BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Supply Chain Management
2.1.1. Pengertian Supply Chain Management
Supply Chain merupakan suatu rangkaian atau jaringan dari perusahaan- perusahaan yang bekerja bersama-sama untuk membuat dan menyalurkan produk atau jasa kepada konsumen akhir. Pada dasarnya dalam sebuah supply chain terdapat tiga aliran, yaitu: aliran material, aliran informasi, dan aliran uang/pembayaran (Sidarto, 2008).
Pengertian lain supply chain menurut Schroeder (2007, p.189) yaitu sebuah proses bisnis dan informasi yang berulang yang menyediakan produk atau layanan dari pemasok melalui proses pembuatan dan pendistribusian kepada konsumen. Menurut Harrison (2008, p.7) supply chain adalah sejaringan mitra yang secara kolektif mengubah komoditas dasar (dihulu) kedalam produk jadi (dihilir) yang bernilai bagi pelanggan akhir, dan yang mengelola kembali di masing-masing tahap. Berdasarkan beberapa pengertian mengenai supply chain dapat disimpulkan bahwa supply chain merupakan seluruh proses dan kegiatan yang terlibat didalam penyampaian produk tersebut sampai ke konsumen sebagaimana yang digambarkan dalamn Sidarto (2008) berikut.
Hulu
Supplier Pabrik Distributor Wholesaller Retaler Customer
Hulu
Gambar 2.1. Struktur Supply Chain Sumber: Sidarto, 2008
Menurut Schroeder (2007, p189) supply chain management adalah perancangan, desain, dan kontrol arus material dan informasi sepanjang rantai pasokan dengan tujuan kepuasan konsumen sekarang dan di masa depan.
Pengertian lain mengenai supply chain management dikemukakan oleh Heizer dan Render (2000, p.434) manajemen rantai pasokan (supply chain management) adalah pengintegrasian aktivitas pengadaan bahan dan pelayanan, pengubahan menjadi barang setengah jadi dan produk akhir, serta pengiriman ke pelanggan.
Sidarto (2008) menjelaskan supply chain management merupakan teknik terbaru dalam mengelola aliran material/produk dan informasi dalam memenangkan persaingan. Perusahaan punya tanggung jawab terhadap seluruh rangkaian proses mulai dari perencanaan produk, peramalan kebutuhan, pengadaan material, produksi, pengendalian persediaan, penyimpanan, distribusi ke distributor center, wholesaler, pedagang kecil, retailer, pelayanan pada pelanggan, proses pembayaran, dan sampai pada konsumen akhir.
Samaranayake (2005, p.48) menjelaskan tentang supply chain management sebagai “a network of autonomous or semiautonomous business entities involved, through upstream and downstream links, in different business processes and activities that produce physical goods or services to customers. It consists of a series of activities that an organization uses to deliver value, either in the form of a product, service, or a combination of both, to its customers.
Furthermore, the supply chain could be considered as an integration of materials and information flow between customer, manufacturer and supplier.” Dari pengertian tersebut menunjukkan bahwa adanya sebuah rantai kegiatan yang berbeda dari lembaga bisnis yang berbeda juga yang bertujuan menyampaikan value kepada pelanggannya, di mana inti supply chain management adalah pada integrasi arus material dan informasi antara konsumen sampai pemasok.
2.1.2. Tujuan Supply Chain Management
Tujuan dari supply chain management dalam pandangan sistematik dan strategis, perusahaan menetapkan sumber daya dan upaya untuk mencapai strategi yang disebut dengan rantai yang dapat menyebabkan keunggulan kompetitif melalui biaya yang lebih rendah dan meningkatkan kepuasan pelanggan (Mentzer et al. 2001 dalam Miguel & Brito, 2011). Menurut Heizer dan Render (2000, p435) tujuan supply chain management adalah untuk membangun sebuah rantai yang terdiri dari para pemasok yang memusatkan perhatian untuk memaksimalkan nilai bagi pelanggan. Menurut Dilworth (2000, p374) tujuan supply chain management adalah merencanakan dan mengkoordinasi semua kegiatan yang terdapat dalam supply chain, sehingga akan tercapai pelayanan kepada customer yang maksimal dengan biaya yang relatif rendah.
