Plagiarism Checker X - Report
Originality Assessment
Overall Similarity: 0%
Date: Dec 19, 2020
Statistics: 0 words Plagiarized / 8714 Total words Remarks: No similarity found, your document looks healthy.
PROPOSAL DAMPAK PEMBAKARAN TERBUKA LIMBAH BATANG JAGUNG TERHADAP KUALITAS UDARA DI JORONG SURABAYO NAGARI LUBUK BASUNG KABUPATEN AGAM Diajukan Kepada Sekolah Tinggi Teknologi Industri Padang untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Teknik Lingkungan Disusun Oleh : Hilma 1810024428016 Disetujui, Dosen Pembimbing Vina Lestari Riyandini, MT NIDN.1012059301 Nofriya, MT NIDN. Ketua Program Studi Vina Lestari Riyandini, M.T NIDN. 1012059301 Ketua STTIND Padang Riko Ervil, M.T NIDN.1014057501 Table of Contents BAB I PENDAHULUAN 4 1.1 Latar Belakang 4 1.2 Identifikasi Masalah 6 1.3 Rumusan Masalah 6 1.4 Batasan Masalah 7 1.5 Tujuan Penelitian 7 1.6 Manfaat Penelitian 8 1. Manfaat Teoritis 8 2. Manfaat Akademis 8 3. Manfaat Praktis 8 1.7 Sistematika Penulisan 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 2.1 Dasar- Dasar Teori 10 2.1.1 Pembakaran terbuka 10 2.1.2 Udara Ambien 10 2.1.2.1 Parameter udara ambien 11 2.1.3 Baku Mutu Udara 12 2.1.4 Sumber Pencemaran Udara 13 2.1.4.1 Faktor-faktor Zat Pencemar 13 2.1.4.2 Factor Zat Pencemar Berdasarkan Sumber 13 2.1.4.3 Sumber Pencemar Berdasarkan Distribusi Spasial 14 2.1.5 Bahan Pencemaran Emisi Udara dan Dampak 15 2.1.6 Pengendalian Pencemaran 16 2.1.7 Faktor yang mempengaruhi pencemaran udara 17 2.1.7.1 Aspek Klimatologi 17 2.1.7.2 Aspek-Aspek Pemicu
Pencemaran Udara 18 2.2 Kerangka Konseptual 18 2.3 Penelitian Yang Relevan 19 BAB III METODELOGI 22 3.1 Jenis Penelitian 22 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 23 3.2.1 Lokasi penelitian 23 3.2.2 Waktu Penelitian 23 3.2.3 Lokasi Pengujian Sampel 24 3.4 Variabel penelitian 24 3.5 Alat dan Bahan 24 3.5.1 Alat 24 3.5.2 Bahan 25 3.6 Prosedur Penelitian 25 3.6.1 Penentuan Lokasi Pengambilan Contoh Uji 25 3.6.2 Total Partikulat Tersuspensi (TSP) 26 3.6.3 Pengukuran Partikulat Matter 28 3.6.4 Pengukuran Gas Impinger 28 3.7 Data dan Sumber Data 40 3.7.1 Data 40 3.7.2 Sumber Data 40 3.8 Teknik Pengumpulan dan Analisa Data 40 3.8.1 Teknik Pengambilan Data 40 3.8.2 Analisa data 40 3.9 Kerangka Metodologi 40 Daftar Pustaka 43 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya membersihan limbah pertanian seperti padi dan jagung diberbagai daerah masih sering dilakukan dengan cara membakar. Pembakaran terbuka merupakan suatu kebiasaan yang sering dilakukan petani setelah panen dalam rangka persiapan lahan untuk masa tanam selanjutnya, dengan
asumsi kegiatan ini dapat menekan biaya produksi pengolahan lahan. Kegiatan ini
mengakibatkan kualitas udara di daerah sekitar lokasi lahan pertanian terlihat tidak menjadi tidak baik yang secara nyata tampak gumpalan asap pada saat proses pembakaran dan mengganggu pernapasan. Pembakaran terbuka menghasilkan emisi CO, partikulat, NO2 yang mengakibatkan kualitas udara di daerah sekitar lokasi lahan peranian menjadi buruk, apalagi lahan pertanian tersebut berada di dekat kawasan perumahan atau perkantoran, sehingga asap pembakaran mengganggu masyarakat sekitar lahan pertanian. (Hafidawati, Karakteristik Emisi Black (BC) dari Pembakaran Terbuka Jerami Padi dan Dampak Terhadap Kualitas Udara Ambien, 2017). Walaupun kegiatan pembakaran terbuka tidak terjadi setiap waktu. Senyawa-senyawa berbahaya dari pembakaran terbuka yaitu Karbon monoksida (CO), Nitrogen dioksida (NO2) dan Partikulat Matter 2.5 (PM2.5) dan debu/ Total
Suspended Parameter (TSP). Gas karbon dioksida dan gas nitrogen dioksida dikategorikan sebagai penyebab terjadinya pemanasan global, (Wahyudi, 2019). Asap dari pembakaran terbuka mengandung beberapa zat berbahaya yang merusak kesehatan, antara lain karbon monoksida, sulfur dioksida dan nitrogen dioksida. Reaksi tubuh bila terpapar dengan zat- zat tersebut menyebabkan pusing, mata perih, mual, muntah, pernafasan jadi cepat, penurunan fungsi paru-paru, kemandulan, kejang, koma dan kematian, (Zakiah, 2019).
Disamping dampak pembersihan lahan dengan cara membakar, namun tidak dapat dipungkiri bahwa pembersihan lahan dengan membakar dalam waktu singkat memang menguntungkan. Manfaatnya yaitu tanah menjadi lebih bahan organik dan mineral-mineral yang dibutuhkan tumbuhan. Mineral yang ada pada tanah tergantung dari intensitas
kebakaran, lama kebakaran, dan jenis vegetasi penutup tanah, (Bengkulu, 2019) Lubuk Basung adalah salah satu nagari dan ibukota Kabupaten Agam, berada pada posisi 00º 01’
34” - 00º 28’ 43” lintang selatan dan 99º 46’ 39” - 100º 32’ 50” bujur timur. (Bappeda, 2013).
Kecamatan Lubuk Basung terdiri atas 5 nagari dan 27 jorong. Luas wilayah Nagari Lubuk Basung 278.40 km³ dengan luas lahan perkebunan 5.075 ha pada tahun 2019. Jumlah penduduk 75.980 jiwa, dengan laju pertumbuhan 1.20%. Lubuk Basung berada pada ketinggian 25-500 mdpl dengan suhu antara 21ºС – 23,50ºС serta kisaran kelembaban
78%- 93%, (Pertanian, 2020). Menurut Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Agam, selama ini masyarakat setelah panen membersihkan lahan pertanian lebih cenderung melakukan pembakaran, tanpa mengetahui dampak yang ditimbulkan baik kepada manusia maupun tanaman lainnya, (Informatika, 2019). Luas wilayah lahan pertanian di Nagari Lubuk Basung sekitar 24.728 hektare, dengan 4.515 hektare lahan sawah dan 20.213 hektare lahan
pertanian kering (lahan perkebunan), (Surabayo J. , 2016). Dari data BPS Agam dalam Angka tahun 2019 luas panen tanaman jagung adalah 5.977 hektare, produksi 47.911 ton dengan produktivitas 8,02 hektar/ton. Sedangkan untuk tahun 2018 luas panen 5.787 hektare, produksi 47.511 ton dengan produktivitas 8,21 ton per hektare, (Agam, 2020).
Surabayo merupakan jorong terpadat di Nagari Lubuk Basung. Luas wilayah jorong Surabayo 1.447 hektar dengan jumlah penduduk 11.359 jiwa dan jumlah KK 2.995, (Surabayo J. , 2016). Secara administrative Jorong Surabayo termasuk salah satu Jorong Persiapan dalam pemekaran Nagari berdasarkan SK Bupati Nomor 87 Tahun 2017. Tahun 2019 luas lahan perkebunan rakyat (tanah kering) seluas 4.061 hektar dan tanah sawah 2.119 hektar. Dalam data profil Nagari sebanyak 954 orang berprofesi sebagai petani, (Surabayo N. P., 2020). Wawancara penulis dengan beberapa orang petani, lahan yang sekarang ini ditanami jagung awalnya merupakan lahan persawahan. Disebabkan karena kurangnya pasokan air untuk mengairi sawah, maka petani mengalihkan fungsi lahan ke tanaman jagung. Berdasarkan hasil wawancara dengan warga yang berprofesi sebagai petani, Pak Dhe dan Ibu Desmayetti mengatakan bahwa menanam jagung lebih
menguntungkan dari menanam padi. Walaupun memiliki masa tanam yang sama, hasil panen jagung lebih menguntungkan karena harga jual lebih tinggi dari harga perawatan.
Pak Dhe memiliki lahan tanaman jagung seluas 3800 m². Luas lahan tanaman jagung Ibu Desmayetti sekitar 800m² yang berada di Simpang IV Tangah (dekat Gor Rang Agam).
Untuk pertanian di lahan kering, Ibu Anis mengoptimalkan lahannya yang seluasnya 1500m² dengan tanaman jagung pipil. Masa panen jagung antara 107-120 hari. Untuk wilayah Jorong Surabayo perkebunan jagung pada umumnya dimiliki oleh perorangan dengan luas antara 300 m³ hingga 1 hektare. Dari survey yang dilakukan beberapa lokasi
pertanian tanaman jagung, berada tidak jauh dari pemukiman warga dan dekat dari jalan- jalan utama di Jorong Surabayo Nagari Lubuk Basung. Sehubungan dengan hal di atas maka penulis tertarik membahas tentang “Dampak Pembakaran Terbuka Limbah Batang Jagung Terhadap Kualitas Udara di Jorong Surabayo Nagari Lubuk Basung Kabupaten Agam”. 1.2 Identifikasi Masalah Dari uraian latar belakang permasalahan diatas dapat di identifikasi pokok masalah yaitu : 1. Petani di Jorong Surabayo Nagari Lubuk Basung masih menggunakan pembakaran terbuka untuk membersihkan limbah sisa panen. 2.
