DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i LEMBAR HAK CIPTA ... Error! Bookmark not defined. LEMBAR PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN ... Error! Bookmark not defined.
LEMBAR PERNYATAAN ... Error! Bookmark not defined. KATA PENGANTAR... Error! Bookmark not defined. UCAPAN TERIMA KASIH ... Error! Bookmark not defined. ABSTRAK ... Error! Bookmark not defined. ABSTRACT ... Error! Bookmark not defined. DAFTAR ISI ... 1 DAFTAR TABEL ... 3 DAFTAR BAGAN... 3 BAB I PENDAHULUAN ... Error! Bookmark not defined. 1. Latar Belakang Masalah ... Error! Bookmark not defined. 2. Rumusan Masalah Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 3. Tujuan Penelitian... Error! Bookmark not defined. 3.1. Tujuan Umum ... Error! Bookmark not defined. 3.2. Tujuan Khusus ... Error! Bookmark not defined. 4. Manfaat Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 4.1 Manfaat Teoritis ... Error! Bookmark not defined. 4.2 Manfaat Praktis ... Error! Bookmark not defined. 5. Penjelasan Istilah ... Error! Bookmark not defined. 6. Struktur Organisasi Tesis... Error! Bookmark not defined. BAB II KAJIAN PUSTAKA... Error! Bookmark not defined. 2.1. Konsep Partisipasi Masyarakat dalam mengimplementasikan civic culture ... Error! Bookmark not defined.
2.2. Kebudayaan ... Error! Bookmark not defined. 2.2.1. Konsep Kebudayaan ... Error! Bookmark not defined. 2.2.2. Unsur-Unsur Kebudayaan ... Error! Bookmark not defined. 2.2.3. Sistem budaya ... Error! Bookmark not defined. 2.3 Konsep Nilai ... Error! Bookmark not defined. 2.4. Konsep Persepsi Masyarakat ... Error! Bookmark not defined. 2.5. Konsep Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development) ... Error!
Bookmark not defined.
2.6. Konsep Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan (Education
3.2.1. Partisipan ... Error! Bookmark not defined. 3.2.2.Tempat Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 3.3. Pengumpulan Data ... Error! Bookmark not defined. 3.3.1. Observasi... Error! Bookmark not defined. 3.3.2. Wawancara ... Error! Bookmark not defined. 3.3.3. Studi Dokumentasi : ... Error! Bookmark not defined. 3.3.4. Triangulasi Data ... Error! Bookmark not defined. 3.3.5 . Instrumen Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 3.4. Analisis Data ... Error! Bookmark not defined. 3.4.1. Reduksi Data ... Error! Bookmark not defined. 3.4.2. Display Data ... Error! Bookmark not defined. 3.4.3. Kesimpulan/Verifikasi ... Error! Bookmark not defined. 3.5 Isu Etik... Error! Bookmark not defined. BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN ... Error! Bookmark not defined. 4.1. Temuan Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... Error! Bookmark not defined. A. Keadaan Geografis ... Error! Bookmark not defined. B. Masyarakat Lamaholot ... Error! Bookmark not defined. 1. Asal Mula Masyarakat Lamaholot... Error! Bookmark not defined. 2. Pola Kepemimpinan Masyarakat Lamaholot ... Error! Bookmark not
defined.
3. Sistem Adat Perkawinan Masyarakat Lamaholot .... Error! Bookmark not defined.
4. Belis Dalam Adat Perkawinan Lamaholot ... Error! Bookmark not defined.
5. Tata Cara Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Lamaholot ... Error! Bookmark not defined.
4.1.2. Deskripsi Hasil Temuan ... Error! Bookmark not defined. A. Deskripsi Hasil Wawancara ... Error! Bookmark not defined. B. Deskripsi Hasil Observasi ... Error! Bookmark not defined. C. Deskripsi Hasil Studi Dokumentasi .... Error! Bookmark not defined.
1. Alasan masyarakat Lamaholot menggunakan GG sebagai Belis dalam upacara adat perkawinan... Error! Bookmark not defined. 2. Persepsi masyarakat Lamaholot terhadap konversi Belis GG ke bentuk
lain ... Error! Bookmark not defined. 3. Partisipasi masyarakat Lamaholot dalam pembangunan
berkelanjutan. ... Error! Bookmark not defined. 4.2 Pembahasan ... Error! Bookmark not defined.
1.2.1 Nilai GG sebagai Belis dalam upacara adat perkawinan masyarakat Lamaholot. ... Error! Bookmark not defined. A. Nilai logis ... Error! Bookmark not defined. B. Nilai etis ... Error! Bookmark not defined. C. Nilai estetis ... Error! Bookmark not defined. D. Nilai teologis ... Error! Bookmark not defined. 1.2.2 Persepsi masyarakat Lamaholot terhadap konversi wujud Belis GG ke
1.2.3 Konversi Belis GG sebagai upaya melaksanakan pembangunan
berkelanjutan ... Error! Bookmark not defined. BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI ... Error! Bookmark not defined.
5.1 Kesimpulan Umum ... Error! Bookmark not defined. 5.2 Simpulan Khusus ... Error! Bookmark not defined. 3.2 Implikasi ... Error! Bookmark not defined. 3.3 Rekomendasi ... Error! Bookmark not defined. 3.3.1. Bagi Masyarakat ... Error! Bookmark not defined. 3.3.2 Kepeda Pemerintah ... Error! Bookmark not defined. 3.3.3. Kepada Program Studi PKn ... Error! Bookmark not defined. 3.3.4 Kepada Peneliti Selanjutnya ... Error! Bookmark not defined. Daftar Pustaka ... Error! Bookmark not defined. Lampiran ... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Instrumen Penelitian ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.1 Hasil Wawancara ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.2 Hasil Observasi... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.3 Hasil Studi Dokumentasi ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.4 Dokumentasi Foto ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.5 Triangulasi Tehnik ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.6 Trianggulasi Sumber ... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR BAGAN
Bagan 3.1 Triangulasi dengan Tiga Sumber Data . Error! Bookmark not defined. Bagan 3.2 Triangualsi dengan Tiga Teknik Pengumpulan Data .. Error! Bookmark not defined.
Bagan 4.1 Struktur Kepemimpinan Masyarakat Lamaholot Error! Bookmark not defined.
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Kebudayaan di Indonesia banyak menggunakan simbol berupa benda-benda
yang mewakili suatu gagasan tertentu dalam setiap upacara adat. Walaupun
simbol bukanlah nilai itu sendiri, tetapi simbol sangatlah dibutuhkan untuk
kepentingan penghayatan akan nilai-nilai yang diwakilinya. Benda-benda tersebut
mengandung nilai dan norma yang sangat berguna dalam mengatur tata kehidupan
manusia. Namun seiring perjalanan waktu dan keterbatasan sumber daya alam
mengakibatkan benda-benda tersebut sulit untuk didapatkan. Salah satu budaya
yang turut terkena imbas dari kelangkaan tersebut adalah budaya perkawinan pada
masyarakat Lamaholot di Kabupaten Flores Timur-Nusa Tenggara Timur (NTT).
Masyarakat Lamaholot menggunakan Gading Gajah yang kemudian disingkat
GG sebagai Belis atau seserahan yang diberikan kepada keluarga perempuan pada
saat upacara adat perkawinan. Bagi masyarakat Lamaholot GG merupakan salah
satu benda yang digunakan dalam upacara perkawinan karena bagi masyarakat
Lamaholot memiliki nilai-nilai tertentu. Dalam perjalanan waktu seiring
perkembangan zaman, GG sulit ditemukan karena gajah telah menjadi salah satu
kategori hewan langkah yang tidak boleh diburu untuk diambil gadingnya.
Kondisi seperti yang dikemukakan diatas mengakibatkan pemenuhan tuntutan
adat perkawinan sulit dilaksanakan. Agar nilai-nilai budaya yang ada pada
masyarakat Lamaholot tetap berkelanjutan, maka dibutuhkan sebuah tindakan
penyesuaian yang mengakomodir konsep pelestarian budaya yang sesuai dengan
kondisi kekinian. Dengan demikian kiranya penting untuk mengkonversikan GG
dengan benda lain dalam adat perkawinan masyarakat Lamaholot. Hal ini
semata-mata untuk menjamin dan menjaga keberlanjutan adat perkawinan pada
budaya masyarakat Lamaholot.
Kebudayan diamini sebagai identitas pemiliknya. Pelestarian budaya
bangsa sebenarnya bermakna mempertahankan agar tidak hilang tergerus zaman
dengan pembangunan baik fisik maupun non fisik. Penyelarasan ini terjadi karena
adanya kesediaan dalam merealisasikan kebudayaan lokal secara lebih modern.
Paradigma seperti ini lahir dari konstruksi pembangunan pendidikan yang kuat
sehingga masyarakat tidak menempatkan budaya lokal sebagai hal yang kolot dan
tidak menarik.
