5 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Limbah Laundry
Air adalah sumber kehidupan bagi manusia sehingga ketergantungan manusia terhadap air sangat tinggi. Air sangat dibutuhkan pada kehidupan sehari – hari seperti untuk minum, mandi, memasak, mencuci, membudidayakan ikan dan sebagainya. Saat ini, air sering menjadi masalah yang serius dimana untuk mendapatkan air dengan kualitas yang baik sulit didapatkan. Hal ini dikarenakan air sudah tercemar dengan berbagai macam limbah dari hasil kegiatan manusia, sehingga kualitas maupun kuantitas pada air semakin menurun. Air limbah merupakan cairan buangan suatu proses dari hasil produksi baik pada bidang industri, rumah tangga maupun tempat – tempat umum lainnya yang mengandung bahan polutan yang dapat membahayakan kehidupan manusia atau makhluk hidup lainnya serta mengganggu kelestarian pada lingkungan sekitar [6].
Air limbah ini memiliki karakteristik secara fisika, kimia dan biologi. Secara fisika, air limbah dapat diamati pada warna, suhu, bau, rasa dan kekeruhan. Secara kimia, karakteristik air limbah terdapat berbagai kandungan seperti bahan organik dan anorganik. Kandungan tersebut meliputi perubahan derajat keasaman (pH), tingginya nilai Chemical Oxygen Demand (COD) dan Biological Oxygen Demand (BOD) serta bahan kimia lainnya seperti nitrogen, fosfor dan klorida. Pada karakteristik biologi, air limbah mengandung berbagai macam organisme seperti jamur, bakteri dan organisme air sejenis [7]. Berdasarkan sumbernya, air limbah dibagi dalam dua jenis yaitu limbah cair industri dan limbah cair domestik [8].
Limbah cair industri adalah limbah cair hasil buangan industri seperti air industri pengolahan makanan, sisa pewarna kain, sisa cucian buah dan sayur. Sedangkan limbah cair domestik adalah limbah cair buangan dari perumahan, bangunan, perkantoran dan perdagangan seperti air sabun, air laundry dan air tinja [9].
Air limbah laundry merupakan contoh dari limbah cair domestik yang berasal dari sisa proses kegiatan mencuci pakaian, dimana pada limbah laundry ini mengandung
6
deterjen karena dalam prosesnya menggunakan deterjen. Deterjen adalah salah satu bahan komersial yang digunakan pada pencuci pakaian di industri laundry ataupun rumah tangga untuk menghilangkan kotoran. Pada umumnya, deterjen tersusun dari beberapan komponen seperti surfaktan, builders dan bahan aditif. Surfaktan berfungsi untuk menghilangkan noda pada pakaian baik yang larut maupun yang tidak larut dalam air. Bahan dari surfaktan yang umum digunakan adalah Alkyl Benzene Sulfonates (ABS) karena memiliki sifat yang tahan terhadap penguraian biologis, biaya pembuatannya mudah dan murah namun senyawa ini termasuk senyawa yang tidak dapat terurai oleh mikroorganisme (non-biodegradable).
Sedangkan builders untuk meningkatkan efisiensi dari surfaktan dan melunakkan air sadah dengan mengikat mineral yang terlarut, sehingga surfaktan berfungsi dengan lebih baik. Dalam deterjen juga terdapat kandungan softener dan pemutih untuk membantu sistem kerja deterjen dalam pembersihan dan perawatan pada serat pakaian. Pada softener dan pemutih terdapat kandungan bahan berupa senyawa sodium. Kandungan sodium akan berpengaruh pada kadar garam dalam air (salinitas) dan berdampak pada kualitas air yang akan menurun apabila langsung dibuang ke saluran air.
Pemakaian air dalam mencuci pakaian ini kurang lebih 13% atau 17L dari ketersediaan air bersih yang ada atau sekitar 8% dari air yang mengalir ke saluran buangan air dimana air pada limbah laundry mempunyai pengontaminasi tinggi.
Kandungan bahan organik di dalam air limbah laundry ini berasal dari aktivitas rumah tangga ini memiliki konsenstrasi COD (Chemical Oxygen Demand ) antara 600-2500 mg/L sedangkan air limbah laundry yang sangat kotor dapat mengandung minyak, logam berat dan bahan kimia dengan konsentrasi COD (Chemical Oxygen Demand hingga 1200-20000 mg/L) [10]. Pengukuran COD berdasarkan semua bahan organik yang dapat dioksidasi menjadi karbon dioksida dan air dengan oksidator kuat (kalium dikromat) dalam keadaan asam [11].
