• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. Landasan Teori Manajemen Laba

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "2. Landasan Teori Manajemen Laba"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

2. Landasan Teori

2.1. Manajemen Laba

2.1.1 Pengertian Manajemen Laba

Manajemen laba merupakan tindakan manajemen yang dapat mempengaruhi angka laba yang dilaporkan. Menurut Scott (2000), manajemen laba adalah tindakan manajemen untuk melaporkan laba yang dapat memaksimalkan kepentingan pribadi atau perusahaan dengan menggunakan kebijakan metode akuntansi. Scott (2000) juga mendefinisikan manajemen laba sebagai intervensi manajemen dalam proses menyusun pelaporan keuangan eksternal sehinga dapat menaikkan atau menurunkan laba akuntansi sesuai dengan kepentingannya. Menurut Schipper (2003) manajemen laba adalah intervensi dalam proses pelaporan keuangan eksternal dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan – keuntungan pribadi (dalam Meutia, 2004). Manajemen laba dapat memberikan gambaran akan perilaku manajer dalam melaporkan kegiatan usahanya pada periode tertentu, yaitu dengan adanya kemungkinan munculnya motivasi tertentu yang mendorong mereka untuk mengatur data keuangan yang dilaporkan. Manajemen laba terjadi apabila manajer menggunakan penilaian dalam pelaporan keuangan dan dalam struktur transaksi untuk mengubah laporan keuangan guna menyesatkan pemegang saham mengenai prestasi ekonomi perusahaan. Secara prinsip, manajemen laba tidak menyalahi prinsip – prinsip akuntansi yang diteima umum. Namun, perilaku oportunistik dari manajer yang membuat manajemen laba sebagai alat untuk memanipulasi data sehingga mengikis kepercayaan masyarakat karena mereka tidak mendapatkan informasi yang benar mengenai posisi keuangan perusahaan.

Manajemen laba merupakan kejadian atau fenomena yang tidak mudah dihindari, dikarenakan hal ini merupakan dampak dari penggunaan dasar akrual dalam penyusunan laporan keuangan. Akrual merupakan metode pencatatan pendapatan saat terjadinya pendapatan meskipun belum ada transaksi kas. Akrual sendiri merupakan semua kejadian yang bersifat operasional pada satu tahun yang

(2)

berpengaruh terhadap arus kas. System akuntansi akrual sebagaimana yang ada pada prinsip akuntansi memberikan kesempatan pada manajer untuk membuat pertimbangan akuntansi yang akan memberikan pengaruh kepada pendapatan yang dilaporkan. Transaksi akrual memiliki perngaruh terhadap pendapatan dan biaya, misalnya amortisasi dan depresiasi yang sepenuhnya dikuasai oleh perusahaan. Ada 2 komponen konsep model akrual, komponen non – discretionary dan discretionary. Discretionary accrual atau abnormal accrual merupakan komponen akrual yang memungkinkan manajer untuk melakukan intervensi dalam memanipulasi laba perusahaan, penyebabnya karena manajer memiliki kemampuan untuk mengontrol dalam jangka pendek. Komponen – komponen dari discretionary accrual terdiri dari penilaian piutang, pengakuan biaya garansi (future warranty expense), dan asset modal (capitalization assets).

Sedangkan komponen – komponen dari non – discretionary accruals atau normal accrual ditentukan oleh faktor – faktor lain yang tidak dapat diawasi oleh manajer. Discretionary accrual diperoleh dari selisih antara total accrual dengan non discretionary accrual. Model yang digunakan dalam menghitung manajemen laba adalah model Jones (1991). Menurut Sanjaya (2006) menyatakan bahwa model Jones dapat mendeteksi manajemen laba lebih baik karena ada pemisahan antara discretionary dan non – discretionary.

