• Tidak ada hasil yang ditemukan

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN BIDANG KEBUDAYAAN: Studi Fenomenologi: Konversi Belis Gading Gajah Dalam Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Lamaholot Di Kabupaten Flores Timur – Provinsi Nusa Tenggara Timur.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN BIDANG KEBUDAYAAN: Studi Fenomenologi: Konversi Belis Gading Gajah Dalam Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Lamaholot Di Kabupaten Flores Timur – Provinsi Nusa Tenggara Timur."

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i LEMBAR HAK CIPTA ... Error! Bookmark not defined. LEMBAR PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN ... Error! Bookmark not defined.

LEMBAR PERNYATAAN ... Error! Bookmark not defined. KATA PENGANTAR... Error! Bookmark not defined. UCAPAN TERIMA KASIH ... Error! Bookmark not defined. ABSTRAK ... Error! Bookmark not defined. ABSTRACT ... Error! Bookmark not defined. DAFTAR ISI ... 1 DAFTAR TABEL ... 3 DAFTAR BAGAN... 3 BAB I PENDAHULUAN ... Error! Bookmark not defined. 1. Latar Belakang Masalah ... Error! Bookmark not defined. 2. Rumusan Masalah Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 3. Tujuan Penelitian... Error! Bookmark not defined. 3.1. Tujuan Umum ... Error! Bookmark not defined. 3.2. Tujuan Khusus ... Error! Bookmark not defined. 4. Manfaat Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 4.1 Manfaat Teoritis ... Error! Bookmark not defined. 4.2 Manfaat Praktis ... Error! Bookmark not defined. 5. Penjelasan Istilah ... Error! Bookmark not defined. 6. Struktur Organisasi Tesis... Error! Bookmark not defined. BAB II KAJIAN PUSTAKA... Error! Bookmark not defined. 2.1. Konsep Partisipasi Masyarakat dalam mengimplementasikan civic culture ... Error! Bookmark not defined.

2.2. Kebudayaan ... Error! Bookmark not defined. 2.2.1. Konsep Kebudayaan ... Error! Bookmark not defined. 2.2.2. Unsur-Unsur Kebudayaan ... Error! Bookmark not defined. 2.2.3. Sistem budaya ... Error! Bookmark not defined. 2.3 Konsep Nilai ... Error! Bookmark not defined. 2.4. Konsep Persepsi Masyarakat ... Error! Bookmark not defined. 2.5. Konsep Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development) ... Error!

Bookmark not defined.

2.6. Konsep Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan (Education

(2)

3.2.1. Partisipan ... Error! Bookmark not defined. 3.2.2.Tempat Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 3.3. Pengumpulan Data ... Error! Bookmark not defined. 3.3.1. Observasi... Error! Bookmark not defined. 3.3.2. Wawancara ... Error! Bookmark not defined. 3.3.3. Studi Dokumentasi : ... Error! Bookmark not defined. 3.3.4. Triangulasi Data ... Error! Bookmark not defined. 3.3.5 . Instrumen Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 3.4. Analisis Data ... Error! Bookmark not defined. 3.4.1. Reduksi Data ... Error! Bookmark not defined. 3.4.2. Display Data ... Error! Bookmark not defined. 3.4.3. Kesimpulan/Verifikasi ... Error! Bookmark not defined. 3.5 Isu Etik... Error! Bookmark not defined. BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN ... Error! Bookmark not defined. 4.1. Temuan Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... Error! Bookmark not defined. A. Keadaan Geografis ... Error! Bookmark not defined. B. Masyarakat Lamaholot ... Error! Bookmark not defined. 1. Asal Mula Masyarakat Lamaholot... Error! Bookmark not defined. 2. Pola Kepemimpinan Masyarakat Lamaholot ... Error! Bookmark not

defined.

3. Sistem Adat Perkawinan Masyarakat Lamaholot .... Error! Bookmark not defined.

4. Belis Dalam Adat Perkawinan Lamaholot ... Error! Bookmark not defined.

5. Tata Cara Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Lamaholot ... Error! Bookmark not defined.

4.1.2. Deskripsi Hasil Temuan ... Error! Bookmark not defined. A. Deskripsi Hasil Wawancara ... Error! Bookmark not defined. B. Deskripsi Hasil Observasi ... Error! Bookmark not defined. C. Deskripsi Hasil Studi Dokumentasi .... Error! Bookmark not defined.

1. Alasan masyarakat Lamaholot menggunakan GG sebagai Belis dalam upacara adat perkawinan... Error! Bookmark not defined. 2. Persepsi masyarakat Lamaholot terhadap konversi Belis GG ke bentuk

lain ... Error! Bookmark not defined. 3. Partisipasi masyarakat Lamaholot dalam pembangunan

berkelanjutan. ... Error! Bookmark not defined. 4.2 Pembahasan ... Error! Bookmark not defined.

1.2.1 Nilai GG sebagai Belis dalam upacara adat perkawinan masyarakat Lamaholot. ... Error! Bookmark not defined. A. Nilai logis ... Error! Bookmark not defined. B. Nilai etis ... Error! Bookmark not defined. C. Nilai estetis ... Error! Bookmark not defined. D. Nilai teologis ... Error! Bookmark not defined. 1.2.2 Persepsi masyarakat Lamaholot terhadap konversi wujud Belis GG ke

(3)

1.2.3 Konversi Belis GG sebagai upaya melaksanakan pembangunan

berkelanjutan ... Error! Bookmark not defined. BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI ... Error! Bookmark not defined.

5.1 Kesimpulan Umum ... Error! Bookmark not defined. 5.2 Simpulan Khusus ... Error! Bookmark not defined. 3.2 Implikasi ... Error! Bookmark not defined. 3.3 Rekomendasi ... Error! Bookmark not defined. 3.3.1. Bagi Masyarakat ... Error! Bookmark not defined. 3.3.2 Kepeda Pemerintah ... Error! Bookmark not defined. 3.3.3. Kepada Program Studi PKn ... Error! Bookmark not defined. 3.3.4 Kepada Peneliti Selanjutnya ... Error! Bookmark not defined. Daftar Pustaka ... Error! Bookmark not defined. Lampiran ... Error! Bookmark not defined.

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Instrumen Penelitian ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.1 Hasil Wawancara ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.2 Hasil Observasi... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.3 Hasil Studi Dokumentasi ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.4 Dokumentasi Foto ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.5 Triangulasi Tehnik ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.6 Trianggulasi Sumber ... Error! Bookmark not defined.

DAFTAR BAGAN

Bagan 3.1 Triangulasi dengan Tiga Sumber Data . Error! Bookmark not defined. Bagan 3.2 Triangualsi dengan Tiga Teknik Pengumpulan Data .. Error! Bookmark not defined.

Bagan 4.1 Struktur Kepemimpinan Masyarakat Lamaholot Error! Bookmark not defined.

(4)

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Kebudayaan di Indonesia banyak menggunakan simbol berupa benda-benda

yang mewakili suatu gagasan tertentu dalam setiap upacara adat. Walaupun

simbol bukanlah nilai itu sendiri, tetapi simbol sangatlah dibutuhkan untuk

kepentingan penghayatan akan nilai-nilai yang diwakilinya. Benda-benda tersebut

mengandung nilai dan norma yang sangat berguna dalam mengatur tata kehidupan

manusia. Namun seiring perjalanan waktu dan keterbatasan sumber daya alam

mengakibatkan benda-benda tersebut sulit untuk didapatkan. Salah satu budaya

yang turut terkena imbas dari kelangkaan tersebut adalah budaya perkawinan pada

masyarakat Lamaholot di Kabupaten Flores Timur-Nusa Tenggara Timur (NTT).

Masyarakat Lamaholot menggunakan Gading Gajah yang kemudian disingkat

GG sebagai Belis atau seserahan yang diberikan kepada keluarga perempuan pada

saat upacara adat perkawinan. Bagi masyarakat Lamaholot GG merupakan salah

satu benda yang digunakan dalam upacara perkawinan karena bagi masyarakat

Lamaholot memiliki nilai-nilai tertentu. Dalam perjalanan waktu seiring

perkembangan zaman, GG sulit ditemukan karena gajah telah menjadi salah satu

kategori hewan langkah yang tidak boleh diburu untuk diambil gadingnya.

Kondisi seperti yang dikemukakan diatas mengakibatkan pemenuhan tuntutan

adat perkawinan sulit dilaksanakan. Agar nilai-nilai budaya yang ada pada

masyarakat Lamaholot tetap berkelanjutan, maka dibutuhkan sebuah tindakan

penyesuaian yang mengakomodir konsep pelestarian budaya yang sesuai dengan

kondisi kekinian. Dengan demikian kiranya penting untuk mengkonversikan GG

dengan benda lain dalam adat perkawinan masyarakat Lamaholot. Hal ini

semata-mata untuk menjamin dan menjaga keberlanjutan adat perkawinan pada

budaya masyarakat Lamaholot.

Kebudayan diamini sebagai identitas pemiliknya. Pelestarian budaya

bangsa sebenarnya bermakna mempertahankan agar tidak hilang tergerus zaman

(5)

dengan pembangunan baik fisik maupun non fisik. Penyelarasan ini terjadi karena

adanya kesediaan dalam merealisasikan kebudayaan lokal secara lebih modern.

