Oleh karena itu metode pengambangan untuk proses pengukuran luas kawasan cacat ini dipilih metode T= Otsu-40,192 [4].

Sedangkan yang dibahas pada ini penelitian adalah pendeteksi kerusakan biji pinang sebagai objek berdasarkan cacat yang ada. Ciri yang diekstrak dari citra objek biji pinang adalah ekstraksi fitur, fitur pembeda adalah tekstur yang merupakan karakteristik penentu pada citra. Teknik statistik yang terkenal untuk ekstraksi fitur adalah Gray Level Co-occurrence Matrix. Gray Level Co-occurrence Matrix merupakan matriks derajat keabuan yang merepresentasikan hubungan suatu derajat keabuan dengan derajat keabuan lain. Sebagai pengambil keputusan dalam mendeteksi kerusakan biji pinang pada penelitian ini menggunakan Probabilistic Neural Network.

2.1. Visi Komputer (Computer vision )

Visi komputer (Computer vision) sering juga di sebutkan dengan machine vision dapat dideskripsikan sebagai ilmu yang mempelajari metode yang dapat di gunakan untuk membuat komputer mengerti gambar dan data.

Visi komputer merupakan proses otomatis yang mengintegrasikan sejumlah besar proses untuk persepsi visual, seperti akuisisi citra, pengolahan citra, klasifikasi, pengenalan (recognition), dan pembuatan keputusan. Visi komputer terdiri atas teknik-teknik untuk mengestimasi ciri-ciri objek di dalam citra, pengukuran ciri yang berkaitan dengan geometri objek, dan menginterpretasi informasi geometri tersebut.

(24)

Gambar 2.1. Sebuah sistem computer vision [12]

Sistem visi komputer seperti pada Gambar 2.1 menunjukkan bahwa perolehan data citra (data aquisition) sebagai masukan sistem, yaitu menentukan data yang diperlukan dan memilih metode perekaman citra digital. Citra masukan ini terlebih dahulu dilakukan pra-pengolahan, yaitu dapat berupa perbaikan dan peningkatan kualitas citra ataupun hanya menyajikan data yang diinginkan.

Segmentasi citra (image segmentation) dan deteksi tepi (edge detection) diterapkan untuk melakukan partisi citra menjadi wilayah-wilayah objek atau menentukan garis batas wilayah objek. Sebagai contoh memisahkan objek yang berbeda dengan mengekstraksi batas-batasnya. Klasifikasi citra memetakan perbedaan kawasan (region) atau segmen-segmen pada objek yang diidentifikasi dengan label yang tepat.

Kemudian ciri tertentu yang ada pada citra diekstraksi dan dipilih, yaitu mengukur besaran kuantitatif ciri setiap piksel dan memilih informasi kuantitatif atas ciri yang ada, yang dapat membedakan kelas-kelas objek secara baik. Informasi yang diperoleh dari ekstraksi ciri ini dijadikan sebagai masukan pada bagian klasifikasi

(25)

sebagai pengambilan keputusan setiap citra akan dikelompokkan ke dalam masing- masing kelas tertentu.

2.2. Pinang

Pinang adalah sejenis palma yang tumbuh di daerah Pasifik, Asia dan Afrika bagian timur. Pinang juga merupakan nama buahnya yang diperdagangkan orang.

Pelbagai nama daerah di antaranya adalah pineung (Aceh), pining (Batak Toba), penang (Md.), jambe (Sd., Jw.), bua, ua, wua, pua, fua, hua (aneka bahasa di Nusa Tenggara dan Maluku) dan berbagai sebutan lainnya, Dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Betel palm atau Betel nut tree, dan nama ilmiahnya adalah Areca catechu.

Pinang terutama ditanam untuk dimanfaatkan bijinya, yang di dunia Barat dikenal sebagai betel nut. Biji ini dikenal sebagai salah satu campuran orang makan sirih, selain gambir dan kapur. Biji pinang mengandung alkaloida seperti misalnya arekaina (arecaine) dan arekolina (arecoline), yang sedikit banyak bersifat racun dan adiktif, dapat merangsang otak. Sediaan simplisia biji pinang di apotek biasa digunakan untuk mengobati cacingan, terutama untuk mengatasi cacing pita. Sementara itu, beberapa macam pinang bijinya menimbulkan rasa pening apabila dikunyah. Zat lain yang dikandung buah ini antara lain arecaidine, arecolidine, guracine (guacine), guvacoline dan beberapa unsur lainnya. Secara tradisional, biji pinang digunakan dalam ramuan untuk mengobati sakit disentri, diare berdarah, dan kudisan. Biji pinang dikenal mengandung senyawa antioksidan sehingga berpotensi sebagai antikanker [13].

Saat ini biji pinang sudah menjadi komoditi perdagangan. Ekspor dari Indonesia diarahkan ke negara-negara Asia selatan seperti India, Pakistan, Bangladesh, atau

(26)

Nepal. Negara-negara pengekspor pinang utama adalah Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, dan Myanmar. Biji pinang yang diperdagangkan terutama adalah yang telah dikeringkan, dalam keadaan utuh (bulat) atau dibelah. Bahkan di India dan Pakistan, saat ini pinang dibuat menjadi bahan baku penganan ringan semacam permen [4].

