• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUKUM QURBAN BERHUTANG. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Hukum (SH) Pada Jurusan Ahwal Al-Syakhsiyyah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HUKUM QURBAN BERHUTANG. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Hukum (SH) Pada Jurusan Ahwal Al-Syakhsiyyah"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

i

HUKUM QURBAN BERHUTANG

(Studi Kasus di Kecamatan Lubuk Basung)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Hukum (SH)

Pada Jurusan Ahwal Al-Syakhsiyyah

Oleh :

NILA PUTRI AYU NIM. 1112.003

FAKULTAS SYARI’AH JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSIYYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BUKITTINGGI

TAHUN 1438 H / 2017 M

(2)
(3)
(4)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Hukum Qurban Berhutang (Studi Kasus di Kecamatan Lubuk Basung)”. Yang disusun oleh Nila Putri Ayu, NIM : 1112.003 Jurusan Ahwal Al-Syakshsiyah (Hukum Keluarga Islam). Maksud skripsi ini adalah tinjauan hukum islam terhadap qurban dengan cara berhutang.

Latar belakang penulis melakukan penelitian ini adalah melihat perbedaan praktek di lapangan yang terjadi, di mana masyarakat ada yang berqurban dengan cara berhutang. Padahal tuntutan ibadah qurban ini merupakan salah satu sunnah Rasulullah SAW, tidak sepantasnya seorang muslim memaksakan diri atau membuat dirinya sendiri dalam kesulitan. Karena menyembelih qurban bukanlah suatu kewajiban, kalaupun ia wajib maka hanya untuk yang mampu saja.

Atas dasar inilah yang membuat penulis berkeinginan untuk mengetahui bagaimana pandangan masyarakat mengenai pelaksanaan ibadah qurban?.

Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap qurban dengan berhutang tersebut?

Adapun data untuk bahan dalam penulisan karya ilmiah ini penulis peroleh dengan metode field research atau penelitian lapangan yang dilakukan di Kecamatan Lubuk Basung dengan serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data di lapangan, serta mengolah bahan penelitian dari hasil wawancara dan observasi lapangan serta buku-buku yang terkait dengan permasalahan ini.

Dari penelitian yang penulis lakukan dapat diambil kesimpulan bahwa apabila ada orang yang berqurban dengan berhutang, sedangkan ia, keluarga, tetangganya, orang-orang fakir memakan daging qurban itu maka ia tetap dianggap berqurban dan melaksanakan tuntutan qurban, yaitu menyedekahkan sebagian darinya walaupun sedikit. Dan hal ini termasuk tindakan yang baik.

Berdasarkan hukum Islam mengenai qurban dengan cara berhutang, berdasarkan kepada dalil hukum Islam yaitu mubah (dibolehkan), dengan syarat seseorang yang berhutang tersebut merasa mampu untuk membayarnya, dengan kata lain ada kepastian untuk membayar hutang tersebut.

iv

(5)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segenap puji dan syukur hanyalah milik Allah SWT, hanya karena berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya lah penulis dapat menyusun dan menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul : “Hukum Qurban Berhutang (Studi Kasus di Kecamatan Lubuk Basung)”. Selanjutnya shalawat beserta salam teruntuk buat Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari alam kebodohan kepada alam yang berilmu pengetahuan seperti saat ini.

Skripsi ini penulis susun dalam rangka menyelesaikan kuliah penulis guna meraih gelar Sarjana Hukum (SH) pada Jurusan Hukum Ahwal Al-Syakhsiyyah Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini dapat diselesaikan berkat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil.

Oleh karena itu, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada yang terhormat :

1. Ibu Rektor, Bapak/Ibu Wakil Rektor, serta Bapak Dekan Fakultas Syariah, Bapak Ketua Jurusan Ahwal Al-Syakhsiyyah Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi yang telah menfasilitasi penulis dalam menambah Ilmu Pengetahuan di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi ini.

2. Bapak Dr. H. Ismail, M.Ag, selaku Penasehat Akademik sekaligus Pembimbing I yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

v

(6)

3. Bapak Nofiardi, M.Ag, selaku Pembimbing II yang telah memberikan dorongan, arahan serta bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak dan Ibu Dosen serta Karyawan/i Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi yang telah membekali penulis dengan berbagai ilmu pengetahuan.

5. Pimpinan serta Karyawan/i Perspustakaan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi yang telah menyediakan fasilitas kepada penulis dalam mencari literatur-literatur terkait penelitian ini.

6. Bapak dan Ibu Pegawai Kantor Camat Kecamatan Lubuk Basung yang telah membantu dan memberikan data terkait dengan penelitian yang penulis lakukan.

7. Bapak dan Ibu Pegawai BAZ Kabupaten Agam yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini baik secara moril maupun materil.

8. Bang Hendra, Bang Zulkifli, Kakak Rippi Hamdani dan keluarga yang telah memberi dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan studi di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi.

9. Orang tuaku, Ayahanda Awendri (Alm) dan Ibunda Desna Wanita yang telah membesarkan penulis dengan kasih sayang juga telah membimbing penulis dalam mengarungi perjuangan hidup ini. Sanak keluarga penulis yang telah memberikan dukungan baik moril dan materil hingga penulis mendapatkan gelar sarjana ini. Sahabat-sahabat seperjuangan yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

vi

(7)

Kemudian penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga amal kebaikan mereka dibalas dengan pahala yang setimpal oleh Allah SWT. Kiranya karya ini menjadikan sumbangsih bagi pembaca dan menjadi amal saleh bagi penulis. Amin.

Sesuai dengan peribahasa yang berbunyi “tak ada gading yang tak retak”

maka penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini tidak luput dari kekhilafan dan kekeliruan. Untuk itu, penulis mohon maaf atas kekhilafan dan kekeliruan yang terdapat dalam skripsi ini, baik dari segi teknik maupun isinya. Oleh sebab itu, kritik yang konstruktif dan sehat sangat penulis harapkan demi sempurnanya skripsi ini.

Bukittinggi, Desember 2016 Penulis

NILA PUTRI AYU NIM. 1112.003

vii

(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 5

D. Penjelasan Judul ... 6

E. Metode Penelitian ... 7

F. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II QURBAN DAN PERMASALAHANNYA A. Qurban dan Dasar Hukumnya ... 12

1. Pengertian Qurban ... 12

2. Dasar Hukum Qurban ... 13

3. Hukum Berqurban ... 16

4. Syarat-syarat Orang Yang Berqurban ... 20

5. Syarat-syarat Hewan Yang di Qurbankan ... 23

6. Sejarah Ringkas Qurban ... 28

7. Hikmah Qurban ... 34

B. Pelaksanaan Qurban ... 38

1. Waktu Pelaksanaan Qurban ... 38

2. Cara Menyembelih ... 39

3. Pembagian Daging Qurban ... 39

BAB III MASYARAKAT KECAMATAN LUBUK BASUNG A. Monografi Kecamatan Lubuk Basung ... 42

B. Keagamaan di Kecamatan Lubuk Basung ... 44 viii

(9)

C. Pendidikan di Kecamatan Lubuk Basung ... 44

D. Tokoh Keagamaan di Kecamatan Lubuk Basung ... 47

E. Sarana Kesehatan di Kecamatan Lubuk Basung ... 47

F. Keluarga Sakinah Binaan di Kecamatan Lubuk Basung ... 48

G. Rumah Tangga Miskin di Kecamatan Lubuk Basung ... 48

H. Organisasi dan Lembaga Keagamaan di Kecamatan Lubuk Basung .. 49

BAB IV PELAKSANAAN QURBAN DI KECAMATAN LUBUK BASUNG A. Pelaksanaan Qurban Berhutang di Kecamatan Lubuk Basung ... 50

B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Qurban dengan Cara Berhutang ... 64

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 78

B. Saran ... 79 DAFTAR KEPUSTAKAAN

LAMPIRAN-LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP

ix

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Jumlah Penduduk Menurut Nagari di Kecamatan Lubuk Basung ... 39

Tabel 3.2 Sarana Ibadah di Kecamatan Lubuk Basung ... 40

Tabel 3.3 Sarana Pendidikan di Kecamatan Lubuk Basung ... 41

Tabel 3.4 Data MDA di Kecamatan Lubuk Basung ... 41

Tabel 3.5 Data TPQ di Kecamatan Lubuk Basung ... 43

Tabel 3.6 Ulama, Mubaligh, Khatib, Imam, Penyuluh Agama dan Pembantu Penghulu di Kecamatan Lubuk Basung ... 44

Tabel 3.7 Sarana Kesehatan di Kecamatan Lubuk Basung ... 44

Tabel 3.8 Data Organisasi dan Lembaga Keagamaan di Kecamatan Lubuk Basung ... 45

x

(11)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Manusia sebagai salah satu di antara makhluk ciptaan Allah, memiliki peran yang sangat penting, sebagai khalifah di atas permukaan bumi Allah. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 30:



























































Artinya : Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat:

"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi."

mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.".

