• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI GROUP INVESTIGATION UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMA : Penelitian Kuasi Eksperimen di Salah Satu SMA di Kota Solok Provinsi Sumatera Barat.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STRATEGI GROUP INVESTIGATION UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMA : Penelitian Kuasi Eksperimen di Salah Satu SMA di Kota Solok Provinsi Sumatera Barat."

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Padma Mike Putri M (2015). Strategi Pembelajaran Group Investigation untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Disposisi Matematis Siswa SMA (Studi Kuasi Eksperimen pada Siswa SMA di Kota Solok).

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya kemampuan penalaran dan disposisi matematis siswa. Kedua kemampuan ini merupakan tujuan dari pembelajaran matematika yang perlu dikembangkan. Oleh karena itu, diperlukan suatu strategi untuk mendorong siswa dalam mengembangkan kemampuan penalaran dan disposisi matematis ini. Strategi pembelajaran group investigation memungkinkan siswa untuk mengembangkan kemampuan penalaran dan disposisi matematis. Tujuan penelitian ini adalah untuk menelaah peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran group investigation dan siswa yang mendapatkan pembelajaran biasa serta melihat perbedaan peningkatan yang terjadi jika ditinjau dari kategori kemampuan awal matematis siswa (tinggi, sedang, rendah) dan mengkaji perbedaan pencapaian disposisi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran group investigation dan siswa yang mendapatkan pembelajaran biasa. Desain penelitian ini adalah desain kelompok kontrol non-ekivalen sehingga diperoleh sampel siswa kelas X di salah satu SMAN di Kota Solok sebanyak dua kelas yang menggunakan teknik purposive sampling. Instrumen penelitian meliputi tes kemampuan penalaran matematis dan angket skala disposisi. Berdasarkan hasil analisis didapat informasi bahwa (1) Peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran group investigation lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran biasa secara keseluruhan dan ditinjau dari kemampuan awal matematis siswa (tinggi, sedang, rendah), peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa kategori KAM sedang dan tinggi pada kelas pembelajaran group investigation lebih baik daripada kelas pembelajaran biasa, (2) Disposisi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran group investigation tidak berbeda secara signifikan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran biasa.

Kata kunci: Kemampuan Penalaran dan Disposisi Matematis, Pembelajaran

(2)

ABATRACT

Padma Mike Putri M (2015). Group Investigation Learning Strategies for

Improving Mathematical Reasoning Ability and

Mathematical Disposition High School Students

(Quasi-Experimental Study on High School Students

in Solok).

This research is based on the lack of mathematical reasoning skills and

dispositions of students. Both of these abilities are purposes of mathematics

learning that need to be developed. Therefore, we need a strategy to encourage

students to develop mathematical reasoning ability and mathematical disposition.

Learning strategy group investigation allows students to develop mathematical

reasoning skills and mathematical dispositions. The aims of this study are to

examine the improvement of mathematical reasoning abilities of students who get

group investigation and students who get regular learning and examine the

difference improvement in viewed of the category of previous mathematical

ability of students (high, medium, low) and also examine the differences in the

achievement of students' mathematical disposition who get group investigation

and students who get regular learning. Design of this studi is the design of a

control group of non-equivalence in order to obtain samples of class X in one of

SMAN in Solok of two classes using purposive sampling technique. Instruments

of this study in clude tests of mathematical reasoning ability and mathematical

disposition scale. Based on the analysis of information found that: (1)

(3)

investigation learning better than students who got the regular learning when

viewed of entirely and previous mathematical ability of students (high, medium,

low), improvement students' mathematical reasoning skills category medium and

high class whogot group investigation learning better than who got regular

learning (2) Mathematical Disposition of students who got group investigation

learning did not differ significantly with the students who got the regular learning.

Key Words: Mathematical Reasoning, Mathematical Disposition, and Group

(4)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMAKASIH ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C.Tujuan Penelitian ... 8

D.Manfaat Penelitian ... 9

E. Definisi Operasional ... 9

BAB II KAJIAN TEORI ... 11

A.Kemampuan Penalaran Matematis ... 11

B. Disposisi Matematis... 13

C.Strategi Group Investigation ... 15

D.Kerangka Berfikir ... 18

E. Teori yang Mendukung... 22

F. Penelitian Relevan ... 23

(5)

BAB III METODE PENELITIAN... 26

A.Desain Penelitian ... 26

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 27

C.Variabel Penelitian... 28

D.Instrumen Penelitian ... 28

1. Tes Kemampuan Penalaran Matematis ... 28

2. Skala Disposisi Matematis Siswa ... 30

3. Lembar Observasi ... 30

E. Teknik Pengembangan Instrumen ... 32

1. Validitas Tes ... 32

2. Analisis Reliabilitas ... 34

3. Analisis Daya Pembeda ... 35

4. Analisis Tingkat Kesukaran ... 37

F. Perangkat Pembelajaran... 39

G.Prosedur Penelitian ... 40

H.Teknik Pengumpulan Data ... 41

I. Teknik Analisis Data ... 42

1. Data Kemampuan Awal Matematika Siswa ... 42

2. Tes Kemampuan Penalaran Matematis ... 42

3. Skala Disposisi Matematis Siswa ... 44

J. Alur Uji Statistik ... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 47

A.Hasil Penelitian ... 47

1. Kemampuan Penalaran Matematis ... 48

2. Disposisi Matematis Siswa ... 61

B. Pembahasan ... 66

1. Strategi Pembelajaran ... 66

2. Kemampuan Penalaran Matematis ... 73

3. Disposisi Matematis Siswa ... 84

(6)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 91

A.KESIMPULAN ... 91

B. IMPLIKASI ... 92

C.REKOMENDASI ... 92

(7)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Matematika sebagai ilmu dasar yang memegang peran penting dalam

perkembangan ilmu pengetahuan. Sesuai dengan lampiran Permendiknas nomor

22 tahun 2006 disebutkan bahwa matematika merupakan ilmu universal yang

mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam

berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia. Besar peranan

matematika membuatnya dipelajari secara luas, mulai dari jenjang pendidikan

terendah sampai ke perguruan tinggi. Sebagaimana tertuang dalam

Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 37

menyatakan bahwa mata pelajaran matematika adalah suatu mata pelajaran wajib

bagi siswa pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.

Kemampuan matematika perlu dilatih sejak dini untuk membentuk pola

pikir siswa, serta melatih kemampuan bernalar agar siswa mampu memecahkan

berbagai masalah dalam kehidupan. Pernyataan ini ditegaskan Badan Nasional

Standar Pendidikan (BNSP, 2006), pembelajaran matematika diberikan pada

setiap jenjang pendidikan bertujuan agar siswa menggunakan matematika sebagai

cara bernalar. Selanjutnya matematika memiliki struktur keterkaitan yang kuat

dan jelas antara konsep-konsepnya, sehingga membentuk pola pikir yang lebih

rasional.

Pembelajaran matematika disetiap jenjang pendidikan diharapkan dapat

mengembangkan potensi yang dimiliki siswa, khususnya kemampuan dasar

matematika agar siswa mampu memahami dan menyelesaikan permasalahan

matematika secara benar. Sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional

Republik Indonesia nomor 69 tahun 2013 tentang Standar Isi (Permendiknas,

2013) pembelajaran matematika bertujuan untuk mngembangkan kemampuan

sebagai berikut:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan

menggunakan konsep maupun algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan

(8)

2. Menggunakan pola sebagai dugaan dalam penyelesaian masalah serta untuk

membuat generalisasi berdasarkan fenomena atau data yang ada, serta

melakukan penalaran berdasarkan sifat-sifat matematika, menganalisis

komponen dan melakukan manipulasi matematika dalam penyederhanaan

masalah.