2.1.3. Supply Chain Management Practice
Semakin tinggi supply chain management practice maka semakin tinggi pula daya saing perusahaan. Namun tanpa memiliki mekanisme yang efisien dan efektif dalam proses ini maka perusahaan akan mengalami kesulitan dalam bersaing (Daryanto, 2007 dalam Wullur, 2008). Kegagalan supply chain management practice disebabkan dua masalah, yaitu belum adanya kolaborasi, integrasi, dan koordinasi terhadap supply chain management suatu perusahaan.
Selain itu, kegagalan juga dikarenakan belum tercapainya tingkat persaingan, tuntutan konsumen, dan khususnya dukungan electronics business technologies yang masih menjadi perdebatan (Said, 2006 dalam Wullur, 2008).
Model konseptual supply chain management practices mengacu pada kolaborasi di antara semua pihak. Lambert (2008) berpendapat bahwa supply chain management adalah manajemen hubungan. Lambert merekomendasikan model kemitraan termasuk empat komponen utama seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.2. berikut.
Gambar 2.2. Antecedent Supply Chain Management Practices Sumber: Lambert, 2008
Model supply chain management practice dikembangkan berdasarkan model kemitraan. Hal ini juga termasuk faktor-faktor yang mendukung praktek supply chain management practice, yaitu supply chain management drivers dan fasilitator. Fasilitator berhubungan dengan sistem, struktur dan teknologi seperti IT, struktur alur kerja, struktur komunikasi, metode perencanaan dan kontrol, serta manajemen pengetahuan
Mentzer et al. (2001) mengklasifikasikan faktor-faktor ini sebagai anteseden dari supply chain management practice. Hambatan pelaksanaan ditambahkan untuk memperluas model kemitraan untuk supply chain management practices. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.3 berikut.
Gambar 2.3. Supply Chain Management Practice Conceptual Model With Antecedents
(Sumber: Mentzer et al, 2001)
Chen et.al (2014) menjelaskan bahwa ada beberapa dimensi dalam supply chain management practices yaitu: (1) strategic supplier partnership, (2) customer relationship, (3) level of information sharing, (4) quality of information sharing, (5) dan postponement. Sedangkan Wullur (2008) menyebutkan lima dimensi supply chain management practice sebagai berikut.
a. Strategic supplier partnership
Mengacu pada pertimbangan kualitas sebagai kriteria pertama dalam memilih pemasok, memecahkan masalah bersama dengan pemasok, menolong pemasok meningkatkan kualitas produk mereka, melibatkan pemasok utama dalam aktivitas perencanaan dan goal setting serta secara aktif melibatkan pemasok utama dalam proses pengembangan produk baru.
b. Customer relationship
Mengacu pada sering berinteraksi dengan para konsumen untuk mengevaluasi kepuasan konsumen, meneliti harapan konsumen di masa
depan, konsumen difasilitasi lebih mudah ketika komplain dan menjalin hubungan dengan konsumen secara berkala
c. Information quality
Mengacu pada pertukaran informasi secara tepat waktu, akurat, dan relevan
d. Internal lean practices
Mengacu pada pengurangan waktu untuk persiapan produksi, secara kontinu mengadakan program pengembangan kualitas, menggunakan sistem produksi “pull”, pemasok ditekan untuk memperpendek waktu pengiriman.
e. Structural iniative
Mengacu pada merubah bentuk formalisasi berdasarkan organisasi supply chain dan memiliki sumber daya yang mampu beradaptasi dengan kebutuhan penerapan supply chain.
