• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEKOLAH TINGGI FARMASI YPIB CIREBON

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SEKOLAH TINGGI FARMASI YPIB CIREBON"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

UJI EFEKTIVITAS PENUMBUH RAMBUT GEL EKSTRAK SELEDRI (APIUM GRAVEOLENS L.) TERHADAP KELINCI JANTAN

Hasil Penelitian

Disusun Oleh :

Drs. Tatang Hernawan S.Si.,Apt.,M.App.Sc.,DR Soni Suharmoko S.Pt.,M.M

Dewi Rustika Melia Junita

Yolla Gita

SEKOLAH TINGGI FARMASI YPIB CIREBON SK. Mendiknas RI No. 1840/D/2004

Jl. Perjuangan-Majasem-Cirebon Telp./Fax. (0231) 488759 CIREBON

2018

(2)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Bagi manusia yang mempunyai sifat suka dengan keindahan menjadikan rambut ini sebagai penunjang penampilan seseorang. Bahkan ada ungkapan yang menunjukan betapa pentingnya rambut bagi penampilan seseorang yaitu rambut adalah mahkota kecantikan seseorang. (Dalimartha dan Soedibyo, 1999)

Rambut mempunyai peranan penting dalam proteksi terhadap lingkungan yang merugikan antara lain dengan suhu dingin atau panas dan sinar ultraviolet.

Selain itu, rambut juga berfungsi melindungi kulit terhadap pengaruh pengaruh buruk, misalnya alis mata, sedangkan bulu hidung untuk menyaring udara. Rambut juga berfungsi sebagai pengatur suhu, pendorong penguapan keringat, dan sebagai indra peraba yang sensitif. (Harahap, 2000)

Sebagai bagian integral dari identitas, wajar jika banyak keluhan mengenai kerusakan maupun kerontokan rambut, karena kerontokan rambut akan berdampak negatif bagi yang mengalaminya, terutama jika kerontokan tersebut cukup luas dan berat. ( Lemieux, 2008)

Untuk mengatasi masalah kerontokan rambut, para peneliti berusaha berinovasi untuk menemukan formula yang efektif. Hal ini berefek pada banyaknya produk kosmetik rambut yang banyak dipasaran, baik produk sintetis maupun produk herbal. Penggunaan bahan yang bersifat sintetis pada produk kosmetik dinilai kurang aman karena menimbulkan efek samping pada penggunaan jangka panjang.

Sejak zaman dahulu secara tradisional banyak tanaman disekitar kita telah digunakan sebagai pemacu pertumbuhan rambut. (Dalimartha 1999) mencatat ada beberapa tanaman yang secara empiris digunakan masyarakat untuk merangsang pertumbuhan rambut dan banyak yang didasarkan secara ilmiah, salah satunya adalah Seledri (Apium graveolens L.). Herba Seledri secara empiris dapat mempengaruhi pertumbuhan rambut. Pada penelitian yang dilakukan oleh Winanti diketahui bahwa Seledri berkhasiat memberikan efek dalam mepercepat pertumbuhan rambut.

(Winanti, 2005)

Penelitian yang dilakukan oleh Rahayu menunjukan bahwa Seledri berkhasiat sebagai penyubur rambut (Sri Rahayu, 2007), dari penelitian tersebut diketahui bahwa flavonoid dan saponin adalah senyawa kimia yang berperan dalam memacu pertumbuhan rambut. Selain itu menurut penelitian yang dilakukan oleh Hexy Tri Prima Putra, konsentrasi Seledri yang berkhasiat sebagai penumbuh rambut adalah 7,5% dengan pertumbuhan rambut 54,15% yang tidak berbeda nyata dengan kontrol positif yang menjadi pembanding.

Berdasarkan latar belakang diatas mendasari penulis untuk melakukan penelitian dengan judul “Uji Efektifitas Penumbuh Rambut Gel Ektstrak Seledri (Apium graveolens L.) Terhadap Kelincii Jantan.”

(3)

1.2. Pembatasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada :

a. Pengujian efektifitas penumbuh rambut gel ekstrak herba Seledri (Apium graveolens L.) terhadap kelinci jantan.

b. Konsentrasi yang digunakan 5%, 7,5%, dan 10% dengan cara ekstraksi maserasi.

c. Uji evaluasi dan stabilitas dari sediaan gel ekstrak herba Seledri (Apium graveolens L.) meliputi pengamatan organoleptis, pemeriksaan pH, uji homogenitas, uji daya lekat, dan uji daya sebar. Serta uji stabilitas penyimpanan pada suhu 00C, 250C, dan 400C selama 28 hari.

1.3. Identifikasi Masalah

a. Menguji efektifitas penumbuh rambut gel ekstrak Seledri (Apium graveolens L.) terhadap kelinci jantan.

b. Penentuan konsentrasi gel ekstrak Seledri (Apium graveolens L.) yang paling efektif sebagai penumbuh rambut terhadap kelinci jantan.

c. Menguji stabilitas dari sediaan gel ekstrak Seledri (Apium graveolens L.) sebagai penumbuh rambut terhadap kelinci jantan.

1.4. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah diatas penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

a. Apakah gel ekstrak Seledri (Apium graveolens L.) berkhasiat sebagai penumbuh rambut terhadap kelinci jantan?

b. Pada konsetrasi berapa gel ekstrak Seledri (Apium graveolens L.) yang efektif sebagai penumbuh rambut terhadap kelinci jantan?

c. Bagaimana stabilitas dari sediaan gel ekstrak Seledri (Apium graveolens L.) sebagai penumbuh rambut terhadap kelinci jantan?

1.5. Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui efektifitas gel ekstrak Seledri (Apium graveolens L.) sebagai penumbuh rambut terhadap kelinci jantan.

b. Untuk mengetahui pada konsentrasi berapa ekstrak Seledri (Apium graveolens L.) yang paling efektif sebagai penumbuh rambut terhadap kelinci jantan.

c. Untuk mengetahui stabilitas dari sediaan gel ekstrak Seledri (Apium graveolens L.) sebagai penumbuh rambut terhadap kelinci jantan.

1.6. Manfaat Penulisan

Dari penelitian yang akan dilakukan oleh penulis mengenai Efektifitas pemberian ekstrak seledri (Apium graveolens L.) diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain :

1) Bagi penulis

Dapat menambah wawasan tentang adanya pengaruh ekstrak Seledri (Apium graveolens L.) terhadap pertumbuhan rambut kelinci jantan.

(4)

2) Bagi akademik

Dapat meningkatkan pengetahuan tentang adanya pengaruh pemberian ekstrak Seledri (Apium graveolens L.) terhadap pertumbuhan rambut kelinci jantan dan sumber pustaka bagi penelitian selanjutnya.

3) Bagi Dunia Farmasi

Dapat digunakan sebagai dasar penelitian awal untuk dilakukan penelitian selanjutnya yang lebih lengkap, sehingga tanaman Seledri ini dapat dikembangkan menjadi bentuk sediaan untuk pertumbuhan rambut.

4) Dapat digunakan sebagai bahan informasi untuk penyuluhan kepada masyarakat bahwa tanaman Seledri tidak hanya sebagai tanaman untuk bumbu masak, tetapi dapat digunakan sebagai penumbuh rambut.

1.7. Tempat dan Waktu Penelitian 1.7.1. Tempat

Penelitian telah dilakukan di Laboratorium Farmasetika dan Laboratorium Farmakologi Sekolah Tinggi Farmasi YPIB Cirebon yang beralamat Jln, Perjuangan III No.7 Majasem kota Cirebon.

1.7.2. Waktu

6 Bulan (Agustus 2017 – Januari 2018)

1.8. Hipotesa

H0 = Gel ekstrak Seledri (Apium graveolens L.) tidak mempunyai efektifitas sebagai penumbuh rambut terhadap kelinci jantan.

H1 = Gel ekstrak Seledri (Apium graveolens L.) mempunyai efektifitas sebagai penumbuh rambut terhadap kelinci jantan.

(5)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Seledri (Apium graveolens L.)

2.1.1. Deskripsi

Seledri (Apium graveolens L.) berasal dari daerah subtropik Eropa dan Asia dan merupakan tanaman dataran tinggi, yang ditemukan pada ketinggian diatas 900 m dpl. Di daerah ini Seledri yang tumbuh memiliki tangkai daun yang menebal. Untuk pertumbuhannya, Seledri memerlukan cuaca yang lembab.