Warisan budaya yang ditinggalkan oleh nenek moyang adalah suatu
kebanggaan yang dimiliki oleh setiap bangsa di dunia. Peradaban dan
kebudayaan yang ada tersebut tentunya di bentuk dari tata nilai yang luhur. Nilai
luhur tersebut kemudian diwariskan secara turun temurun dari generasi ke
generasi berikutnya. Mengingat dalam warisan tersebut terdapat
bermacam-macam nilai yang luhur maka harus dilestarikan bagi kepentingan
generasi berikutnya. Agar nilai-nilai tersebut tidak hilang ditelan zaman maka
kebudayaan harus disesuaikan dengan konteks kekinian sehingga tetap ada dan
bertahan didalam sebuah masyarakat.
Salah satu budaya yang berkembang dimasyarakat Indonesia pada
umumnya adalah upacara adat perkawinan. Semua daerah di Indonesia mempunyai
adat perkawinan yang berbeda-beda, karena indonesia terdiri dari berbagai macam
suku. Perbedaan ini baik dari makna dan simbol maupun tata cara yang digunakan
dalam upacara perkawinan. Dalam upacara perkawinan juga terkandung nilai-nilai
dan norma-norma yang sangat luhur dalam mengatur hubungan antara sesama
manusia.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1983) mengemukakan bahwa
upacara adat perkawinan karena adat dan upacara perkawinan sangat penting
karena adat perkawinan akan tetap ada didalam suatu masyarakat berbudaya.
Sekalipun tradisi perkawinan mengalami perubahan namun tetap menjadi unsur
budaya yang dihayati, karena adat perkawinan mengatur dan mengukuhkan suatu
bentuk hubungan yang sangat esensial antar manusia yang berlainan jenis. Dalam
adat perkawinan terkandung nilai dan norma yang sangat luas dan kuat untuk
mengatur dan mengarahkan tingkahlaku setiap individu dalam suatu masyarakat.
Pembinaan keluarga yang bahagia lahir batin, dengan menghayati nilai-nilai luhur
simbol-simbol serta tata krama dalam adat perkawinan adalah miniatur dari
kesatuan dan pembangunan bangsa. Dalam kaitannya dengan membina kesatuan
bangsa, adat perkawinan memegang peranan penting, karena memungkinkan
terjadinya perkawinan campur, baik antar suku bangsa maupun daerah. Dengan
demikian dapat mempercepat proses kesatuan bangsa dalam wujudnya yang
sempurna.
Dalam rangka menjaga kebudayaan agar tidak hilang ditelan zaman,
pemerintah telah mengeluarkan Aturan Bersama Menteri Dalam Negeri Dan
Menteri Kebudayaan Dan Pariwisata tentang kewajiban mempertahankan
kebudayaan. Aturan tersebut tertuang dalam Nomor : 42 tahun 2009 dan Nomor 40
Tahun 2009, tentang Pedoman Pelestarian Kebudayaan. Dalam Pasal 19 yang
berbunyi :
(1) Masyarakat berperan serta dalam pelestarian kebudayaan.
(2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui perorangan, organisasi kemasyarakatan bidang kebudayaan (lembaga adat, masyarakat adat, Desa, kelompok, perkumpulan, perhimpunan, atau yayasan), dan/atau forum komunikasi kebudayaan di provinsi, kabupaten/kota, dan Desa.
(3) Peran serta masyarakat serta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Berperan aktif dalam menanamkan pemahaman kebhinnekaan, memperkokoh jati diri bangsa, menumbuhkan kebanggaan nasional, dan mempererat persatuan bangsa;
b. Berperan aktif dalam mengembangkan kebudayaan melalui dialog, temu budaya, sarasehan, dan lain sebagainya; dan
c. Memberikan masukan dan membantu kepala daerah dalam pelestarian kebudayaan.
Dengan demikian maka setiap warga negara berkewajiban untuk berpartisipasi
dalam melestarikan budaya serta menghormati dan menghargai keberagaman yang
ada di Indonesia.
Konsep pembangunan berkelanjutan merupakan terobasan untuk
meningkatkan taraf hidup manusia dengan menyesuaikan keterbatasan sumber
daya alam dan kebutuhan manusia. Penyesuaian yang dilakukan manusia dalam
rangka memenuhi kebutuhannya turut mempengaruhi sebuah kebudayaan dan
yang dinamis. Ki Hajar Dewantara ( Sulasman dan Gumilar, 2013, hlm. 151) bahwa “budaya itu mengalami perubahan, yaitu ada waktunya lahir, tumbuh, maju, berkembang, berubah, menjadi tua dan mati, seperti hidup manusia.” Hal ini terkait
dengan teori evolusi kebudayaan, bahwa suatu budaya akan mengalami perubahan
sesuai dengan jamannya.
Bidang sosial-budaya merupakan salah satu perspektif yang diusung oleh
pembangunan berkelanjutan. Karena bidang sosial-budaya merupakan aspek
penting yang berkaitan dengan kehidupan banyak orang. Selain perspektif
sosial-budaya, pembangunan berkelanjutan juga mengusung aspek lainnya yakni
aspek lingkungan dan aspek ekonomi sebagai suatu kesatuan yang utuh dan
menyeluruh. Ketiga perspektif dimaksud diusung sebagai respon terhadap kondisi
kekinian masyarakat yang secara urgen hadir dalam suatu mata rantai
pembangunan. Urgensitas ketiga komponen ini secara signifikan terlihat dalam
komunitas dan kompetensi masyarakat global. Oleh karena itu dibutuhkan sebuah
pemahaman baru untuk menjamin dan mempersiapkan masyarakat agar tidak
gamang dalam menghadapi era globalisasi. Peningkatan pemahaman dan kesadaran
global tentang perkembangan dunia menjadi isu utama pembangunan
berkelanjutan.
Berbicara mengenai pembangunan berkelanjutan, yang sering muncul dibenak
setiap orang adalah pembangunan dalam bentuk fisik seperti rumah, jembatan,
jalan raya, pelestarian lingkungan dan berbagai hal lainnya. Namun lebih jauh dari
itu ada hal yang tidak kalah pentingnya dari pembangunan yang sekedar
berorientasi fisik. Pembangunan fisik harus didukung dengan pembangunan pola
pikir sehingga apapun yang dilakukan selalu berorientasi pada pertimbangan
rasional dan pertimbangan nurani yang luhur. Pertimbangan nurani yang luhur
terakumulasi dalam pemahaman dan pemaknaan nilai-nilai budaya yang terlihat
dalam tindakan nyata. Hal ini berfungsi untuk menyelaraskan ketersediaan sumber
daya alam yang semakin terbatas dengan tingginya animo konsumtif masyarakat
global.
Kesesuaian sumber daya alam yang tidak sesuai dengan kebutuhan manusia
berkelanjutan muncul sejak tahun 1890-an. Pada saat itu PBB melalui UNESCO
mencanangkannya sebagai tindakan nyata dalam memajukan perekonomian dan
perkembangan sosial serta pelestarian terhadap lingkungan hidup (Kemendiknas
2010). Pembangunan berkelanjutan yang dimaksudkan oleh UNESCO mengacu
pada peningkatan taraf hidup masyarakat dan pelaksanaan pembangunan yang
efisien dengan mempertimbangkan keberadaan lingkungan sebagai tempat yang
kondusif yang menjamin keberlangsungan hidup umat manusia. Selain itu
pemanfaatan sumber daya alam yang ada dalam lingkungan kehidupan manusia
juga harus menjamin pemenuhan kebutuhan jangka panjang serta
mempertimbangkan keberadaan generasi-generasi yang akan datang.
Implementasi pembangunan berekelanjutan mempertimbangkan ketiga
perspektif seperti yang dikemukakan oleh UNESCO diatas. Untuk itu dibutuhkan
instrumen khusus yang berfungsi untuk meningkatkan partisipasi masyarakat
sehingga kerangka pembangunan berkelanjutan dapat berjalan sesuai dengan
tujuannya. Instrumen khusus tersebut muncul dari penjabaran Education of
sustainable for development (ESD) yang secara khusus bertujuan untuk menDesain
melaksanakan serta mengevaluasi hal-hal yang berkaitan dengan pembangunan
baik yang telah dilaksanakan maupun yang akan dilaksanakan. Dengan demikian
aspek pendidikan dijadikan sebagai ujung tombak utama dalam merealisasikan dan
menjamin terciptanya partisipasi publik.
Partisipasi publik dimaksud dilakukan dengan mempertimbangkan
keberadaan masyarakat sebagai obyek dan subyek dari pembangunan itu sendiri.