3. Mengkomunikasikan gagasan dan penalaran matematika serta mampu

menyusun bukti matematika dengan menggunakn kalimat lengkap, simbol,

tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

4. Memecahkan masalah meliputi kemampuan memahami masalah, membangun

model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang

diperoleh termasuk dalam rangka memecahkan masalah dalam kehidupan

sehari-hari.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu

memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika,

serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

6. Memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai dalam matematika

dan pembelajarannya, seperti taat azas, konsisten, menjunjung tinggi

kesepakatan, toleran, menghargai pendapat orang lain, santun, demokrasi, ulet,

tangguh, kreatif, menghargai kesemestaan (konteks, lingkungan), kerjasama,

adil, jujur, teliti, cermat, dan sebagainya.

Dari uraian di atas, aspek kemampuan penalaran merupakan kemampuan

terpenting yang harus dimiliki siswa. Penalaran adalah kemampuan dasar untuk

mempelajari matematika lebih lanjut. Sesuai dengan pernyataan Sumarmo (2013),

suatu karakteristik matematika yaitu menekakan pada proses deduktif yang

memerlukan penalaran logis dan aksiomatik, yang bisa diawali dengan proses

induktif.

Kemampuan penalaran merupakan aspek kunci dalam mengembangkan

kemampuan matematis lainnya seperti kemampuan berfikir kritis dan kreatif.

Matematika dipelajari dengan sejumlah kemampuan dan keterampilan tertentu

sehingga dapat diaplikasikan dalam pemecahan masalah. Siswa haruslah dilatih

(9)

Wahyudin (Rachma, 2013) menyatakan bahwa kecenderungan yang

menyebabkan siswa gagal dalam memahami pokok-pokok bahasan matematika

adalah siswa kurang menggunakan nalar yang logis dalam menyelesaikan

persoalan matematika yang diberikan.

Perkembangan kemampuan kognitif dipengaruhi oleh kemampuan afektif.

Kemampuan afektif bertujuan untuk mengembangan sikap spiritual dan sosial,

rasa ingin tahu, kreativitas, kerja sama dengan kemampuan intelektual.

Pembelajaran matematika tidak hanya mempelajari konsep, prosedural, dan

aplikasinya saja, tetapi juga terkait dengan pengembangan sikap, minat dan

ketertarikan terhadap matematika. Ruseffendi (Haqq, 2013) menyatakan bahwa

siswa yang mengikuti pelajaran dan menyelesaikan tugas dengan baik,

berpartisipasi aktif, dan merespon tantangan, menunjukkan bahwa siswa memiliki

sikap positif terhadap matematika. Pengembangan sikap, minat dan keterkaitan

terhadap matematika akan membentuk kecenderungan yang kuat yang dinamakan

dengan disposisi matematis.

Disposisi matematis merupakan sikap positif dan kebiasaan memandang

matematika sebagai sesuatu yang logis dan bermanfaat. Sumarmo (2013)

mengemukakan karakteristik berfikir logis yang dibentuk dari disposisi matematis

yaitu: 1) bersemangat dalam proses berfikir logis, 2) rasa percaya diri, ekspektasi

dan metakognisi, 3) kegigihan dalam menyelesaikan proses berfikir logis, 4) rasa

ingin tahu yang tinggi, serta 5) kemampuan berbagi pendapat dengan orang lain.

Disposisi matematis dapat mempengaruhi perkembangan kongnitif siswa

untuk mencapai hasil yang baik dalam mempelajari matematika. Sesuai dengan

hasil penelitian yang dilakukan oleh Shodikin (2014), mengungkapkan bahwa

peningkatan kemampuan penalaran seiring juga dengan peningkatan disposisi

matematis siswa. Sebaliknya diungkapkan Kusmawan (2012), matematika

dianggap sebagai pembelajaran yang tidak kreatif, kaku dan memaksakan aturan

yang sudah baku, selanjutnya penyelesaian masalah matematika dianggap tunggal

dan tidak memberi celah pada perbedaan jawaban atau solusi berbeda. Namun

sesungguhnya matematika memberi ruang pada jawaban maupun cara yang

(10)

Anggapan di atas memunculkan masalah tentang kesulitan siswa dalam

mempelajari matematika. Lemahnya kemampuan penalaran siswa diduga

dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah tidak adanya sikap positif

siswa terhadap matematika.

Berdasarkan analisis studi pendahuluan tentang kemampuan penalaran

matematis siswa di salah satu SMA Negeri di kota Solok, diperoleh gambaran

bahwa kemampuan penalaran matematis siswa belum berkembang baik. Terlihat

dari tes kemampuan penalaran matematis siswa yaitu kebanyakan dari siswa tidak

mampu menjawab soal-soal penalaran yang diberikan. Siswa butuh waktu lama

untuk memahami perintah soal, sehingga mereka kesulitan untuk menjawab soal

tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa siswa tidak terbiasa dengan soal-soal

penalaran. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Tama (2013),

perkembangan kemampuan penalaran matematis siswa belum mencapai hasil

yang diharapkan disebabkan karena siswa terbiasa mengerjakan soal-soal rutin

dibandingkan dengan mengerjakan soal-soal penalaran. Selanjutnya ditinjau dari

sumber belajar yang digunakan sedikit. Terlihat dari guru yang menggunakan satu

buku panduan matematika, kemudian siswa menggunakan lembaran kerja siswa

(LKS) yang disalurkan percetakan ke sekolah. LKS ini berisikan kumpulan rumus

dan soal-soal latihan berupa soal-soal rutin. Selanjutnya diperoleh informasi dari

salah satu guru yang mengajar di kelas X SMA Negeri tersebut, menyatakan

bahwa masih ada juga siswa yang tidak mampu menyelasaikan soal-soal rutin.

Kemudian penyusunan soal ulangan harian selalu mirip dengan soal-soal pada

latihan yang telah diberikan kepada siswa, hanya angkanya saja yang dibedakan.

Menurut alasan dari guru tersebut, jika soal ulangan harian berbeda dengan

soal-soal rutin pada latihan, maka siswa akan bingung dalam mengerjakan soal-soal ulangan

harian bahkan tidak bisa menjawab sama sekali. Hal ini menandakan bahwa siswa

menghafal rumus dan langkah-langkah penyelesaian soal.

Permasalahan di atas diduga karena tidak adanya sikap positif siswa

terhadap pembelajaran matematika. Terlihat dari tidak adanya keinginan siswa

untuk mencoba alternatif lain dalam pengerjaan model soal yang baru sehingga

(11)

informasi dari gurunya tanpa memiliki rasa ingin tahu untuk mencari dan

menggali informasi dari berbagai sumber mengakibatkan siswa kurang memahami

materi yang sedang dipelajarinya. Lemahnya kemampuan disposisi matematis

siswa berdampak buruk terhadap kemampuan penalaran matematisnya.

Kemampuan disposisi perlu dikembangkan melalui model atau strategi

pembelajaran yang dapat menumbuhkan sikap rasa ingin tahu, kegigihan, dan

percaya diri dalam menyelesaikan permasalahan matematika, serta mampu untuk

berbagi dengan orang lain. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Permana

(2010), kemampuan disposisi matematis siswa dipengaruhi oleh model

pembelajaran yang digunakan.

Berdasarkan studi lapangan yang dilakukan pada tanggal 7 Agustus

sampai dengan 20 Agustus 2014, pembelajaran yang digunakan adalah

pembelajaran langsung. Dimana siswa secara bersama-sama mendengarkan

informasi yang diberikan guru, kemudian mengerjakan soal-soal latihan yang

diberikan gurunya. Berdasarkan informasi dari guru tersebut, belum dilakukannya

pembahruan dalam pembelajaran disebabkan oleh jumlah siswa yang sangat

banyak, sehingga menghambat pencapaian tujuan pembelajaran. Sekolah tersebut

terdiri dari 12 kelas dengan rata-rata jumlah siswa perkelas adalah 43 orang.

