viii
ABSTRAK
EVALUASI TINGKAT KEPATUHAN PELAPORAN SPT TAHUNAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DAN BADAN DALAM
MEMENUHI KEWAJIBAN PERPAJAKAN
Studi Kasus di KPP Pratama Yogyakarta, KPP Pratama Sleman, KPP Pratama Wates, KPP Pratama Wonosari
Apriliya Wahyuning Mega Universitas Sanata Dharma
2012
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) tingkat kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan; (2)Perbedaan tingkat kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan.
Penelitian ini dilakukan selama bulan Mei-Juni 2011 di KPP Pratama Yogyakarta, KPP Pratama Sleman, KPP Pratama Wates, KPP Pratama Wonosari.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan yang telah menghitung, menyetor, melapor, pajaknya pada tahun 2007, 2008, 2009 di KPP Pratama setempat. Data diperoleh dengan tehnik dokumentasi. Teknik analisa yang digunakan adalah: (1) Analisis deskriptif untuk mendeskripsikan tingkat pencapaian kepatuhan pelaporan SPT Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan, (2) Analisis Independent Sampel T-test untuk mengetahui perbedaan tingkat kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan.
ix
ABSTRACT
AN EVALUATION OF OBEDIENT LEVEL IN ANNUAL TAX RETURN FOR PERSONAL AND CORPORATE TAX PAYERS
A Case Study in Yogyakarta, Sleman, Wates and Wonosari Small Taxpayers’
Office Wates and Wonosari small taxpayers’ office.
The population in this research was the entire of personal and corporate taxpayers which have counted, paid and reported their tax in the year of 2007, 2008 and 2009 in the local small taxpayers’ office. The data were gained by using documentation technique and analyzed by using: (1) descriptive analysis to describe the achievement level of annual tax return report obedient of personal and corporate tax payers; (2) Independent Sampel T-test analysis to understand the difference of obedient level between personal and corporate tax payers.
This research shows: (1) the obedient level of personal tax payers of
Yogyakarta small taxpayers’ office in (2007) exceeded, (2008) not exceeded and (2009) not exceeded. Sleman small taxpayers’ office in (2007) not exceeded, exceeded and (2009) not exceeded. Wates small taxpayers’ office in (2007) not exceeded, (2008) not exceeded and (2009) not excedeed. Wonosari small
EVALUASI TINGKAT KEPATUHAN PELAPORAN SPT
TAHUNAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DAN BADAN
DALAM MEMENUHI KEWAJIBAN PERPAJAKAN
Studi Kasus di KPP PratamaYogyakarta, KPP PratamaSleman, KPP Pratama Wates, KPP Pratama Wonosari
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Akuntansi
Oleh
Apriliya Wahyuning Mega
NIM: 07 1334 032
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
i
EVALUASI TINGKAT KEPATUHAN PELAPORAN SPT
TAHUNAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DAN BADAN
DALAM MEMENUHI KEWAJIBAN PERPAJAKAN
Studi Kasus di KPP PratamaYogyakarta, KPP PratamaSleman, KPP Pratama Wates, KPP Pratama Wonosari
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Akuntansi
Oleh
Apriliya Wahyuning Mega
NIM: 07 1334 032
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya ini untuk:
Allah SWT atas kehidupan yang telah diciptakan.
Mbah kakung, mbah yati, mbah tohari atas segala
perjuangannya.
Bapak, Ibu,adik-adiku (pran, an) atas kebersamaannya,
semoga tetap menjadi sebuah keluarga yang damai.
Seluruh kerabat atas canda tawa yang pernah kita lalui
bersama.
v
MOTTO
Takwa, Waspada Purba Wasesa,
Gemi Nastiti, Ambeg Parama Arta,
Prasaja, Satya, Blaka, Legawa.
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 26 Januari 2012
Penulis
vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Apriliya Wahyuning Mega
Nomor Mahasiswa : 071334032
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
Evaluasi Tingkat Kepatuhan Pelaporan SPT Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi Dan Badan Dalam Memenuhi Kewajiban Perpajakan. Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal 26 Januari 2012
Yang menyatakan
viii
ABSTRAK
EVALUASI TINGKAT KEPATUHAN PELAPORAN SPT TAHUNAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DAN BADAN DALAM
MEMENUHI KEWAJIBAN PERPAJAKAN
Studi Kasus di KPP Pratama Yogyakarta, KPP Pratama Sleman, KPP Pratama Wates, KPP Pratama Wonosari
Apriliya Wahyuning Mega Universitas Sanata Dharma
2012
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) tingkat kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan; (2)Perbedaan tingkat kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan.
Penelitian ini dilakukan selama bulan Mei-Juni 2011 di KPP Pratama Yogyakarta, KPP Pratama Sleman, KPP Pratama Wates, KPP Pratama Wonosari.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan yang telah menghitung, menyetor, melapor, pajaknya pada tahun 2007, 2008, 2009 di KPP Pratama setempat. Data diperoleh dengan tehnik dokumentasi. Teknik analisa yang digunakan adalah: (1) Analisis deskriptif untuk mendeskripsikan tingkat pencapaian kepatuhan pelaporan SPT Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan, (2) Analisis Independent Sampel T-test untuk mengetahui perbedaan tingkat kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan.
ix
ABSTRACT
AN EVALUATION OF OBEDIENT LEVEL IN ANNUAL TAX RETURN FOR PERSONAL AND CORPORATE TAX PAYERS
A Case Study in Yogyakarta, Sleman, Wates and Wonosari Small Taxpayers’
Office Wates and Wonosari small taxpayers’ office.
The population in this research was the entire of personal and corporate taxpayers which have counted, paid and reported their tax in the year of 2007, 2008 and 2009 in the local small taxpayers’ office. The data were gained by using documentation technique and analyzed by using: (1) descriptive analysis to describe the achievement level of annual tax return report obedient of personal and corporate tax payers; (2) Independent Sampel T-test analysis to understand the difference of obedient level between personal and corporate tax payers.
This research shows: (1) the obedient level of personal tax payers of
Yogyakarta small taxpayers’ office in (2007) exceeded, (2008) not exceeded and (2009) not exceeded. Sleman small taxpayers’ office in (2007) not exceeded, exceeded and (2009) not exceeded. Wates small taxpayers’ office in (2007) not exceeded, (2008) not exceeded and (2009) not excedeed. Wonosari small
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas berkah, rahmat
dan karunianya yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulisan skripsi ini dapat selesai tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Rohandi, Ph. D, selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sanata Dharma.
2. Bapak Indra Dharmawan, SE., M.Si. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial Universitas Sanata Dharma.
3. Bapak Laurentius Saptono, S.Pd. M. Si selaku Kaprodi Pendidikan Akuntansi
Universitas Sanata Dharma.
4. Bapak Bambang Purnomo S.E, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi, yang
telah memberikan masukan, saran, waktu, dan kesabarannya sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Akuntansi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta yang telah membagikan ilmu dan mendidik saya
selama belajar di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
6. Seluruh Staf KPP Pratama Yogyakarta, KPP Pratama Sleman, KPP Pratama
Wates, KPP Pratama Wonosari yang telah bersedia membantu penulis dalam
menyiapkan data yang diperlukan.
7. Mbah Kakung, Mbah Yati, Mbah Tohari terimakasih atas pepatah-pepatah
xi
8. Kedua orangtuaku Bapak dan Ibu, terimakasih untuk doa, semangat untuk
segera menyelesaikan kuliah, motivasi dan dukungan material yang sudah tak
terhitung jumlahnya.
