• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

4 BAB II

LANDASAN TEORI 2.1. Umum

Menurut Bambang Triatmodjo Daerah Aliran Sungai merupakan wilayah daratan yang secara topografik dihimpit oleh punggung gunung untuk menampung dan menyimpan hujan yang jatuh untuk mengalirkannya ke laut melalui sungai- sungai utama. Daerah Aliran Sungai mempunyai beberapa karakteristik yang erat dan spesifik dari unsur utamanya seperti: topografi, kemiringan, jenis tanah, panjang lereng dan tata guna lahan. Curah hujan yang jatuh pada wilayah Daerah Aliran Sungai tersebut dapat memberi pengaruh pada besar kecilnya nilai perkolasi, larian air, evapotranspirasi, infiltrasi, aliran sungai, aliran permukaan, dan kandungan air tanah.

Pengembangan perencanaan sumber daya air data utamanya menggunakan data debit lapangan. Tetapi yang tersedia di lapangan kebanyakan hanya data hujan.

Maka dilakukan transformasi hujan~debit aliran sungai.

Transformasi hujan~data debit pada Daerah Aliran Sungai akan menggunakan permodelan. Model yang sering digunakan untuk transformasi data hujan menjadi data debit di Indonesia seperti Tank Model, GR2M, NRECA, Metode Mock, dan Rainrun. Penelitian ini akan menggunakan satu metode untuk transformasi hujan~debit yaitu Model Tangki dengan membandingkan debit yang dihasilkan dari tank model dengan debit inflow dari Waduk Lahor. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui susunan terbaik Tank Model. Pengambilan keputusan dilakukan dengan mengetahui nilai Root Mean Squared Error (RMSE) dan Nash-Sutcliffe Coefficient (Ns) untuk mengetahui seberapa optimum nilai yang didapatkan dari model tangki tersebut.

(2)

Metode transformasi data hujan menjadi data debit menggunakan Model Tangki telah banyak digunakan pada berbagai macam daerah aliran sungai, diantaranya dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Tabel Penelitian Yang Sama

Sama dengan beberapa penelitian di atas, pada penelitian ini “Tranformasi Hujan~Debit Aliran Sungai Untuk Meningkatkan Kinerja Berdasarkan Analisa Model Tangki Dengan Metode Differential Evolution Algorithm” ini menggunakan Model Tangki untuk mencari susunan yang terbaik dan efektif dari Model Tangki di DAS Waduk Lahor dengan membandingkan hasil transformasi hujan menjadi data debit aliran sungai dengan debit yang terjadi di lapangan untuk mencari nilai korelasi yang optimum.

(3)

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Daerah Aliran Sungai (DAS)

Menurut Bambang Triatmodjo DAS merupakan wilayah daratan yang dari topografik dihimpit oleh punggung-punggung gunung untuk menampung dan menyimpan air hujan yang jatuh mengalirkannya ke laut melewati sungai-sungai utama. Daerah Aliran Sungai mempunyai beberapa karakteristik yang erat dan spesifik dari unsur utamanya seperti: topografi, kemiringan, jenis tanah, panjang lereng dan tata guna lahan. Curah hujan yang jatuh pada wilayah Daerah Aliran Sungai tersebut dapat memberi pengaruh pada besar kecilnya nilai perkolasi, larian air, evapotranspirasi, infiltrasi, aliran sungai, aliran permukaan, dan kandungan air tanah.

2.2.2. Pengisi data hujan yang kurang

Peristiwa air hujan yang jatuh dari atmosfer ke permukaan bumi, baik laut atau daratan dalam berbagai bentuk, seperti curah hujan yang berada diantara daerah yang beriklim sedang maupun tropis merupakan istilah dari presipitasi. Peristiwa yang bersifat alamiah ini merupakan suatu proses perubahan wujud dari penguapan air yang terjadi di permukaan bumi atau atmosfer menjadi curah hujan merupakan proses kondensasi.

Dalam pengukuran beberapa data curah hujan pada stasiun hujan biasanya mengalami beberapa permasalahan yaitu ada beberapa data hujan yang tidak tercatat. Dikarenakan ada 2 kemungkinan yaitu hujan pengamat tidak mencatat data hujan atau rusaknya alat pengukuran. Lengkapnya data hujan sangat berpengaruh pada transformasi data hujan menjadi data debit, maka dari itu data hujan yang kurang harus diisi. Dengan metode Normal Ratio Method & Reciprocal Method membuat data hujan yang kurang dapat terisi. Data yang kurang dalam penelitian ini akan diganti dengan melakukan metode Reciprocal Method. Menurut dari Bambang Triatmodjo, dengan menggunakan cara berikut akan menghasilkan data lebih bagus dari pada menggunakan Normal Ratio Method dikarenakan perhitungan dan melihat dari jarak diantar stasiun (Li) seperti yang dapat dilihat pada Persamaan 2.1.

