• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEBAL INTIMA-MEDIA ARTERI KAROTIS SEBAGAI PENANDA KEPARAHAN PADA PENYAKIT JANTUNG KORONER TESIS PROFESI. Oleh OMAR MOKHTAR SIREGAR NIM:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TEBAL INTIMA-MEDIA ARTERI KAROTIS SEBAGAI PENANDA KEPARAHAN PADA PENYAKIT JANTUNG KORONER TESIS PROFESI. Oleh OMAR MOKHTAR SIREGAR NIM:"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS PROFESI

Oleh

OMAR MOKHTAR SIREGAR NIM: 147115005

Pembimbing

1. dr. Refli Hasan, Sp.PD, SpJP(K) 2. dr. Zainal Safri, SpPD, SpJP(K)

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS

DEPARTEMEN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR FAKULTAS KEDOKTERAN

(2)

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah dalam Program Studi Ilmu Jantung dan Pembuluh Darah pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Oleh

Omar Mokhtar Siregar

NIM : 147115005

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS

DEPARTEMEN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)
(4)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

TEBAL INTIMA-MEDIA ARTERI KAROTIS SEBAGAI PENANDA KEPARAHAN PADA PENYAKIT JANTUNG KORONER

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah dituliskan atau diterbitkan orang lain kecuali yang digunakan sebagai acuan referensi dan telah disebutkan dalam daftar pustaka

Medan, Februari 2019

(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis ini dibuat untuk memenuhi syarat kelulusan dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis Kardiologi dan Kedokteran Vaskular di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaaan dan ucapan terima kasih yang sebesar -besarnya kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, dan Ketua TKP PPDS I Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan penulis kesempatan untuk mengikuti Program Pendidikan Profesi Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. dr. Harris Hasan, SpPD, SpJP(K) selaku Ketua Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan penulis kesempatan untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara serta memberikan ide, arahan serta masukan sehingga dapat menerapkan pola berpikir yang komprehensif kepada penulis sehingga tulisan ini dapat diselesaikan.

(6)

Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bimbingan, arahan, koreksi serta dukungan moril sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

4. dr. Refli Hasan, SpPD, SpJP(K) dan dr. Zainal Safri, Sp.PD, Sp.JP(K), sebagai pembimbing penulis yang telah memberikan bimbingan, masukan, kritikan dan saran yang begitu berharga sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

5. Guru-Guru penulis : Prof. dr. T. Bahri Anwar, SpJP(K); Prof. dr. Sutomo Kasiman, SpPD, SpJP(K); Prof. dr. Abdullah Afif Siregar, SpA(K), SpJP(K); Prof. dr. Harris Hasan, SpPD, SpJP(K); Alm. dr. Maruli T Simanjuntak, SpJP(K); dr. Nora C. Hutajulu, SpJP(K); Dr. dr. Zulfikri Mukhtar, SpJP(K); Alm. dr. Isfanuddin N. Kaoy, SpJP(K); dr. P. Manik, SpJP(K); dr. Refli Hasan, SpPD, SpJP(K); dr. Amran Lubis, SpJP(K); dr. Nizam Akbar, SpJP(K); dr. Zainal Safri, SpPD, SpJP(K); dr. Andre P. Ketaren, SpJP(K); dr. Andika Sitepu, SpJP(K); dr. Anggia C. Lubis, SpJP; dr. Ali Nafiah Nasution, SpJP(K); dr. Cut Aryfa Andra, SpJP(K); dr. Hilfan Ade Putra Lubis, SpJP; dr. Andi Khairul, SpJP; dr. Abdul Halim Raynaldo, SpJP (K), dr. M. Yolandi, SpJP; dr. Yuke Sarastri, SpJP; dr. Teuku Bob Haykal, SpJP serta guru lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak memberikan masukan dan dorongan selama mengikuti Program Pendidikan Spesialis Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah.

(7)

suasana kerja yang baik sehingga penulis dapat mengikuti Program Pendidikan Spesialis Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah.

7. Rekan-rekan sahabat Kelakar Medan yang telah memberikan waktu dan tenaga dalam membantu pengambilan sampel penelitian, proses seminar dan memberikan masukan serta saran dan doa dalam penyelesaian tesis ini dan saling membantu dalam mengikuti program pendidikan profesi ini.

8. Para perawat Pusat Jantung Terpadu RSUP HAM serta staf administrasi Ahmad Syafi’I, Nanda dan Khusna yang telah membantu terselenggaranya penelitian ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas semua jasa dan budi baik mereka yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

9. Semua subjek penelitian yang telah bersedia berpartisipasi secara sukarela dalam penelitian ini.

10. Kedua orang tua yang sangat penulis sayangi yakni dr. H. Tigor P. Siregar, Sp.PD dan ibunda tercinta dr. Hj. Fitra Laila, Sp. THT-KL yang selama ini telah memberikan dukungan dan perhatian baik moril dan materi serta doa dan nasihat agar penulis tetap semangat, sabar dan tegar dalam mengikuti pendidikan sampai selesai.

11. Kedua Mertua yang sangat penulis sayangi yakni Ir. H. Arsyad D. Koedadiri & Hj. Siti Zahara Sitorus yang selama ini telah memberikan dukungan dan doa kepada penulis agar tetap sabar dan semangat dalam mengikuti pendidikan sampai selesai

(8)

kepada penulis sehingga tetap semangat dan kuat dalam menyelesaikan penelitian ini.

13. Kepada anak-anak penulis yang sangat penulis sayangi Kareem P. Siregar & Mikail S. Siregar yang ma na keceriaannya selalu menjadi semangat kepada penulis untuk menyelesaikan tesis dan pendidikan.

14. Keempat teman seperjuangan penulis dr. Suhenda B.H. Ginting, dr. Yasmine F. Siregar, dr. Rizki A. Farindani, dr. Marisa K. Hazrina yang sedari awal masa pendidikan telah bersama-sama dengan penulis saling membantu dan bekerjasama tanpa pamrih.

15. Seluruh sahabat penulis khususnya “Tim PUBG Kelakar” dr. Imam K. Dermawan, dr. Taufik Delfian, dr. Kamal K. Ilyas & dr. Petrus S. Pinem yang telah memberikan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan pendidikan magister ini.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas jasa budi baik mereka dan memberkati mereka yang membantu penulis tanpa pamrih dalam mewujudkan cita-cita penulis. Akhirnya penulis mengharapkan agar penelitian dan tulisan ini kiranya dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Februari 2019

(9)

Abstrak

Latar Belakang : penyakit jantung koroner merupakan penyebab kematian non

infeksi terbesar di negara berkembang,. Pengukuran tebal intima-media arteri karotis telah digunakan lebih dari tiga dekade untuk mengukur beban aterosklerosis, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara ketebalan intima-media arteri karotis dengan derajat keparahan penyakit jantung koroner pada pasien angina pektoris stabil.

Metode : penelitian ini merupakan penelitian potong lintang terhadap 63 pasien

dengan diagnosa angina pektoris stabil yang datang ke poliklinik rawat jalan RSUP HAM sejak November 2018 sampai dengan Desember 2018. Pasien dilakukan pemeriksaan USG doppler untuk mengukur tebal intima-media arteri karotis interna kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan angiografi koroner dan dihitung derajat keparahan lesi koroner dengan skor Gensini. Dilakukan analisa bivariat dengan Chi-Square pada skala kategorik skor Gensini untuk menilai hubungan antara ketebalan intima-media arteri karotis dengan derajat keparahan penyakit jantung koroner pada pasien angina pektoris stabil.

Hasil : dari 63 subjek penelitian, 23 (82,1%) subjek dengan ketebalan

intima-media arteri karotis ≥ 0,75 mm memiliki skor Gensini ≥ 20 dan pada subjek dengan ketebalan intima-media arteri karotis < 0,75 mm hanya 8 (22,9%) subjek dengan nilai Gensini ≥ 20 (p < 0,001). Didapatkan nilai cut-off 0,55 mm (sensitivitas : 93,5% dan spesifisitas 87,5%) sebagai penanda skor Gensini ≥ 20 pada pasien angina pektoris stabil.

Kesimpulan : Tebal intima-media arteri karotis interna dengan nilai cut-off 0,55

mm dapat digunakan sebagai penanda derajat keparahan penyakit jantung koroner yang diukur dengan skor Gensini

(10)

Abstract

Background : coronary artery disease is the chief cause of non infection cause of

death in the developing country, carotid intima-media thickness evaluation are used for over three decade to asses atherosclerotic burden, this study aims to seek correlation between carotid intima-media thickness with coronary artery disease severity.

Methods : this is a cross-sectional study involving 63 patients diagnosed with

stable angina pectoris in Haji Adam Malik General Hospital Medan from November 2018 to December 2018. Carotid Doppler USG and Angiography are performed for each patients. Chi-Square test will be performed to analyze correlation between internal carotid intima-media thickness with Gensini score.

Results : from 63 subjects, 23 subjects (82,1%) with internal carotid intima-media

thickness ≥ 0,75mm had Gensini score ≥20 while in patients with carotid intima-media thickness <0,75mm 8 (22,9%) had Gensini score ≥20 (p<0,001). Cut-off point 0,55 mm (Sensitivity: 93,5% and Specificity: 87,5%) is a marker for high Gensini score.