Di samping manusia berperan sebagai khalifah di atas muka bumi, tugas manusia selanjutnya adalah melakukan pengabdian kepada Allah sebagai sang Khaliq. Karena salah satu tujuan penciptaan manusia di samping khalifah ia punya tugas pengabdiannya, hal ini senada dengan firman Allah SWT di dalam surat Adz- Dzariyat ayat 56:1















Artinya : “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”.

1 Hasbi Ash Shiddieqy, Ibadah Ditinjau dari Segi Hukum dan Hikmahnya, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997), h. 6

(12)

Ibadah dapat diklasifikasikan menjadi dua macam yaitu:

1. Ibadah umum yaitu mencakup segala hal kewajiban yang dilakukan dengan niat yang ikhlas, mempunyai ruang lingkup yang luas.

2. Ibadah khusus yaitu yang ditentukan oleh syara‟ (nash) bentuk dan caranya, seperti penyelenggaraan jenazah, zakat, puasa, haji dan qurban serta aqiqah.2

Dari klasifikasi ibadah di atas, maka ibadah qurban termasuk ke dalam ibadah khusus. Ibadah qurban adalah suatu ibadah yang dilaksanakan oleh umat Islam setiap tahun tepatnya pada tanggal 10 Dzulhijjah. Bentuk ibadah ini yaitu beribadah dengan cara mengorbankan binatang ternak seperti sapi, kambing dan unta.

Dalil hukum pensyari‟atan ibadah qurban dapat ditemui dalam Al-Qur‟an dan sunnah yang terdapat dalam surat Al-Kautsar dan beberapa ayat pada surat lain, dalil tersebut yakni sebagai berikut:

















Artinya : Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak.

Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.

Yang dimaksud dengan (

ﺭﺤﻧﺍﻮ

) di sini ialah mendekatkan diri kepada Allah Ta‟ala dengan cara menyembelih hewan qurban.3

Dalil Al-Qur‟an selanjutnya dapat ditemukan di dalam surat Al-Hajj ayat 36 yakni:

























































2 Rahman Ritonga, Zainuddin, Fiqh Ibadah, (Jakarta : Griya Media Pratama, 1997), h. 7

3 Muhammad bin Shalih Al-„Utsaimin, Tafsir Juz „Amma (solo : At-Tibyan. [T.Th], h. 575

(13)

Artinya : “Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi'ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta.

Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur”.

Kata (

ﻊﻨﺎﻗﻠﺍ

) berarti orang yang rela dengan apa yang ada padanya dan dia tidak meminta, dan kata (

ﺮﺘﻌﻤﻠﺍ

) berarti orang yang datang kepadamu dan dia tidak meminta kepada kami.4

Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa adanya perintah syari‟at qurban yang diberikan kepada hamba-Nya sebagai rasa syukur atas nikmat yang telah diberikan-Nya.

Adapun dalil sunnah yang berhubungan dengan qurban adalah sebagai berikut, yang berbunyi :

ﻢﻠسﻭ ﻪيﻠﻋ الله ىﻠص يبﻨﻟﺍ ﻥأ ﻪﻨﻋ الله يض ﺭ كﻟ ﺎﻣ ﻦب سﻧأ ﻦﻋ :

ىﺤضي ﻥ ﺎك

ﺎﻤﻬح ﺎفص ىﻠﻋ ﻭ ﻪﻠج ﺭ ﻊضيﻭ ﺮبكيﻭ ىﻤسي ﻭ ﻦيﻧ ﺮﻗأ ﻦيﺤﻠﻣأ ﻦيشبكب .

( قفﺘﻣ

ﻪيﻠﻋ )

Artinya : “Dari Anas bin Malik ra bahwa Nabi saw pernah berqurban dua ekor kambing kibas bewarna putih agak kehitam-hitaman dan bertanduk.

Beliau menyebut nama Allah dan bertakbir dan beliau meletakkan kaki beliau di atas dahi binatang itu” (HR Bukhari Muslim).5

Dari ayat dan hadis yang dikemukakan di atas jelas bahwa perintah Allah SWT kepada umat Islam untuk melaksanakan ibadah qurban. Ibadah ini ditujukan kepada mereka yang mempunyai kesanggupan atau kelapangan dari segi materi, karena ibadah qurban sebagai bentuk ibadah yang diwujudkan dalam bentuk

4 Ahmad Mustafa Al-Maragi, Terjemahan Tafsir Al-Maragi, (Semarang : PT. KArya Toha Putra Semarang, 1993), Jilid 17, H. 197

5 Ahmad Mudjab Mahalli, Ahmad Radli Hasbullah, Hadis-hadis Muttafaq „Alaih, (Jakarta : Prenada Media, 2004), h. 304

(14)

pengorbanan harta benda. Bagi mereka yang tidak mempunyai kehidupan untuk berqurban maka tuntutan itu gugur terhadapnya.

Akan tetapi di Kecamatan Lubuk Basung sepengetahuan penulis berdasarkan penelitian awal bahwa masyarakat di sana mampu berqurban sesuai syari‟at Islam. Namun ada di beberapa jorong berqurban dengan berhutang, dan pelunasannya mereka berjanji membayar setelah hewan qurban disembelih.

Akan tetapi pada kenyataannya mereka tidak melunasi qurban tersebut.

Bahkan mereka ikut melaksanakan qurban kembali pada tahun berikutnya tanpa melunasi utang qurban sebelumnya. Berdasarkan penelitian awal penulis melampirkan data-data sebagai berikut:

Data Peserta Qurban yang Membayar Pada H-1

No. Nama Masjid Jumlah Orang

1. Masjid Baiturrahman 1 orang

2. Masjid Al-Hikmah 2 orang

3. Masjid Raya Maimunah 3 orang

4. Masjid Nurul Yaqin 2 orang

5. Masjid Istiqomah 3 orang

Sumber: KUA Kecamatan Lubuk Basung

Data Peserta Qurban yang Membayar Pada H+ (1 Minggu Setelah Qurban)

No. Nama Masjid Jumlah Orang

1. Masjid Nurul Islam 1 orang

2. Masjid Nailussa‟adah 3 orang

3. Masjid Baiturahim 2 orang

4. Musalla Al-Falah 2 orang

5. Masjid Al-Jihad 3 orang

6. Musalla Al-Istiqfar 2 orang

Sumber: KUA Kecamatan Lubuk Basung

Data Peserta Qurban yang Belum Melunasi Sampat Saat Ini

No. Nama Masjid Jumlah Orang

1. Masjid Nurul Islam 1 orang

2. Masjid Baiturahim 1 orang

3. Masjid Al-Jihad 2 orang

4. Musalla Al-Istiqfar 1 orang

5. Masjid Nailussa‟adah 1 orang

Sumber: KUA Kecamatan Lubuk Basung

(15)

Bagi peserta qurban yang berhutang di mana sebagian dibayar dan sebagian lain tidak terpenuhi, maka sebagian yang tidak terpenuhi atau sebagian kekurangan tersebut ditutup oleh panitia qurban, dikarenakan peserta qurban tersebut berjanji akan memenuhi di kemudian hari.

Berdasarkan permasalahan di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan menuangkannya dalam bentuk karya ilmiah (Skripsi) yang diberi judul “HUKUM QURBAN BERHUTANG (Studi Kasus di Kecamatan Lubuk Basung)”.

B. Rumusan Masalah

Merujuk kepada latar belakang yang penulis uraikan di atas dapat diarahkan pembahasan dan penelitian pada rumusan masalah yaitu:

1. Bagaimana pandangan masyarakat setempat terhadap pelaksanaan ibadah qurban.

2. Bagaimana pandangan hukum Islam terhadap qurban berhutang.

C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui pandangan masyarakat setempat terhadap pelaksanaan ibadah qurban.

b. Mengetahui pandangan hukum Islam terhadap qurban berhutang.