Untuk menghitung total accrual digunakan rumus :

𝑇𝐴𝑖𝑡 = 𝑁𝐼𝑡 − 𝑂𝐶𝐹𝑡 (2.1)

Keterangan :

TAit : Total accrual pada periode t NIt : Laba bersih operasi periode t

OCFt : Aliran kas dari aktivitas operasi pada periode t

Setelah diperoleh nilai total accruals, dilakukan regresi untuk memperoleh angka koefisien α1, α2, dan α3 dengan variabel dependen total accruals dan variabel independen adalah total aset tahun sebelumnya (t-1), perubahan pendapatan, dan total aset tetap kotor perusahaan pada tahun ke-t. Setelah diperoleh nilai koefisien regresi α1, α2 dan α3, maka dilanjutkan dengan

(3)

menghitung komponen nondiscretionary accruals. Setelah itu maka dilakukan perhitungan pada non discretionary accrual dengan rumus :

𝑇𝐴𝑖𝑡/𝐴𝑖𝑡 =∝1 1/ 𝐴𝑖𝑡−1 +∝2 ∆𝑅𝐸𝑉𝑖𝑡/ 𝐴𝑖𝑡−1 +∝3 𝑃𝑃𝐸𝑖𝑡/ 𝐴𝑡−1 + 𝜀𝑖𝑡 (2.2)

Keterangan :

𝑇𝐴𝑖𝑡/𝐴𝑖𝑡 : Total accrual dibagi total asset pada periode t

Ait-1 : Total asset untuk sampel perusahaan i pada akhir periode t-1

∆REVit : Perubahan pendapatan perusahaan i dari tahun t-1 ke tahun t PPEit : Aset tetap

it : Sampel error perusahaan i pada periode t

langkah selanjutnya mencari nilai dari discretionary accruals dengan menggunakan rumus :

𝐷𝐴𝑖𝑡 = 𝑇𝐴𝑖𝑡 − 𝑁𝐷𝐴𝑖𝑡 (2.3)

Keterangan :

DAit : discretionary accruals pada perusahaan i pada tahun t TAit : Total accruals perusahaan i pada tahun t

NDAit : non discretionary accrual pada periode t

2.2. Good Corporate Governance

2.2.1 Pengertian Good Corporate Governance

Istilah corporate governance pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury Committee pada tahun 1992 dalam laporan yang dikenal sebagai Cadburry Report.

Cadbury Committee mendefinisikan corporate governance sebagai: “A set of rules that define the relationship between shareholder, managers, creditors, the government, employees, and other internal and external stakeholders in respect to their rights and responsibilities”. Menurut OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) , corporate governance merupakan suatu sistem untuk mengarahkan dan mengendalikan perusahaan. Tentunya dengan adanya sistem yang mengarahkan dan mengendalikan ini, diharapkan dapat meningkatkan nilai perusahaan kepada pemegang saham. Menurut Iriyani (2008), corporate governance adalah rangkaian proses, kebiasaan, kebijakan, aturan, dan intuisi

(4)

yang mempengaruhi pengarahan, pengelolaan, serta pengontrolan suatu perusahaan atau korporasi.

Sedangkan Good Corporate Governance atau GCG didefinisikan oleh World Bank merupakan kumpulan hukum, peraturan dan kaidah – kaidah yang wajib dipenuhi yang dapat mendorong kinerja sumber – sumber perusahaan bekerja secara efisien, menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan. Menurut Cadbury Committee, GCG adalah prinsip mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar mencapai keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam memberikan pertanggungjawabannya kepada para shareholders khususnya, dan stakeholders pada umumnya.