Seledri juga biasa ditanam di dataran rendah, hanya saja ukuran batangnya menjadi lebih kecil dan digunakan sebagai penyedap makanan. Seledri terdiri dari tiga jenis yaitu Seledri daun, Seledri potongan dan Seledri berumbi. Seledri yang banyak ditanam di Indonesia adalah Seledri daun. (Dalimartha, 1999)

Gambar 2.1. Gambar Tanaman Seledri (Apium graveolens L.) (Tani Asri, 2015)

Seledri (Apium graveolens L.) di panen setelah berumur 6 minggu sejak ditanam. Tangkai daun yang agak tua di potong 1 cm di atas pangkal daun. Daun muda dibiarkan tumbuh untuk dipanen kemudian. Tangkai daunnya yang berdaging dan berair dapat dimakan mentah sebagai lalap, sedangkan daunnya digunakan untuk penyedap. Jika Seledri didaerah tropik, ukuran batangnya kurang besar sehinggga seluruh bagian tanaman digunakan sebagai sayur, Seledri dapat diperbanyak dengan biji. (Dalimartha,1999) 2.1.2. Klasifikasi Tanaman Seledri (Apium graveolens L.)

Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Superdivisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Subkelas : Rosidae Ordo : Apiales Family : Apiaceae Genus : Apium

Spesies : Apium graveolens L.

(Husamah Irham R, 2011)

(6)

2.1.3. Morfologi Tanaman Seledri (Apium graveolens L.)

Herba dengan batang beruas, bercabang, tegak pucat, hijau pucat.

Daun majemuk, daun muda melebar, atau meluas dari dasar, hijau mengkilap.

Bunga tunggal, tangkai jelas, sisi kelopak yang tersembunyi, daun bunga putih kehijauan, atau merah jambu pucat dengan ujung yang bengkok. Bunga betina majemuk, tidak bertangkai atau bertangkai pendek, sering mempunyai daun berhadapan atau berbatasan dengan tirai bunga. Panjang buah 3 mm. (Syamsul dan Rodame, 2015)

2.1.4. Kandungan Kimia

Seluruh bagian tanaman Seledri mengandung glikosida apiin, isoquersetin dan umbellifero. Selain itu seledri juga mengandung apigenin, pthalide mannite, inosite, asparagines, glutamine, choline, linamarose, pro vitamin A, vitamin C dan B, kandungan asam dalam minyak atsiri pada biji antara lain asam-asam resin, asam-asam lemak terutama palmitat, oleat, linoleat dan petroselinat. Daun seledri juga mengandung yakni vitamin A, Vitamin B1, Vitamin B2, vitamin B5, vitamin B6, vitamin C, vitamin E, dan vitamin K. (Syamsul dan Rodame 2015)

2.1.5. Kegunaan

Tanaman ini bersifat pedas, dan sejuk. Daun tumbuhan ini berkhasiat sebagai antirematik, karminatif, penghenti pendarahan, peluruh haid, antispasmodic, diuretik, penurun tekanan darah dan sedatif. Seledri juga bias untuk mencegah kanker. Pada Seledri terdapat minyak esensial yang mencegah terbentuknya tumor yang mampu menyebabkan gejala kangker, serta merangsang produksi enzim yang melawan sel penyebab kanker. Seledri juga digunakan untuk mengatasi inflamasi (peradangan). (Arief 2009)

Daun Seledri mengandung flavonoid, saponin dan polifenol. Herba Seledri mengandung flavonoid, fenol, saponin, kumarin, dan steroid atau triterpenoid (Syamsuhidayat, 1991). Senyawa flavonoid yang telah diisolasi dari tanaman Seledri adalah apigenin dan apiin pada seledri bagian yang digunakan adalah herba dan akar dengan cara dimakan langsung dalam keadaan segar atau setelah dikeringkan direbus dengan air. Herba seledri berkhasiat peluruh air seni, obat rematik, penurun tekanan darah tinggi, obat kencing manis dan sebagai penumbuh rambut.

2.1.6. Kontra Indikasi

Seledri dapat menyebabkan inflamasi pada kulit dan sensitivitas pada matahari. Wanita hamil dan menyusui sebaiknya menghindari mengkonsumsi Seledri selama masa kehamilan. Konsumsi Seledri dalam jumlah besar dapat menyebabkan kontraksi uterus dan keguguran. Seledri juga menyebabkan

(7)

alergi pada orang yang sensitif pada beberapa tanaman termasuk wortel dan dandelion. Penyakit ini disebut sindrom celery-carrot-mugwort-spice.

Sensitivitas silang pada Seledri telah terjadi pada pasien yang alergi dandelion dan wortel. Seseorang yang menggunakan warfarin dan seledri pada waktu yang bersamaan memiliki kemungkinan mengalami pendarahan.

Mengkonsumsi Seledri bersamaan dengan pengobatan yang meningkatkan sensitivitas terhadap sinar matahari dapat meningkatkan kemungkinan kulit terbakar, melepuh atau ruam-ruam jika terpapar sinar matahari. Efek samping fotosensitivitas ini akibat adanya senyawa furanokumarin dalam seledri. Efek samping seledri dapat diminimalisasi dengan menghindari penggunaan seledri bersamaan dengan obat antikoagulan (walfarin) dan obat yang meningkatkan sensitivitas terhadap sinar matahari (amitriptyline, ciprofloxacin, norfloxacin, trimetropin, tetracycline, dan trioxalen). (Syamsul dan Rodame, 2015)

2.1.7. Kandungan Gizi Seledri (Apium graveolens L.)

Tabel 2.1. Kandungan Gizi Seledri (Apium graveolens L.) Kandungan gizi Jenis (tipe) seledri

Amerika China Umum

Kalori (kal) 18.00 27.00 20.00

Protein (gr) 1.20 2.20 1.00

Lemak (gr) - 0.60 0.10

Karbohidrat (gr) 4.20 4.60 4.60

Kalsium (mg) 57.00 326.00 50.00

Fosfor (mg) 26.00 51.00 40.00

Zat besi (mg) 2.80 15.30 1.00

Serat (gr) 0.70 1.40 -

Abu (gr) 1.00 1.70 -

Natrium (gr) 14.00 151.00 -

Kalium (gr) 448.00 318.00 -

Niasin (mg) 0.40 0.08 -

Vitamin A (S.1) 80.00 2685.00 130.00

Vitamin B1 (mg) 0.03 0.08 0.03

Vitamin B2 (mg) 0.05 0.12 -

Vitamin C (mg) 22.0 49.00 11.00

Air (gr) - - 93.00

Food and Nutrition Research Center. Handbook No 1 Manila (Knott, JE & Deanon, 1967)

(8)

2.2. Simplisia

Simplisia adalah bentuk jamak dari kata simpleks yang berasal dari kata simple, yang berarti satu atau sederhana. Istilah simplisia dipakai untuk menyebut bahan-bahan obat alam yang masih berada dalam wujud aslinya atau belum mengalami perubahan bentuk. (Gunawan dan Mulyani, 2004)

Departemen RI membuat batasan tentang simplisia sebagai berikut. Simplisia adalah bahan alami yang digunakan untuk obat dan belum mengalami perubahan proses apapun, dan kecuali dinyatakan lain umumnya berupa bahan yang telah dikeringkan. Berdasarkan hal itu maka simplisia dibagi menjadi tiga golongan, yaitu simplisia nabati, simplisia hewani, dan simplisia pelikan atau mineral.

2.2.1. Penggolongan Simplisia

Menurut (Gunawan dan Mulyani, 2004) penggolongan simplisia adalah :

a. Simplisia Nabati

Simplisia nabati adalah simplisia yang dapat berupa tanaman utuh, bagian tanaman, eksudat tanaman, atau gabungan antara ketiganya.

Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau dengan sengaja dikeluarkan dari selnya. Eksudat tanaman dapat berupa zat-zat atau bahan-bahan nabati lainnya yang dengan cara tertentu di pisahkan atau di isolasi dari tanamannya.

b. Simplisia Hewani

Simplisia hewani adalah simplisia berupa hewan utuh atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa bahan kimia murni.

c. Simplisia Pelikan atau Mineral

Simplisia pelican atau mineral adalah simplisia berupa bahan pelican atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa bahan kimia murni.

2.2.2. Proses Pembuatan Simplisia

Proses pembuatan simplisia menurut (Goeswin Agoes, 2007) adalah : 1) Pengumpulan Bahan Baku

Kadar bahan aktif dalam simplisia bergantung kepada : a. Bagian tanaman yang digunakan.

b. Usia tanaman atau bagian tanaman saat panen.

c. Waktu panen

d. Lingkungan tumbuh.

