• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TEORIDASAR. Penjadwalan adalah suatu sistem untuk mencapai suatu tujuan dengan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TEORIDASAR. Penjadwalan adalah suatu sistem untuk mencapai suatu tujuan dengan"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

II. TEORIDASAR

1. PENJADWALAN SECARA UMUM

Penjadwalan adalah suatu sistem untuk mencapai suatu tujuan dengan mempertimbangkan antara aktifitas dan sumber daya yang tersedia. Adapun tujuan yang ingin dicapai adalah memaksimalkan through pul dan meminimumkan biaya operasi. Sering kali di dalam suatu organisasi atau perusahaan akan dihadapkan pada suatu keadaan dimana sumber daya yang tersedia itu terbatas sehingga diperlukan suatu perencanaan dalam pemenuhan order dengan menggunakan penjadwalan. Sumber daya tersebut dapat berupa mesin, waktu, transportasi, dll.

Beberapa pendekatan dilakukan untuk menyelesaikan masalah penjadwalan y a itu :

a. Penyelesaian masalah dengan satu tu ju a n .

b. Penyelesaian masalah dengan kurva trade o ff dari tujuan-tujuan yang ingin dicapai.

0. Penyelesaian masalah dengan beberapa tujuan yaitu menggabungkan antara biaya operasi dalam memenuhi keinginan konsumen dan utilisasi dari mesin.

Masalah-masalah penjadwalan terdiri dari beberapa tipe yaitu ; a. Job Shop

(2)

lainnya. Tipe ini sering disebut juga dengan close shop karena jenis produk yang berbeda-beda dan WIP suatu produk tidak dapat digunakan untuk produk yang lain.

b. Open Shop

Ciri-ciri dari Open shop hampir sama dengan Job shop hanya pada Open shop terdapat order pada satu produk secara berulang-ulang.

c. Flow Shop

Ciri-ciri dari h'low shop adalah produk yang dihasilkan memiliki urutan produksi yang sama walaupun produknya berbeda jenis atau ukuran.

d. Manufacturing Cell

Manufacturing cell berusaha untuk menggabungkan fleksibilitas dari Job -sh-op dengan biaya operasi yang rendah dari Flow shop yaitu dengan cara

mengelompokkan produk yang sejenis.

L'. Assembly Shop

Ciri-cirinya adalah proses yang ada merupakan proses perakitan dari berbagai parts dalam menghasikkan suatu produk akhir.

/ Assembly Line

Assembly line memiliki volume produksi menengah dan variasi produk yang lebih sedikit dibandingkan dengan Assemly shop.

(3)

2. FLEXIBLE FLOW LINE WITH UNLIMITED BUFFERS AND SETUPS

2.1 PENDAHULUAN

Flexible Flow Line with Unlimited Buffers and Setups merupakan

suatu metode penjadwalan untuk jenis flow shop scheduUing problem dimana pada setiap stage atau tahap proses terdiri dari beberapa jum lah mesin dengan urutan pengeijaan yang sama. Flexible artinya setiap jo b dapat dikerjakan pada semua mesin. Flowline artinya jenis manufakturingnya mempunyai volume produksi yang tinggi dan jenis produknya memiliki variasi yang sedikit. Unlimitted buffers dan setups artinya mempunyai buffer i penyangga hasil produksi (WIP) yang besar dan waktu setupnya bergantung pada jo b itu sendiri maupun jo b lain yang mendahuluinya.

Tujuan dari metode ini adalah meminimumkan jum lah waktu keterlambatan yang terjadi dengan menggunakan bobot pada jo b yang diprioritaskan.

S yarat-syarat:

M erupakan flow shop scheduUing.

Terdiri dari beberapa stage dimana tiap stage terdiri dari m esin- mesin secara pararel. Mesin-mesin dapat berupa mesin-mesin yang identik maupun yang berbeda karakterisriknya.

Waktu perpindahan dari satu stage ke stage yang lain dianggap tidak

(4)

ada / nol.

