Teori Relativitas
Mirza Satriawan
December 23, 2010
Pengantar Kelengkungan
Quiz
1 Apakah basis vektor dalam sistem koordinat melengkung selalu konstan?
2 Dalam sistem koordinat apakah basis vektornya selalu konstan?
3 Tuliskan rumusan derivatif kovarian, dengan menggunakan simbol Christoffel
4 Tuliskan divergensi suatu vektor ~Vdalam koordinat polar
M. Satriawan Teori Relativitas
Hubungan Gravitasi dan Kelengkungan
Salah satu hal fundamental dalam TRK adalah keberadaan kerangka inersial. Kerangka yang titik-titik koordinatnya dalam keadaan diam relatif terhadap titik asal, dan semua penunjuk waktunya berjalan dengan seragam relatif terhadap penunjuk waktu di titik asal. Kemudian dari postulat TRK, kita memperoleh konsep mengenai interval invarian∆s2. Untuk mengukur interval kita membutuhkan tensor metriks. Kita dapat saja menentukan sembarang tensor metrik yang kita pakai, tetapiηαβmenjadi tensor metrik yang dipilih karena kaitannya/kesesuaiannya dengan eksperimen, dan
kebenarannya dapat ditest dengan eksperimen. Misalnya apakah dapat dibuat suatu kerangka acuan di mana semua penunjuk waktu berjalan secara seragam? Untuk medan gravitasi yang tak seragam, akan ditunjukkan berikutnya, tidak
Eksperimen pergeseran merah gravitasi
Partikel dengan massa diam m dilepaskan dari ketinggian h dan jatuh bebas dengan percepatan g. Sampai di bawah dengan kecepatan v= (2gh)1/2. Sehingga total energinya menurut pengamat di bawah adalah
m+12mv2+ O(v4)= m + mgh + O(v4). Bila semua energi partikel ini diubah menjadi foton yang kemudian dipancarkan ke atas.
M. Satriawan Teori Relativitas
Setelah sampai di atas, foton dengan energi E0diubah menjadi partikel dengan massa diam m0 = E0. Agar kelestarian energi terjaga, maka haruslah m0= m, sehingga disimpulkan E0 = m, atau untuk foton
E0 E = hν0
hν = m
m+ mgh + O(v4) = 1 − gh + O(v4) (1) Jadi foton yang naik melawan medan gravitasi akan kehilangan energi, atau akan berkurang frekuensinya (mengalami
pergeseran merah). Pergeseran merah ini bisa diukur secara eksperimen dan pers. (1) telah ditest kebenarannya sampai ketelitian 1%. Eksperimen ini terkenal sebagai eksperimen Pound-Rebka-Snider (PRS). Eksperimen tersebut menjamin kebenaran hukum kelestarian energi tetapi juga berarti tidak ada kerangka inersial global dalam medan gravitasi.
Ketiadaan kerangka inersial yang diam relatif di bumi
Eksperimen di atas dapat digambarkan dalam diagram ruang waktu berikut
yang mengggambarkan garis dunia dua gelombang foton berturutan.
M. Satriawan Teori Relativitas
Bagaimanapun pengaruh gravitasi kepada lintasan foton, karena medan gravitasinya tidak bergantung waktu, maka dua lintasan di atas kongruen. Sehingga bila ruang waktu adalah Minkowskian,∆tbot = ∆ttop(kerangka inersial).
Tetapi∆t = 1/ν, dan hasil eksperimen di atas menunjukkan ν > ν0atau∆tbot < ∆ttopyang berarti kerangka acuannya tidak inersial. Jadi kerangka acuan yang diam relatif di permukaan bumi, bukan kerangka acuan inersial.
Prinsip Ekuivalensi
Salah satu ciri kerangka inersial adalah, suatu partikel yang diam akan tetap diam bila tidak ada gaya yang bekerja padanya. Biasanya gravitasi dianggap gaya, tetapi gravitasi memiliki sifat yang unik, karena semua partikel (dan energi) akan terkena gravitasi, dan semua partikel yang memiliki kecepatan awal sama, akan memiliki lintasan yang sama dalam medan gravitasi, tak bergantung pada susunan internal
partikelnya. Untuk gaya-gaya lain (gaya elektromagnetik, interaksi kuat, interaksi lemah) beberapa partikel ada yang terkena ada yang tidak. Misalnya gaya elektromagnetik hanya terkena pada partikel bermuatan.