Sebagai subyek pembangunan masyarakat dituntut utuk berperan aktif dalam
meningkatkan taraf hidupnya. Pemberdayaan yang dilakukan oleh pemerintah
semata-mata sebagai super sistem yang mendorong percepatan dalam mewujudkan
masyarakat madani/civil society. Dengan demikian berbicara tentang pembangunan
berkelanjutan sebenarnya mengarah pada perubahan sosial yang bertolak pada
pemahaman dari, oleh, dan untuk masyarakat.
Dalam konteks keindonesiaan kita kiranya konsep ESD harus ditopang
dengan pemahaman dari warga negara dalam mewujudkan partisipasi dimaksud.
cenderung konsumtif dan destruktif perlu ditanamkan dan dikembangkan mulai
dari pendidikan formal. Ruang yang kiranya tepat dalam membentuk karakter
warga negara melalui jalur pendidikan terakomodir melalui pendidikan
kewarganegaraan (PKn). Namun lebih lanjut, pemahaman terhadap pendidikan
kewarganegaraan harus juga mengarah pada lahirnya pola pendidikan lokal yang
secara teknis tidak dapat direalisasikan dalam pendidikan formal. Hal ini
mengingat PKn tidak hanya dapat dipelajari di persekolahan tetapi juga
dimasyarakat. Cogan (dalam Budimansyah dan Suryadi, 2008:5):
Citizenship education or education for citizenship...The more inclusive term and encompasses both these in-school experiences as well as out-of-school or non-formal/informal learning which takes place in the family, the religious organization, community organizations, the media etc, which help to shape the totality of the citizen.
Pernyataan diatas menunjukan bahwa pendidikan kewarganegaraan mencakup
pengalaman belajar disekolah dan diluar sekolah, seperti yang terjadi di
lingkungan keluarga, dalam organisasi keagamaan, dalam organisasi
kemasyarakatan.
Penjelasan diatas sesuai dengan salah satu tujuan dari Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn). Wahab dan Saprya, (2011, hlm. 311) mengemukakan tujuan PKn adalah “Untuk membentuk warga negara yang baik (to be good citizens).” Warga negara yang baik tentunya mampu berpikir dan bertindak sesuai
dengan tuntutan dan harapan negara. Azis Wahab (dalam Wahab dan Saprya, 2011,
hlm. 311) mengidentifikasi warga negara yang baik adalah “warga negara yang
memahami dan mampu melaksanakan dengan baik hak-hak dan kewajibannya sebagai individu warga negara, memiliki kepekaan dan tanggung jawab sosial ...”. Dengan berpartisipasi melestarikan budaya bangsa maka individu telah
menjalankan tujuan dari PKn karena mampu menjalankan kewajibannya sebagai
warga negara yang diharapkan oleh negara.
Upaya untuk mengubah perilaku dan gaya hidup bagi transformasi
masyarakat yang positif ini berkaitan dengan pembentukan karakter warga negara.
yang perlu dimiliki warga negara sehubungan dengan semakin beratnya tantangan
yang harus dihadapi dimasa mendatang. Karakteristik warga negara tersebut
meliputi, pertama; kemampuan mengenal dan mendekati masalah sebagai warga
negara masyarakat global. Kedua; kemampuan bekerjasama dengan orang lain
dan memikul tanggung jawab atas peran atau kewajibannya dalam masyarakat.
Ketiga; kemampuan untuk memahami, menerima, dan menghormati
perbedaan-perbedaan budaya. Keempat; kemampuan berpikir kritis dan sistematis.
Kelima; kemauan menyelesaikan konflik dengan cara damai tanpa kekerasan.
Keenam; kemauan mengubah gaya hidup dan pola makanan pokok yang sudah
biasa, guna melindungi lingkungan hidup. Ketujuh; memiliki kepekaan terhadap
dan mempertahankan hak azasi manusia (seperti hak kaum wanita, minoritas etnis,
dsb). Kedelapan; kemauan dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan
politik pada tingkatan pemerintahan lokal, nasional, dan internasional. Dengan
demikian pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan sangat berkaitan erat
dengan PKn.
Berkaitan dengan partisipasi dan karakter warga negara dalam kerangka
budaya maka penelitian ini berkenan untuk menelaah kondisi yang sedang terjadi
pada masyarakat Lamaholot. Secara khusus akan menelusuri hal-hal yang
berkaitan dengan pemanfaatan GG serta pengkonversiannya dalam menjamin
keberlangsungan upacara adat perkawinan. Kiranya kondisi riil kehidupan budaya
akan dijadikan obyek dalam penelitian ini. Hal ini senada dengan yang
dikemukakan oleh Somantri (dalam Wahab dan Saprya, 2011, hlm. 316); bahwa
“Objek studi Civics dan Civics Education adalah warga negara dalam
hubungannya dengan organisasi kemasyarakatan, sosial, ekonomi, agama, kebudayaan dan negara.” Dengan demikian kebudayaan sangat erat kaitannya dengan PKn karena merupakan salah satu objek kajian dari PKn. Penelitian ini
dilakukan tidak sekedar menelusuri fenomena yang terjadi namun lebih dari itu
diniati untuk memberikan konstruk pemikiran baru yang merujuk pada terciptanya
2. Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana dijelaskan diatas, maka
penulis mengidentifikasi hal-hal sebagai berikut;
1. Pergantian GG sebagai Belis dalam budaya Lamaholot dengan benda lain
dalam hal ini uang merupakan upaya melestarikan budaya. Sebab
penggunaan GG sebagai Belis dalam budaya Lamaholot sudah tidak relevan
dengan kondisi saat ini karena gajah telah dimasukan kedalam kategori
hewan langka yang mengakibatkan berkurangnya peredaran GG.
2. Sebagai upaya menjamin keberlangsungan adat perkawinan maka
masyarakat Flores Timur yang berbudaya Lamaholot menggunakan uang
sebagai pengganti GG dalam upacara perkawinannya.
3. Bagi masyarakat Lamaholot GG memiliki nilai tersendiri dalam adat
perkawinan. Oleh karena itu nilai-nilai yang terkandung dalam GG sebagai
Belis harus tetap dipertahankan.
4. GG yang telah digantikan dengan benda lain (uang) diberikan kepada
keluarga perempuan sebagai legalitas dari perkawinan dimaksud, dengan
tidak mengabaikan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam sebuah GG
sebagai Belis.
Identifikasi masalah diatas merupakan fenomena lapangan. Fenomena
dimaksud terjadi karena ada niat baik dari masyarakat Lamaholot untuk
menyesuaikan kebudayaan dengan kebutuhan riil yang sejalan dengan tuntutan
zaman. Dengan demikian selanjutnya penelitian ini akan berfokus pada partisipasi
masyarakat dalam pembangunan berkelanjutan bidang kebudayaan. Agar
penelitian ini lebih terarah dan terfokus maka adapun pertanyaan penelitian yang
disarikan dari identifikasi masalah diatas adalah sebagai berikut:
1.Mengapa masyarakat Lamaholot menggunakan GG sebagai Belis dalam
upacara adat perkawinan?
2.Bagaimana persepsi masyarakat Lamaholot terhadap konversi Belis GG ke
3.Bagaimana partisipasi masyarakat Lamaholot dalam pembangunan
berkelanjutan?
3. Tujuan Penelitian
3.1. Tujuan Umum
Sebagaimana yang terdapat dalam rumusan masalah, penelitian ini
bertujuan untuk mendeskripsikan fenomena yang berkembang di masyarakat
tentang; Konversi Belis GG dalam upacara adat perkawinan pada masyarakat
Lamaholot di Kabupaten Flores Timur - Nusa Tenggara Timur, dengan
mendeskripsikan bagaimana partisipasi warga negara dalam mendukung
pembangunan berkelanjutan.
3.2. Tujuan Khusus
1.Mendeskripsikan alasan masyarakat Lamaholot menggunakan GG sebagai
Belis dalam upacara adat perkawinan.
2.Mendeskripsikan bagaimana persepsi masyarakat Lamaholot terhadap
konversi Belis GG ke bentuk lain.
3.Mendeskripsikan bagaimana partisipasi masyarakat Lamaholot dalam
pembangunan berkelanjutan.
4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara keilmuan
(teoritik) maupun empirik (empiris).
4.1 Manfaat Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan
sumbangan pemikiran atau bahan kajian bagi perkembangan Pendidikan
Kewarganegaraan khususnya partisipasi masyarakat (civic participation)
dalam menyikapi perubahan sosial-budaya menuju pembangunan
berkelanjutan dalam bidang sosial-budaya. Penelitian ini kiranya dapat
menjadi bahan pembelajaran dalam pendidikan kewarganegaraan maupun
bagi pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan, khususnya dalam bidang
lainnya agar mampu menyesuaikan tuntutan kebudayaan dengan
perkembangan dan kondisi zaman. Selain itu hasil penelitian ini dapat
memberikan gambaran tentang keanekaragaman budaya yang ada di
Indonesia, serta menjadi acuan bagi peneliti selanjutnya untuk menggali
kembali partisipasi masyarakat dalam pembangunan budaya yang
berkelanjutan.