2.2.2 Tujuan dan Manfaat Good Corporate Governance

Penerapan GCG pada perusahaan tentunya diharapkan memiliki nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentinan. Ada tujuan dalam penerapan corporate governance, antara lain :

 Memaksimalkan sumber daya ekonomis dari usaha yang dilakukan perusahaan

 Melindungi kepentingan dari pihak – pihak yang terkait dengan perusahaan, seperti pemegang saham dan stakeholders

 Meningkatkan investasi

 Memperbesar keuntungan

Tidak hanya memiliki tujuan, tentunya penerapan GCG yang efektif memiliki manfaat bagi perusahaan serta pihak – pihak yang terkait, Komite Nasional Kebijakan Governance (2006, p. 2), menyebutkan manfaat penerapan GCG sebagai berikut:

o Mendorong tercapainya kesinambungan perusahaan melalui pengelolaan yang didasarkan pada asas transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, serta kesetaraan dan kewajaran.

o Mendorong pemberdayaan fungsi dan kemandirian masing – masing organ perusahaan, yaitu Dewan Komisaris, Direksi dan Rapat Umum Pemegang Saham.

(5)

o Mendorong pemegang saham, anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi agar dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakannya dilandasi oleh nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang – undangan.

o Mendorong timbulnya kesadaran dan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar perusahaan.

o Mengoptimalkan nilai perusahan bagi pemegang saham dengan tetap memperhatikan pemangku kepentingan lainnya.

o Meningkatkan daya saing perusahaan secara nasional maupun internasional, sehingga meningkatkan kepercayaan pasar yang dapat mendorong arus investasi dan pertumbuhan ekonomi nasional yang berkesinambungan

2.2.3 Prinsip Dasar Good Corporate Governance

1. Transparansi (keterbukaan informasi), prinsip ini menuntut keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi material dan relevan mengenai perusahaan. Hal ini berhubungan dengan kualitas informasi yang dihasilkan atau disajikan oleh perusahaan serta berpengaruh terhadap kepercayaan para investor.

2. Akuntabilitas, prinsip ini berhubungan dengan sistem yang memberikan kejelasan fungsi, struktur, sistem, dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan dalam terlaksana secara efektif. Dengan diterapkan secara efektif maka pemegang saham, dewan direksi dan dewan komisaris akan mendapat kejelasan mengenai fungsi, hak, kewajiban, wewenang dan tanggung jawabnya.

3. Responsibilitas (pertanggungjawaban), prinsip ini menuntut kesesuaian dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang – undangan yang berlaku dan prinsip – prinsip korporasi yang sehat. Prinsip ini juga menyadarkan bahwa perusahaan juga merupakan anggota masyarakat

(6)

sehingga perlu untuk mematuhi dan menjalankan peraturan dan hukum yang berlaku.

4. Fairness (keadilan atau kesetaraan), prinsip ini menuntut agar perusahaan memberikan perlakuan yang adil dan setara dalam memenuhi hak – hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku. Perusahaan dituntun untuk berlaku adil serta jaminan hak yang sama bagi pemegang saham minoritas dan mayoritas.

Prinsip ini juga dapat menjadi faktor pendorong untuk memonitor dan memberi jaminan perlakuan adil di antara beragam kepentingan dalam perusahaan.

2.2.4 Pengukuran Good Corporate Governance GCG diukur ke dalam beberapa proksi, yaitu : 1. Komisaris Independen

Komisaris independen merupakan anggota komisaris independen yang berasal dari luar perusahaan. Komisaris independen bebas dari hubungan bisnis dan berfungsi sebagai penyeimbang dalam proses pengambilan keputusan dalam rangka melindungi pemegang saham minoritas dan pihak – pihak lainnya yang terkait. Komisaris independen di Indonesia menggunakan sistem two tier, yang terdiri dari dewan komisaris dan dewan direksi. Menurut Wardhani (2007), dewan komisaris merupakan pihak yang melakukan fungsi monitoring terhadap kinerja manajemen, sedangkan dewan direksi merupakan pihak yang melakukan fungsi operasional perusahaan. Secara umum, dewan komisaris ditugaskan dan diberi tanggung jawab untuk mengawasi kualitas informasi yang ada pada laporan keuangan. Melalui fungsi monitoring atau sebagai pengawas manajemen di perusahaan, komisaris independen dapat membatasi tingkat manajemen laba.