2.3. Pengolahan Citra

Sesungguhnya citra merupakan suatu fungsi intensitas dalam bidang dua dimensi. Karena intensitas yang dimaksud berasal dari sumber cahaya, dan cahaya adalah suatu bentuk energy, maka berlaku keadaan dinmana fungsi intensitas terletak diantara : 0<f(x,y)<∞.

Pada Dasarnya, citra yang dilihat terdiri atas berkas-berkas cahaya yang dipantulkan oleh benda disekitarnya. Jadi secara ilmiah, fungsi intensitas cahaya merupakan fungsi sumber cahaya yang menerangi obyek, serta jumlah cahaya yang di pantulkan oleh obyek [14], atau ditulis:

f(x,y)=i(x,y).r(x,y)………...………..(2.1)

Yaitu: 0<i(x,y)< ∞ (Iluminasi sumber cahaya) 0<r(x,y)<1 (Koefisien pantul obyek)

Citra dapat direpresentasikan secara numerik, maka citra harus didigitalisasi, baik terhadap ruang koordinat (x,y) maupun terhadap sekala keabuannya (f(x,y)).

Proses dijitalisasi koordinat (x,y ) dikenal sebagai “pencuplikan citra” (image sampling), sedangkan proses digitalisasi skala keabuan f(x,y) disebut sebagai

“kuantisasi derajat keabuan”.

Sebuah citra kontinu f(x,y) akan didekati oleh cuplikan-cuplikan yang seragam jaraknya dan bentuk matriks NxM. Nilai elemen-elemen matriks menyatakan derajat

(27)

keabuan citra, sedangkan posisi elemtersebut (dalam baris dan kolom) menyatakan koordinat titik-titik (x,y) dari citra [12].

, =

(0,0) 0,1 … . 0, − 1

(1,0) (1,1) … . 1, − 1

. . . .

. . . .

( − 1,0) ( − 1,1) … . ( − 1, − 1)

...……(2.2)

2.3.1. Citra RGB

Suatu citra biasanya mengacu ke citra RGB. Sebenarnya bagaimana citra disimpan dan dimanipulasi dalam komputer diturunkan dari teknologi televisi, yang pertama kali mengaplikasikannya untuk tampilan grafis komputer. Jika dilihat dengan kaca pembesar, tampilan monitor komputer akan terdiri dari sejumlah triplet titik warna merah (RED), hijau (GREEN) dan biru (BLUE). Tergantung pada pabrik monitornya untuk menentukan apak titik tersebut merupakan titik bulat atau kotak kecil, tetapi akan selalu terdiri dari 3 triplet red, green dan blue. Citra dalam komputer tidak lebih dari sekumpulan sejumlah triplet dimana setiap triplet terdiri atas variasi tingkat keterangan (brightness) dari elemen red, green dan blue. Representasinya dalam citra, triplet akan terdiri dari 3 angka yang mengatur intensitas dari Red (R), Green (G) dan B (Blue) dari suatu triplet. Setiap triplet akan merepresentasikan 1 pixel (picture element). Suatu triplet dengan nilai 67, 228 dan 180 berarti akan mengeset nilai R ke nilai 67, G ke nilai 228 dan B ke nilai 180. Angka-angka RGB ini yang seringkali disebut dengan color values. Pada format .bmp citra setiap pixel pada citra direpresentasikan dengan dengan

(28)

24 bit, 8 bit untuk R, 8 bit untuk G dan 8 bit untuk B, dengan pengaturan seperti pada Gambar 2.2.

R G B

Gambar 2.2. Ttriplet warna RGB [15]

2.3.2. Ekstraksi warna ekstraksi nilai piksel red, green dan blue (RGB)

Hampir setiap pengolahan citra yang berbasis warna perlu dilakukan pemisahan band-band yang ada pada citra khususnya citra RGB, MATLAB menyediakan fasilitas yang cukup baik dalam memisahkan ketiga warna RGB, Sebuah gambar RGB, kadang-kadang disebut sebagai gambar TrueColor, disimpan sebagai baris m dan kolom n dengan 3 array data yang mendefinisikan komponen warna merah, hijau, dan biru untuk setiap piksel individu. Gambar RGB tidak menggunakan palet.

Warna dari setiap pixel ditentukan oleh kombinasi merah, hijau, dan biru intensitas disimpan di setiap kanal warna di lokasi pixel. Format file grafis citra RGB sebagai citra 24-bit, di mana komponen merah, hijau, dan biru adalah 8 bit masing-masing. Ini menghasilkan potensi 16 juta warna. Presisi dengan gambar kehidupan nyata dapat direplikasi telah menyebabkan julukan "citra TrueColor” [16].

Sebuah array RGB MATLAB dapat dari kelas uint 8 atau uint 16. Dalam array RGB, masing-masing komponen warna adalah nilai antara 0 dan 1. Sebuah pixel yang warnanya komponen (0,0,0) ditampilkan sebagai hitam, dan piksel yang warnanya

(29)

komponen (1,1,1) ditampilkan sebagai putih. Komponen tiga warna untuk setiap pixel disimpan sepanjang dimensi ketiga dari array data. Misalnya, merah, hijau, dan komponen warna biru dari pixel (10,5) disimpan dalam RGB (10,5,1), RGB (10,5,2), dan RGB (10,5,3) , masing-masing [16].