9. Adikku terimakasih atas kecerewetan menanyakan kapan lulus.
10. Teman-temanku Thatiana, Si-way, Friska, Momon, Siska, terimakasih atas
kebersamaannya.
11. Endah, Lando terimakasih atas kerelaan hatinya untuk peminjaman laptop dan
diskusinya.
12. Untuk teman-temanku Pendidikan akuntansi angkatan 2007, dan semua pihak
yang telah membantu dalam penyelesaian penyusunan skripsi ini yang tidak
dapat disebutkan satu-persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan karena
keterbatasan dan pengalaman yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca guna
menyempurnakan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat menjadi
bahan masukan bagi rekan-rekan dalam menyusun skripsi.
Yogyakarta,
Penulis
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR GAMBAR ... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ...xviii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Batasan Masalah... 7
C. Rumusan Masalah ... 7
D. Tujuan Penelitian ... 8
xiii
BAB II TINJAUAN TEORETIK ... 10
A. Kerangka Teori... 10
1. Tinjauan Umum Tentang Pajak ... 10
a. Pengertian Pajak ... 10
b. Asas-Asas Pemungutan Pajak ... 12
c. Teori-Teori Pembenaran Pemungutan Pajak ... 13
d. Hak Wajib Pajak ... 15
e. Kewajiban Wajib Pajak ... 16
2. Tinjauan Umum Tentang Reformasi Perpajakan ... 17
3. Tinjauan Umum Tentang Pengertian Kepatuhan Perpajakan ... 18
4. Tinjauan Umum Tentang Manfaat Predikat Wajib Pajak Patuh .... 22
5. Tinjauan Umum Tentang Hambatan Pemungutan Pajak ... 23
a. Perlawanan Pasif ... 23
b. Perlawanan Aktif ... 23
6. Tinjauan Umum Tentang Surat Pemberitahuan (SPT) ... 24
a. Pengertian Surat Pemberitahuan ... 24
b. Fungsi Surat Pemberitahuan ... 25
c. Kewajiban WP Untuk Mengisi SPT dengan Benar, Lengkap, Jelas ... 27
d. Kewajiban Untuk Menyampaikan SPT Ke DJP ... 28
7. Tinjauan Umum Tentang Kewajiban Pembukuan dan Pencatatan 29 a. Kewajiban Pembukuan... 29
xiv
8. Tinjauan Umum Tentang Ketetapan Pajak ... 31
a. STP ... 31
b. SKPKB ... 32
c. SKPKBT ... 32
d. SKPLB ... 32
e. SKPN ... 33
9. Tinjauan Umum Tentang Penagihan Pajak ... 33
a. Surat Teguran ... 34
b. Surat Paksa ... 34
c. Penyitaan ... 35
d. Pelelangan ... 35
B. Kerangka Berfikir ... 37
BAB III METODE PENELITIAN... 39
A. Jenis Penelitian ... 39
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 39
C. Subyek dan Obyek Penelitian ... 40
D. Populasi ... 40
E. Variabel Penelitian ... 41
F. Teknik Pengumpulan Data ... 41
G. Instrumen Penelitian... 41
xv
BAB IV GAMBARAN UMUM ... 46
A. Struktur Organisasi KPP Pratama ... 47
B. Fasilitas Pelayanan di KPP ... 47
C. Manfaat Modernisasi Bagi Wajib Pajak ... 54
D. Pelayanan Perpajakan Dalam Meningkatkan Kepatuhan ... 55
BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 58
A. Deskripsi Data Penelitian ... 58
B. Analisis Data ... 60
C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 68
BAB VI PENUTUP ... 73
A. Kesimpulan ... 73
B. Saran ... 74
C. Keterbatasan ... 76
Daftar Pustaka ... 78
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Skema Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan ... 37
Tabel 3.1 One- Sample Kolmogorov-Smirnov Test ... 43
Tabel 3.Test Homogeneity of variances... 43
Tabel 5.1 Rincian Pelaporan SPT Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi ... 58
Tabel 5.2 Rincian Pelaporan SPT Tahunan Wajib Pajak Badan ... 58
Tabel 5.3 KPP Pratama Yogyakarta... 65
Tabel 5.4 KPP Pratama Sleman ... 66
Tabel 5.5 KPP Pratama Wates ... 66
Tabel 5.6 KPP Pratama Wonosari ... 66
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Skema Wajip Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan ... 37
xviii DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Ijin ... 79
Lampiran 1 Surat Ijin ... 80
Lampiran 1 Surat Ijin ... 81
Lampiran 1 Surat Ijin ... 82
Lampiran 1 Surat Ijin ... 83
Lampiran 1 Surat Ijin ... 84
Lampiran 1 Surat Ijin ... 85
Lampiran 2 Surat Edaran DJP ... 86
Lampiran 3 Data Wajib Pajak Orang Pribadi ... 87
Lampiran 3 Data Wajib Pajak Badan ... 88
Lampiran 3 Data WP OP dan Badan Yang Menyampaikan SPT Tahunannya Tidak Sesuai Ketetapan Dari DJP ... 89
Lampiran 4 Uji Normalitas ... 90
Lampiran 4 Independent Sampel t-test ... 91
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pajak adalah salah satu kekuatan handal yang kita miliki untuk
membangun kemandirian bangsa. Pajak telah menjadi organ penting
keuangan negara yang kini menyuplai lebih dari 70% APBN. (DJP, 2006:3).
Jadi pajak telah memberikan kontribusi yang cukup besar bagi negara
sehingga pajak berpengaruh besar dalam rangka terselenggaranya tugas
pemerintah.
Untuk melaksanakan pengelolaan penerimaan pajak Direktorat
Jenderal Pajak melakukan reformasi perpajakan (tax reforms) yang mencakup reformasi kebijakan (tax policy reforms) dan administrasi (administrative reforms). Reformasi kebijakan dilakukan dengan menyempurnakan ketentuan perpajakan yang berlaku (misalnya Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan, Pajak Penghasilan) sehingga ketentuan perpajakan tersebut
menjadi lebih adil (equality), pasti (legal certainty), sederhana dalam pemenuhan kewajiban (simplicity), netral (neutrality). Sedangkan reformasi administrasi perpajakan lebih diarahkan pada pembaruan intern di lingkungan
Direktorat Jenderal Pajak yang mencakup antara lain penyempurnaan struktur
organisasi, penerapan sistem administrasi perpajakan terpadu (misalnya
2
Berkaitan dengan hal tersebut pentingnya pelaksanaan pemungutan
pajak suatu negara memerlukan suatu sistem yang telah disetujui masyarakat
melalui perwakilannya di dewan perwakilan, dengan menghasilkan suatu
peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pelaksanaan perpajakan
bagi fiskus maupun bagi Wajib Pajak. Sistem pemungutan pajak yang
berlaku di Indonesia berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan
menuntut Wajib Pajak untuk turut aktif dalam pemenuhan kewajiban
perpajakan. Sistem pemungutan yang berlaku adalah self assesment system. (Siti Kurnia, 2010: 137).