° o °

Stage 1

Stage 2

° ° ° Stage 2 ° o °

stages

Gambar 2.1

Flexible Flow Line with Unlimitted buffers and setups

2.2ALGORITMA PENYELESAIAN METODE FLEXIBLE FLOWLINE WITH UNLIMITTED BUFFERS AND SETUPS

Langkah -langkah penyelesaian terdiri dari lima fase ; 1. Pengidentifikasian stage yang mengalami bottleneck.

2. Perhitungan release date dan due date pada stage yang bottleneck.

3. Perhitungan kapasitas dari m esin-m esin pada stage yang bottleneck.

4. Penjadwalan jo b -jo b pada stage yang bottleneck.

5. Penj adwalan pada stage yang tidak bottleneck.

Keterangan notasi:

d2 : due date pada stage yang bottleneck

d : due date jo b awal

pi ; waktu proses pada stage yang mendahului stage yang bottleneck p3 ; waktu proses pada stage setelah stage yang bottleneck

t2 : release date pada stage yang bottleneck

r ; release date awal job.

(5)

11

.i : job ke berapa.

n jumlah jo b yang ada.

soj waktu setup awal untuk jo b j

Pj waktu proses untuk jo b j ri release date untuk jo b j sj : waktu setup untuk jo b j dj : due date untuk jo b j

wj bobot prioritas pengerjaan jo b j.

aij waktu setup pada mesin i dan jo b ].

vi : kecepatan produksi pada mesin i.

pr rata-rata dari seluruh waktu proses.

Sr rata-rata dari seluruh waktu setup.

Cj : Completion time untuk jo b ].

C m a x : makespan

Tj : keterlambatan jo b j.

R faktor due date range.

k l,k 2 : nilai parameter dari R.

T faktor ketat due date.

T1 faktor keterbatasan waktu setup.

Ij bobot dari jo b ] pada waktu t setelah job 1.

(6)

Penjelasan;

Fase 1

Pengidentifikasian dilakukan dengan membandingkan urutan proses dimana jik a suatu proses didahului oleh proses yang lebih cepat atau stage yang mempunyai kecepatan produksi yang paling rendah maka pada proses atau stage tersebut teijadi bottleneck.

F ase 2

Penentuan d m date pada suatu stage bottleneck didapat dari pengurangan due date seluruh stage dengan waktu proses pada stage yang tidak mengalami bottleneck.

d2 = d - ( p l + p 3 ) ...(2.1) Penentuan release date pada suatu stage bottleneck didapat dari penjumlahan release date dengan waktu proses pada stage yang tidak mengalami bottleneck. Jika hal tersebut sulit didapat maka dapat dilakukan secara empiris atau berdasarkan pengalaman.

r2 = r + ( p l + p 3 ) ... (2.2)

Fase 3

Perhitungan kapasitas m esin-m esin pada stage yang bottleneck berdasarkan kecepatan {speed), jum lah shift (pergantian setup) dan jumlah keseluruhan waktu setup. Jika mesin pada bottleneck stage tidak identik maka tiap jo b di dalamnya dibagi ke dalam kcranjang {buckets).

(7)

13

Untuk tiap tipe dari mesin ditentukan jo b yang harus dikeijakan pada mesin tersebut dan jo b yang mungkin dikerjakan. Statistik ini dilakukan untuk jangka waktu yang berbeda, misalnya untuk satu minggu ke depan, dua minggu dan seterusnya. Dari statistik tersebut dapat ditentukan mesin mana yang mempunyai loads ( kapasitas isi ) yang terbesar dan yang paling kritis.

Fase 4

Penjadwalan pada stage bottle neck dengan menggunakan ATCS rule {Apparent Tardiness Cost with Setups) sbb:

Step I

n i p j

H itu n g p r= ... (2.3) n

tt

Hitung sr = i ! — ... (2.4) n

Step 2

Hitung Cmax = ^ + (« x ^ r ) ... (2.5)

steps

Due date range = due date terbesar - due date terkecil.

