• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA PERTAMBANGAN TANAH TANPA IZIN USAHA PERTAMBANGAN DI KABUPATEN DELI SERDANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA PERTAMBANGAN TANAH TANPA IZIN USAHA PERTAMBANGAN DI KABUPATEN DELI SERDANG"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA PERTAMBANGAN TANAH TANPA IZIN USAHA

PERTAMBANGAN DI KABUPATEN DELI SERDANG

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum Pada Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

OLEH:

ZULHAM EFFENDY HARAHAP NIM : 147005027

PROGRAM STUDI PASCA SARJANA ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2016

(2)

ABSTRAK

Pengertian Pertambangan dalam Undang-Undang No. 4 tahun 2009 Pasal 1 Ayat 1 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara memiliki arti “Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batu bara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, kontruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan serta kegiatan pasca tambang. Didalam Undang-Undang khusus (lex spesialis) dalam hal ini Undang-Undang No.4 tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara ketentuan pidana diatur didalam Bab XXIII Pasal 158 sampai Pasal 165.

Ketentuan pidana yang terdapat didalam undang-undang ini banyak mengatur persoalan izin yaitu (IUP), (IPR), dan (IUPK). Didalam Putusan No. 1561/Pid.B/2014/PN.Mdn perihal kegiatan pertambangan tanah. Kasus di desa Marindal, Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara, terjadi usaha penambangan tanpa izin sehingga pelaku dalam kasus ini diputus pidana penjara selama 1 (satu) tahun denda sebesar 1 (satu) Miliar berdasarkan dakwaan Pasal 158 Undang Undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan, Mineral dan Batubara.

Penulisan tesis ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang sifat Preskriptif Analitis. Teori yang digunakan dalam penulisan tesis yaitu teori pemidanaan.

Tesis ini menggunakan menggunakan teknik pengumpulan data berupa bahan hukum yang meliputi : bahan hukum primer, sekunder, tersier, dan bahan non hukum serta didukung dengan metode pendekatan yaitu pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach), dan pendekatan kasus (case approach). Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode analisis data kualitatif.

Dari hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut Pertama, dalam Bab XXIII Pasal 158 sampai Pasal 165. Ketentuan pidana yang terdapat didalam Undang-Undang ini banyak mengatur persoalan (IUP), (IPR), dan (IUPK).

Didalam Peraturan Pemerintah dan Peraturan Daerah dalam ketentuan pidana lebih mengacu kepada Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Kedua, kurangnya ketertarikan masyarakat Kabupaten Deli Serdang tentang pentingnya sosialisasi di bidang pertambangan mengakibatkan terjadinya pelanggaran- pelanggaran khususnya di bidang pertambangan mengenai penerbitan izin, selanjutnya warga Kabupaten Deli Serdang merasa kesulitan terhadap pengurusan izin pertambangan. Selain dikarenakan pengurusan dokumen-dokumen yang diperlukan sampai berbulan-bulan, faktor moral hazard pemerintah Kabupaten Deli Serdang khususnya di bidang pertambangan juga jadi penghambat bagi kelancaran pengurusan izin pertambangan. Ketiga, Penal dan non penal merupakan kebijakan hukum pidana.

Kebijakan-kebijakan yang ruang lingkupnya terdiri dari hukum (penal) dan diluar hukum (non penal).

Kata Kunci : - Sanksi Pidana - Pertambangan - Izin

(3)

KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah member nikmat yang begitu besar berupa kesehatan, keselamatan dan ilmu pengetahuan yang merupakan amanah, sehingga dapat menyelesaikan sebuah karya ilmiah yang berbentuk tesis ini. Shalawat dan salam juga penulis persembahkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW, seorang tokoh yang telah mengajarkan kita, mendidik kita, membimbing kita ke suatu agama yang sangat sempurna Rahmattan lil alamin rahmat bagi seluruh alam yaitu agama Islam.

Tesis ini merupakan salah satu yang harus dipenuhi untuk menempuh ujian tingkat Magister Ilmu Hukum pada Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara. Tesis ini berjudul “Analisis Hukum Mengenai Penjatuhan Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Usaha Pertambangan Tanah Tanpa Izin Usaha Pertambangan Di Kabupaten Deli Serdang”.

Terima kasih yang paling khusus, yang paling istimewa, dan yang paling penulis sayangi kepada ayahanda yaitu Maratua Harahap ST. MT dan ibunda Syamrah Tuti SPK. Rasa bangga penulis ucapkan kepada ayahanda dan ibunda yang memberikan sepenuhnya kasih sayang dan cintanya kepada anak-anaknya, yang tidak pernah menyerah dalam memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya terutama dalam pendidikan dan selalu mendukung penulis dalam menyelesaikan studi Magister di Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada adinda Zubaidah Kartika Harahap dan Achmad Risky Harahap yang telah memberikan dukungan kepada penulis.

Selanjutnya ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH., M.Hum selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Dr. Mahmul Siregar, SH., M.Hum selaku Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara.

(4)

4. Bapak Prof. Dr. Ediwarman, SH., M.Hum selaku Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktu ditengah-tengah kesibukannya untuk memberikan bimbingan, arahan dan petunjuk serta bahan untuk menyelesaikan penelitian ini.

5. Bapak Prof. Dr. Madiasa Ablisar, SH., M.S selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktu ditengah-tengah kesibukannya untuk

memberikan bimbingan, arahan dan petunjuk serta bahan untuk menyelesaikan penelitian ini.

6. Bapak Dr. Jusmadi Sikumbang, SH., M.S selaku Dosen Pembimbing III yang telah meluangkan waktu ditengah-tengah kesibukannya untuk

memberikan bimbingan, arahan dan petunjuk serta bahan untuk menyelesaikan penelitian ini.

7. Bapak Dr. Mahmud Mulyadi, SH., M.Hum selaku penguji I yang telah memberikan masukan dan ide-ide dalam hal penulisan tesis ini.

8. Bapak Dr. Edi Yunara, SH., M.Hum selaku penguji II yang telah memberikan masukan dan ide-ide dalam hal penulisan tesis ini.

9. Kepada Bapak dan Ibu Dosen Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis serta para pegawai Tata Usaha Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara.

10. Terima kasih kepada rekan-rekan Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara khususnya angkatan 2014 diantaranya Ayub Lubis, M. Rizal Aulia Lubis, Mhd. Azhali Siregar, Saddam Bancin, Silvia, Rumia, Yati, Stevani, Samuel, Sebastian, Faizul, Baginda, Jun Haidel, Pupud, Mimi, Apri, Annes, Mifa, Hussein, Taufik, Daylon, Chairiyah, Iryanti, Darwin, Zorro, Jenifer dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah membantu penulis selama perkuliahan hingga menyelesaikan penelitian ini.

11. Terima kasih kepada nenek johor dan nenek takengon yang penulis sayangi, ujing Oly, Tulang Reza, Tulang Ucok, Tulang Gamal, Tulang Riga, Bunda Namlah, Om Maulida, Kak Nova, Bang Nawan dan tidak lupa Do’a Dari kerabat SMA Penulis yang tidak bisa satu persatu penulis sebutkan naman

(5)

12. Terima kasih sebesarnya juga kepada Kontrakan Atok Jalan Murni Gg Setia Kawan yang saya hormati dan sayangi, cen-cen (Devi), umi (Lilis), mamak (Purnama), kimochi (Anggun), ntok (Fitri), Dwi, Fatimah, Maudy, Rinal, Benny, Ramdhani, bokul (Darman), dodah (Fadli), Umar, Fai, Ucok (Wandi), Leo yang telah membantu penulis selama perkuliahan hingga menyelesaikan penelitian

Akhirnya sebagai manusia biasa, penulis menyadari bahwa Tesis ini masih jauh dari sempurna dan penulis berharap kritik dan saran yang bersifat membangun untuk lebih baik lagi dikemudian hari. Harapan penulis semoga Tesis ini bermanfaat bagi kita semua, semoga Allah SWT meridhoi dan dicatat sebagai ibadah disisi-Nya, Amin.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Medan 23 Agustus 2016 Hormat saya

ZULHAM EFFENDY HARAHAP

(6)

DAFTAR ISI ABSTRAK

ABSTRACT

KATA PENGANTAR

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DAFTAR ISI ... i

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Kegunaan/Manfaat Penelitian ... 10