Pembakaran terbuka menyebabkan udara ambien (parameter TSP, PM2.5, CO, SO2 dan NO2) daerah sekitar lahan pertanian tercemar oleh debu dan asap. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan diatas, maka dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana kualitas udara ambien dan nilai konsentrasi polutan pencemar (parameter TSP, PM2.5, CO, SO2 dan NO2) ketika tidak ada kegiatan Pembakaran Terbuka Batang Jagung di Jorong Surabayo Nagari Lubuk Basung? 2. Bagaimana kualitas udara dan nilai kosentrasi polutan pencemar (parameter TSP, PM2.5, CO, SO2 dan NO2) ketika ada kegiatan pembakaran terbuka di Jorong Surabayo Nagari Lubuk Basung? 3. Bagaimana Kualitas Udara di Jorong Surabayo Nagari Lubuk Basung ketika ada kegiatan pembakaran terbuka, apakah masih memenuhi standar Baku Mutu Udara berdasarkan PP MenLH No. 41 Tahun 1999. 1.4 Batasan Masalah Agar penelitian yang dilakukan penulis lebih terarah, maka penelitian ini dilakukan dengan batasan masalah sebagai berikut : 1. Pengambilan sampel kualitas udara (parameter TSP, PM2.5, CO, NO2 dan SO2) pada saat tidak ada kegiatan pembakaran terbuka batang jagung di Jorong Surabayo Nagari Lubuk Basung. 2.
Sampling udara menggunakan alat HVAS (Air Sampler-Impinger, Barometer, Anemometer), dilakukan oleh petugas sampling dari UPT Laboratorium Lingkungan Kabupaten Agam. 3.
Pengambilan sampel kualitas udara (parameter TSP, PM2.5, CO, NO2 dan SO2) pada saat ada kegiatan pembakaran terbuka batang jagung di Jorong Surabayo Nagari Lubuk
Basung. 4. Membandingkan kondisi udara pada sebelum ada kegiatan pembakaran dengan adanya kegiatan pembakaran terbuka. 5. Pemeriksaan parameter uji kualitas udara
dilakukan di UPT Laboratorium Lingkungan Kabupaten Agam. 1.5 Tujuan Penelitian Adapun
tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui nilai konsentrasi polutan pencemar (parameter TSP, PM2.5, CO, NO dan SO2) pada saat tidak ada kegiatan
pembakaran terbuka batang jagung di Jorong Surabayo Nagari Lubuk Basung. 2.
Menganalisa kondisi udara pada saat tidak ada kegiatan pembakaran terbuka batang jagung di Jorong Surabayo Nagari Lubuk Basung. 3. Mengetahui nilai konsentrasi polutan pencemar (parameter TSP, PM2.5, CO, NO dan SO2) pada saat ada kegiatan pembakaran terbuka batang jagung di Jorong Surabayo Nagari Lubuk Basung. 4. Menganalisa kondisi udara pada saat ada kegiatan pembakaran terbuka batang jagung di Jorong Surabayo Nagari Lubuk Basung. 5. Menganalisa dampak Pembakaran Terbuka Batang Jagung
terhadap Kualitas Udara di Jorong Surabayo Nagari Lubuk Basung berdasarkan Baku Mutu Udara Ambien berdasarkan PP MenLH No. 41 Tahun 1999. 1.6 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini dapat bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan dalam melakukan sampling kualitas udara ambien serta
menganalisis parameter uji udara ambien 2. Manfaat Akademis Penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu masukan untuk pembuatan jurnal dan dapat dijadikan referensi dan pedoman bagi mahasiswa STTIND Padang yang akan melakukan penelitian khususnya di bidang keilmuan Teknik Lingkungan. 3. Manfaat Praktis Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi petani yang akan melakukan kegiatan pembakaran terbuka. 1.7 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan yang direncanakan pada penulisan proposal ini yaitu : BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi latar belakang masalah yang diangkat pada penelitian, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisikan teori-teori dan kutipan ilmiah yang berasal dari berbagai referensi, seperti jurnal, buku, e-book dan lain-lain sebagai pendukung atau penguat penelitan. BAB III METODE PENELITIAN Bab ini menceritakan tentang berbagai jenis penelitian yang digunakan, lokasi penelitian, waktu penelitian, prosedur penelitian, teknik pengolahan data dan kerangka metodelogi penelitian. BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA DATA Bab ini menjelaskan tahapan-tahapan pengolahan data dan analisa data yang didapatkan saat
penelitian. Data yang didapat dituangkan dalam table. Untuk melihat perbandingan hasil pengujian terhadap beberapa variasi, data tersebut dituangkan kedalam bentuk diagram batang. Pada diagram dijelaskan hubungan sebab akibat berdasarkan teori dan aturan yang terrkait dari hasil penelitian. Dilakukan analisa untuk mendapatkan hasil penelitian berdasarkan rumusan masalah. BAB V PENUTUP Bab ini berisikan kesimpulan dan saran, yang didapatkan dari hasil penelitian yang mengacu pada tujuan penelitian. DAFTAR PUSTAKA Daftar pustaka berisikan tentang sumber-sumber rujukan dalam penulisan proposal, yang terdiri atas nama penulis, tahun terbit, judul tulisan dan yang mempublikasi sumber. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar-Dasar Teori 2.1.1 Pembakaran terbuka Pembakaran biomassa secara terbuka berkontribusi terhadap pemanasan global, emisi aerosol/debu yang dihasilkan menyebabkan fenomena atmosfer berimplikasi terhadap perubahan iklim regional seperti Atmospheric Brown Clouds. Pembakaran memancarkan partikel (Partikulat Matter) yang menjadikan kualitas udara memburuk dan berbahaya bagi kesehatan manusia. Pada eksperimen pembakaran dilakukan pengukuran kosentrasi PM2.5, CO dan CO2 udara ambien dengan lama waktu pengukuran dari awal pembakaran saat api yang membara hingga api mati, (Hafidawati, Karakteristik Emisi Black (BC) dari Pembakaran Terbuka Jerami Padi dan Dampak Terhadap Kualitas Udara Ambien , 2017). Pembakaran terbuka mengeluarkan debu dan asap ke udara, dan mempengaruhi kepekatan polutan pencemar CO, SO2, PM10 di udara, sehingga kualitas udara menurun, (Mastura M., dkk, 2012). Pembakaran terbuka berkontribusi terhadap emisi gas rumah kaca. Open burning pada lahan gambut dan open burning musiman merupakan sumber utama emisi dari biomassa open burning di Asia Tenggara. Fluktuasi dari kejadian kebakaran, emisi yang disebarkan dan pola dari kebakaran berhubungan erat terhadap dampak yang terjadi, penyebab kebakaran dan pengaruh open burning, (Utami, 2016). Polusi udara memberikan dampak signifikan terhadap kehamilan, harapan hidup saat lahir selain memperparah asma dan Seasenol Allergic Rhinitis. Pada anak-anak dan remaja berdampak buruk terhadap perkembangan fisik dan mental, perkembangan bahasa, perhatian dan sensorik. PM 2.5 dan NO2 dengan konsentrasi lebih tinggi di lokasi rumah memberikan efek nyata pada
kognisi anak-anak. (Amy Mizen, 2020) 2.1.2 Udara Ambien Udara ambien adalah udara bebas di permukaan bumi pada lapisan troposter (lapisan udara di permukaan bumi) yang mempengaruhi kesehatan manusia, makhluk hidup dan unsur lain di dalam lingkungan hidup, sesuai dengan Bab 1 PP MenLH, 2010, (PerMEN LH, 2010). Komposisi utama udara adalah Nitrogen (78,09%), Oksigen (20,94%), sementara untuk komponen udara dalam jumlah sedikit yaitu Argon (9,34 x 10-1%), Karbon dioksida (3 x 10%), dan komponen dalam jumlah sangat sedikit meliputi Neon, Helium, Metana, Kripton, Xenon, Hidrogen, CO, NO, ozon, NO2, Amoniak, SO2, (Nurmayanti, 2017). Udara ambien dapat berubah karena proses alami atau karena aktifitas manusia seperti aktifitas pembakaran terbuka sehingga udara tidak sehat dan tercemar. Sumber pencemar adalah setiap usaha dan/atau kegiatan yang mengeluarkan bahan pencemar ke udara yang menyebabkan udara tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya , (PerMEN LH, 2010) Pengawasan kualitas udara diperlukan untuk melindungi udara ambien tetap sehat. Berdasarkan PP MenLH No. 2 Tahun 2010 (Bab 2)
“Pengendalian pencemaran udara meliputi pengendalian dari usaha dan/atau kegiatan sumber bergerak, sumber bergerak spesifik, sumber tidak bergerak, dan sumber tidak bergerak spesifik yang dilakukan dengan upaya pengendalian sumber emisi dan/atau sumber gangguan yang bertujuan untuk mencegah turunnya mutu udara ambien”. Dalam PP No. 41 Tahun 1999 pasal 51 (ayat 1) disebutkan bahwa “Dalam rangka kegiatan
pengawasan, masyarakat dapat melakukan pemantauan terhadap mutu udara ambien”.