Gambar 2.3. Kanal Warna RGB Biji pinang di Ekstraksi

2.4. Histogram Citra

Histogram citra adalah grafik yang menggambarkan penyebaran jumlah piksel berdasarkan nilai-nilai intensitas suatu citra atau bagian tertentu dalam citra [17]. Dari histogram dapat diketahui frekuensi kemunculan nisbi (relative) dari intensitas pada citra tersebut. Gambar 2.4 menunjukkan citra aras keabuan biji pinang dan histogram.

Misalkan citra digital memiliki L derajat keabuan, yaitu dari nilai 0 sampai L-\

(misalnya pada citra dengan kuantisasi derajat keabuan 8-bit, nilai derajat keabuan dari 0 sampai 255).

(30)

(a) (b)

Gambar 2.4. (a) Citra Aras Keabuan Biji Pinang. (b) Histogram Citra Aras Keabuan Biji Pinang

Secara matematis histogram citra dihitung dengan Persamaan (2.3) sebagai berikut:.

…...………...(2.3) dengan ni= jumlah piksel yang memiliki derajat keabuan i dan n = jumlah seluruh piksel di dalam citra. Distribusi hi, atau ni, dapat menyediakan informasi tentang tampak citra. Pengetahuan praktis untuk memahami histogram citra dibutuhkan untuk melihat perubahan-perubahan pada citra setelah dilakukan operasi tertentu [17].

(a) (b)

Gambar 2.5. (a) Citra Warna Biji Pinang. (b) Histogram Citra Warna Biji Pinang

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500

Histogram Citra Biji Pinang

Intensitas

Jumlah Piksel

0 50 100 150 200 250

0 50 100 150 200 250 300

0 0.5 1 1.5 2 2.5x 104

Intensitas

Jumlah Piksel

(31)

Setia piksel pada citra warna mewakili warna yang merupakan kombinasi dari tiga warna dasar yaitu RGB (red, green, blue) pada Gambar 2.5 menunjukkan tiga kanal pada histogramnya. Setia warna dasar menggunakan penyimanan 8 bit = 1 byte, yang berarti setiap waarna mempunyai gradasi sebanyak 255 warna. Berarti setiap piksel mempunyai warna 28x 28x28 = 224 = 16 juta warna lebih sehingga di namakan dengan true color. Histogram bermanfaan untuk hal-hal berikut [18]:

1. Sebagai indikasi visual untuk menentukan skala keabuan yang tepat sehingga diperoleh kualitas citra yang di inginkan.

2. Untuk pemilihan batas ambang (threshold).

2.5. Mengubahan Citra Warna ke Citra Aras Keabuan

Proses awal yang banyak dilakukan dalam pengolahan citra (image processing) adalah mengubah citra warna (true color) menjadi citra keabuan (gray scale). Hal ini digunakan untuk menyederhanakan model citra. Untuk mengubah citra berwana yang mempunyai nilai matrik masing-masing R, G dan B menjadi citra gray scale dengan cara menghitung nilai rata-rata dari elemen warna R, G dan B, secara matematis perhitungannya dapat dihitung dengan persamaan [19]:

...(2.4) Ko sebagai nilai rata - rata dari ketiga komponen warna pokok RGB yang diubah menjadi citra keabuan. Tetapi karena ketiga warna pokok dianggap tadi dianggap tidak seragam dalam hal kemapuan konstribusi pada kecerahan, ada yang

(32)

berpendapat cara konversi yang lebih tepat dapat dilakukan dengan meberi bobot ω pada RGB, sehingga Persamaan (2.4) dimodifikasi menjadi [20]:

KoRRiGGiBBi ...(2.5) Berdasakan NTSC (National Television System Committee) mendefinisan bobot untuk konversi citra true color ke greyscale sebagai berikut:

ωR=0.299 , ωB=0.587 dan ωB=0.114 dimana:

Ko : nilai keabuan

ωR: bobot untuk elemen warna merah.

ωG: bobot untuk elemen warna hijau

ωB: bobot untuk elemen warna biru Ri : nilai intensitas elemen warna merah Bi : nilai intensitas elemen warna biru Gi : nilai intensitas elemen warna hijau

sehingga Persamaan (2.5) dapat ditulis kembali menjadi:

Ko= 0.299Ri+0.587 Gi+0.114 Bi...(2.6) 2.6. Ektraksi Fitur Gray Level Co-occurrence Matrix (GLCM)

Pada ekstraksi fitur, fitur pembeda adalah tekstur yang merupakan karakteristik penentu pada citra. Teknik statistik yang terkenal untuk ekstraksi fitur adalah Gray Level Co-occurrence Matrix. Gray Level Co-occurrence Matrix merupakan matriks derajat keabuan yang merepresentasikan hubungan suatu derajat keabuan dengan derajat keabuan lain. Gray Level Co-occurrence Matrix digunakan untuk analisis pasangan piksel yang bersebelahan tergantung dengan sudut yang digunakan. Ilustrasi

(33)

pembentukan matriks kookurensi citra dengan 4 tingkat keabuan (gray level) dari 0 - 3 pada jarak d =1 sudut 00untuk [01], 450untuk [-11], 900untuk [-10] dan 1350untuk [- 1-1] dapat dilihat pada Gambar 2.6.

.

Gambar 2.6. Arah dalam menghitung Gray Level Co-occurrence Matrix [21][22]

Gambar 2.7 menunjukan matrik dasar yang akan digunakan sebagai contoh dalam penghitungan Gray Level Co-occurrence Matrix dengan dimensi 4 x 4 dengan kisaran derajat keabuan 0-3 dalam jarak d=1 orientasi 4 arah sudut (θ) 00, 450 , 900 dan 1350.