E. Keaslian Penelitian ... 11

F. Kerangka Teoridan Konsepsi ... 12

1. Kerangka Teori ... 12

2. Kerangka Konsepsi ... 19

G. Metode Penelitian ... 24

1. Spesifikasi Penelitian ... 25

2. Metode Pendekatan ... 25

3. Lokasi Penelitian. ... 27

4. Alat Pengumpulan Data. ... 27

5. Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data. ... 27

6. Analisis Data. ... 28

BAB II : KEGIATAN PERTAMBANGAN DI KABUPATEN PENGATURAN HUKUM YANG MENGATUR TENTANG PERTAMBANGAN TANAH TERHADAP PELAKU YANG MELAKUKAN DELI SERDANG. ... 30

A. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara ... 30

B. Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara ... 34

C. Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang Dalam Pengaturan Pertambangan Nomor 5 Tahun 2011. ... 35

BAB III : FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA KASUS PERTAMBANGAN TANAH TANPA IZIN DI KABUPATEN DELI SERDANG. ... 57

A. Faktor Internal ... 61

1. Faktor Pendidikan ... 62

2. Faktor Ekonomi ... 64

(7)

B. Faktor Eksternal ... 67

1. Faktor Kurangnya Sosialisasi Tentang Pertambangan ... 67

2. Faktor Tentang PengurusanIzin Yang Rumit ... 68

C. Hambatan-Hambatan Penyebab Terjadinya Kasus Pertambangan Tanah Tanpa Izin Di Kabupaten Deli Serdang ... 77

BAB IV : KEBIJAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA YANG MELAKUKAN PERTAMBANGAN TANAH TANPA IZIN . ... 78

A. Kebijakan Hukum Pidana (Penal Policy) . ... 81

B. Kebijakan Non-Penal (Non Penal Policy) . ... 115

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN . ... 119

A. Kesimpulan ... 119

B. Saran . ... 121

DAFTAR PUSTAKA ... iv

(8)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan tata hukum indonesia, tidak terlepas dari sejarah perkembangan bangsa indonesia dari masa ke masa. Tiap masa perkembangan bangsa indonesia, menciptakan pula tata hukum sesuai dengan masanya. Perkembangan tata hukum ini sangat terkait dengan perkembangan antara lain aspek sosial, budaya, politik dan ekonomi masyarakat pada saat hukum tersebut di buat dan diterapkan oleh suatu otoritas yang berwenang. Tata hukum indonesia, secara historis dapat di kelompokan ke dalam berbagai dimensi masa, misalnya masa indonesia sebelum kolonial, masa indonesia pada masa kolonial, masa indonesia pada orde lama, masa indonesia pada orde baru dan pada masa indonesia pada era reformasi.

Tata hukum tersebut sangat terkait dengan politik hukum. Pollitik hukum memilki beragam pengertian dari berbagai literatur ilmiah. Padmo Wahyono mendefinisikan politik hukum sebagai kebijakan dasar yang menentukan arah, bentuk, maupun isi dari hukum yang di bentuk.1 Dalam hal ini kebijakan tersebut dapat berkaitan dengan pembentukan hukum, penerapan hukum, dan penegakkanya sendiri. Arah, bentuk, dan isi hukum inilah yang kemudian menjadi kebijakan dasar bagi penyelenggara negara untuk melaksanakan hukum yang dibentuk.

1Padmo Wahyono, Indonesia Negara Berdasarkan atas Hukum, Cet. II (Jakarta, PT Ghalia Indonesia, 1986), halaman 160.

(9)

Di bidang pertambangan, politik hukum pembentukan peraturan perundang- undangan dapat dilihat dari setiap produk hukum yang dibuat pada saat peraturan tersebut dibentuk, secara umum, pengaturan di bidang pertambangan terbagi menjadi beberapa periode pengaturan, yaitu periode sebelum kemerdekaan dan periode setelah kemerdekaan. Pengaturan mengenai pertambangan sudah di mulai pada masa Hindia Belanda melalui Indische Mijnwet Staatsblad Tahun 1899 Nomor 214. Staatsblad tersebut mengatur mengenai penggolongan bahan galian dan pengusahaan pertambangan.2 Setelah Staatsblad tersebut Pemerintah Hindia Belanda selanjutnya mengeluarkan beberapa peraturan lainnya terkait pertambangan, yaitu Mijnordonnantie 1907 yang mengatur mengenai pengawasan keselamatan kerja, Mijnordonnantie 1930 yang mencabut Mijnordonnatie 1907 yang dalam Mijnordonnatie 1930 pengaturan pengawasan kerja dihapus.3

Setelah kemerdekaan tahun 1945, pemerintah Indonesia memulai membuat instrumen hukum dan peraturan perundang-undangan sebagai instrumen positivistik.

Sebagai bentuk pembuatan instrumen hukum, pemerintah menerbitkan Undang- Undang No. 10 Tahun 1959 Tentang Pembatalan Hak-Hak Pertambangan digantikan dengan Undang-Undang No. 37 Prp Tahun 1960 Tentang Pertambangan seelanjutnya digantikan dengan Undang-Undang N0. 11 Tahun 1967 Tentang Pokok-Pokok

2Ahmad Redi, Hukum Pertambangan Indonesia, (Bekasi : Gramata Publishing, 2014), halaman 40.

3 Ibid, halaman 40-41.

(10)

Pertambangan dan terakhir undang-undang tentang pertambangan yaitu Undang- Undang No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Di dalam Undang-Undang No. Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara terdapat sanksi pidana. Sanksi pidana dalam pertambangan merupakan hukuman yang dijatuhkan kepada orang dan atau badan usaha yang melanggar undang-undang di bidang pertambangan. Fungsi hukum pidana berfungsi mengatur dan menyelengarakan kehidupan masyarakat agar dapat tercipta dan terpeliharanya ketertiban umum. Manusia hidup dipenuhi oleh berbagai kepentingan dan kebutuhan.

Antara satu kebutuhan dengan yang lain tidak saja berlainan, tetapi terkadang saling bertentangan.

Pada dasarnya kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari hukum.

Sepanjang sejarah peradaban manusia, peran sentral hukum dalam upaya menciptakan suasana yang memungkinkan manusia merasa terlindungi, hidup berdampingan secara damai dan menjaga eksistensinya didunia telah diakui.4 Dalam rangka memenuhi kebutuhan dan kepentingannya ini, manusia bersikap dan berbuat.

Agar sikap dan perbuatannya tidak merugikan kepentingan dan hak orang lain, hukum memberikan rambu-rambu berupa batasan-batasan tertentu sehingga manusia tidak sebebas-bebasnya berbuat dan bertingkah laku dalam rangka mencapai dan memenuhi kepentingannya itu. Fungsi yang demikian itu terdapat pada setiap jenis

4Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Banyumedia, Surabaya, 2005, halaman 1.

(11)

hukum, termasuk di dalamnya hukum pidana. Fungsi hukum pidana melindungi kepentingan hukum dari perbuatan yang menyerang atau memerkosanya, memberi dasar legitimasi bagi negara dalam rangka negara menjalankan fungsi mempertahankan kepentingan hukum yang dilindungi, fungsi mengatur dan membatasi kekuasaan negara dalam rangka negara menjalankan fungsi mempertahankan kepentingan hukum yang dilindungi.

Pada dasarnya pidana dijatuhkan bukan karena seseorang telah berbuat jahat tetapi agar seseorang yang dianggap telah berbuat jahat (pelaku kejahatan) tidak lagi berbuat jahat dan orang lain takut melakukan kejahatan serupa. Pemidanaan itu sama sekali bukan dimaksudkan sebagai upaya balas dendam melainkan sebagai upaya pembinaan bagi seorang pelaku kejahatan sekaligus sebagai upaya preventif terhadap terjadinya kejahatan serupa.