Hitung R = ...(2.6) Cmaks

Hitung x = l - R ... (2.7)

(8)

Hitung T) =

Step 4

sr

p r .(2.8)

Hitung k l = 4.5 + R , R < 0 . 5 ...(2.9) Atau k l = 6 - 2 R , R > 0 . 5 ...(2.10) Hitung k2 = x / ( 2 V r i ) ...(2.11) Step 5

Hitung Ij (t,l) =

viy' _ _ maks{dj - p j - /,0) PJ

7X exp

k \ x p r X exp sij k l x s r _

. (2.12)

Untuk j = 1,.. n

Jadwalkan jo b yang memiliki Ij (t,l) terbesar dan lakukan untuk jo b yang belum teijadwalkan pada iterasi selanjutnya sehingga didapat suatu jadw al pengerjaan seluruh job.

Untuk mempeijelas langkah-langkah di atas dibuut flow charl dan dipermudah dengan menggunakan program Pascal yang diletakkan pada lampiran 1 dan 2 .

F a se S

Jadwalkan urutan yang didapat pada stage yang tidak bottleneck dengan menggunakan Gantt Chart sehingga diperoleh gambaran jo b mana yang terlambat dan hitung Cj dan wjTj.

(9)

3. ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP)

AHP merupakan suatu teknik pengambilan keputusan yang memasukkan kriteria ganda, baik yang bersifat nyata atau tangible maupun tidak nyata atau inian^ih/c , kuantitatif maupun kualitatif, juga niemperhilungkan lid a n y a konflik maupun perbedaan-perbedaan. Dalam melakukan AHP ini

dilakukan beberapa pendekatan berdasarkan : a. D e k o m p o s is i.

b. Sintetis,

c. Penyajian slruktur secara hirarki.

Dari ketiga pendekatan di atas yang biasa digunakan adalah penyajian struktur secara hirarki karena memiliki beberapa keuntungan sebagai berikut:

1. Dapat digunakan untuk menerangkan bagaimana perubahan bobot prioritas pada tingkat atas akan mempengaruhi elem en-elem en pada tingkat-tingkat di bawahnya.

2. Dengan membuat tingkat-tingkat, maka pengambil keputusan dapat memusatkan perhatiannya hanya pada sekelompok kecil kriteria sehingga keputusan akan lebih realistis terutama untuk sistem yang kompleks.

Adapun perbandingan yang digunakan adalah “Perbandingan Berpasangan”

atau ''Pairwise Comparison" yang mempunyai skala 1-9 yaitu :

15

(10)

1 = equal imparlance artinya kedua kriteria memberikan kontribusi yang sama terhadap level diatasnya.

3 = moderate importance artinya satu kriteria sedikit lebih diunggulkan dari kriteria yang lain.

5 = strong importance artinya satu kriteria lebih diunggulkan.

7 = demonstrated importance artinya satu kriteria jauh lebih diunggulkan.

9 = extreme importance artinya keunggulan yang mutlak pada satu kriteria.

Untuk nilai 2, 4, 6, 8 merupakkan grey area artinya nilai antara.

Jika dalam perbandingan terdapat n kriteria maka jum lah pairwise yang terjadi adalah n (n -1) / 2.

Jika { c l, c2, ..., cn} adalah himpunan kriteria-kriteria atau altem atif dimana nilai-nilai perbandingan diberikan dalam m atriks A sebagai b e rik u t;

A =

c l c2 c3 . cn

c l 111 a l 2 a l3 . . aln~

c2 a21 a22 a23 . . a2n . a3n . a4n cn anl an2 an3 . ann

D im an a:

- aii = 1

- Jika aij = a maka aji = 1 / a , a 0.

(11)

17

- Jika ci dinyatakan 'equally im portance' terhadap cj, maka aij = aji = 1.

