• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN GOUT ARTRITIS. Oleh : Made Wirga Wirgunatha ( ) Pembimbing: dr. Pande Ketut Kurniari, SpPD

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN GOUT ARTRITIS. Oleh : Made Wirga Wirgunatha ( ) Pembimbing: dr. Pande Ketut Kurniari, SpPD"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN

GOUT ARTRITIS

Oleh :

Made Wirga Wirgunatha (1202006102)

Pembimbing:

dr. Pande Ketut Kurniari, SpPD

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA DI DEPARTEMEN/KSM PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA RSUP SANGLAH DENPASAR

2019

(2)

ii KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan YME karena atas berkat rahmat dan ijin-Nya PBL yang berjudul “Gout Artritis” ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Tinjauan Pustaka ini merupakan salah satu tugas dalam rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Departemen/KSM Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar.

Dalam penyusunan responsi ini penulis banyak memperoleh bimbingan dan petunjuk-petunjuk dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. DR.Dr.Ketut Suega, Sp.PD-KHOM FINASIM selaku Kepala Departemen/KSM Penyakit Dalam FK UNUD

2. Dr.Made Susila Utama, Sp.PD-K.PTI selaku Koordinator Pendidikan Dokter Muda Departemen/KSM Penyakit Dalam FK UNUD

3. Dr.Pande Ketut Kurniari, Sp.PDs elaku dosen pembimbing atas bimbingan dan arahan beliau

4. Residen serta rekan-rekan dokter muda yang bertugas di Departemen/KSM Penyakit Dalam FK UNUD/RS Sanglah yang telah ikut membantu penulis dalam menyelesaikan responsi ini

5. Semua pihak yang tidak sempat disebutkan satu persatu, yang dengan tulus telah bersedia memberikan bantuan dan masukannya.

Penulis menyadari bahwa responsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu semua saran dan kritik sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan di masa mendatang. Semoga tinjauan pustaka ini memiliki nilai tambah bagi pembaca.

Denpasar, September 2019

Penulis

(3)

iii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

BAB IITINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Definisi ... 3

2.2 Epidemiologi ... 3

2.3 Etiologi ... 4

2.4 Patogenesis ... 5

2.5 Manifestasi Klinis ... 6

2.6 Diagnosis... 7

2.7 Penatalaksanaan ... 8

2.8 Prognosis ... 14

BAB III LAPORAN KASUS ... 16

3.1 Identitas Pasien ... 16

3.2 Anamnesis ... 16

3.3 Pemeriksaan Fisik ... 18

3.4 Pemeriksaan Penunjang ... 20

3.5 Diagnosis... 23

3.6 Penatalaksanaan ... 24

3.7 KIE ... 24

BAB IV KUNJUNGAN LAPANGAN ... 25

DAFTAR PUSTAKA

(4)

1 BAB I

PENDAHULUAN

Keluhan muskuloskeletal merupakan salah satu keluhan yang sering dijumpai dalam praktek klinis sehari-hari, mencapai lebih dari 315 juta kunjungan pasien rawat jalan per tahun. Survey terkini dari CDC Amerika menemukan bahwa 33 % (69, 9 juta) dari populasi Amerika Serikat menderita artritis atau penyakit sendi lainnya. Bagaimanapun, pada beberapa pasien, gejala muskuloskeletal spesifik atau gejala yang menetap dapat mengarah pada kondisi yang lebih serius. Ada beberapa kondisi mendesak yang harus segera didiagnosis untuk mencegah morbiditas yang signifikan dan ancaman kematian, antara lain fraktur, sepsis artritis , serta artritis akut yang diinduksi kristal, seperti artritis gout / artritis pirai ¹.

Artritis gout merupakan kelompok penyakit heterogen sebagai akibat deposisi kristal monosodium urat pada jaringan atau akibat supersaturasi asam urat di dalam cairan ekstraseluler¹·². Kondisi hiperurisemia dapat terlihat dengan adanya peningkatan kadar asam urat dalam serum yang abnormal akan tetapi asimtomatik. Dalam menentukan risiko artritis gout, hiperurisemia itu sendiri diartikan sebagai kondisi konsentrasi urat yang supersaturasi. Apabila dilihat dari definisi diatas, jika konsentrasi urat lebih dari 7,0 mg/dL dikategorikan abnormal yang bisa dihubungkan dengan peningkatan risiko artritis gout.

1

Penelitian tahun 1999 di USA, prevalensi artritis gout dan hiperurisemia adalah 41 per 1000, dan apabila di UK prevalensi Artritis gout adalah 14 per 1000. Penelitian di USA, laju prevalensinya lebih banyak terjadi pada pasien yang berumur 75 tahun keatas, selain itu pada umur 65-74 tahun prevalensi kasusnya adalah 20-30 per 1000. Begitu juga dengan umur 64 tahun ke bawah prevalensi tidak melebihi 20 kasus. Penelitian ini dilaksanakan selama 10 tahun dari tahun 1990-1999. Perbandingan penderita artritis gout pada laki-laki dan perempuan adalah 3,6 : 1.

3

Artritis gout juga menunjukkan beberapa manifestasi klinis yang tampak

disamping hiperurisemia yang asimtomatik. Pada kebanyakan pasien, Artritis

goutawalnya menyerang sendi dari ibu jari kaki. Terkadang juga selama penyakit

(5)

2 diderita, artritis goutakan lebih sering menyerang ibu jari kaki sebanyak 75%

pasien. Bagian lain yang terserang diantaranya pergelangan kaki, tumit, pergelangan tangan, jari, dan siku. Pada artritis gout akut, menampakkan gejala serangan artritis lebih dari sekali, inflamasi akan tampak dalam 24 jam, kemudian sendi akan tampak kemerah-merahan, biasanya pada sendi MTP (Metacarpalpalangeal) pertama nyeri atau bengkak, adanya tofi atau sering disebut dengan tofus yang didapat dari pemeriksaan histologi, mengalami hiperurisemia, sendi bengkak asimetris yang dapat dilihat langsung maupun dengan x-ray, dan lain sebagainya.

4

Hal ini pun dapat menyebabkan komplikasi diantaranya bisa berdampak cacat pada ekstremitas pasien, penyakit ginjal, nekrosis yang avascular dari tulang paha, nefropati urat yang kronis dan akut, serta kalkuli asam urat (10-15%).

1

Dilihat dari segi terapi dimana bertujuan untuk menghentikan serangan akut, mencegah kembali serangan dari artritis gout, serta mencegah timbulnya komplikasi dengan penumpukan kristal asam urat yang kronis di jaringan.

Diantaranya yaitu terapi nonfarmakologis yaitu dengan modifikasi gaya hidup serta pasien disarankan mengikuti panduan diet artritis gout. Untuk terapi farmakologisnya bisa dengan allopurinol, NSAID, kolkhisin, dan kortikostiroid.

Sehingga diharapkan dapat menghilangkan gejala untuk penyembuhan pada

beberapa pasien.

1

Apabila tidak ditangani secara komprehensif, gout dapat

mengakibatkan komplikasi dan terbatasnya aktivitas gerak penderita. Oleh karena

itu, diperlukan penatalaksanaan yang efektif dan efisien dengan peran serta aktif

penyedia pelayanan kesehatan, penderita, keluarga dan lingkungan sekitarnya agar

penderita dapat mencapai kualitas hidup yang optimal.