Kondisi perpajakan yang menuntut keikutsertaan aktif Wajib Pajak
dalam menyelenggarakan perpajakannya membutuhkan kepatuhan Wajib
Pajak yang tinggi. Yaitu kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan
yang sesuai dengan kebenarannya. Karena sebagian besar pekerjaan dalam
pemenuhan kewajiban perpajakan itu dilakukan oleh Wajib Pajak (dilakukan
sendiri atau dibantu tenaga ahli misalnya praktisi perpajakan profesional)
bukan fiskus selaku pemungut pajak. Sehingga kepatuhan diperlukan dalam
self assesment system, dengan tujuan pada penerimaan pajak yang optimal. (Siti Kurnia, 2010: 137). Pihak administrasi pajak hanya melakukan
pengontrolan atau pengawasan dan pengecekan atas kebenaran jumlah pajak
yang dihitung sendiri oleh Wajib Pajak. Bila ternyata jumlah itu tidak benar
berdasarkan bukti-bukti yang nyata, Wajib Pajak akan dikenakan Surat
3
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (KBBI, 1995:1013), istilah
kepatuhan berarti tunduk atau patuh pada ajaran atau aturan. Dalam
perpajakan kita dapat memberi pengertian bahwa kepatuhan perpajakan
merupakan ketaatan, tunduk dan patuh serta melaksanakan ketentuan
perpajakan. Jadi Wajib Pajak yang patuh adalah Wajib Pajak yang taat dan
memenuhi serta melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
Kepatuhan Wajib Pajak dikemukakan oleh Norman Nowak (Siti
Kurnia, 2010: 138) sebagai suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan
kewajiban perpajakan, tercermin dalam situasi dimana:
1. Wajib Pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan,
2. Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas,
3. Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar,
4. Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya.
Seperti halnya Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan dikatakan patuh
dalam memenuhi kewajiban perpajakan antara lain:
1. Setiap Wajib Pajak harus mengambil sendiri SPT ke Kantor Pelayanan
Pajak atau tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak,
2. Setiap Wajib Pajak wajib mengisi SPT dengan benar, jelas, lengkap sesuai
dengan petunjuk yang diberikan berdasarkan ketentuan peraturan
4
dan menyampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak atau tempat lain yang
ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak,
3. Surat Pemberitahuan wajib dilengkapi dengan lampiran yang ditentukan
menurut perundang-undangan perpajakan yang berlaku, termasuk neraca
dan perhitungan rugi laba (bagi Wajib Pajak yang melakukan pembukuan),
4. Setelah Surat Pemberitahuan tersebut diisi lengkap beserta
lampiran-lampirannya, diserahkan kembali ke Kantor Pelayanan Pajak dalam batas
waktu yang telah ditentukan dengan tanda bukti penerimaan. Jika SPT
disampaikan tidak lengkap, dianggap SPT tidak disampaikan,
5. Kalau dikirim melalui pos, harus tercatat dan bukti tercatat tersebut adalah
bukti penerimaan.
Namun, pada umumnya masyarakat memiliki kecenderungan untuk
meloloskan diri dari pembayaran pajak. Usaha yang dilakukan oleh Wajib
Pajak untuk meloloskan diri dari pajak merupakan usaha yang disebut
perlawanan terhadap pajak. Perlawanan terhadap pajak ini akan
mempengaruhi jumlah penerimaan negara dari sektor pajak. Perlawanan
terhadap pajak seringkali diwujudkan dalam bentuk:
1. Perlawanan pasif
Perlawanan pasif merupakan kondisi yang mempersulit pemungutan pajak
yang timbul dari kondisi struktur perekonomian, kondisi sosial
masyarakat, perkembangan intelektual penduduk, moral warga
5
2. Perlawanan aktif
Meliputi usaha masyarakat untuk menghindari, menyeludupkan,
memanipulasi, melalaikan dan meloloskan pajak yang langsung ditujukan
kepada fiskus. (Siti Kurnia, 2010: 144-146).
Fakta riil bahwa Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP)
Daerah Istimewa Yogyakarta memblokir 11 rekening milik Wajib Pajak yang
pada 2009 tidak taat pajak. “Rekening yang diblokir sebagian besar adalah
pengusaha dari Jakarta tetapi tinggal di Yogyakarta yang dikemukakan oleh
kepala Kanwil DJP DIY, Djangkung Soedjarwadi. Kepada Wajib Pajak yang
tidak taat, DJP DIY juga mengeluarkan 5.885 surat teguran kepada Wajib
Pajak. 1.409 surat paksa, dan 31 surat penyitaan. Dikatakan pula bahwa DJP
DIY akan bertindak tegas jika ada Wajib Pajak yang belum atau tidak
mematuhi kewajibannya membayar pajak. Predikat sebagai yang terbaik dari
35 DJP di seluruh Indonesia yang diraih DJP DIY salah satunya karena sikap
tegasnya. "Dalam dua tahun terakhir, tingkat kepatuhan pajak di DJP DIY
terus membaik. Pada 2008 kepatuhan pajak DIY baru 73 persen, 2009 naik
menjadi 83 persen, dan pada 2010 ditargetkan naik 5 persen atau menjadi 88
persen,".(http://www.ortax.org/ortax/?mod=berita&page=show&id=8676&q=
&hlm=233).
Fakta lain berkaitan dengan pencapaian kepatuhan penyampaian SPT
di DIY bahwa Masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memiliki
kepatuhan membayar pajak tertinggi secara nasional. Hasil perhitungan
6
memperoleh predikat terbaik dalam tingkat kepatuhan membayar pajak.
Prestasi ini diperoleh setelah adanya hasil akumulasi dari lima
Kabupaten/Kota yang ada di DIY. Kepatuhan terbaik diperoleh Kabupaten
Gunung Kidul, disusul Kulon Progo di peringkat enam, Sleman peringkat
sepuluh, dan Kota Yogyakarta peringkat 23. Pencapaian kepatuhan
penyampaian SPT di DIY mencapai 98 persen atau sekitar 22.270 Wajib
Pajak (WP) dari total 22.725 WP. Pada tahun ini, ditargetkan peningkatan
sebesar 11 persen dibanding 2010. Bila dinominalkan, angkanya sekitar Rp
2,153 triliun dari realisasi tahun 2010 sebesar Rp 1,86 triliun. Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Wates menargetkan penerimaan pajak
sebesar Rp 82,328 miliar pada 2011. Target ini mengalami peningkatan 7,6
persen dari target penerimaan 2010 sebesar Rp 76,496 miliar. Sementara
realisasi penerimaan pajak mencapai Rp 75,786 miliar atau sekitar 99,07
persen dari target yang dicanangkan.
(http://regional.kompas.com/read/2011/03/08/18140496/Warga.DIY.Terpatuh
.Bayar.Pajak).
Berdasarkan kondisi diatas untuk mengoptimalkan hasil penerimaan
pajak, harus dilakukan pengawasan terhadap pelaporan SPT. Pengawasan
mengandung arti untuk mengetahui atau menguji kepatuhan Wajib Pajak
dalam melaksanakan kewajiban perpajakan berdasarkan ketentuan-ketentuan
perpajakan yang berlaku.
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk mengetahui tingkat
7
Kepatuhan Pelaporan SPT Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi Dan
Badan Dalam Memenuhi Kewajiban Perpajakan (Studi Kasus di KPP
Pratama Sleman, KPP Pratama Wates, KPP Pratama Wonosari, KPP
Pratama Yogyakarta)”.