4.2 Manfaat Praktis
Manfaat praktis dapat dijabarkan sebagai berikut;
1) Berkontribusi positif terhadap berbagai pihak mengenai pentingnya
partisipasi masyarakat dalam pembangunan berkelanjutan khususnya
bidang kebudayaan.
2) Bagi peneliti: dapat mengetahui Fenomena yang berkembang
dimasyarakat dalam bidang pembangunan berkelanjutan khususnya
aspek kebudayaan dalam hal ini adat perkawinan.
3) Bagi masyarakat Lamaholot: melalui penelitian ini diharapkan agar
budaya perkawinan dalam masyarakat Lamaholot dapat terus dilestarikan
dengan menyesuaikan kondisi perkembangan zaman serta konteks
pembangunan berkelanjutan.
4) Bagi pemerintah: secara khusus penelitian ini bisa dijadikan acuan bagi
pemerintah daerah maupun pusat untuk meningkatkan partisipasi warga
negara dalam pembangunan berkelanjutan khususnya bidang budaya.
5) Bagi masyarakat umum: penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk
menambah wawasan keilmuan sekaligus sebagai stimulus untuk
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan berkelanjutan
khususnya dalam bidang budaya.
5. Penjelasan Istilah
Perlu adanya penjelasan istilah dan pembatasan pengertian dari berbagai
istilah yang digunakan dalam tesis ini. Penjelasan-penjelasan tersebut adalah
1. Partisipasi warga negara merupakan bentuk tindakan yang dilakukan oleh
warga negara dalam menjalankan hak dan kewajibannya sebagai warga
negara. Partisipasi warga negara pada awalnya lebih berfokus pada bidang
politik. Hadirnya konsep pembangunan berkelanjutan mendorong lahirnya
paradigma baru tentang partisipasi warga negara yang juga menyentuh
perspektif sosial-budaya, ekonomi dan lingkungan.
2. Masyarakat Lamaholot merupakan komunitas masyarakat yang terdiri dari
berbagai suku yang mempunyai latar belakang budaya dan tradisi yang
sama. Masyarakat Lamaholot ini menetap di kabupaten Flores Timur dan
Lembata, namun tidak semua masyarakat yang menetap di wilayah ini
termasuk masyarakat Lamaholot. Karena terdapat warga pendatang dari
daerah lain dan juga ada beberapa daerah yang tidak termasuk dalam
komunitas masyarakat Lamaholot.
3. Konversi adalah perubahan dari suatu bentuk ke bentuk yang lain.
4. Belis merupakan seserahan yang harus diberikan kepada keluarga
mempelai perempuan sebagai syarat pengesahan suatu perkawinan secara
adat.
5. Gading gajah adalah taring gajah yang dalam masyarakat Lamaholot
digunakan sebagai Belis dalam upacara adat perkawinan.
6. Konversi Belis GG adalah penggunaan benda lain untuk mewakili wujud
GG dalam upacara adat perkawinan masyarakat Lamaholot.
7. Wajaklolon merupakan tempat menaruh sirih pinang, tembakau dan daun lontar. Dalam adat perkawinan wadah ini dijadikan tempat meletakan uang
sebagai pengganti wujud GG yang kemudian akan diberikan kepada pihak
perempuan.
6. Struktur Organisasi Tesis
Struktur penulisan tesis yang akan ditulis terdiri dari 5 bab, yakni:
Bab I tentang pendahuluan yang mendeskripsikan latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi
Bab II tentang kajian pustaka yang meliputi; partisipasi masyarakat,
kebudayaan, konsep nilai, konsep pembangunan berkelanjutan, konsep
pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan, penelitian terdahulu, dan
kerangka penelitian.
Bab III tentang metode penelitian. Adapun sub bab yang dibahas dalam
bab ini mencakup lokasi dan subjek penelitian, pendekatan dan metode
penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data,
teknik analsis data, keabsahan temuan penelitian serta tahap-tahap
pelakasanaan penelitian di lapangan.
Bab IV tentang temuan dan pembahasan. Pada bab ini dibahas tentang
gambaran umum lokasi penelitian, deskripsi hasil penelitian serta pembahasan
hasil penelitian.
Bab V tentang kesimpulan dan rekomendasi. Pada bab ini dibagi menjadi
BAB III
METODE PENELITIAN
1.1. Desain Penelitian
3.1.1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Menurut
Bogdan dan Taylor dalam Moleong, (2007, hlm.4) “penelitian kualitatif
sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat
diamati.” Pendekatan penelitian kualitatif merupakan sebuah metode
penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme. Seperti yang
dikemukakan oleh Sugiyono (2011, hlm.15) bahwa “Metode penelitian
kualitatif adalah metode yang berlandaskan pada filsafat postpostivisme.
Metode kualitatif meneliti kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawan
eksprimen) dimana penelitian adalah sebagai instrumen kunci, pengembalian
sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowball.”
Filsafat ini sering juga disebut sebagai paradigma interpretif dan
konstruktif, yang memandang realitas sosial sebagai sesuatu yang
holistic/utuh, kompleks, dinamis, penuh makna, dan hubungan gejala bersifat
interaktif. Moleong mengatakan bahwa “pendekatan ini diarahkan pada
latar dan individu secara holistik (utuh). Jadi dalam hal ini tidak boleh
mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis,
tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari sesuatu keutuhan.” Penelitian
kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena melalui pengumpulan data
sedalam-dalamnya. Tradisi kualitatif sangat bergantung pada pengamatan
mendalam perilaku manusia dan lingkungannya.
Pendekatakan penelitian kualitatif disebut juga dengan pendekatan
penelitian naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada obyek yang
alamiah yaitu obyek yang berkembang apa adanya, tidak dimanipulasi oleh
peneliti dan kehadiran peneliti tidak mempengaruhi dinamika tersebut. Istilah
alamiah, apa adanya dalam situasi normal dan menekankan pada deskripsi
secara alami. Pengambilan data atau penjaringan fenomena dilakukan dari
keadaan yang sewajarnya (pengambilann data secara alami atau natural).
Berdasarkan pendapat di atas, pendekatan kualitatif adalah pendekatan yang
naturalisitik karena situasi lapangan apa adanya dan tidak manipulasi.
Dalam penelitian ini, diharapkan peneliti dapat memperoleh informasi
dan data yang akurat mengenai penelitian. Alasan lainnya mengapa peneliti
memilih pendekatan kualitatif naturalistik adalah disebabkan data yang akan
diperoleh dari lapangan lebih banyak menyangkut perbuatan dan ungkapan
kata-kata dari responden yang sedapat mungkin bersifat alami, tanpa adanya
rekayasa serta pengaruh dari luar. Sebagaimana Moleong (2003:3)
mengatakan bahwa “penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang
menghasilkan data kualitatif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari
perilaku orang-orang yang diamati.”
3.1.2.Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode fenomenologi. Fenomenologi
merupakan tradisi penelitian kualitatif yang berakar pada filosofi dan
psikologi, serta berfokus pada pengalaman hidup manusia. Pendekatan
fenomenologi hampir serupa dengan pendekatan hermeneutics yang
menggunakan pengalaman hidup sebagai alat untuk memahami secara lebih
baik tentang sosial budaya, politik atau konteks sejarah dimana pengalaman
itu terjadi. Penelitian ini akan berdiskusi tentang suatu objek kajian dangan
memahami inti pengalaman dari suatu fenomena. Peneliti akan mengkaji
secara mendalam isu sentral dari struktur utama suatu objek kajian dan selalu
bertanya "apa pengalaman utama yang akan dijelaskan informan tentang
subjek kajian penelitian". Peneliti memulai kajiannya dengan ide filosofikal
yang menggambarkan tema utama. Translasi dilakukan dengan memasuki
wawasan persepsi informan, melihat bagaimana mereka melalui suatu
pengalaman, kehidupan dan memperlihatkan fenomena serta mencari makna
Metode fenomenologi berfokus pada pengalaman subyektif manusia
dan interpretasi dunia. Fenomenologi juga menekankan aspek subjektif dari
perilaku manusia. Oleh karena itu peneliti berusaha untuk masuk ke dalam
dunia konseptual para pemangku adat, tokoh masyarakat dan masyarakat
Lamaholot sehingga peneliti mengerti apa dan bagaimana peran dan
partisipasi masyarakat dalam membangun kebudayaan yang berkelanjutan.
Sebagaimana dijelaskan Schutz dalam Sudikin (2002) bahwa tugas
fenomenologi adalah menghubungkan antara pengetahuan ilmiah dengan
pengalaman sehari-hari dari kegiatan dimana pengalaman dan pengetahuan
berakar. Selanjutnya Husserl dalam Sudikin menambahkan bahwa
fenomenologi menggunakan intuisi sebagai sarana untuk mencapai kebenaran.