2) Sortasi Basah

Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan cemaran (kotoran dan bahan asing lain) dari bahan simplisia. Pembersihan simplisia dari tanah dapat mengurangi jumlah kontaminasi mikrobiologi.

3) Pencucian

(9)

Pencucian dilakukan dengan air bersih (Sumur, PAM, atau air dari mata air). Simplisia yang mengandung zat mudah larut dalam air mengalir dicuci dalam waktu sesingkat mungkin. Dalam satu kali pencucian sayur mayur akan dapat menghilangkan kurang lebih 25% jumlah mikroba awal, 3 kali pencucian jumlah mikroba tertinggal 47% dari jumlah mikroba awal. Jadi penting sekali diperhatikan kualitas air pencucian yang digunakan.

4) Perajangan

Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan, pengepakan, dan penggilingan. Tanaman yang baru dipanen sebelum dirajang, terlebih dahulu dijemur dalam keadaan utuh selama 1 hari. Perajangan dapat dilakukan dengan pisau atau mesin perajang khusus sehingga diperoleh irisan tipis atau potongan dengan ukuran tertentu.

5) Pengeringan

Pengeringan bertujuan untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak sehingga dapat disimpan untuk jangka waktu lebih lama. Dengan penurunan kadar air, hal tersebut dapat menghentikan reaksi enzimatik sehingga dapat dicegah bterjadinya penurunan mutu atau perusakan simplisia.

Suhu pengeringan bergantung pada simplisia dengan cara pengeringan.

Pengeringan dapat dilakukan antara suhu 300-900C (terbaik 600C). Jika simplisia mengadung bahan aktif tidak tahan panas atau mudah menguap, pengeringan dilakukan serendah mungkin, misalnya 300C-450C atau dengan cara pengeringan vakum.

6) Sortasi kering

Sortasi setelah pengeringan merupakan tahap akhir pembuatan simplisia. Tujuan sortasi adalah untuk memisahkan benda asing, seperti bagian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotor lain yang masih ada atau tertinggal pada simplisa kering. Proses ini sebaiknya dilakukan sebelum dilakukan pengemasan simplisa.

2.3. Ekstraksi

Menurut (Riza Marjoni, 2016) definisi ekstraksi, tujuan ekstraksi dan jenis – jenis ekstraksi adalah

2.3.1. Definisi Ekstraksi

1. Ekstraksi adalah suatu proses penyarian zat aktif dari bagian tanaman obat yang bertujuan untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam bagian tanaman obat tersebut.

2. Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya dengan menggunakan pelarut tertentu.

3. Ekstraksi adalah suatu cara untuk memperoleh sediaan yang mengandung senyawa aktif dari suatu bahan alam menggunakan pelarut yang sesuai.

(10)

4. Ekstraksi merupakan suatu proses penarikan senyawa dari tumbuh- tumbuhan, hewan dan lain-lain menggunakan pelarut tertentu.

2.3.2. Tujuan Ekstraksi

Tujuan dari ekstraksi adalah untuk menarik semua zat aktif dan komponen kimia yang terdapat dalam simplisia. Dalam menentukan tujuan dari suatu proses ekstraksi, perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut ini : 1. Jumlah simplisia yang akan diekstrak

Jumlah simplisia yang akan di ekstrak sangat erat kaitannya dengan jumlah pelarut yang akan digunakan. Semakin banyak simplisia yang digunakan, maka jumlah pelarut yang digunakan juga semakin banyak.

2. Derajat kehalusan simplisia

Dalam hal ini, proses ekstraksi bertujuan untuk menemukan kelompok senyawa kimia metabolit sekunder tertentu dalam simplisia seperti alkaloid, flavonoid, dan lain-lain. Metode umum yang dapat digunakan adalah studi pustaka dan untuk kepastian hasil yang diperoleh, ekstrak di uji lebih lanjut secara kimia atau analisa kromatografi yang sesuai untuk kelompok senyawa kimia yang di tuju.

3. Jenis simplisia yang digunakan dalam ekstraksi

Pemilihan pelarut yang digunakan dalam ekstraksi sangat dipengaruhi oleh kepolaran dari pelarut itu sendiri. Senyawa dengan kepolaran yang sama akan lebih mudah larut dalam pelarut yang memiliki tingkat kepolaran yang sama pula ( like dissolves like).

4. Waktu ekstraksi

Waktu yang digunakan selama proses ekstraksi akan sangat menentukan banyaknya senyawa yang terekstrak.

5. Metode ekstraksi

Berbagai metoda ekstraksi dapat digunakan untuk menarik senyawa kimia dari simplisia.

6. Kondisi proses ekstraksi

Beberapa proses ekstraksi memerlukan keadaan dan kondisi tertentu. Bahan alam yang mengandung senyawa kumarin dan kuinon umumnya dilakukan pada kondisi terlindung dari cahaya.

2.3.3. Jenis-Jenis Ekstraksi 1. Ekstraksi secara dingin

Metode ekstraksi secara dingin bertujuan untuk mengekstrak senyawa- senyawa yang terdapat dalam simplisia yang tidak tahan terhadap panas atau bersifat thermolabil. Ekstraksi secara dingin dapat dilakukan dengan beberapa cara berikut ini :

(11)

a. Maserasi

Maserasi adalah proses ekstraksi sederhana yang dilakukan hanya dengan cara merendam simplisia dalam satu atau campuran pelarut selama waktu tertentu pada temperature kamar dan terlindung dari cahaya.

b. Perkolasi

Perkolasi adalah proses penyarian zat aktif secara dingin dengan cara mengalirkan pelarut secara kontinu pad simplisia selama waktu tertentu.

2. Ekstraksi secara panas

Metode panas digunakan apabila senyawa-senyawa yang terkandung dalam simplisia sudah dipastikan tahan panas. Metode ekstraksi yang membutuhkan panas diantaranya :

a. Seduhan

Merupakan metode ekstraksi paling sederhana hanya dengan merendam simplisia dengan air panas selama waktu tertentu (5-10 menit)

b. Coque (penggodokan)

Merupakan proses penyarian dengan cara menggodok simplisia menggunakan api langsung dan hasilnya dapat langsung digunakan sebagai obat baik secara keseluruhan termasuk ampasnya atau hanya hasil gondokannya saja tanpa ampas.

c. Infusa

Infusa merupakan sediaan cair yang dibuat dengan cara menyari simplisia nabati dengan air pada suhu 90 derajat celcius selama 15 menit.

d. Digestasi

Digestasi adalah proses ekstraksi yang cara kerjanya hampir sama dengan maserasi, hanya saja digesti menggunakan pemanasan rendah pada suhu 30-40 derajat celcius. Metode ini biasnya digunakan untuk simplisia yang tersari baik pada suhu biasa.

e. Dekokta

Proses penyarian secara dekokta hampir sama dengan infusa, perbedaanya terletak pada lamanya waktu pemanasan. Waktu pemanasan pada dekokta lebih lama dibanding metode infusa, yaitu 30 menit dihitung setelah suhu mencapai 90 derajat celcius.

Metode ini sudah sangat jarang digunakan karena selain proses penyariannya yang kurang sempurna dan juga tidak dapat digunakan untuk mengekstraksi senyawa yang bersifat yang termolabil.

f. Refluks

Refluks merupakan proses ekstraksi dengan pelarut pada titik didih pelarut selama waktu dan jumlah pelarut tertentu

(12)

dengan adanya pendinginan balik (kondensor). Proses ini umumnya dilakukan 3-5 kali pengulangan pada residu pertama, sehingga termasuk proses esktraksi yang cukup sempurna.

g. Soxhletasi

Proses soxlethasi merupakan proses ekstraksi panas dengan menggunakan alat khusus berupa ekstrakstor soxlet.

Suhu yang digunakan lebih rendah dibandingkan dengan suhu pada metoda refluks.

