• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. komunikasi menggunakan media-massa yang tercipta dari teknologi modern-dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. komunikasi menggunakan media-massa yang tercipta dari teknologi modern-dan"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komunikasi Massa

Dalam komunikasi massa, terdapat banyak definisi tentangnya yang telah dipaparkan oleh para ahli komunikasi dan memiliki keragaman perspektif di dalamnya. Namun dari banyaknya definisi tersebut, tersimpulkan kesamaan definisi antara satu dengan yang lain. Intinya, komunikasi massa merupakan komunikasi menggunakan media-massa yang tercipta dari teknologi modern-dan menjadi saluran dari terjadinya-komunikasi-massa itu-sendiri (Nurudin, 2011:04)

Massa didalam komunikasi massa mengarah kepada komunikan yang berhubungan dengan media massa. Arti massa didalam perilaku masa juga terhubung dengan peranan media massa. Maka dari itu, massa pada komunikasi- massa diartikan sebagai audiens. Ciri-ciri massa pada komunikasi massa diantaranya : para anggota bersifat heterogen yang datang dari berbagai golongan masyarakat, -individu yang tidak kenal dengan satu sama lain dan terbagi antara satu dengan yang lain,atidak mempunyai pemimpin atau organisasi formal. Media massa didalam komunikasi massa adalah sarana yang dipakai untuk menyampaikan pesan kepada audiens. Bentuk dari media massa berbasis elektronik antara lain seperti-televisi, -radio-dan-termasuk film.

Unsur-unsur komunikasi-massa sangat banyak, salah satunya adalah peran media massa, baik tersurat maupun tersirat, berita pada televisi misalnya, adalah salah satu contoh pesan yang tersurat, yang mana pesannya disampaikan secara blak-blakan dan apa adanya, sedangkan film, merupakan salah satu contoh yang

(2)

8

memberikan pesan secara tersirat, pesan tersebut disampaikan melalui makna, tanda, dialog dan sebagainya yang membutuhkan proses dalam penerimaan pesan tersebut.

Menurut Federick C. Whitney & Jay Black (Nurudin, 2011:12), komunikasi-massa merupakan proses-dimana berbagai macam pesan-yang diciptakan secara massal dapat disebarkan-dalam jumlah yang banyak-dan- disebarkan pada banyak jumlah penerima pesan yang tidak dapat diketahui siapa penerimanya dan heterogen, dengan cakupan yang luas dimana komunikan tidak mengenali individu lain, hal tersebut dapat mengatasi keterbatasan ruang dan waktu.

2.1.1 Film-Sebagai-Komunikasi-Massa

Film merupakan-salah-satu unsur dari komunikasi massa. Pada media massa, film sangat membantu dalam merefleksikan realitas, dan juga membentuk realitas pula. Film juga dapat dikatakan sebagai kreasi seni budaya. Budaya pada penayangan sebuah film-tersirat lewat adnaya tradisi di dalamnya. Seni dibuat berdasarkan-suatu-medium-tertentu, bisa-lewat-suara (audio) atau gambar (visual) hingga gabungan keduanya yang dapat memunculkan-sebuah seni tertentu menjadi seni audio-visual.

Menurut-Marselli-Sumarno (1996:83), film adalah seni yang memiliki pengaruh yang sangat kuat. Film dapat memperbanyak pengalaman-hidup seseorang dan dapat memberikan sudut pandang tentang kehidupan yang-berbeda.

Selain itu, film mampu menjadi media yang memberikan pembelajaran bagi masyarakat lewat pesan-pesan di dalam film. Film dapat memantapkan nilai-

(3)

9

budaya lewat beragam simbol yang menyampaikan sebuah pesan dan juga sebagai hiburan untuk para penonton.

Para ahli lain seperti Severin J. Werner dan Tankard James W. Jr (2009:356) berpendapat bahwa komunikasi dapat dilihat lewat beragam macam keterampilan, seperti di bagian seni & ilmu. Film yang tergabung dalam media- massa mempunyai fungsi penerangan, pengembangan budaya sebuah bangsa, pendidikan, hiburan dan ekonomi. Penerangan yang dimaksud-ialah film-adalah media-yang dapat menyebarluaskan nilai-nilai keragaman dan kepribadian sebuah bangsa kepada khalayak internasional.

2.1.2 Fungsi Film sebagai Komunikasi Massa

Kukuh Giaji memberikan pernyataan dalam buku “100 Tahun Sejarah Bioskop Indonesia” (Tjasmadi, 2008:44), film-merupakan media komunikasi massa yang diciptakan sesuai dengan ajaran fotografi dan sinematografi. Film merupakan kumpulan gambar yang terlihat-bergerak. Terdapat tiga fungsi film menurut Tjasmadi, yaitu :

1. Film untuk-mengekspresikan seni peran-yang mana terkait erat dengan seni 2. Film sebagai hiburan kepada masyarakat dalam bentuk audio visual.