5

(6)

3 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Artritis gout adalah sindroma klinis yang mempunyai gambaran klinis arthritis akut akibat penumpukan kristal MSU di dalam sendi. Gangguan metabolisme yang mendasari gout adalah hiperurikemia yang didefinisikan sebagai peninggian kadar urat lebih dari 7,0 ml/dl pada laki-laki dan 6,0 mg/dl pada perempuan.

6

Artritis gout bisa terjadi akut maupun kronis. Tanda inflamasi seperti

bengkak dan nyeri pada sendi ibu jari kaki merupakan tanda yang khas. Artritis gout dapat bersifat primer, sekunder, maupun idiopatik. Jika primer, berarti

berhubungan dengan produksi asam urat yang berlebihan dan ekskresi asam urat yang mengalami penurunan. Apabila sekunder, dimana produksi asam urat yang berlebihan dan penurunan ekskresi yang diakibatkan penyakit lain atau pemakaian medikamentosa tertentu. Sedangkan idiopatik, hiperurisemia yang tidak jelas penyebab utamanya, bisa saja kelainan genetik, dan tidak ada kelainan fisiologis serta anatomi yang jelas.

1

2.2 Epidemiologi

Di negara maju seperti Amerika Serikat, tercatat 2,2 juta kasus pirai dilaporkan pada tahun 1986. Pada tahun 1991 diperkirakan dari 1000 pria berumur 35 – 45 tahun, 15 orang diantaranya adalah penderita pirai. Para ahli juga meyakini bahwa 1 di antara 100 orang beresiko besar mengidap penyakit tersebut.

Pada 5 tahun terakhir, di Amerika angka kejadian gout meningkat menjadi sekitar

18,83 %. Di Indonesia sendiri, penyakit arthritis pirai pertama kali diteliti oleh

seorang dokter Belanda, dr. Van Den Horst tahun 1935. Saat itu masih ditemukan

15 kasus pirai berat di Jawa. Pada tahun 1988, dr. John Darmawan menunjukkan

bahwa di Bandungan Jawa Tengah diantara 4.683 orang berusia 15 – 45 tahun

yang diteliti, 0,8 % menderita asam urat tinggi (1,7 % pria dan 0,05 % wanita) di

antara mereka sudah sampai pada tahap pirai. Angka-angka ini diprediksikan akan

bertambah dengan tingginya faktor resiko pada pirai.

3

(7)

4 2.3 Etiologi

Kita ketahui hasil akhir dari metabolisme purin adalah asam urat, yang merupakan produk residu dimana memiliki peran fisiologi. Dilihat dari fungsi fisiologis yang dimiliki manusia tidaklah sama dengan sistem urinase yang dimiliki oleh hewan, dimana suatu enzim yang menguraikan asam urat menjadi alantonin yang larut dalam air. Berdasarkan jenis kelaminnya, pada seorang laki- laki dapat terakumulasi kurang lebih 1200 mg sedangkan pada perempuan 600 mg jumlah asam urat. Jumlah akumulasi ini akan meningkat beberapa kali lipat pada penderita Artritis gout. Terakumulasinya jumlah asam urat yang melebihi batas normal dapat berasal dari produksi yang berlebihan atau ekskresi yang kurang oleh ginjal.

1

Walaupun asupan purin berlebih, seharusnya ginjal dalam kondisi normal dapat mengeksekresikannya. Pada pasien Artritis gout sebanyak 75-90%

ekskresi asam urat oleh ginjal sangat menurun.

3

Tubuh manusia dalam keadaan normal memproduksi asam urat dengan fungsi normal dan diet bebas purin yaitu 600 mg tiap harinya. Hal ini akan terus meningkat pada penderita Artritis gout. Dimana konsentrasinya yaitu melebihi 7 mg/dL, konsentrasi ini merupakan batas kelarutan monosodium urat dalam plasma. Pada konsentrasi 8 mg/dL atau lebih, monosodium urat lebih memiliki kecendrungan mengendap di jaringan. Pada pH 7 atau lebih asam urat ada dalam bentuk monosodium urat.

7

Gambar 2.1 Siklus Metabolisme Purin di dalam Tubuh Manusia

(8)

5 Purin di dalam tubuh mampu menghasilkan asam urat, dimana berasal dari tiga sumber yaitu purin dari makanan, konversi asam nukleat dari jaringan, dan pembentukan purin dari dalam tubuh. Ketiga sumber tersebut bisa dikatakan masuk dalam lingkaran metabolism yang menghasilkan asam urat.

1

2.4 Patogenesis

Artritis gout adalah penyakit yang disebabkan oleh tumpukan asam urat pada jaringan, terutama pada jaringan sendi. Artritis gout berhubungan erat dengan gangguan metabolisme purin yang memicu peningkatan kadar asam urat dalam darah (hiperurisemia). Hiperurisemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar asam urat dalam darah diatas normal. Kadar asam urat dalam serum merupakan hasil keseimbangan antara produksi dan sekresi. Dan ketika terjadi ketidakseimbangan dua proses tersebut maka terjadi keadaan hiperurisemia, yang menimbulkan hipersaturasi asam urat yaitu kelarutan asam urat di serum yang telah melewati ambang batasnya, sehingga merangsang tim- bunan urat dalam bentuk garamnya terutama monosodium urat di berbagai tempat/jaringan.

8

Patogenesis terjadinya artritis gout akut mengikuti 5 fase yaitu:

1. Presispitasi dari kristal Mono Sodium Urat (MSU)

Merupakan awal dari serangan akut AP. Kristal MSU diselubungi oleh protein IgG yang merangsang aktivitas leukosit.

2. Reaksi dari leukosit

Presipitasi Kristal merupakan factor kemotaksis untuk reaksi mengumpulnya leukosit pada kristal MSU.

3. Fagositosis oleh PMN

Leukosit menfagositosis Kristal dan lisosom mengikat Kristal MSU.

4. Pecahnya lisosom

Lisosom tidak mampu menghancurkan Kristal, menimbulkan pecahnya membrane lisosom sehingga keluar enzim dan superoksid ke sitoplasma leukosit, yang menyebabkan kerusakan sel leukosit.

5. Kerusakan dari sel leukosit

(9)

6 Akibat kerusakan leukosit, enzim lisosom dan zat mediator lain keluar ke jaringan sendi sehingga terjadi keradangan akut.

9

2.5 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinik artritis gout terdiri dari ; 1. Hiperurisemia asimptomatik

Hiperurisemia asimptomatik adalah keadaan hiperurisemia (kadar asam urat serum tinggi) tanpa adanya manifestasi klinik gout. Fase ini akan berakhir ketika muncul serangan akut arthritis gout, atau urolitiasis, dan biasanya setelah 20 tahun keadaan hiperurisemia asimptomatik.

2. Artritis gout, meliputi 3 stadium : Artritis Gout Akut

Pada 85-90% kasus, serangan berupa arthritis monoartikuler dengan predileksi MTP-1 yang biasa disebut podagra.Gejala yang muncul sangat khas, yaitu radang sendi yang sangat akut dan timbul sangat cepat dalam waktu singkat. Pasien tidur tanpa ada gejala apapun, kemudian bangun tidur terasa sakit yang hebat dan tidak dapat berjalan. Keluhan monoartikuler berupa nyeri, bengkak, merah dan hangat, disertai keluhan sistemik berupa demam, menggigil dan merasa lelah, disertai lekositosis dan peningkatan laju endap darah. Sedangkan gambaran radiologis hanya didapatkan pembengkakan pada jaringan lunak periartikuler. Serangan akut mungkin didahului oleh tindakan pembedahan, trauma lokal, obat, alkohol dan stres emosional. Meskipun yang paling sering terserang mula-mula adalah ibu jari kaki, tetapi sendi lainnya dapat juga terserang. Dengan semakin lanjutnya penyakit maka sendi jari, lutut, pergelangan tangan, pergelangan kaki dan siku dapat terserang gout. Kebanyakan gejala-gejala serangan akut akan berkurang setelah 10-14 hari walaupun tanpa pengobatan.