2.3.4. Ekstrak dan Pembagian Ekstrak 1. Pengertian Ekstrak

Ekstrak adalah suatu produk hasil pengambilan zat aktif melalui proses ekstraksi menggunkan pelarut, dimana pelarut yang digunakan di uapkan kembali sehingga zat aktif ekstrak menjadi pekat. Bentuk dari ekstrak yang dihasilkan dapat berupa ekstrak kental atau ekstrak kering tergantung jumlah pelarut yang di uapkan. (Riza Marjoni, 2016)

2. Pembagian Ekstrak

a. Ekstrak cair adalah ekstrak hasil penyarian bahan alam dan masih mengandung pelarut.

b. Ekstrak kental adalah ekstrak yang telah mengalami proses tetap cair pada suhu kamar penguapan dan sudah tidak mengandung cairan pelarut lagi, tetapi konsistensinya.

c. Ekstrak kering: Adalah ekstrak yang telah mengalami proses penguapan dan tidak lagi mengandung pelarut dan berbentuk padat (kering). (Riza Marjoni, 2016)

2.4. Rambut

Menurut (Tranggono dan Latifah, 2007) definisi rambut, anatomi rambut, dan pertumbuhan rambut adalah :

2.4.1. Definisi Rambut

Rambut termasuk salah satu dari adneksa yang tumbuh berasal dari kulit. Rambut tumbuh dari akar rambut yang ada di dalam lapisan dermis kulit dan melalui saluran folikel rambut keluar dari kulit. Bagian rambut yang keluar dari kulit dinamakan batang rambut

1.) Rambut terminal, yang umumnya kasar, misalnya rambut kepala, alis, rambut ketiak, dan rambut alat kelamin.

2.) Rambut vellus, yang berupa rambut halus pada pipi, dahi, punggung dan lengan.

Tetapi karena pada dasarnya semua rambut tumbuh dari akar rambut yang jenisnya sama, maka rambut vellus dapat menjadi rambut terminal. Pada pria dewasa, misalnya, kadang-kadang rambut vellus diatas bibir dan di dagu

(13)

berubah menjadi rambut terminal berupa kumis dan janggut kasar. Sementara rambut vellus dapat juga menggantikan rambut terminal, misalnya pada orang yang kepalanya botak, rambut kepala yang tadinya panjang dan kasar diganti dengan rambut vellus yang halus.

2.4.2. Anatomi Rambut

Anatomi rambut terdiri dari : 1) Batang Rambut

Bagian rambut yang ada diluar kulit dinamakan batang rambut. Jika batang rambut kita potong melintang, maka terlihat tiga lapisan dari luar ke dalam, yaitu :

A. Kutikula rambut, terdiri dari sel-sel keratin yang pipih dan saling bertumpuk, seperti sisik ikan atau genteng rumah. Lapisan ini keras dan berfungsi melindungi rambut dari kekeringan dan masuknya bahan asing kedalam batang rambut.

B. Korteks rambut adalah pelapisan yang lebih dalam, terdiri dari sel-sel yang memanjang tersusun rapat. Jika rambut dibasahi dan direntang perlahan-lahan, rambut dapat memanjang sampai 1 setengah kali karena bentuk sel-sel dalam korteks rambut ini. Lapisan ini sebagian terbesar terdiri dari pigmen rambut dengan rongga-rongga udara.

Stuktur korteks menentukan tipe rambut lurus, berombak atau keriting.

Lapisan korteks merupakan lapisan yang agak lunak dan mudah dirusak oleh bahan kimia yang masuk kedalam rambut.

C. Medulla rambut dapat disamakan dengan sumsum rambut. Ia terdiri dari tiga atau empat lapisan sel yang berbentuk kubus, berisikan keratohyalin, butir-butir lemak, dan rongga udara. Rambut yang lurus tidak memiliki medulla.

Menurut stoves, rambut juga berisi sejumlah kecil urea, asam urat, xanthin, keratin, glikogen, asam sitrat, asam laktat, dan sejumlah mineral serta enzim. Bahan- bahan tersebut sebagian besar terdapat di dalam medulla. Jika rambut berulang-ulang dicuci dengan air hangat 35 derajat, sebagian bahan itu akan larut.

2) Akar rambut

Bagian rambut tertanam didalam kulit. Akar rambut memiliki stuktur yang sama dengan batang rambut. Disekeliling akar rambut terdapat folikel rambut yang terdiri dari lapisan epidermis. Ujung folikel membentuk suatu lekukan disebut papilla akar rambut. Papila berisi pembuluh darah yang memberi nutrient pada rambut yang sedang tumbuh, papilla akar rambut diselaputi oleh satu lapis sel-sel germinal yang berfungsi dalam pembentukan sel-sel rambut baru.

Akar rambut atau folikel rambut terletak didalam lapisan dermis kulit. Folikel rambut di sekelilingi oleh pembuluh-pembuluh darah yang memberikan makanan. Pada saluran folikel rambut bermuara kelenjar

(14)

sebasea yang mengeluarkan minyak (sebum) ke batang rambut dan kulit di sekitarnya. Normalnya, semakin jauh batang rambut dari kulit kepala, semakin kering rambut tersebut.

Folikel rambut terbentuk karena pertumbuhan ke dalam dari epidermis sewaktu fetus berumur kurang lebih 4 bulan. Dan folikel ini kemudian tumbuh rambut, mula mula terbentuk halus disebut lanugo yang terdapat pada bayi varu lahir. Kemudian lanugo dan rambut-rambut yang lebih kasar dan kuat.

Jika produksi sebum berlebihan, rambut dan kulit kepala akan berminyak (greasy hair dan seborrhea) pada akar rambut terlihat otot penegak rambut (arector pilli) yaitu suatu otot muscculuc erector pilli yang menghubungkan akar rambut dengan papilla dermis, otot ini akan menyebabkan rambut ata bulu kuduk berdiri jika kita, misalnya merasa ngeri. Akar rambut terdiri dari dua bagian, yaitu :

a. Umbi rambut, bagian rambut yang akan terbawa jika rambut kita dicabut.

b. Papil rambut, bagian yang akan tertinggal sampai ke akar-akarnya, sehingga akan selalu terjadi pertumbuhan rambut baru kecuali jika papil rambut itu dirusak, misalnya dengan bahan kimia atau arus listrik (elektrolisis).

2.4.3. Pertumbuhan Rambut

Ketika janin berusia 4 bulan dalam kandungan, papil rambut sudah terbentuk merata diseluruh kulit. Menjelang akhir bulan ke -6 atau awal bulan ke 7 kehamilan, rambut lanugo, yaitu rambut khusus bayi dalam kandungan, mulai tumbuh di permukaan kulit bayi. Menjelang bayi lahir, atau setelah bayi lahir rambut lanugo diganti dengan rambut vellus atau langsung rambut terminal.

Kecepatan rambut tumbuh dikulit kepala tidak seragam di sepanjang usia. Rambut akan tumbuh disekitar 1/3 milimeter setiap hari atau 1 cm per bulan. Rambut baru akan tumbuh secara terus secara aktif, tetapi pada suatu saat pertumbuhan itu akan berhenti, istirahat sebentar dan rambut lama akan rontok, digantikan rambut baru yang telah disiapkan oleh papil rambut yang sama.

Fase rambut tumbuh disebut fase anagen lamanya antara 2-5 tahun, dengan rata-rata 3,5 (1000 hari). Tetapi pada keadaan tertentu atau dengan perawatan yang baik, fase anagen dapat diperpanjang. Fase istirahat yang disebut fase katagen pendek, yaitu hanya beberapa minggu. Sedangkan fase kerontokan atau fase telogen berlangsung selama kurang lebih 100 hari.

Selama fase istirhat (katagen), rambut berhenti tumbuh, umbi rambut mengkerut dan menjauhkan diri dari papil rambut membentuk bonggol rambut atau rambut gada (club hair), tetapi rambut belum rontok. Sementara itu papil

(15)

mulai membentuk rambut baru. Ketika rambut sudah cukup panjang dan akar keluar dari kulit, rambut lama terdesak dan rontok.

2.5. Kosmetika

Kosmetika berasal dari kata yunani “cosmeticos” yang berarti keterampilan menghias, mengatur. Menurut Permenkes RI No.220/Menkes/Per/220/76, kosmetik adalah bahan atau campuran bahan untuk digosokan, diletakan, dituangkan, dipercikan atau disemprotkan pada, dimasukan kedalam dipergunakan pada badan atau bagian badan manusia dengan maksud untuk membersihkan, memelihara daya tarik atau mengubah rupa dan tidak termasuk golongan obat.

Kosmetik dapat dibagi berdasarkan kegunaannya menjadi kosmetik perawatan dan dekoratif. Kosmetik perawatan misalnya kosmetik untuk membersihkan, melembabkan, maupun melindungi bagian tubuh seperti kulit dan rambut. Sedangkan kosmetik dekoratif diperlukan untuk merias dan menutuop cacat pada bagian tubuh sehingga menghasilkan penampilan yang lebih menarik. Gel ekstrak Seledri termasuk kedalam kosmetik perawatan rambut.