M. Satriawan Teori Relativitas
Partikel netral tidak terkena gaya ini. Jadi untuk gaya-gaya ini, selalu dapat didefinisikan secara eksperimen, bagaimana lintasan partikel yang tidak terkena gaya. Tetapi tidak halnya untuk gravitasi, tidak ada partikel (atau penanda) untuk membedakan lintasan partikel yang tidak terkena medan gravitasi (karena semua pasti terkena dan tidak terbedakan).
Tetapi ada kerangka dimana partikel-partikel memiliki kecepatan yang seragam. Kerangka ini jatuh bebas dalam medan gravitasi. Semua partikel bebas akan memiliki kecepatan relatif sama terhadap kerangka ini.
Cara lain untuk memahami ini: Bayangkan dalam suatu ruang yang jauh dari benda-benda angkasa lain, sehingga medan gravitasinya nol. Dalam ruang ini terdapat suatu pesawat roket yang dipercepat seragam ke depan. Bagi pengamat di dalam roket, dia merasa ada gaya gravitasi ke arah belakang roket, dia juga melihat sembarang benda-benda bila tidak ditopang akan
“jatuh” ke arah belakang pesawat dengan percepatan yang sama. Dia juga melihat benda-benda memiliki “berat” yang besarnya sebanding dengan massanya. Sedangkan kerangka inersial benda-benda, adalah kerangka yang jatuh (tertinggal) ke arah belakang pesawat.
M. Satriawan Teori Relativitas
Jadi suatu medan gravitasi yang seragam ekuivalen dengan suatu kerangka yang dipercepat relatif terhadap suatu kerangka inersial. Ini disebut sebagai prinsip ekuivalensi lemah antara gravitasi dan percepatan. Ada bentuk lain yang nanti kita gunakan, yaitu prinsip ekuivalensi kuat yang menyatakan bagaimana gaya alam bekerja dalam medan gravitasi dengan mempostulatkan bahwa hukum gaya-gaya tadi dalam kerangka inersial yang jatuh bebas identik dengan hukum mereka dalam TRK.
Perlu diperhatikan bahwa argumen di atas hanya benar untuk suatu daerah lokalitas tertentu dari medan gravitasi, karena medan gravitasi (bumi) bersifat tak seragam.
Pergeseran Merah dalam Kerangka Jatuh Bebas
Tinjau kerangka yang awalnya diam ketika foton mulai dipancarkan ke atas dalam eksperimen PRS di atas, tapi kemudian kerangka ini jatuh bebas. Lama perjalanan foton ke atas∆t = h, dan selama itu kerangka acuan tadi telah memiliki kecepatan menjauh ke bawah sebesar v= gh. Sehingga
frekuensi fotonν dilihat dari kerangka jatuh bebas dibanding frekuensi fotonν0di kerangka diam di atas, dapat diperoleh dari rumus pergeseran merah (efek Doppler relativistik)
ν
ν0 = 1+ gh
p1 − g2h2 = 1 + gh + O(v4) (2)
M. Satriawan Teori Relativitas
Dari pers. (1) didapatkan bahwaν oleh pengamat jatuh bebas sama denganν pengamat yang ada ada di bawah, jadi tidak ada pergeseran merah yang teramati oleh pengamat jatuh bebas.
Ini menjadi dasar kuat bagi postulat bahwa kerangka jatuh bebas adalah kerangka inersial. Akan tetapi karena gravitasi secara umum tidak seragam, maka tidak mungkin membuat kerangka inersial global. Kita hanya dapat membuat kerangka inersial lokal. Sembarang medan gravitasi, untuk daerah yang cukup kecil, dapat dianggap seragam, sehingga dapat dibuat di lokalitas tersebut suatu kerangka inersial, yaitu kerangka yang sesaat jatuh bebas di daerah tersebut. Ini semacam KDS fluida, tetapi untuk daerah lokalitas tertentu dan waktu tertentu saja.
Kelengkungan
Dalam TRK, dua garis dunia partikel bebas yang awalnya paralel akan tetap paralel. Sama seperti sifat geometri Euclid.