3. Film sebagai alat penyampai pesan dalam bentuk audio dan visual sehingga informasi dapat tersirat didalamnya.

McQuail dalam buku Teori Komunikasi Massa (2011:35), mengemukakan berbagai karakteristik yang dimiliki film, sebagai suatu media komunikasi massa yang memberikan keuntungan dan dampak yang unik kepada masyarakat, antara lain:

(4)

10

1. Film sebagai bentuk propaganda yang memiliki cangkupan-luas untuk kebangsaan.

2. Adanya sekolah-seni-yang membahas mengenai film sebaga bisnis pertunjukan dengan peluang yang cukup menguntungkan.

3. Adanya film documenter yang menyajikan kisah nyata mengenai suatu peristiwa bersejarah kepada masyarakat.

2.1.3 Elemen-Komunikasi-Massa-Melalui-Film

Pada-komunikasi massa, terdapat pula elemen yang membentuk sebuah komunikasi secara umum. Yaitu sumber yang biasa kita sebut dengan komunikator, penerima pesan yaitu audience, atau komunikan, dan saluran komunikasi yang bisa berbentuk film, internet, TV, Nurudin (2011:95 hal 136) menyatakan bahwa:

1. Komunikator, satu ataupun lebih dari sebuah lembaga media massa yang menyampaikan pesan.

2. kebijakan dalam sebuah media yang pastinya berbeda satu samalain dalam mengelola isi pesan sesuai dengan aneka ragam bentuk masyarakat.

3. Penonton, atau audience dengan pemikiran berbeda berdasarkan kepribadian dan lingkungan dalam sebyah komunikasi massa sehingga pesan yang diterima dapat diartikan bebeda.

4. Filter, sebagai sebuah bentuk dimana individu membentuk kerangka berfikir dan menciptakan feedback, atau umpan balik setelah mendapatkan pesan dari komunikator.

(5)

11 2.1.4 Model Komunikasi Massa Film

Jay Black & Federick C. Whitney dalam “Introducing To Mass Communication” (Nurudin, 2011:154) membedakan alur komunikasi-menjadi- empat-bentuk dengan ciri yang berbeda yaitu :

1. Dimana pesan itu berasal, yaitu sumber 2. Apa yang disampaikan, yaitu pesan

3. Respond dari penerima pesan, yaitu umpan balik 4. Dan penerima pesan itu sendiri yaitu audience

Secara umum, komunikasi massa dijelaskan dalam bentuk berikut:

Gmbar 2.1

Model Komunikasi Massa Film (Sumber: Nurudin, 2011, hal. 155) 2.1.5 Pengaruh Film dalam Bentuk Komunikasi Massa

Sebagai media komunikasi yang memiliki ruang yang banyak dalam menyampaikan pesan,baik secara berbarengan dan terarah, film merupakan sarana bagi audience agar dapat menerima pesan baik tersirat maupun tersurat mengenai

(6)

12

sebuah informasi tertentu atau bisa juga dalam bentuk gambaran mengenai sebuah realita masyarakat. Hal tersebut juga memberikan gelombang yang mengendalikan emosi dan perasaan kepada penontonnya.

Jowett Garth dan J.M Linton menyatakan didalam buku mereka, yaitu Media as Mass Communication (1980:100). Sebuat teori mengenai film

psikoanalisis yang memberikan penjelasan lebih dalam mengenai keadaan menonton (biasa juga disebut viewing states) dan bias juga muncul dalam bentuk

`teks` yang mana film sendiri dianggap mampu menciptakan fantasi pada alam bawah sadar setiap penontonnya dan disebut juga unconscious fantasy. Karena saat menonton film, audience akan diarahkan memproyeksikan setiap hasrat bawah sadarnya pada film, sehingga hal tersebut membuat film menjadi sebuah arena yang bias memberikan pementasan berbentuk fantasi dari hasrat alam sadar setiap penontonnya. Pada proses ini, film bisa dimengerti sebagai-mesin yang memberikan kesenangan (pleasure machine). Maka, besarnya efek film terhadap penonton membuat setiap penonton lebih pandai dan teliti dalam memilih dan memilah informasi.

Maka kesimpulannya adalah pengaruh komunikasi massa dengan media komunikasi film merupakan Individual Differences Perspective. Dengan memakai Individual Differences Perspective gambar dibawah, masing-masing-individu anggota audiens (A1, A2, A3) mengerti dan menangkap pesan dari media dengan sudut pandang yang berbeda. Ini menjadi sebauh alasan mengapa-mereka- membalas-pesan-secara berbeda (R1, R2, R3)

(7)

13 Gambar 2.2

Pengaruh Film dalam Bentuk Komunikasi Massa

(Sumber :Hiebert, Ungurait dan Bohn, 1995 dalam Nurudin, Pengantar Komunikasi Massa, 2011, hal. 107.)