10

Stadium interkritikal

Periode antara serangan gout akut dikenal dengan nama gout inter kritikal.

Pada masa ini pasien bebas dari gejala-gejala klinik, namun pada aspirasi

semdi didapatkan adanya kristal urat. Apabila tanpa penanganan yang baik

dan pengaturan asam urat yang tidak benar maka dapat timbul serangan akut

(10)

7 yang lebih sering yang mengenai beberapa sendi dan biasanya lebih berat, dan pasien dapat jatuh ke kondisi kronis.

11,12

Artritis Gout Kronik

Gout kronik timbul dalarn jangka waktu beberapa tahun dan ditandai dengan rasa nyeri, kaku dan pegal. Akibat adanya kristal-kristal urat maka terjadi peradangan kronik, sendi yang bengkak akibat gout kronik sering besar dan berbentuk nodular. Serangan gout akut dapat terjadi secara simultan diserta gejala-gejala gout kronik. Tofi timbul pada gout kronik karena urat tersebut relatif tidak larut. Awitan dan ukuran tofi sebanding dengan kadar urat serum.

Yang sering terjadi tempat pembentukan tofi adalah: bursa olekranon, tendon Achilles, permukaan ekstensor dari lengan bawah, bursa infrapatella dan helix telinga. Tofi-tofi ini mungkin sulit dibedakan secara klinis dari rheumatoid nodul. Kadang-kadang tofi dapat membentuk tukak dan kemudian mengering dan dapat membatasi pergerakan sendi. Penyakit ginjal dapat terjadi akibat hiperurisemia kronik, tetapi dapat dicegah apabila gout ditangani secara memadai.

10

3. Penyakit ginjal

Sekitar 20-40% penderita gout minimal mengalamai albuminuri sebagai akibat gangguan fungsi ginjal. Terdapat tiga bentuk ke-lainan ginjal yang diakibatkan hiperurisemia dan gout:

a. Nefropati urat, yaitu deposisi kristal urat di interstitial medulla dan pyramid ginjal, merupakan proses yang kronik, ditandai dengan adanya reaksi

sel giant di sekitarnya.

b. Nefropati asam urat, yaitu presipitasi asam urat dalam jumlah yang besar pada duktur kolektivus dan ureter, sehingga me-nimbulkan keadaan gagal ginjal akut. Disebut juga sindrom lisis tumor, dan sering didapatkan pada pasien leukemia dan limfoma pasca kemoterapi.

c. Nefrolitiasis, yaitu batu ginjal yang didapatkan pada 10-25% dengan gout primer.

10,11,12

2.6 Diagnosis

(11)

8 Dari beberapa manifestasi klinis yang sudah dijelaskan diatas dapat sebagai acuan untuk bisa melengkapi diagnosis Artritis gout itu sendiri.

Gold standard dalam menegakkan gout adalah ditemukannya kristal urat MSU (Monosodium Urat) di cairan sendi atau tofus. Untuk memudahkan penegakan diagnosis arthritis gout akut, dapat digunakan kriteria dari ACR (American College of Rheumatology) :

A. Ditemukannya kristal urat di cairan sendi, atau B. Adanya tofus yang berisi kristal urat, atau

C. Terdapat 6 dari 12 kriteria klinis, laboratoris dan radiologis berikut:

1. Terdapat lebih dari satu kali serangan arthritis akut 2. Inflamasi maksimal terjadi dalam waktu satu hari 3. Arthritis monoartikuler

4. Kemerahan pada sendi

5. Bengkak dan nyeri pada MTP-1

6. Artritis unilateral yang melibatkan MTP-1 7. Artritis unilateral yang melibatkan sendi tarsal 8. Kecurigaan adanya tofus

9. Pembengkakan sendi yang asimetris (radiologis) 10. Kista subkortikal tanpa erosi (radiologis)

11. Kultur mikroorganisme negative pada cairan sendi

Yang harus menjadi catatan, adalah diagnosis gout tidak bisa digugurkan meskipun kadar asam urat darah normal.

8

2.7 Penatalaksanaan

Tujuan dari terapi untuk Artritis gout adalah mampu menghentikan serangan akut, mencegah serangan kembali dari Artritis gout, dan mencegah beberapa komplikasi yang berkaitan dengan deposit Kristal asam urat yang kronis di jaringan.

8,9

Seorang pasien harus mengetahui bagaimana penyakit Artritis gout dan

penanganannya itu sendiri, karena selain itu dalam jangka panjang

terapinya sangat dianjurkan untuk tindak lanjut serangan akut yang cukup

parah yang membutuhkan terapi obat. Selain itu, ada pula terapi non

(12)

9 medikamentosa yang dapat dipilih seperti perubahan gaya hidup terhadap pasien itu sendiri.

8,9

Terapi Medikamentosa A. Artritis gout akut

Yang terpenting adalah menghilangkan gejala tujuan dari terapi ini, menghindari fluktuasi konsentrasi urat dalam serum yang berisiko memperpanjang serangan akut.

13

Persendian yang mengalami nyeri dengan sesegera mungkin harus diistirahatkan dan terapi obat segera diberikan demi respon yang cepat dari pasien.

14

Terdapat tiga pilihan obat untuk Acute Artritis gout yaitu NSAID, Kolkhisin, dan Kortikosteroid. Masing-masing obat memiliki keuntungan dan kerugian dan dalam hal penggunaan obat itu sendiri harus melihat onset dari serangan, terapi awal yang diberikan, kontraindikasi terhadap obat karena menderita penyakit yang lain, efikasi dengan faktor resiko potensial.

7

A.1 NSAID

NSAID biasanya dapat lebih ditolerir daripada kolkhisin serta

mempunyai efek yang mungkin lebih bisa diprediksi.

14

Beberapa

contoh obatnya diantaranya diklofenak, indometasin, ketoprofen,

naproksen, piroxikam, sulindak. Indometasin paling sering digunakan,

walau tidak jauh beda dengan obat NSAID lainnya. Kalau aspirin

sebaiknya dihindari karena mampu membuat retensi asam urat kecuali

dosis tinggi. Bergantung pada tingkat keparahan dari serangan dan

onset serta permulaan terapi, biasanya dengan dosis 50-100 mg

indometasin oral mampu menghilangkan nyeri dalam dua sampai empat

jam. Selanjutnya, berikan 150-200 mg per hari dimana dosis diturunkan

secara bertahap hingga 25 mg tiga kali sehari untuk lima sampai tujuh

hari, sampai pasien dinyatakan hilang rasa nyeri. Metode ini mampu

mengurangi toksisitas pada gastrointestinal. Konsumsi NSAID

memerlukan waktu seminggu hingga dua minggu, hal itu juga

tergantung bagaimana respon pasien termasuk berlaku juga pada pasien

(13)

10 yang mengalami Artritis gout yang kronis. NSAID juga kurang begitu bermanfaat untuk pasien lanjut usia karena berdampak buruk terhadap gangguan ginjal yang dideritanya. NSAID ini sendiri sedapat mungkin harus bisa dihindari atau mungkin diberikan dengan dosis yang sangat rendah pada pasien dengan gangguan ginjal, dengan syarat keuntungan masih lebih tinggi dibandingkan kerugiannya. Selain itu, pasien harus selalu dimonitoring kadarcreatinine clearance, urea, dan elektrolit secara berkelanjutan.