Paradigma seperti ini lahir dari konstruksi pembangunan pendidikan yang kuat

sehingga masyarakat tidak menempatkan budaya lokal sebagai hal yang kolot dan

tidak menarik.

Warisan budaya yang ditinggalkan oleh nenek moyang adalah suatu

kebanggaan yang dimiliki oleh setiap bangsa di dunia. Peradaban dan

kebudayaan yang ada tersebut tentunya di bentuk dari tata nilai yang luhur. Nilai

luhur tersebut kemudian diwariskan secara turun temurun dari generasi ke

generasi berikutnya. Mengingat dalam warisan tersebut terdapat

bermacam-macam nilai yang luhur maka harus dilestarikan bagi kepentingan

generasi berikutnya. Agar nilai-nilai tersebut tidak hilang ditelan zaman maka

kebudayaan harus disesuaikan dengan konteks kekinian sehingga tetap ada dan

bertahan didalam sebuah masyarakat.

Salah satu budaya yang berkembang dimasyarakat Indonesia pada

umumnya adalah upacara adat perkawinan. Semua daerah di Indonesia mempunyai

adat perkawinan yang berbeda-beda, karena indonesia terdiri dari berbagai macam

suku. Perbedaan ini baik dari makna dan simbol maupun tata cara yang digunakan

dalam upacara perkawinan. Dalam upacara perkawinan juga terkandung nilai-nilai

dan norma-norma yang sangat luhur dalam mengatur hubungan antara sesama

manusia.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1983) mengemukakan bahwa

upacara adat perkawinan karena adat dan upacara perkawinan sangat penting

karena adat perkawinan akan tetap ada didalam suatu masyarakat berbudaya.

Sekalipun tradisi perkawinan mengalami perubahan namun tetap menjadi unsur

budaya yang dihayati, karena adat perkawinan mengatur dan mengukuhkan suatu

bentuk hubungan yang sangat esensial antar manusia yang berlainan jenis. Dalam

adat perkawinan terkandung nilai dan norma yang sangat luas dan kuat untuk

mengatur dan mengarahkan tingkahlaku setiap individu dalam suatu masyarakat.

Pembinaan keluarga yang bahagia lahir batin, dengan menghayati nilai-nilai luhur

(6)

simbol-simbol serta tata krama dalam adat perkawinan adalah miniatur dari

kesatuan dan pembangunan bangsa. Dalam kaitannya dengan membina kesatuan

bangsa, adat perkawinan memegang peranan penting, karena memungkinkan

terjadinya perkawinan campur, baik antar suku bangsa maupun daerah. Dengan

demikian dapat mempercepat proses kesatuan bangsa dalam wujudnya yang

sempurna.

Dalam rangka menjaga kebudayaan agar tidak hilang ditelan zaman,

pemerintah telah mengeluarkan Aturan Bersama Menteri Dalam Negeri Dan

Menteri Kebudayaan Dan Pariwisata tentang kewajiban mempertahankan

kebudayaan. Aturan tersebut tertuang dalam Nomor : 42 tahun 2009 dan Nomor 40

Tahun 2009, tentang Pedoman Pelestarian Kebudayaan. Dalam Pasal 19 yang

berbunyi :

(1) Masyarakat berperan serta dalam pelestarian kebudayaan.

(2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui perorangan, organisasi kemasyarakatan bidang kebudayaan (lembaga adat, masyarakat adat, Desa, kelompok, perkumpulan, perhimpunan, atau yayasan), dan/atau forum komunikasi kebudayaan di provinsi, kabupaten/kota, dan Desa.

(3) Peran serta masyarakat serta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. Berperan aktif dalam menanamkan pemahaman kebhinnekaan, memperkokoh jati diri bangsa, menumbuhkan kebanggaan nasional, dan mempererat persatuan bangsa;

b. Berperan aktif dalam mengembangkan kebudayaan melalui dialog, temu budaya, sarasehan, dan lain sebagainya; dan

c. Memberikan masukan dan membantu kepala daerah dalam pelestarian kebudayaan.

Dengan demikian maka setiap warga negara berkewajiban untuk berpartisipasi

dalam melestarikan budaya serta menghormati dan menghargai keberagaman yang

ada di Indonesia.

Konsep pembangunan berkelanjutan merupakan terobasan untuk

meningkatkan taraf hidup manusia dengan menyesuaikan keterbatasan sumber

daya alam dan kebutuhan manusia. Penyesuaian yang dilakukan manusia dalam

rangka memenuhi kebutuhannya turut mempengaruhi sebuah kebudayaan dan

(7)

yang dinamis. Ki Hajar Dewantara ( Sulasman dan Gumilar, 2013, hlm. 151) bahwa “budaya itu mengalami perubahan, yaitu ada waktunya lahir, tumbuh, maju, berkembang, berubah, menjadi tua dan mati, seperti hidup manusia.” Hal ini terkait

dengan teori evolusi kebudayaan, bahwa suatu budaya akan mengalami perubahan

sesuai dengan jamannya.

Bidang sosial-budaya merupakan salah satu perspektif yang diusung oleh

pembangunan berkelanjutan. Karena bidang sosial-budaya merupakan aspek

penting yang berkaitan dengan kehidupan banyak orang. Selain perspektif

sosial-budaya, pembangunan berkelanjutan juga mengusung aspek lainnya yakni

aspek lingkungan dan aspek ekonomi sebagai suatu kesatuan yang utuh dan

menyeluruh. Ketiga perspektif dimaksud diusung sebagai respon terhadap kondisi

kekinian masyarakat yang secara urgen hadir dalam suatu mata rantai

pembangunan. Urgensitas ketiga komponen ini secara signifikan terlihat dalam

komunitas dan kompetensi masyarakat global. Oleh karena itu dibutuhkan sebuah

pemahaman baru untuk menjamin dan mempersiapkan masyarakat agar tidak

gamang dalam menghadapi era globalisasi. Peningkatan pemahaman dan kesadaran

global tentang perkembangan dunia menjadi isu utama pembangunan

berkelanjutan.

Berbicara mengenai pembangunan berkelanjutan, yang sering muncul dibenak

setiap orang adalah pembangunan dalam bentuk fisik seperti rumah, jembatan,

jalan raya, pelestarian lingkungan dan berbagai hal lainnya. Namun lebih jauh dari

itu ada hal yang tidak kalah pentingnya dari pembangunan yang sekedar

berorientasi fisik. Pembangunan fisik harus didukung dengan pembangunan pola

pikir sehingga apapun yang dilakukan selalu berorientasi pada pertimbangan

rasional dan pertimbangan nurani yang luhur. Pertimbangan nurani yang luhur

terakumulasi dalam pemahaman dan pemaknaan nilai-nilai budaya yang terlihat

dalam tindakan nyata. Hal ini berfungsi untuk menyelaraskan ketersediaan sumber

daya alam yang semakin terbatas dengan tingginya animo konsumtif masyarakat

global.

Kesesuaian sumber daya alam yang tidak sesuai dengan kebutuhan manusia

(8)

berkelanjutan muncul sejak tahun 1890-an. Pada saat itu PBB melalui UNESCO

mencanangkannya sebagai tindakan nyata dalam memajukan perekonomian dan

perkembangan sosial serta pelestarian terhadap lingkungan hidup (Kemendiknas

2010). Pembangunan berkelanjutan yang dimaksudkan oleh UNESCO mengacu

pada peningkatan taraf hidup masyarakat dan pelaksanaan pembangunan yang

efisien dengan mempertimbangkan keberadaan lingkungan sebagai tempat yang

kondusif yang menjamin keberlangsungan hidup umat manusia. Selain itu

pemanfaatan sumber daya alam yang ada dalam lingkungan kehidupan manusia

juga harus menjamin pemenuhan kebutuhan jangka panjang serta

mempertimbangkan keberadaan generasi-generasi yang akan datang.

Implementasi pembangunan berekelanjutan mempertimbangkan ketiga

perspektif seperti yang dikemukakan oleh UNESCO diatas. Untuk itu dibutuhkan

instrumen khusus yang berfungsi untuk meningkatkan partisipasi masyarakat

sehingga kerangka pembangunan berkelanjutan dapat berjalan sesuai dengan

tujuannya. Instrumen khusus tersebut muncul dari penjabaran Education of

sustainable for development (ESD) yang secara khusus bertujuan untuk menDesain

melaksanakan serta mengevaluasi hal-hal yang berkaitan dengan pembangunan

baik yang telah dilaksanakan maupun yang akan dilaksanakan. Dengan demikian

aspek pendidikan dijadikan sebagai ujung tombak utama dalam merealisasikan dan

menjamin terciptanya partisipasi publik.

Partisipasi publik dimaksud dilakukan dengan mempertimbangkan

keberadaan masyarakat sebagai obyek dan subyek dari pembangunan itu sendiri.