Beberapa kata kunci dari fenomenologi menurut Husserl (dalam Sudikin,
2003, hlm. 36) adalah sebagai berikut:
1.Fenomena adalah realitas esensi atau dalam fenomena tercakup pula
nomena;
2.Pengamatan adalah aktivitas spiritual atau rohani;
3.Kesadaran adalah sesuatu yang intensional (terbuka dan terarah pada
objek), dan
4.Substansi adalah hal kongkrit yang menggambarkan isi dan struktur
kenyataan dan sekaligus bisa terjangkau
Penelitian fenomenologi mencoba menjelaskan atau mengungkapkan
konsep fenomena pengalaman yang didasari oleh kesadaran yang terjadi pada
beberapa individu. Penelitian ini dilakukan dalam situasi yang alami,
sehingga tidak ada batasan dalam memaknai atau memahami fenomena yang
dikaji. Menurut Craswell (1998, hlm.54) “pendekatan fenomenologi menunda
semua penilaian tentang sikap yang alami sampai ditemukan dasar tertentu”.
Penundaan ini biasa disebut jangka waktu. Konsep jangka waktu adalah
membedakan wilayah data (subyek) dengan interpretasi peneliti. Konsep ini
menjadi pusat dimana peneliti menyusun dan mengelompokkan dugaan awal
Tradisi fenomenologi berkonsentrasi pada pengalaman pribadi termasuk
bagian dari individu-individu yang ada saling memberikan pengalaman satu
sama lainnya. Komunikasi dipandang sebagai proses berbagi pengalaman
atau informasi antar individu melaui dialog. Hubungan baik antar individu
mendapat kedudukan yang tinggi dalam tradsi ini. Dalam tradisi ini, bahasa
adalah wakil suatu pemaknaan pada suatu benda. Jadi, satu kata saja sudah
dapat memberikan pemaknaan pada suatu hal yang ingin di maknai.
Inti dari tradisi fenomenologi adalah mengamati kehidupan dalam
keseharian dalam suasana yang alamiah. Tradisi memandang manusia secara
aktif menginterpretasikan pengalaman mereka sehingga mereka dapat
memahami lingkungannya melalui pengalaman personal dan langsung dengan
lingkungannya. Titik berat tradisi fenomenologi adalah pada bagaimana
individu berpresepsi serta memberikan interpretasi pada pengalaman
subyektifnya.
3.2. Partisipan Dan Tempat Penelitian
3.2.1. Partisipan
Untuk menentukan partisipan atau informan peneliti harus benar-benar
mampu mewakili dalam memberikan informasi yang selengkaplengkapnya dan
akurat. Penentuan informan dalam penelitian ini secara purposive sampling
yaitu menentukan subyek atau obyek penelitian sesuai dengan pertimbangan
pribadi yang sesuai dengan tujuan penelitian. Seperti yang dikemukakan oleh
Satori dan Komariah (2009, hlm. 48) “Dengan menggunakan pertimbangan
pribadi yang sesuai dengan topik penelitian, peneliti memilih subjek/objek
sebagai unit analisis. Purposive sampling dipilih agar informan dalam
penelitian benar-benar dapat menjawab tujuan penelitian. Oleh karena itu
peneliti memilih subyek penelitian berdasarkan penilaian peneliti. Dalam hal
ini peneliti mencari pihak-pihak yang telah memiliki pengalaman yang
berkaitan dengan fenomena yang akan diteliti. Adapun pihak yang akan
dijadikan objek penelitian adalah Para pemangku adat, tokoh masyarakat
3.2.2.Tempat Penelitian
Lokasi dalam sebuah penelitian adalah hal yang sangat penting,
karena dengan menentukan lokasi penelitian maka penelitian dapat menjadi
jelas dan terarah. Penelitian ini dilakukan pada masayarakat Lamaholot di
Kabupaten Flores Timur khususnya di Kelurahan Waibalun. Lokasi
penelitian ini dipilih karena pada pra penelitian peneliti melihat ada
sebagian kecil masyarakat yang sudah mulai mengkonversikan Belis GG ke
bentuk lain. Dengan demikian akan membuka peluang bagi adanya
pembangunan berkelanjutan khususnya dalam bidang budaya.
3.3. Pengumpulan Data
Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dapat dilakukan dengan
berbagai cara. Untuk itu, peneliti perlu menyampaikan teknik pengumpulan data
yang digunakan. Penelitian ini akan mengobservasi subyek penelitiannya dengan
mewawancarai secara mendalam dan mendokumentasikan data-data yang relevan
dengan masalah yang diteliti secara alamiah. Sehingga keikutsertaan penulis
dalam observasi tidak sebagai suatu tindakan investigatif juga aktivitas
wawancara mendalam tidak terasa sebagai suatu upaya penggalian informasi oleh
subjek penelitian.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam memperoleh data dan
mengumpulkan data dalam penelitian ini yaitu observasi, wawancara dan studi
dokumentasi.
3.3.1. Observasi
Menurut Cresswell (2010, hlm.267) “observasi yang dilakukan dalam
penelitian kulitatif adalah observasi yang didalamnya peneliti langsung turun
kelapangan untuk mengamati perilaku dan aktivitas individu-individu
dilokasi penelitian.” Dengan observasi memungkinkan pengambilan data yang dilakukan oleh peneliti dengan cara melakukan penggamatan langsung
menyangkut segala hal yang berkaitan dengan penelitian. Pengamatan yang
menemukan fakta baru dilokasi penelitian. Dalam kegiatan observasi peneliti
terlibat langsung dengan kegiatan keseharian subjek penelitiannya, sambil
melakukan pengamatan peneliti ikut serta dalam dinamika kehidupan
informan yang telah ditentukan.
Menurut Bungin (2007, hlm 115) “bentuk observasi yang dilakukan
dalam penelitian kualitatif salah satunya yaitu observasi partisipatif.”
Selanjutnya Stainback (dalam Sugiono, 2011, hlm.227) menyatakan “in
participant observation, the researcher what people do, listen to what they
say, and participates in thei activities.” Senada dengan yang dikemukakan
oleh Kuswarno (2008) yang menyatakan dalam observasi partisipatif, peneliti
mengamati apa yang dikerjakan orang, mendengarkan apa yang mereka
ucapkan, dan berpartipasi dalam aktivitas mereka. Dengan observasi
partisipatif data yang diperoleh akan lebih lengkap serta tajam. Kreatifitas
peneliti juga dibutuhkan karena pada prakteknya, metode ini memerlukan
berbagai keahlian peneliti. Ada berbagai manfaat yang akan didapatkan
dengan melakukan obeservasi, seperti yang dkemukakan oleh Patton (dalam
Sugiono, 2011, hlm. 228) bahwa salah satu manfaat melakukan observasi
yaitu “melalui pengamatan di lapangan, peneliti tidak hanya mengumpulkan
daya yang kaya, tetapi juga memperoleh kesan-kesan pribadi, dan merasakan
suasana situasi sosial yang diteliti.”
Teknik observasi ini digunakan untuk mengamati secara langsung
tentang data-data yang diperlukan untuk mengetahui bagaimana partisipasi
masyarakat Lamaholot dalam menyikapi perubahan sosial budaya untuk
membangun kebudayaan yang berkelanjutan. Dengan teknik observasi ini
juga akan membantu untuk memberikan gambaran mengenai hasil penelitian
yang ingin didapat dalam penelitian ini.
3.3.2. Wawancara
Dalam sebuah penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif
tentunya tidak terlepas dari motode wawancara. Metode wawacara adalah
informan dengan cara bercakap-cakap secara tatap muka dan mempunyai
maksud dan tujuan tertentu. Seperti yang dikemukakan oleh Moleong (2007)
wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu
dilakukan oleh dua pihak, yang mana salah satu memberikan pertanyaan dan
salah satunya menjawab. Maksud dari percakapan tersebut tentunya tidak
terlepas dari tujuan penelitian.
Penelitian ini menggunakan bentuk wawancara semi-terstruktur.
Wawancara mendalam atau tidak terstruktur hampir sama dengan percakapan
informan (Mulyana, 2008, hlm.181). Wawancara jenis ini dilakukan karena
bersifat luwes, susunan pertanyaan diubah saat wawancara dilaksanakan,
disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi informan yang dihadapi. Oleh
karena itu sifatnya lebih bebas dan bisa mengikuti minat atau perhatian
narasumber.
Dalam hal pertanyaan pada wawancara semi-terstruktur Smith (dalam
Sobur, 2013, hlm.435) menyatakan; “peneliti merancang serangkaian
pertanyaan yang disusun dalam suatu daftar wawancara, tetapi daftar tersebut
digunakan untuk menuntun bukan untuk mendikte wawancara tersebut”.