Hukuman Indonesia mengenal 2 (dua) jenis hukuman pidana yang diatur dalam Pasal 10 KUHP yakni :

1. Pidana Pokok, terdiri dari : a. Pidana Mati

b. Pidana Penjara c. Pidana Kurungan d. Pidana Denda

2. Pidana Tambahan, terdiri dari :

(12)

a. Pencabutan Hak-Hak Tertentu b. Perampasan Barang-Barang Tertentu c. Penguman Putusan Hakim5

Adapun mengenai kualifikasi urutan-urutan dari jenis-jenis pidana tersebut adalah didasarkan pada berat ringannya pidana yang diaturnya, yang terberat adalah yang disebutkan terlebih dahulu. Keberadaan pidana tambahan adalah sebagai tambahan terhadap pidana-pidana pokok, dan biasanya bersifat fakultatif (artinya dapat dijatuhkan ataupun tidak).

Didalam undang-undang khusus (lex spesialis) dalam hal ini Undang-Undang No.4 tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara ketentuan pidana diatur didalam Bab XXIII Pasal 158 sampai Pasal 165. Ketentuan pidana yang terdapat didalam undang-undang ini banyak mengatur persoalan izin yaitu Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR), dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Didalam Putusan No. 1561/Pid.B/2014/PN.Mdn perihal kegiatan pertambangan tanah. Kasus di desa Marindal, Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara, terjadi usaha penambangan tanpa izin sehingga pelaku dalam kasus ini diputus pidana penjara selama 1 (satu) tahun denda sebesar 1 (satu) Miliar berdasarkan dakwaan Pasal 158 Undang Undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan, Mineral dan Batubara.

5R.Soesilo, Kitab Undang-undang hukum pidana (KUHP), Politea Bogor 1993, halaman 38.

(13)

Didalam Pasal 158 tersebut dinyatakan bahwa “ setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR,atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1). Pasal 74 ayat (!) atau ayat (5) dipidana dengan Pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Unsur- unsur yang terdapat didalam pasal 158 :

a. Setiap Orang

Ada dua pengertian orang /person sebagai subyek hukum.

a) Natuurlijk person adalah mens person, yang disebut orang atau manusia pribadi dan,

b) Rechtperson adalah yang berbentuk badan hukum yang dibagi dalam : 1. Publiek rechts-person, yang sifatnya ada unsur kepentingan umum

seperti Negara, daerah Tk. I, Tk. II Desa dan,

2. Privaat rechtspersoon/badan hukum privat, yang mempunyai sifat/adanya unsur kepentingan individual.6

b. Melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK.

Didalam hal ini unsur-unsur yang terdapat didalam pasal 158 harus dipenuhi secara komulatif untuk menerapkan ketentuan pidana didalam undang undang ini.

Kronologis yang terjadi didesa marindal terjadinya penangkapan sampai memperoleh

6R. Soeroso SH, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta 2006, halaman 228.

(14)

putusan yang berkukatan hukum tetap oleh Pengadilan Negeri Medan memuat kontroversi atas putusan tersebut. Desa marindal Kecamatan Patumbak termasuk dalam teritorial kabupaten Deli Serdang. Dalam undang-undang pertambangan, mineral dan batubara ditentukan bahwa sebelum kabupaten/kota menerbitkan izin usaha pertambangan terlebih dahulu harus diterbitkan peraturan tentang wilayah pertambangan di wilayah Kabupaten/Kota tersebut.

Sedangkan Kabupaten Deli Serdang belum menerbitkan peratutan tentang wilayah Pertambangan di daerah tersebut. Persoalan pertanggungjawaban si pelaku dalam hal ini menjadi sangat kabur karena unsur unsur yang terdapat didalam Pasal 158 Undang-Undang No.4 tahun 2009 tentang Pertambangan, Mineral dan Batubara tidak terpenuhi secara kumulatif.

Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut diatas, maka dalam rangka mengetahui bagaimana implementasi hukum pidana pertambangan dalam menangani kasus yang terdapat di kabupaten deli serdang yang dilakukan oleh orang atau person dalam kegiatan pertambangan. Maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang akan dituangkan dalam bentuk Tesis dengan judul : “ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJATUHAN PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA PERTAMBANGAN TANAH TANPA IZIN (IUP) DI KABUPATEN DELI SERDANG”.

(15)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah sebagaimana diuraikan diatas, maka yang menjadi permasalahan pokok dalam pembahasan proposal tesis ini yaitu :

1. Bagaimana pengaturan hukum yang mengatur tentang pertambangan tanah terhadap pelaku yang melakukan kegiatan penambangan tanpa izin di Kabupaten Deli Serdang?

2. Bagaimana pertimbangan hakim (ratio decidendi) dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku yang melakukan pertambangan tanah tanpa izin di Kabupaten Deli Serdang dalam putusan No. 1561/PID.B/2014/PN.MDN?

3. Bagaimana kebijakan Pemda dalam penegakan hukum terhadap pelaku yang melakukan kegiatan pertambangan tanah tanpa izin di kabupaten deli serdang dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalah yang telah diuraikan diatas maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengkaji dan mengetahui pengaturan hukum yang mengatur tentang pertambangan tanah terhadap pelaku yang melakukan kegiatan penambangan tanpa izin di Kabupaten Deli Serdang.

2. Untuk mengkaji dan mengetahui pertimbangan hakim (ratio decidendi) dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku yang melakukan pertambangan tanah

(16)

tanpa izin di Kabupaten Deli Serdang dalam putusan No.1561/PID.B/2014/PN.MDN.

3. Untuk mengkaji dan mengetahui kebijakan Pemda dalam penegakan hukum terhadap pelaku yang melakukan kegiatan pertambangan tanah tanpa izin di kabupaten deli serdang dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya.

D. Kegunaan/Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat mempunyai kegunaan baik secara teoritis maupun praktis yaitu:

1. Secara teoritis penelitian ini diharapkan akan menjadi bahan untuk penelitian lebih lanjut terhadap asas-asas penggunaan hukum pidana kepada pelaku usaha pertambangan tanpa izin (IUP) di Kabupaten Deli Serdang yang belum memiliki Perda tentang Wilayah Pertambangan (WP). Dan juga penelitian ini diharapkan membuka wawasan dan paradigm berfikir dalam memenuhi dan mendalami permasalahan hukum dalam UU pertambangan, Mineral dan Batubara. Disamping itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan perbandingan dan referensi bagi peneliti lanjutan serta dapat memperkaya khazanah ilmu pengetahuan. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan bagi penyempurnaan dan harmonisasi berbagai perangkat perUndang- Undangan yang mengatur tentang pelaku, yang secara khusus mengenai tindak pidana Pertambangan, Mineral dan Batubara.

(17)

2. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi aparat penegak hukum dari tingkat Penyidik, Penuntut Umum, Hakim dan Advokat/Pengacara/Penasihat Hukum, serta aparat penegak hukum lainnyadalam system peradilan pidana terpadu (Integrated Criminal Justice System) dalam menangani perkara tindak pidana, yang terkait untuk menerapkan menerapkan perbuatan-perbuatan yang dapat dikenakan kepada pelaku khususnya badan hukum yang melakukan tindak pidana Pertambangan, Mineral dan Batubara berdasarkan asas hukum pidana. Selain itu, penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dalam mengatasi tindak pidana kejahatan dibidang Pertambangan, Mineral dan Batubara.

E. Keaslian Penulisan

Penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa berdasarkan pemeriksaan judul-judul penelitian yang ada baik di perpustakaan Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, di Perpustakaan Pusat Universitas Sumatera Utara dan di Perpustakaan yang berada diluar kampus Universitas Sumatera Utara serta di Institusi lain mengenai judul ANALISIS HUKUM

MENGENAI PENJATUHAN PIDANA TERHADAP PELAKU USAHA

PERTAMBANGAN TANAH TANPA IZIN (IUP) DI KABUPATEN DELI SERDANG, ternyata belum pernah dilakukan oleh peneliti lain dalam topik permasalahan yang sama. Oleh karenanya, dapat dikatakan bahwa penelitian ini asli,

(18)

murni, dan belum pernah diteliti oleh peneliti terdahulu sehingga peneliti dapat mempertanggungjawabkan hasil penelitian ini di siding terbuka untuk umum.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Kerangka teoritis dalam penulisan ilmiah berfungsi sebagai pemandu untuk mengorganisasi, menjelaskan dan memprediksi fenomena-fenomena dan/atau objek masalah yang diteliti dengan cara mengkonstruksi keterkaitan antara konsep deduktif ataupun induktif. Penyusunan kerangka teori menjadi keharusan, agar masalah yang diteliti dapat dianalisis secara kompreherensif dan objektif. Kerangka teori disusun untuk menjadi landasan berpikir yang menunjukkan sudut pandang pemecahan masalah yang telah disusun.7

Sunaryati Hartono berpendapat, “Bahwa hukum itu tidak hanya secara pasif menerima dan mengalami pengaruh dari nilai-nilai social budaya di dalam masyarakat, akan tetapi secara aktif harus mempengaruhi pula timbulnya nilai-nilai sosial budaya baru.8 Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi berfungsinya hukum dengan baik adalah budaya hukum masyarakat. Budaya hukum masyarakat sangat berkaitan erat dengan kesadaran hukum masyarakat. Berkaitan dengan hal ini Sunaryati Hartono mengemukakan bahwa kesadaran hukum merupakan suatu

7Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010, halaman 93.