Sebagai subyek pembangunan masyarakat dituntut utuk berperan aktif dalam

meningkatkan taraf hidupnya. Pemberdayaan yang dilakukan oleh pemerintah

semata-mata sebagai super sistem yang mendorong percepatan dalam mewujudkan

masyarakat madani/civil society. Dengan demikian berbicara tentang pembangunan

berkelanjutan sebenarnya mengarah pada perubahan sosial yang bertolak pada

pemahaman dari, oleh, dan untuk masyarakat.

Dalam konteks keindonesiaan kita kiranya konsep ESD harus ditopang

dengan pemahaman dari warga negara dalam mewujudkan partisipasi dimaksud.

(9)

cenderung konsumtif dan destruktif perlu ditanamkan dan dikembangkan mulai

dari pendidikan formal. Ruang yang kiranya tepat dalam membentuk karakter

warga negara melalui jalur pendidikan terakomodir melalui pendidikan

kewarganegaraan (PKn). Namun lebih lanjut, pemahaman terhadap pendidikan

kewarganegaraan harus juga mengarah pada lahirnya pola pendidikan lokal yang

secara teknis tidak dapat direalisasikan dalam pendidikan formal. Hal ini

mengingat PKn tidak hanya dapat dipelajari di persekolahan tetapi juga

dimasyarakat. Cogan (dalam Budimansyah dan Suryadi, 2008:5):

Citizenship education or education for citizenship...The more inclusive term and encompasses both these in-school experiences as well as out-of-school or non-formal/informal learning which takes place in the family, the religious organization, community organizations, the media etc, which help to shape the totality of the citizen.

Pernyataan diatas menunjukan bahwa pendidikan kewarganegaraan mencakup

pengalaman belajar disekolah dan diluar sekolah, seperti yang terjadi di

lingkungan keluarga, dalam organisasi keagamaan, dalam organisasi

kemasyarakatan.

Penjelasan diatas sesuai dengan salah satu tujuan dari Pendidikan

Kewarganegaraan (PKn). Wahab dan Saprya, (2011, hlm. 311) mengemukakan tujuan PKn adalah “Untuk membentuk warga negara yang baik (to be good citizens).” Warga negara yang baik tentunya mampu berpikir dan bertindak sesuai

dengan tuntutan dan harapan negara. Azis Wahab (dalam Wahab dan Saprya, 2011,

hlm. 311) mengidentifikasi warga negara yang baik adalah “warga negara yang

memahami dan mampu melaksanakan dengan baik hak-hak dan kewajibannya sebagai individu warga negara, memiliki kepekaan dan tanggung jawab sosial ...”. Dengan berpartisipasi melestarikan budaya bangsa maka individu telah

menjalankan tujuan dari PKn karena mampu menjalankan kewajibannya sebagai

warga negara yang diharapkan oleh negara.

Upaya untuk mengubah perilaku dan gaya hidup bagi transformasi

masyarakat yang positif ini berkaitan dengan pembentukan karakter warga negara.

(10)

yang perlu dimiliki warga negara sehubungan dengan semakin beratnya tantangan

yang harus dihadapi dimasa mendatang. Karakteristik warga negara tersebut

meliputi, pertama; kemampuan mengenal dan mendekati masalah sebagai warga

negara masyarakat global. Kedua; kemampuan bekerjasama dengan orang lain

dan memikul tanggung jawab atas peran atau kewajibannya dalam masyarakat.

Ketiga; kemampuan untuk memahami, menerima, dan menghormati

perbedaan-perbedaan budaya. Keempat; kemampuan berpikir kritis dan sistematis.

Kelima; kemauan menyelesaikan konflik dengan cara damai tanpa kekerasan.

Keenam; kemauan mengubah gaya hidup dan pola makanan pokok yang sudah

biasa, guna melindungi lingkungan hidup. Ketujuh; memiliki kepekaan terhadap

dan mempertahankan hak azasi manusia (seperti hak kaum wanita, minoritas etnis,

dsb). Kedelapan; kemauan dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan

politik pada tingkatan pemerintahan lokal, nasional, dan internasional. Dengan

demikian pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan sangat berkaitan erat

dengan PKn.

Berkaitan dengan partisipasi dan karakter warga negara dalam kerangka

budaya maka penelitian ini berkenan untuk menelaah kondisi yang sedang terjadi

pada masyarakat Lamaholot. Secara khusus akan menelusuri hal-hal yang

berkaitan dengan pemanfaatan GG serta pengkonversiannya dalam menjamin

keberlangsungan upacara adat perkawinan. Kiranya kondisi riil kehidupan budaya

akan dijadikan obyek dalam penelitian ini. Hal ini senada dengan yang

dikemukakan oleh Somantri (dalam Wahab dan Saprya, 2011, hlm. 316); bahwa

“Objek studi Civics dan Civics Education adalah warga negara dalam

hubungannya dengan organisasi kemasyarakatan, sosial, ekonomi, agama, kebudayaan dan negara.” Dengan demikian kebudayaan sangat erat kaitannya dengan PKn karena merupakan salah satu objek kajian dari PKn. Penelitian ini

dilakukan tidak sekedar menelusuri fenomena yang terjadi namun lebih dari itu

diniati untuk memberikan konstruk pemikiran baru yang merujuk pada terciptanya

(11)

2. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana dijelaskan diatas, maka

penulis mengidentifikasi hal-hal sebagai berikut;

1. Pergantian GG sebagai Belis dalam budaya Lamaholot dengan benda lain

dalam hal ini uang merupakan upaya melestarikan budaya. Sebab

penggunaan GG sebagai Belis dalam budaya Lamaholot sudah tidak relevan

dengan kondisi saat ini karena gajah telah dimasukan kedalam kategori

hewan langka yang mengakibatkan berkurangnya peredaran GG.

2. Sebagai upaya menjamin keberlangsungan adat perkawinan maka

masyarakat Flores Timur yang berbudaya Lamaholot menggunakan uang

sebagai pengganti GG dalam upacara perkawinannya.

3. Bagi masyarakat Lamaholot GG memiliki nilai tersendiri dalam adat

perkawinan. Oleh karena itu nilai-nilai yang terkandung dalam GG sebagai

Belis harus tetap dipertahankan.

4. GG yang telah digantikan dengan benda lain (uang) diberikan kepada

keluarga perempuan sebagai legalitas dari perkawinan dimaksud, dengan

tidak mengabaikan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam sebuah GG

sebagai Belis.

Identifikasi masalah diatas merupakan fenomena lapangan. Fenomena

dimaksud terjadi karena ada niat baik dari masyarakat Lamaholot untuk

menyesuaikan kebudayaan dengan kebutuhan riil yang sejalan dengan tuntutan

zaman. Dengan demikian selanjutnya penelitian ini akan berfokus pada partisipasi

masyarakat dalam pembangunan berkelanjutan bidang kebudayaan. Agar

penelitian ini lebih terarah dan terfokus maka adapun pertanyaan penelitian yang

disarikan dari identifikasi masalah diatas adalah sebagai berikut:

1.Mengapa masyarakat Lamaholot menggunakan GG sebagai Belis dalam

upacara adat perkawinan?

2.Bagaimana persepsi masyarakat Lamaholot terhadap konversi Belis GG ke

(12)

3.Bagaimana partisipasi masyarakat Lamaholot dalam pembangunan

berkelanjutan?

3. Tujuan Penelitian

3.1. Tujuan Umum

Sebagaimana yang terdapat dalam rumusan masalah, penelitian ini

bertujuan untuk mendeskripsikan fenomena yang berkembang di masyarakat

tentang; Konversi Belis GG dalam upacara adat perkawinan pada masyarakat

Lamaholot di Kabupaten Flores Timur - Nusa Tenggara Timur, dengan

mendeskripsikan bagaimana partisipasi warga negara dalam mendukung

pembangunan berkelanjutan.

3.2. Tujuan Khusus

1.Mendeskripsikan alasan masyarakat Lamaholot menggunakan GG sebagai

Belis dalam upacara adat perkawinan.

2.Mendeskripsikan bagaimana persepsi masyarakat Lamaholot terhadap

konversi Belis GG ke bentuk lain.

3.Mendeskripsikan bagaimana partisipasi masyarakat Lamaholot dalam

pembangunan berkelanjutan.

4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara keilmuan

(teoritik) maupun empirik (empiris).

4.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan

sumbangan pemikiran atau bahan kajian bagi perkembangan Pendidikan

Kewarganegaraan khususnya partisipasi masyarakat (civic participation)

dalam menyikapi perubahan sosial-budaya menuju pembangunan

berkelanjutan dalam bidang sosial-budaya. Penelitian ini kiranya dapat

menjadi bahan pembelajaran dalam pendidikan kewarganegaraan maupun

bagi pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan, khususnya dalam bidang

(13)

lainnya agar mampu menyesuaikan tuntutan kebudayaan dengan

perkembangan dan kondisi zaman. Selain itu hasil penelitian ini dapat

memberikan gambaran tentang keanekaragaman budaya yang ada di

Indonesia, serta menjadi acuan bagi peneliti selanjutnya untuk menggali

kembali partisipasi masyarakat dalam pembangunan budaya yang

berkelanjutan.