2.6. Gel

Menurut Formularium Nasional edisi kedua, gel adalah sediaan bermassa lembek, berupa suspensi yang dibuat dari zarah kecil senyawaan organik atau makromolekul senyawa organik yang masing-masing terbungkus dan saling terserap oleh cairan.

Menurut Farmakope Indonesia Edisi empat, gel kadang-kadang disebut jeli, merupakan system semi padat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan.

Menurut Ansel, gel didefinisikan sebagai suatu sistem setengah padat yang terdiri dari suatu dispersi yang tersusun baik dari partikel anorganik yang terkecil atau molekul organik yang besar dan saling diresapi cairan.

2.6.1. Penggolongan Gel

Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV penggolongan sediaan gel dibagi menjadi dua yaitu :

1) Gel sistem dua fase

Dalam sistem dua fase, jika ukuran partikel dari fase terdispersi relatif besar, massa gel kadang – kadang dinyatakan sebagai magma misalnya magma bentonit. Baik gel maupun magma dapat berupa tiksotropik, membentuk semi padat jika dibiarkan dan menjadi cair pada pengocokan.

Sediaan harus dikocok dahulu sebelum digunakan untuk menjamin homogenitas.

2) Berdasarkan sistem fase tunggal

Gel fase tunggal terdiri dari makromolekul organik yang tersebar sama dalam sauatu cairan sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara molekul makro yang terdispersi dalam cairan. Gel fase tunggal dapat dibuat

(16)

dari makromolekul sintetik misalnya karboner atau dari gom alam misalnya tragakan.

2.6.2. Cara Pembuatan Basis Gel

Dalam pembuatan basis gel ini digunakan basis gel hidrofilik karena daya sebar pada kulit baik, efeknya mendinginkan, tidak menyumbat pori-pori kulit, mudah dicuci dengan air dan pelepasan obatnya baik. (Voight, 1995) .

Basis gel hidrofilik yang digunakan terdiri dari gelling agent, bahan tambahan hidrokopis (propilenglikol) dan aquadest. Gelling agent yang digunakan adalah HPMC (Hydroxy Propyl Methyl Cellulose). HPMC stabil pada pH 3-11. (Ansel, 1989)

Basis Gel HPMC 6%

Propilenglikol 10%

Metil Paraben 0,18%

Aquadest sampai 100%

(Sulaiman, 2008 dan Arikumalasari dkk) 2.6.3. Bahan Yang Digunakan Dalam Formula Gel

1. HPMC (Hidroksipropilmetil selulosa)

Pemerian : Serbuk putih , tidak berbau, tidak berasa.

Kelarutan : Larut dalam air, praktis tidak larut dalam kloroform, etanol, dan eter, tetapi tidak larut dalam campuran metanol, dan diklorometan, dan campuran air dan alkohol.

2. Propilenglikol

Pemerian : Cairan kental, jernih, tidak berwarna ;tidak berbau; rasa agak manis; higroskopis.

Kelarutan : Dapat dicampur dengan air, dengan etanol 95%, dan dengan kloroform P; larut dalam 6 bagian eter P, tidak dicampur dengan eter minyak tanah P dan dengan minyak lemak.

3. Metil Paraben

Pemerian : Serbuk hablur halus, putih, hampir tidak berbau, tidak mempunyai rasa, kemudian agak membakar diikuti rasa tebal

Kelarutan : Larut dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian air mendidih, dalam 3,5 bagian etanol (95%) P dan dalam 3

(17)

bagian aseton P, mudah larut dalam eter P dan dalam larutan alkali hidroksida, larut dalam 60 bagian gliserol P panas dan dalam 40 bagian minyak lemak nabati panas, jika didinginkan larutan tetap jernih.

4. Aquadest

Pemerian : cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa.

(Farmakope Indonesia Edisi III Tahun 1979) 2.6.4. Uji Evaluasi Sedian Gel

Evaluasi gel biasanya dilakukan dengan melakukan beberapa pengujian yaitu sebagai berikut :

1) Uji Organoleptis

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengamati adanya perubahan fisik pada sediaan, yaitu timbulnya bau dan perubahan warna.

2) Uji Homogenitas

Uji homogenitas sediaan dilakukan untuk mengetahui apakah semua bahan telah tercampur secara sempurna untuk menjamin zat aktif yang terkandung dalam bahan telah terdistribusi secara merata pada saat dioleskan sehingga kulit tidak berasa adanya bagian yang padat atau tidak homogen.

3) Uji Daya Sebar

Uji daya sebar sediaan dilakukan untuk mengetahui kualitas dasar gel yang dapat menyebar pada saat gel digunakan.

Daya sebar yang baik dapat menjamin pelepasan obat yang maksimal, dengan asumsi bahwa semakin luas daya sebar gel maka semakin baik pula daya sebarnya pada kulit sehingga dengan cepat pula melepaskan efek terapi yang diinginkan.

4) Uji Ph

Sediaan sebaiknya memiliki pH kulit, yaitu sekitar 4,5 -6,5 karena PH yang terlalu basa dapat menyebabkan kulit bersisik, sedangkan jika pH terlalu asam menyebabkan iritasi kulit.

5) Uji Daya Lekat

Pengujian daya lekat bertujuan untuk mengetahui kemampuan gel melekat pada kulit. Gel yang baik memiliki daya lekat yang tinggi.

Kemampuan daya lekat gel akan mempengaruhi efek terapi. Semakin lama kemapuan gel melekat pada kulit, maka gel akan memberikan efek terapi yang lebih aman.

6) Uji Sineresis

Sineresis yang terjadi dalam penyimpanan diamati dengan menyimpan gel pada suhu kurang lebih 100 selama 24, 48, dan 72 jam. Masing masing gel ditempatkan pada cawan untuk menampung air yang dibebaskan dari dalam gel selama penyimpanan. Sineresis dihitung dengan mengukur

(18)

kehilangan air selama penyimpanan lalu dibandingkan bobot awal gel.

(Reyza Shintia, 2012) 2.7. Stabilitas Sediaan

2.7.1 . Definisi Stabilitas

Stabilitas di definisikan sebagai kemapuan suatu produk obat atau kosmetik untuk bertahan dalam spesifikasi yang diterapkan sepanjang periode penyimpanannya dan penggunaan untuk menjamin identitas, kekuatan, kualitas dan kemurnian produk. Sediaan kosmetik yang stabil didefinisikan sebagai suatu sediaan yang masih berada dalam batas yang dapat diterima selama produk periode waktu penyimpanan dan penggunaan, dimana sifat dan karateristik sama dengan yang dimiliki pada saat dibuat.

Ketidakstabilan fisika dari suatu sediaan ditandai dengan adanya pemucatan warna atau munculnya warna, timbul bau, perubahan, atau pemisahan fase, pemecahan emulsi, penegndapan suspensi atau caking, perubahan konsistensi, pertumbuhan Kristal, terbentuknya gas, dan perubahan fisik lainnya. (Djajadisastra, 2004)

2.7.2. Uji Stabilitas Dipercepat

Untuk memperoleh nilau kestabilan suatu sediaan farmasetika atau kosmetik dalam waktu yang singkat, maka dapat dilakukan uji stabilitas dipercepat. Pengujian dimkasudkan untuk mendapatkan informasi yang diinginkan pada waktu sesingkat mungkin dengan cara menyimpan sampel pada kondisi yang di rancang untuk mempercepat terjadinya perubahan yang biasanya terjadi pada kondisi normal. Jika hasil pengujian suatu sediaan pada uji dipercepat selama 3 bulan diperoleh hasil yang stabil, hal intu menunjukan bahwa sediaan tersebut stabil pada penyimpanan suhu kamar selama setahun. Pengujuan yang dilakukan pada uji dipercepat antara lain (Martin, Swarbick dan Cammarata, 1983)

1) Elevarted temperature

Setiap kenaikan suhu 10 derajat celcius akan mempercepat reaksi 2 sampai 3 kalinya, namun secara praktis cara ini agak terbatas karena kenyataannya suhu yang jauh diatas normal akan menyebabkan perubahan yang tidak pernah terjadi pada suhu normal.

2) Elevarted humidities

Umumnya uji ini dilakukan untuk menguji kemasan produk.