2. Kegunaan Penelitian

a. Untuk menambah wawasan penulis terhadap pelaksanaan qurban sesuai dengan hukum Islam di Kecamatan Lubuk Basung.

b. Untuk menambah literatur dalam bidang syari‟ah

(16)

c. Dapat dijadikan landasan kepustakaan bagi penelitian yang berkaitan dengan masalah ini.

d. Untuk memenuhi salah satu syarat guna untuk mencapai gelar Sarjana Program Strata Satu (S1) pada Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi, Fakultas Syari‟ah Jurusan Ahwal Al-Syakhsiyah.

D. Penjelasan Judul

Untuk memperoleh gambaran yang jelas dan menghindari pengertian yang salah tentang apa yang dimaksud dengan judul ini, maka penulis perlu menjelaskan dalam hal untuk menghilangkan kesalah pahaman dalam mengartikan dan memahami kata-kata dan maksud dari judul ini. Beberapa kata mempunyai makna yang penting dalam penulisan skripsi ini yaitu:

Hukum : Peraturan yang dibuat oleh suatu kekuasaan/adat yang dianggap berlaku oleh dan untuk orang banyak.6

Qurban : Persembahan kepada Allah SWT (seperti biri-biri, sapi, unta dan kambing yang disembelih pada hari lebaran haji.7

Utang : Uang yang dipinjam dari orang lain, kewajiban membayar kembali apa yang sudah diterima.8

Dari beberapa pengertian di atas dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan judul skripsi secara utuh adalah Tinjauan Hukum Islam Terhadap Qurban dengan Cara Berhutang (Studi Kasus di Kecamatan Lubuk Basung).

6 W.J.S Poerwadarmita, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1982), h.

1078

7 Metti Taqdir Qadratullah, Kamus Bahasa Indonesia untuk Pelajar, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, (Jakarta Timur: Rawamangun, 2011), h. 255.

8 Metti Taqdir Qadratullah, Kamus Bahasa Indonesia untuk Pelajar, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa,…, h. 256

(17)

E. Tinjauan Pustaka

Setelah melakukan penelusuran terhadap literatur karya-karya ilmiah berupa skripsi “Pelaksanaan Qurban dengan Uang Arisan di Koto Hilalang menurut Hukum Islam” oleh Gusmen Yefri, Ngp: 481098, menyatakan bahwa anggota arisan qurban yang telah mendapat giliran untuk berqurban dengan uang arisan, orang itu telah termasuk punya kemampuan dan telah sampai padanya tuntutan untuk berqurban.9

Pada skripsi “Mengolahkan daging qurban untuk pembangunan pesantren”

oleh Ahmad Fauzan, Bp: 484025, menyatakan mengolah bagian daging qurban dengan menjualnya dan dimanfaatkan hasil penjualan tersebut untuk pembangunan pesantren haram hukumnya.

Pada skripsi “Qurban atas nama instansi”, oleh Nur Arfan, Bp. 492074, menyatakan pelaksanaan qurban atas nama instansi tanpa dibatasi jumlah pesertanya tidak dapat dikategorikan qurban menurut syari‟at Islam. Karena belum memenuhi ukuran minimal qurban yakni satu ekor kambing untuk satu orang peserta dan pelaksanaan qurban jumlah peserta hanya termasuk sedekah biasa saja.10

Pada skripsi “Pembiusan Hewan Qurban menurut Hukum Islam” oleh Sudirman Dianto, Bp. 1100.046. Menyatakan bahwa pembiusan lokal (anastesi lokal) terhadap hewan qurban yang akan disembelih dibolehkan menurut hukum Islam.

Kebolehan ini berdasarkan pertimbangan bahwa dengan melakukan pembiusan lokal ini (anastesi lokal) tidak merubah keabsahan dan kenormalan hewan qurban, tidak mengurangi, kuantitas dan kwalitas daging serta tidak menimbulkan dampak terhadap orang yang memakan daging hewan qurban tersebut kemudian dengan melakukan

9 Gusmen Yefri, Skripsi, Pelaksanaan Qurban dengan Uang Arisan di Koto Hilalang, 1989, h. 89

10 Nur Arfan, Skripsi, Qurban atas nama instansi, 2005, h. 83-84

(18)

pembiusan lokal dapat mencapai tujuan menghilangkan rasa sakit pada saat dilakukan penyembelihan serta memudahkan penyembelihan karena hewan tersebut tidak disebabkan hilangnya rasa sakit pada saat disembelih.11

Melakukan pembiusan total (anastesi umum) terhadap hewan qurban tidak boleh menurut hukum Islam. Hal ini disebabkan dengan melakukan pembiusan total dapat menghilangkan keabsahan dan kenormalan pada hewan qurban yang akan disembelih.

Hilangnya keabsahan dan kenormalan disebabkan hilangnya kesadaran secara total pada hewan qurban yang akan disembelih. Dengan hilangnya kesadaran pada hewan qurban tersebut, maka kondisi hewan qurban pada saat itu dikategorikan sebagai hewan yang tidak sehat, padahal syarat hewan untuk dijadikan sebagai qurban harus dalam kondisi sehat.

F. Metode Penelitian

Metode adalah suatu prosedur atau cara untuk mengetahui suatu yang mempunyai langkah-langkah, sedangkan metodologis adalah hasil suatu kejadian dalam mempelajari peraturan-peraturan suatu metode. Metode penelitian merupakan ilmu yang mempelajari tentang suatu metode penelitian, ilmu tentang alat-alat yang digunakan dalam penelitian.

1. Jenis dan Bentuk Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (Field Research) dengan menggunakan pendataan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah penelitian yang

11 Sudirman, Skripsi, Pembiusan Hewan Qurban menurut Hukum Islam, h. 110-111

(19)

menggunakan pengolah data yang sifatnya deskriftif seperti transkripsi wawancara, catatan lapangan, gambaran foto video dan lain-lain.12

2. Informan Penelitian

Informan yaitu orang yang akan memberikan data dan dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Jadi ia mempunyai pengetahuan dan pengalaman tentang latar penelitian. Ia berkewajiban secara sukarela menjadi anggota tim penelitian walaupun hanya bersifat informal. Sebagai anggota tim dengan kebaikannya dan kesukarelaannya ia dapat memberikan pandangan tentang nilai-nilai, sikap, bantuan, proses, dan kebudayaan yang menjadi latar penelitian setempat.13

G. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian kualitatif ini pada hakikatnya metode ilmiah, yaitu penggabungan berfikir secara deduktif dan induktif, lazimnya data dikumpulkan dengan beberapa taknik pengumpulan data yaitu:

a. Wawancara (interview)

Wawancara merupakan salah satu cara pengumpulan data dengan jalan komunikasi atau lisan secara langsung dengan responden, komunikasi tersebut dilakukan secara langsung dengan cara face to face, artinya antara peneliti dan responden, dan berhadapan langsung maupun dengan cara tidak langsung (via telpon) untuk menyatakan secara lisan hal-hal yang diinginkan dan jawaban responden dicatat oleh si pewawancara.

12 Afifi Fauzi Abbas, Metodologi Penelitian, (Ciputat Timur: Adelina Bersaudara, 210), Hal. 141

13 http://imam549.blogspot.com/2011/01/11.11.45 pm akses tanggal 7 Januari 2016

(20)

b. Obsevasi (pengamatan langsung yang ditujukan kepada objek penelitian) Dalam hal ini penulis akan mencoba mengamati secara langsung fenomena yang ada dalam masyarakat, terutama yang berkenaan dengan qurban.14

H. Teknik Analisa Data

Teknik analisa data bertujuan untuk menjawab rumusan masalah yang telah ditetapkan sebelumnya. Adapun teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Metode deduktif adalah pembahasan yang bertitik tolak dari keterangan pengetahuan yang bersifat umum kemudian mengarah kepada hal-hal yang bersifat khusus.15

b. Metode induktif adalah berangkat dari fakta-fakta yang khusus, peristiwa- peristiwa yang konkrit lalu dari fakta yang khusus itu ditarik generalisasi yang mempunyai sifat umum.16

c. Metode komperatif, yaitu mencari pemecahan suatu masalah melalui analisa terhadap faktor-faktor yang diselidiki dan membandingkan antara suatu faktor dengan faktor lain.