Sobur (2013) juga menambahkan melalui cara seperti ini akan memfasilitasi
terbentuknya hubungan atau empati, memungkinkan keluwesan yang lebih
besar dalam peliputan dan memungkinkan wawancara untuk memasuki
daerah-daerah baru. Namun dalam menggunakan bentuk wawancara
semi-struktur ini apabila peneliti tidak bisa mengontrol situasi dan kondisi
saat pelaksanaan wawancara akan membutuhkan waktu yang lama dan lebih
sulit untuk dianalisis.
Bentuk wawancara semi-tersrtuktur ini dipergunakan untuk
mengadakan komunikasi dengan pihak-pihak terkait atau subjek penelitian
dalam hal ini pemangku adat dalam rangka memperoleh penjelasan atau
informasi tentang hal-hal yang belum tercantum dalam observasi dan
3.3.3. Studi Dokumentasi :
Walaupun dikatakan bahwa sumber diluar kata dan tindakan
merupakan sumber kedua, jelaslah tidak bisa diabaikan. Hadari (2005,
hlm.133) menyatakan bahwa studi dokumentasi adalah “cara pengumpulan
data melalui peninggalan tertulis terutama berupa arsip-arsip dan termasuk
juga buku mengenai pendapat, dalil yang berhubungan dengan masalah
penyelidikan.” Sumber tertulis akan memberikan banyak informasi yang
dibutuhkan dan mungkin tidak didapatkan saat melakukan wawancara.
“Dilihat dari segi sumber data, bahan tambahan yang berasal dari sumber tertulis dapat dibagi atas sumber buku dan majalah ilmiah, sumber dari arsip,
dokumen pribadi, dan dokumen resmi,” Moleong, (2007. hlm.159).
Melalui sumber tertulis ini peneliti, membaca, mencari, mengumpulkan
buku-buku, jurnal-jurnal, arsip-arsip atau sumber ilmiah lainnya yang relevan
dengan permasalahan yang diteliti. Hal ini dilakukan oleh peneliti untuk
mempermudah mempelajari, mencermati, dan menggambarkan situasi
kejadian, dan menuliskannya sebagai suatu karya ilmiah yang dianggap
penting, agar data yang dihasilkan lebih akurat.
Studi dokumen dilakukan untuk mengumpulkan data yang bersumber
dari arsip dan dokumen baik yang berada dalam masyarakat Lamaholot
ataupun dalam berbagai sumber lainnya, yang ada hubungannya dengan
penelitian ini. Studi dokumentasi ini akan digunakan untuk mengumpulkan
data tentang masyarakat Lamaholot, terutama yang terkaitan dengan
nilai-nilai pada budaya perkawinan.
3.3.4. Triangulasi Data
Triangulasi merupakan salah satu metode yang paling umum di pakai
dalam uji validitas penelitian kualitatif. Metode triangulasi di dasarkan pada
filsafat fenomenologi. Fenomenologi merupakan aliran filsafat yang
mengatakan bahwa kebenaran bukan terletak pada peneliti, melainkan realitas
objek itu sendiri. untuk memperoleh kebenaran, secara epistimologi harus
triangulasi dengan metode ini dilakukan untuk “melakukan pengecekan
terhadap penggunaan metode pengumpulan data, apakah informasi yang
didapat dengan metode interview sama dengan metode observasi, atau apakah
hasil observasi sesuai dengan informasi yang diberikan ketika di interview.”
Karena yang dicari adalah suatu penjelasan berupa kata-kata, maka
tidak mustahil terdapat kekeliruan antara kenyataan dengan kenyataan yang
sesungguhnya. Dalam penelitian ini menggunakan trianggulasi sumber untuk
meningkatkan kepercayaan penelitian dengan mencari data dari sumber yang
beragam yang masih terkait satu sama lain. Untuk meneliti tentang fenomena
ini peneliti menggali data dari enam pemangku adat. Praktik trianggulasi data
dalam penelitian ini akan tergambar dari kegiatan wawancara dengan
bertanya pada partisipan A, dan mengklarifikasikannya dengan informan B
serta mengeksplorasikannya pada informan C. (Satori dan Komariah, 2009).
Data dari keenam sumber tersebut dideskripsikan, dikategorisasikan, mana
pandangan yang sama, mana yang berbeda dan mana yang spesifik dari
keenam data tersebut. Data yang dianalisis kemudian menghasilkan suatu
kesimpulan selanjutnya dimintakan persetujuan dari keenam sumber data
tersebut.
Selain menggunakan trianggulasi sumber, penelitian ini juga
menggunakan trianggulasi teknik. Triangulasi teknik, berarti peneliti
menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk
mendapatkan data dari sumber yang sama. Data tersebut antara lain hasil
observasi, wawancara dan dokumentasi. Berikut ini adalah bagan triangulasi
Dikembangkan oleh Peneliti (2015)
Triangulasi berdasarkan tiga sumber data dilakukan untuk memperkuat
pengambilan kesimpulan mengenai pelbagai aspek yang dikaji dalam penelitian,
dimana jika hasil wawancara dari ketiga responden tersebut mempunyai kesamaan
maka itulah yang dianggap sebagai jawaban sebenarnya (hasil temuan).
Dikembangkan oleh Peneliti (2015)
Triangularasi berdasarkan tiga teknik pengumpulan data dimaksudkan untuk
mengetahui derajat kesesuaian anatara hasil wawancara, pengamatan (observasi)
dan studi dokumentasi, sehingga dapat dijadikan sebagai dasar dalam
pengambilan kesimpulan hasil penelitian. Pemangku
adat
Tokoh Masyarakat
Masyarakat Lamaholot di Kelurahan Waibalun
Bagan 3.2 Triangualsi dengan Tiga Teknik Pengumpulan Data
Wawancara Observasi
Studi dokumentasi /Literasi
3.3.5 . Instrumen Penelitian
No Rumusan Masalah
Indikator Pertanyaan Penelitian Sumber Data
1 Mengapa
masyarakat Lamaholot menggunakan GG sebagai Belis dalam upacara adat perkawinan?
Nilai Logis Nilai etika Nilai estetika Nilai teologis
Secara Logis
bagaimana pandangan anda terhadap
penggunaan GG sebagai Belis ?
Secara Etika
bagaimana pandangan anda terhadap
penggunaan GG sebagai Belis ?
Secara Estetika bagaimana pandangan anda terhadap
penggunaan GG sebagai Belis ?
Secara Teologis bagaimana pandangan anda terhadap
penggunaan GG sebagai Belis ?
Pemangku adat Tokoh Masyarakat Masyarakat Lamaholot
2 Bagaimana
persepsi
masyarakat
Lamaholot
terhadap
konversi Belis
GG ke wujud
lain ? Alasan masyarakat Lamaholot melakukan pengkonversian GG kebentuk lain Tujuan pengkonversian GG ke bentuk
Mengapa
pengkonverisan GG kebentuk lain dilakukan?
Bagaimana pandangan anda terhadap
pengkonverisan Belis GG ke wujud lain?
lain
Pandangan masyarakat terhadap
pengkonversian GG
pengkonversian bentuk Belis ini merubah cara pandang anda terhadap Belis?
3 Bagaimana
partisipasi
masyarakat
Lamaholot
dalam
pembangunan
berkelanjutan?
Bentuk partisipasi masyarakat dalam menjalankan budaya
Bagaimana cara yang anda lakukan untuk dapat menjalankan budaya perkawinan?
Bagaimana cara yang anda lakukan agar nilai-nilai yang ada pada budaya perkawinan pada masyarakat Lamaholot tidak hilang ditelan zaman?
Pemangku adat
Tokoh Masyarakat
Masyarakat Lamaholot
3.4. Analisis Data
Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan pada saat pengumpulan
data telah selesai dilakukan. Bogdan dan Biklen (dalam Supardi, 2014,hlm.51)
menyatakan bahwa analisa data adalah “Proses pencarian dan penyusunan secara
sistematis terhadap transkrip wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain
yang terkumpul untuk meningkatkan pemahaman tentang data serta menyajikan
apa yang telah ditemukan kepada orang lain”. Pendapat lain juga diutarakan oleh
Sugiyono (2013,hlm.88) yang menyakatakan;
Melakukan analisis merupakan proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih nama yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.
Dengan teknik analisis data ini, data yang diperoleh dan dikumpulkan dari
berbagai sumber termasuk dari responden melalui hasil wawancara, obeservasi
dan studi dokumentasi, selanjutnya dideskripsikan dalam bentuk laporan. Karena
dalam melakukan analisis data kualitatif belum ada pola yang jelas untuk
dijadikan acuan yang baku, maka dianjurkan untuk mengikuti langkah langkah
yang bersifat umum. Nasution (dalam Sugiyono, 2013, hlm.88) menyatakan
bahwa “Tidak ada suatu cara tertentu yang dapat dijadikan patokan bagi semua
penelitian, salah satu cara yang dapat dianjurkan ialah mengikuti langkah-langkah
berikut yang bersifat umum yaitu reduksi data, display data dan penarikan
kesimpulan/verification”.