2.2 Film

Dalam buku berjudul “Kamus Komunikasi”, Effendy (1989:226) memberikan pendapat mengenai pengertian film, yaitu sebuah media bersifat- visual-dan audio visual yang menjadi penyampai pesan pada sebuah massa yang berkumpul di suatu tempat. Tak hanya itu, film diartikan sebagai sebuah penggambaran utama, artinya film mewakili cerita dari seorang tokoh-tertentu dalam struktur yang baik dan secara utuh.

Pasal 1-ayat- (1) UU Nomor 8 Tahun 1992 tentang Perfilman juga membahas definisi dari film itu sendiri, film merupakan sebuah hasil ciptaan seni dan kebudayaan yang-menjadi media-dalam komunikasi massa baik secara pandang dan secara dengar, film dibuat berasaskan sinematografi dengan direkam menggunakan pita video, pita seluloid, piringan video dan selalu berkembang

(8)

14

mengikuti perkembangan penemuan teknologi. Perkembangan teknologi dalam bentuk penelitian zat kimiawi, penelitian dalam proses elektronika atau proses lainnya, baik ada maupun tanpa suara, yang dapat ditayangkan dengan sistem elektronik dan-mekanik.

Film-merupakan-rangkaian dari citra yang saling berkesinambungan dengan menggambarkan kejadian-kejadian menjadi berbagai bentuk skenario yang digambarkan secara lebih maksimal dengan berbagai bentuk shot dalam suatu sequence. Joseph (1986:6)

Javandalasta (2014:1) memberikan penjelasan mengenai film, film didefinisikan sebagai susunan banyak gambar bergerak yang menyampaikan sebuah kisah atau juga biasa disebut sinema. Gambar bergerak tersebut merupakan bentuk seni yang popular dan menguntungkan baik dalam sisi hiburan dan sisi bisnis. Aktor, merupakan karakter dalam cerita film, sedangkan film ini sendiri direkam menggunakan kamera atau bisa juga dalam bentuk animasi.

Kelebihan dan hal yang istimewa dari sebuah film adalah:

1. Film memberikan ilustrasi kontras visual

2. Film memberikan rasa emosional pada penontonnya 3. Film memberikan motivasi untuk menciptakan perubahan

4. Film menjadi media komunikasi tidak terbatas dan menjangkau pemikiran dari penontonnya

5. Film sebagai media yang mampu membuat penonton terhubung dengan pengalamannya melalui audio dan visual (Javandalasta, 2014:1)

Kemampuan film untuk mengupas sebuah kisah tidak memiliki batasan.

Film bukanlah sekedar barang-seni, namun juga sebuah karya yang dapat

(9)

15

mengekspresikan kebudayaan sebagai-hasil-penjelajahan dan-pergulatan terhadap kehidupan-manusia.

2.3 Sejarah Perfilman

Menurut Himawan Pratista pada bukunya yang berjudul Memahami Film (Pratista, 2017:266), media film tidak akan muncul sebelum teknologi yang mumpuni untuk mengambil gambar bergerak diciptakan. Berbagai usaha untuk menciptakan ilusi gambar bergerak telah dilakukan sejak beberapa abad melalui banyak temuan-temuan inovatif yang sederhana. Pada tahun 1890, tercatat Thomas Alva Edison bersama asistennya menemukan alat perekam gambar Kinetograph dan alat pemutar hasilnya Kinetoscope.

Di waktu yang nyaris bersamaan, Louise dan Auguste Lumiere asal Perancis, membuat sebuah kamera film dinamakan cinematographe. Alat buatan Lumiere bersaudara ini tidak hanya untuk merekam gambar bergerak, namun sekaligus berfungsi sebagai proyektor. Dengan alat ini, sebuah film dapat dinikmati oleh banyak orang dan dapat dibawa kemanapun untuk merekam gambar langsung di luar ruangan.

Pada tahun 1900, bioskop-bioskop mulai bermunculan di Amerika yang dinamakan Nickelodeon. Di tahun yang sama, California menjadi pusat industri film.

Sebelum tahun 1910, pusat perindustrian film telah menyebar luas hingga memasuki daerah Hollywood. Sejak itulah, studio-studio besar mulai berpindah ke Hollywood karena beberapa faktor seperti iklim yang bagus untuk produksi film, upah buruh yang murah serta banyaknya pilihan lokasi produksi. Pada tahun 1920, Hollywood menjadi salah satu tempat industri film yang memproduksi 800 film setiap tahunnya. Studio yang berada di Hollywood ialah Sony, Paramount, Warner Bros, Universal dan Walt

(10)

16

Disney. Genre baru bermunculan pada periode ini, seperti epic-sejarah, petualangan, western, komedi, fantasi hingga fiksi-ilmiah. Bahasa sinematik pun juga mengalami perkembangan yang pesat, sejalan dengan eksplorasi para sineasnya.