Gambar 2.7. Kontruksi Gray Level Co-occurrence Matrix (a) matrik dasar untuk empat arah (b) 00(c) 450(d) 900(e) 1350dengan jarak d =1 [22]

(34)

Co-occurrence Matrix merupakan matriks bujur sangkar dengan jumlah elemen sebanyak kuadrat jumlah level intensitas piksel pada citra. Setiap titik (i,j) pada matriks kookurensi berorientasi c berisi peluang kejadian piksel bernilai i bertetangga dengan piksel bernilai j pada jarak d. Gambar (2.8) menggambarkan contoh proses bagaimana untuk menghasilkan Co-occurrence Matrix menggunakan arah sudut (θ) = 0o dan dengan jarak d= 1 pixel.

Gambar 2.8. Langkah pertama mengubah GLCM [1]

Dengan menjumlahkan matriks transposnya, matriks simetrik akan diperoleh, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.9, tapi hasilnya masih belum ternormalisasi. Oleh karena itu, proses normalisasi harus dilakukan untuk menghapus ketergantungan pada ukuran citra dengan mengatur semua elemen dalam matriks sehingga total dari semua nilai elemen sama dengan 1.

(35)

Gambar 2.9. GLCM (Grey Level Co-occurence Matrix) Simetris [1]

Gambar 2.9 menjelaskan perubahan urutan matriks dari baris ke kolom lalu dijumlahkan dan akan menghasilkan matriks GLCM sebelum normalisasi sedangka Gambar 2.10 merupakan hasil dari matriks yang telah ternormalisasi.

0,1667 0,0833 0,0042 0

0,0833 0,1667 0 0

0,0042 0 0,2500 0,0042

0 0 0,0042 0,0833

Gambar 2.10. GLCM (Grey Level Co-occurence Matrix) Simetris ternormalisasi Setelah memperoleh Co-occurrence Matrix telah ternormalisasi tersebut sehingga dapat dihitung ciri tekstur atau fitur Statistik Gray Level Co- occurrence Matrix yang dapat diperoleh dari suatu citra yang digunakan untuk membedakan antara citra dengan kelas tertentu, dengan kelas lainnya. Ciri tekstur atau fitur Statistik Gray Level Co-occurrence Matrix tersebut adalah:

1. Energi

Energi menyatakan ukuran konsentrasi pasangan dengan intensitas keabuan tertentu pada matriks.

, , ...(2.7)

(36)

2. Kontras

Perhitungan kontras berkaitan dengan jumlah keberagaman intensitas keabuan dalam citra.

= ∑ , , ...(2.8) 3. Korelasi

Menyatakan ukuran hubungan dependen piksel terhadap piksel tetangga dalamcitra.

= ∑, , [ ]...(2.9)

 = ∑, ,

= ∑ , , − 4. Entropi

Entropi digunakan untuk mengukur keteracakan dari distribusi intensitas.

ℎ = ∑ , , (− ln , )...(2.10) 5. Homogenitas

Secara matematis, homogenitas GLCM adalah invers dari kontras GLCM, yaitu keseragaman intensitas keabuanpada citra.

ℎ = ∑, ( , ) ...(2.11) Dimana:

a. i dan j adalah sifat keabuan dari resolusi 2 piksel yang berdekatan

b. p (i,j) adalah frekuensi relatif matriks dari resolusi 2 piksel yang berdekatan.

c. adalah Rata-rata dari suatu sebaran nilai intensitas citra keabuan

d. 2 adalah Varians GLCM menunjukkan sebaran nilai piksel pada bidang citra.

(37)

2.7 Probabilistic Neural Network (PNN)

Pada tahun 1990 , Donald F. Specht mengusulkan jaringan berdasarkan pengklasifikasi tetangga terdekat dan menamakannya sebagai " Probabilistic Neural Network "[23]. Probabilistic Neural Network adalah suatu metode jaringan saraf tiruan yang menggunakan pembelajaran terawasi (supervised learning) dan merupakan model yang dibentuk berdasarkan penaksir fungsi peluang. Model ini memberikan unjuk kerja pengklasifikasian yang sangat baik dan cepat dalam pelatihan karena dilakukan hanya dalam satu tahap pelatihan. Probabilistic Neural Network biasanya digunakan untuk masalah klasifikasi dan pengenalan pola [24][25].

PNN terdiri atas empat lapisan, yaitu lapisan masukan, lapisan pola, lapisan penjumlahan, dan lapisan keluaran. Struktur PNN diperlihatkan pada Gambar 2.11.

Gambar 2.11. Struktur PNN (Probabilistic Neural Network) [26]

(38)

1. Lapisan masukan (input layer) merupakan input x yang terdiri atas k nilai yang diklasifikasikan pada salah satu kelas dari n kelas.