Pada kejadian pembakaran terbuka untuk mengetahui adanya emisi pencemaran udara, maka perlu dilakukan pengujian terhadap parameter kualitas udara ambien apakah sesuai dengan Baku Mutu Udara Ambien Nasional berdasarkan PP No. 41 tahun 1999. 2.1.2.1 Parameter udara ambien Parameter uji kulitas udara ambien yang diukur saat pembakaran terbuka : · Carbon monoksida (CO) · Partikulat matter (PM2.5) · Sulfur dioksid (SO2) ·
Nitrogen dioksida (NO2) · Total Suspended Partikel (TSP) 2.1.3 Baku Mutu Udara Baku mutu udara ambien ialah ukuran batas atau kadar zat, energy, dan /atau komponen yang ada atau yang seharusnya ada dan/atau unsur pencemaran yang ditenggang keberadaannya dalam udara ambien, (PP MenLH No. 12, 2010). Dalam melindungi kesehatan manusia dan
kenyamanan lingkungan hidup ditetapkan baku mutu udara ambien nasional sebagai batas maksimum dalam rangka mencegah terjadinya pencemaran udara, sebagaimana terlampir dalam PP No. 41 tahun 1999. Baku Mutu Udara Ambien Nasional dapat dilihat pada tabel 3.1. Tabel 2.1 Baku Mutu Udara Ambien Nasional berdasarkan PP No. 41 tahun 1999 No.
Parameter Waktu Baku Mutu 1 Aerosol (PM2.5) Partikel < 2,5 um 24 jam 1 tahun 65 ug/Nm3 15 ug/Nm3 2 Karbon monoksida (CO) 1jam 24 jam 1 tahun 30000µg/Nm3 10000µg/Nm3 - 3 Sulfur dioksida (SO2) 1 jam 24 jam 1 tahun 900µg/Nm3 365µg/Nm3 60µg/Nm3 4 Nitrogen dioksida (NO2) 1 jam 24 jam 1 tahun 400 ug/Nm3 150 ug/Nm3 100 ug/Nm3 5 Total Suspended Partikulat/debu 24 Jam 1 Thn 230 ug/Nm3 90 ug/Nm3 Sumber : PP MenLH No. 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran 2.1.4 Sumber
Pencemaran Udara Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 12 tahun 2010, Pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga melampaui baku mutu udara yang telah ditetapkan. Pasal 1(ayat3), sumber pencemar adalah setiap usaha dan/atau kegiatan yang mengeluaran bahan pencemar ke udara yang menyebabkan udara tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Dari proses terbentuk zat pencemar di udara dapat dibedakan atas zat pencemar sekunder dan zat pencemar primer. Zat pencemar primer didefinisikan sebagai zat pencemar yang terbentuk di sumber emisi (SO2, NOx), sedangkan zat pencemar sekunder yaitu zat pencemar yang terbentuk di atmosfer, yang merupakan reaksi kimia beberapa zat pencemar (seperti senyawa oksidan dan ozon).
Berdasarkan dari bentuknya, zat pencemar dapat berupa aerosol, atau partikulat (debu) dan berupa gas (SO2, NOx, Ozon dan lain-lain). 2.1.4.1 Faktor-faktor Zat Pencemar Pencemaran terjadi disebabkan karena adanya beberapa faktor atau elemen pendukung.
Proses terjadinya pencemaran udara karena adanya sumber bahan pencemar yang mengeluarkan emisi polutan, adanya interaksi bahan pencemar di atmosfer sehingga kualitas udara menjadi turun dan menimbulkan akibat negatif pada manusia dan lingkungan, (Prabowo, Penyehatan Udara, 2018). Dua jenis sumber pencemaran udara adalah sumber alamiah dan sumber antropogenik. 2.1.4.2 Factor Zat Pencemar Berdasarkan
Sumber Beberapa factor zat pencemar di udara berdasarkan sumber pencemar yakni : 1.
Sumber emisi (alamiah/ natural sources ) Sumber alamiah berasal dari sumber biologi dan geologi, antara lain bersumber dari vegetasi, tanah, gunung berapi, aktifitas geothermal, dan kebakaran hutan. Sumber alamiah menghasilkan dua sumber emisi, yaitu: a. Emisi biogenik berasal dari tanaman b. Emisi geogenik berasal dari tanah, gunung berapi, dan aktifitas geothermal (energy panas bumi). 2. Kegiatan manusia (anthropogenic sources), berasal dari transportasi, emisi pabrik, pembangkit listrik dan pembakaran. Sumber antropogenik dapat diklasifikasikan yaitu sumber tidak bergerak dan sumber bergerak.
2.1.4.3 Sumber Pencemar Berdasarkan Distribusi Spasial Sumber pencemar udara
berdasarkan distribusi spasial dapat dibedakan menjadi ; 1. Sumber Titik Sumber titik ialah sumber pencemar udara akibat polutan yang berasal dari satu sumber. Contohnya
cerobong industry. 2. Sumber Garis Sumber garis berasal dari sumber-sumber titik yang tidak terhingga jumlahnya sehingga dapat dianggap sebagai sumber garis dimana keseluruhannya menghasilkan pencemar udara. Contoh adalah emisi dari kendaraan bermotor, pelayaran, penerbangan, dan kereta api. 3. Sumber Area Sumber area merupakan sumber yang berasal dari banyaknya sumber titik dan sumber garis, yang dibatasi oleh basis atau batas administrasi seperti negara atau kota, (Prabowo, Bab
Pengukuran Kualitas Udara, 2018) Gambar 2.2 Klasifikasi sumber emisi antropogenik tidak bergerak dan bergerak berdasarkan sumber area dan titik. 2.1.5 Bahan Pencemaran Emisi Udara dan Dampak Pembakaran biomassa menghasilkan bahan pencemar seperti CO, SO2 dan PM2.5 dalam udara dan menyebabkan kualitas udara menurun, (Mahmud, 2012). 1.
Karbon monoksida (CO) Berupa gas pada suhu udara normal tidak berbau, tidak bewarna, tidak berasa, namun beracun. CO di hasilkan dari proses pembakaran tidak sempurna produk-produk alam dan sintetis. Terpapar dengan CO dalam konsentrasi yang rendah mengakibatkan rasa pusing dan kelelahan, karena menghambat hemoglobin mensuplai sigen ke jaringan. Terpapar dengan konsentrasi tinggi dapat menyebabkan koma dan kematian, (SSE, 2018) 2. Partikulat Matter (PM2.5) PM2.5 adalah partikel debu/aerosol dengan ukuran 2.5µm dapat masuk ke paru-paru, penyebab pneumonia dan kanker paru-
paru, gangguan sistem pernafasan, bronchitis kronis, (Nur Rohmawati, 2017). 3. Sulfur dioksida (SO2) Sulfur dioksida adalah gas tidak berwarna, berbau, spesies dari gas-gas oksida sulfur (SOx). Sulfur terbentuk dari pembakaran bahan bakar fosil yang mengandung sulfur. Kebanyakan material mentah seperti minyak mentah, batu bara, dan biji-biji yang mengandung metal seperti alumunium, tembaga, seng, timbal dan besi mengandung sulfur. SOx bebas bereaksi dengan uap air diudara sehingga menyebabkan hujan asam.
H2SO4 ini yang terdapat di udara bebas dan hujan asam mencemari dan berdampak terhadap manusia, lingkungan, hewan, tumbuhan dan material, (Alchamdani, 2019) 4.
Nitrogen dioksida (NO2) NO2 gas bersifat racun, berwarna coklat kemerahan, bau tajam dihasilkan dari pembakaran tidak sempurna. NO2 dapat menurunkan fungsi paru-paru dan meningkatkan resiko kanker, (Alchamdan, 2019). NO2 merupakan salah satu prekusor pembentuk polutan ozon. NO2 secara alami dengan bantuan matahari membentuk O3 (siklus fotolitik). Karena adanya gangguan senyawa hidrokarbon bereaksi dengan NO hingga menyebabkan O3 meningkat pada lapisan troposter, (Kuat Prabowo, 2018) 5. Total Suspended Partikulat Total Suspended Partikulat (TSP) berdasarkan klasifikasi International Agency for Research on Cancer (IARC), TSP bersifat karsinogenik dan merupakan salah satu komponen utama dari polusi udara. (Rafini Rahmadini, 2015). Ukuran diamater debu atau partikulat dari < 100 µ sampai 500 µ, (Prabowo, Penyehatan Udara, 2018) 2.1.6
Pengendalian Pencemaran Dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 12 Tahun 2010, pasal 1 (ayat 1) “Pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga melampaui baku mutu udara yang telah ditetapkan”. Pada (ayat2) “Pengendalian pencemaran udara adalah upaya pencegahan dan/atau penanggulangan pencemaran udara serta pemulihan mutu udara”. Pengendalian Pencemaran Lingkungan berfungsi dalam pengkajian kebijakan, operasional yang meliputi pemantauan dan pembinaan pengendalian pencemaran lingkungan. Pengendalian pencemaran dapat dilakukan dengan secara manual seperti pengambilan sampel secara berkala yang dilakukan rutin dan dapat juga dilakukan dengan bantuan perangkat canggih (otomatis), (Yudo, 2006). Dalam hal ini
penulis bermaksud mengadakan penelitian kualitas udara ketika ada kegiatan pembakaran terbuka. 2.1.7 Faktor yang mempengaruhi pencemaran udara Factor yang mempengaruhi pencemaran udara antara lain metereologi, iklim dan topografi. Fakor metereologi dan iklim termasuk di dalamnya variable temperature, arah dan kecepatan angina dan hujan.