2.4 Rating Perfilman

Film di klasifikasikan menjadi banyak tema, Amerika sendiri memiliki klasifikasi berdasarkan rating yang dibuat oleh MPAA (Motion Pictures Association of America). Proses pemeringkatan ditangani oleh CARA (Classification and Rating Administration). Lembaga CARA bertanggung jawab dalam memberikan klasifikasi film berdasarkan usia dari penontonnya. Sesuai dengan pengklasifikasian film Amerika, terdapat 5 klasifikasi yang dibuat oleh CARA yaitu;

Tabel 2.1

Klasifikasi Kategori-Film

No Kategori Keterangan

1. G (General Audiences) Semua Umur 2. P (Parental Guidence

Suggested)

Menjadi pertimbangan untuk orang tua Orang tua bisa mempertimbangkan apakah anak mereka diperbolehkan untuk menonton film tersebut atau tidak. Biasanya, kandungan pada film ini terdapat beberapa kata „kotor‟,

beberapa adegan kekerasan dan sedikit adegan seksual.

3. PG-13 (Parent Strongly Cationed)

Beberapa adegan dari film kurang cocok untuk dipertontonkan pada anak dengan umur

dibawah 13 tahun karena terdapat kandungan kekerasan, adegan telanjang sensual, dan bahasa yang kasar

4. R (Restricted) Pada saat menonton film ini, anak dengan umur 17 tahun kebawah harus ditemani orang tua. Karena pada film mengandung adegan dengan kekerasan & bahasa yang kasar.

5. NC-17 (No One 17 and Under Admitted)

Film ini ditujukan bagi umur diatas 17 tahun.

Karena mengandung unsur seksualitas, kekerasan, penggunaan ibat terlarang dan penyimpangan lainnya

Film “Call Me By Your Name” sendiri mendapatkan kategori Restricted yang artinya para penonton haruslah berumur 17 tahun keatas agar dapat menonton.

(11)

17 2.5 Genre Film

Klasifikasi film lainnya dalam bentuk genre, yaitu tema secara garis besar dari film tersebut. Perfilman Hollywood memiliki aneka macam genre, baik action, thriller, romance, drama, biografi dan lain-lain. Setiap jenisnya seringkali muncul di box office hingga ditampilkan di berbagai negara-negara di dunia.

Genre dalam sebuah film-itu-sendiri adalah klasifikasi dari garis besar tema sebuah film. Sering di sebuah film juga mengandung beberapa genre gabungan seperti drama-romantis, komedi-thriller, drama-komedi, biografi-romantis dan berbagai lainnya. Berikut adalah penjelasan masing-masing genre film menurut Himawan Pratista :

1. Drama

Film drama fokus kepada pengembangan dari sebuah karakter menjadi realistis dan emosional, sehingga penonton dapat merasakan emosi yang digambarkan dari karakter tersebut. Pada umumnya film drama mengarah ke cerita asmara yang satir, perselingkuhan, seksualitas, minuman keras, kekerasan, dan drama memiliki banyak sub genre yang terkait, baik romansa ataupun kriminal.

2. Roman

Genre Roman adalah adalah genre mengenai percintaan manusia, konflik yang muncul diantara hubungan sepasang kekasih yang menguras emosi dan romantisasi kasih sayang tokoh dan lainnya. Film roman juga termasuk eksplorasi cinta, gairah dan seksual, kisah cinta tragis yang membuat penonton menguras emosi. Film roman merupakan film yang membuat penonton berfantasi mengenai hubungan percintaan.

(12)

18 3. Aksi / Laga

Film aksi erat hubungannya dengan berbagai adegan aksi adu fisik_yang menegangkan, berbahaya bahkan dapat berjalan dengan tempo yang sangat cepat dan memacu adrenalin penontonnya. Genre aksi adalah genre yang mudah dikombinasikan dengan sub-genre lainnya.

4. Epik Sejarah

Genre ini membahas baik tokoh maupun keadaan pada zaman dahulu yang dipercaya pernah terjadi dan selain menjadi sarana hiburan, genre ini juga menjadi edukasi bagi penontonnya.

5. Fantasi

Film fantasi erat hubungannya dengan peristiwa, tempat dan tokoh yang tidak ada pada dunia nyata. Genre ini berhubungan dengan unsur halusinasi dan alam mimpi yang cenderung magis dan mitos.

6. Fiksi Ilmiah

Fiksi ilmiah merupakan genre yang menceritakan fiksi mengenai masa depan, percobaan ilmiah dan menjelajahi waktu, menjelajahi luar angkasa, atau bahkan mengenai kerusakan bumi. Fiksi_ilmiah_juga sangat berhubungan dengan teknologi masa depan.

7. Horor

Genre horror memberikan rasa takut dan memacu adrenalin penontonnya dengan setiap kejutan dan teror bagi para penonton. Genre ini biasanya memakai karakter antagonis non-manusia berwujud fisik yang memiliki penampilan menyeramkan, genre ini juga seringkali dikaitkan dengan mitos mistis di suatu tempat.

(13)

19 8. Komedi

Genre komedi adalah genre film yang menciptakan humor sehingga penontonnya terhibur. Film komedi mayoritas berbentuk drama ringan dengan aksi, situasi, bahkan karakter yang dilebih-lebihkan.