2. Lapisan pola (pattern layer) dihitung jarak vektor data latih ke vektor data uji dengan mengunakan Persamaan (2.12):

. ...(2.12)

3. Lapisan penjumlahan (summation layer), setiap keluaran pattern layer dijumlahkan dengan keluaran dari pattern layer lainnya yang berada dalam satu kelas untuk menghasilkan probabilitas vektor output. Lapisan penjumlahan ini dapat dilihat pada Persamaan (2.13) sebagai berikut :

= = ∑ − . ...(2.13)

Dengan i = 1, 2, ..., K dimana :

T = Transpose i = Jumlah Kelas j = Jumlah Pola

xij = Vektor pelatihan ke j dari kelas i x = Vektor pengujian

Mi = Jumlah vektor pelatihan dari kelas i

 = Dimensi vektor x

 = Faktor penghalus

4. Lapisan terakhir adalah lapisan keluaran (Output layer), menghasilkan 1 untuk kelas yang sesuai dan menghasilkan 0 untuk kelas yang lain.

(39)

23 3.1. Metode yang Diusulkan

Penelitian ini melalui beberapa tahapan proses, seperti ditunjukkan dalam Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Diagram blok langkah-langkah proses penelitian

Pada Gambar 3.1 menunjukan proses tahapan verifikasi citra biji pinang, dimana citra biji pinang sebagai input akan diproses untuk mendapatkan bobot atau nilai dengan menggunakan Probabilistic Neural Network (PNN). Tahapan awal dari penelitian ini adalah citra biji pinang diproses preprosessing dimana pada tahapan ini nilai citra biji pinang RGB akan dirubah kedalam bentuk nilai grayscale. Proses selanjutnya berupa pembentukan matrik co-occurance untuk sudut 0o, 45o, 90o dan 135ountuk masing-masing nilai offset 0 1, -1 1, -1 0, -1 -1. Dengan ditetapkan nilai offset maka dapat dilakukan proses selanjutnya berupa perhitungan nilai ektraksi ciri

Preprosessing EktraksiCiri

Preprosessing Ektraksi Ciri Pengujian Klasifikasi

Pelatihan

PNN

Hasil Pelatihan

Pengujian

(40)

sehingga akan diperoleh nilai-nilai dari ektraksi ciri berupa nilai fitur energi, fitur kontras, fitur korelasi, fitur entropy dan fitur homogenitas. Pembentukan nilai-nilai fitur tersebut menggunakan metode Gray Level Cooccurrence Matrix (GLCM). Setelah diperoleh nilai-nilai fitur maka tahap selanjutnya adalah proses pelatihan yang bertujuan untuk mentraining sistem sehingga didapat nilai bobot Probabilistic Neural Network (PNN) yang akan digunakan untuk proses klasifikasi. Hasil dari proses ini berupa penentuan kondisi biji pinang dalam kondisi bagus atau kondisi rusak.

3.2. Pengambilan Data Biji Pinang

Citra yang digunakan sebagai sampel pada penelitian ini adalah berupa 100 biji pinang kupas kering. Dalam penelitian ini pengambilan sampel dilakukan secara Purposive sampling atau judgmental sampling yang berasal dari pedagang penampung daerah kecamatan Juli dan Matang Gelumpang Dua kabupaten Bireueun Provinsi Aceh. Purposive sampling atau judgmental sampling merupakan cara penarikan sample yang dilakukan dalam memilih subjek berdasarkan kriteria spesifik yang ditetapkan dalam penelitian ini. Sampel biji pinang terdiri dari dua katagori yaitu biji pinang bagus dan biji pinang rusak, seperti yang di tunjukkan dalam Gambar 3.2.

(a) (b) Gambar 3.2. Citra biji pinang (a) bagus (b) rusak

(41)

Sampel ini dipisah dalam dua bagian berdasarkan kondisinya, yaitu 50 biji dengan kondisi rusak dan 50 biji dengan kondisi bagus dengan kriteria mutu fisik seperti dalam Tabel 3.1 berdasarkan keterangan bapak Saifan Nur Pimpinan UD. H.S.Y beralamat Matang Gelumpang Dua kabupaten Bireuen Provinsi Aceh yang merupakan tempat pengumpul dan pemisahan biji pinang.

Tabel 3.1. Kriteria mutu fisik biji pinang

No Mutu Fisik Keterangan

1 Biji bagus Biji pinang kering secara fisik tanpa adanya cacat dan berlubang

2 Biji rusak Biji Pinang kering secara fisik cacat dan berlubang akibat di makan serangga

Data citra biji pinang diambil menggunakan kamera digital merek Sony DSC T900 12.1 megapiksel dengan ukuran citra 400 x 400 piksel dengan type data JPG dan menggunakan notebook HP ProBook 4420s dengan spesifikasi processor Intel (R) Core(TmR) i5-2410M CPU @ 2,3GHz memori 4 GB DDR3.

3.3. Pengolahan Citra Biji Pinang

Pada pengolahan citra biji pinang ini akan menghasilkan nilai grayscale dari citra biji pinang yang nantinya akan digunakan untuk proses pada tahap selanjutnya.

Adapun proses awal dimulai dari inputan citra yang selanjutnya akan di preprosessing yang bertujuan untuk merubah nilai RGB citra ke nilai grayscale. Pada proses selanjutnya citra akan melalui proses ektraksi tekstur dimana dalam proses ini terdapat beberapa tahapan antara lain proses pembentukan matrik coocurency, pembentukan

(42)

matrik Gray Level Cooccurrence Matrix (GLCM) normalisasi dan perhitungan ciri atau fitur statistik GLCM.

