• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Sebagai Rujukan Dalam Pembelajaran Pendidikan Kewarganegraan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Sebagai Rujukan Dalam Pembelajaran Pendidikan Kewarganegraan"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1

MAKALAH

MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) SEBAGAI RUJUKAN DALAM PEMBELAJARAN

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

Disusun Oleh:

I Gusti Bagus Wirya Agung, S.Psi., M.B.A 1980020320190113001

UPT. PENDIDIKAN PEMBANGUNAN KARAKTER BANGSA UNIVERSITAS UDAYANA

2020

(2)

2 BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Amanat Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 Pasal 35 ayat 3 tentang kurikulum menyatakan bahwa Kurikulum Pendidikan Tinggi dikembangkan oleh setiap Perguruan Tinggi dengan mengacu pada Permenristekdikti No.44 Tahun 2015 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi wajib memuat mata kuliah Agama, Pancasila, Pendidikan Kewarganegaraan dan Bahasa Indonesia yang merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan.

Dirjen Dikti Intan Ahmad dalam sambutan di buku PKN 2016 menyebutkan agenda revolusi karakter bangsa dalam Nawacita. Bahwa Mata Kuliah Wajib Umum (MKWU) di perguruan tinggi menjadi sumber nilai dan pedoman dalam pengembangan dan penyelenggaraan program studi guna mengantarkan mahasiswa memantapkan kepribadiannya agar secara konsisten mampu mewujudkan nilai-nilai dasar keagamaan dan kebudayaan, rasa kebangsaan dan cinta tanah air sepanjang hayat. Peningkatan kemampuan pikir, rasa, dan perilaku yang lebih bermartabat sebagai landasan membangun lingkungan di sekitarnya yang dikenal dengan General Education sehingga lulusan eksis dan siap menghadapi tantangan global dan perilaku yang lebih integratif dengan berbagai disiplim ilmu.

Selanjutnya, Ditjen Pembelajaran Paristiyanti Nurwardani (2016) dalam sambutannya menekankan implementasi lebih spesifik pada konten kurikulum. Penerapan Kurikulum Pendidikan Tinggi (KPT) sesuai Standar Nasional Pendidikan Tinggi dan mengacu kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), ditindaklanjuti dengan penulisan buku ajar yang dapat dijadikan sumber aktivitas pembelajaran MKWU dalam rangka mendidik lulusan yang berkarakter Bangsa Indonesia. Pokok bahasan dalam buku ini sengaja disajikan dengan pendekatan aktivitas pembelajaran berpusat pada mahasiswa (Student Centered Learning/SCL). Pembelajaran yang diselenggarakan merupakan proses yang mendidik melalui proses berpikir kritis, analitis, induktif, deduktif, reflektif serta memicu "high order thingking”:

melalui dialog kreatif partisipatori untuk mencapai pemahaman tentang kebenaran substansi dasar kajian, berkarya nyata dan menumbuhkan motivasi belajar sepanjang hayat sejalan dengan konsep General Education.

(3)

3 Di Indonesia SCL dikenal dengan sebutan cara belajar siswa aktif (CBSA) dan diimplementasikan pada kurikulum 2013 sebagai strategi dalam pembelajaran saintifik.

Pembelajaran yang berbasis pada peserta didik dipercaya sangat efektif dalam meningkatkan proses pembelajaran guna meraih hasil belajar mahasiswa secara optimal. Ini sesuai dengan filosofi belajar, bahwa belajar merupakan kegiatan memperoleh pengetahuan baru dimana semakin banyak pengetahuan didapat mahasiswa, semakin besar peluang mereka untuk terus meningkatkan kualitas sikap dan perilakunya. Pandangan ini sejalan dengan pendekatan belajar yang dikembangkan aliran psikologi kognitif yang meyakini bahwa mahasiswa yang kaya informasi pengetahuan dapat melakukan eksplorasi terhadap sumber-sumber belajar baru, baik sendiri maupun bersama-sama dengan kelompok sejawat (peer group)-nya. Dengan begitu, mereka bisa memperoleh banyak informasi pengetahuan baru dan terus menambah kesimpulan-kesimpulan baru (Dede Rosyada, 2015).