Conclusion : Internal Carotid intima-media thickness with cut-off point 0,55 mm

can be used to predict the severity of coronary artery disease measured by Gensini Score in stable coronary artery disease patients

(11)

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ... i

Lembar Pernyataan Orisinalitas... ii

Ucapan Terima Kasih ... iii

Abstrak ... vii

Abstract ... viii

Daftar Isi ... ix

Daftar Gambar ... xii

Daftar Tabel ... xiii

Daftar Singkatan dan Lambang ... xiv

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Pertanyaan Penelitian... 3 1.3 Hipotesis Penelitian ... 3 1.4 Tujuan Penelitian ... 3 1.4.1 Tujuan Umum ... 3 1.4.2 Tujuan Khusus ... 3 1.5 Manfaat Penelitian ... 3 1.5.1 Kepentingan Akademik... 3 1.5.2 Kepentingan Masyarakat ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Histologi Arteri ... 5

2.1.1 Arteri ... 5

2.1.2 Arteri Elastik ... 8

2.1.3 Arteri Muskularis ... 8

2.1.4 Arteriol ... 8

(12)

2.1.6 Arteri Karotid ... 10

2.1.7 Arteri Karotid Eksterna ... 10

2.1.8 Arteri Karotid Interna ... 11

2.2 Fisiologi Arteri ... 11

2.3 Aterosklerosis ... 16

2.3.1 Fatty Streak ... 16

2.3.2 Progressi Plak ... 23

2.3.3 Penipisan Fibrous Cap ... 24

2.3.4 Disrupsi Plak ... 24

2.4 Faktor Resiko ... 28

2.5 Kerangka Teori ... 30

2.6 Kerangka Konsep ... 31

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 32

3.2 Tempat dan Waktu... 32

3.3 Populasi dan Sampel ... 32

3.4 Besar Sampel ... 32

3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 33

3.5.1 Kriteria Inklusi... 33

3.5.2 Kriteria Eksklusi ... 33

3.6 Definisi Operasional ... 34

3.7 Identifikasi Variabel ... 34

3.8 Alur Penelitian ... 35

3.9 Cara Pemeriksaan Tebal Intima-Media Arteri Karotis Interna ... 36

3.10 Derajat Keparahan Koroner Dengan Skor Gensini ... 37

3.11 Pengolahan dan Analisis Data ... 37

(13)

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1 Karakteristik Subjek Penelitian ... 39 4.2 Hubungan Karakteristik Subjek Penelitian Terhadap Ketebalan

Intima-Media Arteri Karotis Interna ... 41 4.3 Hubungan Karakteristik Subjek Penelitian Terhadap Skor

Gensini ... 42 4.4 Perbedaan Rerata Ketebalan Intima-Media ICA dan Skor

Gensini Terhadap Lesi Pembuluh Darah Koroner ... 44 4.5 Hubungan Skor Gensini Terhadap Ketebalan Intima-Media

Arteri Karotis nterna ... 44

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Pengumpulan Data Subjek ... 46 5.2 Karakteristik Subjek dan Hasil Pengamatan ... 46

BAB VI KESIMPULAN

6.1 Kesimpulan ... 50 6.2 Saran ... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 5

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Perbandingan Struktur Pembuluh Darah ... 6

Gambar 2.2 Anatomi Arteri ... 7

Gambar 2.3 Efek Vasodilatasi NO ... 14

Gambar 2.4 Efek anti trombosis oleh NO pada endotel ... 15

Gambar 2.5 Skema disfungsi endotel ... 19

Gambar 2.6 Skema patogenesis disfungsi endotel pada DM ... 19

Gambar 2.7 Proses aterosklerosis dan pembentukan foam cell ... 22

Gambar 2.8 Progresi plak ... 23

Gambar 2.9 Penipisan lapisan fibrous ... 24

Gambar 2.10 Faktor trombus dan mediator fisiologi ... 25

Gambar 2.11 Rupturnya plak menyebabkan terbentuknya trombus ... 26

Gambar 2.12 Angiografi koroner aterosklerosis pada LAD dan LCX ... 27

Gambar 2.13 Klasifikasi plak ... 28

Gambar 2.14 Kerangka Teori ... 30

Gambar 2.15 Kerangka Konsep ... 31

(15)

DAFTAR TABEL

4.1 Karakteristik Subjek Penelitian ... 40 4.2 Hubungan Karakteristik Subjek Penelitian terhadap ICA-IMT ... 41 4.3 Hubungan Karakteristik Subjek Penelitian terhadap Skor Gensini . 43 4.4 Perbedaan rerata ketebalan intima-media ICA dan Skor Gensini ...

(16)

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

ALI : Acute Limb Ischemic

APS : Angina Pectoris Stabil

c-GMP : Cylic Guanosine Monophospate

DM : Diabetes Mellitus

EDHF : Endothelium-DerivesHyperpolarizing Factor

EKG : Elektrokardiografi

HDL : High Density Lipoprotein

ICA : Internal Carotid Artery

IL : Interleukin

IMT : Intima-Media Thickness

LAD : Left Anterior Descending arteri

LAM : Leucocyte adhesion molecules

LCX : Left Cirumflex arteri

mLDL : modified Low Density Lipoprotein

NO : Nitric Oxide

PDGF : Platelet Derived Growth Factor

PKC : Protein Kinase-C

SKA : Sindroma Koroner Akut

USG : Ultrasonografi

VCAM : Vascular Cell Adhesion Molecule

ICAM : Intercellular Adhesion Molecule

(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit jantung koroner masih menjadi penyebab kematian non infeksi terbesar di negara berkembang. Pemeriksaan dengan elektrokardiografi, treadmill test dan ekokardiografi yang selama ini digunakan masih memiliki keterbatasan sensitivitas dan spesifisitas , terutama kepada pasien yang datang dengan keluhan angina yang tidak khas dan treadmill test yang negatif dan/atau ekokardiografi yang normal. oleh karena itu dibutuhkan pemeriksaan diagnostik yang dapat menambah nilai diagnostik dari suatu penyakit jantung koroner. Penebalan intima-media arteri karotis dianggap sebagai suatu tanda dari proses aterosklrosis pembuluh darah. Dengan adanya alat ultrasonografi-doppler yang dapat menilai secara komprehensif ketebalan intima-media arteri karotis diharapkan dapat membantu untuk menegakkan diagnosa dan derajat keparahan suatu penyakit jantung koroner dengan lebih akurat dan cepat (Hill,2002; Licento dkk,994;Kablak dkk, 2004).

(18)

Dampak dari hipertensi, diabetes mellitus, hiperlipidemia, merokok, usia dan jenis kelamin terhadap ketebalan intima-media arteri sudah sangat jelas pada studi sebelumnya tetapi hubungan antara tebal intima-media arteri dan aterosklerosis arteri koroner masih membutuhkan studi lebih lanjut (Cuspidi,2002; Adam dkk, 1995)

Metode pencitraan merupakan salah satu cara untuk mendiagnosa dan menyusun stratifikasi resiko, tetapi metode ini haruslah murah, aman, mudah dilakuan, sensitif dan yang paling penting dapat membantu menyimpulkan suatu diagnosa sehingga intervensi dapat dilakukan sebelum penyakit muncul (Murari BP, 2018)

USG karotis merupakan alat diagnostik yang sekarang sudah cukup banyak tersedia di rumah sakit di Indonesia, berfungsi bukan hanya sebagai alat diagnostik tetapi juga sebagai alat untuk evaluasi perkembangan penyakit pada pasien (darabian dkk, 2013).

Pengukuran USG untuk tebal intima-media arteri karotis telah terbukti lebih dari tiga dekade dalam metode yang penting untuk mengukur beban aterosklerosis (Bauer M dkk, 2012).

Studi epidemiologi dan intervensi yang mengevaluasi penyakit pembuluh darah jantung haruslah memasukkan ketebalan tunika intima-media dan plak agar dapat memperjelas karakter populasi studi dengan lebih baik (Touboul dkk, 2012). Inaba dkk menyarankan pemeriksaan USG untuk tebal tunika intima -media rutin dilakukan apabila ditemukan adanya plak pada arteri karotis agar dapat meningkatkan kemampuan diagnostik penyakit kardiovaskular (Inaba dkk, 2012).

(19)

Tetapi standarisasi metode pengukuran tebal intima-media masih harus di implementasikan sebelum pengkuran tersebut dapat diajukan dalam praktik klinis sebagai alat diagnostik untuk menstratifikasi resiko kardiovaskular sebagai usaha prevensi primer dan untuk memutuskan suatu terapi yang lebih agresif, tetapi dapat diyakini bahwa seseorang dengan kategori resiko sedang untuk penyakit kardiovaskular akan masuk kedalam resiko tinggi apabila ditemukan peningkatan ketebalan intima-media arteri karotis (Simon dkk, 2002).