Jadi ruang TRK, yaitu ruang Minkowski adalah ruang datar, yang memenuhi aksioma Euclid mengenai paralelisme. Hanya saja ruang Minkowski memiliki metrik yang berbeda, (-1,1,1,1) alih-alih (1,1,1,1) , sehingga ruang Minkowski adalah ruang datar dengan geometri non Euklidan.
Dalam ruang waktu gravitasi tak seragam, garis dunia dua partikel bebas yang awalnya paralel tidak selalu paralel.
Aksioma Euklid tidak terpenuhi, sehingga ruangnya tidak datar, atau ruangnya melengkung. Sebagai contoh, di
permukaan bola, dua garis (bagian dari lingkaran garis lintang) yang awalnya paralel (disebut sebagai geodesi), akan
berpotongan di kutub. Tetapi secara lokal, ruangnya seperti ruang datar. Ini adalah sifat dari geometri Riemann. Hasil terepenting dari Einstein adalah dia mengidentifikasikan lintasan partikel yang jatuh bebas dengan geodesi geometri melengkung. M. Satriawan Teori Relativitas
Aljabar Tensor dalam Koordinat Polar
Tinjau suatu bidang Euklid. Sistem koordinat kartesan dengan koordinat x dan y dapat diganti dengan sistem koordinat polar dengan koordinat r danθ, dengan relasi
r= (x2+ y2)1/2; x= r cos θ;
θ = arctany
x; y= r sin θ (3)
Perubahan kecil∆r dan ∆θ dihasilkan oleh ∆x dan ∆y melalui
∆r = x r∆x +y
r∆y = cos θ∆x + sin θ∆y
∆θ = −y
r2∆x + x
r2∆y = −1
r sinθ∆x +1
r cosθ∆y (4)
Dapat juga digunakan koordinat lain, misalkan kita simbolkan denganξ dan η.
ξ = ξ(x, y); ∆ξ = ∂ξ
∂x∆x +∂ξ
∂y∆y η = η(x, y); ∆ξ = ∂η
∂x∆x + ∂η
∂y∆y (5)
Agar sistem koordinat (ξ, η) menjadi sistem koordinat yang baik, maka hubungannya dengan (x, y) harus satu-satu. Secara matematis ini berarti bila∆ξ = ∆η = 0, maka ∆x = ∆y = 0. Ini benar bila determinan transformasi di pers. (5) tidak nol
det ∂ξ/∂x ∂ξ/∂y
∂η/∂x ∂η/∂y
!
, 0 (6)
Determinan ini disebut sebagai Jacobian dari transformasi koordinat. Bila Jacobiannya nol di suatu titik, maka transformasinya dikatakan singular di titik tersebut.
M. Satriawan Teori Relativitas
Vektor dan bentuk satu
Cara lama untuk mendefinisikan vektor adalah sebagai sesuatu yang bertransformasi, terhadap sembarang transformasi
koordinat, seperti transformasinya pergeseran,∆~r. Yaitu suatu vektor dapat direpresentasikan sebagai pergeseran (∆x, ∆y), atau dalam koordinat polar (∆r, ∆θ), atau secara umum (∆ξ, ∆η). Untuk pergeseran yang kecil
∆ξ∆η
!
= ∂ξ/∂x ∂ξ/∂y
∂η/∂x ∂η/∂y
! ∆x
∆y
!
(7) Dengan mendefinisikan matrix transformasi
(Λα0β)= ∂ξ/∂x ∂ξ/∂y
∂η/∂x ∂η/∂y
!
(8)
Kita dapat mendefinisikan suatu vektor dengan cara lain (yang lebih alami). Misalkan diberikan suatu skalarφ. Untuk suatu sistem koordinat (ξ, η), selalu dapat dibentuk derivatif ∂φ/∂ξ dan∂φ/∂η. Bentuk satu (forma satu) ˜dφ didefinisikan sebagai obyek geometri yang komponennya dalam koordinat (ξ, η)
˜dφ → (∂φ/∂ξ, ∂φ/∂η) (10)
Transformasi komponen, diperoleh otomatis dari aturan derivatif berantai
∂φ
∂ξ = ∂x
∂ξ
∂φ
∂x + ∂y
∂ξ
∂φ
∂y (11)
demikian pula untuk∂φ/∂η.