Selain itu bagi pasien lansia yang memiliki riwayat PUD (Peptic Ulcer Disease), obat harus dikombinasi dengan H

2

antagonis, misoprostol atau lebih dikenal dengan PPI (Proton Pump Inhibitor).

13

Untuk PPI itu sendiri harus sangat berhati-hati dalam penggunaannya karena kontraindikasi terhadap wanita hamil.

A.2 Kolkhisin

Obat ini dianggap tidak efektif oleh beberapa rheumatologis karena berefek menyebabkan diare berat pada pasien yang tidak bisa melakukan mobilisasi dengan baik. Sebaiknya digunakan sebagai pencegahan saja. Sejak tahun 1920, kolkhisin memiliki kemampuan antimitotic, menghambat pembelahan sel, dan diekskresi lewat urin.

Obat ini tidak memiliki kemampuan menurunkan kadar asam urat akan tetapi efektif diberikan saat serangan selain itu juga dapat sebagai pencegahan. Dianjurkan diberikan dalam dosis rendah sebelum memulai konsumsi obat penurun kadar asam urat. Kemudian diteruskan konsumsinya selama 1 tahun saat kadar asam urat normal.

Untuk dosis awal sebaiknya diberikan 1 mg secara oral kemudian

lanjutkan dengan dosis 0,5 mg. Mayoritas pasien merespon dalam

waktu 18 jam dan gejala inflamasi menghilang pada 75-80% pasien

dalam 48 jam. Beberapa reaksi yang tidak diinginkan seperi gangguan

gastrointestinal, disfungsi sumsum tulang belakang, dan disfungsi

neuromuscular. Biasanya tersering terjadi pada pasien manula dengan

gangguan ginjal. Selain itu kolkhisin juga memiliki efek

vasokonstriktor dan punya efek stimulasi terhadap pusat vasomotor,

(14)

11 oleh karena itu hati-hati bila dikonsumsi oleh pasien dengan gagal jantung kronis.

14

A.3 Kortikosteroid

Apabila dalam penggunaan NSAID dan Kolkhisin bermasalah, injeksi intra-artikular kortikosteroid bisa dilakukan. Salah satunya, pasien gagal jantung kronis dan gangguan ginjal ata hati. Sangat berguna apabila pasien Artritis gout terbatas hanya pada sendi dan pastikan bahwa pasien tidak mengidap penyakit Arthritis Septik, sebelum steroid disuntikkan.

14

Selain itu, kortikosteroid juga dapat diberikan secara oral dalam dosis yang tinggi sekitar 30-40 mg maupun intramuscular. Selama 7-10 hari perlahan diturunkan dosisnya. Metode terapi ini sangat baik untuk pasien yang tidak dapat mentolerir NSAID dan kolkhisin. Juga bisa diterapkan pada pasien yang terkena serangan poliartikular.

14

B. Artritis gout kronik

Sesuai dengan penyakitnya, penanganannya membutuhkan waktu yang lama dimana tujuan utamanya untuk menurunkan kadar asam urat hingga mencapai di bawah batas normal. Hal-hal yang perlu dipersiapkan dimana pasien jangan sampai terkena serangan gout akut, berusaha mengurangi jumlah tophus, dan mencegah perusakan selanjutnya serta jangan melakukan terapi ini apabila saat terjadi serangan gout akut.

14

Adapun indikasi untuk pasien yang akan diberikan obat penurun asam urat, yaitu pasien mengalami serangan lebih dari dua kali setahun, mengalami gout tophus yang kronis, produksi asam urat yang berlebih, berkaitan dengan kerusakan ginjal, dan tambahan terapi sitotoksik untuk hematological malignancy. Obatnya dapat dibagi menjadi 3 kategori.

Dijelaskan sebagai berikut.

B.1 Urikostatik (Xantin Oxidase Inhibitor)

Paling sering dikenal adalah allopurinol, dimana bersifat menurunkan

urat dalam serum. Dengan dosis awal yang rendah yaitu 50-100 mg

mampu menghindarkan pasien dari serangan gout akut dan dosis bisa

(15)

12 ditingkatkan seperlunya. Kemudian tambahkan Kolkhisin dan NSAID untuk mencegah periode episode serangan gout akut. Berikan dosis 50- 600 mg per harinya untuk mulai menurunkan kadar urat. Biasanya akan terlihat dalam 4 minggu kadar urat akan normal serta serangan gout terhenti dan terus lanjutkan pemberian dosis selama 6 bulan. Untuk menghilangkan tophus yang tampak dibutuhkan waktu tahunan dan dosis kortikosteroid bisa mencapai 900 mg.

14

Perlu diperhatikan beberapa efek serta kontraindikasi dari penggunaan kortikosteroid ini. Diantaranya, bisa berinteraksi dengan antikoagulan oral, teofilin, dan azatioprin; memiliki efek samping ruam (2%); terjadi reaksi hipersensitif; dan karena ekskresi hanya lewat ginjal, sangat hari- hati untuk pasien dengan kerusakan ginjal.

14

B.2 Urikosurik

Obat ini memiliki kemampuan untuk meningkatkan ekskresi urat dalam ginjal dengan kerjanya menghambat reabsorpsi pada tubulus proksimal.

Karena mekanisme yang dihasilkan ini akan kemungkinan mengakibatkan adanya batu ginjal di saluran kemih. Untuk mencegahnya, dosis awal yang diberikan haruslah rendah kemudian ditingkatkan perlahan dengan hidrasi yang cukup. Tidak boleh digunakan pada kondisi overproduction atau nefrolitiasis ginjal. Obat ini ternyata juga dapat digunakan hiperurisemia yang disebabkan oleh diuretik.

14

Salah satu contoh obatnya adalah probenesid dan sulfinpirazon dan sebaiknya jangan digunakan untuk pasien dengan kerusakan ginjal.

Contoh lainnya Benzbromaron merupakan alternatif lain selain allopurinol, untuk pasien normal dan dengan gangguan fungsi ginjal.

Dosisnya 25-150 mg, akan tetapi juga bisa berdampak negatif dimana bisa bersifat hepatotoksik terhadap pasien yang alergi allopurinol dengan gangguan ginjal dan hal ini belum diteliti dan sayangnya belum ada di Indonesia.

14

Contoh lainnya yaitu losartan, yang merupakan angiotensin II

converting enzyme inhibitor (ACE inhibitor) yang dipakai untuk terapi

(16)

13 hipertensi. Dimana mampu menghambat reabsorbsi tubular ginjal oleh karena itu disebut urikosurik. Losartan juga mampu menurunkan kadar urat dalam serum yang meningkat akibat diuretik. Obat ini juga berguna sebagai terapi tambahan pada pasien dengan hipertensi dan gout/hiperurisemia.