Sebagaimana sudah dijelaskan, model pembelajaran berpusat pada mahasiswa (SCL) menjadi titik tolak amanat dalam implementasi pembelajaran mata kuliah wajib umum (Dikti, 2016). Model pembelajaran dimaksud yaitu pola interaksi mahasiswa dengan dosen di dalam kelas yang menyangkut strategi, pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran yang diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas (Suherman, 2003:7). Salah satu metode pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa adalah pembelajaran berbasis masalah (problem based learning/PBL). Menurut Barrows (1992) Pembelajaran berbasis masalah (PBL) merupakan suatu metode pembelajaran yang berlandaskan pada prinsip pemanfaatan permasalahan-permasalahan sebagai poin permulaan untuk proses mendapatkan dan mengintegrasikan suatu pengetahuan baru.

PBL merupakan pembelajaran yang diadministrasikan dengan cara menyajikan suatu permasalahan, mengajukan pertanyaan-pertanyaan, memfasilitasi penyelidikan, dan membuka ruang dialog. Tulisan ini mencoba membuat makalah model pembelajaran berbasis masalah (PBL) dalam penyelenggaraan tugas sub bahasan mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan.

Merujuk penjelasan sebelumnya, penulis bermaksud melakukan studi literatur dalam rangka memahami konseptual, prosedural dan asesmen untuk menerapkan PBL.

(4)

4 2. Metode Pendekatan

Studi ini memakai kajian sumber kepustakaan melalui penelusuran jurnal-jurnal, artikel, dan buku-buku yang berkaitan dengan materi penulisanan makalah. Arikunto (2006) mendefinisikan studi kepustakaan sebagai metode pengumpulan data dengan mencari informasi lewat buku, majalah, koran, jurnal, dan literatur lainnya yang bertujuan untuk membentuk landasan teori. Hasil kajian model pembelajaran berbasis masalah terkait konseptual, prosedural dan asesmen dijelaskan secara deskriptif.

BAB II PERMASALAHAN

Makalah ini bermaksud menjelaskan permasalahan penyelidikan sebagai berikut:

1. Apakah yang dimaksud dengan model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL)?

2. Bagaimana langkah-langkah pelaksanaan model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL)?

3. Bagaimana cara melaksanakan asesmen model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL)?

BAB III PEMBAHASAN

3.1. Pengertian Pembelajaran Berbasis Masalah

Problem based learning (PBL) mula-mula digunakan di perguruan tinggi dalam perkuliahan medis di Southern Illinois University School of Medicine. Dr. Howard Barrows (1982) staf pengajar perguruan tersebut mendefinisikan pembelajaran berbasis masalah sebagai:

“a learning method based on the principle of using problems as a starting point for the acquisition and integration of new knowledge”. Suatu metode pembelajaran berlandaskan pada prinsip pemanfaatan permasalahan-permasalahan sebagai poin permulaan untuk proses mendapatkan dan mengintegrasikan suatu pengetahuan baru.

Pembelajaran berbasis masalah didasarkan atas teori psikologi kognitif terutama berlandaskan teori Piaget dan Vigotsky (konstruktivisme). Menurut teori konstruktivisme, peserta didik belajar mengonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan lingkungannya.

Pembelajaran berbasis masalah dapat membuat peserta didik belajar melaui upaya penyelesaian permasalahan dunia nyata (real world problem) secara terstruktur untuk mengonstruksi

(5)

5 pengetahuan peserta didik. Pembelajaran ini menuntut peserta didik untuk aktif melakukan penyelidikan dalam menyelesaikan permasalahan dan dosen berperan sebagai fasilitator atau pembimbing. Pembelajaran akan dapat membentuk kemampuan berpikir tingkat tinggi (higher order thingking) dan meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berpikir kritis.

Pembelajaran berbasis masalah merupakan pembelajaran yang penyampaiannya dilakukan dengan cara menyajikan suatu permasalahan, mengajukan pertanyaan-pertanyaan, memfasilitasi penyelidikan, dan memuka dialog. Persoalan yang dikaji hendaknya merupakan persoalan konstekstual yang ditemukan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahan harus dipecahkan dengan menerapkan beberapa konsep dan prinsip yang secara simultan dipelajari dan tercakup dalam kurikulum mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Sebuah permasalahan pada umumnya diselesaikan dalam beberapa kali pertemuan karena merupakan permasalahan multi konsepsi, bahkan dapat merupakan masalah multi disiplin ilmu.

3.2. Tujuan Metode Pembelajaran Berbasis Masalah

Metode pembelajaran berbasis masalah memiliki tujuan mengkaji permasalahan yang terkait dengan penguasaan materi pengetahuan, keterampilan menyelesaikan masalah, belajar multi disiplin, dan keterampilan hidup. Bagan keterkaitan permasalahan dengan tujuan pembelajaran dideskripsikan sebagai berikut (Tan, 2003).