B. Batasan Masalah
Penulis membatasi penelitiannya pada kepatuhan Wajib Pajak Orang
Pribadi dan Badan di KPP Pratama Yogyakarta, KPP Pratama Sleman, KPP
Pratama Wates, KPP Pratama Wonosari di lihat dari: kepatuhan untuk
melaporkan kembali Surat Pemberitahuan (SPT). Penelitian yang dilakukan
hanya ditujukan pada KPP Pratama Yogyakarta, KPP Pratama Sleman, KPP
Pratama Wates, KPP Pratama Wonosari tahun 2007, 2008, 2009. Hal ini
dimaksudkan untuk menyesuaian reformasi perpajakan modern yang
diterapkan mulai tahun 2007.
C. Rumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan hal yang sangat penting di dalam suatu
penelitian, oleh karena itu berarti seorang peneliti telah mengidentifikasi
persoalan yang akan diteliti, sehingga sasaran yang hendak dicapai menjadi
jelas, tegas, terarah dan dapat mencapai sasaran yang diharapkan.
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang digunakan peneliti
8
1. Bagaimana tingkat kepatuhan pelaporan SPT tahunan Wajib Pajak Orang
Pribadi dan Badan dalam memenuhi kewajiban perpajakan tahun 2007,
2008, 2009 ?
2. Apakah ada perbedaan kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib
Pajak Badan dalam memenuhi kewajiban perpajakan ?
D. Tujuan Penelitian
Suatu penelitian harus mempunyai tujuan yang jelas, sehingga dengan
adanya tujuan tersebut dapat dicapai solusi atas masalah yang dihadapi saat
ini. Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini mempunyai
tujuan sebagai berikut:
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk mengetahui tingkat kepatuhan pelaporan SPT tahunan Wajib
Pajak Orang Pribadi dan Badan dalam memenuhi kewajiban
perpajakan.
b. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan tingkat kepatuhan
pelaporan SPT Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan
dalam memenuhi kewajiban perpajakan.
2. Tujuan Subyektif
a. Untuk meningkatkan dan mendalami berbagai teori yang telah
penulis peroleh selama berada di bangku kuliah.
b. Untuk menambah pengetahuan dan pemahaman aspek teori maupun
9
E. Manfaat Penelitian
Nilai suatu penelitian ditentukan oleh besarnya manfaat yang dapat
diambil dari penelitian tersebut. Adapun manfaat yang diharapkan penulis
dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
a. Dapat memberikan jawaban terhadap permasalahan yang akan diteliti.
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan pengetahuan pemikiran bagi para pihak yang memiliki
kepentingan dalam penelitian ini.
b. Untuk melatih penulis dalam mengungkapkan adanya semacam
permasalahan tertentu secara sistematis dan berusaha memecahkan
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Umum Tentang Pajak
a. Pengertian Pajak
1) Definisi pajak yang termuat dalam buku Leroy Beaulieu yang berjudul Traite de la Science des Financess, 1960, berbunyi:
“L’ impot et la contribution, soit directe soit dissimulee, que La
Puissance Publique exige des habitants ou des biens pur subvenir
aux depenses du Gouvernment.”
“Pajak adalah bantuan, baik secara langsung maupun tidak, yang
dipaksakan oleh kekuasaan publik dari penduduk atau dari barang,
untuk menutup belanja pemerintah.”
2) Definisi pajak menurut Deutsce Reichs Abgaben Ordnung (RAO-1919) berbunyi:
“Steuern sind einmalige oder laufende Geldleistungen die nicht
eine genleistung fur eine besondere Leistung darstellen, und von einem offentlichrectlichen Gemeinwesen zur Ernielung von Einkunften allen auferlegt werden, bei denen der Tatbestand zuttrifft an den das Gesetz die Leistungsplicht knupft.”
11
yang bersifat umum (negara), untuk memperoleh pendapatan, di
mana terjadi suatu tatbestant (sasaran pemajakan), yang karena undang-undang telah menimbulkan utang pajak.”
3) Definisi pajak menurut Mr. Dr. N. J. Feldmann
Dalam bukunya De Overheidsmiddelen van Indonesia, Leiden, 1949, mengatakan:
“Belastingen Zijn aan de Overheid (volgens algemene, door haar
vastgestelde normen) verschuidigde afdwingbareprestties, waar geen tegenprestatie tgenover staat en uitsluitend dienen tot decking
van publieke vitgaven.”
“Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang
kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkannya
secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata
digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum.”
4) Definisi pajak menurut Prof. Dr. M.J.H. Smeets
Dalam bukunya De Economische Betekenis der Belastigen, 1951, berbunyi:
“Belastingen zijn aan de overhead (volgens normen) verschuligde,
afdwingbare pretties, zonder dat hiertegenover, in het individuele geval, aanwijsbare tegen-prestaties staan; zij strekken tot decking van publieke uitgaven.”
“Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui
12
kalanya kontraprestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang
individual; maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran
pemerintah.”
5) Definisi pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H.
Dalam bukunya dasar-dasar hukum pajak dan pajak pendapatan
adalah sebagai berikut:
“Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang
dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna
menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif
dalam mencapa kesejahteraan umum.(Erly, 2008:8).
b. Asas-asas pemungutan pajak
Dalam buku An Inguiry into the Nature and Causes of The Wealth of Nations yang ditulis oleh Adam Smith pada abat ke- 18 mengajarkan tentang asas-asas pemungutan pajak yang dikenal dengan
nama The Four Cannons atau The Four Maxims dengan uraian sebagai berikut:
1) Equality
Pembebanan pajak di antara subjek pajak hendaknya seimbang
dengan kemampuannya, yaitu seimbang dengan penghasilan yang
dinikmatinya dibawah perlindungan pemerintah. Dalam hal
13
sama Wajib Pajak harus diperlakukan sama dalam keadaan berbeda
Wajib Pajak harus diperlakukan berbeda.
2) Certainty
Pajak yang dibayar oleh Wajib Pajak harus jelas dan tidak
mengenal kompromi. Dalam asas ini kepastian hukum yang
diutamakan adalah mengenai subjek pajak, objek pajak, tarif pajak,
dan ketentuan mengenai pembayaran.
3) Convenience of Payment
Pajak hendaknya dipungut pada saat yang paling baik bagi Wajib
Pajak, yaitu saat yang paling dekat dengan saat diterimanya
penghasilan/keuntungan yang dikenakan pajak.
4) Economic of Collections
Pemungutan pajak hendaknya dilakukan sehemat dan seefisien
mungkin, jangan sampai biaya pemungutan pajak lebih besar dari
penerimaan pajak itu sendiri, karena pemungutan pajak tidak akan
ada artinya kalau biaya yang dikeluarkan lebih besar dari
penerimaan pajak yang akan diperoleh. (Erly, 2008:27).
c. Teori-teori pembenaran pemungutan pajak
1) Teori Asuransi
Negara dalam melaksanakan tugasnya, mencakup pula tugas
melindungi jiwa raga dan harta benda perseorangan. Oleh sebab
14
membayar pajak sebagai premi untuk mendapat perlindungan.
Teori ini sudah lama ditinggalkan dan sekarang praktis tidak ada
pembelanya lagi, sebab selain perbandingan ini tidak cocok dengan
kenyataan, yakni jika seseorang misalnya meninggal, kecelakaan
atau kehilangan, negara tidak akan mengganti kerugian seperti
halnya dalam asuransi. Disamping itu, tidak ada hubungan
langsung antara pembayaran pajak dengan nilai perlindungannya
terhadap pembayar pajak.