8CFG. Sunaryati Hartono, kapita, Selekta Hukum Ekonomi, bandung: Binacipta, 1976., halaman 5.

(19)

pengertian yang menjadi hasil ciptaan para sarjana hukum yaitu tidak dapat dilihat secara langsung di dalam kehidupan masyarakat, akan tetapi dapat disimpulkan ada tidaknya pengalaman hidup sosial melalui suatu cara penafsiran yang tertentu.

Kelancaran proses pelaksaan penegakan hukum didalam masyarakat sangat ditentukan oleh nilai-nilai yang dianut dan berlaku didalam masyarakat yang bersangkutan.

Penelitian ini lebih menekankan kepada pembahasan mengenai dasar pertanggungjawaban bagi pelaku usaha pertambangan tanpa izin (IUP) di Kabupaten Deli Serdang. Hal mana pada prinsipnya, teorihukum yang digunakan akan selalu dipengaruhi oleh hukum positif yang menuntut agar setiap metodologi yang dipikirkan untuk menemukan kebenaran hendaklah memperlakukan realitas sebagai sesuatu yang eksis dan objektif yang harus dilepaskan dari sembarang macam prokonsepsi metafisis yang subjektif sifatnya, rasionalistik yang ditandai oleh sifat peraturan yang procedural. Dan dalam upaya mencari keadilan (searching for justice) bisa gagal karena terbentur dengan pelanggaran prosedural sehingga upaya itu dianggap lebih penting dari keadilan itu sendiri. Pemikiran di luar peraturan hukum dianggap sebagai out of legal thougt (illegal). Dasar pemikiran diatas mencerminkan Teori Hukum Modern dengan prosedural hukum yang berlaku melekat didalamnya sehingga keadilan dianggap telah diberikan dengan membuat hukum positif itu sendiri.

(20)

Pembuktian menurut Undang-Undang secara negatif (Negatif wettelijk Stelsel)9, adalah suatu teori antara sistem pembuktian menurut Undang-Undang secara positif dengan sistem pembuktian menurut keyakinan atau conviction-in time. Sistem pembuktian menurut Undang-Undang secara negatif merupakan keseimbangan antara kedua sistem yang saling bertolak belakang secara ekstrem. Keseimbangan tersebut menjelaskan sistem pembuktian menurut Undang-Undang secara negatif

“menggabungkan” ke dalam dirinya secara terpadu sistem pembuktian menurut keyakinan dengan sistem pembuktian menurut Undang-Undang secara positif. Hasil penggabungan kedua sistem dari yang saling bertolak belakang itu terwujudlah suatu

“sistem pembuktian menurut Undang-Undang secara negatif. Rumusannya berbunyi:

salah tidaknya seorang terdakwa ditentukan oleh keyakinan hakim yang didasarkan kepada cara dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut Undang-Undang.

Perkembangan hukum pidana, sosok terdakwa bukan hanya Person saja, akan tetapi badan hukum juga dapat diperlakukan hal yang sama, karena badan hukum telah menjadi subjek hukum, dan hal lain juga karena badan hukum mendapat keuntungan dari apa yang telah diperbuat/ dilakukan pengurusnya. Badan hukum merupakan badan hukum yang beranggota, yang mempunyai hak dan kewajiban dari anggotanya masing masing. Penempatan badan hukum sebagai subjek dalam hukum pidana tidak lepas dari moderniasi social, dampak dari modernisasi social tersebut

9M. Yahya Harahap, Prmbahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali, Jakarta : Penerbit Sinar Grafika, 2003, halaman 277.

(21)

ialah bahwa semakin modern masyarakat maka akan semakin kompleks juga sistem social, ekonomi dan politik yang terdapat didalamnya, oleh karena itu kebutuhan akan sistem pengendalian kehidupan yang formal akan menjadi semakin besar juga.10

Teori yang dipergunakan teori pemidaan, pada umumnya dapat dikelompokkan dalam tiga golongan besar, yaitu:11

a. Teori Absolut atau Teori Pembalasan

Teori ini artinya untuk membalas tindak pidana yang dilakukan seseorang. Jadi pidana menurut teori ini hanya semata-mata untuk pidana itu sendiri.teori pembalasan ini terbagi 2 (dua) yaitu teori pembalasan subjektif ialah pembalasan terhadap kesalahan pelaku, pembalasan objektif ialah pembalasan terhadap apa yang telah diciptakan pelaku di dunia luar.12

b. Teori relatif

Secara garis besar, tujuan pidana menurut teori relatif bukanlah sekedar pembalasan, akan tetapi untuk mewujudkan ketertiban di dalam masyarakat.

Jadi tujuan pidana menurut teori relatif adalah untuk mencegah agar ketertiban di dalam masyarakat tidak terganggu. Teori ini dibagi 2 (dua) yaitu prevensi umum (generale preventive) bertujuan untuk menghindarkan supaya orang pada umunya tidak melanggar. Prevensi khusus bertujuan menghindarkan agar

10Muladi dan Dwidja Priyatno, Pertanggungjawaban Pidana Badan Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013, halaman 43.

11Suwarto, individualisasi pemidanaan, (Medan, Pustaka Bangsa Press, 2013) halaman 23.

12Andi Hamzah, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1993) halaman 26.

(22)

pembuat (dader) tidak melanggar.13 Prevensi umum menekankan bahwa tujuan pidana adalah untuk mempertahankan ketertiban masyarakat dari gangguan penjahat. Memidana pelaku kejahatan, diharapkan anggota masyarakat lainnya tidak akan melakukan tindak pidana. Teori prevensi khusus menekankan bahwa tujuan pidana itu dimaksudkan agar narapidana jangan mengulangi perbuatannya lagi. Berfungsi untuk mendidik dan memperbaiki narapidana agar menjadi anggota masyarakat yang baik dan berguna. Dari uraian di atas dapat dikemukakan beberapa karakteristik dari teori relatif atau teori utilitarian, yaitu:

a) Tujuan pidana adalah pencegahan (Prevensi).

b) Pencegahan bukanlah pidana akhir, tapi merupakan sarana untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi yaitu kesejahteraan masyarakat.

c) Hanya pelanggaran-pelanggaran hukum yang dapat dipersalahkan kepada si pelaku saja. (missal karena sengaja atau culpa) yang memenuhi syarat untuk adanya pidana.

d) Pidana harus ditetapkan berdasarkan tujuannya sebagai alat pencegahan kejahatan.

e) Pidana berorientasi ke depan, pidana dapat mengandung unsur pencelaan, tetapi baik unsur pencelaan maupun unsur pembalasan tidak dapat diterima apabila tidak dapat membantu pencegahan kejahatan untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat.14

13E.Utrecht, Hukum Pidana I, (Jakarta: Universitas Jakarta, 1958), halaman 157.

14E. Utrecht, Op.cit, halaman 157.

(23)

c. Teori Gabungan

Menurut teori gabungan bahwa tujuan pidana itu selain membalas kesalahan penjahat juga dimaksudkan untuk melindungi masyarakat, dengan mewujudkan ketertiban. Teori ini menggunakan kedua teori diatas (teori absolute dan teori relatif) sebagai dasar pemidaan, dengan pertimbangan bahwa kedua teori memiliki kelemahan-kelemahan yaitu:15

1. Kelemahan teori absolut adalah menimbulkan ketidakadilan karena dalam penjatuhan hukuman perlu memprtimbangkan bukti-bukti yang ada dan pembalasan yang dimaksud tidak harus Negara yang melaksanakan.