14

B.3 Urikolitik

Fungsinya disini sebagai katalisator, urat oxidase yang mampu mengubah asam urat menjadi alantonin pada binatang tingkat rendah.

Manusia tidak memiliki enzim ini, bila dipakai secara parenteral urikase akan mampu menyebabkan penurunan urat yang lebih cepat dibanding allopurinol. Urat oksidase mencegah terbentuknya urat dan juga menguraikan asam urat yang telah ada, tidak seperti allopurinol yang menghambat pembentukan asam urat.

14

C. Intercritical Artritis gout

Pada pasien yang berada pada fase ini, status hiperurisemia mungkin masih menetap dan Kristal monosodium urat mungkin ada dalam cairan sinovial. Saat fase ini, diharapkan pasien mampu mengendalikan kadar asam urat dan mengambil langkah untuk menurunkan serangan gout yang tiba-tiba.

15

Sangat diperlukan evaluasi pada kondisi pasien yang berkaitan dengan dasar etiologi penyakit misalnya pasien gemar mengkonsumsi alkohol, dan lain sebagainya. Identifikasi dan obati dengan segera penyakit yang berkaitan dengan gout bila ada seperti hipertensi, obesitas, alkoholik, pemakaian diuretik, hipotiroid, hiperkolesterolemia, dan intoksikasi timbal.

4

Terapi Nonmedikamentosa

Adapun beberapa terapi tanpa obat-obatan yang mampu menurunkan kadar asam urat yaitu (Johnstone, 2011):

a. Penurunan berat badan bagi pasien yang mengalami obesitas

b. Menghindari makanan yang mengandung purin tinggi dan minuman

tertentu yang mampu beresiko mencetuskan serangan gout

(17)

14 c. Mengurangi konsumsi alkohol untuk pasien yang alkoholik

d. Meningkatkan asupan cairan

e. Mengganti obat-obatan yang dapat menyebabkan gout (misdiuretic tiazid)

f. Terapi suhu dingin dengan es pada tempat yang sakit

Selain itu, melakukan intervensi dengan diet mengurangi karbohidrat mampu menurunkan kadar urat sampai 18% dan frekuensi serangan gout sampai 67%.

14

Selain itu ada terapi lainnya seperti konsumsi buah cerry yang membantu menurunkan serangan gout. Beberapa dugaan muncul, karena kandungan antosianin dalam cherry mempunyai sifat inhibitor COX 2. Penelitian mutakhir juga membuktikan bahwa cherry mampu menurunkan kadar urat.

14

Modifikassi gaya hidup menjadi pilihan untuk pasien Artritis gout.

Beberapa pasien yang memiliki berat badan yang berlebih, dimana hiperurisemia dan gout adalah komponen dari sindrom resistensi insulin.

Dengan menurunkan kadar urat dalam serum juga mampu menurunkan kadar insulin dalam serum yang berdampak menurunkan kadar asam urat.

4

Bagi pasien yang mengkonsumsi alkohol maupun tidak, diminta agar berusah mungkin untuk tidak mengkonsumsi alkohol. Karena alkohol mampu meningkatkan produksi urat dan menurunkan ekskresi urat.

Sebaiknya diet dimulai saat inflamasi sudah terkendali secara total, karena diet yang ketat akan memperparah hiperurisemia dan menyebabkan serangan gout akut.

4

Sebagian dari asam urat dalam tubuh diadapat dari konsumsi asupan

makanan yang mengandung purin. Diet ketat purin memang sulit diikuti,

lagi pula walau diikuti dengan baik urat dalam serum hanya turun 1 mg/dL

dan ekskresi urat hanya turun 200 mg/hari. Akan tetapi, lebih buruknya

kalau asupan makanan yang mengandung purin dan alkohol dikonsumsi

maka kadar urat dalam serum dapat melonjak, tidak jarang sampai 12-14

mg/dL.

4

(18)

15 2.8 Prognosis

Banyak komplikasi yang ditimbulkan akibat Artritis gout seperti deformitas pada persendian yang terserang, urolitiasis akibat deposit kristal urat pada saluran kemih dan nephropathy akibat deposit kristal urat dalam interstisial ginjal, sehingga akibat dari berbagai komplikasi ini tentu berpengaruh pula terhadap prognosis pasien dengan Artritis gout.

11

Setelah serangan awal, 62% pasien Artritis gout yang tidak diobati akan mendapatkan serangan kedua dalam satu tahun, 78% dalam dua tahun, 89% dalam lima tahun dan 93% dalam sepuluh tahun. Pasien Artritis gout yang tidak diobati dengan serangan berulang akan memiliki periode interkritikal yang lebih pendek sehingga meningkatkan jumlah sendi yang terserang dan disability pada pasien tersebut. 10-22% pasien Artritis gout dengan pengendalian yang buruk atau tidak diobati akan mengalami perkembangan tophus dan 20% nefrolitiasis pada kurang lebih 11 tahun setelah serangan awal.

11

Pasien degan hiperurisemia asimtomatik harus diinformasikan bahwa

resiko untuk Artritis gout dimasa depan sebanding dengan kadar asam urat

dalam darah dan masalah kesehatan lainnya seperti hipertensi, obesitas,

kadar kolesterol dan asupan alkohol. Kaitan Artritis gout dengan penyakit

tersebut adalah adanya hubungan dengan sindrom resistensi insulin.

11

Pasien dengan Artritis gout tidak akan sembuh sepenuhnya akibat

komplikasi-komplikasi yang dihasilkan, pasien Artritis gout harus tetap

menjaga dietnya sepanjang hidup dan tentunya mengurangi makanan yang

mengandung purin seperti hati, otak, paru, udang, remis, alkohol serta

makanan dalam kaleng yang termasuk dalam Golongan A yaitu makanan

yang mengandung purin tinggi (150-800 mg/100gr makanan). Makanan

yang mengandung tinggi purin tersebut dapat diganti dengan makanan

berpurin lebih rendah atau Golongan C (0-50 mg/100gr makanan) seperti

keju, susu, telur, sayuran.

11

(19)

16 BAB III

LAPORAN KASUS

3.1. IDENTITAS PASIEN

Nama : IMN

Nomor RM : 14005357

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 64 Tahun

Alamat : Jalan Bung Tomo X, Denpasar

Bangsa : Indonesia

Suku : Bali

Agama : Hindu

Pekerjaan : Tidak bekerja

Status : Menikah

Pendidikan : SMA

Tanggal MRS : 2 Mei 2017

Tanggal Kunjungan : 9 Mei 2017

3.2. ANAMNESIS Keluhan Utama:

Nyeri pada lutut

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang ke IGD RSUP Sanglah dengan keluhan nyeri pada kedua

lutut yang memberat sejak dua minggu sebelum masuk rumah sakit. Keluhan

(20)

17 dirasakan awalnya ringan namun semakin memberat sejak lima hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan seperti tertusuk-tusuk. Nyeri dirasakan lebih berat pada lutut kiri dibandingkan kanan. Nyeri disertai bengkak yang muncul pada lutut kiri sekitar satu bulan. Nyeri juga disertai rasa hangat saat diraba oleh pasien dan berwarna kemerahan. Nyeri paling dirasakan saat pagi hari, tidak menghilang dengan istirahat dan semakin memberat apabila dibawa beraktivitas.

Keluhan ini membuat pasien tidak bisa berjalan dan beraktivitas seperti biasanya, sehingga pasien hanya bisa berbaring saja.