Jika terjadi perubahan pada produk dalam kemasan karena pengaruh kelembaban, maka hal ini menadakan bahwa kemasannya tidak memberikan perlindungan yang cukup terhadap atmosfer.

3) Cycling test

Tujuan dari uji ini adalah sebagai simulasi adanya perubahan suhu setiap tahun bahkan setiap harinya. Dengan demikian uji ini

(19)

dilakukan pada suhu dan atau pada kelembaban pada interval waktu tertentu sehingga produk dalam kemasan mengalami tekanan yang bervariasi dari pada tekanan statis.

4) Parameter uji

Parameter-parameter yang digunakan dalam uji kestabilan fisik adalah :

a. Organoleptis atau penampilan fisik

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengamati adanya perubahan fisik pada sediaan, yaitu timbulnya bau dan perubahan warna.

b. Sifat aliran (viskositas)

Secara umum viskositas berpengaruh pada kestabilan sediaan.

c. Pemeriksaan Ph

Sediaan sebaiknya memiliki pH yang sesuai dengan kulit, yaitu sekitar 4,5-6,5 karena Ph yang terlalu basa dapat menyebabkan kulit bersisik, sedangkan Ph yang terlalu asam menimbulkan iritasi kulit.

2.8. Penyubur Rambut Hair Serum

Gambar 2.8. Gambar Penyubur Rambut Hair Serum (Intan Khatulistiwa, 2014)

Penyubur rambut NR ini adalah penyubur yang digunakan sesaat stelah keramas. Komposisi dari Hair Serum adalah aqua, porasium sorbate, PEG-40 hydrogenated cator oil, tocopheril acetat, pyroctone.

(20)

2.9. Kelinci

2.9.1. Sejarah

Gambar 2.9. Gambar Kelinci (Sueb, 2015)

Kelinci sudah dikenal manusia sejak jutaan tahun silam sebagai hewan peliharaan dan juga hewan konsumsi. Kelinci yang saat ini banyak di ternakan, dahulu berasal dari kelinci liar yang telah mengalami proses penjinakan (domestikasi).

Kelinci liar sudah ada pada zaman dahulu di Africa hingga daratan Eropa. Manusia primitif menggunakan kelinci sebagai hewan buruan utama untuk memenuhi kebutuhan makanan sehari-hari. Pada masa itu, kelinci liar populasinya banyak dan mudah ditemui untuk diburu di hutan-hutan.

Berdasarakan catatan sejarah, kelinci berasal dari Phoenicians (3.000 SM), ketika seorang pelaut menemukan suatu kelinci disuatu tempat yang dinamakan

“Land of the seraph” yaitu sebuah daerah yang sekarang dikenal dengan nama Spanyol. Cerita kelinci selanjutnya dicatat pada masa Romawi. Ketika itu Romawi merupakan sebuah kerajaan dengan kekuatan militer tinggi yang luar biasa, ternyata sudah mengenal kelinci. Biara-biara mulai memelihara Leporaria, sebutan untuk kelinci, berasal dari ras kelinci liar pertama di Eropa dengan kecenderungan berwarna gelap. Pada zaman itu sudah terlihat ras-ras kelinci baru yang memiliki bentuk badan dan warna yang berbeda-beda. Pada masa itu bangsawan sudah mulai menjadikan kelinci sebagai hewan peliharaan.

Asal kata kelinci berasal dari bahasa Belanda, yaitu konijnie yang berarti anak kelinci. Hal ini menunjukan bahwa masyarakat Nusantara mulai mengenali kelinci saat massa colonial, padahal di Pulau Sumatera ada satu spesies asli kelinci Sumatera yang baru ditemukan pada tahun 1972.

Berkembangnya penyebaran kelinci ke berbagai Negara menimbulkan sebutan atau nama yang berbeda, misalnya di Eropa di sebut rabbit , di Indonesia disebut kelinci sementara di Jawa disebut trewelu. Di Indonesia, khususnya Jawa ternak kelinci konon dibawa oleh orang-orang Belanda sebagai ternak hias pada tahun 1835.

(Rukmana, 2014)

(21)

2.9.2. Klasifikasi

Kerajaan : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Mamalia Ordo : Lagomorpha Family : Leopordiae Sub-family : Leporniae Genus : Lepus

Spesies : Lepus nigricollis (Rukmana, 2014)

(22)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Objek Penelitian 3.1.1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. (Sugiyono, 2013)

Populasi dalam penelitian yang dilakukan ini adalah tanaman Seledri (Apium Graveolens L.) dan Kelinci (Lepusnigricollis)

3.1.2. Sampel Dan Teknik Pengambilan Sampel 1) Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi ekstrak tersebut. (Sugiyono, 2013).

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah herba Seledri ( Apium graveolens L.) dan Kelinci jantan (Lepusnigricollis).

2) Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan metode Simple Random Sampling. Dikatakan simple (sederhana) karena pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu. Cara demikian dilakukan bila anggota populasi dianggap homogen. (Sugiyono, 2013)

3.1.3. Variabel Penelitian dan Operasional Variabel

Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya.

(Sugiyono, 2013).

1) Variabel Bebas

Variabel bebas (independen) adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen.

(Sugiyono, 2013)

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah gel ekstrak Seledri ( Apium graveolens L.) dengan konsentrasi 5%, 7,5% dan 10%.

2) Variabel Terikat

Variabel terikat (dependen variabel) merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas.

(Sugiyono, 2013)

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah adanya kecepatan pertumbuhan rambut pada kelinci jantan (dilihat pada panjang rambut dan bobot rambut)

3) Variabel Kontrol

(23)

Variabel kontrol adalah variabel yang dikendalikan atau dibuat konstan sehingga pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat tidak dipengaruhi oleh faktor luar yang diteliti. (Sugiyono, 2013). Variabel kontrol dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu :

a. Kontrol positif adalah variabel kendali yang mengendalikan atau sebagai pembanding yang berkaitan dengan variabel bebas. Kontrol positif sebagai pembanding menggunakan penyubur rambut Hair Serum.

b. Kontrol negatif adalah variabel kendali negatif yang digunakan sebagai variabel dengan perlakuan netral dalam penelitian. Kontrol negatif sebagai pembanding menggunakan basis gel.

4) Operasional Variabel

5) Operasional variabel dapat dilihat pada gambar sebagai berikut : 6)

7) 8) 9)

10) Gambar 3.1 Gambar Operasional Variabel Keterangan :

X1 = Gel ekstrak Seledri konsentrasi 5%

X2 = Gel ekstrak Seledri konsentrasi 7,5%

X3 = Gel ekstrak Seledri konsetrasi 10%

K- = Basis gel

K+ = Penumbuh rambut Hair Serum Y = Pertumbuhan rambut

3.2. Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian percobaan atau penelitian eksperimen. Jenis penelitian ini digunakan untuk melakukan suatu percobaan (Experiment Research) menggunakan perlakuan atau percobaan pada objek yang sedang diteliti dengan tujuan untuk mengetahui suatu gejala atau pengaruh yang timbul terhadap variabel eksperimen sebagai akibat dari adanya perlakuan tertentu dari suatu percobaan. Metode penelitian eksperimen termasuk kedalam metode kuantitatif. (Sugiyono, 2013)

X1

X2 X3

K-

K+

Y

(24)

3.3. Desain Penelitian

Desain Penelitian dapat dilihat pada bagan berikut :

Bagan 3.3 Skema Desain Penelitian Determinasi

Pengumpulan bahan Pembuatan simplisia

Ekstraksi simplisia dengan cara maserasi

Pembuatan gel ekstrak Seledri

Kelinci Jantan Pencukuran rambut

kelinci jantan

Uji Evaluasi dan Stabilitas Sediaan

Pengumpulan data

Pengolahan data

Kesimpulan

Uji efektivitas gel ekstrak Seledri

(25)

3.4. Alat dan Bahan Penelitian 3.4.1. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3.4. yaitu sebagai berikut :

Tabel 3.4 Tabel Alat-Alat yang Digunakan

No Alat yang digunakan

1 Beaker glass 10 Gelas objek

2 Wajan 11 Jangka sorong

3 Kompor 12 Timbangan digital

4 Kertas saring 13 Kaca arloji

5 Kertas Ph 14 Gunting

6 Kain flanel 15 Silet/pencukur rambut

7 Tabung reaksi 16 Timbangan

8 Thermometer 17 Mortir dan stamper

9 Homogenaizer 18 Gelas ukur

3.4.2. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3.4. yaitu sebagai berikut :

Tabel 3.4. Tabel Bahan-bahan yang digunakan No Bahan – bahan yang digunakan

1 Ekstrak Seledri (Apium graveolens L.)

2 Propilenglikol

3 Metil Paraben

4 HPMC (Hidroksilpropilmetil selulosa)

5 Aquadest

6 Penyubur Rambut Hair Serum

3.4.3. Hewan Percobaan

Hewan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah kelinci jantan sebanyak 5 ekor berumur 7-9 bulan dengan bobot 2-3 kg.