Keberadaan komisaris independen diatur dalam BAPEPAM No: KEP – 315/BEJ/06 – 2000 yang disempurnakan dengan surat keputusan No: KEP – 339/BEJ/07 – 2001 yang menyatakan bahwa setiap perusahaan publik harus membentuk komisaris independen yang beranggotakan paling sedikit 30% dari jumlah keseluruhan anggota dewan komisaris, proporsi dewan komisaris harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan pengambilan keputusan yang efektif,

(7)

tepat, dan cepat serta dapat bertindak secara independen. Diukur menggunakan rumus :

KI =

Jumlah anggota dewan komisaris dari luar perusahaan

Seluruh anggota dewan komisaris perusahaan

(2.4)

2. Kepemilikan Institusional

Kepemilikan institusional merupakan persentase kepemilikan saham perusahaan oleh institusi keuangan seperti perusahaan asuransi, bank, dana pensiun, dan investment banking (Siregar & Utama, 2005). Sesuai yang dinyatakan oleh Schleiver & Vishny (1986), Coffe (1991) menyatakan bahwa kepemilikan institusional ini sangat berperan dalam fungsi pengawasan (Siswantaya, 2007). Dengan fungsinya sebagai pengawas, maka akan menjamin kemakmuran pemegang saham, serta dapat menunjukkan mekanisme corporate governance yang kuat. Beberapa peneliti percaya bahwa kepemilikan institusional ini dapat mempengaruhi jalannya perusahaan yang berdampak pada kinerja perusahaan untuk memaksimalkan nilai perusahaan. Kepemilikan saham institusi yang relative besar akan memungkinkan manajemen perusahaan untuk menyajikan pengungkapan laporan keuangan secara sukarela, sehingga meminimalkan manajemen laba. Dalam perhitungan kepemilikan institusional menggunakan rumus :

INST =

Jumlah saham yang dimiliki investor institusi

Total modal saham perusaahaan yang beredar

(2.5)

3. Kepemilikan Manajemen

Menurut Midiastuty & Machfoedz (2003) mendefinisikan kepemilikan manajemen sebagai persentase saham yang dimiliki oleh manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan yang meliputi komisaris dan direksi (dalam Arief & Bambang, 2007). Semakin besar proporsi kepemilikan manajemen ini, maka semakin baik kinerja perusahaan. Midiastuty & Machfoedz (2003) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial merupakan salah satu mekanisme yang dapat membatasi perilaku oportunistik manajer dalam bentuk earnings management. Diukur menggunakan rumus :

(8)

KPMJ =

Jumlah saham yang dimiliki pihak manajemen

Total modal saham perusaahaan yang beredar

(2.6)

4. Komite Audit

Komite audit dibentuk oleh Dewan Komisaris untuk membantu fungsi dan tugasnya serta bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris. Komite audit merupakan komite yang dibentuk oleh Dewan Komisaris untuk mengawasi pengelolaan perusahaan. Komite audit ini juga berfungsi untuk memberikan pandangan mengenai masalah yang berhubungan dengan kebijakan keuangan, akuntansi, dan pengendalian internal. Keputusan Menteri BUMN Nomor 117/Tahun 2000, dan Undang – undang BUMN Nomor 19/2003, menyatakan bahwa pembentukan komite audit merupakan suatu keharusan. Komite audit ini harus terdiri dari individu – individu yang mandiri dan tidak terlibat dengan tugas sehari – hari dari manajemen yang mengelola perusahaan, dan mempunyai pengalaman untuk melaksanakan fungsi pengawasan secara efektif. Alasan dari individu yang mandiri ini agar dapat memelihara integritas serta pandangan objektif dalam laporan serta penyusunan rekomendasi yang diajukan, hal ini akan membuat komite audit cenderung lebih adil dan tidak memihak serta objektif dalam menangani suatu masalah. Karena fungsi dari komite audit adalah menjaga kualitas laporan keuangan, maka tentu peran komite audit juga sangat penting dalam mengurangi aktivitas manajemen laba. Diukur menggunakan rumus :