4.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis dapat dijabarkan sebagai berikut;

1) Berkontribusi positif terhadap berbagai pihak mengenai pentingnya

partisipasi masyarakat dalam pembangunan berkelanjutan khususnya

bidang kebudayaan.

2) Bagi peneliti: dapat mengetahui Fenomena yang berkembang

dimasyarakat dalam bidang pembangunan berkelanjutan khususnya

aspek kebudayaan dalam hal ini adat perkawinan.

3) Bagi masyarakat Lamaholot: melalui penelitian ini diharapkan agar

budaya perkawinan dalam masyarakat Lamaholot dapat terus dilestarikan

dengan menyesuaikan kondisi perkembangan zaman serta konteks

pembangunan berkelanjutan.

4) Bagi pemerintah: secara khusus penelitian ini bisa dijadikan acuan bagi

pemerintah daerah maupun pusat untuk meningkatkan partisipasi warga

negara dalam pembangunan berkelanjutan khususnya bidang budaya.

5) Bagi masyarakat umum: penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk

menambah wawasan keilmuan sekaligus sebagai stimulus untuk

meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan berkelanjutan

khususnya dalam bidang budaya.

5. Penjelasan Istilah

Perlu adanya penjelasan istilah dan pembatasan pengertian dari berbagai

istilah yang digunakan dalam tesis ini. Penjelasan-penjelasan tersebut adalah

(14)

1. Partisipasi warga negara merupakan bentuk tindakan yang dilakukan oleh

warga negara dalam menjalankan hak dan kewajibannya sebagai warga

negara. Partisipasi warga negara pada awalnya lebih berfokus pada bidang

politik. Hadirnya konsep pembangunan berkelanjutan mendorong lahirnya

paradigma baru tentang partisipasi warga negara yang juga menyentuh

perspektif sosial-budaya, ekonomi dan lingkungan.

2. Masyarakat Lamaholot merupakan komunitas masyarakat yang terdiri dari

berbagai suku yang mempunyai latar belakang budaya dan tradisi yang

sama. Masyarakat Lamaholot ini menetap di kabupaten Flores Timur dan

Lembata, namun tidak semua masyarakat yang menetap di wilayah ini

termasuk masyarakat Lamaholot. Karena terdapat warga pendatang dari

daerah lain dan juga ada beberapa daerah yang tidak termasuk dalam

komunitas masyarakat Lamaholot.

3. Konversi adalah perubahan dari suatu bentuk ke bentuk yang lain.

4. Belis merupakan seserahan yang harus diberikan kepada keluarga

mempelai perempuan sebagai syarat pengesahan suatu perkawinan secara

adat.

5. Gading gajah adalah taring gajah yang dalam masyarakat Lamaholot

digunakan sebagai Belis dalam upacara adat perkawinan.

6. Konversi Belis GG adalah penggunaan benda lain untuk mewakili wujud

GG dalam upacara adat perkawinan masyarakat Lamaholot.

7. Wajaklolon merupakan tempat menaruh sirih pinang, tembakau dan daun lontar. Dalam adat perkawinan wadah ini dijadikan tempat meletakan uang

sebagai pengganti wujud GG yang kemudian akan diberikan kepada pihak

perempuan.

6. Struktur Organisasi Tesis

Struktur penulisan tesis yang akan ditulis terdiri dari 5 bab, yakni:

Bab I tentang pendahuluan yang mendeskripsikan latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi

(15)

Bab II tentang kajian pustaka yang meliputi; partisipasi masyarakat,

kebudayaan, konsep nilai, konsep pembangunan berkelanjutan, konsep

pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan, penelitian terdahulu, dan

kerangka penelitian.

Bab III tentang metode penelitian. Adapun sub bab yang dibahas dalam

bab ini mencakup lokasi dan subjek penelitian, pendekatan dan metode

penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data,

teknik analsis data, keabsahan temuan penelitian serta tahap-tahap

pelakasanaan penelitian di lapangan.

Bab IV tentang temuan dan pembahasan. Pada bab ini dibahas tentang

gambaran umum lokasi penelitian, deskripsi hasil penelitian serta pembahasan

hasil penelitian.

Bab V tentang kesimpulan dan rekomendasi. Pada bab ini dibagi menjadi

(16)

BAB III

METODE PENELITIAN

1.1. Desain Penelitian

3.1.1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Menurut

Bogdan dan Taylor dalam Moleong, (2007, hlm.4) “penelitian kualitatif

sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa

kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat

diamati.” Pendekatan penelitian kualitatif merupakan sebuah metode

penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme. Seperti yang

dikemukakan oleh Sugiyono (2011, hlm.15) bahwa “Metode penelitian

kualitatif adalah metode yang berlandaskan pada filsafat postpostivisme.

Metode kualitatif meneliti kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawan

eksprimen) dimana penelitian adalah sebagai instrumen kunci, pengembalian

sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowball.

Filsafat ini sering juga disebut sebagai paradigma interpretif dan

konstruktif, yang memandang realitas sosial sebagai sesuatu yang

holistic/utuh, kompleks, dinamis, penuh makna, dan hubungan gejala bersifat

interaktif. Moleong mengatakan bahwa “pendekatan ini diarahkan pada

latar dan individu secara holistik (utuh). Jadi dalam hal ini tidak boleh

mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis,

tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari sesuatu keutuhan.” Penelitian

kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena melalui pengumpulan data

sedalam-dalamnya. Tradisi kualitatif sangat bergantung pada pengamatan

mendalam perilaku manusia dan lingkungannya.

Pendekatakan penelitian kualitatif disebut juga dengan pendekatan

penelitian naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada obyek yang

alamiah yaitu obyek yang berkembang apa adanya, tidak dimanipulasi oleh

peneliti dan kehadiran peneliti tidak mempengaruhi dinamika tersebut. Istilah

(17)

alamiah, apa adanya dalam situasi normal dan menekankan pada deskripsi

secara alami. Pengambilan data atau penjaringan fenomena dilakukan dari

keadaan yang sewajarnya (pengambilann data secara alami atau natural).

Berdasarkan pendapat di atas, pendekatan kualitatif adalah pendekatan yang

naturalisitik karena situasi lapangan apa adanya dan tidak manipulasi.

Dalam penelitian ini, diharapkan peneliti dapat memperoleh informasi

dan data yang akurat mengenai penelitian. Alasan lainnya mengapa peneliti

memilih pendekatan kualitatif naturalistik adalah disebabkan data yang akan

diperoleh dari lapangan lebih banyak menyangkut perbuatan dan ungkapan

kata-kata dari responden yang sedapat mungkin bersifat alami, tanpa adanya

rekayasa serta pengaruh dari luar. Sebagaimana Moleong (2003:3)

mengatakan bahwa “penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang

menghasilkan data kualitatif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari

perilaku orang-orang yang diamati.”

3.1.2.Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode fenomenologi. Fenomenologi

merupakan tradisi penelitian kualitatif yang berakar pada filosofi dan

psikologi, serta berfokus pada pengalaman hidup manusia. Pendekatan

fenomenologi hampir serupa dengan pendekatan hermeneutics yang

menggunakan pengalaman hidup sebagai alat untuk memahami secara lebih

baik tentang sosial budaya, politik atau konteks sejarah dimana pengalaman

itu terjadi. Penelitian ini akan berdiskusi tentang suatu objek kajian dangan

memahami inti pengalaman dari suatu fenomena. Peneliti akan mengkaji

secara mendalam isu sentral dari struktur utama suatu objek kajian dan selalu

bertanya "apa pengalaman utama yang akan dijelaskan informan tentang

subjek kajian penelitian". Peneliti memulai kajiannya dengan ide filosofikal

yang menggambarkan tema utama. Translasi dilakukan dengan memasuki

wawasan persepsi informan, melihat bagaimana mereka melalui suatu

pengalaman, kehidupan dan memperlihatkan fenomena serta mencari makna

(18)

Metode fenomenologi berfokus pada pengalaman subyektif manusia

dan interpretasi dunia. Fenomenologi juga menekankan aspek subjektif dari

perilaku manusia. Oleh karena itu peneliti berusaha untuk masuk ke dalam

dunia konseptual para pemangku adat, tokoh masyarakat dan masyarakat

Lamaholot sehingga peneliti mengerti apa dan bagaimana peran dan

partisipasi masyarakat dalam membangun kebudayaan yang berkelanjutan.

Sebagaimana dijelaskan Schutz dalam Sudikin (2002) bahwa tugas

fenomenologi adalah menghubungkan antara pengetahuan ilmiah dengan

pengalaman sehari-hari dari kegiatan dimana pengalaman dan pengetahuan

berakar. Selanjutnya Husserl dalam Sudikin menambahkan bahwa

fenomenologi menggunakan intuisi sebagai sarana untuk mencapai kebenaran.