9. Kriminal & Gangster

Genre criminal dan gangster merupakan film yang bertemakan aksi kejahatan besar yang berkaitan dengan kelompok jahat maupun kepolisian, contohnya adalah perampokan bank.

10. Musikal

Genre musikal adalah film klasik dengan banyak musik, lagu dan tarian. Dialognya seringkali berupa sebuah lagu dan tarian sehingga dapat membawa suasana sepanjang film dan menyatu dengan cerita.

Film “Call Me By Your Name” merupakan rilisan film yang memiliki dua genre sekaligus yaitu Drama dan Roman.

2.6 Semiotika

Menurut Barthes (Sobur, 2013:15), suatu-ilmu atau metode analisis yang mengkaji tanda disebut semiotika. Sedangkan, tanda adalah persamaan untuk mewakili objek yang ingin disampaikan. Ketika seorang manusia hidup berdampingan dengan manusia lain, pada dasarnya semiotika mendalami tentang kemanusiaan dengan melihat makna dari hal yang ada disekitarnya.

Little John (Sobur, 2013:15) menyatakan bahwa bahasa-berkaitan dengan berbagai cara-komunikasi atau berkontak dengan isyarat atau simbol lainnya.

Disamping itu, terdapat tanda non-verbal seperti gerak-gerik, cara berpakaian, dan

(14)

20

beraneka ragam kegiatan sosial seperti umumnya dapat dilihat sebagai persamaan dari bahasa yang terbentuk dari tanda yang mempunyai makna serta dikomunikasikan dengan sebuah interaksi. Tanda (Sign) adalah dasar komunikasi. Manusia mampu melakukan komunikasi dengan antar sesama dengan perantara tanda-tanda.

Mengkomunikasikan tidak bisa dicampur dengan memaknai. Pemberian makna diartikan-objek tidak saja-membawa sebuah pesan atau informasi, namun objek tersebut bermaksud untuk ikut serta berkomunikasi, dan menentukan sebuah tanda.

Roland Barthes merupakan semiologi terkemuka khususnya dibidang studi Ilmu Komunikasi. Menciptakan metode urutan-dalam-menganalisa makna dari sebuah tanda. Barthes berfokus pada gagasan tentang two order signification yang ditunjukkan pada-gambar dibawah:

Gambar 2.3 Semiotika

Sumber : John Fiske, 1990 dalam Sobur, Analisis Teks Media, 2015, 127.

1. Signifier (Penanda)

2. Signified (Petanda)

3. Denotative Sign (tanda Denotatif)

4. Connotative Signifier (Penanda Konotatif)

5. Connotative Signified (Petanda Konotatif)

6. Connotative Sign (Tanda Konotatif)

Tingkat Pertama (Bahasa)

Tingkat Kedua (Mitos)

(15)

21

Barthes memaparkan mengenai signifikasi tingkat pertama-adalah korelasi antara-signifier dan signified-pada tanda terhadap sebuah realita. Denotasi adalah tanda dari makna yang paling nyata. Konotasi merupakan-signifikasi tahap kedua.

Konotasi dimaknai ketika tanda berinteraksi dengan emosi dari pembaca berdasarkan dari nilai-nilai kebudayaannya. Nilai yang subjektif atau paling tidak intersubjektif dimiliki oleh konotasi. Konotasi biasanya menggunakan variasi pemilihan kata yang dapat dimaknai. Seperti contoh kata “penyuapan” dengan memberi “uang jajan”. Hal yang digambarkan oleh tanda terhadap sebuah objek disebut dengan denotasi. Sedangkan konotasi merupakan seperti apa penggambarannya (Sobur, 2015:128).

Konotasi terletak pada tahapan subjektif, membuat kehadirannya tidak disadari.

Seringkali, pembaca dapat mengartikan makna konotatif adalah makna denotatif.

Karenanya, kebutuhan untuk menyediakan sebuah metode analisis serta kerangka berpikir untuk menghindari kesalahan membaca (misreading). Pada signifikasi-tahap- kedua yang berhubungan-dengan isi dan dapat dimaknai dengan mitos (myth).

Tabel 2.2

Perbandingan-Konotasi-&-Denotasi

KONOTASI DENOTASI

Penggunaan Figur Petanda Kesimpulan

Memberi Kesan tentang Makna Dunia Mitos

Literatur Penanda

Jelas Menjabarkan

Dunia keberadaan/eksistensi Mitos menjabarkan beberapa aspek-tentang realitas yang berdasarkan kebudayaan. Mitos dapat-dilihat dari kewanitaan, kejantanan, ilmu pengetahuan, dan kesuksesan (Sobur, 2015:128). Mempelajari mitos merupakan suatu teknik untuk memasuki-ke dalam titik tolak berpikir-ideologis. Mitos menurut perspektif Susilo (Sobur, 2015:128) yakni sebuah wahana yang dapat mewujudkan ideologi.