2. Kelemahan teori relatif yaitu dapat menimbulkan ketidakadilan karena pelaku tindak pidana ringan dapat dijatuhi hukuman berat, kepuasan masyarakat dan mencegah kejahatan dengan menakut-nakuti sulit dilaksanakan.

Perbedaan pendapat dikalangan sarjana mengenai tujuan pidana itu, namun ada satu hal yang tidak dapat dibantah, yaitu bahwa pidana itu merupakan salah satu sarana untuk mencegah kejahatan serta memperbaiki narapidana agar meenjadi manusia yang berguna di masyarakat.

2. Kerangka Konsepsi

15Koeswadji, Perkembangan Macam-Macam Pidana Dalam Rangka Pembangunan Hukum Pidana, Cetakan I, (Bandung: Citra Aditya Bhakti, 1995) halaman 11-12.

(24)

Kerangka konsepsi pada hakikatnya adalah mengenai defenisi operasional mulai dari judul sampai permasalahan yang diteliti.16 Pentingnya defenisi operasional adalah untuk menghindari perbedaan pengertian mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. Adanya penegasan kerangka konsepsi, maka akan diperoleh suatu pandangan dalam menganalisis masalah yang akan diteliti baik dipandang dari aspek yuridis maupun aspek sosiologis. Penelitian ini dirumuskan serangkaian kerangka konsepsi atau defenisi operasional sebagai berikut :

a. Pertanggungjawaban pidana adalah suatu perbuatan yang tercela oleh masyarakat yang harus dipertanggungjawabkan pada si pembuatnya atas perbuatan yang dilakukan. Dengan mempertanggung jawabkan perbuatan yang tercela itu pada si pembuatnya, apakah si pembuatnya juga dicela ataukah si pembuatnya tidak dicela. pada hal yang pertama maka si pembuatnya tentu dipidana, sedangkan dalam hal yang kedua si pembuatnya tentu tidak dipidana.17 Pertanggungjawaban atau liability diartikan sebagai suatu kewajiban untuk membayar pembalasan yang akan diterima pelaku dan seseorang yang dirugikan.18

b. Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral dan batubara yang meliputi

16Prof. Dr. Ediwarman, SH., M.Hum, Monograf Metode Penelitian Hukum (Medan: PT. Soft Media 2015) halaman 92.

17Roeslan Saleh, Pikiran-Pikiran tentang pertanggungjawaban pidana, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1982, halaman 10.

18Romli Atmasasmita, Asas-Asas Perbandingan Hukum Pidana, Cetakan I, Jakarta: Yayasan LBH 1989, halaman 79.

(25)

penyelidikan umum, eksploirasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan, dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang.19

c. Berdasarkan kata perkata Pertambangan, Mineral dan Batubara memisahkan antara jenis tambang mineral dengan batubara, sebagai berikut:

a) Mineral adalah senyawa anorganik yang terbentuk di alam, yang memiliki sifat fisik dan kimia tertentu serta susunan Kristal teratur atau gabungannya yang membentuk batuan, baik dalam lepas atau padu.20 b) Batubara adalah endapan senyawa organic karbon yang terbentuk secara

alamiah dari sisa tumbuh-tumbuhan.21

d. Pertambangan mineral adalah pertambangan kumpulan mineral yang berupa bijih atau batuan, di luar panas bumi, minyak dan gas bumi, serta air dan tanah.22

e. Pertambangan batubara adalah pertambangan endapan karbon yang terdapat di dalam bumi, minyak dan gas bumi, serta air tanah.23

f. Izin (vergunning) adalah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang- undang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang

19Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan, Mineral dan Batubara.

20Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan, Mineral dan Batubara.

21Pasal 1 angka (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan, Mineral dan Batubara.

22Pasal 1 angka (4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan, Mineral dan Batubara.

23Pasal 1 angka (5) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan, Mineral dan Batubara.

(26)

dari ketentuan-ketentuan larangan peraturan perundang-undangan. Selain itu izin juga dapat diartikan sebagai dispensasi atau pelepasan/pembebasan dari suatu larangan.24

g. Perizinan dapat diartikan sebagai salah satu bentuk pelaksanaan fungsi pengaturan dan bersifat pengendalian yang dimiliki oleh pemerintah terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat. Bentuk perizinan antara lain: pendaftaran, rekomenadasi, sertifikasi, penentuan kuota dan izin untuk melakukan sesuatu usaha yang biasanya harus memiliki atau diperoleh suatu organisasi perusahaan atau seseorang sebelum yang bersangkutan dapat melaksanakan suatu kegiatan atau tindakan. Dengan memberi izin, pengusaha memperkenankan orang yang memohonnya untuk melakukan tindakan tindakan tertentu yang sebenarnya dilarang demi memperhatikan kepentingan umum yang mengharuskan adanya pengawasan.25

h. Izin Usaha Pertambangan, yang selanjutnya disebut IUP, adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan.26

i. IUP Eksplorasi adalah izin usaha yang diberikan untuk melakukan tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan.27

24http://www.negarahukum.com/hukum/pengertian-perizinan.html diakses pada pukul 23.00 Minggu 14 Februari 2016.

25http://www.negarahukum.com/hukum/pengertian-perizinan.html diakses pada pukul 23.00 Minggu 14 Februari 2016.

26Pasal 1 angka (6) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan, Mineral dan Batubara.

27Pasal 1 angka (7) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan, Mineral dan Batubara.

(27)

j. IUP Operasi Produksi adalah izin usaha yang diberikan setelah selesai pelaksanaan IUP Eksplorasi untuk melakukan tahapan kegiatan operasi produksi.28

k. Izin Usaha Pertambangan Khusus, yang selanjutnya disebut dengan IUPK, adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan Kusus.29

l. IUPK Eksplorasi adalah izin usaha yang diberikan untuk melakukan tahapan penelitian penyidikan umum, eksploirasi, dan studi kelayakan di wilayah izin usaha pertambangan khusus.30

m. IUPK Operasi Produksi adalah izin usaha yang diberikan setelah selesai pelaksanaan IUPK Eksplorasi untuk nelakukan tahapan kegiatan operasi produksi di wilayah izin usaha pertambangan khusus.31

n. Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.32

o. Pertanggungjawaban pidana adalah suatu mekanisme oleh hukum pidana untuk bereaksi terhadap pelanggaran atas “kesepakatan menolak” suatu perbuatan

28Pasal 1 angka (8) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan, Mineral dan Batubara.

29Pasal 1 angka (11) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan, Mineral dan Batubara.

30Pasal 1 angka (12) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan, Mineral dan Batubara.

31Pasal 1 angka (13) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan, Mineral dan Batubara.

32Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengeloaan Lingkungan Hidup.

(28)

tertentu.33 Agar seseorang memiliki aspek pertanggungjawaban pidana, dalam arti dipidananya pembuat, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi34 : 1. Adanya suatu tindak pidana yang dilakukan oleh pembuat.

2. Adanya unsur kesalahan berupa kesengajaan atau kealpaan.

3. Adanya pembuat yang mampu bertanggungjawab.

4. Tidak ada alas an pemaaf.

G. Metode Penelitian

Metodologi adalah paduan antara kata “methodos” (metode, cara, jalur) dan

“logos” (logika, nalar, jalan pikiran, pengetahuan), maka, metodologi berarti pengetahuan tentang seluk beluk berbagai metode.35

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari sesuatu atau beberapa gejala hukum tertentudengan cara menganalisisnya.36

Penelitian merupakan sarana pokok dalam pengembanagan ilmu pengetahuan maupun teknologi. Hal ini disebabkan karena penilitian bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologi dan konsisten. Melalui

33Chidir Ali, Badan Hukum, Alumni, Bandung, 1987, halaman 64.

34Chairul Huda, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, Cet. Ke 2, Kecana, Jakarta, 2006, halaman 68.

35Janedjri M. Gaffar, Politik Hukum Pemilu, (Jakarta: Konstitusi Press, 2012), halaman 120- 121.

36Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, 1996, halaman 6.

(29)

proses penelitian tersebut diadakan analisa dan kontruksi data yang telah dikumpulkan.37

1. Spesifikasi Penelitian

Penelitian dalam tesis ini adalah dengan penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang mengkaji penerapan teori-teori pemidanaan dan pertanggungjawaban hukum, dalam melihat latar belakang (yuridis historis) dan proses keluarnya suatu putusan hakim dan produk hukum pertambangan, mineral dan batubara.