KMA =

Jumlah anggota komite audit da ri luar perusahaan

Jumlah seluruh anggota komite audit (2.7)

2.3. Reputasi KAP

Kantor Akuntan Publik atau KAP merupakan badan usaha yang telah mendapatkan izin dari Menteri sebagai wadah bagi Akuntan Publik dalam memberikan jasanya (PMK Nomor : 17/PMK.01/2008). Tugas dari KAP adalah menyediakan informasi yang memadai dengan kualitas yang tinggi guna pengambilan keputusan oleh para pengguna. KAP diklasifikasikan menjadi dua yaitu, KAP big four dan non – big four. Auditor – auditor yang bekerja di KAP big four dianggap lebih berkualitas karena dibekali serangkaian pelatihan dan

(9)

prosedur serta memiliki program audit yang dianggap lebih akurat dan efektif dibandingkan dengan auditor dari KAP non – big four (Isnanta, 2008). Penelitian DeAngelo (1981) yang dikutip dari penelitian Lennox (2000) mengemukakan bahwa KAP besar memiliki insentif lebih besar untuk menghindari hal – hal kecil yang dapat merusak reputasinya dibandingkan dengan KAP yang kecil. Semakin tinggi reputasinya, maka kualitas audit yang ditawarkan akan semakin baik. KAP yang memiliki reputasi yang baik tentunya akan lebih selektif dalam memilih akuntannya, mereka akan memilih akuntan terbaik yang ada. Selain itu juga didukung dengan adanya berbagai pelatihan – pelatihan yang ada untuk semakin mendukung kinerja akuntan yang dipekerjakan, KAP yang baik adalah KAP yang tergabung dalam big four. Kualitas Audit diukur dengan skala nominal.

Beberapa alasan perusahaan dalam menggunakan jasa Kantor Akuntan Publik The Big Four, antara lain (Tuanakotta, 2007) :

1. Para pemegang saham menginginkan Big Four firm;

2. Perusahaan ingin mendapatkan kepercayaan dari para investor atau dukungan dari pasar modal;

3. The Big Four firm mempunyai sumber daya keuangan yang kuat untuk mempertahankan pekerjaan mereka;

4. Perusahaan publik memang dituntut untuk menggunakan The Big Four firm dan kualitas jasa perusahaan The Big Four firm.

KAP big four beserta afiliasinya terdiri atas :

1. Ernst & Young berafiliasi dengan KAP Purwantono, Suherman dan Surja.

2. Deloitte Touche Tohmatsu berafiliasi dengan KAP Osman Bing Satrio.

3. KPMG berafiliasi dengan KAP Sidharta dan Widjaja.

4. Price Waterhouse Coopers berafiliasi dengan KAP Tanudiredja, Wibisana dan Rekan

2.4. Hipotesis Penelitian

2.4.1. Pengaruh Komisaris Independen Terhadap Aktivitas Manajemen Laba

Komisaris independen mempunyai tugas untuk menilai kinerja perusahaan secara luas dan keseluruhan. Komisaris independen ini juga memiliki

(10)

peranan penting dalam pengawasan perusahaan. Komisaris independen memiliki peranan yang besar dalam membatasi tingkat manajemen laba, karena pengawasan yang dilakukan lebih baik dan bebas dari kepentingan intern perusahaan. Komisaris independen akan mengawasi pembuatan laporan keuangan serta kebijakan yang dibuat manajemen dan melindungi hak – hak pemegang saham untuk mendapatkan laporan keuangan tanpa rekayasa. Herawati (2008) menyatakan bahwa komisaris independen dapat memonitor manajemen dalam rangka menyelaraskan perbedaan kepentingan antara pemilik dan manajemen.