M. Satriawan Teori Relativitas
Atau dapat ditulis
∂φ/∂ξ
∂φ/∂η
!
= ∂x/∂ξ ∂y/∂ξ
∂x/∂η ∂y/∂η
! ∂φ/∂x
∂φ/∂y
!
(12) sehingga matriks transformasinya
(Λαβ0)= ∂x/∂ξ ∂y/∂ξ
∂x/∂η ∂y/∂η
!
(13) Jadi mula-mula yang didefiniskan adalah bentuk satu beserta cara tertransformasinya. Kemudian vektor didefinisikan sebagai fungsi linier dari bentuk satu ke bilangan real. Vektor yang didefinisikan seperti ini, tetap akan bertransformasi
Dapat ditunjukkan bahwa (Λα0β) dan (Λαβ0)Tadalah inverse satu terhadap yang lain.
∂ξ/∂x ∂ξ/∂y
∂η/∂x ∂η/∂y
! ∂x/∂ξ ∂x/∂η
∂y/∂ξ ∂y/∂η
!
=
∂ξ∂x∂x
∂ξ+ ∂ξ∂y∂ξ∂y ∂ξ∂x∂x∂η+∂ξ∂y∂y∂η
∂η∂x∂x
∂ξ+ ∂η∂y∂y∂ξ ∂η∂x∂x∂η+∂η∂y∂y∂η
= ∂ξ/∂ξ ∂ξ/∂η
∂η/∂ξ ∂η/∂η
!
= 1 0 0 1
!
(14)
M. Satriawan Teori Relativitas
Kurva dan Vektor
Definisi: Lintasan (path) kumpulan sederetan titik-titik yang terhubung di suatu bidang. Kurva: Lintasan yang
berparameter. Kurva adalah pemetaan suatu interval garis bilangan real ke suatu lintasan pada suatu bidang. Jadi kurva adalah lintasan dengan bilangan real diasosiasikan ke setiap titiknya. Misal: (ξ = f (s), η = g(s), a ≤ s ≤ b). Bila kita ganti parameternya, misal s0= s0(s) maka akan kita dapatkan kurva yang baru (ξ = f0(s0), η = g0(s0), a0 = s0(a) ≤ s0 ≤b0 = s0(b)). Bisa ada takhingga banyak kurva yang memiliki lintasan yang sama. Derivatif suatu medan skalarφ sepanjang kurva ini adalah dφ/ds. Bila s diganti maka derivatifnya juga berganti.
Dapat dituliskan
dφ/ds = h˜dφ, ~Vi (15)
dengan komponen dari ~V adalah (dξ/ds, dη/ds).
Vektor ~V bergantung pada kurvanya, sedangkan ˜dφ hanya bergantung padaφ. Jadi ~V adalah vektor karakteristik dari kurva, disebut sebagai vektor tangen. Jadi vektor adalah sesuatu yang menghasilkan dφ/ds bila diberi φ. Dalam pandangan modern, vektor tangen terhadap suatu kurva disebut sebagai d/ds. Suatu lintasan memiliki tak hingga banyak tangen vektor di satu titik, tetapi suatu kurva hanya memiliki satu tangen vektor di satu titik. Parameter s tidak berubah terhadap transformasi koordinat, tetapi komponen ~V akan berubah, sesuai aturan derivatif berantai
dξ/ds dη/ds
!
= ∂ξ/∂x ∂ξ/∂y
∂η/∂x ∂η/∂y
! dx/ds dy/ds
!
(16)
M. Satriawan Teori Relativitas
Bentuk satu basis dan vektor basis dalam koordinat polar
Basis koordinatnya
~eα0 = Λβα0~eβ (17) atau
~er = Λxr~ex+ Λyr~ey
= ∂x
∂r~ex+∂y
∂r~ey
= cos θ~ex+ sin θ~ey (18) demikian juga untuk
~eθ = ∂x
∂θ~ex+ ∂y
∂θ~ey
= −r sin θ~e + r cos θ~e
di mana telah digunakan
Λxr= ∂x
∂r
demikian juga untuk tranformasi baliknya akan digunakan Λrx = ∂r
∂x
Analog dengan sebelumnya, bentuk satu basisnya
˜dθ = ∂θ
∂x˜dx +∂θ
∂y˜dy,
= −1
r sinθ˜dx +1
r cosθ˜dy (20)
serupa dengan itu diperoleh
˜dr = cos θ˜dx + sin θ˜dy (21)
M. Satriawan Teori Relativitas
Berikut adalah sketsa gambar basis-basis tersebut
Perhatikan bahwa untuk titik yang berbeda basisnya berbeda.