(4)

2.2.3. Uji Konsistensi Data Hujan

Menurut Bambang Triatmodjo analisa konsistensi dari berbagai macam stasiun dasar wajib diuji dan wajib disesuaikan pengukurannya, karena pada satu stasiun akan dibandingkan akumulasi hujan musiman dengan beberapa nilai akumulasi rerata yang bersamaan dengan satu kumpulan stasiun di sekitarnya.

Menurut Mahendra dan Anwar, grafik penentuan konsistensi menggunakan metode kurva massa ganda akan mendapatkan konsistensi data hujan yang relevan.

Jika garis tidak linier akan dilakukan koreksi dengan melakukan pengalian data dan faktor peubah kemiringan dari sebelum maupun sesudah grafik patah. Koefisien deterministik R2 digunakan untuk melihat konsistensi data hujan dengan kurva massa ganda.

Menurut Chay Asdak deterministic koefisien melihat informasi yang dimiliki oleh variabel bebas x dapat mengurangi kesalahan dari besarnya variabel bebas y.

Sempurna model regresi apabila r2 = 1. Rumus koefisien deterministik dari variabel x dan variabel y bisa dihitung dan dilihat pada Persamaan 2.2.

Penelitian ini menggunakan jumlah kumulatif dari data curah hujan satu stasiun sebagai variabel x dan jumlah kumulatif rerata semua stasiun sebagai variabel y.

Hujan stasiun konsisten apabila r2~1.

(5)

2.2.4. Hujan Wilayah

Menurut C.D. Soemarto, Suripin, Bambang Tritmodjo dan Chay Asdak melakukan pencatatan atau penakaran dari beberapa STA hujan, akan menemukan curah hujan pada 1 titik tersebut (point rainfall). Jika pada satu area terdapat pencatat curah hujan dan beberapa alat penakaran, maka dapat diambil nilai rerata untuk melihat nilai hujan area.

Dalam penelitian ini dengan terbatasnya pos penakaaran hujan dibandingkan luasannya maka digunakan metode poligon thiessen untuk mendapatkan tinggi curah hujan rerata pada suatu wilayah.

Menurut C.D. Soemarto, Suripin, Bambang Tritmodjo dan Chay Asdak metode poligon Thiessen menghitung berapa besar bobot dari masing stasiun yang mewakili luasan di sekitarnya. Pada suatu luasan stasiun akan mewakili hujan terdekat pada luasan stasiun tersebut.

Penerapan metode Thiessen menurut Suripin dapat dilihat di bawah ini:

1. Pos penakaran diletakkan pada peta DAS kemudian diberi garis lurus agar menghubungkan antara stasiun.

2. Ditengah dari garis penghubung ditarik garis tegak lurus sehingga membentuk poligon Thiessen. Semua garis dari polygon Thiessen akan memiliki jarak ke titik stasiun yang ada di dalamnya, garis tersebut merupakan batasan batasan wilayah dari setiap stasiun yang di teliti. Tarik garis tegak lurus pada tengah - tengah garis penghubung, agar membentuk poligon Thiessen.

3. Luas area pada setiap poligon akan diukur sehingga luas total pada DAS dapat diketahui dengan menjumlahkan dari beberapa luasan poligon.

4. Hujan rerata DAS akan dihitung dari Persamaan 2.3.

(6)

2.2.5. Polygon Thiessen

Luasan stasiun hujan terbentuk dari garis-garis penghubung dari dua stasiun hujan yang berdekatan. Garis penghubung 2 stasiun merupakan poligon tegak lurus dari batasan wilayah curah hujan yang ditinjau. Setiap penakaran ada batas wilayahnya yaitu An dengan diketahuinya setiap luas penakaran dan luas wilayah keseluruhan maka didapatkan rerata curah hujan yang dapat dilihat dari Persamaan 2.4. :

2.2.6. Evapotranspirasi

Evaporasi merupakan banyaknya penguapan air yang terjadi pada tanah permukaan. Transpirasi merupakan banyaknya penguapan air yang terjadi dari tanaman. Evapotranspirasi merupakan penggabungan antara transpirasi dan evaporasi, atau dengan kata lain penguapan air yang terjadi dari permukaan tanah dan penguapan air dari tanaman merupakan hasil dari evapotranspirasi. Besar kecilnya nilai evapotranspirasi adalah faktor penentuan jumlah dari tampungan air dalam tanah.