(16)

22

Mitos bisa menciptakan mitologi-yang memiliki peran utama pada menyatunya sebuah budaya.

Roland Barthes berkeinginan untuk mendalami fungsi dari bahasa dan hubungannya dengan sebuah pemikiran. Tidak hanya itu, Roland Barthes berusaha untuk mengubah banyak ketidaksamaan antara-teks-literal digunakan dengan dasar-hubungan-antara penanda dan petanda. Langkah-pembentukan makna itu sendiri adalah-aspek yang paling penting. Penyebutan yang digunakan untuk-membedakan antara dua tipe teks yaitu secara pembacaan mampu dibaca dengan jelas, sedangkan secara penulisan dapat ditulis sesuai-naskah. Hal lain yang menjadi fokus Roland Barthes selain analisis mendalam tentang teks literal yaitu juga melakukan analisis struktural secara mendalam pada representasi- budaya-yang mencakup dunia iklan, fotografi, musik, dan-film.

2.7 Maskulinitas

Maskulinitas-merupakan sebuah konsep mengenai peran-sosial, perilaku, dan makna-makna-tertentu yang diberikan pada laki-laki dalam situasi tertentu (Kimmel dan Aronson, 2003:503). Menurut Demartoto (2010:10), maskulinitas merupakan bentuk dari sebuah konsep yang berisikan suatu sudut pandang terhadap sosok lelaki yang terbentuk karena adanya konstruksi sosial yang berkembang di kalangan masyarakat.

Akibat terbentuknya konstruksi sosial, sifat seorang lelaki identik dengan energetic, atletis, memiliki pemikiran yang logis, kuat secara fisik dan mental, serta memiliki keinginan untuk mewujudkan apa yang diinginkan. Maskulinitas dihubungkan dengan kualitas seksual seorang lelaki, sehingga dapat disebut sebagai kejantanan (Sastriani, 2007:77).

(17)

23

Adanya budaya patriarki dalam kehidupan bermasyarakat masa kini terpengaruhi oleh stigma lelaki maskulin. Dengan munculnya stigma lelaki maskulin berdampak pada munculnya tuntutan kepada lelaki untuk berpenampilan maskulin dan inferior. Munculnya atribut sosial seperti maskulinitas merupakan tanda kejantanan dan kedewasaan menyebabkan terciptanya labelling pada lelaki.

Menurut Beynon (2001), maskulin merupakan seorang lelaki yang kental akan penampilan dewasa layaknya seorang bapak, memiliki kekuasaan, mampu menjadi pembimbing dalam sebuah keluarga sehingga memiliki andil dalam pengambilan keputusan. Kebudayaan merupakan sebuah hal yang menjadi penentuan sifat seorang perempuan dan laki-laki. Nilai seperti kekuatan fisik dan mental, ketabahan, kekuasaan, memiliki kendali, kemandirian, loyalitas pada sebaya dan pekerjaan, umumnya merupakan nilai yang di junjung oleh maskulinitas tradisional.

Menurut Barker (Sari, 2020), memiliki hubungan interpersonal, kemampuan verbal, kehidupan domestik, komunikasi, apapun yang berkaitan dengan perempuan dan anak merupakan hal yang dianggap rendah oleh lelaki maskulin.

2.7.1 Sifat-Sifat-Maskulinitas

Berdasarkan sifat maskulinitas dari tahun 1980 hingga saat ini, menurut gagasan Deborah David & Robert Brannon (Levine, 1998:145) serta hasil penelitian dari Beynon (Milestone, 2012:116) dapat diringkas sebagai berikut :

1. No Sissy Stuff : Seorang lelaki semestinya-menghindari-perilaku atau sifat yang berkaitan dengan perempuan (Levine, 1998:145). Sifat ini berusaha menghindari kurangnya ketegasan, cenderung ekspresif, penurut, sensitive, dan memperhatikan penampilan diri.

(18)

24

2. Be a Big Wheel: Fokus pada sifat ini adalah kesuksesan, kekuasaan, dan penghargaan dari orang lain. Seorang lelaki maskulin dituntut untuk memiliki harta yang banyak dan memiliki relasi yang luas (Levine, 1998:145)

3. Be a Sturdy Oak: Lelaki harus mandiri dan percaya akan kemampuan dirinya (Levine, 1998:145). Hal ini ditampilkan dengan mampu mengelola emosi dan tidak menunjukkan kelemahan diri.

4. Give em Hell: Seorang lelaki dituntut agar berani memutuskan sebuah keputusan, peluang, dan-resiko-di-berbagai situasi. (Levine, 1998:145).

5. New Man as Nurturer: Sifat ini menunjukkan sifat feminism dari seorang laki-laki. Seperti memiliki pengelolaan emosi yang baik, peka dan peduli dengan sekitar, serta tidak malu untuk melakukan pekerjaan perempuan seperti merawat anak (Milestone, 2012:116).