I. Sistematika Penulisan

Untuk lebih jelas dan memudahkan pemahaman para pembaca dan terarahnya pembahasan dalam skripsi ini, maka dapat dilihat pada sistematika pembahasan skripsi ini yang dibagi kepada 5 (lima) bab yaitu:

14 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Penerbit Fakultas Psikologi UGM, 1985), Cet, ke- VII, h. 42.

15 Sutrisno Hadi, Metodologi Research,..., h. 43.

16 Afifi Fauzi Abbas, Metodologi Penelitian,……, h. 141

(21)

BAB I : Merupakan pendahuluan yang memuat latar belakang masalah, rumusan masalah, dan batasan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penjelasan judul, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : Dalam bab ini penulis akan menguraikan qurban dan permasalahannya yang meliputi tentang pengertian qurban, dasar hukum anjuran berqurban, hukum berqurban, syarat-syarat orang yang berqurban, waktu pelaksanan qurban, serta tata cara pelaksanaan qurban, pembagian daging hewan qurban.

BAB III : Merupakan hasil penelitian masyarakat Kecamatan Lubuk Basung yang meliputi monografi di Kecamatan Lubuk Basung, keagamaan di Kecamatan Lubuk Basung, pendidikan di Kecamatan Lubuk Basung, tokoh agama di Kecamatan Lubuk Basung, sarana kesehatan di Kecamatan Lubuk Basung, keluarga sakinah binaan Kecamatan Lubuk Basung, rumah tangga miskin di Kecamatan Lubuk Basung, organisasi dan lembaga keagamaan di Kecamatan Lubuk Basung

BAB IV : Merupakan pelaksanaan qurban berhutang ditinjau menurut hukum Islam di Kecamatan Lubuk Basung.

BAB V : Merupakan penutup yang berisikan kesimpulan dan saran-saran.

(22)

BAB II

QURBAN DAN PERMASALAHANNYA A. Qurban dan Dasar Hukumnya

1. Pengertian Qurban

Qurban berasal dari kata bahasa Arab al-Qurbanu. Di dalam kitab taju Al-

„arusy min Jawahiri Al-Qamus disebutkan bahwa

ﻥﺎبﺮﻗﻟﺍ

dengan huruf qaf yang dibaca dhammah berarti suatu yang dipakai untuk mendekatkan diri kepada Allah.

Al-Lails mengatakan bahwa Al-Qurban adalah sesuatu yang engkau gunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT demi meraih kedekatan dan wasilah.17

Nama lain dari qurban adalah (1) Udhiyah atau udhiyyah, (2) Idhiyyah, jamaknya adhiyyah, (3) dhahiyah, jamak dhahaya, dan (4) Adhah, jamak adha.

Untuk itulah hari raya qurban disebut sebagai yaumul adha atau idhul adha.

Wahbah Al-Zuhaili mendefenisikan dengan:

ﻷﺍ ةيﺤض ةﻐﻟ : ىﺤضﻷﺍ ﺪيﻋ ﻢﺎيأ ﺢبﺬي ﺎﻣﻟﻭ أ ﻪب ىﺤضي ﺎﻣﻠ ﻢسﺍ

Artinya : “Qurban menurut bahasa adalah suatu nama bagi hewan yang diqurbankan atau hewan yang disembelih di hari raya idhul adha”.18

Berdasarkan pengertian di atas, qurban secara bahasa berarti dekat atau mendekatkan, atau sesuatu yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Adapun secara syara‟, qurban atau dhahiyah adalah nama hewan unta, sapi atau kambing yang disembelih pada hari raya idhul adha dan pada tiga hari tasyriq sebagai bentuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Bisa juga didefenisikan

17 Ali Gufron, Tuntunan Berqurban dan Menyembelih Hewan Qurban, (Jakarta: Amzah, 2011), h. 3

18 Wahbah Al-Zuhaily, Al-Fiqh Al-Islami Wa Adillahtuhu, (Beirut: Dar Al-Fikr, 1989), Juz III, h. 594

(23)

dengan hewan-hewan yang disembelih pada hari raya Idul Adha dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT.19

Sayyid Sabiq mendefenisikan dengan:

الله ىﻟﺍ ﺎبﺭﻗﺗ قيﺮﺷﺗﻟﺍ ﻡﺎيأﻭ ﺮﺤﻧﻟﺍ ﻡﻭي ﻢﻧﻐﻟﺍﻭ ﺭﻗبﻟﺍﻭ ﻞبﻹﺍ ﻥﻤ ﺢبﺩي ﺎﻣﻟ ﻡسﺍ ةيﺤضﻷﺍ

Artinya : “Qurban adalah suatu nama bagi binatang yang disembelih seperti sapi, unta dan kambing yang disembelih pada hari nahar dan hari-hari tasyriq guna mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Dari pendapat Sayyid Sabiq ini dapat diketahui, bahwa qurban merupakan nama yang diberikan kepada hewan-hewan seperti lembu, unta dan kambing. Selain dari hewan tersebut seperti ikan, unggas, dan lain -lain tidak bisa disebut sebagai hewan qurban. Selain itu Sayyid Sabiq juga menegaskan, bahwa penyembelihan hewan yang dilakukan pada hari yang telah ditetapkan yaitu hari nahar (Idul Adha atau tanggal 10 Zulhijjah) ditambah dengan hari tasyriq (pada tanggal 11, 12 dan 13 Zulhijjah). Semua ulama juga sepakat, bahwa ibadah qurban bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa qurban adalah hewan yang disembelih pada hari-hari yang telah ditentukan yaitu pada hari nahar, dan hari-hari tasyriq dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT.20

2. Dasar Hukum Qurban

Perintah qurban yang berasal dari Al-Qur‟an dapat ditemui diantaranya pada surat Al-Hajj ayat 36 dan surat Al-Kautsar ayat 1-3:

19 Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami Wa Adillahtuhu, (Jakarta : Gema Insani, 2011), Jilid 4, h.254

20 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, (Beirud: Dar Al-Fikr, 1992), Juz III, h. 274

(24)

a. QS. Al-Hajj ayat 36

























































Artinya : “Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi'ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur”.

Menurut penafsiran ayat di atas adalah binatang, terutama unta yang disediakan buat qurban. Di dalam ayat ini dijelaskan sekali lagi bahwa penyembelihan qurban termasuk di dalam syi‟ar-syi‟ar Allah SWT, di samping ibadah haji. Kalau melihat bergelimpangan unta, sapi, kambing dan domba di tempat penyembelihan di Mina, di hari nahar, karena memang hari raya itu ialah hari upacara qurban, syi‟ar Allah SWT yang bernama qurban. Hari raya bernama idul adha artinya hari raya qurban. Dan aturlah penyembelihan itu dengan tersusun baik. Kalau unta supaya diikat naik kakinya yang kiri, hingga dia disembelih sedang berdiri dengan tiga kaki.21

b. Al-Kautsar ayat 1-3



























21 Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Surabaya: Yayasan Latimojong, 1981), Juz XVII, Cet Ke-2, h. 204

(25)

Artinya : Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak.

Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.

Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus.

Dilihat dari penafsiran ayat, datangnya Malaikat Jibril kepada Rasulullah SAW sewaktu perjanjian Hudaibiyah seraya berkata: “berqurbanlah kamu dan rukuklah”, kemudian Rasulullah SAW berkhutbah dan melakukan shalat dua raka‟at setelah itu beliau berpaling kepada seekor unta dan menyembelihnya.

Dari dua ayat pada surat yang berbeda di atas dapat dipahami adanya perintah qurban. Ibadah ini merupakan rasa syukur kepada Allah SWT dengan mengurbankan hewan ternak yang dapat mendekatkan seseorang kepada-Nya.

Selanjutnya perintah qurban yang berasal dari sunah dapat ditemui seperti berikut:

يﺤضي ﻥﺎك ﻡﻟسﻭ ﻪيﻟﻋ الله ىﻠﺼ يبﻨﻟﺍ ﻦﺍ ﻪﻧﻋ الله يضﺭ كﻟﺎﻤ ﻥبﺍ سﻧﺍ ﻥﻋ ﻋ ﻪﻟﺠﺭ ﻊضيﻭ ىﻤسيﻭ ﻥيﻧﺭﻗأ ﻥيﺤﻠﻤأ ﻥيﺷبكب ىﻟ

ﺎﻣﻬﺤ ﺎفص (

ﻡﻟسﻣ ﻩﺍﻭﺭ )

Artinya: “Dari Anas Bin Malik ra. bahwasanya Nabi Muhammad SAW, telah mengurbankan dua ekor kambing yang putih dan punya tanduk dan beliau menyebut nama Allah seraya bertakbir, lalu beliau meletakkan kaki keleher kambing itu.” (HR.Muslim).22

Hadis ini merupakan hadis fi‟liyah, yaitu hadis yang menggambarkan Rasulullah melaksanakan penyembelihan qurban pada hari nahar, dengan mengurbankan dua ekor kambing yang sehat badannya tidak mempunyai penyakit atau cacat badan.