(26)

3.5. Langkah Kerja

3.5.1. Determinasi Tanaman Seledri (Apium graveolens L.)

Determinasi tanaman seledri ( Apium graveolens L.) dilakukan di Sekolah Tinggi Farmasi Yayasan Pendidikan Imam Bonjol Cirebon dengan menggunakan buku Flora.

3.5.2 Pengumpulan Bahan

Seledri (Apium graveolens L.) diambil dari Desa Paseh Kidul Kabupaten Sumedang.

3.5.3. Pembuatan Simplisia Seledri (Apium graveolens L.)

1) Bahan yang digunakan adalah herba Seledri (Apium graveolens L.) yang masih segar.

2) Herba Seledri (Apium geraveolens L.) yang sudah terkumpul dibersihkan dari kotoran - kotoran yang masih menempel, kemudian di cuci dengan air mengalir (air kran) agar tidak ada kotoran yang terselip atau menempel.

3) Seledri (Apium graveolens L.) kemudian dijemur dibawah sinar matahari.

4) Setelah kering dihaluskan dengan cara diblender.

5) Kemudian simpan di dalam wadah tertutup.

3.5.4 Pembuatan Ekstrak Seledri (Apium graveolens L.)

Pada penelitian ini, ekstraksi Seledri (Apium graveolens L.) menggunakan metode maserasi, langkah pengerjaannya sebagai berikut :

1) Memasukan simplisia Seledri (Apium graveolens L.)

yang sudah dihaluskan sebanyak 200 gram kedalam maserator.

2) Menambahkan cairan penyari etanol 70% sebanyak 1500 ml sampai simplisia terendam dalam maserator tersebut, serbuk simplisia dibiarkan terendam pelarut selama lima hari, sambil diaduk sesering mungkin.

3) Setelah lima hari, disaring menggunakan kain flanel untuk memisahkan ampas dengan maseratnya. (fltrat 1)

4) Memasukan kembali ampas ke dalam maserator dan menambahkan etanol 70%, sebanyak 500 ml hingga diperoleh 100 bagian, diamkan atau simpan selama 2 hari, sambil sesering mungkin diaduk.

5) Setelah dua hari, saring kembali menggunakan kain flanel untuk menghasilkan maserat (filtrat II)

Mencampurkan flitrat 1 dan fltrat II, kemudian diuapkan dengan evaporator.

3.5.3. Pembuatan Gel Ekstrak Seledri (Apium graveolens L.) Tabel 3.5 Tabel Formulasi Sediaan Gel

Bahan X1 X2 X3

Ekstrak Seledri 5% 7,5% 10%

(27)

HPMC 6% 6% 6%

Propilenglikol 10% 10% 10%

Metil Paraben 0,18% 0,18% 0,18%

Aqua sampai 130 g 130 g 130 g

Keterangan : X1 = Gel ekstrak Seledri konsentrasi 5%

X2 = Gel ekstrak Seledri konsentrasi 7,5%

X3 = Gel ekstrak Seledri konsetrasi 10%

Tabel 3.5 Penimbangan Formulasi Sediaan Gel

Bahan X1 X2 X3

Ekstrak Seledri 6,5 g 9,75 g 13 g

HPMC 7,8 g 7,8 g 7,8 g

Propilenglikol 13 g 13 g 13 g

Metil Paraben 0,23 g 0,23 g 0,23 g

Aqua sampai 102, 47 g 99,22 g 95, 97 g

Keterangan : X1 = Gel ekstrak Seledri konsentrasi 5%

X2 = Gel ekstrak Seledri konsentrasi 7,5%

X3 = Gel ekstrak Seledri konsetrasi 10%

Cara pembuatan sediaan gel :

1. Menimbang semua bahan yang diperlukan

2. HPMC dikembangkan dalam mortir dengan aquadest panas yang bersuhu 80oC kemudian diaduk sampai homogen.

3. Metil paraben dilarutkan dalam propilenglikol (campuran 1)

4. Masukan campuran 1 kedalam larutan HPMC yang sudah mengembang sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai didapat basis gel yang homogen.

5. Tambahkan ekstrak Seledri (Apium graveolens L.) kedalam mortir sedikit demi sedikit, gerus atau aduk sampai homogen.

6. Masukan ke dalam wadah gel, sesuai dengan masing masing konsentrasi.

(28)

3.5.4. Perlakuan Hewan Uji

Kelinci yang digunakan untuk hewan uji yaitu sebanyak 5 ekor. Kelinci yang sesuai dengan standar hewan uji dilihat dari berat badan, umur yang cukup dan sehat.

a. Pra Uji

1. Pada setiap kelinci dicukur, kemudian buatlah 5 petak dengan masing masing petak berukuran 3x3cm

2. Setelah itu bilas dengan air dan dibersihkan dengan menggunakan tisu.

3. Beri tanda masing-masing petak pada setiap kelinci, sehingga setiap variabel dapat menempati 5 petak pada kelinci tersebut.

Seperti gambar berikut :

Kelinci 1 Kelinci 2

Kelinci 2 Kelinci 3

Kelinci 5

Gambar 3.5. Pola Pengolesan

b. Pengujian Gel Ekstrak Seledri (Apium graveolens L.)

1. Oleskan gel ekstrak Seledri (konsentrasi 5%, konsentrasi 7,5%, dan konsetrasi 10%), kontrol positif dan kontrol negatif sebanyak 0,1 sesuai tempatnya pada petak yang sudah ditandai.

2. Pengolesan dilakukan dua kali sehari yaitu pagi dan sore hari.

3. Dilakukan pengukuran panjang rambut pada hari ke 7, 14, 21, dan 28.

4. Pada hari ke 28 dilakukan juga pengukuran panjang rambut dan bobot rambut.

X1 X2

X3 K+ K-

X1 X3

K- X2

K+

X1

X3

K- X2

K+

X1

X3 K-

X2

K+

X1

X3

K- X2

K+

(29)

3.5.5. Uji Evaluasi Sediaan

Pengujian ini dilakukan setelah sediaan dibuat meliputi : 1. Pengamatan Organoleptsis

Sediaan gel diamati bau, warna, dan bentuk dengan menggunakan indra penglihatan dan penciuman.

2. Pemeriksaan pH

Pemeriksaan pH dapat dilakukan dengan menggunakan pH stik Cara kerja : ambil 0,5 gr gel larutkan dengan aquadest didalam tabung reaksi, kemudian celupkan pH stik tunggu beberapa detik. Perubahan warna yang terjadi pada pH stik menunjukan nilai pH dari gel.

3. Uji Homogenitas

Mengambil 0,5 gr sampel gel ektrak daun Seledri (Apium graveolens L.) Dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok, sediaan harus menunjukan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya butiran kasar.

4. Uji Daya Lekat

Pemeriksaan daya lekat dilakukan dengan meletakan 0,5 gr gel diatas gelas objek yang telah diketahui luasnya. Diletakan gelas objek yang lain diatas gel tersebut. Kemudian ditekan dengan beban selama 5 menit. Tarik kedua kaca tersebut dengan menggunakan tangan sampai terlepas. Daya lekat yang baik bias bertahan lebih dari 4 detik.

5. Uji Daya Sebar

Mengambil gel seledri (Apium graveolens L.) sebanyak 0,5 gr, lalu diletakan diatas kaca bulat yang berdiameter 15 cm, diatas gel diletakan kaca lainnya dan diberi beban tambahan 100 gram dan didiamkan selama 1 menit, kemudian diukur diameter konstan.

6. Uji Sineresis

Sineresis yang terjadi dalam penyimpanan diamati dengan menyimpan gel pada suhu kurang lebih 100 selama 24, 48, dan 72 jam. Masing masing gel ditempatkan pada cawan untuk menampung air yang dibebaskan dari dalam gel selama penyimpanan. Sineresis dihitung dengan mengukur kehilangan air selama penyimpanan lalu dibandingkan bobot awal gel.