2) Teori Kepentingan
Menurut teori ini pembayaran pajak mempunyai hubungan dengan
kepentingan individu yang diperoleh dari pekerja negara. Makin
banyak individu yang menikmati jasa dari pekerjaan pemerintah,
makin besar juga pajaknya.
Teori ini meskipun masih berlaku pada retribusi sulit untuk
dipertahankan, sebab seorang miskin dan pengangguran yang
memperoleh bantuan dari pemerintah menikmati banyak sekali jasa
dari pekerjaan negara, tetapi mereka justru tidak membayar pajak.
3) Teori Daya Pikul/Teori Gaya Pikul
Teori ini mengemukakan bahwa pemungutan pajak harus sesuai
dengan kekuatan membayar dari Wajib Pajak (individu-individu),
jadi tekanan semua pajak-pajak harus sesuai dengan daya pikul
15
dan kekayaan, juga pengeluaran belanja Wajib Pajak tersebut.(Erly
Suandy,2008:28)
d. Hak Wajib Pajak
Hak-hak Wajib Pajak yang diatur dalam undang-undang perpajakan
adalah:
1) Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pengarahan dari fiskus.
2) Hak untuk membetulkan Surat Pemberitahuan (SPT).
3) Hak untuk memperpanjang waktu penyampaian SPT.
4) Hak untuk memperoleh kembali kelebihan pembayaran pajak.
5) Hak mengajukan keberatan.
6) Hak mengajukan banding.
7) Hak mengadukan pejabat yang membocorkan rahasia Wajib
Pajak.
8) Hak mengajukan permohonan untuk mengangsur atau menunda
pembayaran pajak.
9) Hak meminta keterangan mengenai koreksi dalam penerbitan
ketetapan pajak.
10) Hak memberikan alasan tambahan.
11) Hak mengajukan gugatan.
12) Hak untuk menunda penagihan pajak.
13) Hak memperoleh imbalan bunga.
16
15) Hak mengurangi penghasilan kena pajak dengan biaya yang telah
dikeluarkan.
16) Hak pengurangan berupa PTKP.
17) Hak menggunakan norma penghitungan penghasilan neto.
18) Hak memperoleh fasilitas perpajakan.
19) Hak untuk melakukan pengkreditan Pajak Masukan terhadap
Pajak Keluaran.
e. Kewajiban Wajib Pajak
Kewajiban Waib Pajak yang diatur dalam undang-undang perpajakan
adalah:
1) Kewajiban untuk mendaftarkan diri.
2) Kewajiban mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan
(SPT).
3) Kewajiban membayar atau menyetor pajak.
4) Kewajiban membuat pembukuan atau pencatatan.
5) Kewajiban mentaati pemeriksaan pajak.
6) Kewajiban melakukan pemotongan atau pemungutan pajak.
7) Kewajiban membuat faktur pajak. (Wirawan B Ilyas dan Richard
17
2. Tinjauan Umum Tentang Reformasi Perpajakan (Tax reforms)
Dalam rangka melaksanakan pengelolaan penerimaan pajak,
Direktorat Jenderal Pajak melakukan reformasi perpajakan (tax reforms) yang mencakup reformasi kebijakan (tax policy reforms) dan administrasi (administrative reform). Reformasi kebijakan dilakukan dengan menyempurnakan ketentuan perpajakan yang berlaku (misalnya Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pajak Penghasilan, Pajak pertambahan
Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah) sehingga ketentuan perpajakan
tersebut menjadi lebih adil (equality), pasti (legal certainty), sederhana dalam pemenuhan kewajiban (simplicity), netral (neutrality) sehingga menciptakan the level of playing field yang sama bagi para Wajib Pajak.
Reformasi administrasi perpajakan lebih diarahkan pada
pembaruan intern di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang mencakup
antara lain penyempurnaan struktur organisasi, penerapan sistem
administrasi perpajakan terpadu (misalnya SAPT dan SI DJP) yang
mampu mengawasi proses suatu pekerjaan dari awal hingga selesai
sehingga dapat menjadi instrument pengawasan bagi pimpinan di suatu
Kantor Pelayanan Pajak, meningkatkan integritas dan profesionalitas para
pegawai di lingkungan DJP, penerapan sistem pengawasan pembayaran
pajak secara on-line, membangun suatu basis data nasional yang bermanfaat sebagai sarana pengawasan terhadap kepatuhan Wajib Pajak.
Hasil reformasi administrasi perpajakan memberikan kemudahan,
18
dan haknya di bidang perpajakan sehingga dapat meningkatkan kepatuhan
sukarelanya dalam membayar pajak yang pada akhirnya meningkatkan tax coverage ratio dan sekaligus meningkatkan penerimaan pajak. (John Hutagaol dkk, 2006: 211).
3. Tinjauan Umum Tentang Pengertian Kepatuhan Perpajakan (Tax
Compliance).
Kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela
(voluntary of compliance) merupakan tulang punggung system self assessment. Menurut Prof. DR. H. Rochmat Soemitro, S.H system self assessment adalah penentuan atau besarnya pajak yang terutang diserahkan sepenuhnya kepada Wajib Pajak yang bersangkutan, dan Wajib
Pajak sendirilah yang harus menyusun dan menggunakan data-data yang
ada padanya untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.
Pihak administrasi pajak hanya melakukan pengontrolan atau pengawasan
dan pengecekan atas kebenaran jumlah pajak yang dihitung sendiri oleh
Wajib Pajak. Bila ternyata jumlah itu tidak benar berdasarkan bukti-bukti
yang nyata, Wajib Pajak akan dikenakan Surat Ketetapan Pajak ditambah
dengan sanksinya.
Prinsip self assessment system dalam membayar pajak adalah bahwa Wajib Pajak diwajibkan untuk menghitung, membayar dan
melaporkan pajak sendiri yang terutang sesuai ketentuan peraturan
19
yang terutang dipercayakan kepada Wajib Pajak sendiri melalui Surat
Pemberitahuan (SPT). (DJP, 2006:190).
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (KBBI, 1995: 1030),
istilah kepatuhan berarti tunduk atau patuh pada ajaran atau aturan. Dalam
perpajakan kita dapat memberi pengertian bahwa kepatuhan perpajakan
merupakan ketaatan, tunduk, patuh serta melaksanakan ketentuan
perpajakan. Jadi Wajib Pajak yang patuh adalah Wajib Pajak yang taat dan
memenuhi peraturan perundang-undangan perpajakan.
Kepatuhan Wajib Pajak dikemukan oleh D. Nowak (Siti, 2010:138)
sebagai “Suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban
perpajakan tercermin dalam situasi dimana:
a. Wajib Pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
b. Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas.
c. Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar.
d. Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya.
Safri Nurmatu (Siti, 2010:138) mengatakan bahwa kepatuhan
perpajakan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana Wajib Pajak
memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak
perpajakannya.
20
a. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak
memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan kepatuhan dalam
undang-undang perpajakan.
b. Kepatuhan material adalah suatu keadaan di mana Wajib Pajak
secara substantive atau hakekatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa undang-undang
perpajakan. Wajib Pajak yang memenuhi kepatuhan material adalah
Wajib Pajak yang mengisi dengan jujur, lengkap, dan benar Surat
Pemberitahuan (SPT) sesuai ketentuan dan menyampaikan ke KPP
sebelum batas waktu berakhir.