1.2 Pertanyaan Penelitian

Apakah perbedaan ketebalan intima-media arteri karotis dapat membedakan derajat keparahan pasien penyakit jantung koroner

1.3 Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah bahwa semakin tebal intima-media karotis maka semakin buruk derajat aterosklerosis jantung koroner pasien

1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara ketebalan intima media arteri karotis dengan derajat keparahan penyakit jantung koroner

1.4.2 Tujuan Khusus

untuk mengetahui nilai cut-off tebal intima- media arteri karotis interna sebagai penanda derajat keparahan penyakit jantung koroner

 Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi tebal intima-media karotis

 Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi derajat keparahan penyakit jantung koroner pada pasien angina pektoris stabil

(20)

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat ilmiah sebagai alat ukur diagnostik tambahan untuk pasien dengan penyakit jantung koroner

1.5.2 Kepentingan Masyarakat

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Histologi Arteri

Ada lima jenis utama pembuluh darah adalah arteri, arteriol, kapiler, venule dan vena. Arteri membawa darah dari jantung ke organ lain. Arteri besar, elastik meninggalkan jantung dan terbagi menjadi arteri muskularis ukuran sedang yang bercabang ke berbagai area tubuh. Arteri berukuran sedang kemudian terbagi menjadi arteri kecil, yang nantinya terbagi menjadi arteri yang lebih kecil yang disebut arteriol (Tortora dkk, 2007).

2.1.1 Arteri

(22)

Gambar 2.1. Perbandingan struktur pembuluh darah (Tortora dkk,2007).

(23)

meregang saat tekanan tinggi sistol dan kembali pada saat diastole (recoil) sedangkan komponen muskular yang berfungsi untuk kontraksi lebih dominan pada arteri kecil seperti arteriol, berkontraksi dan relaksasi untuk mengatur tahanan perifer. Neuron simpatis dari sistem saraf otonom terdistribusi ke otot polos tunika media. Meningkatnya stimulasi simpatis khususnya merangsang otot polos untuk berkontraksi, yang meremas dinding pembuluh darah dan mempersempit lumen. Berkurangnya diameter lumen pembuluh darah disebut vasokonstriksi. Berlawanan dengan ini, serabut otot polos berelaksasi bila stimulasi simpatis berkurang atau bila adanya bahan kimia tertentu, seperti nitrit oksida, H+ dan asam laktat. Peningkatan diameter lumen disebut vasodilatasi. Ketika arteri atau arteriol rusak, otot polosnya berkontraksi, yang menyebabkan spasme vaskular (vasospasme) pembuluh darah, yang menghambat aliran darah melalui pembuluh darah yang rusak dan membantu mengurangi hilangnya darah jika pembuluh darah kecil (Tortora dkk, 2007; Ken dkk, 2011).

Tunika adventitia terdiri dari nervus, pembuluh limfatik dan pembuluh darah (vasa vasorum) yang memberi nutrisi pada sel-sel dinding pembuluh darah.

Dinding arteri merupakan tempat banyaknya pertukaran komponen yang secara dinamis menjaga fungsi homeostasis dimana faktor-fakor pentingnya antara lain adalah endothelial sel, sel otot polos, matrix extracellular yang mengelilinginya (Ken dkk, 2011)

(24)

2.1.2 Arteri Elastik

Arteri berdiameter terbesar (lebih dari 1cm) disebut arteri elastik karena tunika media mengandung serabut elastik yang tinggi. Arteri elastik memiliki dinding yang relatif tipis sebanding dengan diameter secara keseluruhan. Lamina elastik interna tidak komplit dan lamina elastik eksternal tipis. Arteri elastik melakukan fungsi penting dalam membantu mendorong darah ke depan ketika ventrikel berelaksasi. Ketika darah diejeksi dari jantung ke arteri elastik, dindingnya meregang untuk menampung aliran darah, yang menyimpan energi mekanik dalam jangka waktu pendek. Karena itu serabut elastik berfungsi sebagai pressure reservoir . Karena itu, serabut elastik recoil dan mengubah energi yang diismpan menjadi energi kinetik, yang menyebabkan darah mengalir. Sehingga, darah bergerak terus melalui arteri bahkan ketika ventrikel sedang berelaksi. Karena mereka menyalurkan darah dari jantung ke arteri yang berukuran sedang, lebih muskularis, arteri elastik juga disebut conducting artery. Arteri aorta dan brakiosefalik, arteri karotid komunis, arteri subklavia, vertebralis, pulmonalis dan common iliac artery adalah arteri elastik (Tortora dkk, 2007).

2.1.3 Arteri Muskularis

Arteri berukuran sedang berdiameter mulai dari 0.1 sampai 10mm disebut arteri muskularis karena tunika medianya mengandung lebih banyak otot polos dan lebih sedikit serabut elastik daripada arteri elastik. Karena itu, arteri muskularis lebih mampu memvaskonstriksi dan vasodilatasi untuk menyesuaikan tingkat aliran darah. Banyak otot polos membuat dinding arteri muskularis relatif tebal. Mereka memiliki lamina elastik interna tipis dan lamina elastik eksternal yang menonjol. Arteri muskularis juga disebut distributing artery karena mereka mendistribusikan darah ke berbagai bagian tubuh. Misalnya arteri brakialis di lengan dan arteri radialis di tangan (Tortora dkk, 2007).

2.1.4. Arteriol

(25)

dengan arteri dari mana mereka bercabang, arteriol memiliki tunika interna seperti arteri, tunika media yang terdiri dari otot polos dan sangat sedikit serabut elastik, dan tunika eksterna yang sebagian besar terdiri dari serabut elastik dan kolagen. Pada arteriol berdiameter terkecil, yang terdekat dengan kapiler, tunika terdiri dari hanya sedikit lebih banyak dari cincin sel endotel yang dikelilingi oleh beberapa serabut otot yang tersebar (Tortora dkk, 2007)

Arteriol berperan penting dalam mengatur aliran darah dari arteri ke dalam kapiler dengan cara mengatur resistensi, berlawanan dengan aliran darah. Pada pembuluh darah resistensi terutama disebabkan oleh gesekan antara darah dan dinding dalam pembuluh darah. Ketika diameter pembuluh darah lebih kecil, gesekan lebih besar. Karena kontraksi dan relaksasi otot polos di dinding arteriol dapat mengubah diameter mereka, arteriol diketahui sebagai resistance vessel. Kontraksi otot polos arteriol menyebabkan vasokonstriksi, yang meningkatkan resistensi vaskular dan mengurangi aliran darah ke dalam kapiler yang disuplai oleh arteriol itu. Berlawanan dengan itu, relaksasi otot polos arteriol menyebabkan vasodilatasi, yang mengurangi resistensi vaskular dan meningkatkan aliran darah ke dalam kapiler. Perubahan dalam diameter arteriol juga dapat mempengaruhi tekanan darah: vasokonstriksi arteriol meningkatkan tekanan darah, dan vasodilatasi arteriol menurunkan tekanan darah (Tortora dkk, 2007)

2.1.5. Kapiler

Kapiler merupakan pembuluh darah mikroskopik yang menghubungkan arteriol dengan venule; mereka berdiameter 4 sampai 10µm. Aliran darah dari arteriol ke venule melalui kapiler disebut mikrosirkulasi. Kapiler ditemukan dekat dengan hampir setiap sel di tubuh, tetapi jumlah mereka bervariasi dengan aktivitas metabolik jaringan yang dimiliki mereka. Jaringan tubuh dengan kebutuhan metabolik tinggi, seperti otot, hati, ginjal, dan sistem saraf, menggunakan lebih banyak O2 dan nutrien dan karena itu memiliki jalinan kapiler

(26)

Kapiler dikenal sebagai exchange vessel karena fungsi utama mereka adalah pertukaran nutrient dan sampah antara darah dan sel jaringan melalui cairan interstisial. Dinding kapiler terdiri dari hanya selapis sel endotel dan membrane basal. Mereka tidak memiliki tunika media atau tunika eksterna. Karena itu, substansi dalam darah harus melewati hany satu lapisan sel untuk mencapai cairan interstisial dan sel jaringan. Metaarterial merupakan pembuluh darah yang timbul dari arteriol dan mensuplai jaringan dari 10-100 kapiler, yang disebut capillary bed (Tortora dkk, 2007)

2.1.6. Arteri Karotid

Arteri utama memasok kepala dan leher adalah 2 arteri karotid. Pembuluh ini naik di leher, di mana masing-masing terbagi menjadi 2 cabang, karotid eksternal (memasok bagian luar kepala, wajah, dan bagian yang lebih besar dari leher) dan karotis interna (memasok untuk sebagian besar bagian-bagian dalam tengkorak dan rongga orbital).

Arteri karotid komunis berbeda dari asal mereka. Sebelah kanan dimulai pada bifurkasi dari batang brakiosefalika di belakang sendi sternoklavikular dan terbatas pada leher. Sebelah kiri dari bagian tertinggi dari lengkungan aorta di sebelah kiri, dan di posterior, batang brakiosefalika. Setiap pembuluh melewati miring ke atas, dari balik artikulasi sternoklavikularis dengan batas atas dari kartilago tiroid, di mana ia terbagi menjadi arteri karotis eksternal dan internal. Di balik sudut bifurkasi dari arteri karotid komunis adalah badan bentuk oval coklat kemerahan yang dikenal sebagai badan karotid (Tortora dkk, 2007).

2.1.7. Arteri Karotid Eksternal

(27)

struktur dalam wajah dan dapat dibagi menjadi bagian rahang bawah, pterygoideus, dan pterygopalatine (Tortora dkk, 2007).