Banyaknya jumlah siswa dalam satu kelas membuat guru pesimis untuk

menjalankan metode pembelajaran yang tertuang pada kurikulum 2013. Padahal

menurut Tinker, G.S, dkk (2003), pembelajaran matematika dengan kooperatif

memberikan pemerataan kesempatan belajar kepada siswa. Kemudian terdapat

perubahan pola pembelajaran pada kurikulum 2013, yaitu pembelajaran yang

berpusat pada guru menjadi pembelajaran berpusat pada siswa.

Pembelajaran matematika pada jenjang pendidikan menengah sesuai

kurikulum 2013 dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan saintifik.

Pembelajaran dengan pendekatan saintifik dilakukan dengan langkah-langkah

berikut: (1) observing (mengamati), (2) questioning (menanya), (3) associating

(menalar), (4) experimenting (mencoba), (5) networking (membentuk jejaring).

Selanjutnya proses pembelajaran meliputi ranah sikap, pengetahuan dan

(12)

apa yang sedang dipelajari (ranah pengetahuan), dan bagaimana mempelajari

(ranah keterampilan) (Kemendiknas, 2013). Keseimbangan kemampuan pada

setiap ranah bertujuan menciptakan manusia yang memiliki kecakapan dan

pengetahuan untuk hidup secara layak.

Kurikulum sekolah pada semester dua tahun ajaran 2014/2015, kembali ke

kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Kurikulum KTSP juga bertujuan

untuk mengembangkan aspek kognitif dan aspek afektif sebagaimana tertuang

pada standar isi. Pembelajaran pada kurikulum KTSP terdiri dari tiga tahap yaitu

kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Pada kegiatan inti

terdapat tiga proses diantaranya, (a) eksplorasi, melibatkan siswa dalam mencari

dan menghimpun informasi. (b) elaborasi, mendorong siswa untuk membaca dan

menuliskan hasil ekplorasi serta menganalisis untuk memperoleh kesimpulan. (c)

konfirmasi, guru memberikan umpan balik terhadap apa yang dihasilkan siswa

melalui pengalaman belajar.

Suatu model pembelajaran matematika yang diduga mampu mengatasi

permasalahan di atas dan mengembangkan kemampuan penalaran dan disposisi

matematis serta sesuai dengan kurikulum KTSP adalah pembelajaran dengan

strategi group investigation. Group investigation adalah bagian dari pembelajaran

kooperatif yaitu pembelajaran yang mengelompokkan siswa dalam kelompok

kecil dengan beranggotakan 2 sampai 6 orang, bekerja secara kolaboratif dengan

struktur kelompok heterogen (Slavin, 2009). Implementasi strategi pembelajaran

ini diupayakan agar meningkatkan meningkatkan penguasaan konsep matematika

dan menumbuhkan kreativitas siswa, serta penciptaan iklim yang kondusif bagi

siswa dalam mengembangkan daya nalar dan berpikir tingkat tinggi.

Group investigation merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa mencari sendiri informasi

materi pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia,

misalnya dari buku pelajaran, artikel, jurnal atau siswa dapat mencari melalui

internet. Siswa dilibatkan sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik

maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Strategi pembelajaran ini

(13)

Strategi group investigation dapat melatih siswa untuk menumbuhkan

kemampuan berfikir mandiri dan saling berkerjasama dalam kelompok untuk

mencari solusi untuk pemecahan masalah matematis (Sartika, 2013).

Diduga pembelajaran dengan strategi group investigation dapat

memperkuat kemampuan penalaran matematis siswa, karena strategi

pembelajaran ini mengharuskan siswa untuk membangun sendiri pengetahuan

berdasarkan pola pikir dan kerjasama antar siswa dalam kelompok dapat

memupuk disposisi matematis siswa. Dengan strategi pembelajaran ini siswa

dibiasakan untuk berinteraksi dan berdiskusi dalam menyelesaikan persoalan

matematika yang disajikan. Melalui berinteraksi dan berdiskusi, siswa dapat

mengeluarkan ide-ide dalam menyelesaikan permasalahan matematis. Sesuai

dengan teori Vygotsky mengungkapkan bahwa seorang anak membangun

pengetahuan yang lebih melalui sociocultural (aspek eksternal) (Sembiring,

2010).

Selain dari aspek pembelajaran dan aspek psikologis, aspek kemampuan

awal matematika (KAM) siswa juga dijadikan sebagai fokus dalam penelitian ini.

Menurut Galton (Ruseffendi, 1991), setiap siswa memiliki kemampuan yang

berbeda dalam proses penalaran matematis. Artinya dari sekelompok siswa yang

dipilih secara khusus, akan terdapat mempunyai yang berbeda. Kemampuan ini

dapat dikategorikan pada kelompok atas, tengah, dan bawah yang tersebar secara

distribusi normal. Pembagian siswa menurut kemampuan awal matematikanya

(KAM) terkait dengan efektivitas implementasinya pada proses pembelajaran.

Tujuannya yaitu untuk melihat apakah peningkatan kemampuan penalaran

matematis siswa yang memperoleh pembelajaran group investigation dapat

merata di semua kategori KAM siswa atau hanya kategori KAM tertentu saja. Jika

merata di semua KAM, maka penelitian ini dapat digeneralisir bahwa

implementasi pembelajaran group investigation cocok diterapkan untuk semua

level kemampuan.

Berdasarkan uraian di atas, maka studi yang berfokus pada penerapan

suatu strategi pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan penalaran dan

(14)

matematika menjadi penting untuk dilakukan. Selanjutnya, dengan menerapkan

strategi group investigation diharapkan dapat meningkatkan kemapuan penalaran

dan disposisi matematis siswa. Oleh karena itu, penulis mencoba melakukan suatu

penelitian yang berjudul “Strategi Group Investigation untuk Meningkatkan

Kemampuan Penalaran Dan Disposisi Matematis Siswa SMA”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka yang menjadi

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah strategi Group

Investigation dapat meningkatkan kemampuan penalaran dan disposisi matematis siswa SMA?”. Rumusan masalah tersebut dapat dirinci sebagai berikut:

1. Apakah peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang

memperoleh pembelajaran group investigation lebih baik daripada siswa yang

memperoleh pembelajaran biasa?

2. Apakah peningkatan kemampuan penalaran matematis antara siswa yang

mendapatkan pembelajaran group investigation lebih baik daripada siswa

yang mendapatkan pembelajaran biasa, bila ditinjau dari kategori

pengetahuan awal matematika siswa (tinggi, sedang, rendah)?

3. Apakah pencapaian disposisi matematis siswa yang memperoleh

pembelajaran group investigation lebih baik daripada siswa yang memperoleh

pembelajaran biasa?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Menelaah pencapaian dan peningkatan kemampuan penalaran matematis

siswa yang belajar menggunakan strategi group investigation dengan siswa

yang memperoleh pembelajaran biasa.

2. Menelaah pencapaian kemampuan penalaran matematis siswa dengan

menggunakan strategi group investigation dan pembelajaran biasa, ditinjau

dari kategori pengetahuan awal matematika siswa (tinggi, sedang, rendah).

3. Menelaah pencapaian disposisi matematis siswa yang belajar menggunakan

strategi group investigation dengan siswa yang memperoleh pembelajaran

(15)

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dalam penelitian ini adalah:

1. Manfaat selama proses penelitian

proses pembelajaran group investigation dapat menjadi sarana bagi siswa

untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran matematika di kelas sehingga

dapat berlatih mengerjakan soal-soal untuk meningkatkan kemampuan

penalaran matematis siswa dan mengembangkan disposisi matematis siswa.