2.2. Delivery
2.2.1 Definisi Delivery
Berikut ini adalah pengertian penyerahan (delivery) menurut para ahli dibidangnya didefinisikan sebagai berikut:
a. Menurut Suyono (2003)
“Delivery adalah penyerahan muatan yang merupakan kegiatan menyerahkan barang dari dan ke wilayah pelabuhan”
b. Menurut Sutiyar (1994)
“Delivery adalah penyerahan muatan kepada yang berhak di pelabuhan tujuan”.
c. Menurut Asad (1992)
“Delivery adalah tindakan penyerahan barang-barang yang dimiliki berdasarkan nota kepada pihak lain”.
d. Menurut Diklat PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia Jakarta (2001)
“Delivery adalah suatu kegiatan penyerahan barang yang berlangsung di sisi lambung kapal atau di lapangan penumpukan dan dapat juga dilaksanakan di area lapangan tertutup (gudang)”.
e. Menurut Djoko (2003)
“Delivery adalah kegiatan pengalihan kepemilikan fisik suatu barang, seperti pengalihan kepemilikan dari pengirim ke perusahaan pengangkutan, dari perusahaan pengangkutan yang satu ke perusahaan pengangkutan yang lain, atau dari perusahaan pengangkutan ke penerima barang”.
f. Menurut Gouzali (1996)
“Delivery adalah salah satu kegiatan yang dilakukan dalam pemasaran, yaitu penyerahan setiap produk yang sudah dibeli oleh pelanggan.
Penyerahan ini bisa dilakukan di tempat pembelian, atau diantar sampai ke rumah pelanggan tergantung pada perjanjian antara kedua belah pihak yaitu penjual dan pembeli.”
2.2.2 Manfaat Supply Chain Management Terhadap Delivery
Supply chain management adalah seperangkat pendekatan untuk mengefisiensikan integrasi supplier, manufaktur, gudang, dan penyimpanan, sehingga barang diproduksi dan didistribusikan dalam jumlah yang tepat, lokasi yang tepat, waktu yang tepat untuk meminimalkan biaya dan memberikan kepuasan layanan terhadap konsumen. Waktu pengiriman dapat menjadi sumber keunggulan kompetitif perusahaan, saat perusahaan tersebut mampu untuk mengurangi waktu pengiriman pesanan konsumen atau mengurangi waktu
penyediaan jasa kepada konsumen (Suharto dan Devie, 2013). Berdasarkan pendapat tersebut menunjukkan bahwa supply chain management bermanfaat dalam mengefisiensikan waktu pengiriman ke konsumen. Hal ini dikarenakan dengan mengintegrasikan berbagai aktivitas yang ada di perusahaan maka barang yang diproduksi dan distribusikan ke konsumen lebih terjadwal dan efisien.
2.3 Quality (Kualitas)
2.3.1 Definisi Quality
Dari segi linguistik kualitas berasal dari bahasa latin qualis yang berarti
„sebagaimana kenyataannya‟. Definisi kualitas secara internasional (BS EN ISO 9000:2000) adalah tingkat yang menunjukkan serangkaian karakteristik yang melekat dan memenuhi ukuran tertentu (Dale, 2003:4). Sedangkan menurut American Society for quality Control kualitas adalah totalitas bentuk dan karakteristik barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang tampak jelas maupun tersembunyi (Render dan Herizer, 1997:92). Beberapa pakar kualitas mendefinisikan kualitas dengan beragam interpretasi. Juran (1989:16-17), mendefinisikan kualitas secara sederhana sebagai „kesesuaian untuk digunakan‟. Definisi ini mencakup keistimewaan produk yang memenuhi kebutuhan konsumen dan bebas dari defisiensi. Sedangkan Deming berpendapat kualitas adalah „mempertemukan kebutuhan dan harapan konsumen secara berkelanjutan atas harga yang telah mereka bayarkan‟. Filosofi Deming membangun kualitas sebagai suatu sistem (Bhat dan Cozzolino, 1993:106) Pengertian kualitas lebih luas (Bina Produktivitas Tenaga Kerja, 1998:24-25) adalah:
a. Derajat yang sempurna (degree of exelence): mengandung pengertian komperatif terhadap tingkat produk (grade) tertentu.