2.1.8. Arteri Karotid Interna

Arteri karotis interna memasok bagian anterior dari otak, mata dan sekitarnya, serta bercabang ke dahi dan hidung. Pembuluh ini dapat dibagi menjadi 4 bagian: cervical, petrous,cavernosus, dan cerebral. Bagian cervical dari karotis interna tidak ada cabang. Bagian petrous bercabang ke caroticotympanic dan arteri kanal pterygoid; bagian cavernosus mendarahi cavernosus, hypophyseal, semilunar, dan meningeal anterior; dan bagian cerebral mendarahi mata, cerebral anterior, mid cerebral, posterior komunikans, dan choroidal (Tortora dkk, 2007).

2.2. Fisiologi Arteri

Fungsi arteri adalah untuk memindahkan darah di bawah tekanan tinggi ke jaringan. Karena alasan inilah, arteri memiliki dinding vaskular kuat, dan aliran darah berkecepatan tinggi di arteri. Arteriol merupakan cabang kecil dari sistem arteri; mereka berfungsi sebagai control conduit dimana melalui arteriol tersebut darah dilepaskan ke dalam kapiler. Arteriol memiliki dinding muskular kuat yang dapat menutup arteriol sepenuhnya atau dapat, dengan cara merelaksasi, berdilatasi, sehingga memiliki kemampuan mengubah aliran darah pada setiap tissue bed (Guyton dkk, 2006).

Fungsi kapiler adalah untuk mengganti cairan, nutrien, elektrolit, hormon, dan substansi lain antara darah dan cairan interstisial. Karena peranan ini, dinding kapiler sangat tipis dan memiliki beberapa pori-pori kapiler kecil yang dapat ditembus air dan substansi molekul kecil lainnya (Guyton dkk, 2006).

(28)

plasminogen) yang ada di permukaan endotel dan antitrombin yang memasuki sistem sirkulasi (NO dan Prostasiklin). Bila terpapar stressor endotel juga bisa menghasilkan endotelin yang memiliki efek vasokonstriktor yang meningkatkan tahanan perifer. Dalam keadaan normal komponen vasodilator lebih dominan dibandingkan dengan komponen vaskonstriktor, ini berdampak pada lebih banyaknya dihasilkan zat vasodilator yang pada akhirnya membuat relaksasi sel otot halus pada lapisan intima. Sel endotel juga dapat mengatur respon imunologis yang mana pada keadaan normal, endotel akan menghambat perlekatan leukosit sehingga tidak terjadi proses inflamasi, tetapi sel endotel pada venula postcapillary merespon injuri local dan infeksi dengan cara mensekresi kemokin-yang menstimulasi datangnya sel darah putih (monosit) ke daerah tersebut, stimulasi ini juga akan membuat permukaan sel endotel menghasilkan molekul adesif (Krupple-like factor 2 – KLF-2) yang membuat sel mononuclear melekat ke endotel yang kemudian akan bermigrasi ke daerah injuri. Hal yang sama juga terjadi pada sel endotel vaskular yang sedang dalam proses aterogenesis. Endotelium normal memberikan fungsi proteksi, anti-trombogenik, fungsi vasodilatasi dan anti-inflamasi (Ken dkk, 2011)

Endotelium mengontrol tonus pembuluh darah melalui:

Prostacyclin yang ditemukan oleh Vane,dkk pada tahun 1976

Nitric oxide (NO) yang ditemukan pada tahun 1980 oleh Furchgott dan Zawadski yang dahulu dikenal sebagai EDRF (endothelium-derived relaxing factor) dimana aksi NO akan secara langsung menghambat aksi asetilkolin pada otot arteri

Endothelium-derives hyperpolarizing factor (EDHF) yang mana zat ini ditemukan pada pembuluh-pembuluh darah kecil yang telah diblok produksi nya dari NO dan prostacyclin namun tetap dapat mempertahankan fungsi vasodilatasinya.

Endothelin merupakan vasokonstriktor yang dihasilkan oleh sel endothelium

(29)

Nitric Oxide memiliki sifat yang larut dalam air dan lemak sehingga memudahkannya untuk berdifusi kedalam sel otot maupun mengalir bersama darah. Beberapa fungsi utama NO yaitu :

 Menurunkan tekanan pada pembuluh vena dan arteri besar, dimana pada arteri NO dihasilkan melalui rangsangan shear stress akibat aktvitias fisik berat yang responnya berupa dilatasi arteri besar yang yang dipicu oleh aliran darah, NO juga dihasilkan oleh rangsangan faktor inflamasi seperti bradykinin.

NO mencegah terjadinya proliferasi miosit yang merupakan tahap pada aterogenesis

NO mencegah terjadinya agregasi platelet sehingga melindungi pembuluh darah dari pembetukan thrombus.

NO juga menghambat pembentukan molekul pengikat leukosit seperti VCAM.

Mekanisme vasodilatasi dari NO terjadi melalui dua cara yaitu :

(1) NO berdifusi secara cepat kedalam sel-sel otot halus disekitarnya kemudian berikatan dengan grup enzim dari haeme yakni guanylyl cyclase yang kemudian teraktivasi menjadi c-GMP, c-GMP mengaktivasi enzim-enzim kinase yang kemudian memicu terjadinya relaksasi sel otot pada arteri.

(2) NO dengan konsentrasi tinggi secara langsung mengaktivasi Big Conductance Calcium Channel pada membrane sel otot halus yang mengakibatkan hiperpolarisasi sehingga terjadilah relaksasi (vasodilatasi).

(30)
(31)

Gambar 2.4. Efek anti trombosis oleh NO pada endotel (Ken dkk, 2011)

(32)

semakin menonjol dan berkontribusi pada daerah dengan lesi plak aterosklerosis (Ken dkk, 2011).

Pada arteri sehat matrix ekstraseluller pada lapisan medial tersusun dari fibrillar collagen, proteoglycans, dan elastin. Yang mana fibrillar collagen memberikan kekuatan biomekanik sementara elastin memberikan kelenturan. Bersamaan kedua komponen ini memberikan kekuatan yang terhadap tekanan pada pembuluh darah. Matriks ekstraseluller juga mengatur tumbuh-kembang sel-sel yang ada didalamnya (Ken dkk, 2011).

2.3. Aterosklerosis

Dinding arteri merupakan suatu system yang dinamis dan teratur tetapi paparan zat-zat yang merusak akan mengganggu homeostasis dan akan mendorong percepatan proses aterosklerosis. Setelah penelti menyadari bahwa faktor sel-sel imun bukan satu-satunya faktor yang mempercepat terjadinya aterosklerosis maka peneliti melakukan penelitian lebih lanjut yang pada akhirnya menemukan peran ‘aktivasi’ sel endotel dan sel otot halus pada pembuluh darah, temuan ini menjadi kunci dari penjelasan mengenai tahapan proses aterogenesis yaitu disfungsi endotel, akumulasi sel lemak ke dalam intima, penumpukan leukosit dan sel otot halus ke dalam dinding pembuluh darah, pembentukan ‘foam cell’ dan deposisi dari matriks ekstraseluler. Dalam waktu decade plak aterosklerosis akan terus berkembang hingga akhirnya akan memberikan satu dari berbagai banyak kemungkinan penyakit yang mana dibagi dalam 3 tingkatan patologi yaitu : Fatty streak, Plaque progression dan Plaque disruption (Ken dkk, 2011).

2.3.1. Fatty streak

(33)

tidak diketahui secara pasti, tetapi adanya paparan terhadap beberapa faktor stress eksternal akan menyebabkan disfungsi endotel yang berakibat kepada ketidakseimbangan pembentukan faktor vasodilator (NO, prostasiklin dan EDHF ) dengan vasokonstriktor ( Endothelin I ). Sebagai contoh dalam keadaan normal bila endothelium terpapar zat seperti acethylcholine (Ach), thrombin, serotonin atau bahkan shear stress dari aliran darah secara langsung akan membuat terjadinya vasokonstriksi pada sel otot halus pembuluh darah tetapi paparan terhadap zat ini juga akan memicu terlepasnya NO dari endothelium dengan hasil akhir vasodilatasi sel otot halus pembuluh darah (Ken dkk, 2011).

Beberapa proses penting dalam patogenesis pembentukan fatty streak yaitu : 1. Disfungsi endotelium

(34)
(35)

Gambar 2.5. Skema disfungsi endotel (Ken dkk, 2011).

(36)

2. Masuknya lipoprotein ke dalam intima

Endothelium yang teraktivasi akan kehilangan kemampuan homeostasis dan tidak lagi menjadi barrier yang efektif sehingga memberi peluang bagi LDL (low density lipid) untuk masuk ke dalam intima terutama bila kadarnya dalam darah cukup tinggi, begitu masuk ke dalam intima LDL akan berakumulasi di dalam ruang subendotel dengan cara berikatan dengan komponen pengikat yang ada di matrix ekstraselular yaitu proteoglycans.LDL yang ‘terperangkap’ ini akan mengalami proses modifikasi kimiawi, hipertensi memicu retensi lipoprotein didalam intima dengan cara memperbanyak produksi proteoglycans pengikat-LDL oleh sel otot halus (Ken dkk, 2011; Levick dkk, 2011; Creager dkk, 2003).

Oksidasi merupakan salah satu cara modifikasi LDL yang terperangkap dalam ruang subendothelial yang mana LDL teroksidasi oleh oksigen reaktif (superoxide) dan enzim-enzim pro oksidan yang dihasilkan oleh endothelium dan sel otot halus yang sudah teroksidasi atau dari makrophag yang penetrasi ke dalam dinding pembuluh darah(Ken dkk, 2011; Levick dkk, 2011).