Penguasaan pengetahuan Belajar multidisiplin

Permasalahan

Keterampilan menyelesaikan masalah

Keterampilan hidup Belajar mandiri Menggali informasi Belajar berkelompok

Belajar reflektif Gambar 1. Keterkaitan Permasalahan PBL dengan Tujuan Belajar

Menurut Norman dan Schmidt (1992), pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan kemampuan peserta didik dalam beberapa hal, yakni: mentransfer konsep dan permasalahan baru,

(6)

6 integrasi konsep, ketertarikan/minat belajar, belajar dengan arahan sendiri; dan keterampilan belajar.

2.3. Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah

Skenario pembelajaran dengan metode pembelajaran berbasis masalah hendaknya memenuhi karakteristik berikut: (i) terkait dengan dunia nyata; (ii) memotivasi pebelajar; (iii) membutuhkan pengambilan keputusan; (iv) multi-tahap; (v) dirancang untuk kelompok; (vi) menyajikan pertanyaan terbuka memicu diskusi; (vii) mencakup tujuan pembelajaran, berpikir tingkat tinggi (higher order thinking), dan keterampilan lainnya (Ridwan, 2015:131).

Pannen (2001:86) memberikan arahan petunjuk langkah-langkah dalam penerapan pembelajaran berbasis masalah yaitu: (i) mengidentifikasi masalah, (ii) mengumpulkan data, (iii) menganalisis data, (iv) memecahkan masalah berdasarkan pada data yang ada dan analisisnya, (iv) memilih cara untuk memecahkan masalah, (v) merencanakan penerapan pemecahan masalah, (vi) melakukan ujicoba terhadap rencana yang ditetapkan, dan (vii) melakukan tindakan (action) untuk memecahkan masalah.

Arends (2004) membagi tahap-tahap administrasi pembelajaran berbasis masalah yang dilaksanakan oleh fasilitator (dosen) meliputi:

- Tahap 1: Mengorientasikan mahasiswa pada masalah. Menjelaskan tujuan pembelajaran, logistik yang diperlukan, memotivasi mahasiswa terlibat aktif pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.

- Tahap 2: Mengorganisasi mahasiswa untuk belajar. Membantu mahasiswa membatasi dan mengorganisasi tugas belajar yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi.

- Tahap 3: Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok. Mendorong mahasiswa mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, dan mencari untuk penjelasan dan pemecahan.

- Tahap 4: Mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Membantu mahasiswa merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model, dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.

- Tahap 5: Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Membantu mahasiswa melakukan refleksi terhadap penyelidikan dan proses-proses yang digunakan selama berlangsungnya pemecahan masalah.

Pierce dan Jones (dalam Ratnaningsih, 2003: 126) menjelaskan bahwa pengkondisian yang harus muncul pada waktu pelaksanaan pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut: (i) Keterlibatan (engagement) meliputi mempersiapkan mahasiswa untuk berperan sebagai pemecah masalah yang bisa bekerja sama dengan pihak lain, menghadapkan mahasiswa pada situasi yang mendorong untuk mampu menemukan masalah dan meneliti permasalahan sambil mengajukkan

(7)

7 dugaan dan rencana penyelesaian. (ii) Inkuiri dan investigasi (inquiry dan investigation) yang mencakup kegiatan mengeksplorasi dan mendistribuskan informasi. (iii) Performansi (performance) yaitu menyajikan temuan. (iv) Tanya jawab (debriefing) yaitu menguji keakuratan dari solusi dan melakukan refleksi terhadap proses pemecahan masalah.

Pembelajaran berbasis masalah (PBL) dapat diterapkan untuk menyelesaikan permasalahan sesuai dalam contoh sub pokok bahasan Identitas Nasional buku Pendidikan Kewarganegaraan Tahun 2016 halaman 43. Berikut kutipan tugas permasalahan kontekstual mengenai sub bahasan identitas nasional dasar negara Pancasila dalam pengamalan di masyarakat:

Pertanyaan: Apakah Pancasila sebagai identitas sudah tercermin dalam sikap dan perilaku bangsa Indonesia? Bentuklah kelas menjadi 5 kelompok untuk melakukan kegiatan mewawancarai seorang Tokoh Masyarakat guna mencara jawab tentang:

a. Kelompok 1: Apakah masyarakat Indonesia sudah bersikap dan berperilaku yang mencerminkan sila 1?

b. Kelompok 2: Apakah masyarakat Indonesia sudah bersikap dan berperilaku yang mencerminkan sila 2?

c. Kelompok 3: Apakah masyarakat Indonesia sudah bersikap dan berperilaku yang mencerminkan sila 3?

d. Kelompok 4: Apakah masyarakat Indonesia sudah bersikap dan berperilaku yang mencerminkan sila 4?

e. Kelompok 5: Apakah masyarakat Indonesia sudah bersikap dan berperilaku yang mencerminkan sila 5?