2. Manfaat hasil penelitian

a. Manfaat teoritis

Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dalam bidang pendidikan pada

umumnya dan sebagai masukan bagi pengembangan ragam bentuk

penelitian di bidang matematika lebih lanjut, khususnya dalam rangka

mengembangkan kemampuan penalaran dan disposisi matematis siswa.

b. Manfaat praktis

Memberikan informasi tentang peningkatan kemampuan penalaran dan

disposisi matematis siswa dengan menerapkan strategi group investigation.

E. Definisi Operasional

Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran mengenai hal-hal

yang dimaksudkan dalam penelitian ini, maka penulis memberikan definisi

operasional sebagai berikut.

1. Strategi group ivestigation adalah suatu pembelajaran kooperatif berbasis tugas

yang meliputi enam tahapan yaitu identifikasi topik dan menyusun kelompok,

merencanakan tugas, tahap melakukan investigasi, menyusun laporan, tahap

presentasi mempresentasikan laporan, dan evaluasi.

2. Kemampuan penalaran adalah kemampuan yang meliputi indikator

melaksanakan perhitungan dengan rumus tertentu; menarik kesimpulan logis;

memberikan penjelesan dengan menggunakan model, fakta, sifat dan

(16)

3. Disposisi matematis merupakan sikap keinginan, minat, dan kesungguhan yang

kuat dalam belajar matematika, serta apresiasi terhadap matematika dan

aplikasi dibidang lainnya dengan indikatornya yaitu: (1) percaya diri dalam

menyelesaikan masalah matematis, mengkomunikasikan ide-ide matematis,

dan memberikan pendapat; (2) berpikir fleksibel dalam mengeksplorasi ide-ide

matematis dan mencoba metode alternatif dalam menyelesaikan masalah; (3)

gigih dalam mengerjakan tugas matematis; (4) berminat, memiliki

keingintahuan, dan memiliki daya cipta dalam aktifitas bermatematis; (5)

mengapresiasikan peran matematis sebagai alat dan bahasa; (6) berbagi

(17)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan sebelumnya,

penelitian ini merupakan penelitian “Quasi-Eksperimen”. Penelitian kuasi eksperimen terdapat dua kelompok penelitian yaitu kelompok eksperimen (kelas

perlakuan) adalah kelompok siswa yang belajar menggunakan pembelajaran

group investigation dan kelompok kontrol (kelas pembanding) yaitu kelompok siswa yang belajar tidak menggunakan pembelajaran group investigation

(pembelajaran biasa). Pada kuasi eksperimen, subjek tidak dikelompokkan secara

acak, tetapi peneliti menerima keadaan subjek apa adanya (Ruseffendi, 1994).

Pertimbangan penggunaan desain penelitian ini adalah kelas yang ada sudah

terbentuk sebelumnya, sehingga tidak dilakukan lagi pengelompokkan secara

acak. Apabila dilakukan pembentukan kelas baru dimungkinkan akan

menyebabkan kekacauan jadwal pelajaran dan mengganggu efektivitas

pembelajaran di sekolah.

Desain rencana penelitian pada aspek kognitif yaitu untuk kemampuan

penalaran matematis adalah Non-equivalent Control Group Design , yang

digambarkan sebagai berikut:

Kelas Eksperimen : O X O

Kelas Kontrol : O O

(Sugiyono, 2013)

Keterangan :

O : Pretes dan postes kemampuan penalaran matematis

X : Perlakuan pembelajaran dengan penerapan strategi group

investigation

.... : Subjek tidak dikelompokkan secara acak.

Desain rencana penelitian untuk aspek afektif yaitu disposisi matematis

(18)

Angket disposisi matematis hanya diberikan di akhir pembelajaran yaitu pada

siswa kelas eksperimen yang memperoleh pembelajaran group investigation dan

siswa kelas kontrol yang memperoleh pembelajaran biasa.

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMA dengan populasi

terjangkaunya adalah seluruh siswa kelas X di salah satu SMA Negeri di Kota

Solok. Peringkat sekolahnya berada pada klasifikasi sedang serta kemampuan

akademik siswanya heterogen sehingga dapat mewakili siswa dari peringkat

tinggi, sedang dan rendah. Untuk setiap penerimaan masuk siswa baru setiap

tahunnya mempunyai standar nilai yang reratanya relatif sama sehingga untuk

siswa-siswa pada tahun pelajaran yang berbeda memiliki karakteristik yang sama.

Penyebaran siswa pada masing-masing di SMA tersebut dilakukan secara merata,

sehingga kemampuan akademik di masing-masing kelas tidak jauh berbeda.

Populasi dipilih dengan pertimbangan bahwa tingkat perkembangan kognitif

siswa kelas X SMA sudah pada tahap operasi formal dan dianggap siap untuk

menerima perlakuan penelitian ini baik secara waktu dan materi yang tersedia.

Selain itu, pada kelas X merupakan pondasi awal pembentukan siswa untuk

berfikir secara abstrak. Dari populasi kelas X tersebut dipilih dua kelas sebagai

sampel penelitan yang ditentukan berdasarkan purposive sampling dengan tujuan

agar penelitian dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien terutama dalam hal

pengawasan, kondisi subyek penelitian, waktu penelitian yang ditetapkan, kondisi

tempat penelitian serta prosedur perizinan. Siswa kelas X SMA tersebut tahun

ajaran 2014/2015 terdiri dari 12 kelas yaitu kelas X1 sampai kelas X12. Sampel

dalam penelitian yaitu kelas dan . Dari dua kelas tersebut dipilih secara acak

sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol. Terpilih kelas sebagai kelas

eksperimen dengan jumlah 43 siswa dan kelas sebagai kelas kontrol dengan

(19)

C. Variabel Penelitian

Menurut Arikunto (2006) “Variabel adalah objek dari suatu penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian”. Pada penelitian ini variabel yang akan digunakan terdiri dari variabel bebas dan variabel terikat.

Adapun variabel dalam penelitian ini adalah:

1) Strategi group investigation dalam pembelajaran matematika sebagai variabel

bebas

2) Kemampuan penalaran matematis siswa sebagai variabel terikat

3) Disposisi matematis siswa sebagai variabel terikat

D. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian terdiri dari dua jenis

instrumen yaitu instrumen tes dan instrumen non-tes. Instrumen dalam bentuk tes

terdiri dari pretes dan postes untuk mengukur kemampuan penalaran matematis

siswa, sedangkan instrumen dalam bentuk non-tes terdiri dari skala disposisi

matematis siswa dan lembar observasi yang memuat indikator-indikator aktivitas

guru dan siswa dalam pembelajaran. Berikut ini merupakan uraian dari instrumen

yang digunakan.

1. Tes Kemampuan Penalaran Matematis

Instrumen tes kemampuan penalaran matematis yang akan digunakan

dalam penelitian ini adalah tes tertulis yang terdiri dari lima soal dalam bentuk

uraian. Tes disusun berdasarkan pokok bahasan yang dipelajari siswa kelas X

SMA semester genap yaitu materi trigonometri. Penyusunan tes diawali dengan

tahap-tahap sebagai berikut:

1) Menyusun kisi-kisi soal yang mencakup standar kompetensi, kompetensi

dasar dan indikator soal yang mengukur kemampuan penalaran, nomor soal,

serta skor penilaian.