3. Terlibatnya sel darah putih

(37)

inflamasi dapat memicu keluarnya LAM dan kemokin secara independen. mLDL juga dapat menstimulasi endotel dan sel otot halus untuk menghasilkan lebih banyak sitokin-sitokin pro inflamasi yang mana akan semakin memperberat dan mempercepat proses aterogenesis secara langsung, kemampuan ganda mLDL dalam mempercepat prsoses recruitment leukosit dan memperberat terjadinya inflamasi secara langsung maupun tidak langsung akan menetap selama proses aterogenesis (Ken dkk, 2011).

4. Pembentukan sel busa (foam cell) yang merupakan penanda awal fatty streak.

Setelah monosit melekat dan masuk kedalam intima, monosit akan berdiferensiasi menjadi phagocytic macrophage yang akan ‘menelan’ lipoprotein-lipoprotein untuk membetuk sel busa. Pembentukan sel busa bukanlah diakibatkan oleh banyaknya LDL dalam darah karena semakin banyak kadar kolesterol yang diikat oleh LDL maka akan menekan ekspresi reseptor LDL terhadap makrofag dan reseptor LDL secara biokimia tidak mengenal mLDL sehingga dalam prosesnya makrofag bergantung kepada sel ‘scavenger’ yang memiliki reseptor untuk mengenali mLDL (Ken dkk, 2011; Levick dkk, 2011)..

(38)

Gambar 2.7. Proses aterosklerosis dan pembentukan Foam Cell (Ken dkk, 2011;).

Transisi dari fatty streak menjadi fibrous atheromatous plaque/atheroma melibatkan pindahnya sel otot halus dari tunika media menuju tunika intima, sel otot halus yang berproliferasi dan tersekresinya matrix extracellular berukuran makro dari sel otot halus, dimana foam cell, platelet yang teraktivasi yang masuk melalui fisura mikro dan sel endotel semuanya saling berkaitan dalam proses migrasi sel otot polos dan proliferasinya (Ken dkk, 2011;)..2

Foam cell menghasilkan beberapa faktor yang memicu terjadinya migrasi sel otot halus seperti PDGF (platelet derived growth factor) yang memicu pindahnya sel otot halus dari lapisan dalam lamina elastin kedalam ruang subintimal, kemudian sel-sel otot halus ini akan bereplikasi dan membesar ukurannya karena pengaruh PDGF (Ken dkk, 2011; Culen dkk, 2005).

(39)

2.3.2. Progresi Plak

Proses perkembangan plak progresi yang berlangsung selama ber-dekade, plak aterosklerotik akan membentuk inti lemak yang trombogenik yang di liputi oleh lapisan pelindung yaitu fibrous cap, tidak diketahui pasti kenapa tidak semua fatty streak akan berkembang menjadi lesi dengan fibrous cap (Ken dkk, 2011;). Perkembangan plak awalnya akan menunjukkan proses kompensasi dari dinding luar pembuluh darah arteri untuk menjaga agar diameter lumen pembuluh darah tetap cukup besar untuk mengakomodasi volume darah yang lewat, tahap ini bahkan kadang tidak terlihat pada pemeriksaan angiografi , tetapi dengan bertambahnya plak pada pembuluh arteri, arteri lama kelamaan tidak akan mampu lagi mempertahankan ukuran diameter lumennya sehingga aliran darah akan terhambat yang akan menyebabkan iskemia jaringan yang akan menunjukkan simptom (Kumar dkk, 2005 Runge dkk 2009; Ken dkk, 2011).

(40)

2.3.3 Penipisan fibrous cap

Sebagai sel yang bertanggung jawab untuk mensintesis kolagen untuk membentuk lapisan fibrous, sel otot halus harus secara konstan menghasilkan kolagen (dipicu oleh PDGF dan TGF-Beta) dan sekaligus mendegradasinya (dibantu oleh enzim yang membantu mendegradasi yaitu matrix metalloproteinase – MMP), sementara sitokin seperti interferon gamma menghambat sel otot halus untuk mensintesis kolagen dan foam cell akan melepas sitokin proinflamasi yaitu MMP sehingga berkurangnya kadar kolagen dan elastin yang membuat kapsul fibrous semakin tipis dan semakin rentan terhadap ruptur (Ken dkk, 2011).

Gambar 2.9. Penipisan Lapisan fibrous (Ken dkk, 2011)

2.3.4. Disrupsi Plak

(41)

besarnya stress fisik yang dialami bagian pembuluh darah yang menonjol kearah lumen (shoulder region) dan parahnya tingkat degradasi kolagen yang dialami daerah tersebut, tebal atau tipisnya lapisan fibrous cap di daerah ini yang menentukan apakah plak itu termasuk ke dalam plak yang stabil atau plak yang tidak stabil (Tonkin, 2003; Ken dkk, 2011; Kumar 2005).

(42)
(43)

Gambar 2.12. Angiografi koroner aterosklerosis pada LAD dan LCX (Mahabadi dkk, 2015).

(44)

Gambar 2.13. Klasifikasi Plak (Tonkin 2003)

2.4. Faktor Resiko

Aterosklerosis merupakan penyakit yang terjadi dalam hitungan dekade yang tidak dapat dihindari tetapi dapat diperlambat atau dicegah perkembangannya, ada faktor resiko yang membuat seseorang menjadi lebih cepat untuk mengalami progresifitas pembetukan plak aterosklerosis dan pada akhirnya akan mengalami penyakit jantung dan pembuluh darah (Tonkin 2005; Ken dkk, 2011).

Faktor resiko dapat dibagi menjadi dua, yakni faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi dan yang dapat dimodifikasi. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi berupa (Kumar dkk, 2005) :

1. Usia : dimana usia yang semakin bertambah (terutama 40-60 tahun) dikorelasikan dengan fungsi-fungsi organ yang sudah berdegenerasi .

(45)

justru malah mempercepat terjadinya proses aterosklerosis (diduga karena kadar pemberian estrogen yang tidak tepat)

3. Genetik : faktor genetik yang dimaksudkan lebih terhadap penyakit presdiposisi seperti riwayat keluarga yang menderita hipertensi, kadar lemak darah yang tinggi dan juga diabetes mellitus sebagai keadaan yang mempercepat dan memperberat terjadinya ateroskelrosis

Faktor resiko yang dapat dimodifikasi antara lain (Kumar dkk, 2005) :

1. Hipertensi : hipertensi memberikan stress fisik terhadap pembuluh darah, ‘shear stress’ selain memiliki efek tekanan terhadap pembuluh darah juga memiliki efek erosive akibat gesekan darah dan partikelnya pada dinding pembuluh darah.

2. Merokok : nikotin memiliki efek langsung terhadap peningkatan tekanan darah dan oksidan di dalam asap rokok memicu rusaknya sel endothelium merokok satu bungkus atau lebih per hari selama 2 tahun atau lebih dapat meningkatkan resiko terkena penyakit jantung koroner hingga 200%

3. Diabetes mellitus : ‘diabetes is a cardiovascular disease’ seperti dikatakan oleh American Heart Ascociation, tingginya kadar glukosa darah, resistensi insulin dan perlepasan asam lemak bebas yang kesemuanya menyebakan berkurangnya produksi vasodilator, antitrombin dan pada akhirnya menyebabkan disfungsi endothelium.

(46)

Peningkatan HCY juga diasosikan dengan defisiensi vitamin B6 , vitamin B12

dan Asam folat yang mana vitamin ini berperan dalam proses metabolism HCY menjadi Cystein, merokok, usia, penurunan fungsi renal, penyakit penyakit keganasan dan faktor genetik (Lentz, 2015).

2.5 Kerangka Teori

Gambar 2.14. Kerangka Teori

Aterosklerosis

Penebalan Intima - Media arteri

Penyakit arteri perifer &

penyakit serebrovaskular Penyakit Jantung Koroner

(47)

2.6. Kerangka Konsep

Gambar 2.15. Kerangka Konsep

Aterosklerosis

Penebalan Intima - Media arteri

Doppler USG arteri karotis Interna ≥0,75 mm

Angiografi Koroner

Normal

Doppler USG arteri karotis interna

<0,75 mm

Angiografi Koroner

Lesi

Tunggal Multipel Lesi Normal Tunggal Lesi Multipel Lesi

Skor Gensini <20 atau ≥20

(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan suatu studi cross-section untuk menilai ketebalan intima-media arteri karotis sebagai penanda keparahan penyakit jantung koroner. Pasien yang telah di angiografi dengan adanya penyakit jantung koroner akan dibagi kedalam dua kelompok yaitu kelompok single vessel disease dan kelompok multi vessel disease. Kedua kelompok ini akan dilakukan pemeriksaan USG doppler pada arteri karotis interna untuk menilai ketebalan intima-media arteri karotis interna. Outcome yang dinilai adalah perbedaan nilai rerata CIMT pada kedua kelompok.