Beberapa kata kunci dari fenomenologi menurut Husserl (dalam Sudikin,

2003, hlm. 36) adalah sebagai berikut:

1.Fenomena adalah realitas esensi atau dalam fenomena tercakup pula

nomena;

2.Pengamatan adalah aktivitas spiritual atau rohani;

3.Kesadaran adalah sesuatu yang intensional (terbuka dan terarah pada

objek), dan

4.Substansi adalah hal kongkrit yang menggambarkan isi dan struktur

kenyataan dan sekaligus bisa terjangkau

Penelitian fenomenologi mencoba menjelaskan atau mengungkapkan

konsep fenomena pengalaman yang didasari oleh kesadaran yang terjadi pada

beberapa individu. Penelitian ini dilakukan dalam situasi yang alami,

sehingga tidak ada batasan dalam memaknai atau memahami fenomena yang

dikaji. Menurut Craswell (1998, hlm.54) “pendekatan fenomenologi menunda

semua penilaian tentang sikap yang alami sampai ditemukan dasar tertentu”.

Penundaan ini biasa disebut jangka waktu. Konsep jangka waktu adalah

membedakan wilayah data (subyek) dengan interpretasi peneliti. Konsep ini

menjadi pusat dimana peneliti menyusun dan mengelompokkan dugaan awal

(19)

Tradisi fenomenologi berkonsentrasi pada pengalaman pribadi termasuk

bagian dari individu-individu yang ada saling memberikan pengalaman satu

sama lainnya. Komunikasi dipandang sebagai proses berbagi pengalaman

atau informasi antar individu melaui dialog. Hubungan baik antar individu

mendapat kedudukan yang tinggi dalam tradsi ini. Dalam tradisi ini, bahasa

adalah wakil suatu pemaknaan pada suatu benda. Jadi, satu kata saja sudah

dapat memberikan pemaknaan pada suatu hal yang ingin di maknai.

Inti dari tradisi fenomenologi adalah mengamati kehidupan dalam

keseharian dalam suasana yang alamiah. Tradisi memandang manusia secara

aktif menginterpretasikan pengalaman mereka sehingga mereka dapat

memahami lingkungannya melalui pengalaman personal dan langsung dengan

lingkungannya. Titik berat tradisi fenomenologi adalah pada bagaimana

individu berpresepsi serta memberikan interpretasi pada pengalaman

subyektifnya.

3.2. Partisipan Dan Tempat Penelitian

3.2.1. Partisipan

Untuk menentukan partisipan atau informan peneliti harus benar-benar

mampu mewakili dalam memberikan informasi yang selengkaplengkapnya dan

akurat. Penentuan informan dalam penelitian ini secara purposive sampling

yaitu menentukan subyek atau obyek penelitian sesuai dengan pertimbangan

pribadi yang sesuai dengan tujuan penelitian. Seperti yang dikemukakan oleh

Satori dan Komariah (2009, hlm. 48) “Dengan menggunakan pertimbangan

pribadi yang sesuai dengan topik penelitian, peneliti memilih subjek/objek

sebagai unit analisis. Purposive sampling dipilih agar informan dalam

penelitian benar-benar dapat menjawab tujuan penelitian. Oleh karena itu

peneliti memilih subyek penelitian berdasarkan penilaian peneliti. Dalam hal

ini peneliti mencari pihak-pihak yang telah memiliki pengalaman yang

berkaitan dengan fenomena yang akan diteliti. Adapun pihak yang akan

dijadikan objek penelitian adalah Para pemangku adat, tokoh masyarakat

(20)

3.2.2.Tempat Penelitian

Lokasi dalam sebuah penelitian adalah hal yang sangat penting,

karena dengan menentukan lokasi penelitian maka penelitian dapat menjadi

jelas dan terarah. Penelitian ini dilakukan pada masayarakat Lamaholot di

Kabupaten Flores Timur khususnya di Kelurahan Waibalun. Lokasi

penelitian ini dipilih karena pada pra penelitian peneliti melihat ada

sebagian kecil masyarakat yang sudah mulai mengkonversikan Belis GG ke

bentuk lain. Dengan demikian akan membuka peluang bagi adanya

pembangunan berkelanjutan khususnya dalam bidang budaya.

3.3. Pengumpulan Data

Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dapat dilakukan dengan

berbagai cara. Untuk itu, peneliti perlu menyampaikan teknik pengumpulan data

yang digunakan. Penelitian ini akan mengobservasi subyek penelitiannya dengan

mewawancarai secara mendalam dan mendokumentasikan data-data yang relevan

dengan masalah yang diteliti secara alamiah. Sehingga keikutsertaan penulis

dalam observasi tidak sebagai suatu tindakan investigatif juga aktivitas

wawancara mendalam tidak terasa sebagai suatu upaya penggalian informasi oleh

subjek penelitian.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam memperoleh data dan

mengumpulkan data dalam penelitian ini yaitu observasi, wawancara dan studi

dokumentasi.

3.3.1. Observasi

Menurut Cresswell (2010, hlm.267) “observasi yang dilakukan dalam

penelitian kulitatif adalah observasi yang didalamnya peneliti langsung turun

kelapangan untuk mengamati perilaku dan aktivitas individu-individu

dilokasi penelitian.” Dengan observasi memungkinkan pengambilan data yang dilakukan oleh peneliti dengan cara melakukan penggamatan langsung

menyangkut segala hal yang berkaitan dengan penelitian. Pengamatan yang

(21)

menemukan fakta baru dilokasi penelitian. Dalam kegiatan observasi peneliti

terlibat langsung dengan kegiatan keseharian subjek penelitiannya, sambil

melakukan pengamatan peneliti ikut serta dalam dinamika kehidupan

informan yang telah ditentukan.

Menurut Bungin (2007, hlm 115) “bentuk observasi yang dilakukan

dalam penelitian kualitatif salah satunya yaitu observasi partisipatif.”

Selanjutnya Stainback (dalam Sugiono, 2011, hlm.227) menyatakan “in

participant observation, the researcher what people do, listen to what they

say, and participates in thei activities.” Senada dengan yang dikemukakan

oleh Kuswarno (2008) yang menyatakan dalam observasi partisipatif, peneliti

mengamati apa yang dikerjakan orang, mendengarkan apa yang mereka

ucapkan, dan berpartipasi dalam aktivitas mereka. Dengan observasi

partisipatif data yang diperoleh akan lebih lengkap serta tajam. Kreatifitas

peneliti juga dibutuhkan karena pada prakteknya, metode ini memerlukan

berbagai keahlian peneliti. Ada berbagai manfaat yang akan didapatkan

dengan melakukan obeservasi, seperti yang dkemukakan oleh Patton (dalam

Sugiono, 2011, hlm. 228) bahwa salah satu manfaat melakukan observasi

yaitu “melalui pengamatan di lapangan, peneliti tidak hanya mengumpulkan

daya yang kaya, tetapi juga memperoleh kesan-kesan pribadi, dan merasakan

suasana situasi sosial yang diteliti.”

Teknik observasi ini digunakan untuk mengamati secara langsung

tentang data-data yang diperlukan untuk mengetahui bagaimana partisipasi

masyarakat Lamaholot dalam menyikapi perubahan sosial budaya untuk

membangun kebudayaan yang berkelanjutan. Dengan teknik observasi ini

juga akan membantu untuk memberikan gambaran mengenai hasil penelitian

yang ingin didapat dalam penelitian ini.

3.3.2. Wawancara

Dalam sebuah penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif

tentunya tidak terlepas dari motode wawancara. Metode wawacara adalah

(22)

informan dengan cara bercakap-cakap secara tatap muka dan mempunyai

maksud dan tujuan tertentu. Seperti yang dikemukakan oleh Moleong (2007)

wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu

dilakukan oleh dua pihak, yang mana salah satu memberikan pertanyaan dan

salah satunya menjawab. Maksud dari percakapan tersebut tentunya tidak

terlepas dari tujuan penelitian.

Penelitian ini menggunakan bentuk wawancara semi-terstruktur.

Wawancara mendalam atau tidak terstruktur hampir sama dengan percakapan

informan (Mulyana, 2008, hlm.181). Wawancara jenis ini dilakukan karena

bersifat luwes, susunan pertanyaan diubah saat wawancara dilaksanakan,

disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi informan yang dihadapi. Oleh

karena itu sifatnya lebih bebas dan bisa mengikuti minat atau perhatian

narasumber.

Dalam hal pertanyaan pada wawancara semi-terstruktur Smith (dalam

Sobur, 2013, hlm.435) menyatakan; “peneliti merancang serangkaian

pertanyaan yang disusun dalam suatu daftar wawancara, tetapi daftar tersebut

digunakan untuk menuntun bukan untuk mendikte wawancara tersebut”.

Sobur (2013) juga menambahkan melalui cara seperti ini akan memfasilitasi

terbentuknya hubungan atau empati, memungkinkan keluwesan yang lebih

besar dalam peliputan dan memungkinkan wawancara untuk memasuki

daerah-daerah baru. Namun dalam menggunakan bentuk wawancara

semi-struktur ini apabila peneliti tidak bisa mengontrol situasi dan kondisi

saat pelaksanaan wawancara akan membutuhkan waktu yang lama dan lebih

sulit untuk dianalisis.