Selain itu panjang dari setiap basis di titik yang berbeda bisa tidak sama. Sebagai contoh dari pers. (19) diperoleh
|~eθ|2= ~eθ·~eθ = r2sin2θ + r2cos2θ = r2. (22) Dapat ditunjukkan bahwa
|~er|= 1, |˜dr| = 1, |˜dr| = 1, |˜dθ| = r−1.
Tensor metrik
Perkalian titik di atas dihitung dengan mengetahui bentuk tensor metrik dalam koordinat (x, y):
~ex·~ex= ~ey·~ey = 1, ~ex·~ey = 0; (23) atau dalam notasi tensor (dalam koordinat kartesan)
g(~eα,~eβ)= δαβ (24) Untuk koordinat polar, komponennya
gα0β0 = g(~eα0,~eβ0)= ~eα0 ·~eβ0 (25) dengan memakai pers.(19) dan (18), diperoleh
grr = 1, gθθ= r2, grθ = 0 (26)
M. Satriawan Teori Relativitas
Sehingga komponen g dalam koordinat polar dapat ditulis
(gαβ)= 1 0 0 r2
!
, (27)
Cara yang paling efisien untuk menunjukkan metrik sekaligus koordinatnya, adalah dengan menggunakan elemen garis dalam sistem koordinat tersebut, yang tidak lain adalah besar dari sembarang vektor pergeseran infinitesimal d~l:
d~l · d~l= ds2= |dr~er+ dθ~eθ|= dr2+ r2dθ2 (28) Tensor metrik dapat juga dituliskan dalam basis tensornya
g= gαβ˜dxα⊗˜dxβ = ˜dr ⊗ ˜dr + r2˜dθ ⊗ ˜dθ (29) Perhatikan, bentuk ini tidak sama dengan yang sebelumnya, ini
Metrik yang kita peroleh sebelumya memiliki inverse
1 0 0 r2
!−1
= 1 0 0 r−2
!
, (30)
dengan ini kita dapat memetakan antara vektor dan bentuk satu. Misalkan bila diberi medan skalarφ, dan gradiennya ˜dφ, maka komponen vektor dari ~dφ adalah
(~dφ)α = gαβφ,β (31)
untuk koordinat polar
(~dφ)r= grβφ,β = grrφ,r+grθφ,θ= ∂φ/∂r;
(~dφ)θ = gθβφ,β = gθrφ,r+gθθφ,θ= 1
r2∂φ/∂θ (32) Komponen dari bentuk satu dan vektor gradien memiliki komponen berbeda! (hanya sama dalam koordinat kartesan)
M. Satriawan Teori Relativitas
Kalkulus Tensor dalam koordinat polar
Komponen dari basis vektor~exdalam koordinat polar adalah (Λrx, Λθx)= (cos θ, −r−1sinθ), yang jelas masing-masingnya tidak konstan. Bila~exdiderivatifkan, haruslah nol, tetapi derivatif terhadap komponennya tidak menghasilkan nol. Ini karena basis vektor koordinat polar bukanlah vektor yang konstan.