3.2 Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan pada pasien-pasien rawat inap maupun rawat jalan Di Pusat Jantung Terpadu Rumah Sakit Haji Adam Malik medan mulai dari bulan November 2018 sampai dengan Desember 2018.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi adalah semua pasien yang datang ke poliklinik rawat jalan pusat jantung terpadu ataupun dirawat di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan

Populasi terjangkau adalah semua pasien dengan diagnosa angina pektoris stabil yang akan dilakukan angiografi koroner yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi

3.4 Besar Sampel

(49)

𝑛1 = 𝑛2 = (𝑍𝛼√2𝑃𝑄 + 𝑍𝛽√𝑃1𝑄1 + 𝑃2𝑄2

𝑃1 − 𝑃2 )

2

Keterangan : n = Besar sampel

Zα = Deviat baku alfa = 1.96 Zβ = Deviat baku beta = 0.84

P2 = proporsi pada kelompok yang sudah diketahui nilainya = 0.15 (Inaba dkk, 2012 )

Q2 = 1-P2

P1 = proporsi pada kelompok yang nilainya merupakan keputusan peneliti Q1 = 1-P2

P1-P2 = selisih proporsi minimal yang dianggap bermakna P = proporsi total = (P1+P2)/2

Q = 1-P

Dari perhitungan di atas, besar sampel minimal masing masing kelompok adalah adalah 25 orang. Dengan total sampel 50 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik consecutive sampling

3.5. Kriteria Inklusi dan Ekslusi

3.5.1. Kriteria inklusi

 Pasien dengan diagnosis angina pektoris stabil

 Pasien penyakit jantung dengan penyakit diabetes melitus

 Pasien bersedia dilakukan pengukuran USG doppler pada arteri karotis

 Tidak mengalami sindroma koroner akut 3.5.2. Kriteria Eksklusi

Pasien dengan hasil angiografi myocardial bridging.

 Pasien yang telah di angiografi koroner lebih dari 1 tahun lamanya pada saat pengambilan sampel

(50)

3.6. Definisi Operasional

1. Penyakit Jantung Koroner adalah dijumpainya lesi arteri koroner lebih dari/sama dengan stenosis lebih 70%

2. Angiografi Koroner adalah tindakan memasukkan keteter melalu arteri femoralis ataupun arteri Radialis yang didorong sampai ke aorta ascendens dan diarahkan ke arteri koronaria yang dituju dengan bantuan fluroskopi

3. Diagnostik invasif kardiovaskular adalah suatu tindakan pemeriksaan diagnostik untuk menetukan diagnosa secara invasif pada kelainan jantung dan pembuluh darah.

4. Ultrasonografi (USG) Doppler adalah suatu tes non-invasif untuk mengukur aliran darah yang melewati pembuluh darah dan arteri yang memanfaatkan gelombang suara ultrasonik.

5. Ketebalan Intima-media karotis interna adalah jarak yang diukur dari hasil visualisasi USG antara tunika intima dengan tunika media arteri karotis interna yang paling besar.

6. Skor Gensini adalah sistem skoring untuk menilai derajat keparahan lesi jantung koroner ; nilai < 20 (skor rendah) & nilai ≥ 20 (skor tinggi).

3.7. Identifikasi Variabel

Variabel Independen

Ketebalan Intima-Media arteri karotis interna (skala numerik). Variabel Dependen

(51)

3.8. Alur Penelitian

Gambar 3.1. Skema Alur Penelitian

Pasien dengan diagnosa angina pectoris stabil yang direncanakan

untuk angiografi koroner

Pengukuran tebal intima-media arteri karotis interna dengan USG doppler mode-B

ICA-IMT ≥ 0,75 mm ICA-IMT < 0,75 mm

Angiografi Koroner

Anamnesa faktor resiko, pemeriksaan fisik, hasil laboratorium, EKG

Penghitungan Skor Gensini

Analisis statistik nilai tebal intima-media arteri karotis interna sebagai penanda derajat keparahan penyakit

(52)

3.9. Cara Pemeriksaan Tebal Intima-Media Arteri Karotis Interna

Teknik pemeriksaan tebal intima-media arteri karotis interna dilakukan dengan menggunakan ultrasonografi B-mode, dengan mengukur ketebalan komponen tunika intima dan tunika media pada dinding arteri karotis, yang ditunjukkan sebagai pola garis ganda atau double. Pengukuran dilakukan pada arteri karotis interna, karena pada segmen ini yang mempunyai akurasi paling tinggi dalam menilai keparahan lesi arteri koroner. (Inaba dkk, 2011).

Subyek yang akan dinilai dalam posisi supinasi dengan leher tengadah dan kepala berpaling ke sisi samping kontralateral dimana pengukuran yang diambil, sehingga memungkinkan maksimal akses ke arteri karotis. Posisi pemeriksa sebaiknya dari kepala pasien. , Probe diletakkan dengan notch mengarah ke punggung pasien di sekitar lokasi posterior otot sternocleidomastoideus secara transversal untuk melokalisasi arteri karotis komunis, setelah mendapat visualisasi bulbus karotis lanjutkan hingga terlihat arteri karotis interna (lebih besar) dan ekseterna ubah posisi probe menjadi sagital dan susuri ke arah kranial hingga mendapat visualisasi terbaik arteri karotis interna. Pengukuran ditandai adanya kompleks intima-media yang dapat dilihat pada kedua dinding dekat dan jauh dari arteri karotis. Pada umumnya dilakukan pada dinding terjauh lumen arteri karotis interna dan dilakukan pada akhir diastol

Arteri karotis interna dan eksterna dapat dibedakan sebagai berikut: 1. arteri karotis interna biasanya lebih besar daripada arteri karotis

eksterna

2. arteri karotis interna sangat jarang memiliki cabang sementara arteri karotis eksterna selalu bercabang.

3. Arteri karotis interna terletak lebih posterior dimana arteri karotis eksterna terletak lebih ke arah anterior

(53)

5. Dengan mengetuk tulang temporal pulsasi arteri karotis interna tidak terpengaruh sementara arteri komunis eksterna akan mengalami dampak ketukan.

Pengukuran dilakukan pada leher kiri dan kanan dan diambil nilai hasil pengukuran yang paling besar.

3.10. Derajat Keparahan Koroner Dengan Skor Gensini

Skor Gensini digunakan untuk menilai derajat keparahan lesi arteri koroner berdasarkan beratnya lesi serta lokasi anatomis lesi. Berikut skor yang diberikan berdasarkan derajat lesi :

 Skor 1 untuk lesi 1-25%

 Skor 2 untuk lesi 26-50%

 Skor 4 untuk lesi 51-75%

 Skor 8 untuk lesi 76-90%

 Skor 16 untuk lesi 91-99%

 Skor 32 untuk lesi total oklusi

Nilai diatas akan di kalikan sesuai dengan letak/lokasi anatomis lesi arteri koroner dimana :

 Dikalikan 5 pada left main

 Dikalikan 2,5 pada proximal LAD

 Dikalikan 1,5 pada mid LAD

 Dikalikan 1 pada seluruh segmen RCA; Diagonal 1; apical LAD; OM LCX; Distal LCX dan Posterior Descending LCX

 Dikalikan 0,5 pada segmen diagonal 2 LAD dan Postero lateral LCX Skor Gensini ≥20 dikatakan sebagai lesi koroner yang berat (setara dengan 1 lesi ≥70% di proksimal LAD)

3.11 . Pengolahan dan Analisis Data

(54)

Analisa dan penyajian data dilakukan sebagai berikut:

 Data numerik dipresentasikan dengan mean +/- standar deviasi atau nilai median

 Data kategorik ditunjukkan dengan frekuensi dan persentase

Data karakteristik dasar disajikan dengan one way anova atau Kruskal-Wallis serta chi-square test atau fisher test

Analisis bivariat dilakukan dengan student’s t-test atau tes mann-whitney pada variabel numerik, Chi-square atau fisher test pada kategorik.

Analisis multivariat digunakan regresi logistik dengan metode backward stepwise.

3.12 . Rincian Biaya Penelitian

Pengadaan alat tulis dan fotokopi Rp. 2000.000

Pengurusan izin penelitian Rp. 500.000

Pengelolaan hasil statistik Rp. 1.500.000

(55)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Karakteristik Subjek Penelitian

Penelitian ini diikuti oleh 63 orang subjek penelitian yaitu subjek yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Karakteristik subjek penelitian disajikan pada tabel 4.1. Sebanyak 43 orang (68,3%) adalah laki-laki dengan rata-rata usia subjek penelitian yaitu 54,48 tahun. Mayoritas pasien sebanyak 48 orang (76,2%) memiliki riwayat hipertensi, 13 orang (20,6%) memiliki riwayat diabetes mellitus, hanya 10 orang (15,9%) yang memiliki riwayat dislipidemia, dan sebanyak 34 orang (54,0%) memiliki riwayat merokok.

Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan median kadar leukosit sebesar 8.590 sel/mm3, rata-rata kadar trombosit pasien sebesar 269.349 sel/mm3, median kadar gula darah sewaktu pasien masih dalam batas normal (109 gr/dl). Pada pemeriksaan profil lipid subjek penelitian ditemukan median total kolesterol 198 mg/dl, kadar trigliserida 120 mg/dl, LDL 110 mg/dl, dan HDL 45 mg/dl.

Pada penelitian ini dilakukan pemeriksaan ketebalan intima media pada arteri karotis interna, dengan median 0,6mm, ditemukan bahwa sebanyak 35 orang pasien (56,6%) memiliki ketebalan intima media <0,75 mm dan sebanyak 28 orang pasien (44,4%) dijumpai memiliki ketebalan intima media ≥0,75 mm.