Sementara pada factor topografi meliputi variable fisik dari kondisi wilayah seperti dataran rendah, dataran tinggi dan lembah, (Nevi, 2008). 2.1.7.1 Aspek Klimatologi Aspek-aspek klimatologi yang mempengaruhi pencemaran udara antara lain : · Suhu Suhu udara yang tinggi dapat meningkatkan penguapan air sehingga udara menjadi lembab. Udara yang lembab dapat mempercepat reaksi pembentukan polutan sekunder. Sementara suhu udara yang rendah menyebabkan peningkatan kelembaban udara, sehingga dapat meningkatkan efek korosif bahan pencemar. · Kelembaban udara Kelembaban bearti banyak uap air dalam udara. Kandungan uap air dalam udara akan menyerap radiasi bumi sehingga menghilangkan panas bumi. Udara lembab mengembun membentuk fog (kabut) yang menghalangi sinar matahari, mempermudah perubahan SO3 menjadi H2S proses
pengendapan bahan pencemar dan beberapa pencemar berbentuk partikel seperti debu. · Curah Hujan Tingginya partikel polutan pencemar serta sifat gas SOx atau NOx diudara dapat dilarutkan oleh air hujan sehingga membentuk hujan asam. Tingginya intensitas curah hujan dapat membersihkan polutan dari udara. · Inversi Suhu Lapisan inversi (Inversion Layer) yaitu lapisan udara dengan perubahan suhu udara menyimpang dari perubahan suhu udara normal, disebabkan oleh adanya perbedaan kerapatan susunan udara hangat dan dingin, (Muslim, 2018). 2.1.7.2 Aspek-Aspek Pemicu Pencemaran Udara Aspek-aspek pemicu pencemaran udara antara lain adalah : · Lalu lintas · Pembangkit listrik
· Letusan gunung berapi · Pembakaran · Kebakaran hutan · Limbah · Pembusukan sampah, (Ilmugeografi, 2020) 2.2 Kerangka Konseptual Kerangka konseptual pada penelitian ini terdiri dari input, proses dan output yang merupakan data-data kebutuhan penelitian dan proses pengumpuan data lapangan yang di lakukan pada saat penelitian serta hasil analisa data. Adapun input, proses, dan output pada peneliian ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini : Table 2.3 Kerangka Konseptual Input proses output 2.3 Penelitian Yang Relevan
Berikut dibawah ini penelitian-penelitian yang relevan yang berkaitan dengan pembakaran terbuka batang jagung, dapat dilihat pada table 2.4. No Nama Peneliti Judul Penelitian Latar Belakang Metode Penelitian Hasil dan Pembahasan 1 Hafidawati Karakteristik Black Carbon dari Pembakaran Terbuka Jerami Padi dan Dampak Terhadap Kualitas Udara
Ambien Pembakaran terbuka dalam mem bersihkan lahan pertanian dari residu, metode ini murah dan mudah. Dampak kegiatan ini menghasilkan emisi partikulat matter 2.5 (PM2.5), Short Lived Climate Pollutants (SLCPs) dan memiliki efek potensial pada kualias udara, atmosfer dan perubahan iklim. Black Carbon adalah salah satu dari SLCPs. BC berdampak pada peningkatan suhu permukaan bumi, sehingga terjadi perubahan iklim. Tujuan studi ini untuk mengembangkan factor emisi dan invetaris emisi PM2.5 dan BC dari pembakaran limbah pertanian (jerami padi, brangkasan jagung, dan sangrah tebu) di Provinsi Jawa Barat dengan pendekatan bottom uptier 3. Tujuan lain untuk menentukan distribusi spasial mitigasi emisi PM2.5 dan BC dari aktivitas pembakaran terbuka limbah pertanian di Provinsi Jawa Barat. Eksperimen Perhitungan beban emisi PM2.5 dan BC mengacu kepada
Atmospheric Brown Cloud-Emission Inventory Manual (ABC-EIM), menggunakan factor emisi dan data aktivitas spesifik untk pembakaran. · Emisi PM2.5 0,975 mg/kg untuk jerami padi. · brangkasan jagung 1.675 mg/kg, · 0.121 mg/kg untuk pembakaran tebu. · Faktor emisi BC, jerami padi 0,139 mg/kg · Brangkasan Jagung 0,162 mg/kg · Sangrah Tebu 0,062 mg/kg Hasil perhitungan beban emisi PM2.5 seJawa Barat, untuk jerami padi 2.822,2 ton/tahun, brangkasan jagung 709,6 ton/tahun, sangrah tebu 4,5 ton/tahun. Perhitungan beban total emisi BC untuk jerami padi 497,9ton/tahun, brangkasan jagung 42,4 ton/tahun dan 2,2 ton/tahun untuk sangrah tebu. 2 Mastura Mahmud, SitiHaslina Mohd Shafie
Perbandingan Kualitas Udara Antara tahun 2002 dan 2003 pada saat pembakaran jerami padi di Mergong, Kedah Pembakaran biomassa open burning jerami padi di Kedah pada bulan Maret untuk melihat kepekatan bahan pencemar CO, CO2, PM10 yang menyebabkan kualitas udara menurun (nilai API). Tahun 2002 dipilih karena tahun itu banyak ditemukan kebakaran ditemukan oleh satelit. Luas kawasan pertanian di Kedah 96558 hektar,
tergabung pada MADA (Alor Star, Pedang, Kota Serang Semut, Jitra dn Perlis). Satelit NOAA
menunjukan beberapa titik panas bekas pembakaran terbuka pada bulan Maret 2002.
Pembakaran jerami 2002 banyak di lakukan pada maret minggu kedua. analisa Maret 2003 nilai API lebih rendah dari API Maret 2002, terdapat perbedaan nilai 50. Untuk PM10 terdapat peningkatan 50µg/m³ (nilai masih < dari standar JAS 150µg/m³ untuk 24 jam).
Korelasi PM10 dengan API tahun 2002 0,96 dan 0,91 untuk tahun 2003. Pencemar CO tahun 2002 sebanyak 0,505 ppm, tahun 2003 0,4 ppm selaras dengan nilai API 54 dan PM10 57,7 µg/m³. Korelasi CO dan PM10 tahun 2002 0,46 dan 0,28 untuk 2003. Tahun 2002 pencemar SO2 meningkat 0,0014, namun masih dibawah standar JAS 0,14 ppm.
Peningkatan SO2 bersamaan dengan nilai API PM 10 dan CO. Pada pembakaran jerami padi, PM10 nilai > 200µg/m³ untuk 2002, 2003 199 µg/m³. CO 2002 1,42 ppm, 2003 1,80 ppm dan 1,53 ppm. Gas SO2 2002 tidak seiring dengan PM10 dan CO yang tinggi, peningkatan yang trjadi bukan oleh pembakaran jerami, 3 Amy Mizen,dkk Impact of Air Pollution on Education Attaiment for Respiratory Health Treated Students: A Cross
Sectional Data Linkage Study Polusi udara memberi efek negative terhadap perkembangan fisik, mental, perkembangan bahasa, perhatian dan persepsi sensorik anak-anak dan
remaja. Konsentrasi NO2 dan PM2.5 yang tinggi memberikan efek irreversible pada kognisi anak-anak. Dampak lainnya terhadap kehamilan, perkembangan dan fungsi paru-paru, system saraf pusat, harapan hidup saat lahir dan kematian bayi. Polusi udara akan
memperburuk kondisi penderita asma dan Seasonal Allergic Rhinitis (SAR) diiringi dengan demam, dan sering dijumpai pada anak-anak dan siswa sekolah. Polutan udara Ozon (O3) meningkatkan alerginitas serbuk sari, dapat mempengaruhi perkembangan kognitif antara lain kelupaan, kurangnya perhatian dan ceroboh serta dikaitkan dengan ketidakhadiran di sekolah. Untuk melindungi masyarakat dari efek polusi udara WHO menetapkan paparan untuk NO2 tidak melebihi 40µg/m3. Analisis statistik Paparan jangka pendek NO2 dikaitkan dengan penurunan CPS. Penilaian dilakukan terhadap 18.241 siswa usia 15-16 tahun yang tinggal dan belajar di Cardiff, mengikuti ujian CGSE tahun 2009 sampai 2015. Hasil
penelitian 8% dari sampel dirawat karena asma, 15% karena SAR. 3% dirawat karena
keduanya.Stratifikasi berdasarkan pengobatan menunjukkan bahwa dampak NO2 signifikan
secara statistik hanya untuk pelajar tanpa pengobatan asma atau SAR. 4 Ayu Utami Emisi Pencemaran Udara dan Biomass Open Burning pada Lahan Gambut di Indonesia
menggunakan Data GIS dan Citra Modis Biomass open burning mengakibatkan gangguan diatmosfer menyebabkan perubahan iklim. Tujuan penelitian untuk mendapatkan seberapa pengaruh pembakaran open burning dari pembakaran lahan gambut di Asia Tenggara.
Pembakaran lahan gambut menghasilkan emisi CO sekitar 84%. Perkiraan emisi biomassa open burning berdasarkan IPCC tahun 2006, setiap tutupan lahan mempunyai emisi dan pembakaran yang berbeda. Pada penelitian ini, skema tutupan lahan dioverlay dengan data area terbakar sehngga dapat menentukan niai beban bahan bakar. Total emisi biomass open burning adalah jumlah emisi biomassa dari tiap tutupan lahan agrikultur. Kebakaran berkaitan erat dengan nilai estimasi emisi. Penghitungan emisi melalui satelit Terdapat 3 pola musiman berbeda type kebakaran : · Type 1, Myanmar, Laos, Vietnam dan Filifina.