6. New Man as Narcissist: ditandai dengan seorang lelaki maskulin yang mengutamakan gaya hidup dan lebih fokus memikirkan penampilan luar dirinya (Milestone, 2012:116).

2.7.2 Maskulinitas dari Berbagai Negara 1. Maskulinitas Rusia

Menurut Pushkareva (Mina Elfira, 2008:44), seorang anak laki-laki dipercaya sebagai penerus keturunan sebuah keluarga. Jika nantinya sudah dewasa, laki-laki memiliki peran utama yaitu sebagai pencari nafkah utama keluarga. Sehingga, peran anak perempuan di dalam keluarga tidak dianggap penting. Hal ini dikarenakan, anak perempuan diharapkan untuk segera menikah

(19)

25

dan ikut dengan keluarga laki-laki yang ia nikahi. Akibatnya, kelahiran anak laki-laki dinilai lebih penting daripada kehadiran anak perempuan. Dalam sudut pandang budaya Rusia, kaum laki-laki dinilai pekerja keras, mandiri dan harus bisa mencari nafkah untuk diri sendiri dan keluarganya.

2. Maskulinitas Indonesia

Di Indonesia, pria yang berwajah tampan, postur tubuh tinggi, dan atletis seringkali diidentikkan dengan seorang lelaki maskulin (Poedjianto, 2014:18). Lelaki maskulin dianggap merupakan laki-laki yang jantan. Pada realitanya, lelaki maskulin belum-tentu pasti-jantan dalam arti bisa menjadi pejantan (Pranoto, 2005). Maskulinitas tidak berkorelasi dengan kemampuan- untuk memberikan keturunan. Maskulinitas merupakan isu persoalan gender.

Gender terbentuk karena faktor social & budaya, yang dimana hal-tersebut- tidak terikat oleh sifat dari lahir maupun seksualitas.

Menurut Ekastarti dan Widyarini (Poejianto, 2014), peran-gender untuk seorang lelaki sangat-dipengaruhi-oleh stigma maskulin. Hal ini disebabkan kehidupan masyarakat di Indonesia masih memegang erat budaya patriaki. Stigma maskulin membuat adanya sebuah keharusan-bagi setiap lelaki untuk terlihat-jantan dan-memiliki posisi lebih-tinggi dari perempuan (Juliastuti, 2000). Saat lelaki tumbuh dewasa, tidak dipungkiri mereka dituntut untuk menjadi pencari nafkah (provider) dan mampu memberikan perlindungan (protector) bagi istri dan anaknya. Untuk mencapai kesuksesan, lelaki diharuskan untuk memiliki sifat seorang maskulin seperti memikirkan hal logis dan rasional, tegas, ambisius, memiliki jiwa kompetitif, mandiri, dominan, berjiwa petualang, dan kepemimpinan (Whitehead, 2003).

(20)

26 3. Maskulinitas Amerika

Menurut Brannon dan Kimmel (Kimmel, 2005) menyatakan bahwa terdapat empat norma mendefinisikan maskulinitas yakni tidak bersikap feminim, memiliki keterampilan di depan umum, dapat mencapai status tertinggi, percaya diri, agresif dan mandiri. Hal-hal tersebut merupakan konsep maskulinitas-tradisional. Sehingga, memunculkan stigma mengenai sosok lelaki yaitu laki-laki menganggap-pencapaian-dalam hal yang ia kerjakan-sebagai tujuan utamanya dan mampu dihormati-orang lain karena- pekerjaan yang dimiliki, serta mendapatkan penghasilan yang tinggi untuk mampu memenuhi kebutuhan keluarganya. Seorang lelaki-tidak boleh menyerah, memiliki keyakinan diri yang kuat, dan rasional. Lelaki harusnya tidak mengeluh dan terlihat lemah, sehingga dapat menahan segala sakit.

Memiliki kemampuan untuk tidak memperlihatkan kekhawatiran, ketakutan, masalahnya serta kuat secara mental dan fisik. Laki-laki harus berlaku keras dan agresif, menikmati segala bahaya, siap untuk adu fisik dan laki-laki tidak boleh melakukan kegiatan feminine yaitu bekerja mengurus rumah tangga, memiliki-pekerjaan-yang-biasanya-dilakukan oleh perempuan (seperti sekretaris), dan menangis (Brod & Kauffman, 1994: 109).

4. Maskulinitas Korea

Secara umum, maskulinitas di Korea Selatan juga dipengaruhi juga peran gender tradisional dan patriarki. Budaya patriarki yang kuat di Korea Selatan menyebabkan laki laki mempunyai kuasa daripada seorang perempuan. Pada zaman Dinasti Joseon, hanya laki-laki yang diperbolehkan untuk mendapatkan pendidikan sedangkan perempuan tidak dibolehkan

(21)

27

menerima peran sosial dan politik (Park, 2001:43-50). Dengan berjalannya waktu budaya patriarki di Korea Selatan mulai menurun. Pada tahun 1948, perempuan di Korea Selatan mempunyai hal untuk mendapatkan pendidikan dan mengejar karir dan berpartisipasi aktif di depan umum, dan pada tahun 2005 pemerintahan menghapuskan budaya patriarki untuk mencapai kesetaraan gender di Korea Selatan. (Kementerian Budaya, Olahraga dan Pariwisata, 2012:49). Pada tahun 2004, Korean Wave mulai populer di Jepang dengan banyaknya artis di Korea Selatan yang mulai bermunculan.