Kemudian dapat pula dilihat pada hadits lain yang khusus ditujukan kepada mereka yang telah mempunyai kemampuan atau kesanggupan secara materi.

Berikut hadits yang berkaitan dengan ini:

22 Muhammad Bin Ismail Al-Khailani, Subulussalam, (Semarang: Toha Putra, [t.th]), Jilid III- IV, h. 89

(26)

ﻼف ﺢضي ﻡﻠﻭ ةﻌس ﻪﻟ ﻥﺎك ﻥﻤ ﻡﻟسﻭ ﻪيﻟﻋ الله ىﻟﺼ الله ﻞﻭسﺮ ﻥﺍ ﺓﺭيﺮﻫ يبﺍ ﻥﻋ ﺎﻧﻼصﻣ ﻦبﺮﻘي (

ﻪﺠﺎﻣ ﻦبﺍﻭ ﺪﻤﺤﺍ ﻩﺍﻭﺭ )

Artinya : “Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah SAW telah bersabda:

barang siapa yang memiliki kelapangan tetapi tidak berqurban maka janganlah sekali-kali mendekati tempat shalat kami”. (HR. Ahamad dan Ibn Majah).23

Dari hadis ini Rasulullah sangat menganjurkan kepada umat Islam untuk melakukan qurban. Terlihat pada hadits ini Rasulullah SAW memberikan sanksi pada seseorang yang telah memiliki kemampuan yang tidak mau beribadah qurban.

Kemudian dipertegas lagi menurut ijma‟ ulama, bahwa mereka telah sepakat bahwa ibadah ini adalah merupakan ibadah khusus yang telah diberlakukan oleh Allah dan Rasul kepada umat Islam. Sekalipun mereka sepakat akan syari‟at ibadah qurban ini, tetapi mereka berbeda dalam menetapkan hukum berqurban itu sendiri.

3. Hukum Berqurban

Dalam hal ini pendapat ulama berbeda dalam menentukan hukum berqurban. Pendapat ulama tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu jumhur ulama dan ulama Hanafiyah, berikut ini akan penulis uraikan.

23 Ibnu Majjah, Sunan Ibnu Majjah, (Indonesia: Pustaka Dahlan, [t.th], Jilid Ke-2, h. 1044

(27)

a. Menurut Jumhur Ulama

Menurut ulama kebanyakan bahwa hukum melaksanakan qurban adalah sunnah mu‟akkad atau sunnah yang diutamakan (dianjurkan).24 Sedangkan sebagian ulama (Hanafiyah) mengatakan bahwa berqurban hukumnya wajib bagi orang yang bermukim dan memiliki satu nishab.25

Adapun dalil-dalil yang dipergunakan oleh jumhur ulama antara lain sebagai berikut:

الله ﻞﻭسﺭ ﻥأ ةﻣﻟس ﻢأ ﻥﻋ ﻢﻠس ﻭ ﻪيﻠﻋ الله ىﻠص

ﻞﺎﻗ : ةﺠﺤﻟﺍ ﻱﺬ ﻞﻼﻫ ﻢﺗيأﺭ ﺍﺫﺇ

ﻭ ﺍ ﺓﺭﺎﻓﻆأﻭ ﻩﺭﻌﺷ ﻥﻋ كسﻣيﻟﻓ ىﺤضي ﻦأ ﻡكﺪﺤأ ﺪﺍﺭ (

ﻱﺭﺎﺧبﻟﺍ ةﻋﺎﻤﺠﻠﺍ ﻩﺍﻭﺮ )

Artinya : “Dari Ummu Salamah bahwa Rasulullah SAW bersabda: apabila salah seorang kamu melihat bulan sabit (hilal/awal bulan) di bulan Dzulhijjah dan salah seorang kamu ingin berqurban, maka hendaklah menahan diri agar tidak memotong rambut dan kukunya”. (HR.

Jama‟ah kecuali Bukhari).26

Hadis di atas memiliki maksud sederhana bahwa apabila hilal telah tampak di bulan Dzulhijjah maka bagi yang mampu sudah dibolehkan untuk berqurban.

Hadis ini memiliki shighat yang fungsinya menunjukkan kepada sunat yaitu kata

ﺪﺍﺮﺍ

yang berarti keinginan.27

Hadis di atas dapat dipahami maksudnya adalah sunat, karena tidak adanya unsur penekanan yang menyebabkan mesti atau wajib untuk melaksanakan qurban bagi seseorang yang tidak mempunyai kemampuan.

24 Ahamad Taswin, Qurban dan Akikah, (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2007), h.35

25 Ali Gufron, Tuntunan Berqurban dan Menyembelih Hewan, ….., h.38.

26 Wahbah Zuhaili, Fiqih Islam Wa‟adilatuhu, Jilid 4,….., h.257

27 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, …, h. 274

(28)

Selanjutnya hadis yang dipergunakan jumhur ulama adalah sabda Rasulullah SAW:

ﻞﺎﻗف ىﻫ ةبﺠﻭأ ةيﺤضﻷﺍ ﻦﻋ ﺮﻣﻋ ﻦبﺍ ﻞﺎس ﻼﺠﺭ ﻥأ ﻡيﺤس ﻥب ةﻟبﺠ ﻦﻋ :

ىﺤض

ﻥﻭﻣﻟسﻤﻟﺍﻭ ﻡﻟسﻭ ﻪيﻠﻋ الله ىﻠص الله ﻝﻭسﺮ (

ﻤﺮﺗﻟﺍ ﻩﺍﻭﺭ ﻱﺫ

)

Artinya : “Dari Jablah bin Suheim bahwa sesungguhnya seseorang bertanya kepada Ibnu Umar tentang qurban itu wajib, ia menjawab: Rasul telah berqurban dan orang-orang Islam diseru untuk berqurban. Maka bertanya lagi: bagaimana menurutmu? Telah berqurban Rasul dan orang Muslim”. (HR. Tirmidzi)28

Menurut Abu Isya, hadis ini hasan shahih dan ahli ilmu menggunakannya sebagai dalil. Sesungguhnya qurban itu tidak wajib tetapi merupakan salah satu sunnah di antara beberapa sunnah Rasul yang disunnahkan untuk melakukan. Ini pendapat Sufyan Atsauri dan Ibnu Mubarak.29

Dari kedua hadis yang dipergunakan oleh jumhur ulama sebagai dalil tidak ada terlihat unsur perintah yang menunjukkan kepada perintah wajibnya melaksanakan qurban hanya sunnat mu‟akkad, yakni sunnah yang ditekankan.

b. Menurut Ulama Hanafiyah

Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa hukum berqurban adalah wajib bagi penduduk kota dan memiliki harta sebanyak nisab zakat. Akan tetapi dalam hal ini Abu Yusuf berbeda pendapat terhadap hukum qurban dengan menyatakan bahwa hukum qurban adalah sunnah mu‟akkad.30 Sebagai alasan pendapat mereka menggunakan dalil-dalil sebagai berikut:

ﻞصف كبﺮﻟ ﺭﺤﻨﺍﻭ

Artinya : “Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu, dan berqurbanlah” (QS.

108:2)

28 Abi Isya Mahmuel bin Isya bin Surah, Sunan Tirmidzi, (Mesir: Mustafa Bab Halabi, 1962), Juz IV, h. 92

29 Ali Gufron, Tuntunan Berqurban dan Menyembelih Hewan Qurban,

30 Tengku Muhammad Hasbi Ash Shiddiqy, Hukum-hukum Fiqh Islami, (Semarang: PT.

Pustaka Rizki Putra, 1997), Cet Ke-1, h. 191

(29)

Redaksi yang digunakan pada ayat ini adalah perintah (memakai fi‟il amar), dan sebagaimana diketahui al-amru yufidu al-wujub (perintah itu menunjukkan hukum wajib) .31 Inilah pendapat ulama Hanafiyah terhadap ayat di atas.