Menurut Klein (2002) membuktikan bahwa besarnya discretionary accrual lebih tinggi untuk perusahaan yang memiliki komite audit yang terdiri dari sedikit komisaris independen dibanding perusahaan yang mempunyai komite audit yang terdiri dari banyak komisaris independen (dalam Herawati, 2008). Pada penelitian Kusumaning (2004) komisaris independen berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Berdasarkan rangkaian penjelasan diatas, maka hipotesis pertama yang diajukan dalam penelitian adalah :

H1 : Komisaris independen berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.

2.4.2. Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Aktivitas Manajemen Laba

Kepemilikan institusional merupakan persentase saham yang dimiliki oleh institusi dibagi dengan saham yang beredar. Investor institusi berperan untuk mengawasi kinerja manajemen dengan lebih efektif dan dapat mempengaruhi manajer dalam pengambilan keputusan yang membuat manajer tidak bisa bertindak sesuai dengan keinginannya sendiri. Institusi yang memiliki saham pada perusahaan dapat melakukan monitoring dan dianggap tidak mudah dibodohi oleh manajemen karena institusi tersebut memiliki orang – orang yang ahli juga dalam laporan keuangan. Investor institusional dianggap lebih profesional dalam mengendalikan portofolio investasinya, sehingga lebih kecil kemungkinan mendapatkan informasi keuangan yang dimanipulasi, karena mereka memiliki tingkat pengawasan yang tinggi untuk menghindari terjadinya tindakan manajemen laba. Dalam penelitian Suranta & Midiastuty (2005) menunjukkan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh negative terhadap manajemen laba.

(11)

Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis kedua yang diajukan dalam penelitian adalah sebagai berikut :

H2 : Kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.

2.4.3. Pengaruh Kepemilikan Manajemen Terhadap Aktivitas Manajemen Laba

Kepemilikan manajemen merupakan presentase saham yang dimiliki oleh manajemen. Jensen & Meckling (1976) menemukan bahwa kepemilikan manajerial berhasil menjadi mekanisme untuk mengurangi masalah keagenan dari manajer dengan menyelaraskan kepentingan – kepentingan manajer dengan pemegang saham (dalam Herawati, 2008). Diasumsikan bahwa permasalah keagenan akan hilang jika manajer dianggap sebagai pemilik dengan adanya kepemilikan saham. Kepemilikan manajemen ini akan mempengaruhi laba yang dihasilkan, karena manajemen cenderung berusahaan untuk meningkatkan kinerjanya untuk kepentingan pemegang saham. Manajer akan berusaha untuk memberikan yang terbaik bagi perusahaan, sehingga manajer tidak termotivasi untuk memanipulasi informasi atau melakukan manajemen laba. Penelitian yang dilakukan oleh Iqbal (2007) membuktikan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh secara signifikan terhadap praktek manajemen laba dengan arah hubungan negatif. Hal ini berarti semakin banyak saham yang dimiliki oleh manajemen, maka akan semakin rendah praktek manajemen laba. Menurut penelitian Ujiantho & Pramuka (2007) kepemilikan manajemen berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis ketiga yang diajukan dalam penelitian adalah sebagai berikut :

H3 : Kepemilikan manajemen berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.

2.4.4. Pengaruh Komite Audit Terhadap Aktivitas Manajemen Laba

Komite audit ini terdiri sekurang – kurangnya 1 orang Komisaris Independen dan 2 orang anggota yang berasal dari luar perusahaan. Menurut Mayangsari (2004), komite audit berfungsi untuk membantu dewan komisaris dalam mengawasi pihak manajemen dalam menyusun laporan keuangan. Selain itu juga untuk mengawasi kinerja keuangan perusahaan dan pelaporan laporan

(12)

keuangan, Komite Audit lebih efektif dalam mengontrol manajer karena kecil kemungkinan manajer memanipulasi komite audit yang independen, sehingga diharapkan dapat meminimalisir manajemen laba di perusahaan. Carcello et. al.