Bentuk wawancara semi-tersrtuktur ini dipergunakan untuk

mengadakan komunikasi dengan pihak-pihak terkait atau subjek penelitian

dalam hal ini pemangku adat dalam rangka memperoleh penjelasan atau

informasi tentang hal-hal yang belum tercantum dalam observasi dan

(23)

3.3.3. Studi Dokumentasi :

Walaupun dikatakan bahwa sumber diluar kata dan tindakan

merupakan sumber kedua, jelaslah tidak bisa diabaikan. Hadari (2005,

hlm.133) menyatakan bahwa studi dokumentasi adalah “cara pengumpulan

data melalui peninggalan tertulis terutama berupa arsip-arsip dan termasuk

juga buku mengenai pendapat, dalil yang berhubungan dengan masalah

penyelidikan.” Sumber tertulis akan memberikan banyak informasi yang

dibutuhkan dan mungkin tidak didapatkan saat melakukan wawancara.

“Dilihat dari segi sumber data, bahan tambahan yang berasal dari sumber tertulis dapat dibagi atas sumber buku dan majalah ilmiah, sumber dari arsip,

dokumen pribadi, dan dokumen resmi,” Moleong, (2007. hlm.159).

Melalui sumber tertulis ini peneliti, membaca, mencari, mengumpulkan

buku-buku, jurnal-jurnal, arsip-arsip atau sumber ilmiah lainnya yang relevan

dengan permasalahan yang diteliti. Hal ini dilakukan oleh peneliti untuk

mempermudah mempelajari, mencermati, dan menggambarkan situasi

kejadian, dan menuliskannya sebagai suatu karya ilmiah yang dianggap

penting, agar data yang dihasilkan lebih akurat.

Studi dokumen dilakukan untuk mengumpulkan data yang bersumber

dari arsip dan dokumen baik yang berada dalam masyarakat Lamaholot

ataupun dalam berbagai sumber lainnya, yang ada hubungannya dengan

penelitian ini. Studi dokumentasi ini akan digunakan untuk mengumpulkan

data tentang masyarakat Lamaholot, terutama yang terkaitan dengan

nilai-nilai pada budaya perkawinan.

3.3.4. Triangulasi Data

Triangulasi merupakan salah satu metode yang paling umum di pakai

dalam uji validitas penelitian kualitatif. Metode triangulasi di dasarkan pada

filsafat fenomenologi. Fenomenologi merupakan aliran filsafat yang

mengatakan bahwa kebenaran bukan terletak pada peneliti, melainkan realitas

objek itu sendiri. untuk memperoleh kebenaran, secara epistimologi harus

(24)

triangulasi dengan metode ini dilakukan untuk “melakukan pengecekan

terhadap penggunaan metode pengumpulan data, apakah informasi yang

didapat dengan metode interview sama dengan metode observasi, atau apakah

hasil observasi sesuai dengan informasi yang diberikan ketika di interview.”

Karena yang dicari adalah suatu penjelasan berupa kata-kata, maka

tidak mustahil terdapat kekeliruan antara kenyataan dengan kenyataan yang

sesungguhnya. Dalam penelitian ini menggunakan trianggulasi sumber untuk

meningkatkan kepercayaan penelitian dengan mencari data dari sumber yang

beragam yang masih terkait satu sama lain. Untuk meneliti tentang fenomena

ini peneliti menggali data dari enam pemangku adat. Praktik trianggulasi data

dalam penelitian ini akan tergambar dari kegiatan wawancara dengan

bertanya pada partisipan A, dan mengklarifikasikannya dengan informan B

serta mengeksplorasikannya pada informan C. (Satori dan Komariah, 2009).

Data dari keenam sumber tersebut dideskripsikan, dikategorisasikan, mana

pandangan yang sama, mana yang berbeda dan mana yang spesifik dari

keenam data tersebut. Data yang dianalisis kemudian menghasilkan suatu

kesimpulan selanjutnya dimintakan persetujuan dari keenam sumber data

tersebut.

Selain menggunakan trianggulasi sumber, penelitian ini juga

menggunakan trianggulasi teknik. Triangulasi teknik, berarti peneliti

menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk

mendapatkan data dari sumber yang sama. Data tersebut antara lain hasil

observasi, wawancara dan dokumentasi. Berikut ini adalah bagan triangulasi

(25)

Dikembangkan oleh Peneliti (2015)

Triangulasi berdasarkan tiga sumber data dilakukan untuk memperkuat

pengambilan kesimpulan mengenai pelbagai aspek yang dikaji dalam penelitian,

dimana jika hasil wawancara dari ketiga responden tersebut mempunyai kesamaan

maka itulah yang dianggap sebagai jawaban sebenarnya (hasil temuan).

Dikembangkan oleh Peneliti (2015)

Triangularasi berdasarkan tiga teknik pengumpulan data dimaksudkan untuk

mengetahui derajat kesesuaian anatara hasil wawancara, pengamatan (observasi)

dan studi dokumentasi, sehingga dapat dijadikan sebagai dasar dalam

pengambilan kesimpulan hasil penelitian. Pemangku

adat

Tokoh Masyarakat

Masyarakat Lamaholot di Kelurahan Waibalun

Bagan 3.2 Triangualsi dengan Tiga Teknik Pengumpulan Data

Wawancara Observasi

Studi dokumentasi /Literasi

(26)

3.3.5 . Instrumen Penelitian

No Rumusan Masalah

Indikator Pertanyaan Penelitian Sumber Data

1 Mengapa

masyarakat Lamaholot menggunakan GG sebagai Belis dalam upacara adat perkawinan?

 Nilai Logis  Nilai etika  Nilai estetika  Nilai teologis

Secara Logis

bagaimana pandangan anda terhadap

penggunaan GG sebagai Belis ?

Secara Etika

bagaimana pandangan anda terhadap

penggunaan GG sebagai Belis ?

 Secara Estetika bagaimana pandangan anda terhadap

penggunaan GG sebagai Belis ?

Secara Teologis bagaimana pandangan anda terhadap

penggunaan GG sebagai Belis ?

 Pemangku adat  Tokoh Masyarakat  Masyarakat Lamaholot

2 Bagaimana

persepsi

masyarakat

Lamaholot

terhadap

konversi Belis

GG ke wujud

lain ? Alasan masyarakat Lamaholot melakukan pengkonversian GG kebentuk lain Tujuan pengkonversian GG ke bentuk

Mengapa

pengkonverisan GG kebentuk lain dilakukan?

Bagaimana pandangan anda terhadap

pengkonverisan Belis GG ke wujud lain?

(27)

lain

Pandangan masyarakat terhadap

pengkonversian GG

pengkonversian bentuk Belis ini merubah cara pandang anda terhadap Belis?

3 Bagaimana

partisipasi

masyarakat

Lamaholot

dalam

pembangunan

berkelanjutan?

Bentuk partisipasi masyarakat dalam menjalankan budaya

Bagaimana cara yang anda lakukan untuk dapat menjalankan budaya perkawinan?

 Bagaimana cara yang anda lakukan agar nilai-nilai yang ada pada budaya perkawinan pada masyarakat Lamaholot tidak hilang ditelan zaman?

 Pemangku adat

 Tokoh Masyarakat

 Masyarakat Lamaholot

(28)

3.4. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan pada saat pengumpulan

data telah selesai dilakukan. Bogdan dan Biklen (dalam Supardi, 2014,hlm.51)

menyatakan bahwa analisa data adalah “Proses pencarian dan penyusunan secara

sistematis terhadap transkrip wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain

yang terkumpul untuk meningkatkan pemahaman tentang data serta menyajikan

apa yang telah ditemukan kepada orang lain”. Pendapat lain juga diutarakan oleh

Sugiyono (2013,hlm.88) yang menyakatakan;

Melakukan analisis merupakan proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih nama yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.

Dengan teknik analisis data ini, data yang diperoleh dan dikumpulkan dari

berbagai sumber termasuk dari responden melalui hasil wawancara, obeservasi

dan studi dokumentasi, selanjutnya dideskripsikan dalam bentuk laporan. Karena

dalam melakukan analisis data kualitatif belum ada pola yang jelas untuk

dijadikan acuan yang baku, maka dianjurkan untuk mengikuti langkah langkah

yang bersifat umum. Nasution (dalam Sugiyono, 2013, hlm.88) menyatakan

bahwa “Tidak ada suatu cara tertentu yang dapat dijadikan patokan bagi semua

penelitian, salah satu cara yang dapat dianjurkan ialah mengikuti langkah-langkah

berikut yang bersifat umum yaitu reduksi data, display data dan penarikan

kesimpulan/verification”.

Berdasarkan saran ini, peneliti menggunakan teknik analisis data model Miles

dan Huberman yaitu; reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan

/verification.

3.4.1. Reduksi Data

Reduksi data merupakan kegiatan merangkum catatan-catatan lapangan dan

semua informasi penting yang terkait dengan masalah penelitian, selanjutnya data

(29)

oleh Muktar (2013, hlm.135) “reduksi data adalah suatu bentuk analisis yang

tajam, ringkas terfokus, membuang data yang tidak penting, dan

mengorganisasikan data sebagai cara untuk menggambarkan dan memverifikasi

kesimpulan akhir”. Reduksi data dilakukan dengan panduan tujuan penelitian

sehingga dapat mengetahui informasi apa sajakah yang harus digunakan. Dengan

reduksi data akan menghasilkan rangkuman hal-hal pokok yang lebih terinci agar

analisis ditahap selanjutnya lebih terfokus.