3.3.1. Open image

Pada tahap ini citra yang dinputkan berupa citra biji pinang dengan ukuran 400 x 400 pixel, setiap pixel pada citra terdiri dari 3 unsur warna dasar yaitu Red (R), Green (G) dan Blue (B), yang sering disingkat RGB, setiap unsur memiliki nilai masing-masing antara 0-255 dan Setia warna dasar menggunakan penyimanan 8 bit = 1 byte, yang berarti setiap waarna mempunyai gradasi sebanyak 255 warna. Berarti setiap piksel mempunyai warna 28x 28x28 = 224 = 16 juta warna lebih sehingga di namakan dengan true color, sedangkan untuk proses perhitungan citra yang diharapkan mempunyai nilai pixel dengan nilai intensitas tunggal berupa citra dalam format grayscale yang mempunyai nilai derajat keabuan 0 – 255, dimana setiap pixel pada citra biji pinang grayscale diperoleh dengan membuat rataan pada setiap pixel RGB yang bersangkutan. Pada Gambar 3.3 menunjukkan citra biji pinang yang telah dikonversi menjadi format gray scale.

(a) (b)

Gambar 3.3. Citra biji pinang; (a) citra biji pinang asli; (b) citra biji pinang setelah dikonversi menjadi Gray scale

(43)

3.3.2. Ektraksi fitur

Proses ektraksi fitur dilakukan untuk mendapatkan nilai matrik co- occurance untuk sudut 0o, 45o, 90odan 135oderajat untuk masing-masing nilai offset 0 1, -1 1, -1 0, -1 -1. Dengan ditetapkan nilai offset maka dapat dilakuan proses selanjutnya berupa perhitungan nilai ektraksi fitur sehingga akan diperoleh nilai-nilai dari ektraksi fitur berupa nilai fitur energi, fitur kontras, fitur korelasi, fitur entropy dan fitur homogenitas. Pembentukan nilai-nilai fitur tersebut menggunakan metode GLCM (Gray Level Co-occurrence Matrix). GLCM merupakan metode yang sering digunakan dalam analisis tekstur yang merupakan suatu matriks yang merepresentasikan hubungan ketetanggaan antar pixel dalam citra pada berbagai arah orientasi sudut.

Hubungan ketetanggaan antar pixel dan arah orientasi sudut dapat dilihat pada Gambar 3.4.

Gambar 3.4. Hubungan ketetanggaan antar pixel dan arah orientasi sudut

Pada penelitian ini fitur-fitur tekstur yang diekstraki adalah fitur energi, fitur kontras, fitur korelasi, fitur entropy dan fitur homogenitas.

(44)

3.4. Penentuan Pelatihan Pelatihan dan Pengujian 3.4.1 Data latih

Pada tahap pelatihan ini bertujuan untuk menentukan ciri dari masing-masing citra yang akan digunakan untuk pembentukan model jaringan. Pada tahap ini dimasukkan beberapa citra biji pinang yang akan dilatih dari tiap sampelnya. Citra biji pinang yang akan digunakan untuk pelatihan adalah 70 sampel citra biji pinang, 35 citra dari biji pinang bagus dan 35 citra dari biji pinang rusak.

Selanjutnya, dalam pengelompokan citra biji pinang masing-masing kelompok diberi nomor. Dimana citra 1 sampai citra 50 adalah kelompok citra biji pinang bagus dan 51 sampai 100 adalah kelompok citra biji pinang rusak.

Gambar 3.5. Arsitektur PNN untuk Deteksi Kerusakanan Biji Pinang

(45)

Dari Gambar 3.5 dijelaskan bahwa input unit merupakan pola masukan/input dari Probabilistic Neural Network (PNN) yang merupakan elemen-elemen dari citra biji pinang.

Pada pattern unit merupakan lapisan pola pada Probabilistic Neural Network (PNN) dimana setiap pola menerima masukan dari semua elemen vector ciri hasil ektraksi fitur Gray Level Cooccurrence Matrix (GLCM) yaitu fitur energi, fitur kontras, fitur korelasi, fitur entropi dan fitur homgentias yang diambil dari empat arah sudut (0o, 45o, 90o, dan 135o ) dengan jarak 1 pixel. Kemudian pola-pola dikumpulkan kedalam beberapa kelompok dimana tiap kelompok menunjukkan kelas yang dibentuk untuk klasifikasi pada Probabilistic Neural Network (PNN).

Sedangkan summation unit adalah lapisan unit-unit penjumlahan yang terhubung penuh dengan tiap-tiap kelas. Dalam lapisan penjumlahan diberi satu inisialisasi berupa nilai. Untuk kelompok sampel biji pinang bagus diberi nilai satu (1) dan untuk kelompok sampel biji pinnag rusak diberi nilai dua (2). Hasil perhitungan pada lapisan penjumlahan (summation unit) kemudian masuk ke lapisan keluaran (Output Unit) untuk mengambil probabilitas maksimum dan menghasilkan nilai 1 untuk kelas yang sesuai dan nilai 0 untuk kelas yang tidak sesuai.

3.4.2. Data Uji

Pada tahap pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah model jaringan yang sudah dibentuk apakah sudah sesuai atau tidak. Dimana pada tahap pengujian ini data yang di uji sebanyak 30 citra yang terdiri dari 15 citra biji pinang baik dan 15 citra biji pinang rusak. Pada tahap pengujian data citra dikelompokkan dan diberi nomor.

(46)

Dimana data yang diuji adalah citra dari 36 sampai 50 merupakan citra biji pinang baik dan cita 86 sampai dengan 100 adalah citra biji pinang rusak. Hasil dari pengujian tersebut suatu citra biji pinang dapat diketahui apakah termasuk dalam katagori bagus atau rusak.