Keluhan nyeri tidak hanya dirasakan di kedua lutut, namun juga di kedua pergelangan kaki pasien. kaki dirasakan nyeri sejak dua minggu sebelum masuk rumah sakit yang semakin memberat. Keluhan ini juga membuat pasien tidak mampu melaksanakan aktivitas dan hanya berbaring saja. keluhan nyeri disertai dengan hangat saat diraba serta berwarna kemerahan. Namun tidak disertai bengkak. Pasien juga merasa ada benjolan di kedua kakinya yang dirasakan bersamaan dengan munculnya nyeri. Benjolan muncul beberapa buah dan nyeri dengan penenkanan. Pasien merasakan nyeri pada kedua lutut dan kakinya sudah dialaminya sejak lebih dari 10 tahun yang lalu.

Untuk keluhan saat ini, pasien mengaku demam tidak ada, sesak napas tidak ada, makan dan minum pasien seperti biasa. Untuk buang air besar dan buang uang air kecil dikatakan dalam batas normal oleh pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien menyatakan memiliki riwayat penyakit asam urat sejak lebih dari 10 tahun yang lalu, namun tidak dengan pengobatan teratur. Semenjak itu pasien terus mengeluhkan nyeri kakinya yang muncul hilang timbul dan membuat pasien susah beraktivitas. Pasien mengatakan sudah sering dibawa ke rumah sakit dengan keluhan yang sama. Terakhir pasien dirawat di RSUD Wangaya pada bulan Desember 2016 dengan keluhan nyeri pada kedua lutut dan harus dirawat selama dua minggu. Namun setelah itu karena keluhan membaik pasien tidak menjalani pengobatan yang teratur.

Selain itu, pasien juga memiliki riwayat Hipertensi lama, sekitar selama 10

tahun. Hipertensi terkontrol dengan pengobatan. Selain itu, pasien juga memiliki

(21)

18 riwayat penyakit jantung, dan rutin kontrol di PJT setiap satu bulan. Riwayat diabetes mellitus, dan alergi disangkal pasien.

Riwayat Keluarga

Anggota keluarga pasien dikatakan tidak ada yang menderita keluhan yang sama dengan pasien. Dikatakan dalam keluarga pasien tidak memiliki riwayat alergi, sakit jantung, asma, diabetes, dan hipertensi.

Riwayat Sosial

Pasien sehari-hari hanya diam di rumah saja karena susah untuk melaksanakan aktivitas. Dulu sebelum sakit pasien merupakan seorang atlet karate profesional yang sering bertanding ke berbagai daerah. Pasien pensiun sekitar usia 40 tahunan. Sewaktu masih muda dahulu, pasien mengatakan bahwa dia sering mengkonsumsi makanan seperti daging-daging, jeroan, dan lainnya. Riwayat merokok dan mengkonsumsi alkohol disangkal oleh pasien.

3.3. Pemeriksaan Fisik Status Present:

Kondisi Umum : Sedang

Kesadaran : Compos mentis

GCS : E4V5M6

Tekanan darah : 140/80 mmHg

Nadi : 88 kali/menit, regular, isi cukup Respirasi : 18 kali/menit, teratur

Suhu aksila : 36,7

0

C

VAS : 6/10

Tinggi badan : 175 cm Berat badan : 77 kg

BMI : 25,1 kg/m

2

Status General

Mata : Anemis -/-, ikterus -/-

THT : Telinga : Sekret -/-, hiperemis -/-

(22)

19 Hidung : Sekret (-)

Tenggorokan : Tonsil T1/T1, faring hiperemis (-) Lidah : Plak (-), ulkus (-), papil lidah atrofi (-) Mukosa bibir : Basah, stomatitis angularis (-)

Leher : JVP PR + 0 cmH

2

O, kelenjar tiroid normal, pembesaran KGB (-) Thorax : Simetris

Cor : Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat Palpasi : Iktus kordis tidak teraba

Perkusi : Batas kanan di PSL kanan; Batas kiri di MCL kiri Auskultasi : S1 tunggal S2 tunggal regular, murmur (-)

Pulmo : Inspeksi : simetris

Palpasi : vokal fremitus N/N

N/N

N/N

Perkusi : sonor/sonor sonor/sonor sonor/sonor

Auskultasi : vesikuler +/+ ronki -/- wheezing -/- +/+ -/- -/- +/- -/- -/- Abdomen : Inspeksi : distensi (-) asites (-)

Auskultasi : bising usus (+) normal Palpasi : hepar dan lien tidak teraba Perkusi : timpani

Inguinal dan genitalia : tidak dievaluasi

Ekstremitas: hangat + + edema - -

+ + - -

Status Lokalis Regio Genu Dextra:

- Look: deformitas (-), hiperemi (+)

- Feel: hangat (+), edema (-), nyeri tekan (+)

- Move: krepitasi (-)

(23)

20 Aktif : ROM (+), fleksi 50

o

, ekstensi 10

o

, nyeri pada pergerakan (+) Pasif : ROM (+), fleksi 70

o

, ekstensi 20

o

, nyeri pada pergerakan (+) Regio Genu Sinistra:

- Look: deformitas (-), hiperemi (+)

- Feel: hangat (+), edema (-), nyeri tekan (+),bulging (+) - Move: krepitasi (-)

Aktif : ROM (+), fleksi 50

o

, ekstensi 10

o

, nyeri pada pergerakan (+) Pasif : ROM (+), fleksi 70

o

, ekstensi 20

o

, nyeri pada pergerakan (+) Regio Ankle Dextra:

- Look: deformitas (-), hiperemi (+), multiple topus diameter 2 cm - Feel: hangat (+), edema (-), nyeri tekan (+)

- Move:

Aktif : ROM, plantar fleksi 10

o

, dorsofleksi 40

o

, nyeri pada pergerakan (+) Pasif : ROM, plantar fleksi 20

o

, dorsofleksi 50

o

, nyeri pada pergerakan (+) Regio Ankle Sinistra:

- Look: deformitas (-), hiperemi (+),multiple topus diameter 2 cm - Feel: hangat (+), edema (-), nyeri tekan (+)

- Move:

Aktif : ROM, plantar fleksi 10

o

, dorsofleksi 40

o

, nyeri pada pergerakan (+) Pasif : ROM, plantar fleksi 20

o

, dorsofleksi 50

o

, nyeri pada pergerakan (+)

3.4. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Darah Lengkap (02/05/17)

PARAMETER HASIL NORMAL UNIT

WBC 10.96 4.10 – 11.0 10^3/µL

#NEUT

%NEUT

8.36 76.29

2.5 - 7.5 (47 - 80)

10^3/µL

%

#LYMPH

%LYMPH

1.60 14.64

1.00 – 4.00 (13 - 40)

10^3/µL

%

#MONO

%MONO

0.86 7.84

0.10 – 1.20 (2 - 11)

10^3/µL

%

#EOS 0.07 0.00 - 0.50 10^3/µL

(24)

21

%EOS 0.66 (0.0 - 5) %

#BASO

%BASO

0.06 0.57

0.0 – 0.10 (0.0 - 2)

10^3/µL

%

RBC 3.36 4.5 – 5.90 10^6/µL

HGB 9.67 13.5 – 17.5 g/dL

HCT 31.35 41.0 – 53.0 %

MCV 93.36 80 – 100 fL

MCH 28.81 26.0 – 34.0 Pg

MCHC 30.86 31.0 – 36.0 g/dL

RDW 14.24 11.6 – 14.8 %

PLT 177.10 150 – 440 10^3/µL

b. Pemeriksaan Kimia Klinik (02/05/17)