2) Menyusun soal beserta alternatif jawaban dari masing-masing butir soal untuk

(20)

Tes berbentuk uraian maka kriteria pemberian skor untuk soal-soal

penalaran berpedoman pada holistic scoring rubrics dari Cai, Lane dan Jakabcsin

(Ansari, 2003). Kriteria skor untuk tes ini dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.1

Kriteria Penskoran Kemampuan Penalaran Matematis

Skor

(21)

2. Skala Disposisi Matematis Siswa

Skala disposisi matematis ini terdiri dari 15 pernyataan positif dan 15

pernyataan negatif dengan indikatornya: (1) percaya diri dalam menyelesaikan

masalah matematis, mengkomunikasikan ide-ide matematis, dan memberikan

pendapat; (2) berpikir fleksibel dalam mengeksplorasi ide-ide matematis dan

mencoba metode alternative dalam menyelesaikan masalah; (3) gigih dalam

mengerjakan tugas matematis; (4) berminat, memiliki keingintahuan, dan

memiliki daya cipta dalam aktifitas bermatematis; (5) mengapresiasikan peran

matematis sebagai alat dan bahasa; (6) berbagi pendapat dengan orang lain. Skala

disposisi matematis ini dibuat dengan berpedoman pada bentuk skala Likert, yang

terdiri atas 4 kategori respon, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju

(TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS) dengan tidak ada pilihan netral. Hal ini

dimaksudkan untuk menghindari sikap ragu–ragu siswa untuk tidak memihak

pada pernyataan yang diajukan. Di bawah ini tabel kategori disposisi matematis.

Tabel 3.2

Kategori Disposisi Matematis

Skor Kategori

Skor < 60% Sangat Rendah

60% ≤ Skor < 70% Rendah

70% ≤ Skor < 80% Sedang

80% ≤ Skor < 90% Tinggi

Skor ≥ 90% Sangat Tinggi

Sumber: Sugilar (2012)

3. Lembar Observasi

Lembar observasi terdiri dari lembar observasi guru dan siswa selama

proses pembelajaran dilaksanakan di kelas eksperimen untuk setiap

pertemuannya. Lembar aktivitas guru digunakan untuk mengamati sejauh mana

kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran group investigation. Dengan

tujuan untuk dapat memberikan refleksi pada proses pembelajaran agar

pembelajaran berikutnya menjadi lebih baik. Sedangkan aktivitas siswa yang

digunakan untuk memperoleh gambaran tentang aktivitas siswa selama proses

(22)

observasi ini tidak dianalisis secara statistik, tetapi hanya dijadikan sebagai bahan

masukan untuk pembahasan hasil secara deskriptif.

Data hasil observasi aktivitas guru berupa persentase aktivitas guru

tersebut dalam setiap pertemuan. Persentase aktivitas guru dihitung dengan

menggunakan rumus (Sudjana, 2008) berikut ini:

Keterangan:

P = Presentase aktivitas F = Frekuensi aktivitas N = Jumlah pertemuan

Data hasil observasi aktivitas siswa diperoleh dari penilaian

keterlaksanaan aktivitas siswa yang dinyatakan dalam lima kategori yaitu skor 5 untuk kategori “sangat baik”, skor 4 untuk kategori “baik”, skor 3 untuk kategori “cukup baik”, skor 2 untuk kategori “kurang baik”, dan skor 1 untuk kategori “sangat kurang”. Persentase aktivitas guru dihitung dengan menggunakan rumus (Sudjana, 2008) berikut ini:

Keterangan:

P = Presentase aktivitas F = Rata-rata skor aktivitas N = Skor maksimum

Presentase aktivitas siswa diklasifikasikan dengan menggunakan aturan

klasifkasi aktivitas siswa sebagai berikut.

Tabel 3.3

Klasifikasi Aktivitas Siswa

Persentase Klasifikasi

0% < x ≤ 24% Sangat Kurang 24% < x ≤ 49% Kurang 49% < x ≤ 74% Cukup 74% < x ≤ 99% Baik

(23)

E. Teknik Pengembangan Instrumen

Tahap selanjutnya sebelum soal tes kemampuan penalaran dan skala

disposisi matematis digunakan dalam penelitian, terlebih dahulu diuji cobakan.

Selanjutnya tes di uji coba kepada siswa yang telah memperoleh materi yang

berkenaan dengan penelitian ini. Uji coba dilakukan untuk mengetahui apakah

instrumen tersebut telah memenuhi syarat instrumen yang baik atau belum, yaitu

validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran.

1. Validitas Tes

Validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat

kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen (Arikunto, 2006). Mengukur validitas

meliputi validitas teoritik dan validitas empirik.

a) Validitas Teoritik

Validitas teoritik untuk sebuah instrumen evaluasi menunjukkan kondisi

sebuah instrumen yang memenuhi persyaratan valid berdasarkan teori dan

ketentuan yang ada. Sebelum soal tes kemampuan penalaran matematis diuji coba

secara empiris, pada soal tes dilakukan pengujian validitas isi dan validitas muka.

Menurut Suherman (2003) validitas muka dilakukan dengan melihat dari sisi

muka atau tampilan dari instrumen itu sendiri. Validitas muka dalam penelitian ini

dilakukan dengan melihat tampilan dari soal itu yaitu keabsahan susunan kalimat

atau kata-kata dalam soal sehingga jelas pengertiannya dan tidak salah tafsir atau

kejelasan bahasa dari setiap butir tes yang diberikan. Suatu instrumen dikatakan

memiliki validitas muka yang baik apabila instrumen tersebut mudah dipahami

maksudnya dan siswa tidak mengalami kesulitan ketika menjawab soal. Validitas

isi mengacu pada seberapa banyak materi tes tersebut dapat mengukur

keseluruhan materi yang telah diajarkan. Menurut Sumintono & Widhiarso (2013)

validitas isi dilakukan melalui dua tahap yaitu (a) menentukan isi definisi yang

digunakan, dan (b) mengembangkan indikator yang mencakup semua hal yang

terdapat dalam definisi tersebut.

Validitas muka dan isi dalam penelitian ini dilakukan dengan meminta

pertimbangan ahli (judgment) yang berkompeten dengan kemampuan dan materi

(24)

pembimbing, guru matematika SMA dan mahasiswa S3 pendidikan matematika.

Setelah validasi ahli dilaksanakan dan diperoleh saran dari ahli dan mahasiswa S3

mengenai isi dan desain instrumen tes, hasil validasi tersebut dijadikan dasar

untuk merevisi instrumen tes.

b) Validitas butir tes

Validitas butir tes ditinjau dengan kriteria tertentu yang diuji dengan

bantuan Microsoft Excel 2007. Kriteria ini digunakan untuk menentukan tinggi

rendahnya koefisien validitas alat evaluasi yang dibuat melalui perhitungan

korelasi product moment pearson (Arikunto, 2012) sebagai berikut:

r xy ∑ ∑ ∑

√ ∑ –(∑ } ∑ ∑

Keterangan :

rxy = Koefisian korelasi antara variabel X dan variabel Y

X = Skor tiap butir soal Y = Jumlah skor total N = Jumlah subyek

Perhitungan korelasi product moment pearson mengambil taraf signifikan

0,05 dan taraf kebebasan , sehingga didapat kemungkinan

interpretasi:

(i) Jika thit≤ ttabel , maka soal tidak valid

(ii)Jika thit>ttabel , maka soal valid

Dengan ketentuan klasifikasi koefisien validitas sebagai berikut:

Tabel 3.4

Klasifikasi Koefisian Validitas Koefisien Validitas Interpretasi

0,80 < rxy≤ 1,00 Sangat tinggi 0,60 < rxy≤ 0,80 Tinggi 0,40 < rxy≤ 0,60 Sedang 0,20 < rxy≤ 0,40 Rendah 0,00 < rxy≤ 0,20 Sangat Rendah

rxy≤ 0,00 Tidak Valid

(25)

Hasil perhitungan validitas dari soal yang telah di uji cobakan

selengkapnya dapat dilihat pada lampiran C.2. Berikut rangkuman uji validitas tes

kemampuan pemahaman matematis.