b. Tingkat kualitas (quality level): mengandung pengertian kualitas untuk mengevaluasi teknikal.
c. Kesesuaian untuk digunakan (fitness for purpose user satisfaction):
kemampuan produk atau jasa dalam memberikan kepuasan kepada pelanggan. Sedangkan delapan dimensi kualitas menurut Philip Kotler (2000:329-333) adalah sebagai berikut : (1) Kinerja (performance):
karakteristik operasi suatu produk utama, (2) Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (feature), (3) Kehandalan (reliability): probabilitas suatu produk tidak berfungsi atau gagal, (4) Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specifications), (5) Daya Tahan (durability), (6) Kemampuan melayani (serviceability) (7) Estetika (estethic): bagaimana suatu produk dipandang dirasakan dan didengarkan, dan (8) Ketepatan kualitas yang dipersepsikan (perceived quality).
Dalam kenyataannya kualitas adalah konsep yang cukup sulit untuk dipahami dan disepakati. Dewasa ini kata kualitas mempunyai beragam interpretasi, tidak dapat didefinisikan secara tunggal, dan sangat tergantung pada konteksnya. Beberapa definisi kualitas berdasarkan konteksnya perlu dibedakan atas dasar: organisasi, kejadian, produk, pelayanan, proses, orang, hasil, kegiatan, dan komunikasi (Dale, 2003:4).
Lebih lanjut pengertian kualitas mencakup: kualitas produk (product), kualitas biaya (cost), kualitas penyajian (delivery), kualitas keselamatan (safety), dan kualitas moral (morale) atau sering disingkat menjadi P-C-D-S-M (Bina Produktivitas Tenaga Kerja, 1998).
Secara garis besar ada dua argumentasi yang efektif atas arti pentingnya kualitas bagi perusahaan (Goodman et al, 2000:47): ‘First, quality and service improvements can be directly linked to enhanced revenue within one’s own company; and secondly, higher quality allows companies to obtain higher margins’.
Dale (2003:12-20), menyimpulkan beberapa hasil survey yang terfokus pada persepsi arti pentingnya kualitas produk dan jasa, diantaranya: persepsi publik atas kualitas produk dan jasa yang semakin luas, meningkatnya pandangan dan peran manajemen puncak, kualitas tidak dapat dinegosiasikan (quality is not
negotiable), kualitas meliputi semua hal (quality is all-pervasive), kualitas meningkatkan produktivitas, kualitas mempengaruhi kinerja yang lebih baik pada pasar, kualitas berarti meningkatkan kinerja bisnis, Biaya non kualitas yang tinggi, konsumen adalah raja, kualitas adalah pandangan hidup (way of life).
Sedangkan Render dan Herizer (2004:93-96) berpendapat bahwa kualitas terutama mempengaruhi perusahaan dalam empat hal, yaitu:
a. Biaya dan pangsa pasar: kualitas yang ditingkatkan dapat mengarah kepada peningkatan pangsa pasar dan penghematan biaya, keduanya juga dapat mempengaruhi profitabilitas.
b. Reputasi perusahaan: reputasi perusahaan mengikuti reputasi kualitas yang dihasilkan. Kualitas akan muncul bersamaan dengan persepsi mengenai produk baru perusahaan, praktek-praktek penanganan pegawai, dan hubungannya dengan pemasok.
c. Pertanggungjawaban produk: organisasi memiliki tanggung jawab yang besar atas segala akibat pemakaian barang maupun jasa.
d. Implikasi internasional: dalam era teknologi, kualitas merupakan perhatian operasional dan internasional. Agar perusahaan dan negara dapat bersaing secara efektif dalam perekonomian global, produknya harus memenuhi kualitas dan harga yang diinginkan.