PARAMETER HASIL NORMAL UNIT

SGOT 12.30 11-33 U/L

SGPT 13.10 11.00-50.00 U/L

Glukosa Acak 133.0 70.00-140.0 mg/dL

BUN 37.0 8.00-23.00 mg/dL

Creatinin 3.70 0.70-1.20 mg/dL

Asam Urat 10.80 2.00-7.00 mg/dL

Natrium (Na) 137 136-145 mmol/L

Kalium (K) 5.1 3.50-5.10 mmol/L

c. Pemeriksaan Foto X-ray (02/05/17)

(25)

22 - Foto Thorax AP

Cor: membesar ke kiri, tampak kalsifikasi aortic knob

Pulmo: Tak tampak infiltrate/nodul. Corakan bronkovaskular normal Sinus pleura kanan dan kiri tajam

Diafragma kanan kiri normal

Tulang-tulang tidak tampak kelainan Kesan:

Cardiomegali dengan aortosklerosis

- Foto Genu Dextra AP/Lateral

(26)

23 Aligment baik

Trabekulasi tulang normal

Tampak steophyte pada condyles medial dan lateral os femur dan os tibia dextra, superoposterior margo patella dextra, entesofit di superoanterior margo patella dextra

Celah sendi femuro tibialis medial dan lateral menyempit, dengan sclerosis subcondral bone, Tampak kalsifikasi di fossa poplitea

Tak tampak gambaran topus dan condrocalsinosis Tak tampak soft tissue mass/swelling

Kesan:

Sesuai dengan gambaran osteoarthritis genu dextra grade III

- Foto Genu Sinistra AP/Lateral

(27)

24 Aligment baik

Trabekulasi tulang normal

Tampak steophyte pada condyles medial dan lateral os femur dan os tibia sinistra, superoposterior margo patella sinistra, entesofit di superoanterior margo patella sinistra

Celah sendi femuro tibialis medial dan lateral menyempit Tak tampak gambaran topus dan condrocalsinosis

Tak tampak soft tissue mass/swelling Kesan:

Sesuai dengan gambaran osteoarthritis genu sinistra grade III

3.5. DIAGNOSIS

1. Acute on Chronic Gout Arthritis Functional Class III 2. CKD stage IV ec susp PNC

- Hipertensi stage I - Hiperuricemia

- Anemia ringan normokromik normositer

3.6 PENATALAKSANAAN

(28)

25 a. Terapi

- Bedrest total

- IVFD NaCl 0,9% 20 tpm

- Parasetamol 750 mg tiap 8 jam oral - Colchicine 1 mg bolus

- Colchicine 0,5 mg tiap 8 jam oral - Captopril 25 mg tiap 8 jam oral - Amlodipin 5 mg tiap 8 jam oral - Diet rendah purin

- Fisioterapi kaki kanan dan kiri

b. Diagnosis

- Analisa cairan sendi lutut kiri - Pemeriksaan urine lengkap - Pemeriksaan USG Urologi - Konsul Kardiologi

c. Monitoring

- Vital sign dan keluhan

- Cairan masuk dan cairan keluar - Produksi urin

3.7 KIE

- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang penyakit yang dialami, pengobatan, resiko, serta komplikasinya.

- KIE pasien dan keluarga berkaitan dengan faktor risiko terjadinya serangan penyakit gout arthritis dan cara mencegahnya.

BAB IV

(29)

26 KUNJUNGAN LAPANGAN

4.1. Alur Kunjungan Lapangan

Kunjungan dilakukan pada tanggal 11 Mei 2017. Kami mendapat sambutan yang baik dari pasien dan keluarga. Adapun tujuan diadakannya kunjungan lapangan ini adalah untuk mengenal lebih dekat kehidupan pasien serta mengidentifikasi masalah yang ada pada pasien. Selain itu kunjungan lapangan ini juga memberikan edukasi tentang penyakit yang dialami pasien serta memberikan dorongan semangat kepada pasien dalam mengatasi penyakitnya.

Pasien dalam kasus ini mengalami gout artritis dan sudah mengidap penyakit ini selama lebih dari 10 tahun. Saat kami berkunjung ke rumah pasien, pasien sedang mengompres lututnya yang bengkak dengan air hangat. Saat itu pasien berada di rumah didampingi dengan istrinya. Pasien bercerita banyak baik tentang penyakitnya maupun kehidupannya sejak muda yang penuh dengan perjuangan hingga sampai saat ini.

4.2. Identifikasi Masalah

Adapun sejumlah permasalahan yang masih menjadi kendala pasien dalam hal menghadapi penyakitnya :

1. Pasien mengatakan semakin lama penyakitnya dirasakan semakin mengganggu dan memberat. Saat ini pasien masih belum bisa berjalan karena nyeri yang dirasakan sehingga pasien menjadi sangat tergantung pada sang istri. Untuk melakukan aktivitas fisik sehari-hari saja sudah cukup sulit, misalnya untuk ke kamar mandi atau ke dapur pasien biasanya dibantu sang istri atau anaknya.

2. Pasien juga sudah tidak bekerja sejak sekitar 10 tahun yang lalu akibat sakit yang dideritanya. Istri pasien juga tidak bekerja. Sehingga untuk biaya pengobatan penyakitnya dan biaya sehari-hari, pasien hanya mengandalkan tabungan, jaminan kesehatan dan juga bantuan dari saudara-saudara pasien.

Apalagi pasien juga menderita sakit jantung yang membuatnya harus

kontrol ke rumah sakit setiap bulan, sehingga pasien merasa sangat

terbebani dari segi keuangan.

(30)

27 3. Secara umum pasien sudah mengerti tentang penyakit, diet, dan pengobatan penyakitnya. Pasien hanya mengeluh mengenai penyakitnya yang sudah lama dan tidak kunjung sembuh juga.

4.3. Analisis Kebutuhan Pasien a. Kebutuhan fisik-biomedis

1. Kecukupan Gizi

Menurut pengakuan pasien, saat ini ia tidak ada kendala dalam makan dan dalam sehari pasien makan sebanyak tiga kali. Menu makanan bervariasi, dengan uraian menu untuk sarapan berupa nasi, tempe, tahu, dan sayur, sedangkan untuk makan siang dan malam menunya adalah nasi, daging, telur, tempe/tahu, dan sayur. Kadang-kadang ditambah buah-buahan. Namun pasien selalu menghindari makanan yang dapat memicu lagi serangan asam urat seperti daging yang berlebihan, jeroan, kacang-kacangan, bunga kol, brokoli, bayam, dan sarden.

Nutrisi Harian Keluarga

Jenis Jumlah Jadwal/hari Jadwal/minggu Karbohidrat

Nasi Roti Mie Lainnya Protein Hewani

Ayam Telur Nabati

Tahu-tempe Susu

Buah Sayur

½ - 1 prg nasi Kadang-kadang

- -

1 potong 1 butir

3 potong - 2 potong

1 porsi

3 kali - - -

 2 kali

 1 kali

 2 kali

 2 kali 3 kali

-

- - - -

 3 kali

 3 kali

 4 kali

 4 kali

-

-

(31)

28

Lainnya -

Secara umum, dari data nutrisi harian keluarga tersebut, sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan energi pasien, hanya perlu ditambahkan buah-buahan setiap harinya sebagai sumber vitamin dan mineral. Hanya perlu kontrol diet makanan yang baik karena pasien menderita gout arthritis. Diet yang tepat sangat penting untuk menghindari kekambuhan.