3.5. Validasi Hasil Pengujian

Persentase akurasi dapat dirumuskan dalam Persamaan (3.1) sebagai berikut:

% 100

(%) x

B

AkurasiA …...(3.1) Dimana :

A = Jumlah data uji yang terdeteksi benar B = Jumlah data yang diuji

(47)

31

Pembahasan hasil penelitian ini secara garis besar dibagi dalam tiga bagian::

bagian pertama membahas hasil citra biji pinang, bagian kedua membahas hasil Gray Level Cooccurrence Matrix (GLCM) dan bagian ketiga pembahasan hasil dari PNN.

4.1. Hasil Analisa Citra Biji Pinang 4.1.1. Pengambilan data citra biji pinang

Data citra biji pinang yang digunakan dalam penelitian ini berupa 100 biji pinang kupas kering. Dimana citra 1 sampai dengan citra 50 merupakan citra biji pinang bagus dan citra 51 sampai dengan citra 100 merupakan citra biji pinang rusak.

Sepeti diperlihatkan pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1. Citra 1- 4 (biji pinang bagus) Citra 51 – 54 (biji pinang rusak) 51

1 2 3 4

52 53 54

(48)

4.1.2. Preprosessing

Tahap berikutnya transformasi grayscale, dimana citra berwarna akan diubah menjadi citra keabuan. Gambar 4.2 akan ditampilkan citra hasil transformasi grayscale.

\

Gambar 4.2. Hasil grayscale -Citra 1- 4 (biji pinang bagus) Citra 51 – 54 (biji pinang rusak)

4.2. Ekstraksi Fitur dengan GLCM

Setelah dilakukan preprosessing yang bertujuan untuk merubah citra RGB biji pinang ke citra grayscale maka tahap selanjutnya ekstrasi fitur menggunakan metode Gray Level Cooccurrence Matrix (GLCM), fitur tekstur yang dihitung adalah nilai fitur energi, fitur kontras, fitur korelasi, fitur entropy dan fitur homogenitas dari 4 arah yaitu 0o, 45o, 90o, dan 135o dengan jarak 1 pixel. Hasil ekstraksi fitur energi dapat dilihat pada Gambar 4.3.

gray51

gray1 gray 2 gray 3 gray 4

gray52 gray53 gray54

(49)

Gambar 4.3. Hasil ektraksi fitur Energi pada sudut 0o, 45o, 90o, dan 135o dengan jarak 1 pixel

Untuk menghitung fitur energi pada penelitian ini menggunakan Persamaan (2.7). Fungsi proses ini untuk menghitung energi suatu citra. Energi mengacu pada homogenitas dari tekstur, jika nilai energi tinggi maka jumlah area yang homogen besar, dan sebaliknya jika nilai energi rendah maka jumlah area yang homogen sedikit atau kecil. Hasil perhitungan energi untuk citra pinang baik dan rusak dan keseluruhan nilai untuk masing-masing fitur pada sudut 0o, 45o, 90o, dan 135o dengan jarak 1 pixel seperti pada Lampiran 2.

Dari hasil ekstraksi fitur energi maka diperoleh nilai untuk masing-masing sudut seperti pada Lampiran 2 dan dari hasil ektraksi fitur energi juga diperoleh nilai yang bervariasi untuk setiap sudutnya dimana nilai maksimum tertinggi untuk biji pinang yang bagus pada arah sudut 90oyaitu sebesar 0.509969 dan nilai minimum pada

(50)

arah sudut 45o yaitu sebesar 0.243806. Sedangkan untuk biji pinang yang rusak nilai maksimumnya pada arah sudut 0 o sebesar 0.468985 dan nilai minimum pada arah sudut 0odan 45oyaitu sebesar 0.156567. Sedangkan untuk nilai rata-rata tertinggi biji pinang baik pada arah sudut 0 o yaitu sebesar 0.32955 sedangkan untuk biji pinang rusak nilai tertinggi pada arah sudut 0o sebesar 0.232953. Adapun keseleruhan nilai max, min dan rata-rata hasil ekstraksi fitur energi pada arah sudut 0o, 45o, 90o, dan 135odengan jarak 1 pixel diperlihatkan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Nilai max, min dan rata-rata hasil ekstraksi fitur energi pada 0o, 45o, 90o, dan 135odengan jarak 1 pixel

Energi

Biji Pinang Bagus Biji Pinang Rusak

0o 45o 90o 135o 0o 45o 90o 135o

Max 0.509057 0.497359 0.509969 0.499195 0.468985 0.462593 0.468112 0.463046 Min 0.260545 0.243806 0.258993 0.244919 0.156567 0.156567 0.162245 0.162245 Rata-rata 0.329550 0.313181 0.328659 0.314572 0.232953 0.230767 0.233008 0.227161

Untuk menghitung fitur kontras pada penelitian ini menggunaan Persamaan (2.8) dimana fitur kontras menunjukkan ukuran penyebaran (momen inersia) elemen- elemen matriks citra dari biji pinang bagus dan pinang rusak. Jika letaknya jauh dari diagonal utama, nilai kekontrasan besar. Secara visual, nilai kekontrasan adalah ukuran variasi antar derajat keabuan suatu daerah citra. Hasil perhitungan kontras pada citra biji pinang menunjukka berkaitan dengan jumlah keberagaman intensitas keabuan dalam citra biji pinang bagus maupun rusak. Hasil ektraksi dari fitur kontras baik pinang bagus dan pinang rusak pada arah sudut 0o, 45o, 90o, dan 135o dengan jarak 1 pixel seperti ditunjukkan pada Gambar 4.4 dan Lampiran 2.