2. Metode Pendekatan

Metode Pendekatan yang akan diterapkan dalam penelitian normative dengan pendekatan kasus (case approach), yang bertujuan untuk mempelajari penerapan norma-norma atau kaidah hukum yang dilakukan dalam praktek hukum. Terutama mengenai kasus-kasus yang telah diputus sebagaimana yang dapat dilihat dalam yurisprudensi terhadap perkara-perkara yang menjadi focus penelitian. Jelas kasus- kasus yang telah menjadi bermakna empiris, namun dalam suatu penelitian normative, kasus-kasus tersebut dipelajari untuk memperoleh gambaran terhadap dampak dimensi penormaan dalam suatu aturan hukum dalam praktek hukum, serta menggunakan hasil analisisnya untuk bahan masukan (input) dalam eksplanasi hukum.38

37Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Imdonesia Press, 2005) halaman 5-6.

38Johnny Ibrahim, Op. Cit. halaman. 321

(30)

Menurut Mukti Fajar ND dan Yulianto Ahmad, Pendekatan yuridis Normatif adalah penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bagunan sistem norma. Sistem norma yang dimaksud adalah mengenal asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, perjanjian, serta doktrin (ajaran).39

Namun H. Salim HS, berpendapat bahwa penelitian hukum yang dikemukakan oleh Mukti Fajar ND dan Yulianto Ahmad difokuskan pada objek kajiannya. Objek kajian pendekatan yuridis normative adalah pada hukum yang dikonsepkan sebagai norma atau kaidah. Norma yang menjadi objek kajiannya, meliputi undang-undang peraturan pemerintah dan lain-lain.40

Menurut Haryono, suatu penelitian normatif tentu harus menggunakan pendekatan perundang-undangan, karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral suatu penelitian. Untuk itu peneliti harus melihat hukum sebagai system tertutup yang mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :41

a. Compherensive artinya norma-norma hukum yang ada di dalamnya terkait antara yang satu dengan yang lain secara logis

b. All-inclusive bahwa kumpulan norma hukum tersebut cukup mampu menanmpung permasalahan hukum yang ada, sehingga tidak aka nada kekurangan hukum.

39 Mukti Fajar ND, dan Yulianto Ahmad, Op. Cit. halaman. 34

40 H. Salim HS dan Erlies Septiana Nurbaini, Penerapan Hukum Pada Penelitian Tesis dan Disertasi, PT. Gajagrafindo Persada, Jakarta, 2013 , halaman 13

41 Johnny Ibrahim, Op,Cit, halaman 303

(31)

c. Systematic bahwa di samping bertautan antara satu dengan yang lain, norma-norma hukum tersebut juga tersusun secara hirarkis

3. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah hukum Pengadilan Negeri medan (Putusan No.1561/PID.B/2014/PN.MDN). Asumsi penulis, dalam hal ini yang menjadi tempat penelitian sebenarnya adalah di kabupaten deli serdang, namun putusan dijatuhkan di wilayah hukum pengadilan negeri medan.

4. Alat Pengumpul Data

Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan studi dokumen yang mana pada tahap awal pengumpulan data, dilakukan inventarisasi seluruh data dan dokumen dengan topic pembahasan, selanjutnya dilakukan pengkategorian data-data tersebut berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan dan di analisis.

5. Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini adalah menggunakan data atau informasi yang diproleh dari hasil penelaahan tulisan-tulisan yang berkaitan dengan tesis ini. Bahan hukum atau data sekunder terbagi dalam beberapa jenis yaitu42:

a. Bahan hukum primer adalah peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan negeri, dan dokumen resmi Negara lainnya.

42Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Kencana, 2008), halaman 155

(32)

b. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang terdiri atas buku-buku dan jurnal hukum yang berkaitan dengan penelitian, padangan ahli hukum, kamus hukum, dan komentar atas putusan Hakim.43

c. Bahan hukum tersier adalah bahan penelitian atas buku teks tentang hukum pertambangan, jurnal hukum pertambangan.

d. Bahan non hukum adalah bahan yang terdiri dari buku-buku pertambangan, jurnal pertambanagan, dan media massa.

Tehnik pengumpulan data pada pengumpulan ini menggunakan tehnik penelitian kepustakaan (library research).44 Penelitian kepustakaan secara manual maupun electrical dengan mengunakan electronical data resources baik mengenai sumber hukum primer, sumber hukum sekunder, dan tersier. Data yang diperoleh dari penelitian buku-buku, jurnal dokumen-dokumen serta sumber teoritis dilakukan guna membuat deskripsi atau eksplorasi terhadap perumusan masalah yang telah ada, kemudian keseluruhan dari data tersebut disistematisasikan sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan dalam penelitian ini.

6. Analisis data

Bahan hukum sekunder yang diperoleh dianalisis secara kualitatif, dengan memilih dan mengklasifikasikan dengan relevansi kepada objek permasalahan, serta melengkapi penelitian ini dengan bahan hukum primer dan bahan hukum tersier serta

43Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta, Sinar Grafika, 2009), halaman 47.

44Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010).

halaman 113.

(33)

bahan non hukum dianalisis dan disajikan dalam bentuk uraian sistematis sehingga penelitian ini dapat memberikan gambaran yang terang terhadap proses pemidanaan yang berkaitan dengan izin usaha pertambangan.

Metode analisis yang digunakan melalui pendekatan yuridis normatif, selain itu penelitian ini juga menggunakan pendekatan yuridis historis berdasarkan ruang lingkup dan identifikasi masalah yang ada.

Pemetodean penelitian yuridis normatif adalah metode atau cara yang digunakan dengan cara meneliti bahan-bahan pustaka yang ada. Salah satu pendekatan dalam penelitian normatif adalah pendekatan Perundang-undangan (statute approach). Karena yang akan diteliti adalah bahan aturan hukum yang menjadi focus sekaligus tema sentral suatu penelitian. Dan pendekatan yuridis historis yang merupakan pendekatan yang meneliti suatu sejarah peristiwa hukum yang telah terjadi dengan tujuan untuk memahami filosofi dari pembentukan suatu perundang-undangan.45

45Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta, Ghalia Indonesia, 1994), halaman 93.

(34)

BAB II

PENGATURAN HUKUM YANG MENGATUR TENTANG

PERTAMBANGAN TANAH TERHADAP PELAKU YANG MELAKUKAN KEGIATAN PERTAMBANGAN DI KABUPATEN DELI SERDANG

A. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara

Didalam undang-undang khusus (lex spesialis) dalam hal ini Undang-Undang No.4 tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara ketentuan pidana diatur didalam Bab XXIII Pasal 158 sampai Pasal 165. Ketentuan pidana yang

terdapat didalam undang-undang ini banyak mengatur persoalan izin yaitu Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR), dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Didalam Pasal 158 tersebut dinyatakan bahwa “ setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR,atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1). Pasal 74 ayat (!) atau ayat (5) dipidana dengan Pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Unsur- unsur yang terdapat didalam pasal 158 :

(35)

c. Setiap Orang

Ada dua pengertian orang /person sebagai subyek hukum :

c) Natuurlijk person adalah mens person, yang disebut orang atau manusia pribadi dan,

d) Rechtperson adalah yang berbentuk badan hukum yang dibagi dalam : 3. Publiek rechts-person, yang sifatnya ada unsur kepentingan umum

seperti Negara, daerah Tk. I, Tk. II Desa dan,

4. Privaat rechtspersoon/badan hukum privat, yang mempunyai sifat/adanya unsur kepentingan individual.46

d. Melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK.

Didalam hal ini unsur-unsur yang terdapat didalam pasal 158 harus dipenuhi secara komulatif untuk menerapkan ketentuan pidana didalam undang-undang ini.

Pasal 37 adalah IUP diberikan oleh :

a) Bupati/walikota apabila WIUP berada di dalam satu wilayah kabupaten/kota.

b) Gubernur apabila WIUP berada pada lintas wilayah kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi setelah mendapatkan rekomendasi dari bupati/walikota setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

46R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta 2006, halaman 228.