2.3.2 Manfaat Supply Chain Management Terhadap Kualitas
Studi-studi terdahulu mengindikasikan bahwa berbagai dimensi dalam praktik-praktik manajemen rantai pasokan seperti kemitraan stratejik pemasok memiliki pengaruh terhadap beberapa aspek keunggulan kompetitif. Praktik- praktik manajemen rantai pasokan memiliki pengaruh terhadap keunggulan kompetitif seperti kualitas. Perusahaan yang memiliki keunggulan kompetitif memiliki makna perusahaan memiliki kapabilitas dan dapat bersaing pada satu atau lebih kapabilitas berikut dibandingkan pesaingnya yaitu kualitas lebih tinggi.
Perusahaan yang mampu menawarkan barang dengan harga lebih rendah dan
kualitas lebih tinggi akan mampu meningkatkan penjualan, sehingga profit margin dan return on investment dapat ditingkatkan pula (Anatan, 2010).
2.4. Seven Tools
Menurut Paliska et.al (2007) seven tools adalah alat yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi permasalahan dari semua tahapan produksi mulai dari awal produksi hingga pemasaran produk dan layanan kepada pelanggan. Seven tools adalah alat-alat pembantu yang digunakan dalam eksplorasi kuantitatif (statistik) terhadap pengendalian kualitas di mana berdasarkan penelitian yang dilakukan Bakhtiar et.al (2013) untuk melihat jumlah kerusakan botol yang diakibatkan dari proses pengisian sirup kedalam botol terdiri dari :
1. Check sheet
Check sheet adalah alat yang sering digunakan untuk menghitung seberapa sering sesuatu terjadi dan sering digunakan dalam pengumpulan dan pencatatan data. Produk yang diperiksa dicatat dalam check sheets dengan simbol tally sehingga mempermudah dalam proses perhitungan. Contoh check sheet dapat dilihat pada
Gambar 2.4. Contoh Check List
2. Histogram
Histogram, adalah alat yang digunakan untuk menunjukkan variasi data pengukuran dan variasi setiap proses.. Selain itu, histogram juga merupakan suatu gambaran proses yang menunjukkan distribusi dan frekuensi pengukuran. Contoh histogram dapat dilihat pada Gambar 2.2
Gambar 2.5. Contoh Histogram
3. Diagram Pareto
Diagram Pareto, adalah alat yang digunakan untuk membandingkan berbagai kategori kejadian yang disusun menurut ukurannya untuk menentukan pentingnya atau prioritas kategori kejadian-kejadian atau sebab-sebab kejadian yang akan dianalisis. Contoh Diagram Pareto dapat dilihat pada Gambar 2.6. berikut.
Gambar 2.6. Contoh Diagram Pareto
4. Diagram Sebab Akibat
Untuk mencari unsur penyebab yang diduga dapat menimbulkan masalah.
Berkaitan dengan pengendalian proses statistikal, diagram sebab-akibat dipergunakan untuk menunjukkan faktor-faktor penyebab (sebab) dan karakteristik kualitas (akibat) yang disebabkan oleh faktor-faktor penyebab tersebut :
Gambar 2.7. Skema Penyebab Kerusakan
Berdasarkan gambar skema penyebab kerusakan, selanjutnya akan dibuat diagram sebab akibat sebagai berikut.
Gambar 2.8. Diagram Sebab Akibat
5. Scatter Diagram
Adalah gambaran yang menunjukkan kemungkinan hubungan antara keeratan hubungan antara dua variabel tersebut yang sering diwujudkan sebagai koefisien korelasi. Scatter diagram dapat dijelaskan pula sebagai suatu alat yang digunakan untuk mengetahui korelasi antara penyebab yang diduga dan akibat yang timbul dari masalah tersebut. Dari data kerusakan diatas dapat dibuat ke dalam bentuk scatter diagram pecah dan retak seperti pada Gambar 2.9.