(51)

Gambar 4.4. Hasil ektraksi fitur kontras pada sudut 0o, 45o, 90o, dan 135o dengan jarak 1 pixel

Dari hasil ekstraksi fitur kontras diperoleh nilai maksimum untuk biji pinang bagus sebesar 0.175979 pada sudut 45o dan nilai masimum untuk biji pinang rusak sebesar 0.219113 pada sudut 45o. Sedangkan nilai minimum untuk biji pinang bagus pada sudut 0 o yaitu sebesar 0.057387 dan nilai minimum untuk biji pinang rusak sebesar 0.055282 pada sudut 0 o. Adapun nilai rata-rata tertinggi pada fitur kontras diperoleh sebesar 0.125097 untuk biji pinang bagus pada sudut 0odan untuk biji pinang rusak diperoleh sebesar 0.136242 pada sudut 135o. keseleruhan nilai max, min dan rata-rata hasil ekstraksi fitur kontras pada 0o, 45o, 90o, dan 135odengan jarak 1 pixel diperlihatkan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Nilai max, min dan rata-rata hasil ekstraksi fitur kontras pada 0o, 45o, 90o, dan 135odengan jarak 1 pixel

Kontras

Biji Pinang Bagus Biji Pinang Rusak

0o 45o 90o 135o 0o 45o 90o 135o

Max 0.131736 0.175979 0.136729 0.172788 0.154774 0.219113 0.15386 0.192392 Min 0.057387 0.075873 0.059505 0.076771 0.055282 0.057337 0.057337 0.075873 Rata-rata 0.094395 0.125097 0.096270 0.122691 0.121022 0.126829 0.120811 0.136242

(52)

Untuk perhitungan nilai fitur korelasi pada penelitian ini menggunakan Persamaan (2.9) dimana fitur Korelasi menyatakan ukuran ketergantungan linear derajat keabuan citra sehingga dapat memberikan petunjuk adanya struktur linear dalam citra.

Hasil ekstraksi dengan menggunakan fitur korelasi baik pinang bagus dan pinang rusak pada 0o, 45o, 90o, dan 135odengan jarak 1 pixelseperti ditunjukan pada Lampiran 2 dan Gambar 4.5.

Gambar 4.5. Hasil ektraksi fitur korelasi pada sudut 0o, 45o, 90o, dan 135o dengan jarak 1 pixel

Dari hasil ekstraksi dengan menggunakan fitur korelasi diperoleh nilai maksimum untuk biji pinang bagus sebesar 0.953944 pada sudut 0o, sedangkan pada biji pinang rusak diperoleh nilai maksimum sebesar 0.983524 pada sudut 0o. Untuk nilai minimum pada biji pinang baik diperoleh nilai sebesar 0.806423 pada sudut 45 o sedangkan nilai minimum pada biji pinang rusak diperoleh nilai sebesar 0.907414 pada masing-masing sudut 0 o dan 45 o. Sedangkan nilai rata-rata diperoleh nilai sebesar 0.910799 pada sudut 0o untuk biji pinang baik dan untuk biji pinang rusak diperoleh nilai rata-rata sebesar 0.950723 pada sudut 90o. Hasil keseleruhan nilai max, min dan

(53)

rata-rata dari ekstraksi fitur korelasi pada 0o, 45o, 90o, dan 135odengan jarak 1 pixel seperti ditunjukkan pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Hasil keseleruhan nilai max, min dan rata-rata dari ekstraksi fitur korelasi pada 0o, 45o, 90o, dan 135odengan jarak 1 pixel.

Korelasi

Biji Pinang Bagus Biji Pinang Rusak

0o 45o 90o 135o 0o 45o 90o 135o

Max 0.953944 0.937981 0.953139 0.93925 0.983524 0.977695 0.982909 0.977261 Min 0.853916 0.806423 0.852371 0.809539 0.907416 0.907416 0.913176 0.913176 Rata-rata 0.910799 0.881473 0.909179 0.883804 0.950647 0.94826 0.950723 0.94435

Untuk perhitungan nilai fitur Entropi pada penelitian ini menggunakan Persamaan (2.10), dimana fitur entropi dapat menunjukkan ketidakteraturan ukuran bentuk, jika nilai Entropinya besar untuk citra dengan transisi derajat keabuan merata dan bernilai kecil jika struktur citra tidak teratur (bervariasi). Adapun hasil ekstraksi dengan menggunakan fitur entropi baik pinang bagus dan pinang rusak pada 0o, 45o, 90o, dan 135odengan jarak 1 pixelseperti ditunjukkan pada Gambar 4.6.

Gambar 4.6.Hasil ektraksifitur entropipada sudut 0o, 45o, 90o, dan 135o dengan jarak 1 pixel

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan, dapat dirumuskan permasalahan yaitu bagaimana mengembalikan informasi dari citra digital yang telah mengalami

Terdapat penelitian terdahulu yang berkaitan dengan analisis darah menggunakan pengolahan citra, diantaranya yaitu penelitian yang dilakukan oleh (Febrianti et al.,