(36)

c) Menteri apabila WIUP berada pada lintas wilayah provinsi setelah mendapatkan rekomendasi dari gubernur dan bupati/walikota setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 40 ayat (3) adalah pemegang IUP yang bermaksud mengusahakan mineral lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib mengajukan

permohonan IUP baru kepada Menteri, gubernur, dan bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 48 adalah IUP Operasi Produksi diberikan oleh:

a. Bupati/walikota apabila lokasi penambangan, lokasi pengolahan dan pemurnian, serta pelabuhan berada di dalam satu wilayah kabupaten/kota;

b. Gubernur apabila lokasi penambangan, lokasi pengolahan dan pemurnian, serta pelabuhan berada di dalam wilayah kabupaten/kota yang berbeda setelah mendapatkan rekomendasi dari bupati/walikota setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan;

dan

c. Menteri apabila lokasi penambangan, lokasi pengolahan dan pemurnian, serta pelabuhan berada di dalam wilayah provinsi yang berbeda setelah mendapatkan rekomendasi dari gubernur dan

(37)

bupati/walikota setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 67 ayat (1) adalah Bupati/walikota memberikan IPR terutama kepada penduduk setempat, baik perseorangan maupun kelompok masyarakat dan/atau koperasi.

Pasal 74 ayat (1) atau ayat (5) adalah

Ayat (1) : IUPK diberikan oleh Menteri dengan memperhatikan kepentingan daerah.

Ayat (5) : Pemegang IUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat

menyatakan tidak berminat untuk mengusahakan mineral lain yang ditemukan tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian dan uraian tersebut diatas dapat diketahui bahwa pengaturan hukum yang mengatur tentang pertambangan tanah, dalam perkara ini menerapkan teori gabungan dalam hukum pidana, menurut teori ini tujuan pidana selain membalas kesalahan penjahat juga dimaksudkan untuk melindungi masyarakat, dengan mewujudkan ketertiban. Hal tersebut dapat dilihat dari pasal 158 Undang- Undang Pertambangan Mineral dan Batubara dinyatakan bahwa “setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam pasal 37, pasal 40 ayat (3), pasal 48, pasal 67 ayat (1), pasal 74 ayat (1) atau ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda

(38)

paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Dalam Peraturan Pemerintah tidak mengatur pidana penambangan tanpa Izin Usaha Pertambangan.

Didalam Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang No. 5 tahun 2011 ialah setiap orang yang melakukan usaha pertambangan tanpa IUP sebagaimana dimaksud dalam pasal 3, pasal 8 ayat (1), dan setiap pemegang IUP yang dengan sengaja tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam pasal 22, serta setiap orang yang mempunyai IUP Eksplorasi tetapi melakukan kegiatan operasi produksi dipidana dengan pidana penjara sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

B. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

Didalam Peraturan Pemerintah tersebut telah dijelaskan ruang lingkup dalam ketentuan umum yaitu pasal 5 yang berisi :

Lingkup Peraturan Pemerintah ini meliputi pemberian IUP, IPR, dan IUPK,

kewajiban pemegang IUP, IPR, dan IUPK, serta pengutamaan penggunaan mineral logam dan/atau batubara untuk kepentingan dalam negeri.

(39)

C. Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang Dalam Pengaturan Pertambangan Nomor 5 Tahun 2011

Golongan Komoditas Tambang

Pertambangan mineral dan batubara dikelompokkan ke dalam 5 (lima) golongan komoditas tambang, yaitu :

a. Mineral radioaktif meliputi radium, thorium, uranium, monasit, dan bahan galian radioaktif lainnya.

b. Mineral logam meliputi litium, berilium, magnesium, kalium, kalsium, emas, tembaga, perak, timbale, seng, timah, nikel, mangan, platina, bismuth, molybdenum, bauksit, air raksa, wolfram, titanium, barit, vanadium, kromit, antimony, kobalt, tantalum, cadmium, gallium, indium, yitriam, magnetit, besi, galena, alumina, niobium, zirconium, ilmenit, khrom, erbium, ytterbium, dysprosium, thorium,cesium, lanthanum, neodimyum, hafniurn, scandium, alumunium, palladium, chodium, osmium, ruthenium, iridium, selenium, tulleride, strontium.

c. Mineral bukan logam meliputi intan, korondum, grafit, arsen, pasir kuarsa, fluorspar, kriolit, yodium, brom, klor, belerang, fosfat, halit, asbes, talk, mika, magnesit, yarosit, oker, fluorit, ball clay, fire clay, zeolit, kaolin, feldspar, bentonit, gypsum, dolomite, kalsit rijang, pirofilit, kuarsit, zircon, wolastonit, tawas, batu kuarsa, perlit, garam batu, clay, dan batu gamping untuk semen.

(40)

d. Batuan meliputi pumice, tras, toseki, obsidian, marmer, perlit, tanah diatome, tanah serap (fuller earth), slate, granit, granodiorit, andesit, gabro, peridotit, basalt, tarkhit, leusit, tanah liat, tanah urug, batu apung, opal, kalsedon, chert, Kristal kuarsa, jasper, krisoprase, kayu, terkersikan, gamet, giok, agat, diorite, topas, batu gunung, quarry besar, krikil galian dari bukit, krikil sungai, batu kali, krikil sungai ayak tanpa pasir, pasir urug, pasir pasang, krikil berpasir alami (sirtu), bahan timbunan pilihan (tanah), batu gamping, onik, pasir laut, dan pasir yang tidak mengandung unsur mineral logam atau unsur mineral bukan logam, dalam jumlah yang berarti ditinjau dari segi ekonomi pertambangan.

e. Batubara, meliputi bitumen padat, batuan aspal, batubara dan gambut.

Jenis Izin Usaha Pertambangan

(1). Setiap orang pribadi atau badan usaha yang akan melaksanakan kegiatan Usaha Pertambangan hanya dapat dilaksanakan setelah diterbitkan Izin Usaha Pertambangan (IUP).

(2). Izin Usaha Pertambangan (IUP) terdiri dari :

a. IUP Eksplorasi

b. IUP Operasi Produksi

(41)

(3). IUP diterbitkan oleh Bupati setelah mendapat pertimbangan teknis dari Dinas dan dalam kondisi tertentu harus dengan melampirkan rekomendasi teknis dari instansi terkait.

IUP dapat diberikan kepada :

a. Perseorangan b. Badan

IUP diberikan melalui tahapan :

a. Pemberian WIUP ( Wilayah Izin Usaha Pertambangan) dan b. Pemberian IUP

Pemberian WIUP

(1). Pemberian WIUP sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf a terdiri atas :

a. WIUP Radioaktif

b. WIUP Mineral Logam

c. WIUP Batubara

d. WIUP Mineral bukan Logam dan/atau

e. WIUP Batuan

(42)

(2). WIUP Radioaktif diperolah sesuai ketentuan peraturan perUndang- Undangan.

(3). WIUP Mineral Logam dan Batubara diperoleh dengan cara lelang.

(4). WIUP Mineral Bukan Logam dan Batuan diperoleh dengan cara mengajukan permohonan wilayah.

Tata cara pemberian WIUP

(1). Untuk mendapatkan WIUP Mineral bukan Logam atau Batuan, Badan Usaha, Koperasi, atau Perseorangan mengajukan permohonan Wilayah kepada Bupati.

(2). Apabila WIUP yang di mohon berada dilintas wilayah Kabupaten/Kota dalam 1 (satu) Provinsi dan/atau Wilayah laut 4 (empat) Mil sampai dengan 12 (dua belas) Mil, maka pengajuan WIUP kepada Gubernur dan harus mendapat rekomendasi terlebih dahulu dari Bupati.

(3). Permohonan WIUP Mineral Bukan Logam dan/atau Batuan yang terlebih dahulu telah memenuhi persyaratan koordinat geografis lintang dan bujur sesuai dengan ketentuan sistem informasi geografis yang berlaku secara nasional, memperoleh prioritas pertama untuk mendapatkan WIUP.

(43)

(4). Bupati dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah diterima permohonan wajib memberikan keputusan menerima atau menolak atas permohonan WIUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(5). Keputusan menerima sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan kepada pemohonan disertai dengan Penyerahan Peta WIUP berikut batas dan koordinat WIUP dengan membayar uang pencadangan wilayah sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah)

(6). Keputusan menolak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus disampaikan secara tertulis kepada pemohon WIUP disertai dengan alasan penolakan.