Diet berkaitan dengan penyakit gout arthritis berhubungan erat sekali dengan makanan yang banyak mengandung purin, seperti jeroan, daging, kacang.

2. Kegiatan fisik

Saat ini aktivitas fisik pasien sangat terbatas akibat sakit pada lutut dan pegelangan kakinya. Pasien belum bisa berjalan dan biasanya dibantu sang istri atau anaknya. Pasien sehari-hari hanya berbaring di tempat tidur atau di kursi dan hanya mobilisasi saat ke kamar mandi atau makan.

Pasien juga sudah tidak ada berolah raga karena aktivitas fisik sehari-hari saja sudah sulit.

3. Akses ke tempat pelayanan kesehatan

Jarak dari rumah pasien ke RSUP Sanglah ± 15 km, dan biasanya pasien bersama istrinya pergi kontrol menggunakan taksi atau diantar oleh saudara karena harus membawa kursi roda. Akses dari rumah pasien menuju puskesmas sebenarnya relatif dekat. Sebelumnya apabila pasien atau anggota keluarganya sakit, biasanya dibawa berobat ke puskesmas yang berada di dekat tempat tinggalnya.

4. Lingkungan

Pasien tinggal bersama istri dan seorang anaknya di sebuah rumah yang

terpisah dari rumah besar pasien. Sementara itu, di lingkungan rumahnya

pasien tidak terlalu dekat dengan tetangganya karena tidak terlalu

menyukai lingkungan sekitar. Rumah pasien sendiri terdiri dari 2 kamar

tidur, 1 ruang tamu, 1 kamar mandi, dan 1 dapur. Saudara-saudara pasien

biasanya membantu pasien dan keluarga jika sewaktu-waktu

membutuhkan pertolongan. Pasien sendiri merupakan bungsu dari

(32)

29 keluarga 4 saudara. Dan pasien memiliki 2 orang anak laki-laki, yang mana anaknya yang lebih kecil sudah meninggal karena reaksi anafilaktik. Secara keseluruhan lingkungan rumah pasien bisa dikatakan cukup luas namun tidak terlalu bersih dan rapi. Ventilasi dan sirkulasi udara serta sumber masuknya cahaya matahari pagi dan sore ke dalam rumah bisa dikatakan cukup. Pasien menggunakan sumber air PAM untuk mandi, mencuci baju, dan keperluan memasak. Tempat pembuangan sampah diletakkan dihalaman rumahnya, dimana kalau sudah banyak, akan dibuang ke tempat pembuangan akhir di wilayah banjar pasien. Pasien tidak memelihara hewan dan lingkungan rumah pasien tidak berada di jalur utama kendaraan.

b. Kebutuhan bio-psikosoial 1. Lingkungan biologis

Dalam lingkungan biologis atau keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat atau keluhan yang serupa dengan pasien.

2. Faktor psikososial

Dalam keadaan sakit ini pasien sangat membutuhkan pengertian dan dukungan dari keluarga, terutama karena harus minum obat, menjaga pola makan, dan kontrol secara teratur. Terlebih saat ini pasien sudah tidak bekerja akibat penyakitnya, dan istri pasien juga tidak bekerja, tentunya hal ini menjadi beban bagi pasien sehingga diperlukan bantuan serta perhatian dari keluarga terdekat pasien. Apalagi pasien hanya tinggal dalam keluarga kecil bersama istri dan seorang anknya, sehingga susah apabila membutuhkan pertolongan. Untuk itu penting juga dari pihak keluarga ikut membantu permasalahan yang dihadapi pasien sehari-hari sehingga turut meringankan beban pasien. Keluarga juga dibutuhkan sebagai teman untuk mencurahkan segala beban pikiran yang dirasakan pasien.

4.4. Saran

(33)

30 - KIE kepada pasien agar membiasakan hidup sehat dan mengurangi makanan yang mengandung banyak purin seperti jeroan (hati, otak, usus, limpa, jantung, ginjal, paru), kacang, sarden, makanan laut (udang, kerang, cumi- cumi), emping melinjo, dan minuman beralkohol.

- KIE kepada pasien tentang gout artritis dan bagaimana faktor risiko, perkiraan perjalanan penyakitnya, pencegahannya dan pengobatan lebih lanjut. Sehingga pasien dapat menyadari perlunya kepatuhan dalam diet dan terapi demi keberhasilan pengobatan. Selain itu diharapkan pasien mampu menerima kondisi penyakitnya dengan segala keterbatasannya saat ini.

- Keluarga sebaiknya mendukung pengobatan pasien secara psikis, fisik, dan material sehingga meringankan beban pikiran dan tenaga pasien.

4.5. Denah Rumah Pasien

Keterangan:

1. Kamar pasien 2. Teras

3. Ruang keluarga 4. Kamar tidur 5. Dapur

6. Kamar mandi 7. Padmasana 8. Pintu gerbang 3

4

6

1 2

7

5

8

(34)

31

4.6. Foto Kunjungan

(35)

32 DAFTAR PUSTAKA

1. Hawkins D.W., Rahn D.W. (2010). Gout and Hyperuricemia. McGraw:

Pharmacotherapy, A Pathophysiological Approach.

2. Jordan K.M. (2012). An Update on Gout, Topical Reviews. Artrhitis Research Campaign. October.

3. Bandolier team. (2005). Prevalence and Incidence of Gout, Bandolier.

4. McCarty D.J. (2012). Gout, Hyperuricemia, and Crystal-Associated Arthropathies. Best Practice of Medicine. December.

5. NIAMS. (2011). Questions and Answer About Gout, Health Topics.

National Institute of Health. March.

6. Aru W, Sudoyo, et al.(2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Penerbit Buku Kedokteran IPD FK UI.

7. Pittman J.R, Bross M.B. (2010). Diagnosis and Management of Gout.

American Family Physican: The American Academy of Family Physicians. April.

8. Scribd. Asam Urat Menurut WHO. Indonesia. (2012) Available at http://www.scribd.com/doc/110176252/Asam-Urat-Menurut-WHO/

[Accessed: 24 February 2017]

9. Putra TR.(2006) Hiperurisemia. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, Editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.

Edisi ke-4. Jakarta:Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI;.hal.1213-17

10. Wordpress. Gout. www.medisdancomputer.com Akses: 24 Februari 2017 11. DepKes. (2006). Pharmaceutical Care Untuk Pasien Penyakit Arthritis

Rematik. Jakarta: Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, Ditjen

BIna Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Departemen Kesehatan. P. 66-80.

12. Aru W, Sudoyo, et al.(2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II

Edisi IV. Penerbit Buku Kedokteran IPD FK UI.

13. Wood J. (2011). Gout and its Management. The Pharmaceutical Journal.

vol 262. June 5.

(36)

33 14. Jordan K.M. (2012). An Update on Gout, Topical Reviews. Artrhitis

Research Campaign. October.

15. Setter S.M, Sonnet T.S. (2010). New Treatment Option in The

Management of Gouty Arthritis. US: Pharmacist. November 1.

Gambar

Gambar 2.1 Siklus Metabolisme Purin di dalam Tubuh Manusia

Referensi

Dokumen terkait