(56)

Tabel 4.1 Karakteristik Subjek Penelitian

Karakteristik N=63

Jenis Kelamin, n(%)

Laki-laki 43 (68,3%)

Perempuan 20 (31,7%)

Usia (tahun), Mean±SD 54,48±7,569

Komorbid dan Faktor Risiko, Ya, n (%)

Riwayat Hipertensi 48 (76,2%)

Riwayat Diabetes Melitus 13 (20,6%)

Riwayat Dislipidemia 36 (57,1%)

Riwayat Merokok 45 (71,4%)

Indeks Massa Tubuh, Median (Min-Maks) 25,240 (19,2-34,08) CAD, n%

Single 12 (19,0%)

Multiple 29 (46,0%)

No CAD 22 (34,9%)

Hasil Laboratorium

Leukosit (sel/mm3), Median (Min-Maks) 8.590 (5.800-19.800) Trombosit (sel/mm3), Mean±SD 269.349±67.469

GDS, Median (Min-Maks) 109 (71-569)

Kolesterol Total, Median (Min-Maks) 198 (95-304) Trigliserida, Median (Min-Maks) 120 (48-356)

HDL, Median (Min-Maks) 45 (19-60)

LDL, Median (Min-Maks) 110 (50-276)

CIMT, Median (Min-Maks) 0,6 (0,30-1,00)

Gensini Score, Median (Min-Maks) 16,0 (0,00-124,00) Tebal Intima-Media Karotis Interna , n(%)

<0,75 35 (56,6%)

≥0,75 28 (44,4%)

Gensini Score, n(%)

< 20 32 (50,8%)

(57)

Tabel 4.2. Hubungan Karakteristik Subjek Penelitian terhadap ICA-IMT Karakteristik ICA-IMT P <0,75 (n=35) ≥0,75 (n=28) Jenis Kelamin 0,116 Laki-laki 21 (60,0%) 22 (78,6%) Perempuan 14 (40,0%) 6 (21,4%)

Usia (tahun), Mean±SD 54.45±7,805 54,52±7,310 0,971 Komorbid dan Faktor Risiko,

Ya

Riwayat Hipertensi 31 (88,6%) 17 (60,7%) 0,010

Riwayat Diabetes Melitus 7 (20,0%) 6 (21,4%) 0,889 Riwayat Dislipidemia 13 (37,1%) 23 (82,1%) <0,001

Riwayat Merokok 25 (62,5%) 20 (87,0%) 0,039

Indeks Massa Tubuh 25,31

(58)

4.2. Hubungan karakteristik subjek penelitian terhadap ketebalan intima media arteri karotis interna.

Pada tabel 4.2 disajikan hasil analisis bivariat untuk mengetahui hubungan karakteristik subjek penelitian dengan ketebalan intima-media pada karotis interna. Berdasarkan hasil uji analisis didapatkan bahwa jenis kelamin, usia, riwayat diabetes mellitus, indeks massa tubuh, leukosit, trombosit, kadar gula darah sewaktu, trigliserida, dan LDL tidak berhubungan signifikan secara statistik terhadap ketebalan intima media arteri karotis interna dengan nilai p >0,05. Terdapat hubungan yang bermakna secara statistik p <0,05 antara riwayat hipertensi, dyslipidemia, merokok, jumlah lesi arteri koroner, kadar kolesterol total, dan HDL terhadap ketebalan intima media arteri karotis interna dengan nilai p masing-masing 0,010; <0,001; 0,039; <0,001; 0,024; dan 0,028.

4.3. Hubungan Karakteristik Subjek Penelitian Terhadap Skor Gensini.

(59)

Tabel. 4.3. Hubungan Karakteristik Subjek Penelitian Terhadap Skor Gensini

Karakteristik Gensini Skor P

<20 (n=32) ≥20 (n=31) Jenis Kelamin

0,124

Laki-laki 19 (59,4%) 24 (77,4%)

Perempuan 13 (40,6%) 7 (22,6%)

Usia (tahun), Mean±SD 53,31±7,998 55,68±7,026 0,218 Komorbid dan Faktor Risiko,

Ya

Riwayat Hipertensi 27 (84,4%) 21 (67,7%) 0,121

Riwayat Diabetes Melitus 6 (18,8%) 7 (22,6%) 0,707 Riwayat Dislipidemia 13 (40,6%) 23 (74,2%) 0,007

Riwayat Merokok 17 (53,1%) 28 (90,3%) 0,001

Indeks Massa Tubuh 25,39

(60)

4.4 Perbedaan Rerata Ketebalan Intima-Media ICA dan Skor Gensini Terhadap Lesi Pembuluh Darah Koroner.

Pada tabel 4.4 disajikan hasil analisis bivariat untuk mengetahui perbedaan rerata ketebalan intima-media pada arteri karotis interna terhadap lesi pembuluh darah koroner. Berdasarkan hasil uji analisis didapatkan terdapat perbedaan rerata yang signifikan secara statistik antara ketebalan intima media arteri karotis terhadap lesi koroner yaitu, ketebalan media intima arteri karotis pada gambaran lesi tunggal arteri koroner sebesar 0,475±0,105 mm dan pada lesi koroner multipel sebesar 0,837±0,111 mm dengan nilai p<0,05 (p=<0,001).

Hasil perhitungan skor gensini didapatkan bahwa gensini score pada lesi tunggal arteri koroner sebesar 17,166±7,837 sedangkan gensini score pada lesi multipel arteri koroner sebesar 79,689±24,548. Terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara skor gensini dengan lesi arteri koroner yang signifikan secara statistik dengan p<0,05 (p=<0,001).

Tabel 4.4 Perbedaan Rerata Tebal Intima-Media ICA dan Skor Gensini Terhadap Pembuluh Darah Koroner

Lesi Koroner P Single Multiple ICA 0,475±0,105 0,837±0,111 <0,001 Gensini Score 17,166±7,837 79,689±24,548 <0,001 Uji Mann-Whitney

4.5 Hubungan Skor Gensini Terhadap Ketebalan Intima-Media Arteri Karotis Interna.

(61)

Sedangkan sebanyak 23 pasien (100,0%) dengan ketebalan intima ≥ 0,75mm memiliki skor gensini ≥ 20 dan hanya ditemukan 8 orang pasien yang memiliki skor gensini ≥ 20 dengan ketebalan intima media karotis interna <0,75 mm. Berdasarkan hasil analisis statistic terdapat hubungan yang signifikan secara statistic antara ketebalan intima media dengan skor gensini dengan nilai p<0,05 (p=<0,001).

Tabel 4.5 Hubungan Tebal Intima-Media ICA dan Skor Gensini

ICA P < 0,75 ≥ 0,75 Gensini Score <0,001 < 20 27 (77,1%) 5 (17,9%) ≥ 20 8 (22,9%) 23 (82,1%) Total 35 (100,0%) 28 (100,0%)

Uji Chi Square (X2)

Tabel 4.6 Analisis Diagnostik Nilai CIMT Terhadap Skor Gensini ≥20

Area Under Curve Cut off p IK 95%

AUC: 96,2% (Sangat Kuat)

0,55 mm Sensitivitas : 93,5%

(62)

BAB V PEMBAHASAN

Penelitian ini merupakan studi potong lintang yang menganalisis hubungan ketebalan intima-media arteri karotis interna terhadap derajat keparahan penyakit jantung koroner yang diukur dengan skor Gensini. Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan dari ketebalan intima-media arteri karotis interna antara pasien single vessel dengan multi vessel rumah sakit umum pusat haji adam malik medan.

5.1 Pengumpulan Data Subjek

Subjek penelitian ini dikumpulkan secara konsekutif yaitu pasien dengan diagnosa angina pektoris stabil yang akan dilakukan angiografi koroner yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, pasien tersebut akan dilakukan anamnesa faktor resiko seperti riwayat merokok, riwayat hipertensi, riwayat diabetes mellitus dan riwayat dislipidemia. Pasien juga dilakukan pengukuran tinggi dan berat badan, pemeriksaan laboratorium terhadap darah rutin dan profil lipid, EKG dan kemudian dilakukan pemeriksaan USG doppler arteri karotis interna untuk mengukur ketebalan intima-media arteri karotis interna pasien sebelum dilakukan prosedur angiografi koroner.

Kendala yang dijumpai selama penelitian adalah sulitnya visualisasi arteri karotis interna pada beberapa pasien dan juga batalnya prosedur angiografi dilakukan karena pasien yang membatalkan maupun kondisi pasien yang tidak memungkinkan untuk menjalankan prosedur angiografi.

5.2 Karakteristik Subjek dan Hasil Pengamatan

(63)

pasien dengan riwayat hipertensi dijumpai nilai tebal intima-media arteri karotis yang lebih tebal dibanding dengan yang tidak memiliki riwayat hipertensi.