Tabel 3.5

Data Hasil Uji Coba Validitas Tes Kemampuan Penalaran Matematis

Butir Soal rxy thitung Kriteria Interprestasi

0,79 6,76 Tinggi Valid

0,82 7,41 Sangat Tinggi Valid

0,01 0,03 Sangat Rendah Tidak Valid

0,68 4,88 Tinggi Valid

0,77 6,31 Tinggi Valid

6 0,69 5,01 Tinggi Valid

Catatan: ttabel ( = 0,05) = 2,052 dengan N = 29

Tabel 3.5 menunjukkan lima butir soal mempunyai koefisien thitung lebih

besar dari ttabel = 2,052 dan satu butir soal mempunyai koefisien thitung lebih kecil

dari ttabel. Dengan empat butir soal menunjukkan kriteria tinggi dan satu soal

sangat tinggi. Dapat disimpulkan kelima soal tersebut adalah valid dan satu soal

tidak valid. Karena soal no.3 tidak valid, peneliti memilih untuk tidak

menggunakan soal no.3. Dengan demikian kelima butir soal penalaran memiliki

ketepatan untuk digunakan sebagai instrumen penelitian.

2. Analisis Reliabilitas

Reliabilitas merupakan ketetapan hasil tes. Suatu tes dapat dikatakan

mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan

hasil yang tetap (Arikunto, 2012). Hasil pengukuran harus sama (relatif sama)

jika pengukurannya diberikan pada subjek yang sama meskipun dilakukan oleh

orang yang berbeda, waktu yang berlainan, dan tempat yang berbeda pula. Rumus

yang digunakan untuk menghitung reliabilitas tes ini adalah rumus Alpha

(Arikunto, 2006) yaitu:

(26)

Keterangan:

r11 = Reliabilitas instrumen

∑ i2 = Jumlah varians skor suatu butir tes

t2 = Varians total

n = Banyaknya butir tes

Dengan ketentuan klasifikasi koefisien reliabilitas sebagai berikut:

Tabel 3.6

Klasifikasi Koefisien Reliabilitas Besarnya nilai r11 Interpretasi

0,80 < r11≤ 1,00 Sangat tinggi 0,60 < r11≤ 0,80 Tinggi 0,40 < r11≤ 0,60 Cukup 0,20 < r11≤ 0,40 Rendah

r11≤ 0,20 Sangat rendah

Guilford (Suherman, 2003)

Pengujian Reliabilitas tes dilakukan dengan menggunakan bantuan

Microsoft Excel 2007. Hasil perhitungan dari soal tes kemampuan penalaran matematis yang telah di uji cobakan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran

C.2. Rangkuman hasil uji reliabilitas tes kemampuan penalaran matematis dapat

dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.7

Data Hasil Uji Coba Klasifikasi Koefisien Reliabilitas

Kemampuan r11 Klasifikasi

Penalaran Matematis 0,70 Tinggi

Tabel 3.7 menunjukkan hasil analisis reliabilitas soal tes telah memenuhi

karakteristik yang memadai untuk digunakan dalam penelitian yaitu reliabel

dengan klasifikasi tinggi untuk soal tes kemampuan penalaran matematis.

3. Analisis Daya Pembeda

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan

antara siswa yang mempunyai kemampuan tinggi dengan siswa yang mempunyai

kemampuan rendah (Sundayana, 2010). Daya pembeda item dapat diketahui

(27)

Sundayana (2010) rumus yang digunakan untuk menentukan daya pembeda

adalah:

Keterangan:

DP = Daya pembeda

= Jumlah skor kelompok atas suatu butir tes

= Jumlah skor kelompok bawah suatu butir tes

= Jumlah skor ideal suatu butir tes

Dengan ketentuan klasifikasi interpretasi daya pembeda soal sebagai

berikut:

Tabel 3.8

Klasifikasi Koefisien Daya Pembeda Tes Kriteria Daya Pembeda Interpretasi 0,70 < DP ≤ 1,00 Sangat baik

0,40 < DP ≤ 0,70 Baik

0,20 < DP ≤ 0,40 Cukup

0,00 < DP ≤ 0,20 Jelek

DP ≤ 0,00 Sangat Jelek

Suherman (2003)

Perhitungan daya pembeda instrumen dilakukan dengan bantuan

Microsoft Excel 2007. Hasil dari perhitungan uji coba daya pembeda butir tes kemampuan penalaran matematis selengkapnya dapat dilihat pada lampiran C.2.

Berikut rangkuman hasil uji coba daya pembeda butir tes kemampuan penalaran

matematis.

Tabel 3.9

Data Hasil Uji Coba Daya Pembeda Butir Tes Kemampuan Penalaran Matematis

Butir Soal DP Interpretasi

1 0,63 Baik

2 0,75 Sangat Baik

3 0,17 Jelek

4 0,47 Baik

5 0,63 Baik

(28)

Tabel 3.9 menunjukkan hasil analisis daya pembeda tes kemampuan

penalaran matematis yang terdiri dari enam butir soal menunjukkan empat soal

memiliki interpretasi baik, satu soal berinterpretasi sangat baik dan satu soal

mempunyai interpretasi jelek. Sehingga dapat disimpulkan bahwa seluruh butir

soal tersebut mampu membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dengan

siswa yang berkemampuan rendah.

4. Analisis Tingkat Kesukaran

Menurut Sundayana (2010) tingkat kesukaran adalah keberadaan suatu

butir soal yang dipandang sukar, sedang atau mudah dalam mengerjakannya. Soal

yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Sundayana

(2010) menyatakan untuk menentukan tingkat kesukaran soal uraian dapat

dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

TK = Tingkat Kesukaran

= Jumlah skor kelompok atas suatu butir tes

= Jumlah skor kelompok bawah suatu butir tes

= Jumlah skor ideal suatu butir tes

Ketentuan klasifikasi tingkat kesukaran soal sebagai berikut:

Tabel 3.10

Klasifikasi Tingkat Kesukaran Kriteria Tingkat

Kesukaran Interpretasi

TK = 0,00 Sangat Sukar

0,00  TK  0,3 Sukar

0,3 TK ≤ 0,7 Sedang

0,7 TK ≤ 1,00 Mudah

TK = 1,00 Sangat Mudah

(29)

Perhitungan tingkat kesukaran instrumen dalam penelitian ini dilakukan

dengan bantuan Microsoft Excel 2007. Hasil dari perhitungan uji coba tingkat

kesukaran butir tes kemampuan penalaran matematis selengkapnya dapat dilihat

pada lampiran C.2. Berikut rangkuman hasil uji coba tingkat kesukaran butir tes

kemampuan penalaran matematis.

Tabel 3.11

Data Hasil Uji Coba Tingkat Kesukaran Butir Tes Kemampuan Penalaran Matematis

Tabel 3.11 menunjukkan hasil analisis tingkat kesukaran tes kemampuan

penalaran matematis yang terdiri dari enam butir soal dengan lima butir soal yang

memiliki interpretasi sedang dan satu butir soal yang lainnya mempunyai

interpretasi sukar.

Untuk data hasil uji coba tes kemampuan penalaran matematis

selengkapnya dapat dilihat pada lampiran C.2. Adapun rekapitulasi hasil

perhitungan validitas, reliabilitas, daya pembeda dan taraf kesukaran soal

kemampuan penalaran matematis disajikan dalam tabel berikut ini.

Tabel 3.12

Rekapitulasi Data Hasil Uji Coba Instrumen

Kemampuan No.