Selain wawancara, kelompok Anda perlu melakukan pengamatan sesuai dengan tugas wawancara.

Bandingkan hasil wawancara tersebut dengan hasil pengamatan Anda. Hasil pengerjaan tugas disusun dalam bentuk tulisan dan dibagikan kepada kelompok lain, selain diserahkan kepada dosen Pengampu.

2.4. ASESMEN DAN EVALUASI 1. Asesmen

Penilaian pada pembelajaran berbasis masalah berorientasi pada proses dengan tujuan untuk menilai keterampilan berkomunikasi, bekerjasama, penerimaan mahasiswa terhadap tanggung jawab belajar, kemampuan belajar bagaimanan belajar (learning to learn), penyelesaian dan penggunaan sumber serta pengembangan keterampilan memecahkan masalah. Dalam pembelajaran berbasis masalah dosen berperan dalam mengembangkan aspek kognitif dan metakognitif peserta didik, bukan sekedar sumber pengetahuan dan penyebar informasi. Disamping itu peserta didik bukan sebagai pendengar yang pasif tetapi berperan aktif sebagai pemecah masalah (problem solver).

(8)

8 Penelitian Arends (2004) menemukan ada tiga hasil belajar (outcomes) yang diperoleh peserta didik dalam pembelajaran berbasis masalah yaitu: (i) Belajar berbasis inkuiri (merumuskan pertanyaan investigasi) dan keterampilan melakukan pemecahan masalah. Ini dapat memicu keterampilan berpikir tingkat tinggi (higher-order thinking skill) dimana mereka akan melakukan operasi mental seperti induksi, deduksi, klasifikasi, dan reasoning; (ii) Belajar pemeranan orang dewasa (adult role behaviors); dan (iii) Keterampilan belajar mandiri (skills for independent learning).

2. Evaluasi

Penyusunan tes hasil belajar disesuaikan dengan tujuan pembelajaran mencakup; a) berorientasi dan terfokus pada pembelajaran peserta didik; b) sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan Pendidikan; c) berpusat pada perubahan wawasan, pengetahuan, sikap, nilai dan perubahan tingkah laku peserta didik; d) bersifat menguraikan belajar; e) khusus dalam aspek tertentu, dapat diobservasi dan diukur, dan/atau dinilai; f) jelas dan dapat dimengerti oleh peserta didik.

Domain yang merupakan sasaran dalam merumuskan tujuan mengacu pada model Bloom (1956) meliputi; domain kognitif, afektif, dan psikomotor. Model Bloom mengalami revisi pada tahun 2001. Muri Yusuf (2015:199) menjelaskan perbandingan klasifikasi Dimensi Kognitif menurut Bloom dan revisi Anderson & Krothwohl sebagai berikut:

B.S. Bloom

Anderson &

Krothwohl Evaluation

Creativing

Synthesis Evaluating

Analysis Analysing

Application Applying

Comprehension Understanding

Knowledge Remembering

Gambar 2. Perbandingan Klasifikasi Dimensi Kognitif Bloom dan Anderson & Krothwohl

Dimensi Pengetahuan (knowledge) dibedakan atas empat kelompok, yaitu pengetahuan fakta (factual knowledge), pengetahuan konsep (conceptual knowledge), pengetahuan prosedural (procedural knowledge), dan pengetahuan meta-kognitif (meta cognitive knowledge), sedangkan dari segi Dimensi Proses Kognitif dapat pula dibedakan menjadi: mengingat (remember), memahami/mengerti (understand), menggunakan/aplikasi (apply), Analisa (analyze), menilai (evaluate), kreatif (creative). Perbedaan Taksonomi Bloom dan versi revisi yaitu konten kreatif dan sintesis diintegrasikan ke dalam domain kreatif.