Derivatif dari basis vektor dalam koordinat polar:
∂
∂r~er= ∂
∂r(cosθ~ex+ sin θ~ey)= 0 (33)
∂
∂θ~er= ∂
∂θ(cosθ~ex+ sin θ~ey)= 1
r~eθ. (34)
Demikian pula
∂
∂r~eθ = ∂
∂r(−r sinθ~ex+ r cos θ~ey)= 1
r~eθ (35)
∂
∂θ~eθ = ∂
∂θ(−r sinθ~ex+ r cos θ~ey)= −r~er. (36) Untuk vektor~ex, derivatifnya terhadap koordinat polar
∂
∂θ~ex= ∂
∂θ(cosθ~er−1
r sinθ~eθ)= 0 (37)
M. Satriawan Teori Relativitas
Derivatif sembarang vektor dalam koordinat polar
Sembarang vektor ~V dalam koordinat polar, memiliki
komponen (Vr, Vθ). Derivatifnya, misalnya terhadap r adalah
∂~V
∂r = ∂
∂r(Vr~er+ Vθ~eθ)
= ∂Vr
∂r ~er+ Vr∂~er
∂r +∂Vθ
∂r ~eθ+ Vθ∂~eθ
∂r (38)
Secara umum
∂~V
∂xβ = ∂Vα
∂xβ~eα+ Vα∂~eα
∂xβ (39)
suku terakhir, sebagai vektor dapat dituliskan dalam kombinasi linear dalam basis vektornya,
∂~eθ
∂r = Γµαβ~eµ (40)
Dari hasil-hasil sebelumnya, diperoleh simbol Christoffel dalam koordinat polar.
1
∂~er
∂r = 0 → Γµrr = 0
2
∂~er
∂θ = 1
r~eθ→Γrrθ = 0, Γθrθ= 1 r
3 ∂~eθ
∂r = 1
r~eθ →Γrθr= 0, Γθθr= 1 r
4 ∂~eθ
∂θ = −r~er→Γrθθ= −r, Γθθθ= 0
M. Satriawan Teori Relativitas
Derivatif Kovarian
Dengan menggunakan simbol Christoffel, derivatif terhadap sembarang vektor menjadi
∂~V
∂xβ = ∂Vα
∂xβ~eα+ VαΓµαβ~eµ (41) atau dapat juga dituliskan sebagai
∂~V
∂xβ = ∂Vα
∂xβ + VµΓαµβ
!
~eα (42)
sehingga komponen∂~V/∂xβadalah
∂Vα
∂xβ + VµΓαµβ (43)
Didefinisikan notasi derivatif baru
Vα;β= Vα,β+VµΓαµβ (44)
Obyek∂~V/∂xβ, untukβ tertentu adalah suatu vektor. Tetapi untuk sembarang nilaiβ, ∂~V/∂xβdapat dianggap sebagai suatu tensor tipe 1
1
!
yang memetakan vektor~eβke∂~V/∂xβ. Medan tensor ini disebutsebagai derivatif kovarian dari ~V dan
disimbolkan sebagai ∇~V. Komponennya
(∇~V)αβ= (∇β~V)α= Vα;β (45) Dalam koordinta kartesan komponennya Vα,βtetapi dalam koordinat lengkung lainnya, komponennya secara umum seperti pada pers. (45). Untuk mendapatkan komponennya, dapat digunakan pers. (44) atau menggunakan transformai tensor dari komponennya pada koordinat kartesan. Untuk medan skalar, karena skalar tidak bergantung pada basis vektor, maka derivatif kovariannya sama dengan derivatif biasa.
∇αf = ∂f /∂xα; ∇f = ˜df . (46)
M. Satriawan Teori Relativitas
Divergensi dan Laplasian
Dalam koordinat kartesan, divergensi suatu vektor Vαadalah suatu skalar Vα, α, yang bisa dilihat sebagai kontraksi dari Vα, β terhadap kedua indeksnya. Sebagai skalar, nilainya invarian tidak bergantung pada sistem koordinat. Dalam koordinat lengkung, divergensi diberikan oleh Vα0;α0 dan memenuhi
Vα,α= Vα0;α0 (47) Sebagai contoh, untuk koordinat polar akan didapatkan
Vα;α= 1 r
∂
∂r(rVr)+ ∂
∂θVθ. (48)
Laplasian adalah divergensi dari suatu gradien. Gradien adalah suatu bentuk satu. Karena kita sebelumnya hanya memiliki divergensi dari suatu vektor, maka kita harus mengubah gradien menjadi vektor. Dalam koordinat polar,
Dengan memasukkan komponen vektor gradien ke dalam rumus divergensi suatu vektor di atas diperoleh (dalam koordinat polar)
∇ · ∇φ ≡ ∇2φ = 1 r
∂
∂r(r∂φ
∂r)+ 1 r2
∂2φ
∂θ2 (49)
M. Satriawan Teori Relativitas
Derivatif bentuk satu dan tensor tipe lainnya
Untuk mendapatkan derivatif bentuk satu, digunakan sifat bahwa bentuk satu bekerja pada vektor menghasilkan skalar.