Berdasarkan hasil analisis soal uji coba terlihat bahwa soal tes kemampuan

(30)

semua soal tes kemampuan penalaran yang diujicobakan, hanya lima butir soal

yang dipakai dalam penelitian ini.

F. Perangkat Pembelajaran

Perangkat pembelajaran dikembangkan dengan pertimbangan tuntutan

kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) agar siswa mampu mencapai

kompetensi matematis yang relevan dengan tuntutan kurikulum. Perangkat

pembelajaran pada penelitian ini adalah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

(RPP) yang disusun oleh peneliti dan dikonsultasikan kepada pembimbing serta

guru bidang studi matematika. RPP ini terdiri dari RPP kelas kontrol dan RPP

kelas eksperimen, yang masing-masingnya terdiri dari tujuh kali pertemuan yang

dilengkapi dengan soal-soal latihan yang menyangkut materi-materi yang telah

disampaikan. Untuk kelas eksperimen setiap satu RPP dilengkapi dengan lembar

kerja siswa yang dikerjakan secara berkelompok. Lembar kerja siswa memuat

(31)

G. Prosedur Penelitian

Berikut ini merupakan tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian

ini:

Identifikasi Masalah

Penyusunan Instrumen

Uji Coba Instrumen

Analisis Validitas, Reliabilitas, Daya Pembeda, dan Tingkat Kesukaran

Pelaksanaan Penelitian

Eksperimen:

Pembelajaran matematika dengan group investigation

Kesimpulan Analisis Data

Kontrol:

Pembelajaran matematika dengan pembelajaran biasa

Tes Akhir (Postes)

Angket Tes Awal (Pretes)

Angket, Observasi

(32)

Prosedur pada penelitian ini terdiri dari tiga tahapan yaitu tahap

pendahuluan, tahap pelaksanaan, tahap pengumpulan data. Uraian dari ketiga

tahap tersebut adalah sebagai berikut:

1. Tahap Persiapan

Tahap persiapan penelitian meliputi tahap-tahap penyusunan proposal, dan

seminar proposal, menetapkan jadwal kegiatan dan materi pelajaran matematika,

penyusunan instrumen penelitian (RPP, lembar kerja siswa, skala disposisi

matematis siswa, soal tes kemampuan penalaran matematis, lembar observasi

guru dan lembar observasi siswa), pengujian instrumen dan perbaikan instrumen.

2. Tahap pelaksanaan

Tahap pelaksanaan penelitian meliputi tahap implementasi instrumen dan

tahap pengumpulan data. Untuk kelas eksperimen pembelajaran dengan

penerapan strategi group investigation dan kelas kontrol dengan pembelajaran

biasa.

3. Tahap pengumpulan data

Tahap penulisan laporan meliputi tahap pengolahan data, analisis data, dan

penyusun laporan secara lengkap.

H. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini melalui tes yang diberikan yaitu

tes kemampuan penalaran matematis. Pretes diberikan kepada kedua kelas sampel

sebelum diberi perlakuan, sedangkan postes diberikan kepada kedua kelas sampel

setelah diberikan perlakuan. Sedangkan data disposisi matematis siswa

dikumpulkan melalui penyebaran skala di akhir pembelajaran, sedangkan lembar

observasi dilakukan oleh seorang observer untuk observasi aktivitas siswa dan

(33)

I. Teknik Analisis Data

1. Data Kemampuan Awal Matematika Siswa

Data kemampuan awal matematika siswa yang diperoleh dari nilai ulangan

harian materi logika matematika pada siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol

yang digunakan untuk penempatan siswa berdasarkan kemampuan awal

matematikanya. Siswa dikelompokkan ke dalam tiga kelompok yaitu siswa

kelompok tinggi, siswa kelompok sedang, dan siswa kelompok rendah. Menurut

Somakin (2010) kriteria pengelompokkan kemampuan awal matematika siswa

berdasarkan skor rerata ̅ dan simpangan baku (SB) sebagai berikut:

̅ : Siswa Kemampuan Tinggi

̅ ̅ : Siswa kemampuan Sedang

̅ : Siswa Kemampuan Rendah Keterangan:

: Nilai matematika pada ulangan harian materi logika matematika

̅ : Nilai rata-rata kelas pada ulangan harian materi logika matematika

: Simpangan Baku nilai ulangan harian materi logika matematika

Pengelompokkan siswa berdasarkan KAM dapat dilihat pada lampiran

D.2. Kelompok siswa dengan KAM rendah pada kelas eksperimen terdiri delapan

orang dan kelas kontrol juga delapan orang. Kelompok siswa dengan KAM

sedang pada kelas eksperimen terdapat 28 orang dan kelas kontrol 30 orang.

Selanjutnya kelompok siswa dengan KAM tinggi pada kelas eksperimen tujuh

orang dan kelas kontrol berjumlah lima orang.

2. Tes Kemampuan Penalaran Matematis

Hasil tes kemampuan penalaran matematis digunakan untuk menelaah

peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh

pembelajaran group investigation dibandingkan dengan pembelajaran biasa. Data

yang diperoleh dari hasil pretes dan postes diolah dengan bantuan Microsoft

Excell 2007 dan software Minitab versi 14. Software Minitab merupakan software uji statistik satu pihak.

Data yang diperoleh dari hasil tes kemampuan penalaran matematis diolah

(34)

a. Memberikan skor jawaban siswa sesuai dengan kunci jawaban dan

pedoman penskoran yang digunakan.

b. Membuat tabel skor pretest dan postest, siswa kelas eksperimen dan kelas

kontrol.

c. Menentukan skor peningkatan kemampuan penalaran matematis dengan

rumus gain ternormalisasi (Meltzer, 2002) yaitu:

Hasil perhitungan gain kemudian diinterpretasikan dengan

menggunakan klasifikasi sebagai berikut:

Tabel 3.13

Klasifikasi Gain Ternormalisasi Besarnya Gain (g) Klasifikasi

g ≥ 0,70 Tinggi

0,30 ≤ g < 0,70 Sedang

g < 0,30 Rendah

d. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui kenormalan atau

tidaknya data skor pretes, postes dan N-gain kemampuan penalaran

matematis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Untuk itu rumusan

hipotesisnya yaitu:

: Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal

: Sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal

Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji

Kolmogorov-Smirnov dengan taraf signifikan α = 0,05. Dengan kriteria uji sebagai berikut:

Jika nilai Sig. (p-value) < α (α =0,05), maka tolak H0.

Jika nilai Sig. (p-value) ≥ α (α =0,05), maka terima H0.

e. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan apabila data berdistribusi normal yang

merupakan uji prasyarat untuk uji perbedaan rataan yaitu uji Independent

(35)

skor skor pretes, postes dan N-gain homogen. Uji homogenitas yang

digunakan adalah uji Levene. Adapun hipotesis yang akan diuji adalah:

H0: Kedua data berasal dari populasi bervariansi homogen

H1: Kedua data tidak berasal dari populasi bervariansi homogen

Dengan kriteria uji sebagai berikut:

Jika nilai Sig. (p-value) < α (α =0,05), maka tolak H0

Jika nilai Sig. (p-value) ≥ α (α =0,05), maka terima H0.

f. Uji Perbedaan Rataan

Setelah data skor skor pretes, postes dan N-gain memenuhi uji

prasyarat yaitu nomal dan homogen, selanjutnya dilakukan uji kesamaan

rataan skor pretes dan uji perbedaan rataan skor postes dan N-gain

menggunakan uji Independent T-Test. Apabila data skor skor pretes, postes

dan N-gain tidak memenuhi uji prasyarat, tidak perlu dilakukan uji

homogenitas dan dilanjutkan dengan uji kesamaan rataan menggunakan uji

Mann-Whitney U.