Berdasarkan saran ini, peneliti menggunakan teknik analisis data model Miles
dan Huberman yaitu; reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan
/verification.
3.4.1. Reduksi Data
Reduksi data merupakan kegiatan merangkum catatan-catatan lapangan dan
semua informasi penting yang terkait dengan masalah penelitian, selanjutnya data
oleh Muktar (2013, hlm.135) “reduksi data adalah suatu bentuk analisis yang
tajam, ringkas terfokus, membuang data yang tidak penting, dan
mengorganisasikan data sebagai cara untuk menggambarkan dan memverifikasi
kesimpulan akhir”. Reduksi data dilakukan dengan panduan tujuan penelitian
sehingga dapat mengetahui informasi apa sajakah yang harus digunakan. Dengan
reduksi data akan menghasilkan rangkuman hal-hal pokok yang lebih terinci agar
analisis ditahap selanjutnya lebih terfokus.
3.4.2. Display Data
Display data adalah tahap selanjutnya setelah reduksi data. “Display data
adalah usaha merangkai informasi yang terorganisir dalam upaya menggambarkan
kesimpulan dan mengambil tindakan” (Muktar, 2013, hlm.135). Adapun tujuan
display data seperti yang dikemukakan Sugioyono (2013, hlm.95) yang
menyatakan “dengan mendisplaykan data, maka akan memudahkan untuk
memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa
yang telah dipahami tersebut”. Proses penyajian data dalam penelitian ini akan
dilakukan dengan mengelompokkan hal-hal yang serupa menjadikannya dalam
satu kategori dengan menggunakan teks narasi.
Dalam tahap ini penentuan kategori harus dilakukan dengan sangat hati-hati
agar tidak terjadi penyimpangan arti dari pernyataan narasumber.
Kategori-kategori yang sama dikelompokan dalam satu sub-sub tema. Sub-sub
tema yang sejenis selanjutnya dikelompokan kedalam sub tema yang lebih umum.
Kemudian dibentuk tema dari pengelompokan beberapa sub tema yang
mengandung makna yang setara. Tentunya diharapkan penggunaan display data
dengan teks narasi dapat menggambarkan kesimpulan dari tindakan yang diambil.
3.4.3. Kesimpulan/Verifikasi
Tahap ini merupakan tahap penarikan kesimpulan dari semua data yang telah
diperoleh sebagai hasil dari penelitian. Penarikan kesimpulan atau verifikasi adalah
usaha untuk mencari, mengetahui dan memahami makna/arti, keteraturan, pola-pola,
penjelasan, alur sebab akibat atau proposisi. Kesimpulan/verifikasi merupakan
telah dianalisis. Untuk menetapkan kesimpulan yang lebih bermakna maka
kesimpulan/verifikasi dilakukan sepanjang penelitian berlangsung sehingga
menjamin signifikansi hasil penelitian. Oleh karena itu proses analisis ini tidak
sekali jadi, melainkan secara terus menerus diulangi dari tahap reduksi, display data
dan penarikan kesimpulan/verifikasi selama waktu penelitian. Setelah melakukan
verifikasi maka dapat ditarik kesimpulan berdasarkan hasil penelitian yang disajikan
dalam bentuk narasi.
3.5 Isu Etik
Isu etik digunakan dalam penelitian yang melibatkan manusia sebagai subjek
penelitiannya. Pertimbangan etik penelitian digunakan untuk melindungi hak-hak
narasumber. Salah satunya dengan cara menjelaskan bahwa penelitian ini tidak
menimbulkan dampak negatif. Hal ini dilakukan agar narasumber tidak berada
dalam tekanan pada saat berlangsungnya wawancara.
Para narasumber yang dipilih untuk diwawancarai sebelumnya diminta
kesediaanya untuk diwawancarai dengan menjelaskan maksud dan tujuan
penelitian serta membuat kesepakatan tentang waktu dan tempat penelitian. Pada
penelitian ini juga tidak menggunakan nama yang sebenarnya pada data,. Hal ini
bertujuan agar narasumber lebih terbuka dalam menjawab semua pertanyaan yang
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI
Dalam bab ini dikemukakan kesimpulan, implikasi, dan rekomendasi. Pada
bagian kesimpulan dipaparkan mengenai intisari hasil penelitian secara
komprehensif. Adapun pada bagian implikasi menjelaskan akibat langsung dari
temuan hasil penelitian. Sedangkan rekomendasi diketengahkan beberapa saran
maupun opini yang bersifat membangun untuk perbaikan selanjutnya.
5.1 Kesimpulan Umum
Partisipasi dalam pembangunan berkelanjutan yang dilakukan oleh
masyarakat Lamaholot adalah partisipasi dalam perspektif sosial-budaya
khususnya pada bidang kebudayaan dalam upacara adat perkawinan. Kelangkaan
GG berimbas pada sulitnya memenuhi tuntutan GG pada perkawinan masyarakat
Lamaholot. Oleh karena itu masyarakat telah bersedia melakukan perubahan
wujud Belis GG ke wujud lain. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat telah
berpartisipasi dalam pelestarian budaya.
Pelestarian budaya yang dilakukan oleh masyarakat Lamaholot ini
merupakan bentuk partisipasi yang bijak dengan menyesuaikan kondisi kesediaan
sumber daya alam yang ada. Partisipasi ini dilakukan dengan bersedia mengurangi
jumlah GG, maupun mengkonveriskan GG sebagai Belis kedalam wujud lain.
Wujud lain yang dipilih sebagai pengganti adalah wajaklolon yang berisikan
sejumlah uang sesuai kesepakatan dalam musyawarah adat. Pengurangan jumlah
Belis maupun pergantian GG sebagai wujud Belis merupakan cara yang dilakukan
untuk melestarikan budaya perkawinan masyarakat Lamaholot.
Kesediaan ini menunjukan bahwa masyarakat Lamaholot telah
berpartisipasi langsung dalam pembangunan berkelanjutan khususnya perspektif
sosial budaya pada bidang kebudayaan. Dengan bersedia mengurangi jumlah GG,
maupun mengkonversikan GG sebagai Belis kedalam wujud lain maka budaya
masyarakat Lamaholot dalam adat perkawinan dapat tetap dilaksanakan. Karena
perkawinan pada masyarakat Lamaholot perlahan akan hilang karena pemenuhan
tuntutan Belis semakin sulit untuk dilaksanakan.
Proses perubahan ini menunjukan kesadaran dari masyarakat Lamaholot
dalam melestarikan budaya. Pelestarian budaya bukan semata-mata
mempertahankan bentuk budaya yang ada, tetapi dengan mempertahankan nilai
yang ada didalam budaya tersebut. Proses pembinaan kesadaran tersebut salah
satunya melalui proses internalisasi nilai pendidikan tradisi yang secara terus
menerus dilakukan oleh masyarakat Lamaholot. Karena masyarakat Lamaholot
merasa bahwa nilai-nilai yang ada dalam sebuah Belis GG itu sangat penting
maka GG tetap disebutkan walaupun wujudnya telah dikonversikan kedalam
wujud lain.
Berkaitan dengan PKn, proses melestarikan kebudayaan merupakan salah satu
tujuan dari PKn, terutama PKn kemasyarakatan. PKn tidak hanya terfokus dalam
domain formal di persekolahan, namun juga warga Negara dapat
melaksanakannya dilingkungannya karena lingkungan lebih dekat dengan
masyarakat dan masyarakatpun lebih banyak menggunakan waktu nya dalam
lingkungan. Sehingga tindakan yang telah dilakukan oleh masyarakat Lamaholot
ini memberikan kontribusi yang sangat baik terhadap PKn kemasyarakatan, guna
membentuk partisipasi dan kesadaran warga negara dalam melestarikan
kebudayaan. Adapun domain kompetensi kewarganegaraan, berkontribusi pada
pembentukan watak kewarganegaraan, diantaranya; 1) Menambah pengetahuan
kewarganegaraan (civic knowledge), 2) mengembangkan keterampilan
kewarganegaraan (civic skill), 3) meningkatkan partisipasi kewarganegaraan (civic
participation) baik secara privat maupun publik.