Limbah cair dari usaha laundry yang mengakibatkan berbagai dampak terhadap lingkungan terutama pada air yang menyebabkan pemerintah mengeluarkan berbagai peraturan yang berkaitan dengan lingkungan hidup, seperti Peraturan
7
Pemerintah nomor 18 tahun 1999 tentang pengelolaan limbah berbahaya dan beracun (B3) dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian air, dimana memiliki kriteria kualitas air yang ditetapkan pada Tabel 2.1.
Tabel 2. 1. Kriteria Mutu Air berdasarkan Peraturan Pemerintah [12].
Parameter Satuan Golongan baku mutu air
I II
Ph - 06 – 09 06 – 09
COD mg/L 2 3
BOD mg/L 10 25
2.2. Nylon 6
Nylon 6 atau polycaprolactam merupakan salah satu polimer yang dikembangkan oleh Paul Schlack di IG Farben untuk mereproduksi sifat nylon 6,6 (poliamida semikristalin). Nylon 6 bukan polimer kondensasi karena nylon 6 ini dibentuk oleh polimerisasi pembukaan cincin yaitu bentuk polimerisasi pada pertumbuhan rantai dimana ujung rantai polimer berlawanan dengan monomer siklik seperti siklooktadiena untuk membentuk rantai polimer yang lebih panjang. Nylon 6 dimodifikasi dengan menggunakan komonomer atau stabilisator. Hal ini sering dilakukan untuk mengubah kemampuan pewarnaan atau penghambat nyala api [13]. Nylon 6 disintesis dengan pembukaan cincin polimerisasi dari kaprolaktam yang memiliki 6 karbon, oleh karena itu disebutlah nylon 6. Ketika kaprolaktam dipanaskan pada suhu ±533 K di inert atmosfer dari nitrogen dalam kurun waktu sekitar 4-5 jam , maka cincin berhenti dalam aktivitasnya dan mengalami polimerisasi. Kemudian massa cair ini dilewatkan melalui pemintal untuk pembentukan serat nylon 6. Selama polimerisasi ini terjadi seperti pada Gambar 2.1 ikatan amida di dalam setiap molekul kaprolaktam diputus, gugus aktif di setiap sisi membentuk suatu dua ikatan baru saat monomer menjadi bagian terpenting polimer.
8
Gambar 2.1. Polimerisasi nylon 6 pada kaprolaktam.
Sebagai serat sintesis, umumnya nylon 6 berwarna putih yang memiliki kelebihan seperti kekuatan tarik yang tinggi, berbahan elastisitas dan berkilau. Serat nylon 6 merupakan serat yang kuat, mampu menyerap kelembapan dengan cepat dan memiliki efektivitas yang tinggi pada proses filtrasi air, dimana serat dari nylon 6 ini dapat menyerap hingga 2,4% air yang dapat menurunkan kekuatan tarik. Berdasarkan karakteristik dan sifat nylon 6 yang memiliki beberapa kelebihan sehingga sering digunakan pada semua industri seperti digunakan pada tangkapan panel.
2.3. Asam Format
Asam Format merupakan asam karbosilat yang sangat sederhana. Asam format juga dikatakan sebagai senyawa intermediet (senyawa antara) yang banyak digunakan dalam sintesis kimia. Rumus kimia dari asam format dituliskan dengan CH2O2 [14].
Asam format juga sering disebut dengan asam semut, karena secara alami asam format ini terdapat pada tubuh semut sejenis semut Formica Rufa, dimana asam ini dihasilkan oleh semut pada kantungnya yang disebut dengan Acidophore. Ketika semut menggigit, disitulah semut mengeluarkan asam format dari acidophore memberikan rasa sakit yang sangat kuat pada korbannya. Asam semut ini merupakan asam yang paling kuat dari seri homolog gugus karbosilat dimana mengalami beberapa reaksi kimia seperti reaksi adisi, asilasi, dekomposisi dan siklisasi [15].
Asam format memiliki sifat yang berbeda dari asam-asam lemak lainnya, karena molekul yang terdapat pada asam ini selain gugus karboksil juga terdapat gugusan aldehida [16]. Asam format yang murni adalah cairan yang tidak berwarna, mudah menguap, yang dapat merusak kulit jika terkena tetesan dari asam format ini serta
9
memiliki bau yang sangat menyengat hidung. Asam format dapat bercampur dan larut dengan alkohol, air dan eter.