Metode Penman~Monteith adalah metode yang bagus dibandingkan metode lainnya, menghitung besarnya evapotranspirasi yang terjadi. Nilai korelasi (r) yang terjadi dibandingkan dengan menggunakan metode lainnya, metode yang dilakukan ini mendapatkan lysimeter 97 % perbulan, 93 % pada bulan paling maksimum, sedangkan metode lainnya di bawah dari nilai tersebut. Kesalahan standar yang terjadi (standard error of estimate) memberikan nilai yang kecil 0,32 sedangkan menggunakan metode lain mendapatkan nilai 0.56 ~ 1.29.

1. Data tersebut dapat dilihat sebagai berikut :

a) Rerata suhu udara dengan satuan derajat selsius (°C);

b) Rerata kelembaban relatif dengan satuan persen (%);

c) Rerata kecepatan angin dengan satuan meter perdetik (m/s);

(7)

d) Lamanya penyinaran matahari dengan satuan jam dalam satu hari.

Penghitungan evapotranspirasi dapat dilihat dalam Persamaan 2.5.

2.2.7. Pengujian Korelasi Debit

Analisa korelasi merupakan suatu analisa dengan mengetahui berapa kuat hubungan dari dua (variabel x dan variabel y). Koefisien korelasi merupakan besar kecilnya kuantitatif untuk menunjukkan kuat dari antara dua variabel. Besar kecilnya korelasi diantara -1 ~ 1. Jika nilai r sama dengan atau mendekati 0 maka hubungan antara variabel x dan variabel y sangat kecil atau bahkan tidak ada korelasi linier sama sekali. Korelasi dianggap lemah jika 0 ≤ | r | ≤ 0,5 dan dinyatakan kuat jika 0,8 ≤ | r | ≤ 1 menurut Chay Asdak.

Nilai korelasi dapat dicari dengan Persamaan 2.6.

(8)

Korelasi yang digunakan dalam penelitian ini untuk membandingkan debit yang didapatkan dari Model Tangki dengan debit lapangan yaitu debit inflow waduk lahor. Transformasi pada penelitian ini digunakan untuk variabel x, sedangkan debit inflow waduk digunakan sebagai variabel y.

2.3.Tangki susunan seri

2.3.1. Konsep simulasi Model Tangki

Model Tangki yang dikembangkan oleh DR. M. SUGAWARA termasuk dalam kategori model konseptual deterministik non linier. Sumber terbesar dari unsur non linearitas terletak pada prosedur pengurangan kehilangan (losses) dan pengisian (recharge) DAS serta dalam memperoleh hujan netto yang akan menjadi overland flow dan akan meninggalkan DAS sebagai limpasan di pelepasannya (outlet). Pemikiran dasar Model Tangki adalah untuk meniru (simulate) DAS dengan menggantinya oleh sejumlah tampungan yang digambarkan sebagai sederet tangki yang memiliki lubang-lubang outlet pada dinding dan dasarnya. Model Tangki cukup handal diterapkan untuk alih ragam data hujan menjadi data debit oleh karena telah meninjau unsur non linearitas dari limpasan dan pemindahan tampungan dari tangki atas ke tangki bawahnya dengan memberikan penundaan waktu (time lag) limpasan secara otomatis.

Model Tangki yang digunakan pada penelitian ini menggunakan Model Tangki Susunan Seri. Penerapan jumlah tangki yang dilibatkan pada simulasi sangat tergantung dari karakteristik DAS yang diteliti. Semakin tinggi heterogenitas fisik DAS maka variasi penggunaan tangkinya semakin komplek.

Namun dari sekian banyak jenis Model Tangki, penerapan tangki susunan seri terdiri dari tiga atau empat buah tangki sering menjadi pilihan karena faktor kesederhanaannya. Model Tangki dengan empat buah tangki disusun seri biasanya diaplikasikan pada DAS yang besar, sedangkan penerapan tiga buah tangki pada DAS yang relatif kecil. Dikarenakan luas DAS yang ditinjau besar maka digunakan empat buah tangki disusun seri. Skema simulasi Model Tangki dengan susunan empat buah tangki seri ditunjukkan pada Gambar 2.45 [Setiawan dkk, 2003].