3.4.2. Display Data

Display data adalah tahap selanjutnya setelah reduksi data. “Display data

adalah usaha merangkai informasi yang terorganisir dalam upaya menggambarkan

kesimpulan dan mengambil tindakan” (Muktar, 2013, hlm.135). Adapun tujuan

display data seperti yang dikemukakan Sugioyono (2013, hlm.95) yang

menyatakan “dengan mendisplaykan data, maka akan memudahkan untuk

memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa

yang telah dipahami tersebut”. Proses penyajian data dalam penelitian ini akan

dilakukan dengan mengelompokkan hal-hal yang serupa menjadikannya dalam

satu kategori dengan menggunakan teks narasi.

Dalam tahap ini penentuan kategori harus dilakukan dengan sangat hati-hati

agar tidak terjadi penyimpangan arti dari pernyataan narasumber.

Kategori-kategori yang sama dikelompokan dalam satu sub-sub tema. Sub-sub

tema yang sejenis selanjutnya dikelompokan kedalam sub tema yang lebih umum.

Kemudian dibentuk tema dari pengelompokan beberapa sub tema yang

mengandung makna yang setara. Tentunya diharapkan penggunaan display data

dengan teks narasi dapat menggambarkan kesimpulan dari tindakan yang diambil.

3.4.3. Kesimpulan/Verifikasi

Tahap ini merupakan tahap penarikan kesimpulan dari semua data yang telah

diperoleh sebagai hasil dari penelitian. Penarikan kesimpulan atau verifikasi adalah

usaha untuk mencari, mengetahui dan memahami makna/arti, keteraturan, pola-pola,

penjelasan, alur sebab akibat atau proposisi. Kesimpulan/verifikasi merupakan

(30)

telah dianalisis. Untuk menetapkan kesimpulan yang lebih bermakna maka

kesimpulan/verifikasi dilakukan sepanjang penelitian berlangsung sehingga

menjamin signifikansi hasil penelitian. Oleh karena itu proses analisis ini tidak

sekali jadi, melainkan secara terus menerus diulangi dari tahap reduksi, display data

dan penarikan kesimpulan/verifikasi selama waktu penelitian. Setelah melakukan

verifikasi maka dapat ditarik kesimpulan berdasarkan hasil penelitian yang disajikan

dalam bentuk narasi.

3.5 Isu Etik

Isu etik digunakan dalam penelitian yang melibatkan manusia sebagai subjek

penelitiannya. Pertimbangan etik penelitian digunakan untuk melindungi hak-hak

narasumber. Salah satunya dengan cara menjelaskan bahwa penelitian ini tidak

menimbulkan dampak negatif. Hal ini dilakukan agar narasumber tidak berada

dalam tekanan pada saat berlangsungnya wawancara.

Para narasumber yang dipilih untuk diwawancarai sebelumnya diminta

kesediaanya untuk diwawancarai dengan menjelaskan maksud dan tujuan

penelitian serta membuat kesepakatan tentang waktu dan tempat penelitian. Pada

penelitian ini juga tidak menggunakan nama yang sebenarnya pada data,. Hal ini

bertujuan agar narasumber lebih terbuka dalam menjawab semua pertanyaan yang

(31)

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

Dalam bab ini dikemukakan kesimpulan, implikasi, dan rekomendasi. Pada

bagian kesimpulan dipaparkan mengenai intisari hasil penelitian secara

komprehensif. Adapun pada bagian implikasi menjelaskan akibat langsung dari

temuan hasil penelitian. Sedangkan rekomendasi diketengahkan beberapa saran

maupun opini yang bersifat membangun untuk perbaikan selanjutnya.

5.1 Kesimpulan Umum

Partisipasi dalam pembangunan berkelanjutan yang dilakukan oleh

masyarakat Lamaholot adalah partisipasi dalam perspektif sosial-budaya

khususnya pada bidang kebudayaan dalam upacara adat perkawinan. Kelangkaan

GG berimbas pada sulitnya memenuhi tuntutan GG pada perkawinan masyarakat

Lamaholot. Oleh karena itu masyarakat telah bersedia melakukan perubahan

wujud Belis GG ke wujud lain. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat telah

berpartisipasi dalam pelestarian budaya.

Pelestarian budaya yang dilakukan oleh masyarakat Lamaholot ini

merupakan bentuk partisipasi yang bijak dengan menyesuaikan kondisi kesediaan

sumber daya alam yang ada. Partisipasi ini dilakukan dengan bersedia mengurangi

jumlah GG, maupun mengkonveriskan GG sebagai Belis kedalam wujud lain.

Wujud lain yang dipilih sebagai pengganti adalah wajaklolon yang berisikan

sejumlah uang sesuai kesepakatan dalam musyawarah adat. Pengurangan jumlah

Belis maupun pergantian GG sebagai wujud Belis merupakan cara yang dilakukan

untuk melestarikan budaya perkawinan masyarakat Lamaholot.

Kesediaan ini menunjukan bahwa masyarakat Lamaholot telah

berpartisipasi langsung dalam pembangunan berkelanjutan khususnya perspektif

sosial budaya pada bidang kebudayaan. Dengan bersedia mengurangi jumlah GG,

maupun mengkonversikan GG sebagai Belis kedalam wujud lain maka budaya

masyarakat Lamaholot dalam adat perkawinan dapat tetap dilaksanakan. Karena

(32)

perkawinan pada masyarakat Lamaholot perlahan akan hilang karena pemenuhan

tuntutan Belis semakin sulit untuk dilaksanakan.

Proses perubahan ini menunjukan kesadaran dari masyarakat Lamaholot

dalam melestarikan budaya. Pelestarian budaya bukan semata-mata

mempertahankan bentuk budaya yang ada, tetapi dengan mempertahankan nilai

yang ada didalam budaya tersebut. Proses pembinaan kesadaran tersebut salah

satunya melalui proses internalisasi nilai pendidikan tradisi yang secara terus

menerus dilakukan oleh masyarakat Lamaholot. Karena masyarakat Lamaholot

merasa bahwa nilai-nilai yang ada dalam sebuah Belis GG itu sangat penting

maka GG tetap disebutkan walaupun wujudnya telah dikonversikan kedalam

wujud lain.

Berkaitan dengan PKn, proses melestarikan kebudayaan merupakan salah satu

tujuan dari PKn, terutama PKn kemasyarakatan. PKn tidak hanya terfokus dalam

domain formal di persekolahan, namun juga warga Negara dapat

melaksanakannya dilingkungannya karena lingkungan lebih dekat dengan

masyarakat dan masyarakatpun lebih banyak menggunakan waktu nya dalam

lingkungan. Sehingga tindakan yang telah dilakukan oleh masyarakat Lamaholot

ini memberikan kontribusi yang sangat baik terhadap PKn kemasyarakatan, guna

membentuk partisipasi dan kesadaran warga negara dalam melestarikan

kebudayaan. Adapun domain kompetensi kewarganegaraan, berkontribusi pada

pembentukan watak kewarganegaraan, diantaranya; 1) Menambah pengetahuan

kewarganegaraan (civic knowledge), 2) mengembangkan keterampilan

kewarganegaraan (civic skill), 3) meningkatkan partisipasi kewarganegaraan (civic

participation) baik secara privat maupun publik.

Hasil Penelitian ini menggambarkan tujuan dari PKn. Meskipun masyarakat

Lamaholot tidak memahami kompetensi-kompetensi kewarganegaraan, namun

dalam aplikasinya masyarakat Lamaholot telah melakukan pengamalan nilai-nilai

kompetensi kewarganegaraan dalam kesehariannya. Hal ini membuktikan bahwa

secara konseptual PKn dapat terjadi secara alamiah yang dikonstruksi oleh

lingkungan budayanya. Berkenaan dengan tujuan PKn yang mengamanatkan

(33)

hal dan kewajibannya sesuai dengan harapan negara. Salah satu harapan negera

terhadap warga negara dimaksud adalah partisipasi dalam pelestarian kebudayaan

dengan menyesuaikan tingkat konsumtif dengan ketersediaan faktor-faktor

pemenuhan kebutuhan dimaksud. Pelestarian budaya (perkawinan) yang

dilakukan oleh masyarakat Lamaholot menunjukan bahwa mereka telah

menjalankan salah satu kewajiban sebagai warga negara yang baik sesuai dengan

tujuan dari PKn.

5.2Simpulan Khusus

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan

sebelumnya, maka peneliti menemukan kesimpulan-kesimpulan secara khusus

mengenai Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Berkelanjutan Bidang

Kebudayaan (Studi Fenomenologi : Konversi Belis Gading Gajah Dalam Upacara

Adat Perkawinan Masyarakat Lamaholot Di Kabupaten Flores Timur – Provinsi

Nusa Tenggara Timur). Adapun kesimpulan khusus dari penelitian ini sebagai

berikut:

1 GG dipilih sebagai Belis karena menurut masyarakat Lamaholot GG adalah

penghargaan bagi wanita, menjujung tinggi martabat wanita, memiliki daya

tarik untuk dipandang dan GG merupakan benda yang sangat sakral.