(9)

9 Gambar 3. Blue-print Mata Ujian: Penilaian Hasil Belajar*)

No. Jenjang Kemampuan C1 C2 C3 C4 C5 AF PS Jumlah

Soal

Persen- tase

Ruang Lingkup Materi AB BC C C BC AD BCD

1 Pengertian, fungsi & model

pengukuran, dan evaluasi 4 3 2 4 3 3 3 22 29,33

2 Syarat alat ukur yang baik, dan

pengembangan alat ukur belajar 6 6 5 4 4 3 2 30 40,00

3 Evaluasi aspek-aspek khusus

pembelajar 5 5 5 3 2 1 2 23 30,67

Jumlah Soal 15 14 12 11 9 7 7 75 100.00

Keterangan

Jenjang Kemampuan Jenis Soal

C1 = Mengingat C2 = Mengerti A = Pilihan Ganda

C3 = Aplikasi C4 = Menganalisis B = Analisis Hubungan Antarhal

C5 = Evaluasi C = Analisis Kasus

AF = Afektif PS = Psikomotor D = Menjodohkan

*) Format ini dapat dikembangkan dan disempurnakan sesuai kebutuhan.

Sumber: Muri Yusuf, A. 2015:199

1.6. Kelebihan Dan Kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah

Kelebihan Pembelajaran Berbasis Masalah dalam pemanfaatannya adalah sebagai berikut.

a. Mengembangkan pemikiran kritis dan keterampilan kreatif b. Meningkatkan kemampuan memecahkan masalah

c. Meningkatkan motivasi siswa dalam belajar

d. Membantu siswa belajar untuk mentransfer pengetahuan dengan situasi baru e. Mendorong mahasiswa mempunyai inisiatif untuk belajar secara mandiri

f. Mendorong kreativitas dalam pengungkapan penyelidikan masalah yang dilakukan g. PBL dapat membuat pembelajaran bermakna.

h. PBL melatih mahasiswa mengintegrasikan pengetahuan dan ketrampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan.

i. PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif peserta dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.

Kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah dalam pemanfaatannya adalah sebagai berikut.

a. Kurang terbiasanya peserta didik dan pengajar dengan metode ini. Peserta didik dan pengajar masih terbawa kebiasaan metode konvensional, pemberian materi terjadi secara satu arah (teacher centered learning).

(10)

10 b. Kurangnya waktu pembelajaran. Proses PBL terkadang membutuhkan waktu yang lebih banyak. Peserta didik terkadang memerlukan waktu untuk menghadapi persoalan yang diberikan. Sementara, waktu pelaksanaan PBL harus disesuaikan dengan beban kurikulum.

c. PBL tidak menghadirkan kurikulum baru tetapi lebih pada kurikulum yang sama melalui metode pengajaran yang berbeda.

d. Mahasiswa tidak dapat benar-benar tahu apa yang mungkin penting bagi mereka untuk belajar, terutama di domain yang mereka tidak memiliki pengalaman sebelumnya.

e. Seorang dosen mengadopsi pendekatan PBL mungkin tidak dapat untuk menutup sebagai bahan sebanyak kursus kuliah berbasis konvensional. PBL bisa sangat menantang untuk melaksanakan, karena membutuhkan banyak perencanaan dan kerja keras bagi dosen. Ini bisa sulit pada awalnya bagi dosen untuk “melepaskan kontrol” dan menjadi fasilitator, mendorong mahasiswa untuk mengajukan pertanyaan yang tepat daripada menyerahkan mereka solusi.

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan

Pembelajaran berbasis masalah (PBL) adalah suatu metode pembelajaran yang berlandaskan pada prinsip pemanfaatan permasalahan-permasalahan sebagai poin permulaan untuk proses mendapatkan dan mengintegrasikan suatu pengetahuan baru. Pembelajaran berbasis masalah meningkatkan kemampuan peserta didik dalam beberapa hal, yakni: mentransfer konsep dan permasalahan baru, integrasi konsep, ketertarikan/minat belajar, belajar dengan arahan sendiri;

dan keterampilan belajar.

Karakteristik-karakteristik yang melekat dalam model pembelajaran berbasis masalah yaitu: i) Belajar inkuiri (merumuskan pertanyaan investigatif) dan keterampilan melakukan pemecahan masalah dimana menstimulasi mahasiswa menggunakan keterampilan berpikir tingkat tinggi (higher-order thinking skill) memancing stimulasi mental seperti; induksi, deduksi, klasifikasi, dan reasoning; ii) Peran perilaku dewasa (adult role behaviors); dan iii) Keterampilan belajar mandiri (skills for independent learning).