Gambar 2.9. Scatter Diagram
6. Fish Bone Diagram
Diagram tulang ikan atau yang sering disebut dengan fish bone diagram ialah suatu diagram yang memperlihatkan semua faktor yang dapat menyebabkan suatu masalah. Pembuatan diagram ini dilakukan dengan menggunakan prinsip-prinsip brainstorming. Faktor-faktor terpenting dalam pembuatan diagram tulang ikan ialah material, man, machine, dan environment. Contoh fish bone diagram dapat dilihat pada Gambar 2.6. Langkah-langkah yang digunakan dalam pembuatan diagram sebab akibat (fish bone diagram) ialah:
a. Mencari masalah utama yang akan diperbaiki b. Mencari penyebab utama masalah tersebut c. Mencari penyebab-penyebab lain
d. Menganalisis data dan menentukan penyebab utama masalah tersebut.
Gambar 2.10. Fish Bone Diagram
7. Control chart
Grafik kendali atau control chart digunakan untuk menganalisis suatu proses karena grafik ini dapat mendeteksi penyimpangan masalah dengan bantuan suatu standar. Standar yang ada berupa batas atas, batas bawah, dan batas tengah. Contoh control chart dapat dilihat pada Gambar 2.8. sebagai berikut.
Gambar 2.11. Control Chart
2.5. Dampak Supply Chain Management Practice Terhadap Supply Chain Performance
Model konseptual rantai pasokan yang dikembangkan menunjukkan bahwa praktik-praktik manajemen rantai pasokan memiliki dampak langsung terhadap kinerja rantai pasokan (Shin et al., 2000; Stock et al., 2000). Praktik- praktik manajemen rantai pasokan diharapkan dapat meningkatkan kinerja rantai pasokan secara menyeluruh. Misalnya kemitraan stratejik pemasok memiliki pengaruh langsung terhadap biaya dan tingkat respon terhadap kebutuhan konsumen (Carr & Person, 1999), praktik-praktik hubungan dengan konsumen juga memiliki pengaruh terhadap tingkat responsif perusahaan terhadap kebutuhan konsumen (De Toni & Nassimbeni, 2000). Makin tingginya level information sharing akan mengakibatkan makin rendahnya biaya (Lin, Huang, & Lin, 2002).
Gambar 2.12. Model Supply Chain Management Sumber: Miguel dan Brito (2011)
Menurut Miguel & Brito (2011), supply chain management merupakan teknik terbaru dalam mengelola aliran material/produk dan informasi dalam memenangkan persaingan. Perusahaan punya tanggung jawab terhadap seluruh rangkaian proses mulai dari perencanaan produk, peramalan kebutuhan, pengadaan material, produksi, pengendalian persediaan, penyimpanan, distribusi ke distributor center, wholesaler, pedagang kecil, retailer, pelayanan pada pelanggan, proses pembayaran, dan sampai pada konsumen akhir. Berdasarkan gambar 2.12 menunjukkan berdasarkan pendapat Miguel dan Brito (2011) menunjukkan praktik-praktik supply chain management practices memiliki dampak pada information sharing, long term raltionship, cooperation, process integration, cost, delivery, quality, flexibility. Dengan demikian, delivery
2.6. Kerangka Penelitian
Dalam penelitian ini konsep SCM akan dilihat berdasar SCM drivers yang dikemukakan oleh Wullur (2008) meliputi strategic supplier partnership, customer relationship, information quality, internal learn practices, dan structural initiative. Serta akan dilihat bagaimana SCM performance pada PT Surya Putra Barutama Surabaya meliputi delivery on time dan quality product.
Untuk lebih jelasnya, kerangka penelitian digambarkan sebagai berikut.
Gambar 2.13. Kerangka Penelitian Konsep SCM
SCM Drivers, meliputi:
1. Strategic supplier partnership
2. Customer relationship 3. Information quality 4. Internal learn practices 5. Structural iniative
SCM Performance, meliputi:
1. Delivery on time 2. Quality Product
Implementasi SCM
Keunggulan Delivery Ontime dan Quality Product