Hasil Penelitian ini menggambarkan tujuan dari PKn. Meskipun masyarakat
Lamaholot tidak memahami kompetensi-kompetensi kewarganegaraan, namun
dalam aplikasinya masyarakat Lamaholot telah melakukan pengamalan nilai-nilai
kompetensi kewarganegaraan dalam kesehariannya. Hal ini membuktikan bahwa
secara konseptual PKn dapat terjadi secara alamiah yang dikonstruksi oleh
lingkungan budayanya. Berkenaan dengan tujuan PKn yang mengamanatkan
hal dan kewajibannya sesuai dengan harapan negara. Salah satu harapan negera
terhadap warga negara dimaksud adalah partisipasi dalam pelestarian kebudayaan
dengan menyesuaikan tingkat konsumtif dengan ketersediaan faktor-faktor
pemenuhan kebutuhan dimaksud. Pelestarian budaya (perkawinan) yang
dilakukan oleh masyarakat Lamaholot menunjukan bahwa mereka telah
menjalankan salah satu kewajiban sebagai warga negara yang baik sesuai dengan
tujuan dari PKn.
5.2Simpulan Khusus
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan
sebelumnya, maka peneliti menemukan kesimpulan-kesimpulan secara khusus
mengenai Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Berkelanjutan Bidang
Kebudayaan (Studi Fenomenologi : Konversi Belis Gading Gajah Dalam Upacara
Adat Perkawinan Masyarakat Lamaholot Di Kabupaten Flores Timur – Provinsi
Nusa Tenggara Timur). Adapun kesimpulan khusus dari penelitian ini sebagai
berikut:
1 GG dipilih sebagai Belis karena menurut masyarakat Lamaholot GG adalah
penghargaan bagi wanita, menjujung tinggi martabat wanita, memiliki daya
tarik untuk dipandang dan GG merupakan benda yang sangat sakral.
2 Persepsi masyarakat Lamaholot terhadap konversi Belis GG kebentuk lain
merupakan upaya pelestarian budaya, mengingat GG sangat sulit diperoleh
yang berimbas terhadap pemenuhan tuntutan adat perkawinan menjadi sulit
untuk dilaksanakan.
3 Partisipasi yang dilakukan oleh masyarakat Lamaholot pada pembangunan
berkelanjutan dalam pelestarian budaya, dilakukan dengan
mengkonversikan GG kedalam wujud lain (Wajak Lolon) yang ramah
3.2Implikasi
Berdasarkan simpulan yang telah dijelaskan di atas memberi implikasi bahwa
masyarakat Lamaholot telah menunjukan partisipasi dalam mendukung
pembangunan berkelanjutan khususnya perspektif sosial-budaya pada bidang
kebudayaan. Pelestarian budaya yang dilakukan oleh masyarakat Lamaholot ini
menunjukan pertimbangan sikap yang arif dan bijaksana dalam memberikan
peluang adanya keberlanjutan budaya khususnya adat perkawinan pada
masyarakat Lamaholot. Hal ini sejalan dengan konsep yang diharapkan dalam
pembangunan perkelanjutan yakni memberikan gagasan agar setiap individu
mampu bertindak bijaksana dalam setiap pengambilan keputusan.
Tindakan yang dilakukan oleh masyarakat Lamaholot ini juga berimplikasi
terhadap pengembangan ESD karena dapat dijadikan bahan pembelajaran bagi
masyarakat di daerah lain yang mempunyai permasalahan yang serupa. Selain itu
tindakan partisipasi dalam melestarikan budaya ini sesuai dengan tujuan PKn
yakni meningkatkan partisipasi warga negara. Seperti yang dikemukakan oleh
Wahab dan Saprya, (2011, hlm. 311) tujuan PKn adalah “Untuk membentuk
warga negara yang baik (to be good citizens).” Warga negara yang baik tentunya
mampu berpikir dan bertindak sesuai dengan tuntutan dan harapan negara. Azis
Wahab (dalam Wahab dan Saprya, 2011, hlm. 311) mengidentifikasi warga negara yang baik adalah “warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan dengan baik hak-hak dan kewajibannya sebagai individu warga negara, memiliki kepekaan dan tanggung jawab sosial ...”. Dengan berpartisipasi melestarikan budaya bangsa individu telah menjalankan tujuan dari PKn karena
mampu menjalankan kewajibannya sebagai warga negara yang diharapkan oleh
negara.
Melestarikan kebudayaan merupakan salah satu tujuan dari PKn, terutama
PKn kemasyarakatan. Karena mengingat PKn tidak hanya dapat dipelajari di
persekolahan tetapi juga dimasyarakat, sebagaimana yang dikemukakan oleh
Cogan (dalam Budimansyah dan Suryadi, 2008:5):
or non-formal/informal learning which takes place in the family, the religious organization, community organizations, the media etc, which help to shape the totality of the citizen.
Pernyataan diatas menujukan bahwa pendidikan kewarganegaraan mencakup
pengalaman belajar di sekolah dan di luar sekolah, seperti yang terjadi di
lingkungan keluarga, dalam organisasi keagamaan, dalam organisasi
kemasyarakatan.
Tindakan yang telah dilakukan oleh masyarakat Lamaholot inipun
memberikan kontribusi yang sangat baik terhadap PKn kemasyarakatan. Tindakan
ini guna membentuk partisipasi dan kesadaran warga negara dalam melestarikan
kebudayaan. Adapun domain kompetensi kewarganegaraan yang berkontribusi
pada pembentukan watak kewarganegaraan, diantaranya; 1) menambah
pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), 2) mengembangkan
keterampilan kewarganegaraan (civic skill), 3) meningkatkan partisipasi
kewarganegaraan (civic participation) baik secara privat maupun publik.
Kompetensi inilah yang telah menjadikan masyarakat Lamaholot mampu
menunjukan eksistensinya sebagai masyarakat budaya.
3.3Rekomendasi
Berdasarkan sejumlah temuan yang diperoleh dari hasil penelitian mengenai
Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Berkelanjutan Bidang Kebudayaan
(Studi Fenomenologi: Konversi Belis Gading Gajah Dalam Upacara Adat
Perkawinan Masyarakat Lamaholot Di Kabupaten Flores Timur–Provinsi Nusa
Tenggara Timur), maka dengan ini peneliti merekomendasikan hal-hal sebagai
berikut:
3.3.1. Bagi Masyarakat
A.Kepada para pemangku adat Lamaholot
Diharapkan para pemangku adat selalu mempertahankan nilai-nilai dalam
upacara adat perkawinan dengan menyesuaikan kondisi sumber daya alam
GG ke Wajak Lolon harus diimbangi dengan sebuah konsep dasar yang
sama sebagai sebuah Belis.
B.Kepada tokoh masyarakat Lamaholot
Diharapkan tokoh masyarakat ikut berperan aktif dalam memberikan sebuah
pemahaman kepada masyarakat bahwa pengkonversian yang dilakukan ini
semata-mata untuk melestarikan budaya, karena apabila tetap
mempertahankan penggunaan GG sebagai Belis maka upacara perkawinan
akan terhambat dan sulit dilaksanakan, yang lama kelamaan akan berimbas
pada hilangnya budaya karena tidak dilaksanakan. Dan pada akhirnya
pengkonversian yang telah dilakukan ini dapat diterima secara luas
dikalangan masyarakat Lamaholot.
C.Kepada Para Pendidik di Flores Timur
Kepada para pendidik diharapkan dalam kegiatan belajar mengajar di
sekolah, khususnya kepada para guru sebagai orang yang paling dekat
dengan siswa disarankan untuk mempelajari dan memahami unsur-unsur
budaya terutama nilai-nilai dalam budaya yang dimiliki sebagai suatu
kearifan lokal yang membanggakan, sehingga senantiasa dapat bersikap dan
berprilaku yang mencerminkan nilai-nilai budaya yang dimiliki, sehingga
muncul rasa mencintai terhadap budaya sendiri.
D.Kepada Masyarakat Lamaholot Secara Umum
Nilai-nilai luhur harus tetap dijaga dan dilestarikan sebagai suatu pedoman
dalam menjamin keharmonisan diantara suku-suku dalam komunitas
masyarakat Lamaholot. Berdasarkan hasil penelitian ini ditemukan
nilai-nilai tradisi dalam melaksanakan suatu pernikahan secara adat. Belis
mempunyai peran yang sangat penting dalam mensahkan suatu hubungan
pernikahan karena terdapat nilai-nilai luhur yang mengatur tata kehidupan
3.3.2 Kepada Pemerintah
A. Kepada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Flores Timur
Diharapkan selalu menjaga kelangsungan budaya yang ada pada masyarakat
Lamaholot agar nilai-nilai budaya yang ada dapat terus dilaksanakan dan
dihayati dalam kehidupan sehari-hari, selain itu budaya yang ada pada
masyarakat Lamaholot ini sebaiknya didokumentasikan baik dalam bentuk
buku, Foto maupun vidio sehingga dapat dipelajari sebagai suatu kearifan
lokal yang membedakannya dengan daerah lainnya.
B.Kepada Dinas Pendidikan Kabupaten Flores Timur
Diharapkan dinas pendidikan kabupaten Flores Timur agar mampu
mendesain model dan bentuk media pendidikan yang akan dimanfaatkan
oleh guru dengan komposisi yang memuat nilai-nilai buda