(2006) menyelidiki hubungan antara keahlian komite audit di bidang keuangan dan manajemen laba. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pendidikan komite audit di bidang keuangan terbukti efektif mengurangi manajemen laba. Penelitian yang dilakukan oleh April (2002) menunjukkan hubungan negatif antara komite audit dengan manajemen laba. Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis keempat yang diajukan dalam penelitian adalah sebagai berikut :

H4 : Komite Audit berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.

2.4.5. Pengaruh Reputasi KAP Terhadap Aktivitas Manajemen Laba

Auditor – auditor yang bekerja pada KAP big four dibekali dengan serangkaian pelatihan dan tentunya mereka akan menjaga reputasi yang telah dibangun. Meutia (2004) menyimpulkan bahwa kantor akuntan publik yang lebih besar, kualitas audit yang dihasilkan juga lebih baik. Auditor yang bereputasi baik akan mendeteksi kemungkinan kesalahan lebih dini, juga akan mengurangi kesempatan perusahaan untuk berlaku curang dalam menyajikan laporan keuangan yang dimanipulasi. Dengan demikian manajemen akan menyajikan laporan keuangan dengan jujur dan wajar, karena opini yang dihasilkan oleh KAP dengan reputasi baik akan mempengaruhi reputasi perusahaan tersebut juga.

Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis kelima yang diajukan dalam penelitian adalah sebagai berikut :

H5 : Reputasi KAP berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.

2.5. Analisis Regresi Berganda

Penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda karena melibatkan lebih dari satu variabel independen. Persamaan regresi berganda adalah sebagai berikut:

(2.8) Y = β1X1 +β2X2 + …. + βnXn + έ

(13)

Dimana,

Y adalah variabel terikat (dependent variable)

Xn adalah variabel bebas (independent variable) ke n

βn adalah slope (kemiringan) atau koefisien regresi dari variabel bebas ke n έ adalah error

2.5.1 Uji Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif digunakan untuk mendeskriptifkan variabel-variabel dalam penelitian ini. Statistik deskriptif akan memberikan gambaran umum dari setiap variabel penelitian. Alat analisis yang digunakan adalah nilai rata-rata (mean), nilai minimum dan maksimum serta deviasi standar. Data yang diteliti akan dikelompokkan yaitu kepemilikan institusional, kepemilikan manajemen, komite audit, komisaris independen, dan ukuran perusahaan.

2.5.2 Uji Asumsi Klasik

Suatu model regresi berganda yang digunakan untuk menguji hipotesa harus memenuhi asumsi klasik. Uji asumsi klasik tersebut terdiri dari uji normalitas, uji multikolonieritas, uji autokorelasi dan uji heteroskedastisitas. Berikut merupakan penjelasannya:

a. Uji Normalitas Data

Uji normalitas data bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Model regresi yang baik adalah data yang berdistribusi normal atau mendekati normal (Ghozali, 2005). Untuk mendeteksi apakah data berdistribusi normal atau tidak, penelitian ini menggunakan analisis statistik.

Analisis statistik merupakan alat statistik yang sering digunakan untuk menguji normalitas residual yaitu uji statistik non-parametik Kolmogorov- Smirnov. Dalam mengambil keputusan dilihat dari hasil uji K-S, jika nilai probabilitas signifikansinya lebih besar dari 0,05 maka data terdistribusi secara normal. Sebaliknya, jika nilai probabilitas signifikansinya lebih kecil dari 0,05 maka data tersebut tidak terdistribusi secara normal. Uji Kolmogorov-Smirnov mempunyai sedikit kelemahan, yaitu reliable atau handal pada pengujian dengan sampel > 200. Pengujian < 200

(14)

menggunakan Shapiro – Wilk, jika nilai probabilitasnya lebih besar dari 0.05 maka data berdistribusi secara normal.