Menurut Chaizi Nasucha (Siti, 2010: 139) kepatuhan Wajib Pajak
dapat diidentifikasi dari :
a. Kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri;
b. Kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan (SPT);
c. Kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang; dan
d. Kepatuhan dalam pembayaran tunggakan.
Erard dan Feinstin (Siti, 2010:139) menggunakan teori psikologi
dalam kepatuhan Wajib Pajak, yaitu rasa bersalah dan rasa malu, persepsi
Wajib Pajak atas kewajaran dan keadilan beban pajak yang mereka
tanggung, dan pengaruh kepuasan terhadap pelayanan pemerintah.
Kemudian merujuk pada kriteria Wajib Pajak patuh menurut
Keputusan Menteri Keuangan NOMOR 192/PMK.03/2007, bahwa
21
a. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan,
b. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali
tunggakan pajak yang telah memperoleh izin mengangsur atau
menunda pembayaran pajak,
c. Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga
pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa
Pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut-turut; dan
d. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang
perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.
Maka pada prinsipnya kepatuhan perpajakan adalah tindakan
Wajib Pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksanaan yang
berlaku dalam suatu negara.
Predikat Wajib Pajak patuh dalam arti disiplin dan taat, tidak sama
dengan Wajib Pajak yang berpredikat pembayar pajak dalam jumlah
besar, tidak ada hubungan antara kepatuhan dengan jumlah nominal
setoran pajak yang dibayarkan pada kas negara. Karena pembayar pajak
terbesar sekalipun belum tentu memenuhi kriteria sebagai Wajib Pajak
patuh, meskipun memberikan kontribusi besar pada negara, jika masih
memiliki tunggakan maupun keterlambatan penyetoran pajak maka tidak
22
4. Tinjauan Umum Tentang Manfaat Predikat Wajib Pajak Patuh
Wajib Pajak patuh, adalah Wajib Pajak yang sadar pajak, paham
hak dan kewajiban perpajakannya dan diharapkan peduli pajak yaitu
melaksanakan kewajiban perpajakan dengan benar dan paham akan hak
perpajakannya. Wajib Pajak yang berpredikat patuh dalam pemenuhan
kewajiban perpajakan tentunya akan mendapat kemudahan dan fasilitas
yang lebih dibandingkan dengan pemberian pelayanan pada Wajib Pajak
yang belum atau tidak patuh. Fasilitas yang diberikan oleh Dirjen Pajak
terhadap Wajib Pajak patuh adalah sebagai berikut:
a. Pemberian batas waktu penerbitan Surat Keputusan Pengembalian
Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) paling lambat 3 (tiga)
bulan sejak permohonan kelebihan pembayaran pajak yang diajukan
Wajib Pajak diterima untuk Pajak Penghasilan (PPh) dan 1 (satu)
bulan untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN), tanpa melalui penelitian
dan pemeriksaan oleh Dirjen Pajak.
b. Adanya kebijakan percepatan penerbitan Surat Keputusan
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) menjadi
paling lambat 2 (dua) bulan untuk PPh dan 7 (tujuh) hari untuk PPN.
Bagi Wajib Pajak belum atau tidak patuh, fasilitas tersebut tidak
diberikan padanya, penerbitan SKPPKP harus menunggu penelitian dan
pemeriksaan yang memakan waktu, biaya.
Diberikannya fasilitas tidak dilakukan penelitian dan pemeriksaan
23
bahwa Wajib Pajak patuh merupakan Wajib Pajak yang taat dalam
pembayaran pajak, dan dalam mengisi Surat Pemberitahuan (SPT)
dilakukan dengan benar, lengkap, dan jelas. Sehingga tidak perlu
dilakukan penelitian dan pemeriksaan.( Siti, 2010:142).
5. Tinjauan Umum Tentang Hambatan Pemungutan Pajak
Usaha yang dilakukan oleh Wajib Pajak untuk meloloskan diri dari
pajak merupakan usaha yang disebut perlawanan terhadapat pajak. Usaha
tidak membayar pajak atau memanipulasi jumlah pajak maupun
meminimalisasikan jumlah pajak yang harus dibayar tentunya menjadi
hambatan dalam pemungutan pajak. Perlawanan terhadap pajak ini akan
mempengaruhi jumlah penerimaan negara dari sektor pajak. (Siti,
2010:143).
Berbagai bentuk perlawanan sebagai bentuk reaksi ketidakcocokan
ataupun ketidakpuasan terhadap diberlakukannya pajak seringkali
diwujudkan dalam bentuk:
a. Perlawanan pasif
Perlawanan pasif terdiri atas hambatan-hambatan yang mempersukar
ekonomi suatu negara, dengan perkembangan intelektual dan moral
penduduk, dengan tehnik pemungutan pajak itu sendiri.
24
Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan, yang secara
langsung ditujukan terhadap fiskus dan bertujuan untuk menghindari
pajak, diantaranya dapat dibedakan cara-cara, yakni:
1) Penghindaran diri dari pajak,
2) Pengelakan atau penyeludupan pajak,dan
3) Melalaikan pajak.(Tony, 2005:14).
6. Tinjauan Umum Tentang Surat Pemberitahuan (SPT)
a. Pengertian Surat Pemberitahuan
Surat Pemberitahuan adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak
untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek
pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pajak
yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam
masa pajak, dalam tahun pajak, atau dalam bagian tahun pajak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ada dua jenis Surat Pemberitahuan:
1) Surat Pemberitahuan Masa
Adalah surat pemberitahuan untuk suatu masa pajak. Masa pajak
adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk
menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam
suatu jangka waktu tertentu. Masa pajak sama dengan 1 bulan
25
Menteri Keuangan paling lama 3 bulan kalender. Surat
Pemberitahuan Masa ini dipakai oleh pemotong atau pemungut
pajak untuk melaporkan pajak yang dipotong atau dipungut dan
disetorkan dalam setiap masa.
2) Surat Pemberitahuan Tahunan
adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu tahun pajak atau bagian
tahun pajak. Tahun pajak adalah jangka waktu 1 tahun kalender
kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak
sama dengan tahun kalender. Bagian tahun pajak adalah bagian
dari jangka waktu 1 tahun pajak.
b. Fungsi Surat Pemberitahuan
1) Fungsi Surat Pemberitahuan bagi Wajib Pajak Penghasilan
adalah sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan
penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk
melaporkan tentang:
a) Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan
sendiri dan/atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak
lain dalam 1 Tahun pajak atau bagian tahun pajak;
b) Penghasilan yang merupakan objek pajak dan/atau bukan
objek pajak;
26
d) Pembayaran dari pemotongan atau pemungut tentang
pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau
badan lain dalam 1 Masa Pajak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
2) Bagi Pengusaha Kena Pajak, fungsi surat pemberitahuan adalah
sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan
penghitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah yang sebenarnya terutang untuk
melaporkan tentang:
a) Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran ;dan
b) Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan
sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak dan/atau melalui pihak
lain dalam satu Masa Pajak, sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
3) Bagi pemotong atau pemungut pajak, fungsi Surat
Pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan
mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut
dan disetorkannya. Kewajiban penyampaian Surat
Pemberitahuan (SP) oleh pemotong atau pemungut pajak
27
c. Kewajiban Wajib Pajak untuk mengisi Surat Pemberitahuan (SPT)
dengan benar, lengkap, dan jelas.
Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan
benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa indonesia dengan
menggunakan huruf latin, angka arap, satuan mata uang Rupiah dan
menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat
Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau
tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Yang
dimaksud dengan mengisi Surat Pemberitahuan adalah mengisi
formulir Surat Pemberitahuan, dalam bentuk kertas dan/atau dalam
bentuk elektronik, dengan benar, lengkap dan jelas sesuai dengan
petunjuk pengisian yang diberikan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
Yang dimaksud dengan benar, lengkap dan jelas dalam mengisi
Surat Pemberitahuan adalah:
1) Benar adalah benar dalam perhitungan, termasuk benar dalam
penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan,
dalam penulisan dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya;
2) lengkap adalah memuat semua unsur-unsur yang berkaitan
dengan objek pajak dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan
28
3) Jelas adalah melaporkan asal-usul atau sumber dari objek pajak
dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam Surat
Pemberitahuan (SPT).
d. Kewajiban untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan (SP) ke kantor
Direktorat Jenderal Pajak.
Surat Pemberitahuan yang telah diisi dengan benar, lengkap, dan jelas
tersebut wajib disampaikan ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat
Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) adalah:
1) Untuk Surat Pemberitahuan Masa, paling lama 20 hari setelah
akhir Masa Pajak,
2) Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib
Pajak Orang Pribadi, paling lama 3 bulan setelah akhir tahun pajak,
atau
3) Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib
Pajak Badan, paling lama 4 bulan setelah akhir tahun pajak.
29
7. Tinjauan Umum Tentang Kewajiban Pembukuan dan Pencatatan
a. Kewajiban Pembukuan
Kewajiban pembukuan menurut ketentuan perundang-undangan
perpajakan telah diatur dalam pasal 28 tentang Undang-Undang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Pada prinsipnya Wajib
Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas dan Wajib Pajak Badan di Indonesia, wajib menyelenggarakan
pembukuan. Namun, Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, dikecualikan dari kewajiban
menyelenggarakan pembukuan tetapi wajib melakukan pencatatan.
Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta,
kewajiban, modal penghasilan dan biaya, serta penjualan dan
pembelian, sehingga dapat dihitung besarnya pajak terutang.
b. Kewajiban Pencatatan
Pengaturan kewajiban pencatatan dengan tetap memperhatikan pasal
28 ayat (12) yang mengatur Bentuk dan Tata Cara Pencatatan,
selanjutnya dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
197/PMK.03/2007 telah mengatur hal tersebut yang diberlakukan bagi
Waib Pajak Orang Pribadi. Pengaturan tersebut meliputi:
1) Wajib Pajak Orang Pribadi yang dikecualikan dari kewajiban
menyelenggarakan pembukuan tetapi wajib menyelenggarakan
30
a) Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha
dan/atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan
menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma
Penghitungan Penghasilan Neto.
b) Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan usaha
dan/atau pekerjaan bebas.
2) Pencatatan harus diselenggarakan secara teratur dan mencerminkan
keadaan yang sebenarnya dengan menggunakan huruf latin, angka
arab, satuan mata uang rupiah, dan disusun dalam Bahasa
Indonesia.
3) Pencatatan dalam suatu tahun harus diselenggarakan secara
kronologis.
4) Catatan dan dokumen yang menjadi dasar pencatatan harus
disimpan ditempat tinggal Wajib Pajak atau tempat kegiatan usaha
atau pekerjaan bebas selama 10 tahun.
5) Pencatatan harus menggambarkan antara lain:
a) Peredaran atau penerimaan dan/atau jumlah penghasilan bruto
yang diterima dan/atau diperoleh.
b) Penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau penghasilan
yang pajaknya bersifat final.
6) Wajib Pajak yang mempunyai lebih dari satu jenis usaha dan/atau
31
untuk masing-masing jenis usaha dan/atau tempat usaha yang
bersangkutan.
7) Selain kewajiban untuk menyelenggarakan pencatatan Wajib Pajak
Orang Pribadi, harus menyelenggarakan pencatatan atas harta dan
kewajiban. (Waluyo, 2010:60).
8. Tinjauan Umum Tentang Ketetapan Pajak
Berbagai produk hukum yang dapat diterbitkan oleh Direktorat
Jenderal Pajak dalam hal ini Kantor Pelayanan Pajak untuk mengetahui
adanya kewajiban atau hak Wajib Pajak (WP) adalah berupa surat
ketetapan pajak terdiri atas 6 (enam) macam, yaitu
a. Surat Tagihan Pajak (STP)
Surat Tagihan Pajak adalah surat yang diterbitkan untuk melakukan
tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau
denda. Surat Tagihan Pajak dapat diterbitkan dalam hal-hal sebagai
berikut:
1) Apabila pajak penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang
dibayar.
2) Apabila dari hasil penelitian Surat Pemberitahuan terdapat
kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan/atau
salah hitung.
3) Apabila wajib pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda
32
4) Apabila pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan
undang-undang PPN dan perubahannya tidak melaporkan kegiatan
usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).
5) Apabila pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak tetapi membuat Faktur Pajak.
6) Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
tidak membuat atau membuat Faktur Pajak, tetapi tidak tepat waktu
atau tidak mengisi selengkapnya Faktur Pajak.
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
SKPKB adalah surat ketetapan pajak yang diterbitkan untuk
menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah
kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi,
dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.
c. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
SKPKBT adalah surat ketetapan pajak yang diterbitkan untuk
menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan dalam
SKPKBT.
Penerbitan SKPKBT dilakukan apabila ditemukan data baru (novum) dan/atau data yang semula belum terungkap yang dapat menyebabkan
penambahan pajak yang terutang.
d. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar pajak adalah surat ketetapan pajak
33
pajak yang diterbitkan untuk menentukan jumlah kelebihan
pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pada
pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang.
SKPLB akan diterbitkan jika ada permohonan tertulis dari Wajib
Pajak. Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) harus sudah menerbitkan
SKPLB paling lambat 12 bulan sejak permohonan diterima, kecuali
untuk kegiatan tertentu akan ditetapkan lain oleh Direktur Jenderal
Pajak.
e. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
SKPN adalah surat ketetapan pajak yang diterbitkan unutk menentukan
jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau
pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. (Wirawan dan Richard,
2008:47-52).
9. Tinjauan Umum Tentang Penagihan Pajak
Sistem self assessment telah memberikan kepercayaan penuh kepada masyarakat Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan,
menyetor, dan melaporkan pajaknya sendiri. Akan tetapi dalam
kenyataannya terdapat cukup banyak masyarakat yang dengan sengaja
atau dengan berbagai alasan tidak melaksanakan kewajibannya membayar
pajak sesuai ketetapan pajak yang diterbitkan. Oleh karenanya, untuk
mencairkan tunggakan pajak dilakukan tindakan penagihan pajak sesuai
34
Tindakan penagihan berdasarkan undang-undang tersebut
dilakukan baik secara persuasif maupun secara represif. Artinya, tindakan
penagihan diawali dengan surat teguran, namun bila Wajib Pajak tidak
mengindahkannya baru dilakukan tindakan secara paksa, dengan urutan
seperti dibawah ini:
a. Surat Teguran
Yang menjadi dasar penagihan pajak adalah adanya Surat Tagihan
Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat
Ketetapan Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan dan Putusan Banding yang
menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar ditambah.