Puncak kebakaran bulan Feb-Maret, bulan desember- maret, · Type 2, Thailand, puncak teradi kebaran Kamboja dan Malaysia · Type 3, Indonesia, puncak kebakaran di bulan Agustus. Pada ketiga type tersebut Thailand yang paling dominasi karena penghasil beras terbesar di Asia. Dalam membersihkan lahan pertanian memakai sistem tebas tebang dan pembakaran terbuka. Thailand, myanmar sebagai open burning biomassa terbesar oleh kegiatan bio massa open burning. Terjadi kebakaran suatu dearah berkaitan dengan estimasi emib, 5 Aron Pangihutan, dkk Analisis sebaran polutan Karbon Monoksida dan Partikulat dari Kebakaran Hutan di Sumatera Selatan Kebakaran hutan menyebabkan pencemaran udara, CO sebagai sumber emisi terbesar. Peningkatan jumlah titik api di Sumatera Selatan 12% periode 2014-2015 akibat konsesi hutan, mengubah hutan menjadi perkebunan. Kebakaran menyebabkan kualitas udara berubah secara signifikan,
menghasilkan emisi CO2, CO, hidrokarbon dan partikulat. Besarnya luas kawasan hutan berbanding lurus dengan besarnya potensi kebakaran hutan yang terjadi. Berdampak terhadap keseimbangan ekosistem, permasalahan kesehatan, aktivitas masyarakat lumpuh dan gangguan ke wilayah lainnya. Model Sebaran polutan pencemaran menggunakan Global Forecast System (GFS) dan Weather Research and Forecasting with Chemistry (WRF-
Chem) yaitu model prediksi cuaca dengan konten kimia untuk menstimulasi persebaran polutan. Pengamatan menggunakan satelit a. Beban emisi Menghitung beban emisi
diperlukan data jumlah hari kejadian kebakaran, jumlah dan luas titik api. Di hitung dengan panduan IPCC tahun 2006, untuk menghitung emisi CO. menghitung emisi PM10
menggunakan USEPA tahun 2008. b. Konsentrasi polutan Perhitungan konsentrasi polutan dipengaruhi oleh tinggi efektif sumber. Tinggi efektif sumber adalah nilai total dari tinggi sumber dan tinggi plume BAB III METODELOGI 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah jenis penelitian kuantitatif eksperimen yang menggunakan laboratorium untuk menguji beberapa parameter yang terkait dengan kualitas udara ambien. Pendekatan penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif, yaitu membandingkan hasil penelitian dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 41 tahun 1999. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi penelitian Lokasi penelitian sampling udara ambien di Jorong Surabayo Nagari Lubuk Basung, Kecamatan Lubuk Basung Kabupaten Agam, dengan titik koordinat
0º18’44”S 100º01’53”E. . Batas-batas wilayah Jorong Surabayo, sebelah barat berbatas dengan Nagari Persiapan Kampung Pinang dan Nagari Persiapan Kampung Tangah.
Sebelah Timur dengan Nagari Lubuk Basung, sebelah Selatan dengan Nagari Persiapan Sangkir dan Batang Antokan. Untuk sebelah Utara dengan Nagari Persiapan Sungai Jariang.
Lokasi lahan tanaman jagung di Jalan Baru Komplek Perumahan Pemda Belakang Bank Nagari. Luas lahan tanaman jagung dibawah ini 3.800m², di miliki oleh satu orang petani.
Sebelumnya lahan ini adalah lahan persawahan. Gambar 3.1 Lokasi Pengambilan sampel kebun jagung di Jalan Baru Jorong Surabayo, di belakang Bank Nagari Lubuk Basung 3.2.2 Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2021 sampai dengan bulan Februari 2021. Table 3.1 Waktu penelitian 3.2.3 Lokasi Pengujian Sampel Pengujian sampel udara ambien dilakukan di UPT Laboratorium Lingkungan Kabupaten Agam, Jalan Sikumbang Padang Baru Surabayo Nagari Lubuk Basung Kabupaten Agam. 3.4 Variabel penelitian Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan penelitian. Objek pengamatan adalah kualitas udara ambien ketika tidak ada pembakaran untuk variable bebas dan ketika ada kegiatan pembakaran terbuka sebagai variable
terikatnya. Kedua variable (hasil pengujian) dibandingkan yang tetap mengacu pada PerMen LH No. 41 Tahun 1999. 3.5 Alat dan Bahan 3.5.1 Alat 1. Total Partikulat Tersuspensi (TSP) High Volume Sampler (HVS) Peralatan sampling TSP terdiri atas 3 unit : a. face plate (plat bagian depan) dan gasket; b. filter adapter; c. motor pompa vacum 2. Particulate Matter (PM2.5) Low Volume Sampler (LVS) Peralatan sampling partikulat matter terdiri atas 3 unit : a. Face plate (bagian elutriator) b. Elutriator c. Motor pompa vacuum d. Tripod Peralatan Pendukung: · Neraca analitik, dengan ketelitian 0.1mg. · Filter fiber glass · Pinset · Kompas, untuk penentuan arah angina · Pocket Weatherman, pengukur suhu, tekanan dan kelembapan udara · Anemometer, pengukur kecepatan angin. · Desikator, digunakan untuk mengkondisikan filter selama minimal 24 jam sebelum dan setelah sampling dilakukan, (Modul Praktikum Laboratorium Lingkungan UNAND, 2018) 3.5.2 Bahan 1. Total Partikulat Tersuspensi (TSP) Filter yang digunakan tergantung terhadap tujuan pengujian. Beberapa jenis filter yang biasa di gunakan sebagai berikut : a. Filter serat kaca b. Filter fiber silica c.
Filter selulosa 2. Particulate Matter (PM2.5) Low Volume Sampler (LVS) 3.6 Prosedur Penelitian 3.6.1 Penentuan Lokasi Pengambilan Contoh Uji Acuan : SNI 19-7119-6.2005 Saat penentuan lokasi dan titik pengambilan contoh uji, beberapa hal yang harus
dipertimbangkan : a. factor metereologi b. geografi termasuk topogafi c. tata guna lahan d.
hindari tempat yang dapat merubah konsentrasi ahan pencemar e. hindari tempat dimana pengganggu kimia dan fisika terhadap bahan pencemar f. letakan peralatan di daerah dengan gedung/bangunan yang rendah dan saling berjauhan. g. Letakan peralatan pada daerah yang aman, di atas bangunan yang bersih tidak dipengaruhi oleh emisi dari sumber lainnya. h. Probe (tempat masuk contoh uji udara), diletakkan pada jarak lebih dari 15 m dari jalan raya i. Ketinggian probe 1,5 m dari permukaan tanah (udara ambien) j. Untuk partikulat minimal 2 m dari permukaan tanah datar dipinggir jalan raya. 3.6.2 Total Partikulat Tersuspensi (TSP) Acuan : SNI 19-7119.3-2005 Pengujian TSP menggunakan peralatan HVAS dengan metode gravimetri. Prinsip : udara dihisap melalui filter di dalam shelter menggunakan pompa vacuum laju alir tinggi sehingga partikel terkumpul di permukaan filter. 1. Pengambilan contoh uji : a. Tempatkan alat uji diposisi pada lokasi
sesuai SNI 19-7119-6.2005 b. Tempatkan filter pada filter holder c. Nyalakan alat, catat waktu, tanggal baca indicator laju alir dan catat laju alir Q1. Catat temperature dan tekanan barometik. Sambungkan pencatat waktu ke motor untuk mendeteksi kehilangan waktu. d.
Pantau laju alir e. Lakukan pengambilan contoh uji selama 24 jam dan selama pengambilan contoh uji, baca laju alir, temperature, tekanan barometer minimal 2kali. f. Catat semua data pembacaan, laju alir (Q2), temperature. g. Pindahkan filter dengan hati-hati, lipat filter dengan partikulat tertangkap dibagian dalam dan tempatkan dalam aluminium foil. Beri identitas. 1. Persiapan contoh uji a. Tandai filter untuk identifikasi b. Kondisikan filter pada desikator (kelembaban 50%) atau diruangan terkondisi (AC) dan biarkan selama 24 jam. c.
Timbang lembaran filter dengan timbangan analitik (W1) d. Filter dibungkus dalam kotak dengan lembaran antara (glassine) dan bungkus dengan plastic selama transfortasi ke lapangan 2. Pengujian Contoh Uji a. Kondisikan filter pada desikator (kelembaban 50%) atau diruangan terkondisi (AC) dan biarkan selama 24 jam. b. Timbang lembaran filter dengan timbangan analitik (W2) 3. Perhitungan · Koreksi laju alir pada kondisi standar Ts x Ps 1/2 Qs = Qo x --- To x Po Keterangan: Qs = Laju alir volume dikoreksi pada kondisi standar (M3 / menit) Qo = Laju alir volume uji (M3/menit) Ts = Temperatur standar, 298 K T0 = Temperatur absolute (273 + t ukur) dimana Qo oC ditentukan Ps = Tekanan barometik standar, 101 kPa (760 mmHg) P0 = Tekanan barometik dimana Qo ditentukan.