Matriks A dapat dituliskan sebagai b e rik u t;

1 a \2 Y a U ^

1/

1 a\n

a\n a ln

1

Dari matriks perbandingan berpasangan tersebut akan dicari bobot dari tiap- tiap kriteria yaitu wi. Nilai wi dapat diperoleh dengan beberapa cara :

1. Menormalkan setiap kolom dari matriks A yaitu :

\vi = —Ulj

A=l

.(2.13)

2. M cnon^alkan rata-rata geometrik dari setiap baris yaitu ;

I fi II

.(2 J4 ) 1=1

3. Normalisasi dari jum lahan elemen-elemen baris yaitu :

t < “j

_ >1 wi

Y L -j

/=! ;=i

.(2.15)

Faktor lain yang perlu diperhatikan adalah faktor konsistensi dari perbandingan yang telah dilakukan di atas. Suatu keputusan perbandingan yang diambil dikatakan “perfectly consisten’’ jika dan hanya jik a ;

aik X akj = aij dan i, j, k = 1, 2 , ... ,n.

(12)

Tetapi konsistensi ini tidak boleh dipaksakan, namun tingginya inconsisierisy memang tidak diinginkan. Untuk data yang bersifat kuantitatif tidak perlu dilakukan uji konsistensi ini.

Jika matriks resiprokal konsisten maka A, maks = n.

Nilai konsistensi diukur menggunakan consistency index ( C' l ) yaitu ; C I= ... (2.16)

Dimana ; X,maks = aij) x w/) ... (2.17)

/=1 7-1

Untuk setiap ukuran matriks n terdapat nilai random atau random index (RI) sebagai berikut:

N 1 2 3 4 5 6 7 8

Rl 0 0 0,58 0,9 1,12 1,24 1,32 1,41

N 9 10 11 12 13 14 15

Rl 1,45 1,49 1,51 1,48 1,56 1,57 1,59

Consistency Ratio (CR) menyatakan seberapa besar deraj at inconsistency dari penetapan nilai perbandingan antar kriteria yang telah dibuat.

CR = a .(2.18)

R l

Jika nilai CR < 0.1 maka masih dapat ditoleransi, nilai CR > 0.1 maka dilakukan revisi.

Keterangan notasi :

aij ; bilangan perbandingan pairwise pada matrik di baris i dan kolom j.

akj : bilangan perbandingan pairwise pada matrik di baris k dan kolom j.

(13)

19

n ; jum lah perbandinganp^z/wwe.

i : baris ke.

j : kolom ke.

Cl : indek konsistensi.

RI : indek acak dari suatu perbandinganpairwise sebesar n.

CR ; consistensy ratio suatu perbandingan pairwise.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian lain yang mendukung penelitian ini adalah Penelitian Danari, dkk (2013) yang berjudul “Hubungan Aktifitas Fisik dengan Kejadian Obesitas di Kota

Rencana Kerja (Renja) Pemerintah Kecamatan Melaya Tahun 2015 merupakan Rencana Pembangunan Kecamatan Melaya dalam kurun waktu 1 (satu) tahun sebagai Dokumen

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap nilai- nilai dan norma-norma sosial yang masih dimiliki masyarakat nelayan yang berperan memelihara keberlanjutan sumberdaya

Ngopi Doeloe adalah sebuah bisnis kreatif yang mulai berkiprah dalam industri restoran sejak tanggal 20 November 2006, yang berarti bisnis kreatif ini sudah

Tes statistik dengan menggunakan uji statistik Wilcoxon menunjukkan nilai yang signifikan yaitu 0.000 (p&lt;0,05), maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan nyeri

dengan jumlah seluruhnya sebesar Rp 1.537.089.043.000 (Rupiah penuh) yang akan berlaku efektif setelah Perjanjian Kredit Investasi atas fasilitas pinjaman tersebut

Berdasarkan pada hasil analisis data seperti yang diuraikan sebelumnya, selanjutnya diadakan refleksi. Pada tahap refleksi diketahui bahwa sudah terjadi peningkatan

(4) Pemindahan kendaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan ketempat lain yang tidak mengganggu pengguna jalan dan/atau pengguna jasa parkir lain ke