Bhattacharrya, dkk pada studinya tentang hubungan faktor resiko seperti diabetes mellitus terhadap derajat keparahan penyakit jantung koroner menunjukkan adanya hubungan antara penyakit diabetes mellitus terhadap keparahan penyakit jantung koroner yang diukur melalui SYNTAX score (Bhattacharrya dkk, 2016). Penyakit diabetes mellitus juga berhubungan dengan peningkatan nilai ketebalan intima-media arteri karotis diatas ambang normal seperti studi yang dilakukan Girija, dkk di india pada tahun 2013 mereka menemukan bahwa pasien dengan diabetes mellitus memiliki rerata nilai ketebalan intima-media arteri karotis adalah 1,01 mm (±0,28) dibanding pada grup tanpa diabetes mellitus dimana ketebalan intima-media arteri karotis adalah 0,73mm (± 0,08) (Girija dkk, 2013). Namun Pada penelitian ini tidak dijumpai adanya hubungan penyakit diabetes mellitus terhadap derajat keparahan penyakit jantung koroner maupun ketebalan intima-media arteri karotis.

Usia merupakan salah satu faktor resiko terhadap penyakit aterosklerosis, dimana pada studi yang dilakukan Polak, dkk yang melibatkan 2.965 subyek yang sehat dengan rerata usia 58±10 tahun , dijumpai ketebalan intima-media arteri karotis interna meningkat secara bermakna baik pada grup perempuan maupun laki-laki dibandingkan dengan grup dengan usia yang lebih muda (Polak dkk, 2011). Pada studi ini tidak ditemui hasil yang serupa walaupun rerata usia subyek pada penelitian ini mirip yaitu dengan rerata usia 54,48±7,5 tahun, kemungkinan hasil yang berbeda ini adalah karena jumlah subyek yang relatif lebih sedikit dibanding studi yang dilakukan sebelumnya.

(64)

tebal arteri karotis komunis sebesar 0,70 mm (Adesola dkk, 2018). Hasil studi tersebut berbeda dengan studi yang dilakukan peneliti di RSU Haji Adam Malik Medan dimana pada penelitian ini tidak dijumpai hasil yang serupa hal ini dikarenakan populasi sampel yang disertakan pada penelitian ini adalah pasien-pasien yang kebanyakan adalah pasien-pasien yang memiliki berbagai macam faktor kardiovaskular lain seperti hipertensi, diabetes mellitus dan dislipidemia dan juga populasi pada studi ini sebagian besar merupakan pasien berusia 50 tahun keatas.

Kebiasan merokok dapat mempercepat proses aterosklerosis pembuluh darah arteri, zat oksidan yang ada di rokok menyebabkan disfungsi endotel, teori ini dan hasil studi sebelumnya yang dilakukan oleh Bin dkk mengenai riwayat merokok dan peningkatan nilai tebal intima media arteri karotis telah membuktikan bahwa merokok menyebabkan percepatan aterosklerosis (Bin, 2018).

Dari hasil laboratorium ditemukan nilai-nilai laboratorium yang memiliki hubungan yang bermakna dengan peningkatan tebal intima media arteri karotis, seperti nilai kolesterol total dengan p = 0,024 dan nilai HDL dengan p=0,028, temuan ini serupa dengan studi yang dilakukan oleh Oliver dkk dimana nilai profil kolesterol yang tinggi dan nilai HDL yang rendah memiliki dampak terhadap penebalan intima-media arteri karotis (Oliver dkk, 2010).

Pada studi mengenai skor tebal intima-media arteri karotis dan femoral untuk memprediksi luasnya lesi arteri koroner yang dilakukan oleh John dkk, dijumpai bahwa nilai intima-media arteri karotis memiliki korelasi yang kuat (p<0,001) dalam memprediksi nilai Gensini (John dkk, 2005). Temuan ini serupa dengan temuan studi ini, dimana dalam studi ini dijumpa korelasi yang signifikan pada subyek dengan tebal intima-media >0,75 mm terhadap nilai skor Gensini yang tinggi yang dalam hal ini merupakan grup subyek dengan penyakit jantung koroner yang multi vessel.

(65)

intima-media arteri karotis >0,71mm memiliki hubungan yang kuat terhadap skor SYNTAX yang tinggi yang artinya nilai tebal-intima media arteri karotis yang semakin tinggi (pada penelitian tersebut >0,71mm) menunjukkan semakin parah lesi arteri koroner pada pasien (Muhammad dkk, 2017).

Pada penelitian sebelumnya nilai diagnostik dari modalitas tebal intima-media arteri karotis interna telah diuji berdasarkan 27 studi kohort diagnostik untuk memprediksi suatu derajat keparahan lesi penyakit jantung koroner dimana nilai sensitivitas, spesifisitas dan odds ratio secara berturut sebagai berikut; 79%; 74,4% dan 7,9 nilai ini lebih tinggi dibandingkan dengan nilai diagnostik pengukuran tebal intima-media arteri karotis komunis yang mana sensitivitas, spesifisitas dan odds ratio secara berturutan adalah 68%, 61,5% dan 3,2. Pada studi tersebut juga dijumpai bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara nilai tebal intima-media karotis dan juga temuan plak karotis dalam mendiagnosis suatu penyakit arteri koroner pada pasien, tebal dinding karotis tidak sepenuhnya dipengaruhi proses aterosklerosis karena ada beberapa yang mempengaruhi tebal dinding arteri seperti tekanan darah dan usia (Darabian dkk, 2014).

(66)

BAB VI KESIMPULAN

6.1 Kesimpulan

1. Tebal intima-media arteri karotis interna dapat digunakan sebagai penanda derajat keparahan penyakit jantung koroner yang diukur dengan skor Gensini.

2. Nilai cut-off tebal intima-media arteri karotis interna 0,55 mm merupakan penanda keparahan penyakit jantung koroner pada pasien angina pektoris stabil

3. Tebal intima-media arteri karotis interna pasien angina pektoris stabil dipengaruhi oleh faktor resiko seperti merokok, dislipidemia dan hipertensi (p= 0,039; p<0,001; p=0,005).

4. Skor Gensini pada pasien dengan angina pektoris stabil dipengaruhi oleh riwayat merokok, dislipidemia dan nilai trombosit (p=0,01; p= 0,07; p= 0,016).

6.2 Saran

pada penelitian ini jumlah sampel yang disertakan dalam penelitian relatif sedikit, maka dibutuhkan penelitian lebih lanjut dengan sampel yang lebih besar untuk mendapatkan hasil yang lebih representatif.

(67)

DAFTAR PUSTAKA

Adams MR, Nakagomi A, Keech A, et al. 1995. Carotid media-intima thickness in only weakly correlated with the extent and severity of coronary artery disease. Circulation 1995;92:2127-34

Adesola AS, Kolawole TB, Olaleka IO, et al. 2018. Variation of Carotid Intima Media Thickness With Body Mass Index in Healthy Adults of Black African Descent. J Ultrasound Med. 2018 ;00:00–0.

Armentano RL, Graf S, Barra JG, et al. 1998. Carotid wall viscosity increase is related to intima-media thickening in hypertensive patients. PubMed Hypertension. 1998. 31(1 Pt 2):534-9

Bauer M, Caviezel S, Teynor A, et al. 2012. Carotid intima-media thickness as a biomarker of subclinical atheroschlerosis. Swiss Med Wkly 2012;143: w13705

Bin L, Jingxian N, Min S, et al. 2018. Carotid Intima-media Thickness and its Association with Conventional Risk Factors in Low-income Adults: A Population-based Cross-Sectional Study in China. Sci. Rep. 2017, 41500; doi: 10.1038/srep41500

Bhattacharyya P.J., Vijapur S., Bhattacharyya A.K. 2016. A study of cardiovascular risk factors correlation with the angiographic severity of coronary artery disease using Syntax score. IOSR-JDMS, 15:21-28.

Creager Mark. Diabetes and Vaskular Disease : Phatophysiology, Clinical Consequences, and Medical Therapy: Part I. Circulation; 2003.

Cullen P, Rauterberg, Lorkowski. The Pathogenesis of Atherosclerosis. Jerman: Springer; 2005.

Gambar

Gambar 2.1. Perbandingan struktur pembuluh darah (Tortora dkk,2007).
Gambar 2.2. Anatomi arteri (Ken dkk,2011)
Gambar 2.3. Efek Vasodilatasi NO (Ken dkk, 2011)
Gambar 2.4. Efek anti trombosis oleh NO pada endotel (Ken dkk, 2011)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Suku Banjar di Kalimantan Selatan, Universitas Pendidikan Indonesia, 2015. Strauss, Cluade Levi, Myth and Meaning, New York: University of Toronto

Penelitian yang akan dilaksanakan ini berjudul ” Hubungan Lama Penggunaan Komputer dengan Kejadian Miopia di Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi Departemen

- Imunisasi Hepatitis B adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit hepatitis B, yaitu penyakit infeksi yang dapat merusak hati.

Pengembangan kreativitas sangat penting dilakukan sejak dini, karena dengan berkreativitas memungkinkan manusia menjadi berkualitas dalam hidupnya dan kreativitas yang

Termyn 100% Pekerjaan Pembangunan Sarana Penyedia Air Minum Masyarakat Berpenghasilan Rendah Desa Citorek Tengah Kecamatan Cibeber Kabupaten Lebak Kegiatan Penyediaan Prasarana

Dengan disadari hal-hal tersebut diatas maka dengan ini penulis mencoba untuk memeberikan informasi mengenai administrasi pembayaran pada SLTP Al â Hamidiyah yang ditampilkan

pada ayat (2) huruf a diatur dengan Peraturan Senat..

Dengan menggunakan fasilitas yang tersedia dalam Macromedia Flash 5.0, rancangan program aplikasi ini cukup menarik dan interaktif karena disertai dengan gambar-gambar animasi