Dengan munculnya fenomena ini mengakibatkan munculnya budaya soft masculinity di Korea Selatan. Soft masculinity merupakan penggabungan lintas budaya dari Maskulinitas Tradisional Korea Selatan (seonbi) dengan Maskulinitas Jepang (bishounen) atau disebut juga dengan Pretty Boy, dan maskulinitas metroseksual global (Jung, 2011:39). Dengan adanya Korean Wave, pandangan masyarakat Korea Selatan mengenai Maskulinitas sedikit berubah. Maskulinitas bagi masyarakat Korea Selatan digambarkan dengan laki-laki yang memiliki badan six pack atau bugar, merawat penampilan/wajah dan badan dan tidak membatasi diri untuk ikut andil dalam merawat anak dan membantu pekerjaan rumah tangga.

Dari berbagai penelitian tentang maskulinitas dari berbagai negara seperti Rusia, Amerika, Korea dan Indonesia, setiap negara memiliki sudut pandang yang sama mengenai maskulinitas, yaitu tiap negara menganggap maskulinitas adalah konsep sosok seorang laki-laki yang mengkonstruksikan fisik yang kuat, aktif, berpikir logis serta ambisius untuk mencapai tujuan tertentu. Namun, yang membedakan maskulinitas diantara negara-negara

(22)

28

yang disebutkan adalah latar belakang bagaimana maskulinitas itu muncul dan menjadi dasar pikiran setiap masyarakat yang ada di negara tersebut.

Unsur budaya sebuah negara juga turut berperan mempengaruhi ideologi maskulinitas itu sendiri.

2.8 Fokus Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti ingin memfokuskan penelitian pada pengungkapan makna maskulinitas dalam film “Call Me By Your Name” karya Luca Guadagnino. Pada situs (https://www.sonyclassics.com/callmebyyourname/) film ini menceritakan tentang kisah percintaan antara dua orang laki-laki, Elio dan Oliver yang menghabiskan waktu bersama sepanjang liburan musim panas. Inti cerita dari film ini menyajikan cerita yang ringan dan mengandung hal yang menarik untuk diteliti, meskipun kedua laki-laki tersebut menjalin hubungan asmara sesama jenis, masing-masing dari mereka juga menjalin hubungan dengan lawan jenis, sehingga ketika mereka berinteraksi dengan pasangan wanitanya, sifat maskulinitas Elio dan Oliver juga berubah.

Penggambaran sifat maskulinitas yang kompleks pada masing-masing tokoh inilah yang akan di telusur maknanya. Proses pemaknaan dilakukan dengan memakai teori semiotika Roland Barthes, yang di setiap tanda menunjukkan terdapat sifat maskulinitas pada film “Call Me By Your Name” akan dimaknai melalui dua tahap pemaknaan (two order of significiation) yaitu makna denotasi dan konotasi. Denotasi merupakan tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan antara tanda dan rujukan pada realitas, sedangkan konotasi adalah sistem makna kedua yang tersembunyi dibalik makna sebenarnya. Tahap ini memvisualisasikan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan dan emosi.

Gambar

Gambar 2.3   Semiotika
Tabel 2.2  Perbandingan-Konotasi-&-Denotasi  KONOTASI  DENOTASI  Penggunaan Figur  Petanda  Kesimpulan

Referensi

Dokumen terkait

Kategori peralatan hidup dan teknologi mencakup semua benda dan peralatan yang menjadi ciri khas yang digunakan masyarakat Bsu. Pada penelitian ini ditemukan 7 data yang

Apabila publik tidak dapat menerima tanggapan yang diberikan oleh pembuat kebijakan publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3), maka publik dapat

Dengan tema ibadah minggu yang mempunyai tujuan untuk berkomitmen yang benar kepada Allah maka akan tercipta makna ibadah yang tertanam dalam hati, untuk datang

En “Geografía nacional”, el narrador nos cuenta, ya de segunda mano, sobre las experiencias de su amigo Eduardo, cuando éste buscaba un aislado sitio a la intemperie para hacer

Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari

Pengguna  gedung  wajib  membayar  biaya  sewa  gedung  pembayaran  pertama  minimal  50%  pada  4  bulan  sebelum  pelaksanaan  acara  dan  melunasi 

Contohnya, jika bulan baru muncul, kita tidak dapat melihat bulan tersebut pada malam hari kerana terbit dan terbenam bulan baru hampir sama dengan terbit

Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan dengan menggunakan SPSS dapat diperoleh informasi bahwa terdapat peningkatan yang tidak signifikan antara pemberian teknik drill