CATATAN : QO diukur minimal 2 kali · Volume udara yang diambil Qs1 - Qs2 V = --- -- x T 2 Keterangan: V = Volume udara yang diambil (M3) Qs1 = Laju alir awal terkoreksi pada pengukuran pertama (M3/ menit) Qs2 = Laju alir akhir terkoreksi pada pengukuran kedua (M3/menit) T = Waktu pengambilan contoh uji (menit) · Konsentrasi partikulat tersuspensi total dalam udara ambient Konsentrasi partikulat tersuspensi total dalam contoh uji dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : Keterangan: TSP = Konsentrasi partikulat tersuspensi total (µg/M3) Wl = Berat filter sebelum pengambilan contoh udara (gr) W2 = Berat filter sesudah pengambilan contoh udara (gr) 106 = Konsentrasi dari gr menjadi µg V = Volume udara yang dihisap (M3), 3.6.3 Pengukuran Partikulat Matter · Metode yang digunakan yaitu adsorbsi pada permukaan filter · Udara dihisap melalui filter
fiber glass dengan kecepatan aliran udara flow rate. · Untuk Partikulat Matter (PM2.5) rentang kecepatan angin 20 liter/menit. Partikel dengan ukuran <10µm tertahan dan menempel pada permukaan filter. Sedangkan partikulat > 10µm mengendap pada sekat- sekat elutriator · Metode ini adalah untuk mengukur konsentrasi partikel tersuspensi di udara ambien dengan satuan µm/m³. · Kecepatan aliran udara tercatat pada kertas debit udara yanag terhisap, (Modul Praktikum Laboratorium Lingkungan UNAND, 2018). 3.6.4 Pengukuran Gas Impinger 1. SO2 Gas sulfur dioksida (SO2) diserap dalam larutan penjerap tetrakloromerkurat membentuk senyawa kompleks diklorosulfonatomerkurat. Tambahkan larutan pararosanilin dan formaldehida ke dalam senyawa diklorosulfonatomerkurat, maka terbentuk senyawa pararosanilin metil sulfonat yang bewarna ungu. Konsentrasi larutan di ukur pada panjang gelombang 550 nm. a) Bahan a. Larutan penjerap tetrakloromerkurat (TCM) 0,04 M b. Larutan induk natrium metabisulfit (Na2S2O5) c. Larutan standar natrium metabisulfit (Na2S2O5) d. Larutan induk iod (I2) 0,1 N e. Larutan iod (I2) 0,01 N f. Larutan indikator kanji g. Larutan asam klorida (HCl) (1+10) h. Larutan induk natrium tiosulfat (Na2S2O3) 0,1 N i. Larutan Na2S2O3 0,01 N j. Larutan asam klorida (HCl) 1 M k. Larutan asam sulfamat (NH2SO3H) 0,6 %b/v l. Larutan asam fosfat (H3PO4) 3 M m. Larutan induk pararosanilin hidroklorida (C19H17N3.HCl) 0,2% n. Penentuan kemurnian pararosanilin o.
Larutan penyangga asetat 1 M (pH = 4,74) b) Peralatan a. Peralatan pengambilan contoh uji SO2 sesuai gambar 2; b. Labu ukur 25 mL; 50 mL; 100 mL; 250 mL; 500 mL dan 1000 mL; c.
Pipet volumetrik; d. Gelas ukur 100 mL e. Gelas piala 100 mL; 250 mL; 500 mL dan 1000 mL f. Spektrofotometer sinar tampak dilengkapi kuvet; g. timbangan analitik dengan ketelitian 0,1 mg h. buret 50 mL i. labu erlenmeyer asah bertutup 250 mL; j. oven; k. kaca arloji l.
thermometer m. barometer n. pengaduk; dan o. botol reagen Gambar 3.2 Botol penjerap midget impinge Gambar 3.3 Rangkaian rangkaian peralatan sampling uji SO2 selama 1 jam Ketarangan gambar A. botol penjerap volume 30 mL B. perangkap uap C. desiccant D. flow meter yang mampu mengukur laju alir 0,5 L/menit E. keran pengatur F. pompa c)
Pengambilan contoh uji a. Susun peralatan pengambilan contoh uji seperti pada gambar 3.2 dan tempatkan pada posisi dan lokasi pengukuran menurut metode penentuan lokasi
pengambialn contoh uji pemantauan kualitas udara ambien sesuai SNI 7119.6; b. Masukan larutan penjerap SO2 sebanyak 10 ml ke masing-masing botol penjerap. Lindungi botol penjerap dari sinar matahari langsung dengan alumunium foil; c. Hidupkan pompa
penghisap udara dan atur kecepatn alir 0,5 liter/menit, setelah stabil catat laju alir awal dan pantau laju alir udara sekurang-kurngnya 15 menit sekali; d. Lakukan pengambilan contoh uji selama 1 jam dan catat temperatur serta tekanan udara ; e. Setelah 1 jam matikan pompa penghisap; f. Diamkan selama 20 menit setelah pengambilan contoh uji untuk menghilangkan pengganggu. CATATAN Contoh uji dapat stabil selama 24 jam, jika disimpan pada suhu 5°C dan terhindar dari sinar matahari d) Persiapan pengujian a.
Standardisasi larutan natrium tiosulfat 0,01 N a. Panaskan kalium iodat (KIO3) pada suhu 180 °C selama 2 jam dan dinginkan dalam desikator; b. Larutkan 0,09 g kalium iodad (KIO3) ke dalam labu ukur 250 mL dan tambahkan air bebas mineral sampai tanda tera, lalu
homogenkan; c. Pipet 25 mL larutan kalium iodat ke dalam labu Erlenmeyer asah 250 mL; d.
Tambahkan 1 g KI dan 10 mL HCl (1+10) ke dalam labu Erlenmeyer tersebut; e. Tutup labu Erlenmeyer dan tunggu lima menit, titrasi larutan dalam Erlenmeyer dengan larutan natrium tiosulfat 0,1 N sampai warna larutan kuning muda; f. Tambahkan 5 mL indikator kanji, dan lanjutkan titrasi sampai titik akhir (warna biru tepat hilang), catat volume larutan penitar yang digunakan; g. Hitung normalitas larutan natrium tiosulfat tersebut dengan rumus sebagai berikut : N = (b x 1000 x V1) / (35,67 x 250 x V2) Keterangan : N adalah konsentrasi larutan natrium tiosulfat dalam grek/L (N); b adalah bobot KIO3 dalam 250 mL air bebas mineral (g); V1 adalah volume KIO3 yang digunakan dalam titrasi (mL); V2 adalah volume larutan natrium tio sulfat hasil titrasi (mL); 35,67 adalah bobot ekivalen KIO3 (BM KIO3/6); 250 adalah volume larutan KIO3 yang dibuat dalam labu ukur 250 mL; 1000 konversi liter (L) ke mL e) Penentuan konsentrasi SO2 dalam larutan induk Na2S2O5 a.
pipet 25 mL larutan induk Na2S2O5 pada langkah 3.2 b) ke dalam labu Erlenmeyer asah kemudian pipet 50 mL larutan iod 0.01 N ke dalam labu dan simpan dalam ruang
tertutuupu selama 5 menit; b. titrasi larutan dalam Erlenmeyer dengan larutan tiosulfat 0,01 N sampai warna larutan kuning muda; c. tambahkan 5 mL indikator kanji, dan lanjutkan
titrasi sampai titik akhir ( warna biru tepat hilang), catat volume larutan pentiter yang diperlukan (Vc) d. pipet 25 mL air bebas mineral sebagai blanko ke dalam Erlenmeyer asah dan laklukan langkah-langkah butir 3.5.2 a) sampai c) ; e. hitung konsentrasi SO2 dalam larutan induk tersebut dengan rumus sebagai berikut : C = ((Vb-Vc)x N X 32,03 x 1000 ) Va Keterangan : C adalah konsentrasi SO2 dalam larutan induk Na2S2O5 Vb adalah volume natrium tio sulfat hasil titrasi blanko (mL) Vc adalah volume natrium tio sukfat hasil titrasi larutan induk Na2S2O5 (mL) N adalah normalitas larutan natrium tiosulfat 0,01 N (N) Va adalah volume larutan induk Na2S2O5 yang dipipet ke dalam labu erlenmeyer 1000 adalah konversi gram ke µg; 32,03 adalah berat ekivalen SO2 (BM SO2/2) CATATAN Melalui rumus di atas dapat diketahui jumlah (µg) SO2 tiap mL larutan induk Na2S2O5, sedangkan jumlah (µg) SO2 untuk tiap mL larutan standar dihitung dengan memperhatikan faktor
pengenceran f) Pembuatan kurva kalibrasi a. optimalkan alat spektrofotometer sesuai petunjuk penggunaan alat; b. buat deret larutan kerja dalam labu takar 25 mL dengan 1 (satu) blanko dan minimal 3 (tiga) kadar yang berbeda secara proporsional dan berada pada rentang pengukuran, dimana standar larutan kerja terendah mendekati LoQ (limit of Quantitation); c. tambahkan larutan penjerap sampai volume 10 mL; d. tambahkan 1 mL larutan asam sulfamat 0,6 % dan tunggu sampai 10 menit e. tambahkan 2 mL larutan formaldehida 0,2 % dan 5 mL larutan pararosanilin, diamkan selama 30 menit; f. tepatkan dengan air bebas mineralsampai volume 25 mL, lalu homogenkan; g. ukur serapan masing- masing larutan standar dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 550 nm paling lama 30 menit setelah homegenisasi (butir f); h. buat kurva kalibrasi antara serapan dengan jumlah SO2 (µg). g) Pengujian contoh uji a. Pindahkan larutan contoh uji ked lam labu taar 25 mL dan bilas impinge dengan 5 mL air bebas mineral b. Diamkan selamam 20 menit ; c.