Adapun dalil kedua yang dijadikan alasan bagi ulama Hanafiyah adalah hadis yang diriwayatkan oleh Ibn Majah yang berasal dari Abu Hurairah:

ﺮﻘي ﻼف ﺢضي ﻡﻠﻭ ةﻌس ﻪﻟ ﻥﺎك ﻥﻤ ﻡﻟسﻭ ﻪيﻟﻋ الله ىﻟﺼ الله ﻞﻭسﺮ ﻥﺍ ﺓﺭيﺮﻫ يبﺍ ﻥﻋ ﻦب

ﺎﻧﻼصﻣ (

ﻪﺠﺎﻣ ﻦبﺍﻭ ﺪﻤﺤﺍ ﻩﺍﻭﺭ )

Artinya: “Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: barang siapa yang memiliki kelapangan tetapi tidak berqurban, maka jangan sekali-kali mendekati tempat shalat kami”. (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).32

Hadis di atas yang digunakan dapat ditinjau lebih jauh bahwa di dalamnya mengandung suatu ancaman bagi orang yang tidak mau melaksanakan qurban.

Sedangkan ancaman yang dipergunakan itu tidaklah akan dipergunakan melainkan kepada sesuatu yang wajib. Untuk itu maka hukum yang dapat diambil dari hadis tersebut adalah wajib. Demikianlah pendapat yang disampaikan golongan Hanafiyah yang dikutip oleh Wahbah Al-Zuhaily.33

Hadis di atas memiliki pandangan khusus bagi sekelompok orang yang memiliki kehendak yang lebih dari cukup sementara ia tidak berqurban, maka Rasul mengatakan jangan sekali-kali mendekati tempat shalat kami, artinya Rasul paling benci kepada orang-orang kikir.

31 Ali Gufron, Tuntunan Berqurban dan Menyembelih Hewan,…h.39

32 Al-Hafiz Abu Abdullah Muhammad Ibn Yazid Al-Qaswini, Sunan Ibnu Majjah, (Bandung:

Pustaka Dahlan, [t. th]), Juz II, h. 1044

33 Wahbah Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adilatuhu, Jilid 4, ,…, h. 256

(30)

4. Syarat-syarat Orang yang Berqurban

Telah sepakat Fuqaha‟ bahwa orang yang dituntut berqurban ialah sebagai berikut:

a. Orang Islam (muslim) b. Merdeka

c. Baligh (dewasa) d. Berakal

e. Menetap

f. Mampu (Mempunyai kesanggupan).34

Untuk lebih jelas, di bawah ini akan dijelaskan mengenai syarat-syarat yang berqurban.

Syarat yang pertama adalah orang Islam. Apabila seseorang yang tidak beragama Islam, maka tidak ada kewajiban baginya untuk berqurban. Meskipun ia mampu untuk melaksanakannya. Syarat kedua adalah orang yang merdeka, bukan seorang budak, bukan pula orang yang kemerdekaannya terpasung.

Pada zaman sekarang, yang termasuk dari orang yang tidak merdeka adalah para tahanan di penjara. Di mana orang-orang seperti itu tidak memiliki kebebasan. Menurut Syaikh Yusuf Qardawi di dalam salah satu bukunya, jika seorang tawanan atau tahanan memiliki harta, boleh saja ia berpesan kepada seseorang untuk membelikan hewan qurban untuk disembelih. Ini merupakan

34 Wahbah Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adilatuhu, Jilid 4,…, h. 263

(31)

wasiat yang harus dilaksanakan, karena seseorang tidak diperbolehkan mempergunakan harta orang lain kecuali atas izin pemiliknya.35

Syarat inilah yang disepakati oleh empat imam Madzhab. Adapun tentang persyaratan yang ketiga adalah harus baligh dan tidak sedang bepergian, terdapat perbedaan pendapat. Menurut madzhab Maliki dan Hanbali mengatakan bahwa baligh tidak merupakan syarat ke sunnahan berqurban sehingga selagi mampu dan merdeka, anak kecil mendapat kesunnahan berqurban, di mana dalam pelaksanaannya dapat diwakilkan kepada orang tua atau walinya. Adapun madzhab Syafi‟i dan Hanafi berpendapat bahwa baligh merupakan syarat dari kesunnahan berqurban. Oleh karena itu, seorang anak tidak mendapat kesunnahan berqurban.36

Wahbah Zuhaily, berpendapat tentang punya kemampuan yaitu:

ىﺤضﻷﺍ ﺪيﻋ ﻡﺎيأ يﻓ ﺎﻬﻨﻋ ﺯجﺎﻌﻟﺍ ﻥﻣ ﺐﻠﻁﺗ ﻼف ﺎﻬيﻠﻋ ﺓﺭﺪﻘﻟﺍ

Artinya : “Mampu untuk melaksanakan qurban, maka tidaklah dituntut untuk melaksanakan dari yang lemah (tidak biasa) qurban pada hari raya idul adha”.37

Menurut Imam Asy-Syafi‟i, sebagaimana tersebut di dalam kitab Al-Fiqhu

„Ala Al-Madzhabhib Al-Arba‟ah, seseorang yang dikatakan mampu berqurban apabila ia memiliki sejumlah uang yang dapat digunakan untuk membeli hewan qurban, di mana uang tersebut tidak ia butuhkan dan tidak dibutuhkan oleh orang- orang yang berada di bawah tanggung jawabnya pada hari raya idul adha dan tiga

35 Ali Gufron, Tuntunan Berqurban dan Menyembelih Hewan,…, h. 59

36 Ali Gufron, Tuntunan Berqurban dan Menyembelih Hewan,…, h. 60

37 Wahbah Zuhaili, FIqih Islam Wa Adilatuhu, Juz 3, …., h.601

(32)

hari tasyriq, orang yang dalam kondisi seperti itu mendapat kesunnahan untuk berqurban.38

Menurut pendapat Hanafiyah, seseorang disebut mampu berqurban apabila mempunyai kekayaan sebanyak dua ratus dirham atau ia memiliki harta senilai seratus dirham tidak termasuk tempat tinggalnya, pakaian dan perabot yang ia butuhkan.

Menurut pendapat Ulama Malikiyah, seseorang yang mampu berqurban adalah orang yang tidak membutuhkan harga hewan qurban itu untuk sesuatu yang sangat penting selama satu tahun. Bila pada tahun itu ia membutuhkan harga hewan tersebut, maka ia tidak disunnahkan berqurban.39

Sedangkan menurut Imam Ahmad Bin Hanbali, berpendapat bahwa seseorang tetap dianggap mampu dan mendapat kesunnahan berqurban meskipun uang yang ia peroleh untuk berqurban itu lewat jalan utang, dengan catatan, ia merasa mampu untuk membayarnya. Imam Ibn Taimiyyah di dalam kitab maj mu‟u Al-Fatwa juga mengatakan, apabila seseorang memiliki kemampuan untuk membayar utang, kemudian berhutang guna membeli hewan qurban maka hal itu baik, meskipun tidak harus dilakukan. Orang seperti ini dianggap mampu karena ia mampu membayar utangnya.40

Dari beberapa pendapat ulama di atas mengenai kemampuan, penulis sepakat dengan pendapat Imam Asy-Syafi‟i yang menyatakan bahwa seseorang yang dipandang mampu berqurban apabila ia memiliki sejumlah uang atau harta yang dapat digunakan untuk membeli hewan qurban, di mana uang tersebut tidak

38 Ali Gufron, Tuntunan Berqurban dan Menyembelih Hewan,…, h. 57

39 Ali Gufron. Tuntunan Berqurban dan Menyebelih Hewan,…, h. 58

40 Ali Gufron, Tuntunan Berqurban dan Menyembelih Hewan,…, h. 59

(33)

ia butuhkan untuk yang lebih wajib atau yang lebih penting baik bagi dirinya pribadi maupun bagi orang-orang yang berada dibawah tanggung jawabnya.

Karena apabila seseorang memiliki sejumlah uang namun uang tersebut sangat ia butuhkan untuk yang lebih penting, maka orang tersebut tidak mendapat kesunahan untuk berqurban. Dan ia tidak mesti memaksakan diri untuk berqurban karena hukum dasar berqurban adalah sunah muakad, sebagaimana telah dicontohkan oleh Abu Bakar dan Umar yang pernah tidak berqurban dengan alasan bahwa keduanya khawatir jika berqurban selalu dilakukannya, akan terjadi salah paham dalam masyarakat muslim bahwa berqurban hukumnya wajib.

Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa seseorang memenuhi syarat untuk melaksanakan ibadah qurban apabila seseorang tersebut Muslim (orang Islam), merdeka, baligh (dewasa), berakal, menetap dan mempunyai kemampuan untuk berqurban.

5. Syarat-syarat Hewan yang Diqurbankan

Syarat-syarat hewan yang diqurbankan maksudnya adalah kriteria-kriteria atau ciri-ciri hewan yang boleh dijadikan hewan qurban. Karena itu, kita harus memberikan qurban yang terbaik.

Adapaun kriteria hewan yang pantas dijadikan hewan qurban akan dijelaskan pada uraian berikut. Dalam hal ini ulama mengemukakan pendapat mereka masing-masing. Di bawah ini akan dijelaskan pada uraian berikut:

Hewan yang digunakan qurban cukup umur, penentuan umurnya sudah ditetapkan oleh Rasulullah SAW dan tinggal mengikutinya saja, sehingga tidak dibenarkan apabila membuat ketentuan umur sendiri, dengan alasan apapun,

(34)

meski hewan yang belum cukup umur itu lebih gemuk dibanding hewan yang sudah cukup umur.41

Mengenai batasan umur hewan qurban ini Rasulullah SAW bersabda, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Jabir r.a:

ﻝﺎﻗ ﺮبﺎﺠ ﻥﻋ :

ﺬﺘﻻ ﻡﻟسﻭ ﻪيﻠﻋ الله ىﻟص الله ﻞﻭسﺮ ب ﻮح

ﻡكيﻠﻋ ﺮسﻌي ﻥأ ﻻﺇ ةﻨسﻣﻻﺇ ﺍ

ﺬﺗف ب ﻮح ةﻋﺬﺠ ﺍ ﻥ أضﻟﺍ ﻦﻣ

( ﻢﻟسﻣ ﻩﺍﻭﺮ

)

Artinya : “Dari Jabir, Rasulullah SAW bersabda: janganlah kamu menyembelih (untuk qurban) kecuali hewan musinnah (telah berganti gigi), kecuali apabila sulit mendapatkan bagi kalian maka sembelihlah (untuk qurban) hewan jadz‟ah (yang baru berumur 1 tahun lebih) dari jenis domba (biri-biri)”. (HR. Muslim).42

Riwayat lain yang mendukung hal ini adalah hadis dari Uqbah Bin Amir ra.

yang diriwayatkan oleh An-Nasa‟i di dalam kitab sunannya:

ﻞﺎﻘ ﺭﻣﺎﻋ ﻥب ةبﻘﻋ ﻥﻋ :

ﺎﻨيﺤض ب ﻡﻟسﻭ ﻪيﻠﻋ الله ىﻟص الله ﻞﻭسﺮ ﻊﻣ ﺫ

ﻥﺎضﻟﺍ ﻥﻣ ﻉ

( ﺎسﻧﻟﺍ ﻩﺍﻭﺭ ىئ

)

Artinya : “Dari Uqbah bin Amir ra. berkata: kami berqurban bersama Rasulullah SAW dengan domba yang mencapai usia jadz‟ah”. (HR. An- Nasa‟i).43

Dari kedua hadis di atas bahwa hewan-hewan yang digunakan untuk berqurban hendaklah sudah mencapai usia musinnah, kecuali domba atau biri- biri karena khusus domba atau biri-biri, usianya sudah mencukupi jika mencapai jadz‟ah.

Adapun batasan tentang defenisi jadz‟ah dan musinnah para imam mazhab berpendapat. Munurut mazhab Hanafi dan Hanbali, domba atau biri-biri disebut

41 Ali Gufron, Tuntunan Berqurban dan Menyembelih Hewan,…, h. 63

42 Imam Abi Husain Muslim Bin Hajjaz, Sahih Muslim, (Indonesia: Maktabah Dahlan, [t.th]), Juz III, h. 1555

43 Imam An-Nasa‟i, Sunan An-Nasa‟i, (Kairo: Dar El-Hadith, 2010), Juz IV, h. 170

(35)

mencapai umur jadz‟ah apabila genap umur 6 (enam) bulan. Berbeda dengan pendapat mazhab Maliki dan Syafi‟i yang mengatakan bahwa domba atau biri- biri disebut- mencapai umur jadz‟ah apabila genab 1 (satu) tahun. Sebenarnya dari kedua pendapat ini dapat diambil jalan tengah, apabila minimal umur 6 (enam) bulan sampai 1 (satu) tahun. Jadi, apabila domba sudah berumur minimal 6 (enam) bulan maka sudah dapat digunakan berqurban, meskipun lebih baik lagi apabila berumur lebih dari 6 (enam) bulan.44

Sedangkan batasan musinnah, menurut mazdhab Hanafi, Maliki, dan Hanbali, kembali disebut musinnah apabila berumur 1 (satu) tahun, dan menurut mazdhab Syafi‟i apabila telah berumur 2 (dua) tahun. Adapun sapi dianggap musinnah apabila sudah berumur 2 (dua) tahun menurut selain mazdhab Maliki, dan menurut madzhab Maliki apabila telah berumur 3 (tiga) tahun. Sedangkan unta disebut musinnah apabila sudah mencapai umur 5 (lima) tahun, menurut kesepakatan empat madzhab. Terhadap perbedaan inipun diambil jalan tengah bahwa atas musinnah pada domba adalah minimal 1 (satu) tahun sampai 2 (dua) tahun, sedangkan sapi adalah minimal 2 (dua) tahun sampai 3 (tiga) tahun.45

Dari penjelasan di atas batas minimal hewan yang dapat dipakai berqurban adalah untuk domba minimal 6 (enam) bulan, kambing minimal 1 (satu) tahun, sapi minimal 2 (dua) tahun, dan unta minimal 5 (lima) tahun. Ini adalah usia minimal yang artinya tidak boleh kurang dari usia tersebut. Keterangan ini dapat ditemukan pada kitab fiqhu As-Sunnah karya Syaikh Sayyid Sabiq.

44 Ahmad Taswin, Qurban dan Akikah, …, h. 37

45 Ali Gufron, Tuntunan Berqurban dan Menyembelih Hewan,…, h. 65

(36)

Adapun kriteria cacat pada hewan yang membuatnya tidak sah untuk berqurban ada empat, sebagaimana sabda Rasulullah SAW dari Al-Barra‟ bin

„Azib sebagai berikut:

ﻞﺎﻗ ﺐﺯﺎﻋ ﻦب ﺀﺍﺮبﻟﺍ ﻦﻋ :

يﺤﺎضﻷﺍ ىﻓ ﺉﺯجﺗ ﻻ ﻊبﺮأ ﻡﻟسﻭ ﻪيﻠﻋ الله ىﻟص الله ﻝﻭسﺮ

ىﻘﻨﺗ ﻻ يﺗﻟﺍ ﺀﺎفﺠﻌﻟﺍﻭ ﻥيبﻟﺍ ﺀﺎﺠﺮﻌﻟﺍﻭ ﺎﻬضﺭﻣ ﻥيبﻟﺍ ةضيﺮﻤﻟﺍﻭ ﺎﻫﺮﻭﻋ ﻥيبﻟﺍ ﺀﺍﺮﻭﻌﻟﺍ ( ﻱﺬﻤﺮﺗﻟﺍ ﻪﺤﻬﺤﺼﻭ ﺪﻣﺤأ ﻩﺍﻭﺭ )

Artinya : “Dari Barra‟ bin „Azib, Rasulullah SAW, bersabda: “Empat macam binatang yang tidak boleh (sah) dijadikan hewan qurban adalah satu satu bola mata jelas buta, dan hewan yang jelas-jelas terlihat pincang dan hewan yang jelas-jelas terlihat sakit, dan hewan yang kurus serta tidak memiliki sum-sum” (HR. Ahmad disahihkan oleh At-Tirmidzi).46 Hadis di atas itulah yang menyebabkan keempat cacat yang tidak boleh ada pada hewan qurban. An-Nawawi mengomentari hadis ini seraya berkata: para ulama sepakat bahwa yang menyandang salah satu dari keempat cacat yang ada pada hadis di atas tidak dapat digunakan untuk berqurban. Demikian juga hewan yang memiliki cacat-cacat serupa atau cacat yang lebih buruk dari itu, seperti hewan yang buta atau yang kakinya buntung.47

Menurut ulama Hanafiyah, jika hewan pincang yang masih bisa berjalan dengan tiga kaki, dan satunya lagi sekedar menapak tanah untuk membantu kaki lainnya berjalan, maka yang demikian itu sah dijadikan qurban.