3.5.6. Uji Stabilitas Sediaan

Uji stabilitas dilakukan selama 28 hari, pada suhu 00C, 250C, dan 400C kemudian dilakukan pengamatan pada hari ke 7, 14, 21, dan 28. Pengujian ini meliputi :

1. Pengamatan Organoleptsis

Sediaan gel diamati bau, warna, dan bentuk selama penyimpanan selama 28 hari.

2. Pemeriksaan pH

Pemeriksaan pH dapat dilakukan dengan menggunakan pH stik .Bertujuan untuk mengetahui pH sediaan selama 28 hari.

(30)

Cara kerja : ambil 0,5 gr gel larutkan dengan aquadest didalam tabung reaksi, kemudian celupkan pH stik tunggu beberapa detik.

Perubahan warna yang terjadi pada pH stik menunjukan nilai pH dari gel.

3. Uji Homogenitas

Mengambil 0,5 gr sampel gel ektrak daun Seledri (Apium graveolens L.) Dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok, sediaan harus menunjukan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya butiran kasar.

4. Uji Daya Lekat

Pemeriksaan daya lekat dilakukan dengan meletakan 0,5 gr gel diatas gelas objek yang telah diketahui luasnya. Diletakan gelas objek yang lain diatas gel tersebut. Kemudian ditekan dengan beban 5 menit. Tarik kedua kaca tersebut dengan menggunakan tangan sampai terlepas. Daya lekat yang baik bias bertahan lebih dari 4 detik.

5. Uji Daya Sebar

Mengambil gel seledri (Apium graveolens L.) sebanyak 0,5 gram, lalu diletakan diatas kaca arloji yang berdiameter 15 cm, diatas gel diletakan kaca lainnya dan diberi beban tambahan 100 gram dan didiamkan selama 1 menit, kemudian diukur diameter konstan atau penyebarannya.

6. Uji Sineresis

Sineresis yang terjadi dalam penyimpanan diamati dengan menyimpan gel pada suhu kurang lebih 100 selama 24, 48, dan 72 jam. Masing masing gel ditempatkan pada cawan untuk menampung air yang dibebaskan dari dalam gel selama penyimpanan. Sineresis dihitung dengan mengukur kehilangan air selama penyimpanan lalu dibandingkan bobot awal gel.

3.6. Pengumpulan Data 3.6.1. Sumber Data

Sumber data yang digunakan adalah hasil dari penelitian efektifitas gel ekstrak Seledri (Apium graveolens L.) terhadap pertumbuhan rambut kelinci jantan.

3.6.2. Alat Pengumpulan Data

Alat yang digunakan untuk mengatur pertumbuhan rambut dan bobot pada kelinci menggunakan micrometer dan timbangan digital.

3.6.3. Pengumpulan Data Primer

Data primer yang diperoleh merupakan hasil dari penelitian Uji Efektifitas Penumbuh Rambut Gel Ekstrak Seledri (Apium graveolens L.) Terhadap Kelinci jantan.

3.6.4 . Pengumpulan Data Sekunder

Adapun sumber data yang diperoleh penulis yaitu data yang didapatkan dari berbagai macam bahan pustaka dan jurnal penelitian ilmiah

(31)

yang berhubungan dengan Uji Efektifitas Penumbuh Rambut Gel Ekstrak Seledri (Apium graveolens L.) Terhadap Kelinci Jantan.

3.7. Pengambilan dan Analisis Data

Usaha pengumpulan data yang dipakai oleh penulis dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan data primer, melalui penelitian langsung di laboratorium selanjutnya data yang diperoleh akan diolah dan dianalisa agar didapat data yang mudah dipahami. Adapun langkah-langkah kegiatan yang akan dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Pengumpulan data berdasarkan hasil pengujian laboratorium.

2. Penyusunan data-data yang diperoleh.

3. Data yang diperoleh ditampilkan dalam bentuk tabel.

4. Analisa data dengan menggunakan statistic metoda Analisis Variasi (ANAVA) one way.

5. Melanjutkan dengan Uji t 6. Menyimpulkan hasil penelitian

1) Uji ANAVA satu arah

Tabel 3.1 ANAVA Untuk Data Dalam Daftar

Sumber Variasi

Derajat Kebebasan (dk)

Jumlah kuadrat- kuadrat

Kuadrat Tengah

(KT)

Rata –rata 1 Ry R= Ry

Antar Perlakuan K-1 Py P= Py/ (k-1)

Kekeliruan eksperimen

(dalam perlakuan) ∑

Ey E= Ey/∑(ni-1) (Sc2 = E)

Jumlah/total

∑y2

Sumber : Sudjana, 2002

Keterangan tabel dapat dilihat sebagai berikut :

Ry = jumlah kuadrat – kuadrat (JK) untuk rata-rata

=

Py = Wy = jumlah kuadrat – kuadrat (JK) antar perlakuan

(32)

=

∑y2 = jumlah kuadrat – kuadrat (JK) semua nilai pengamatan

= ∑

Ey = jumlah kuadrat – kuadrat (JK) kekeliruan eksperimen Ey = ∑y2 - Ry – Py

Pengujian menggunakan uji anava satu arah dengan tingkat signifikan a=1% nilai sig. Menunjukan tingkat signifikan dari pengujian yang dilakukan sehingga dapat langsung menetukan H0 ditolak atau diterima.

Berikut pedoman dalam membaca nilai sig :

a. Jika nilai sig >a (0,01), maka H0 diterima yang menunjukan tidak ada perbedaan yangsignifikan.

b. Jika nilai sig <a (0,01) maka Ho ditolak yang menunjukan ada perbedaan yang signifikan

2) Uji t menggunakan rumus berikut :

Keterangan :

Sgab = Varians gabungan

N = Banyaknya data

dan = Varians

Keterangan :

r = Korelasi antara dua sampel

t hitung = Harga yang dihitung dan menunjukan nilai standar devisiasi dari distribusi t (tabel t)

̅ = Rata – rata nilai dari hasil pengumpulan data.

Sgab = Varians gabungan

n = Banyaknya data

Jika : t hitung ≤ t tabel , H0 diterima t hitung ≥ t tabel, H0 ditolak.

T = 𝑛 𝑠

+ 𝑛 𝑠 𝑛 𝑛

r = 𝑛 ∑𝑥𝑦 ∑𝑥 ∑𝑦 [𝑛.∑𝑥 ∑𝑥 [𝑛.∑𝑦 ∑𝑦 ]

t hitung = 𝑥̅ 𝑥̅

𝑠𝑔𝑎𝑏

𝑛 +

𝑛

Gambar

Gambar 2.1.  Gambar Tanaman Seledri (Apium graveolens L.)  (Tani Asri, 2015)
Gambar 2.8.  Gambar Penyubur Rambut Hair Serum  (Intan Khatulistiwa, 2014)
Gambar 2.9.  Gambar Kelinci  (Sueb, 2015)
Tabel 3.4. Tabel Bahan-bahan yang digunakan   No  Bahan – bahan yang digunakan
+3

Referensi

Dokumen terkait

Data dari hasil penelitian yang berjudul perbedaan tingkat keasaman (pH) saliva sebelum dan sesudah minum minuman bersoda pada mahasiswa Asrama Jurusan Keperawatan

Timbulnya berbagai penyakit infeksi baru yang disebabkan oleh jamur dalam beberapa dekade, terutama pada pasien yang immunosupresif dan immunokompromis, mendorong

Response rate 24,6% yang diperoleh dalam Tracer Study Unsyiah 2015 ini jauh lebih baik dibandingkan response rate yang diperoleh pada tahun 2012 yang sebesar 9,6%6. Dengan

Perubahan bagian dari inti baja dari austenit menjadi martensit selalu disertai dengan perubahan volume ditambah pula perbedaan suhu antara kulit dan inti dari

nafas secara mekanik pada pasien yang tidak mampu melakukan karena batuk tak efektif atau penurunan tingkat kesadaran.. ?airan (khususnya yang hangat) memobilisasi

Untuk itu biasa dituntut validasi instrumen (yang menyangkut validitas content, concurrent, predictive dan construct, serta menyangkut tingkat reliabilitas) atas

Produk-produk berbahan dasar kulit yang ada di Itali memberikan kesan tersendiri dibandingkan produk kulit dari negara lain, sehingga jika harus mengeluarkan

Solusi yang ada dalam BKM Masjid Agung At-Taqwa, di dalam masjid Agung At-Taqwa tidak ada hambatan yang terlalu rumit dikarnakan seluruh fasilitas yang di dukung