b. Uji Multikolinieritas

Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah di dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen (Ghozali, 2005). Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinieritas di dalam model regresi dapat dilihat dari nilai tolerance (tolerance value) dan nilai Variance Inflation Factor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen manakah yang dijelaskan oleh variabel bebas lainnya. Nilai cutoff yang umum digunakan adalah nilai tolerance 0,10 atau sama dengan VIF diatas 10. Apabila nilai tolerance lebih dari 0,10 atau nilai VIF kurang dari 10 maka dapat dikatakan bahwa tidak terjadi multikolinieritas antar variabel dalam model regresi.

c. Uji Autokorelasi

Uji Autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi (Ghozali, 2005).Untuk menguji ada atau tidaknya autokorelasi dilakukan dengan uji Durbin- Watson (DW test). Pengambilan keputusan ada atau tidaknya autokorelasi, yaitu:

Angka D-W; 0 – 1,10 : ada autokorelasi yang posiif Angka D-W; 1,54 – 2,46 : tidak ada autokorelasi

Angka D-W; 2,90 – 4 : ada autokorelasi yang negatif d. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka dapat disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedasitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedasitas (Ghozali,

(15)

2005).Untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas, penelitian ini menggunakan Uji Glejser.

Uji Glejser dilakukan dengan meregres nilai absolut residual terhadap variabel independen. Dalam pengambilan keputusan dapat dilihat dari koefisien parameter, jika nilai probabilitas signifikansinya di atas 0,05 maka dapat disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas. Namun sebaliknya, jika nilai probabilitas signifikansinya di bawah 0,05 maka dapat dikatakan telah terjadi heteroskedastisitas.

2.5.3 Uji Hipotesis

a. Uji t

Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel bebas (X1, X2, X3, X4. dan X5) terhadap variabel tidak bebas (Y). (J Supranto, 2001 : 201).
 Uji t ini dimaksudkan mengetahui apakah kepemilikan institusional, kepemilikan manajemen, komite audit, komisaris independen, dan reputasi KAP berpengaruh terhadap manajemen laba.

Rumus pengujian untuk uji t:

(2.9) keterangan:

r = Koefisien korelasi n = Jumlah Sampel

Kriteria uji adalah sebagai berikut:

- Taraf nyata sebesar 0,05

- Apabila nilai signifikasi > 5% maka Ho diterima dan Ha ditolak.

- Apabila nilai signifikasi < 5% maka Ho ditolak dan Ha diterima.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menggunakan analisis kuantitatif yang berupa analsisis overlay, dengan melakukan uji korelasi dari perkembangan fisik kawasan selama 5 tahun terakhir dengan

Penelitian ini berdasarkan dari data yang telah diperoleh menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara persepsi siswa terhadap perhatian orang tua

Menurut Yuwono (Noer, 2009:334)., ditinjau dari pendekatan mengajar pada umumnya guru hanya mengajarkan materi yang terdapat di buku paket dan kurang

Latar belakang penelitian ini adalah kurangnya pengetahuan siswa di sekolah dasar terhadap pendidikan agama Islam serta manajemen kurikulum yang kurang maksimal pada

Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik meneliti tentang tingkat pengetahuan ibu tentang makaana pendamping ASI dengan status gizi anak umur 6-18 bulan Diharapkan dapat

Universitas Mercu Buana dalam Program Studi Arsitektur memiliki program Praktik Profesi bagi mahasiswanya untuk melibatkan mahasiswa memiliki pengalaman secara

Infusa daun salam konsentrasi 5%, 10%, 20% mempunyai efek yang sama dalam menurunkan kadar kolesterol total darah tikus model dislipidemia dan potensinya setara

- Selama setahun terakhir (Agustus 2014-Agustus 2015), sektor yang mengalami penurunan pekerja adalah sektor pertanian dan sektor industri dengan penurunan jumlah