Asam format selain terdapat pada semut juga tedapat pada hewan lain seperti lebah dan jelatang, selain itu juga terdapat pada beberapa tumbuhan. Asam format dapat digunakan dalam kehidupan sehari – hari seperti pada industri tekstil yang digunakan sebagai coagulant dari lateks dan penyamakan kulit. Asam format juga dapat digunakan sebagai bahan yang dapat melarutkan suatu polimer untuk mendapatkan suatu larutan seperti pada penelitian ini dimana asam format melarutkan polimer nylon 6.
2.4. Nanofiber
Perkembangan nanoteknologi pada beberapa tahun ini mengalami perkembangan yang amat pesat dan berdampak dalam perkembangan bidang industri. Salah satu nanoteknologi yang dikembangkan adalah pembuatan serat nano atau yang lebih dikenal dengan nanofiber atau nanoserat. Nanofiber adalah serat yang berdiameter kurang dari 100 nanometer dimana besarnya serat diilustrasikan pada Gambar 2.2.
Nanofiber ini termasuk struktur material satu dimensi yang mempunyai berbagai kelebihan, antara lain volume dengan luas permukaan yang besar, mempunyai bentuk permukaan dan ruang kosong diantara serat yang dapat dikendalikan serta dapat digunakan dalam berbagai bidang seperti bidang kecantikan, bidang kesehatan, rekayasa jaringan, katalis, proses penyaringan atau filtrasi dan lain sebagainya [17]. Sifat dari nanofiber yang lain seperti permukaan lebih fleksibel dan memiliki kekuatan yang tinggi [18]. Nanofiber ini paling banyak digunakan untuk proses penyaringan atau filtrasi karena memiliki rasio permukaan terhadap volume yang besar, ukuran pori yang dapat dikendalikan serta porositas tinggi sehingga dapat menyaring partikel submikron dari air.
10
Gambar 2.2. Nanofiber yang terbentuk [19].
Metode – metode dalam pembentukan nanofiber antara lain adalah synthesis, self - assembly, template, drawing, phase separation, dan electrospinning [20]. Metode – metode tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan dalam proses pembentukan nanofiber yang tertera pada Tabel 2.2. Dari berbagai metode – metode tersebut, electrospinning inilah teknik yang populer pada saat ini dan kerap digunakan dalam mensintesis nanofiber secara terus menerus dan karena tekniknya yang sederhana dan mudah serta biaya yang murah [21].
Tabel 2.2. Kelebihan dan kekurangan masing – masing metode.
Metode Kelebihan Kekurangan
Self-assembly Menghasilkan nanofiber dengan ukuran diameter yang kecil dan kontinu.
Waktu yang digunaka kan cukup lama.
Template synthesis Mendapatkan serat yang beragam dengan ukuran diameter yang berbeda.
Tidak dapat membuat nanofiber yang terus menerus kontinu.
Drawing Alat yang digunakan pada proses ini sedikit.
Proses tidak kontinu.
11
Phase separation Dapat membuat matriks nanofiber sesuai dengan konsentrasi polimer.
Polimer tertentu yang dapat digunakan.
Electrospinning Biaya yang cukup murah, proses yang cukup mudah dan hasil yang diperoleh kontinu.
Tidak stabilnya jet yang keluar pada ujung jarum.
2.5. Electrospinning
Electrospinning merupakan salah metode pembentukan nanofiber dengan berdiameter 10 μm – 10 nm. Nanofiber yang dihasilkan memiliki karakteristik yang spesifik yaitu memiliki luas permukaan yang besar dari volume, konduktivitas dan sifat kimiawi dengan proses yang relatif murah, cepat dan nanofiber kontinu [22].
Suatu polimer yang terbentuk menjadi nanofiber disebabkan oleh pelarut yang terdapat di larutan menguap secara bersamaan dimana prosesnya ditunjukkan pada Gambar 2.3. Sistem electrospinning yang digunakan pada penelitian ini adalah nachriebe 650 dimana terdapat 5 komponen penting pada alat electrospinning yang mendukung sistem kerjanya yaitu Power Supply tegangan tinggi, kolektor drum, syringe pump, sistem kelembaban dan sistem monitoring cone-jet.
Gambar 2.3. Skema proses electrospinning (digambar ulang[23]).