2 Persepsi masyarakat Lamaholot terhadap konversi Belis GG kebentuk lain

merupakan upaya pelestarian budaya, mengingat GG sangat sulit diperoleh

yang berimbas terhadap pemenuhan tuntutan adat perkawinan menjadi sulit

untuk dilaksanakan.

3 Partisipasi yang dilakukan oleh masyarakat Lamaholot pada pembangunan

berkelanjutan dalam pelestarian budaya, dilakukan dengan

mengkonversikan GG kedalam wujud lain (Wajak Lolon) yang ramah

(34)

3.2Implikasi

Berdasarkan simpulan yang telah dijelaskan di atas memberi implikasi bahwa

masyarakat Lamaholot telah menunjukan partisipasi dalam mendukung

pembangunan berkelanjutan khususnya perspektif sosial-budaya pada bidang

kebudayaan. Pelestarian budaya yang dilakukan oleh masyarakat Lamaholot ini

menunjukan pertimbangan sikap yang arif dan bijaksana dalam memberikan

peluang adanya keberlanjutan budaya khususnya adat perkawinan pada

masyarakat Lamaholot. Hal ini sejalan dengan konsep yang diharapkan dalam

pembangunan perkelanjutan yakni memberikan gagasan agar setiap individu

mampu bertindak bijaksana dalam setiap pengambilan keputusan.

Tindakan yang dilakukan oleh masyarakat Lamaholot ini juga berimplikasi

terhadap pengembangan ESD karena dapat dijadikan bahan pembelajaran bagi

masyarakat di daerah lain yang mempunyai permasalahan yang serupa. Selain itu

tindakan partisipasi dalam melestarikan budaya ini sesuai dengan tujuan PKn

yakni meningkatkan partisipasi warga negara. Seperti yang dikemukakan oleh

Wahab dan Saprya, (2011, hlm. 311) tujuan PKn adalah “Untuk membentuk

warga negara yang baik (to be good citizens).” Warga negara yang baik tentunya

mampu berpikir dan bertindak sesuai dengan tuntutan dan harapan negara. Azis

Wahab (dalam Wahab dan Saprya, 2011, hlm. 311) mengidentifikasi warga negara yang baik adalah “warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan dengan baik hak-hak dan kewajibannya sebagai individu warga negara, memiliki kepekaan dan tanggung jawab sosial ...”. Dengan berpartisipasi melestarikan budaya bangsa individu telah menjalankan tujuan dari PKn karena

mampu menjalankan kewajibannya sebagai warga negara yang diharapkan oleh

negara.

Melestarikan kebudayaan merupakan salah satu tujuan dari PKn, terutama

PKn kemasyarakatan. Karena mengingat PKn tidak hanya dapat dipelajari di

persekolahan tetapi juga dimasyarakat, sebagaimana yang dikemukakan oleh

Cogan (dalam Budimansyah dan Suryadi, 2008:5):

(35)

or non-formal/informal learning which takes place in the family, the religious organization, community organizations, the media etc, which help to shape the totality of the citizen.

Pernyataan diatas menujukan bahwa pendidikan kewarganegaraan mencakup

pengalaman belajar di sekolah dan di luar sekolah, seperti yang terjadi di

lingkungan keluarga, dalam organisasi keagamaan, dalam organisasi

kemasyarakatan.

Tindakan yang telah dilakukan oleh masyarakat Lamaholot inipun

memberikan kontribusi yang sangat baik terhadap PKn kemasyarakatan. Tindakan

ini guna membentuk partisipasi dan kesadaran warga negara dalam melestarikan

kebudayaan. Adapun domain kompetensi kewarganegaraan yang berkontribusi

pada pembentukan watak kewarganegaraan, diantaranya; 1) menambah

pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), 2) mengembangkan

keterampilan kewarganegaraan (civic skill), 3) meningkatkan partisipasi

kewarganegaraan (civic participation) baik secara privat maupun publik.

Kompetensi inilah yang telah menjadikan masyarakat Lamaholot mampu

menunjukan eksistensinya sebagai masyarakat budaya.

3.3Rekomendasi

Berdasarkan sejumlah temuan yang diperoleh dari hasil penelitian mengenai

Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Berkelanjutan Bidang Kebudayaan

(Studi Fenomenologi: Konversi Belis Gading Gajah Dalam Upacara Adat

Perkawinan Masyarakat Lamaholot Di Kabupaten Flores Timur–Provinsi Nusa

Tenggara Timur), maka dengan ini peneliti merekomendasikan hal-hal sebagai

berikut:

3.3.1. Bagi Masyarakat

A.Kepada para pemangku adat Lamaholot

Diharapkan para pemangku adat selalu mempertahankan nilai-nilai dalam

upacara adat perkawinan dengan menyesuaikan kondisi sumber daya alam

(36)

GG ke Wajak Lolon harus diimbangi dengan sebuah konsep dasar yang

sama sebagai sebuah Belis.

B.Kepada tokoh masyarakat Lamaholot

Diharapkan tokoh masyarakat ikut berperan aktif dalam memberikan sebuah

pemahaman kepada masyarakat bahwa pengkonversian yang dilakukan ini

semata-mata untuk melestarikan budaya, karena apabila tetap

mempertahankan penggunaan GG sebagai Belis maka upacara perkawinan

akan terhambat dan sulit dilaksanakan, yang lama kelamaan akan berimbas

pada hilangnya budaya karena tidak dilaksanakan. Dan pada akhirnya

pengkonversian yang telah dilakukan ini dapat diterima secara luas

dikalangan masyarakat Lamaholot.

C.Kepada Para Pendidik di Flores Timur

Kepada para pendidik diharapkan dalam kegiatan belajar mengajar di

sekolah, khususnya kepada para guru sebagai orang yang paling dekat

dengan siswa disarankan untuk mempelajari dan memahami unsur-unsur

budaya terutama nilai-nilai dalam budaya yang dimiliki sebagai suatu

kearifan lokal yang membanggakan, sehingga senantiasa dapat bersikap dan

berprilaku yang mencerminkan nilai-nilai budaya yang dimiliki, sehingga

muncul rasa mencintai terhadap budaya sendiri.

D.Kepada Masyarakat Lamaholot Secara Umum

Nilai-nilai luhur harus tetap dijaga dan dilestarikan sebagai suatu pedoman

dalam menjamin keharmonisan diantara suku-suku dalam komunitas

masyarakat Lamaholot. Berdasarkan hasil penelitian ini ditemukan

nilai-nilai tradisi dalam melaksanakan suatu pernikahan secara adat. Belis

mempunyai peran yang sangat penting dalam mensahkan suatu hubungan

pernikahan karena terdapat nilai-nilai luhur yang mengatur tata kehidupan

(37)

3.3.2 Kepada Pemerintah

A. Kepada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Flores Timur

Diharapkan selalu menjaga kelangsungan budaya yang ada pada masyarakat

Lamaholot agar nilai-nilai budaya yang ada dapat terus dilaksanakan dan

dihayati dalam kehidupan sehari-hari, selain itu budaya yang ada pada

masyarakat Lamaholot ini sebaiknya didokumentasikan baik dalam bentuk

buku, Foto maupun vidio sehingga dapat dipelajari sebagai suatu kearifan

lokal yang membedakannya dengan daerah lainnya.

B.Kepada Dinas Pendidikan Kabupaten Flores Timur

Diharapkan dinas pendidikan kabupaten Flores Timur agar mampu

mendesain model dan bentuk media pendidikan yang akan dimanfaatkan

oleh guru dengan komposisi yang memuat nilai-nilai buda

Gambar

Tabel 3.1                               Instrumen Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Dalam pengawasan program Baliak Basurau adapun langkah pengawasan iyalah menetapkan standar/alat ukur seiring yang dijelaskan oleh Kepala Bagian Kesra adalah adanya

Berdasarkan hasil wawancara diatas, terhadap lima informan dari kalangan pustakawan Perpustakaan Universitas Hasanuddin Makassar maka dapat disimpulkan bahwa dari semua

Menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “ Peningkatan Keterampilan Menyimak Cerita Rakyat Berbahasa Jawa melalui Metode Student Teams Achievement Divisions

Demikian kami sampaikan, atas perhatiaannya kami ucapkan terima kasih.. TUNGKAL

Menetapkan  desain dan  pengemasan  produk  rekayasa  sebagai alat  pengatur gerak sederhana  dengan sumber arus listrik aneka jenis alat  pengatur gerak 

Mengolah data adalah usaha yang konkrit yang membuat data itu ”berbicara”, sebab betatapun besarnya jumlah dan tingginya nilai data yang terkumpul (sebagai hasil

Berdasarkan uraian dan pembahasan pada bagian sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: (1) Tingkat suku bunga, EPS ( Earning Per Share), Dividend Payout Ratio

Setelah menentukan analisis bahaya dan analisis kerentanan, maka akan kita dapatkan suatu kajian mengenai analisis risiko bencana dengan cara overlay kedua