Begitu pula tidak sah berqurban dengan hewan yang terpotong kupingnya atau ekornya atau bokongnya bila sampai lebih dari sepertiga. Apabila dua pertiga bokongnya masih ada dan sepertiganya hilang, maka yang demikian itu sah. Juga tidak sah berqurban dengan hewan ompong, kecuali bila gigi yang ada pada hewan

46 Imam Tirmidzi, Sunan Tirmidzi, (Kairo: Dar El-Hadith, 2005), Juz III, h. 498

47 Ali Gufron, Tuntunan Berqurban dan Menyembelih Hewan,…, h. 62

(37)

itu lebih banyak dari yang tinggal, juga tidak sah dengan hewan yang dilahirkan tanpa kuping.48

Menurut ulama Malikiyah, ukuran buta di sini adalah hilangnya cahaya mata sekalipun bentuknya tetap utuh, dan juga tidak mempunyai penyakit berat.

Menurut ulama Asy-Syafi‟i, hewan yang mempunyai cacat yang sampai mengurangi daging atau lainnya atau yang dapat dimakan tidak sah dijadikan qurban.49

Jika diperhatikan ulama Syafi‟i menetapkan kadar hewan yang harus diqurbankan ialah dagingnya memiliki kesehatan yang layak untuk dikonsumsi oleh orang yang menerima daging tersebut.50

Menurut ulama Hanabalah, hewan yang tidak sah diqurbankan ialah hewan yang buta (yang hilang cahaya matanya), sekalipun bentuk kedua matanya utuh.

Hewan yang celek matanya masuk ke dalam buta juga tidak sah diqurbankan, tetapi apabila pada matanya itu hanya terdapat (bintik) putih tetapi tetap berfungsi, maka ia sah dijadikan qurban.51

Itulah keempat cacat yang tidak boleh ada pada hewan qurban. An-Nawawi mengomentari hadis ini seraya berkata: “Para ulama sepakat bahwa hewan yang mengandung salah satu dari keempat cacat yang ada pada hadis Al-Barra‟bin „Azib di atas tidak dapat digunakan untuk berqurban. Demikian juga hewan buta atau kakinya buntung”. Menurut para imam mazhab, cacat yang serupa dengan keempat cacat di

48 Wahbah Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adilatuhu, Jilid 4,….,h.278

49 Ahmad Taswin, Qurban dan Akikah, …, h. 39

50 Ahmad Taswin, Qurban dan Akikah, …, h. 40

51 Ali Gufron, Tuntunan Berqurban dan Menyembelih Hewan,…, h. 64

(38)

atas atau bahkan yang lebih buruk darinya, antara lain adalah: hewan yang sebagian besar telinga atau tanduknya hilang, yang buta, pontong kakinya, gila, kudisan.52

Dari pendapat di atas dapat dipahami bahwa yang tidak boleh dijadikan sebagai hewan qurban adalah hewan yang buta, hewan yang celek, hewan yang sakit (rusak dagingnya, rusak fisiknya). Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa hewan yang boleh dijadikan hewan qurban adalah hewan yang sehat, terhindar dari „aib, baik dipandang mata dan mempunyai anggota badan yang lengkap.53

Hal ini sesuai dengan pendapat Sayyid Sabiq yang mengatakan bahwa:

“syarat sah hewan qurban adalah selamat dari „aib (cacat)”, maka tidak boleh mengorbankan binatang-binatang yang cacat.54 Dan binatang ternak yang akan diqurbankan itu adalah hewan yang harus dalam keadaan sehat, mulus, bersih, bagus pandangan mata, dan mempunyai anggota badan yang lengkap (cukup).

6. Sejarah Ringkas Qurban

Ibadah qurban adalah ibadah yang dianjurkan kepada umat Islam, karena di samping mendekatkan diri kepada Allah SWT. Ia memiliki dimensi sosial yang amat baik, diharapkan dapat menjaga jarak jurang pemisah antara umat yang kuat dan yang lemah ekonominya, khusus dalam kalangan Islam.

Sejarah pelaksanaan qurban oleh manusia setua peradaban manusia itu sendiri. Sejak Nabi Adam as diturunkan Allah SWT ke bumi sampai memperoleh keturunan setelah sekian lama diturunkan Allah SWT ke muka bumi, qurban sebagai sebuah ritual mulai dilakukan. Setelah itu, hampir semua generasi

52 Ali Gufron, Tuntunan Berqurban dan Menyembelih Hewan,…, h. 62

53 Ali Gufron, Tuntunan Berqurban dan Menyembelih Hewan,…, h. 63

54 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah 5, …, h.256

(39)

manusia dari zaman ke zaman melakukan qurban dengan berbagai latar belakang dan tujuan yang berbeda-beda sebagai bentuk penghambaan diri kepada Allah SWT.55

Dalam agama Islam, ibadah qurban adalah salah satu ritual penting yang telah disyari‟atkan Allah SWT dan Rasul-Nya. Berbagai dalil dalam Al-Qur‟an dan hadits, dapat diketahui asal mula pensyari‟atan ibadah qurban. Adapun sejarah seputar ibadah qurban terpapar sebagai berikut:

1) Qurban putra Nabi Adam as

Ritual qurban sebenarnya sudah dilakukan sejak masa Nabi Adam as, yaitu qurban yang dilakukan ke dua putranya, Habil dan Qabil. Ketika itu terjadi perebutan antara kakak beradik di dalam hal jodoh. Habil dijodohkan dengan saudara kembarnya Qabil yang cantik rupawan. Sementara itu, Qabil dijodohkan dengan saudara kembar Habil yang berwajah kurang menarik. Qabil menolak perjodohan tersebut, karena ia sangat ingin menikahi saudara kembarnya sendiri yang cantik itu. Qabil pun memprotes kebijakan sang ayah, Nabi Adam As.56

Nabi Adam as menerima protes Qabil. Namun, Nabi memeinta bukti kepada Qabil bahwa dia pantas mendapatkan apa yang diinginkannya. Lalu, Nabi Adam memerintahkan Qabil dan Habil untuk mempersembahkan qurban sesuai dengan pekerjaan masing-masing. Habil sebagai pengembala mengorbankan ternak yang dijaganya. Qabil yang seorang petani mengorbankan hasil panennya. Habil dengan penuh ikhlas berqurban, sehingga qurbannya diterima Allah SWT.

55 Ahmad Taswin, Qurban dan Akikah, …, h. 27

56 Ali Gufron, Tuntunan Berqurban dan Menyembelih Hewan,…, h. 5-6

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian dilakukan dengan meneliti aktivitas anak serta setting fisik lingkungan kampung kreatif Dago P ojok RW 03 dengan 4 titik pengamatan berdasarkan ruang y ang paling

Tabungan SimPel iB merupakan tabungan dalam bentuk simpanan dana nasabah pada bank yang bersifat simpanan dan penarikannya dapat dilakukan setiap saat, dan tabungan ini

Publikasi Statistik Daerah Kecamatan Mrebet 2015 diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik Kabupaten Purbalingga berisi berbagai data dan informasi terpilih seputar Keca-

Identifikasi sumber daya yang dipengaruhi oleh setiap kegiatan pertukaran ekonomi dan para pelaku yang terlibat (pelaku internal dn pelaku eksternal) dalam

Dapat dilihat dari grafik bahwa pengguna Internet akan berjumlah kurang lebih 200 juta pada tahun 2000. Diperkirakan lebih dari 90 juta orang dari 200 juta pengguna

Diajukan kepada Program Studi Hukum Keluarga Islam Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang.. Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar

Hukum Islam (KHI) Pasal 53 telah melegitimasi kebolehan mengawinkan wanita hamil karena zina dengan laki-laki yang menzinainya, bahkan juga melegitimasi konsekuensi

3. Apakah yang menjadi kendala dan upayah apa yang harus dilakukan dalam penerapan asas praduga tidak bersalah dalam perkara tindak pidana korupsi?. Adapun metodologi