Asesmen (penilaian) mempertimbangkan pembelajaran dalam tipologi Bloom. Dimensi Pengetahuan (knowledge) dibedakan atas empat kelompok, yaitu pengetahuan fakta (factual

(11)

11 knowledge), pengetahuan konsep (conceptual knowledge), pengetahuan prosedural (procedural knowledge), dan pengetahuan meta-kognitif (meta cognitive knowledge), sedangkan dari segi Dimensi Proses Kognitif dapat pula dibedakan menjadi: mengingat (remember), memahami/mengerti (understand), menggunakan/aplikasi (apply), Analisa (analyze), menilai (evaluate), kreatif (creative).

B. Saran dan Rekomendasi

Kajian menyeluruh atas penjelasan model pembelajaran berbasis masalah (PBL) memberikan variasi pembelajaran yang sangat baik untuk merangsang kreativitas dan motivasi intrinsik mahasiswa serta independensi mereka dalam belajar. Studi ini merekomendasi pembuatan bentuk asesmen operasional per-sub bab bahasan mata kuliah PKN untuk kemudahan administrasi program evaluasi pembelajaran. Studi lanjutan untuk kajian model pembelajaran berbasis mahasiswa (SCL) lainnya perlu diintegrasikan antara lain; pembelajaran berbasis ikuiri dan penemuan (IBL dan DCL) dan pembelajaran berbasis proyek (PjBL). Model pembelajaran tersebut merupakan model integratif pembelajaran saintifik dalam kurikulum 2013, esensi elaboratif dari pembelajaran berbasis mahasiswa.

DAFTAR PUSTAKA

Arends. 2004. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta

Gijselaers, Wim H. 1996. Connecting problem‐based practices with educational theory. New Directions For Teaching And Learning. No. 68, Winter 1996. Josse-Bass Publishers.

https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1002/tl.37219966805

Muri Yusuf, A. 2015. Asesmen Dan Evaluasi Pendidikan: Pilar Penyedia Informasi dan Kegiatan Pengendalian Mutu Pendidikan (Edisi I). Jakarta: Prenamedia Group

Tim Dikti. Buku Ajar Mata Kuliah Wajib Umum: Pendidikan Kewarganegraan. (Tidak diperjual- belikan). Jakarta: Ditjen Belmawa Dikti.

Tim Penulis. 1991. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UPP. IKIP Yogyakarta.

Pannen, dkk. 2001. Kontruktivisme Dalam Pembelajaran. Jakarta: DIKTI DEPDIKNAS

Suherman, dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Ridwan Abdullah, S. 2013. Pembelajaran Saintifik Untuk Implementasi Kurikulum (Cetakan ke- 3). Jakarta: PT. Bumi Aksara

(12)

12 Tan, O.S. 2003. Problem Based Learning Innovation. Gale Cengage Learning, Singapore: Sing

Lee Press.

Ratnaningsih. 2003. Penelitian Pembelajaran Berbasis Masalah.

http://digilib.unila.ac.id/15837/4/BAB%20II.KERANGKA%20TEORETIS.pdf

Referensi

Dokumen terkait

Pada periode intraoperatif, respon tubuh dalam menghadapi stress baik pembedahan dan anestesi adalah meningkatnya kadar hormon katabolik yang menyebabkan

Jika dikaitkan dengan sistem pendidikan perguruan tinggi, ketiga fungsi tersebut harus terangkum dalam proses yang terdapat pada perguruan tinggi.. Dari ketiga fungsi ‘Tri

Model kinetika etanolisis minyak jarak kepyar mengikuti model reaksi penyerangan ketiga gugus asam lemak secara satu per satu dengan tetapan reaksi penyerangan gugus primer ( k p

Dari uraian penjelasan di atas, maksud dari peneliti yaitu dengan Penanaman aqidah Islamiyah akan menimbulkan suatu tindakan yang dilakukan oleh ustadz terhadap

Rencana belanja dana kapitasi JKN dianggarkan dalam kelompok Belanja Langsung dan diuraikan ke dalam jenis, obyek, dan rincian obyek belanja sesuai kode rekening

Realizing that fact, Stella Duce 1 Senior High School and English Language Training International (ELTI) Yogyakarta then made an agreement to carry out a collaborative teaching

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan anugrah-Nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi yang berjudul

Selama berdiskusi, baik pembawa acara maupun narasumber se- cara visual nonverbal masing-masing berupa- ya menunjukkan eksistensinya di dalam layar untuk menyajikan perbincangan