12
Gambar 2.3 ini menggambarkan skema proses pembentukan nanofiber pada electrospinning dengan memberikan muatan pada larutan yang dilewatkan medan listrik tinggi [4]. Electrospinning menggunakan tegangan tinggi yang dihubungkan di ujung jarum suntikan yang berisi larutan, sehingga larutan tersebut bermuatan tinggi dan tertarik ke kolektor drum membentuk cone jet dengan bentuk kerucut dan mengalami gaya elektrostatik dan medan listrik. Bentuk cone jet ini disebabkan karena adanya muatan pada permukaan yang berlawanan dengan tegangan permukaan pada polimer dan pada proses ini tegangan permukaan pecah sehingga terjadi perubahan wujud cair menjadi padat atau membentuk serat [24]. Cone jet ini memiliki peran penting pada proses electrospinning, dimana bentuk cone jet memiliki fungsi sebagai tegangan, laju alir larutan dan arus listrik [25].
Larutan polimer yang diberikan tegangan yang semakin besar mengakibatkan muatan yang ada pada permukaan larutan semakin besar pula, sehingga mengakibatkan gaya elektrostatik yang semakin besar juga. Gaya elektrostatik yang bekerja berbanding lurus dengan muatan yang diberikan dan berbanding terbalik dengan kuadrat jaraknya, besarnya gaya elektrostatik pada dua muatan ini dijelaskan pada hukum coulomb dengan persamaan (2.1).
𝑭𝒄 = 𝑘 𝑄1.𝑟2𝑄2 (2.1.)
dengan :
𝑭𝒄 = gaya elektrostatik (N)
k = konstanta pembanding (9 x 109 Nm2C-2) Q1 = muatan pada ujung jarum (C)
Q2 = muatan pada kolektor (C)
r = jarak antara ujung jarum dan kolektor (m)
Pada cone jet juga terdapat gaya hidrodinamik yang berasal dari syringe pump dan tegangan permukaan. Tegangan permukaan merupakan gaya yang disebabkan adanya gaya tarik yang tidak seimbang antar muka cairan, yang biasa terjadi pada zat cair (fluida) dalam kondisi diam atau statis yang dipengaruhi oleh cairan, suhu, tekanan dan konsentrasi. Gaya – gaya ini yang mempengaruhi cone jet dalam
13
pembentukan nanofiber. Proses electrospinning ini dipengaruhi oleh beberapa parameter yang terdapat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3. Parameter – paremeter penting dalam metode electrospinning [20].
Parameter Larutan Parameter Proses Kondisi Lingkungan
Viskositas Laju air (flowrate) Suhu
Tegangan permukaan Tegangan Kelembapan
Konduktivitas Jarak jarum dan kolektor
Parameter - parameter di atas diatur untuk mendapatkan nanofiber yang sesuai sehingga dapat diaplikasikan. Secara umum, nanofiber yang dihasilkan pada metode electrospinning ini memiliki karakteristik sebagai berikut: diameter serat yang didapat konstan, dapat dikendalikan ketika hasilnya tidak sesuai, serta nanofiber yang didapatkan konstan yang kemudian dikumpulkan dalam kolektor [26].
2.6. Penelitian sebelumnya
Penelitian ini dengan topik yang sama sebelumnya sudah pernah dilakukan oleh Ahmad Fauzi, dkk pada tahun 2020 dengan mensintesis nanofiber nylon 6 menggunakan metode electrospinning sebagai media filtrasi air [5]. Adapun variasi konsentrasi larutan dan variasi waktu pemintalan yang digunakan pada paper tersebut dalam pembentukan nanofiber ini dapat dilihat pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4. Variasi penelitian sebelumnya.
Variasi konsentrasi (%) Variasi waktu Pemintalan (jam)
17 1
20 2
14
23 3
25 6
29 9
Berdasarkan beberapa variasi tersebut yang digunakan dengan parameter proses yaitu tegangan 14 kV, laju alir 3 μL/menit dan jarak ujung jarum ke kolektor yaitu 10 cm. Diameter serat yang didapatkan kontinu yaitu kisaran 65 – 650 nm dan menghasilkan ketebalan serat nya 11 – 97,6 mm. Pada penelitian ini air yang digunakan sebagai pengujian filtrasi yaitu air suspensi PSL dengan akuades pada konsentrasi 100 mL yang menunjukkan hasil yang baik dimana membran nanofiber nylon 6 ini mampu menahan partikel – partikel pada air suspensi saat penyaringan.