Pada Model Tangki susunan seri maka sebuah DAS dipresentasikan menjadi tangki-tangki yang tersusun vertikal dengan anggapan bahwa setiap tangki mewakili bagian dari lapisan tanah. Pada Model Tangki susunan empat tangki

(9)

adalah interpretasi pada tangki pertama. Pada Model Tangki ini surface flow dan intermediate flow dipisahkan dengan menggunakan tangki yang berbeda. Model Tangki susunan empat buah tangki mengandung sejumlah 16 (enam belas) parameter sebagaimana dijelaskan pada tabel 2.2.

Dalam konsep ini air dapat mengisi reservoir di bawahnya dan bisa meninggalkannya jika evapotranspirasi begitu dominan. Sebagai masukan dalam analisis Model Tangki adalah Curah Hujan rerata DAS [P(t)], Evapotranspirasi [Ep(t)], nilai parameter-parameter model yang relevan, dan sebagai variabel luarannya adalah total aliran sungai [Q(t)] yang merupakan superposisi dari surface flow, subsurface flow, sub base flow dan base flow. Luaran lain yang dapat dieksplorasi adalah fluktuasi muka air pada masing-masing tangki. Variabel ini dapat dianalogikan sebagai fluktuasi muka air tanah pada setiap zona lapisan tanah.

Kinerja Model Tangki sangat ditentukan oleh ketepatan dalam menentukan nilai dari setiap parameternya. Dalam kaitan ini proses kalibrasi parameter menjadi bagian yang sangat penting. Proses kalibrasi parameter dengan jumlah besar secara simultan tentu tidak efektif bila dilakukan dengan cara “trial and error”. Dalam kaitan ini diperlukan teknik optimasi yang relevan untuk memperoleh hasil yang maksimal.

Gambar 2.1. Skema simulasi Model Tangki susunan 4 tangki seri

(10)

Tabel 2.2. Jumlah dan jenis parameter Model Tangki Susunan seri empat

(11)

2.3.2. Tipikal aliran pada tangki

Besarnya limpasan yang keluar dari sebuah tangki sebanding dengan tinggi air dalam tangki yang bersangkutan (storage depth) h(t) diatas lubang. Limpasan dapat dihitung dengan rumus ;

Selanjutnya bila ditinjau dengan lubang pada ketinggian H1 di atas dasar tangki, maka tangki tersebut tidak bisa mengalirkan air sebelum tinggi air melewati H1 tetapi hanya terjadi infiltrasi saja lewat lubang di dasar tangki. Oleh karena itu q(t) merupakan kehilangan awal (initial loss) atau kekurangan retensi kelengasan (moisture) dari tanah. Hal ini menunjukkan gejala sebagai berikut :

▪ Curah hujan dengan intensitas tinggi meskipun dengan durasi pendek akan menyebabkan limpasan permukaan.

h(t)

Cc1

q1(t )

H1

i(t)

Cc0

(12)

▪ Curah hujan dengan durasi panjang meskipun dengan intensitas rendah akan menaikkan infiltrasi retensi kelengasan tanah (soil moisture).

Hubungan antara q(t) dan i(t) dengan h(t) dapat dinyatakan ;

2.3.3. Optimasi Tangki Model

Optimasi adalah sebuah proses menemukan praktik terbaik yang dilakukan untuk mencapai hasil yang maksimal dan ideal dengan memanfaatkan sumber daya yang ada sebaik mungkin. Secara sederhana arti optimalisasi adalah serangkaian proses untuk mengoptimalkan data yang sudah ada. Dalam hal ini optimasi dilakukan dalam model tangki yang berbasis differential evolution untuk mendapatkan nilai parameter-parameter yang optimum.

Dengan menggunakan data-data sekunder seperti data curah hujan, evapotranspirasi, dan inflow waduk kemudian dimasukan kedalam model tangki berbasis differential evolution dengan batasan-batasan yang telah ditentukan maka didapatkan parameter-parameter yang optimal dengan menggunakan tool matlab.