Persyaratan Izin Usaha Pertambangan (IUP)

(1). IUP terdiri dari :

a. IUP Eksplorasi meliputi kegiatan penyelidikan umum, Eksplorasi dan studi kelayakan.

b. IUP Operasi Produksi meliputi kegiatan instruksi, Penambangan, Pengolahan, dan Pemurnian, serta pengangkutan dan penjualan.

(2). IUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk 1 (satu) jenis mineral.

(44)

(3). Pemegang IUP Eksplorasi dan pemegang IUP Operasi Produksi dapat melakukan sebagian atau seluruh kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(4).Bahan galian yang memerlukan IUP Eksplorasi sebelum

dikeluarkannya Operasi Produksi adalah bahan galian sebagaimana yang terdapat dalam pasal 2 huruf a. b dan c antara lain : mineral radioaktif meliputi radium, thorium, uranium, monasid, bahan galian radioaktif lainnya, mineral logam meliputi litium, berilium,

magnesium, kalium, kalsium, emas, tembaga, perak, timbal, seng, timah, nikel, mangaan, platina, bismuth, molibdenum, bauksit, air raksa, wolfram, titanium, barit, vanadium, kromid, antimony, kobalt, tantalum, catdmium, gallium, indium, yitrium, magnetit, besi, galena, aluminal, niobium, zirconium, ilmenit, khrom, erbium, ytterbium, dysprosium, thorium, cesium, lanthanum, neodimyum, hafnium, scandium, aluminium, palladium, rhodium, osmium, ruthenium, iridium, telluride, strontium, germanium, zenothin, mineral bahan logam meliputi intan, korundum, grafit, arsen, pasir kuarsa, fluorspar, kriolit, yodium, brom, klor. Belerang, fosfat, halit, asbes, talk, mika, magnesit, yarosit, oker, fluorit, ball clay, fire clay, zeolit, kaolin, feldspar, bentonit, gypsum, dolomite, kalsit rijang, pirofilit, kuarsit, zircon, wolastonit, tawas, batu kuarsa, perlit, garam batu, clay, batu

(45)

gamping untuk semen, batubara, meliputi bitumen padat, batuan aspal, batubara dan gambut.

(5). Bahan galian yang tidak memerlukan IUP Eksplorasi adalah bahan galian sebagaimana yang terdapat dalam pasal 2 huruf d antara lain : batuan meliputi pumice, tras, toseki, obsidian, marmer, perlit, tanah diatome, tanah serap (full earth), slate, granit, granudiorit, andesit, gabro, peridotit, basalt, tarkhit, leusit,tanah liat, tanah urug, batu apung, opal, kalsedon, chert, Kristal kuarsa, jasper, krisoprase, kayu terkersikan, gamet, giok, agat, diorite, topas, batu gunung, quarry besar, krikil galian dari bukit, krikil sungai, batu kali, krikil sungai ayak tanpa pasir, pasir urug, pasir pasang, krikil berpasir alami (sirtu), bahan timbunan pilihan (tanah), batu gamping, onik, pasir laut, dan pasir yang tidak mengandung unsur mineral logam atau unsur mineral bukan logam, dalam jumlah yang berarti ditinjau dari segi ekonomi pertambangan.

(6). Persyaratan IUP Eksplorasi Mineral bukan Logam dan/atau Batuan adalah sebagai berikut :

a. Fhoto copy akte pendirian badan usaha yang bergerak dibidang usaha pertambangan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang.

(46)

b. Profil badan usaha.

c. Fhoto copy pelunasan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tahun terakhir.

d. Fhoto copy NPWP

e. Susunan direksi dan data pemegang saham

f. Surat keterangan domisili

g. Fhoto copy Surat Tanah yang di legalisasi oleh Instansi yang berwenang.

k. Fhoto copy KTP

i. Daftar riwayat hidup dan surat pernyataan tenaga ahli pertambangan dan/atau geologi yang berpengalaman paling sedikit 3 (tiga) tahun.

j. Keputusan bupati menerima keputusan WIUP dan peta WIUP yang dilengkapi dengan batas koordinat geografis lintang dan bujur sesuai dengan ketentuan sistem informasi geografi yang berlaku secara nasional.

k. Garansi Bank dengan jumlah minimal sebesar Rp.10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) sebagai bukti/jaminan kesungguhan

(47)

pelaksanaan eksplorasi dan dapat dicairkan setelah permohonan IUP eksplorasi disetujui atau ditolak.

(1). Setiap orang perseorangan atau badan yang telah mendapatkan Keputusan Bupati dan peta WIUP beserta batas dan koordinat dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah penerbitan peta WIUP mineral bukan logam/batuan harus menyampaikan permohonan IUP Eksplorasi kepada Bupati.

(2). Apabila Badan Usaha, Koperasi atau Perseorangan dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja tidak menyampaikan permohonan IUP, dianggap mengundurkan diri dan uang pencadangan wilayah menjadi milik Pemerintah Daerah serta WIUP

menjadi wilayah terbuka.

(1). Permohonan IUP Operasi Produksi sebagaimana dimaksud pada pasal 8 ayat 1 huruf b Peraturan Daerah ini, harus melampirkan persyaratan sebagai berikut :

a. Fhoto copy akte pendirian Badan Usaha/Koperasi yang bergerak dibidang usaha pertambangan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang.

b. Fhoto copy pelunasan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tahun terakhir.

c. Fhoto copy NPWP.

(48)

d. Susunan direksi dan daftar pemegang saham atau susunan pengurus koperasi.

e. Surat keterangan domisili.

f. Fhoto copy KTP.

g. Peta wilayah dilengkapi dengan batas koordinat geografis lintang dan bujur sesuai dengan ketentuan sistem informasi geografi yang berlaku secara nasional.

h. Laporan lengkap eksplorasi.

i. Laporan studi kelayakan.

j. Rencana reklamasi dan Surat Pernyataan Pembayaran Jaminan Reklamasi.

k. Rencana kerja dan anggaran biaya.

l. Fhoto copy Surat Tanah, dilegalisasi oleh Pejabat yang berwenang.

m. Surat Pernyataan Tidak Keberatan Masyarakat Sekitar.

n. Rekomendasi Camat.

o. Rekomendasi Dinas PU Bidang Pengairan Kabupaten Deli Serdang, apabila penambangan di sungai.

(49)

p. AMDAL/UKL-UPL

q. Khusus pasir laut diperlukan Rekomendasi Izin Pengerukan dari Departemen Perhubungan Republik Indonesia, Rekomendasi Izin Pengerukan dari Syahbandar setempat dengan memperhatikan aspirasi masyarakat nelayan setempat.

(2). Untuk IUP Operasi Produksi yang diperoleh tanpa melalui tahapan IUP Eksplorasi, maka persyaratannya adalah :

a. Salinan akte pendirian Badan Usaha/Koperasi yang bergerak dibidang usaha pertambangan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang.

b. Fhoto copy pelunasan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tahun terakhir.

c. Salinan NPWP.

d. Fhoto copy KTP.

e. Surat Keterangan Domisili.

f. Peta wilayah dilengkapi dengan batas koordinat geografis lintang dan bujur.

Referensi

Dokumen terkait

McGlynn Versus Aveling: A Comparison of Translation Strategies Used in Sapardi Djoko Darmono’s Poems Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Dalam penelitian ini, zat warna yang diolah secara biosorpsi oleh suatu biakan murni jamur mati Rhizopus sp adalah zat warna RGY 6 yang merupakan zat warna reaktif dengan kromofor

Penulis mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala Rahmat yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

[r]

Pembatasan waktu ini diperlukan, oleh karena bahan pengawet sering mengalami kehilangan aktivitasnya pada tingkat kontaminasi mikroorganisme yang tinggi (Voigt, 1994)

Tabel 3: Daftar Kode Angka Inventaris UMM (Barang dan Asset). No Nama Aset dan

dilakukan dengan tujuan tertentu. Dalam penelitian berbentuk rangkaian siklus kegiatan untuk siswa. Kelas, dalam hal ini tidak terikat pada pengertian ruang kelas,

Preparation of polyurethane composite coating material is reacting commercial polyol (polypropylene glycol) with methylene diisocyanate (MDI) plus montmorillonite