Lakukan langkah-langkah 3.5 3 butir d) sampai g); d. Baca serapan contoh uji kemudian hitung konsentrasi dengan menggunakan kurva kalibrasi; e. Lakukan langkah 3.6 butir c) sampai d) untuk pengujian blanko dengan mengguanakan 10 mL larutan penjerap. h) Perhitungan Volume contoh uji udara yang diambil dikoreksi pada kondisi normal (25 °C, 760 mmHg) dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : V =
(∑(i=1)^nQi)/n x t x Pa/Ta x 298/760 Keterangan : V adalah volume udara yang diambil dikoreksi pada kondisi normal 25 °C, 760 mmHg (Nm³) Qi adalah pencatatan laju alir ke – I (Nm³/menit); n adalah jumlah pencatatan laju alir; t adalah durasi pengambilan contoh uji (menit); Pa adalah tekanan barometer rata-rata selama pengambilan contoh uji (mmHg); Ta adalah temperature rata-rata selama pengambilan contoh uji dalam kelvin (K); 298 adalah tekanan udara standar (mmHg). CATATAN jika menggunakan alat pengukur volume otomatis, catat volume dan konversikan ke volume pada keadaan standar. i) Konsentrasi sulfur dioksida (SO2) di udara ambien Konsentrasi SO2 dalam contoh uji untuk
pengambilan contoh uji selama 1 jam dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : C = x 1000 Keterangan C adalah konsentrasi SO2 di udara (µg/Nm³) A adalah jumlah SO2 dari contoh uji dengan melihat kurva kalibrasi (µg); V adalah volume udara pada kondisi normal (L); 1000 adalah konversi liter (L) ke m³ CATATAN jika menggunakan alat pengukur volume otomatis, catat volume dan konversikan ke volume pada keadaan standar. 2. NO2 1) Prinsip Gas NO2 dijerap dalam larutan Griess-Saltzman sehingga membentuk suatu senyawa azo dye bewarna merah muda. Konsentrasi larutan ditentukan segera secara spektrofotometri pada panjang gelombang 550 nm. 2) Bahan a. Hablur asam sulfanilat; b. Larutan asam asetat glasial (CH3COOH pekat); c. Air bebas mineral; d. Natrium nitrit (NaNO2); e. Larutan induk N-(1-naftil)-etilendiamin dihidroklorida (NEDA, C12H16Dl2N2); · Larutkan 0,1 g NEDA dengan air bebas mineral ke dalam labu ukur 100 mL, kemudian encerkan dengan air bebas mineral sampai tanda tera lalu homogenkan; · Larutan tersebut dipindahkan ke dalam botol coklat dan simpan di lemari pendingin.(larutan ini stabil selama 1 bulan yang disimpan dalam lemari pendingin) · Aseton (C3H6O); f. Larutan penjerap Griess - Saltzman; · Larutkan 5 g asam sulfanilat anhidrat (H2NC6H4SO3H) atau 5,5 g asam
sulfanilatmonohidrat dalam gelas piala 1000 mL dengan 140 mL asam asetat glasial, aduk secara hati-hati dengan stirrer sambil ditambahkan dengan air bebas mineral hingga kurang lebih 800 mL; · Pindahkan larutan tersebut ke dalam labu ukur 1000 mL; ·
Tambahkan 20 mL larutan induk NEDA, dan 10 mL aseton, tambahkan air bebas mineral hingga tanda tera, lalu homogenkan CATATAN : pembuatan larutan penjerap ini tidak
boleh terlalu lama kontak dengan udara. Masukan larutan penjerap tersebut ke dalam botol bewarna gelap dan simpan dalam lemari pendingin. Larutan ini stabil selama 2 bulan.
g. Larutan standar nitrit (NO2) 20 µg/mL · Masukan 10 mL larutan induk natrium nitrit ke dalam labu ukur 1000 mL, tambahkan air bebas mineral hingga tanda tera, lalu
homogenkan. · Larutan standar nitrit (NO2) 20 µg/mL · Masukan 10 mL larutan induk natrium nitrit ke dalam labu ukur 1000 mL, tambahkan air bebas mineral hingga tanda tera, lalu homogenkan. h. Larutan standar nitrit (NO2) 20 µg/mL a. Masukan 10 mL larutan induk natrium nitrit ke dalam labu ukur 1000 mL, tambahkan air bebas mineral hingga tanda tera, lalu homogenkan. 3) Peralatan a. Peralatan pengambilan contoh uji NO2 sesuai gambar 2 (setiap unit peralatan disambung dengan selang siokon dan pastikan tidak mengalami kebocoran); b. Labu ukur 25 mL, 100 mL, dan 1000 mL; c. Pipet mikro atau buret mikro; d.
Gelas ukur 100 mL e. Gelas piala 100 mL, 500 mL dan 1000 mL f. Spektrofotometer sinar tampak dilengkapi kuvet; g. timbangan analitik dengan ketelitian 0,1 mg h. oven; i. botol bewarna gelap; j. barometer; k. thermometer; l. desikator; dan m. kaca arloji Gambar 3.6 Botol penjerap fritted bubler 4) Pengambilan contoh uji a. Peralatan pengambil contoh uji (gambar 2) ditempatkan pada posisi dan lokasi pengukuran sesuai metode penentuan lokasi pengambilan contoh uji kualitas udara ( SNI 7119.6-2005) b. Masukan 10ml larutan penyerap Griess-Saltzman ke dalam botol penyerap. c. Lindungi botol dari hujan dan panas matahari langsung d. Hidupkan pompa penghisap, atur kecepatan alir 0,4 L/menit. Setelah stabil catat laju alir awal dan pantau laju alir sekali 15 menit. e. Lakukan pengambilan contoh uji selama 1 jam, catat temperatu dan tekanan udara f. Setelah 1 jam matikan pompa penghisap, tepatkan volume larutan dibotol penyerap sampe volume tertentu (V1) g. Lakukan analisa di lapangan segera, maksimal 1 jam setelah pengabilan contoh Gambar 3.7 Rangkaian peralatan flowmeter sampling NO2 d Keterangan gambar : A adalah botol penjerap (fritted bubbler); B adalah perangkap uap (mist trap) C adalah desiccant; D adalah flow meter yang dapat mengukur laju alir 0,4 L/menit; E adalah kran pengatur F adalah pompa 5) Persiapan pengujian 1. Pembuatan kurva kalibrasi · optimalkan spectrometer sesuai petunjuk penggunaan alat · buat deretan larutan kerja dalam labu 25ml, 1 blanko
dengan 3 konsentrasi berbeda dalam rentang pengukuran. Standart kerja terendah mendekati LoQ (limit of quantitation) merupakan deteksi metode · tambah larutan
penjerap sampai tanda tera, kocok biarkan 15 menit hingga pembentukan warna sempurna
· ukur serapan masing-masing larutan stadar pada panjang gelombang 550nm · buat kurva kalibrasi antara serapan dengan jumlah NO2 (µg) 6) Pengujian contoh uji · Masukan larutan contoh uji ke dalam kuvet pada alat spektrofotometer, lalu ukur intensitas warna merah muda yang terbentuk pada panjang gelombang 550 nm; · Baca serapan contoh uji kemudian hitung konsentrasi dengan menggunakan kurva kalibrasi; · Lakukan langkah- langkah 3.6 butir a) sampai b) untuk larutan penjerap yang diukur sebagai larutan blanko.
7) Perhitungan · Konsentrasi NO2 dalam larutan standard Jumlah NO2 (µg) tiap 1 mL larutan standar yang digunakan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : NO2 = a/100 x 46/69 x 1/f x 10/1000 x 10⁶ Keterangan : NO2 adalah jumlah NO2 dalam larutan standard NaNO2 (µg/mL); 46 adalah berat molekul NO2; 69 adalah berat molekul NaNO2 f adalah factor yang menunjukan jumlah mol NaNO2 yang menghasilkan warna yang setara dengan 1 mol NO2 (nilai f = 0,82); 10/1000 adalah faktor pengenceran dari larutan induk NaNO2; 10⁶ adalah konversi dari gram ke µg 8) Volume contoh uji udara yang diambil V = (∑(i=1)^n Qi)/n x t x Pa/Ta x 298/760 Keterangan : V adalah volume udara yang diambil dikoreksi pada kondisi normal 25 °C, 760 mmHg (Nm³) Qi adalah pencatatan laju alir ke – I (Nm³/menit); n adalah jumlah pencatatan laju alir; t adalah durasi pengambilan contoh uji (menit); Pa adalah tekanan barometer rata-rata selama pengambilan contoh uji (mmHg); Ta adalah temperatur rata-rata selama pengambilan contoh uji dalam kelvin (K); 298 adalah konversi temperature pada kondisi normal (25 °C) ke dalam kelvin (K); 760 adalah tekanan udara standar (mmHg) CATATAN jika menggunakan alat pengukur volume otomatis, catat volume dan konversikan ke volume pada keadaan standar 9) Konsentrasi NO2 di udara ambien C = b/Vu x V1/25 x 1000 Keterangan C adalah konsentrasi NO2 di udara (µg/Nm³) b adalah jumlah NO2 dari contoh uji hasil perhitungan dari kurva kalibrasi (µg); Vu adalah volume udara yang dihisap dikoreksi pada kondisi normal 25 °C, 760 mmHg (Nm³); V1 adalah volume akhir larutan penjerap (mL); 25 adalah volume larutan standar dalam labu
ukur; 1000 adalah konversi liter (L) ke m³ 3.7 Data dan Sumber Data 3.7.1 Data Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dengan cara pemeriksaan sample udara ke laboratorium lingkungan. Pemeriksaan sampel udara
dilakukan di UPT Laboraorium Lingkungan Kabupaten Agam. Data sekunder didapatkan dari literasi Peraturan dan Perundangan tentang Pemantauan Kualitas Udara ambien dan Baku Mutu Udara Ambien sebagai panduan dalam penyusunan laporan. 3.7.2 Sumber Data Adapun untuk sumber data didapatkan dari wawancara dengan petani jagung.