Batasan variabel bebas yang dilakukan dalam hal ini dapat dilihat sebagai berikut:

● Nilai minimum dan maksimum Hi,j 🡪 Hi,j min < Hi,j < Hi,j max

● Nilai minimum dan maksimum S0i 🡪 S0i min < S0i < S0i max

● Nilai minimum dan maksimum Ci,j 🡪 Ci,j min < Ci,j < Ci,j max

● Hi,j > 0 dan Ci,j > 0 Dimana :

Hi,j = Tinggi tangki dari lubang tangki ke dasar tangki (mm) S0i = Tinggi tangki (mm)

Ci,j = Lubang tangki (mm)

Untuk batasan variabel terikat dipilih menjadi 2 kategori yaitu RMSE dalam satuan m3/detik menunjukkan deviasi standar kesalahan dari seri data debit hasil simulasi dan observasi. Nilai RMSE mendekati “0” menunjukkan nilai optimal, semakin besar nilai kedua indikator tersebut menunjukkan kinerja model semakin buruk. Indikator Ns memiliki range antara -∞ sampai dengan 1. Berdasarkan

(13)

penelitian yang dilakukan oleh Motovilov et al (1999), Ns memiliki beberapa kriteria yaitu Ns < 0,36 (tidak memenuhi), 0,36 < Ns < 0,75 (memenuhi) dan Ns >

0,75 (baik), jadi semakin mendekati 1 maka Ns akan semakin baik.

2.3.4. Algoritma Differential Evolution (DE Algorithm)

Metaheuristik merupakan metode agar pencarian solusi yang memadukan kombinasi diantara sistem pencarian lokal dan strategi yang lebih tinggi agar menciptakan proses yang akan keluar dari titik lokal optimal dan melakukan pencarian pada ruang solusi untuk mendapatkan solusi global. Metaheuristik dirancang untuk memecahkan masalah dengan mengutamakan waktu komputasi tetapi tidak dijamin kebaikan (goodness) dari solusinya, tetapi biasanya akan mendapatkan solusi yang bagus, dalam arti optimum atau mendekati optimum [Storn R, Price K, 1997]. Menurut Santosa & Willy (2011) terdapat beberapa karakteristik umum pada metode metaheuristik, yaitu :

1. Biasanya bersifat stokastik, yang selalu melibatkan bilangan random yang bernilai stokhastik untuk menentukan keputusan dalam salah satu langkah dalam algoritma. Ini memungkinkan untuk mengatasi permasalahan banyaknya kemungkinan solusi dalam masalah kombinatorial.

2. Tidak menggunakan perhitungan gradien dari fungsi tujuan, sehingga memungkinkan untuk mengatasi sistem persamaan besar dan komplek.

3. Biasanya dengan adanya inspirasi oleh analogi fisik (simulated annealing), biologi (evolutionary algorithms) dan ethology (ant colony, particle swarm).

4. Kelemahan dari ini yaitu sulitnya memberi batasan parameter dan waktu iterasi yang cukup lama, tetapi iterasi yang banyak memberikan keunggulan dari pada optimasi eksak.

Keandalan metode metaheuristik telah mengundang para ahli untuk memanfaatkannya dalam menyelesaikan masalah di berbagai bidang, termasuk bidang pemodelan hidrologi.

Dalam penelitian ini dieksplorasi Algoritma Differential Evolution (DE) untuk menyelesaikan masalah parameterisasi Model Tangki dengan alasan kepraktisan dan relevansinya dalam bidang rekayasa. Algoritma Differential Evolution termasuk metode mencari stokastik dan berdasarkan dari populasi (population based search). Differential Evolution memiliki kesamaan dengan evolutionary

(14)

algorithms lainnya, sedangkan perbedaannya pada hal jarak informasi dan arah populasi yang dilakukan agar mengikuti proses pencarian solusi yang jauh lebih baik. Dalam bidang pemodelan hidrologi Algoritma DE telah berhasil diterapkan untuk optimasi parameter Model SWAT dengan 16 parameter [Zhang dkk, 2008].

Pada penelitian tersebut Algoritma DE memiliki kinerja sama baiknya dengan Algoritma Genetik, SCE dan PSO. Algoritma DE juga telah berhasil diterapkan untuk optimasi parameter Model HBV and GR4J [Piotrowski A. dkk, 2016]

Menurut Santosa & Willy (2011) analisis dalam Algoritma DE mengandung 4 (empat) komponen, yaitu 1) inisialisasi, 2) mutasi, 3) rekombinasi atau crossover dan 4) seleksi. Hubungan keempat komponen tersebut dalam implementasi Algoritma DE ditunjukkan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 : Hubungan antar komponen dalam Algoritma Differential Evolution 1) Inisialisasi

Melakukan batas bawah dan batas atas merupakan awal dari inisialisasi vektor variabel, batasan atas dan batasan bawah dilakukan sebagai langkah pertama pembangkitan nilai variabel yang akan dicari. Pembangkitan nilai awal yang di cari dimulai pada generasi ke 0, variabel j dan vektor i biasanya diwakilkan dengan notasi sebagai berikut.