Penerbitan surat teguran atau surat peringatan merupakan tindakan
awal dari pelaksanaan penagihan pajak dan pelaksanaannya harus
dilakukan sebelum dilanjutkan dengan penerbitan Surat Paksa (SP).
Surat teguran sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan pajak
dilakukan segera setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo
pembayaran yang tercantum dalam surat ketetapan pajak.
b. Surat Paksa
Ketentuan pasal 8 ayat (1) huruf a menyatakan” Surat Paksa
diterbitkan apabila penanggung Pajak tidak melunasi utang pajaknya
sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran.
Selanjutnya, pasal 8 ayat (1) huruf c, menyatakan Surat Paksa
35
sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau
penundaan pembayaran pajak.
Surat Paksa adalah surat perintah untuk membayar utang pajak dan
biaya penagihan pajak. Ada tiga hal yang menyebabkan diterbitkannya
Surat Paksa (SP), yaitu:
1) Apabila Penanggung Pajak (PP) tidak melunasi utang pajak sampai
dengan tanggal jatuh tempo dan telah diterbitkan Surat Teguran
atau Surat Peringatan,
2) Bahwa terhadap Penanggung Pajak telah dilakukan penagihan
seketika dan sekaligus,
3) Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan dalam keputusan
persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.
Surat Paksa yang akan disampaikan kepada Penaggung Pajak
dilakukan paling lambat setelah lampau waktu 21 (dua puluh satu) hari
setelah Surat Teguran diterbitkan.
c. Penyitaan
Penyitaan adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh Juru Sita Pajak
untuk menguasai barang Penangung Pajak guna dijadikan jaminan
untuk melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Pada prinsipnya tujuan penyitaan adalah untuk memperoleh jaminan
pelunasan utang pajak dari Penanggung Pajak. Oleh karenanya,
36
yang berada di tempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan, atau
tempat lain termasuk yang penguasaannya berada di tangan pihak lain
atau yang dijaminkan sebagai pelunasan utang tertentu.
d. Pelelangan
Lelang adalah setiap penjualan barang dimuka umum yang dipimpin
oleh Pejabat Lelang dengan cara penawaran harga secara terbuka/lisan
dan/atau tertutup/ tertulis yang didahului dengan pengumuman lelang.
Pelelangan merupakan tindakan hukum penagihan berikutnya untuk
melunasi utang pajak Wajib Pajak/Penanggung Pajak. Dasar hukum
pelaksanaan lelang diatur dalam Vendu Reglement (Peraturan Lelang, Stbl. 1908-198) dan Vendu instructie (Instruksi Lelang, Stbl. 1908-190) sebagai landasan penyelenggaraan lelang di Indonesia.(Wirawan
37
B. Kerangka Berfikir
Tabel 2.1
Skema Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan
Perorangan atau badan yang telah menjadi Wajib Pajak mempunyai
kewajiban untuk menaati atau mematuhi UU Perpajakan. Seperti membayar,
melapor, menyampaikan, mengembalikan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
Kewajiban Wajib Pajak menurut UU Perpajakan wajib dipenuhi oleh
Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Wajib Pajak Badan. Pemenuhan
kewajiban perpajakan oleh Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku
akan menciptakan kepatuhan Wajib Pajak baik Orang Pribadi maupun Badan.
Kepatuhan Wajib pajak Orang Pribadi maupun Wajib Pajak Badan jika
sama-sama memenuhi kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku maka akan menciptakan tingkat kepatuhan yang sama. Namun
demikian karena Wajib Pajak Orang Pribadi yang dalam pelaksanaan
pemenuhan kewajiban perpajakan dilaksanakan sendiri maka cenderung Wajib
pajak Orang Pribadi akan lebih taat karena diasumsikan segala resiko
kesalahan atas pemenuhan kewajiban ditanggung sendiri dengan segala resiko
sanksi produk hukum yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak setempat.
Kewajiban Wajib Pajak
OP dan Badan
Pemenuhan pelaporan
38
Berbeda halnya dengan Wajib Pajak Badan, karena masih dalam satu
unit usaha, maka komitmen atau tanggungjawab individu dalam turut andil
memenuhi kewajiban perpajakan masih sangat rendah, karena asumsi bahwa
kewajiban perpajakan dengan segala resikonya akan ditanggung oleh
perusahaan atau tempat mereka bekerja. Bisa juga karena faktor pimpinan
yang melakukan kewajiban setelah adanya teguran. Maka dapat disimpulkan
bahwa dalam pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak Orang pribadi
lebih tinggi tingkat kepatuhannya dibandingkan dengan Wajib Pajak Badan.
39
BAB III
Metode Penelitian
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian Deskriptif-Komparatif. Penelitian
Deskriptif (descriptive research) adalah jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejelas mungkin tanpa ada perlakuan
terhadap objek yang diteliti.
Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk mengetahui keadaan sesuatu
mengenai apa dan bagaimana, berapa banyak, sejauh mana, dan sebagainya
untuk menerangkan suatu peristiwa.(Suharsimi Arikunto, 2002:30).
Sedangkan komparatif dimaksudkan untuk membedakan atau
membandingkan hasil penelitian antara dua atau lebih kelompok penelitian.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di KPP Pratama di wilayah DIY, adapaun KPP
Pratama di wilayah DIY adalah:
a. KPP Pratama Yogyakarta
b. KPP Pratama Sleman
c. KPP Pratama Wates
40
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2011
C. Subyek dan Obyek Penelitian
1. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah Wajib Pajak yang telah menghitung,
menyetor, dan melaporkan pajaknya pada tahun 2007, 2008 ,2009 di KPP
Pratama Yogyakarta, KPP Pratama Sleman, KPP Pratama Wates, KPP
Pratama Wonosari.
2. Objek Penelitan
Objek penelitian ini adalah Tingkat Kepatuhan Pelaporan SPT
Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan dalam memenuhi
kewajiban perpajakan.
D. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. (Arikunto, 2006:130).
Populasi penelitian ini adalah seluruh Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan
yang telah menghitung, menyetor, dan melaporkan pajaknya pada tahun
2007, 2008, 2009 di KPP Pratama Yogyakarta, KPP Pratama Sleman, KPP
41
E. Variabel Penelitian
Variabel adalah konsep yang mempunyai nilai dan dapat diukur.
(Restu, 2010:159).
Variabel dalam penelitian ini adalah kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi
dan Wajib Pajak Badan dalam memenuhi kewajiban perpajakan.
F. Teknik Pengumpulan Data
Metode yang digunakan penulis dalam mengumpulkan data yaitu
dengan metode dokumentasi. Pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
pengambilan informasi dari dokumen-dokumen yang terkait dengan objek
penelitian dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Yogyakarta, Sleman, Wates,
Wonosari serta bahan pustaka lainnya.
G. Instrumen Penelitian
Instrumen merupakan alat bantu bagi peneliti dalam mengumpulkan
data. Dalam penelitian ini, instrumen yang digunakan berupa data yang
diperoleh dari KPP Pratama Yogyakarta, Sleman, Wates, Wonosari, yang
berisi data jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan dan jumlah Wajib
Pajak Orang Pribadi dan Badan yang menyetorkan/menyampaikan kembali
Surat Pemberitahuan (SPT).
Direktorat Jenderal Pajak telah memberikan target rasio kepatuhan