Dokumentasi diperlukan sebagai sumber data. Studi pustaka diperlukan dalam mencari materi yang berupa jurnal penelitian, buku panduan, buku ajar dan pedoman kerja atau standar prosedur operasional (SOP) yang secara langsung di maupun tidak secara langsung di kutip yang digunakan sebagai panduan dalam melakukan penelitian, 3.8 Teknik
Pengumpulan dan Analisa Data 3.8.1 Teknik Pengambilan Data Data yang didapat dari hasil pengujian kualitas udara ambien di laboratorium, merupakan data primer yang akan
disajikan berupa table dan grafik. Data pengujian yang diperoleh dibandingkan dengan Baku Mutu Udara Ambien Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999. 3.8.2 Analisa data Data yang sudah tersaji berupa table dan garfik, selanjutnya di lakukan analisa deskritif untuk melihat perbandingan hasil pengujian dengan Baku Mutu Udara Ambien
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 untuk mengetahui apakah ada perbedaan hasil pengujian kualitas udara ambien sebelum ada kegiatan pembakaran terbuka dengan ketika ada kegiatan pembakaran terbuka. 3.9 Kerangka Metodologi
Adapun langkah-langkah penelitian yang dapat penulis rancang dalam sebuah skema pada gambar 3. Gambar 3.8 Kerangka metodelogi Daftar Pustaka Adrian, d. K. (2019, juni 28).
Peran dan Dampak Karbon Dioksida terhadap Tubuh Manusia. Retrieved from kementerian kesehatan: https://www.alodokter.com/mari-telusuri-seluk-beluk-karbon-dioksida-di- dalam-tubuh-
kita#:~:text=Terlalu%20tingginya%20kadar%20karbon%20dioksida,tubuh%2C%20sehingga
%20tubuh%20kekurangan%20oksigen. Agam, B. K. (2020). Luas Panen, Produksi dan
Produktivitas Jagung Menurut Kecamatan di. kabupaten Agam: https://agamkab.bps.go.id/.
Retrieved from Kabupaten Agam Dalam Angka 2019:
https://agamkab.bps.go.id/publication/download.html?nrbvfeve=MmRlMmNjMDI0Zjc1ZW NjZmNkZGQzODQ4&xzmn=aHR0cHM6Ly9hZ2Fta2FiLmJwcy5nby5pZC9wdWJsaWNhdGlvb i8yMDE5LzA4LzE2LzJkZTJjYzAyNGY3NWVjY2ZjZGRkMzg0OC9rYWJ1cGF0ZW4tYWdhbS1kY WxhbS1hbmdrYS0yMDE5Lmh0bWw%3D&twoad Alchamdan. (2019). PAPARAN NO2 DAN SO2 TERHADAP RISIKO KESEHATAN PETUGAS STASIUN. jurnal kesehatan lingkungan.
Alchamdani. (2019). PAPARAN NO2 DAN SO2 TERHADAP RISIKO KESEHATAN PETUGAS STASIUN. jurnal kesehatan lingkungan. Amy Mizen, d. (2020). Impact of air pollution on educational attainment for respiratory health treated students: A cross sectional data linkage study. Health & Place. Bab II,Tinjauan Pustaka. (n.d.). Universitas sumatera utara, II2- II4. Bappeda. (2013). PROFIL KABUPATEN AGAM. Retrieved from Bab II Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Bidang Cipta Karya:
http://sippa.ciptakarya.pu.go.id/sippa_online/ws_file/dokumen/rpi2jm/DOCRPIJM_1501836 975Bab_2_Profil_Kab_Agam.pdf Basung, J. S. (2020). laporan semester nagari persiapan Surabayo. Bengkulu, U. L. (2019, November 23). Bappeda. Retrieved from Pengaruh Kebakaran Hutan dan Lahan Terhadap Kualitas Tanah:
https://bappeda.bengkuluprov.go.id/?p=1224 Cahyaningtyas, A. (2018, November
Kamis,29). Kabar Hutan. Retrieved from Debat Tentang Pembakaran Lahan untuk Pertanian:
https://forestsnews.cifor.org/58878/debat-panas-pembakaran-lahan-untuk-pertanian-di- indonesia?fnl= Hafidawati. (2017). karateristik emisi black carbon (BC) dari pembakaran terbuka jerami padi terhadap kualitas udara ambien. Hafidawati. (2017). Karakteristik Emisi Black (BC) dari Pembakaran Terbuka Jerami Padi dan Dampak Terhadap Kualitas Udara Ambien . Prosiding: Seminar Nasional Pelestarian Lingkungan (SENPLING) 2017.
Ilmugeografi, R. (2020). 10 Penyebab Pencemaran Udara dan Dampaknya.
https://ilmugeografi.com/ilmu-bumi/udara/penyebab-pencemaran-udara. Informatika, D.
K. (2019, september 27). agamkab.go.id. Retrieved from DINAS PERTANIAN AGAM
MENARGETKAN PENANAMAN KEMBALI (REPLANTING) KELAPA SAWIT TAHUN INI SELUAS 800 HEKTARE: https://www.agamkab.go.id/Agamkab/detailberita/8319/dinas-pertanian-
agam-menargetkan-penanaman-kembali-replanting-kelapa-sawit-tahun-ini-seluas-800- hektare.html Kuat Prabowo, S. M. (2018). Penyehatan Udara. http://bppsdmk.kemkes.go.id/.
Lubuk Basung, N. (2020, januari 2). Kecamatan Lubuk Basung, Kabupaten Agam. Retrieved from langgam.id: https://langgam.id/kecamatan-lubuk-basung-kabupaten-agam/
Mahmud, M. (2012). Malaysia Journal of Society and Space. Perbandingan kualiti udara antara tahun 2002 dan 2003 di awasan padi sewaktu pembakaran jerami padi di Mergong, Kedah, 33-34. Mastura M., dkk. (2012). Perbandingan Kualitas Udara antara Tahun
2002-2003 di Kawasan Padi Sewaktu Pembakaran Jerami. Malaysian Journal Society and Space, 33-34. Modul Praktikum Laboratorium Lingkungan UNAND. (2018). Padang:
Universitas Andalas. Muslim, D. B. (2018). Penyehatan Udara . Kementerian Kesehatan. Nevi.
(2008). Kajian resiko pencemaran udara. 8-9. Nur Rohmawati, R. A. (2017). Perbedaan kadar PM2,5 ditempat Pembakaran Batu Bara dan Kejadian Sindrom Mata Kering. the Indonesian of journal, https://e-journal.unair.ac.id/IJOSH/article/view/5233. Nurmayanti, D. (2017).
Kimia Lingkungan. Kementerian Kesehatan. PerMEN LH. (2010, Maret 26). Retrieved from Menteri Negara Lingkungan Hidup:
https://peraturan.bkpm.go.id/jdih/userfiles/batang/PERMENLH_12_2010.pdf Pertanian, D.
(2020, april). BPS Kabupaten Agam. Retrieved from KABUPATEN AGAM DALAM ANGKA:
https://agamkab.bps.go.id/publication/download.html?nrbvfeve=ZmQ2NTE5MTM5ODUzN TI0MzAyMWZkZDU0&xzmn=aHR0cHM6Ly9hZ2Fta2FiLmJwcy5nby5pZC9wdWJsaWNhdGlv bi8yMDIwLzA0LzI3L2ZkNjUxOTEzOTg1MzUyNDMwMjFmZGQ1NC9rYWJ1cGF0ZW4tYWdhb S1kYWxhbS1hbmdrYS0yMDIwLmh0bWw%3D&twoad Prabowo, K. (2018). Bab Pengukuran Kualitas Udara. http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-
content/uploads/2018/09/Penyehatan-Udara_SC.pdf. Prabowo, K. (2018). Penyehatan Udara. http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-
content/uploads/2018/09/Penyehatan-Udara_SC.pdf. Prabowo, K. (2018). Penyehatan Udara. Kementerian Kesehatan. Rafini Rahmadini, d. (2015). ANALISIS RISIKO TOTAL SUSPENDED PARTICULATE (TSP) PADA TAHAP PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP KESEHATAN PEKERJA (STUDI KASUS: PEMBANGUNAN JALAN KENDAL – BATAS KOTA
SEMARANG, JAWA TENGAH. Jurnal Teknik Lingkungan, Vol 4, No 4 (2015). SSE, b. P. (2018, januari 2). Retrieved from Hati-hati ada 6 jenis polutan Berbahaya dalam Asap Pembakaran Sampah: https://ptsse.co.id/berita/detail/hati-hati-ada-6-jenis-polutan-berbahaya-dalam- asap-pembakaran-sampah Surabayo, J. (2016, februari 2). Web Kecamatan Lubuk Basung.
Retrieved from profil jorong Surabayo: https://id.wikipedia.org/wiki/Lubuk_Basung,_Agam Surabayo, N. P. (2020). laporan semester IV nagari persiapan surabayo. surabayo,lubuk basung. Utami, C.-H. C. (2016).
https://www.researchgate.net/publication/310761469_Emisi_Pencemaran_Udara_Dari_Biom ass_Open_Burning_Pada_Lahan_Gambut_Di_Indonesia_Menggunakan_Data_Gis_Dan_Citra_
Modis.
https://www.researchgate.net/journal/2085-1227_Jurnal_Sains_Teknologi_Lingkungan.
Wahyudi, J. (2019). Emisi Gas Rumah kaca dari Pembakaran terbuka Sampah Rumah Tangga Menggunakan Model IPPC. Jurnal Litbang vol. XV No. 1 Juni 2019, hal 66. Yudo, H.
D. (2006). PERANAN TEKNOLOGI PEMANTAUAN SECARA ONLINE dalam pengelolaan kualitas lingkungan. Peneliti Pada Pusat Teknologi Lingkungan, BPPT. Zakiah, N. (2019, September 18). IDN TIMES. Retrieved from Bahaya, 7 Zat Beracun Ini Terkandung dalam Asap Hasil Kebakaran Hutan: https://www.idntimes.com/science/discovery/nena-
zakiah-1/zat-beracun-yang-terkandung-dalam-asap-hasil-kebakaran-hutan/7 Note : Untuk daftar pustaka di sesuaikan dgn penulisan sitiran 4 4