Misalkan ˜p adalah bentuk satu dan ~V adalah vektor, dan misalkan h˜p, ~Vi ≡ φ = pαVα(suatu skalar). Sehingga
∇βφ = ∂pα
∂xβVα+ pα∂Vα
∂xβ. (50)
sebagai komponen dari ∇β~V bentuk ∂Vα/∂xβdapat diganti dengan memakai pers.(44) sehingga
∇βφ = ∂pα
∂xβVα+ pαVα;β−pαVµΓαµβ. (51) atau
∇βφ = ∂pα
∂xβ −pµΓµαβ
!
Vµ+ pαVα;β. (52) Semua suku di atas adalah komponen suatu tensor, maka suku dalam kurung juga harus komponen dari suatu tensor, yang
Untuk pers.(50), sekarang menjadi
∇β(pαVα)= pα;βVα+ pαVα;β. (54) Prosedur yang sama dapat digunakan untuk memperoleh derivatif kovarian tensor lainnya
∇βTµν = Tµν,β−TανΓαµβ−TµαΓανβ (55)
∇βAµν = Aµν,β+AανΓµαβ+ AµαΓναβ (56)
∇βBµν = Bµν,β+BανΓµαβ−BµαΓανβ (57) (58)
M. Satriawan Teori Relativitas
Simbol Christofell dan Tensor Metrik
Dalam koordinat kartesan, komponen suatu bentuk satu serta vektor yang terkait dengannya, akan sama. Karena derivatif kovarian dalam koordinat kartesan hanyalah derivatif biasa terhadap komponen, maka komponen derivatif kovarian dari suatu bentuk satu dan vektor terkait haruslah sama. Bila ~V adalah suatu vektor, dan ˜V= g(~V, ) adalah bentuk satu terkait, maka dalam koordinat kartesan
∇βV˜ = g(∇β~V, ) (59) Tapi persamaan di atas adalah peramaan tensor, sehingga harus benar untuk sembarang koordinat. Disimpulkan
Vα;β= gαµVµ;β (60) Kesimpulan ini membawa akibat berikut ini: Berawal dari Vα = gαµVµ. Bila dilakukan derivatif kovarian (dalam sembarang koordinat)
V ; = g ; Vµ+ g Vµ; (61)
Mencari Simbol Christo ffel dengan metriks
Sebelumnya akan ditunjukkan bahwaΓµαβ= Γµβα. Dalam koordinat kartesan ∇φ (dengan φ adalah sembarang skalar) memiliki komponenφβ. Derivatif kovarian yang kedua ∇∇φ memiliki komponenφ,β;α, atau dalam koordinat kartesan adalahφ,β,α. Karena derivatif biasa dapat dipertukarkan maka φ,β,α= φ,α,β. Tetapi bila suatu tensor itu simetrik dalam suatu sistem koordinat, dia akan tetap simetrik dalam koordinat lain.
Jadiφ,β;α= φ,α;β, atau
φ,β,α−φ,µΓµβα = φ,α,β−φ,µΓµαβ (62) Tapi karenaφ,β,α= φ,α,βmakaΓµαβ= Γµβα.
M. Satriawan Teori Relativitas
Sekarang dengan memakai gαβ;µ= 0 kita dapat tuliskan gαβ, µ = Γναµgνβ+ Γνβµgαν
kemudian tukarkan indeksβ dan µ
gαµ, β = Γναβgνµ+ Γνµβgαν dan tukarkan indeksβ dengan α
gβµ, α = Γνβαgνµ+ Γνµαgβν
Jumlahkan dua persamaan pertama dan kurangkan dengan yang ketiga, diperoleh setelah beberapa penyederhanaan
gαβ, µ + gαµ, β − gβµ,α= 2gανΓνβµ
Setelah dikalikan dengan gαγ, dibagi dua, diperoleh 1
M. Satriawan Teori Relativitas
M. Satriawan Teori Relativitas