Fungsi rand merupakan bilangan random, dimana yang menghasilkan diantara 0,1. Indeks j merupakan variabel j. Nilai j bernilai dari 1,2,3,4, sampai ke n. Penentuan batasan atas dan batasan bawah tergantung dari permasalahanyang akan diselesaikan. Apabila nilai yang dicari ditentukan posisinya sehingga batasan atas dan batasan bawah bisa diperlebar(diperbesar).

(15)

2) Mutasi

Setelah di-inisialisasi, De akan dimutasi dan mengkombinasikan populasi pertama untuk mendapatkan populasi ukuran N sebagai vektor percobaan. Pada DE mutasi dilakukan dengan menambahkan perbedaan antara dua vektor dengan vektor ketiga dengan cara sebagai berikut:

Perbedaan antara dua vektor yang akan dipilih secara acak perlu dilakukan skala dahulu sebelum ditambahkan ke vektor-3, xr0,g. Skala faktor bernilai rill positif agar dapat mengendalikan tingkat penambahan populasi. Indeks vektor berbasis r0 dapat didapatkan dengan berbagai macam cara, pada dasarnya digunakan cara acak yang berbeda dengan indeks target vektor, i. Selain akan berbeda yang satu dengan lainnya akan berbeda juga dengan indeks untuk target basis vektor dan target vektor, selisih vektor indeks r1 dan r2 akan dipilih sekali per mutan. Gambar 2.3. menunjukkan ilustrasi bagaimana mutan ini terbentuk dalam ruang 2 dimensi.

Gambar 2.3. Pembentukan mutan pada Algoritma DE pada ruang 2 dimensi 3) Crossover

Pada tahap ini DE menyilangkan setiap vektor, xi,g, dengan vektor mutan vi,g, untuk membentuk vektor hasil persilangan, ui,g dengan formula.

(16)

4) Seleksi

Apabila trial vektor ui,g memiliki nilai fungsi dan tujuan yang lebih kecil dari fungsi dan tujuan vektor target xi,g, sehingga ui,g akan berganti posisi menjadi xi,g pada populasi generasi selanjutnya. Vektor akan berada pada titik yang sama jika yang terjadi adalah sebaliknya.

Gambar

Tabel 2.1 Tabel Penelitian Yang Sama
Gambar 2.1. Skema simulasi Model Tangki susunan  4 tangki seri
Tabel 2.2. Jumlah dan jenis parameter Model Tangki Susunan seri empat
Gambar 2.3. Pembentukan mutan pada Algoritma DE pada ruang 2 dimensi  3)  Crossover

Referensi

Dokumen terkait

75-100 ribu / hari, sehingga sebagian besar masyarakat begitu setuju terhadap rencana pembangunan ini karena masyarakat mendapatkan pendapatan/ upah di balik

Hasil tersebut dapat dilihat pada layanan video streaming vs data (web browsing) yang memiliki perbandingan ukuran packet size terbesar dengan delay sebesar 2,848 ms..

Kepatuhan. 5) Dalam hal terdapat perubahan informasi yang cenderung bersifat cepat ( prone to rapid change ) antara lain terkait perubahan kondisi ekonomi,

Kandungan dari kapsul bawang putih yang memiliki efek anti bakteri adalah allicin. Zat ini dalam tubuh merusak protein bakteri penyakit sehingga bakteri penyebab

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui upaya-upaya perencanaan komunikasi yang dilakukan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

1) Tahu (know) merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah, karena pada tingkat ini seseorang hanya mampu melakukan recall (mengulang) memori yang telah ada

mereka pelajari dan membantu mereka menemukan kaitan antar konsep. Hal ini penting bagi siswa dalam mempelajari bidang studi Bahasa Inggris. Sehingga dengan

Kamil : Tadi semasa saya dalam bas, ada seorang pemuda yang duduk di tempat yang dikhaskan untuk golongan kurang upaya , kasihan orang buta tu terpaksa berdiri.. David : Tak