3. Skala Disposisi Matematis Siswa

Angket disposisi matematis yang terdiri dari 30 butir pernyataan diberikan

kepada siswa setelah diberi perlakukan, yaitu kelas eksperimen yang memperoleh

pembelajaran group investigation dan kelas kontrol yang memperoleh

pembelajaran biasa. Model skala sikap yang digunakan adalah model skala Likert.

Derajat penilaian terhadap suatu pernyataan tersebutt terbagi ke dalam 4 kategori,

yaitu: sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), sangat tidak setuju (STS).

Dalam penelitian ini tidak menggunakan pilihan jawaban netral (N), hal ini

bertujuan untuk menghindari kecenderungan siswa tidak berani memihak terhadap

pernyataan-pernyataan pada angket kemandirian belajar matematis siswa.

Berikut disajikan tabel penskoran skala kemandirian belajar siswa:

Tabel 3.14

Pembobotan Skala Sikap Disposisi Matematis Siswa Arah Pernyataan SS S TS STS

Positif 4 3 2 1

(36)

Penentuan skor skala disposisi matematis menggunakan MSI (Method of

Succesive Interval) dengan bantuan program Microsoft Excel 2007 untuk mengubah data ordinal menjadi data interval. Data skor skala disposisi matematis

yang diperoleh diolah melalui tahap-tahap berikut:

1. Hasil jawaban setiap responden untuk setiap pernyataan dihitung

frekuensinya.

2. Frekuensi yang diperoleh setiap pernyataan dihitung proporsi setiap

pilihan jawaban.

3. Berdasarkan proporsi untuk setiap pernyataan tersebut, dihitung

proporsi kumulatif untuk setiap pernyataan.

4. Tentukan nilai batas untuk Z bagi setiap pilihan jawaban dan setiap

pernyataan.

5. Berdasarkan nilai Z, tentukan nilai densitas (kepadatan). Nilai

densitas dapat dilihat pada tabel ordinat Y untuk lengkungan normal standar.

6. Hitung nilai skala/ scale value/ SV untuk setiap pilihan jawaban

dengan persamaan sebagai berikut.

7. Langkah selanjutnya yaitu tentukan nilai k, dengan rumus:

k= 1 +| |.

8. Langkah terakhir yaitu mentransformasikan masing-masing nilai pada

SV dengan rumus: SV + k.

9. Setelah data skala disposisi matematis ini berubah dalam bentuk data

interval, maka untuk menguji hipotesis dari penelitian ini akan

dihitung besar pencapaian skala disposisi matematis siswa dari hasil

pengisian.

10. Melakukan uji perbedaan rataan skor disposisi matematis menggunakan

(37)

J. Alur Uji Statistik

Normal Tidak Normal

Tidak Homogen Homogen

Kesimpulan Uji Parametrik

( Uji t)

Uji Parametrik ( Uji t’) Uji Homogenitas

N-Gain

Uji Normalitas

N-Gain

Postes Pretes

Postes Pretes

Data Data

Kelas Eksperimen

Uji Mann-Whitney

Gambar 3.2

Alur Uji Statistik

(38)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis, temuan dan pembahasan yang telah diuraikan

pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa strategi group investigation

merupakan strategi pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan

penalaran matematis siswa. Strategi group investigation dapat memberi

kesempatan kepada siswa untuk turut aktif meninvestigasi yaitu mencari

informasi dan pengetahuan sendiri dalam penemuan konsep matematika. Akibat

konsep matematika yang ditemukan dapat membekas oleh siswa dalam kegiatan

pembelajaran group investigation. Dapat ditarik beberapa kesimpulan dari hasil

penelitian yang telah dilakukan.

1. Peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh

pembelajaran group investigation lebih baik daripada siswa yang memperoleh

pembelajaran biasa.

2. Peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh

pembelajaran group investigation lebih baik daripada siswa yang memperoleh

pembelajaran biasa apabila ditinjau dari kemampuan awal matematika siswa

dengan kategori tinggi dan sedang, sedangkan peningkatan kemampuan

penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran group

investigation tidak berbeda dengan siswa yang memperoleh pembelajaran biasa apabila ditinjau dari kemampuan awal matematika siswa dengan

kategori rendah.

3. Disposisi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran group

investigation tidak berbeda dengan disposisi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran biasa. Namun bila dilihat dari rata-rata

pencapaiannya disposisi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran

(39)

B. IMPLIKASI

1. Secara umum, penerapan pembelajaran group investigation dapat memberikan

kontribusi pada peningkatan kemampuan penalaran dan disposisi matematis

siswa.

2. Penerapan pembelajaran group investigation direspon dengan baik oleh siswa

sehingga pembelajaran ini dipandang berpotensi untuk mengubah cara

pandang siswa bahwa belajar matematika bukan hanya sekedar belajar tentang

menghafal rumus melainkan belajar memahami dan menemukan konsep

matematika.

3. Penerapan pembelajaran group investigation yang dikelola dengan baik oleh

guru dapat mengembangkan disposisi matematis siswa.

C. REKOMENDASI

1. Pembelajaran group investigation menjadi alternatif pembelajaran bagi guru

SMA khususnya dalam meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa

dan mengembangkan disposisi matematis siswa terhadap pembelajaran

matematika.

2. Untuk menerapkan pembelajaran dengan pembelajaran group investigation

sebaiknya guru membuat perencanaan yang matang, sehingga pembelajaran

dapat terjadi secara sistematis sesuai dengan rencana, dan pemanfaatan waktu

yang efektif dan tidak banyak waktu yang terbuang oleh hal-hal yang tidak

relevan.

3. Penelitian ini hanya dilakukan dalam waktu kurang lebih satu bulan. Dengan

waktu penelitian yang relatif terbatas ini, tentunya akan berdampak pada hasil

yang belum maksimal. Oleh karena itu disarankan kepada peneliti lain dapat

melanjutkan penelitian dengan alokasi waktu penelitian yang telah

direncanakan dengan matang,

4. Penelitian ini hanya terbatas pada satu pokok bahasan, yaitu trigonometri dan

terbatas pada kemampuan penalaran serta disposisi matematis, oleh karena itu

disarankan kepada peneliti lain dapat melanjutkan penelitian pada pokok

(40)

5. Penelitian ini belum mampu mengembangkan disposisi matematis untuk

semua indikator disposisi matematis siswa secara optimal, disarankan kepada

peneliti lain untuk lebih mengembangkan indikator-indikator disposisi

matematis.

6. Untuk mengembangkan disposisi matematis dalam pembelajaran group

investigation sebaiknya guru menciptakan situasi belajar yang membuat siswa merasa dihargai baik oleh gurunya maupun teman-temannya, sehingga siswa

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Ansari, B.I. (2003). Menumbuhkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematik Siswa SMU Melalui Strategi Think-Talk-Write. Disertasi SPs UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Arikunto. (2006). Prosedur Penelitian Satu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT.Rineka Cipta.

_______. (2012). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Azhar, E. (2013). Peningkatan Kemampuan Pemahaman, Penalaran, dan Komunikasi Matematis Siswa Madrasah Aliyah dengan Pendekatan RME. Disertasi SPs UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Barrody, A.J. (1993). Problem Solving Reasoning and Communicating. K-8 Helping Children Think Mathematically. New York; MacMillan Publishing. Company.

Cai, J.L, dan Jakabscin, M.S. (1996). Communication in Mathematics K-12 and Beyond. Virginia: NCTM.

Dahlan. J A. (2004). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan pemahaman Matematika Siswa Sekolah Lanjutkan Tingkat Pertama Melalui Pendekatan Pembelajaran Open Ended. Disertasi. SPS UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.

Depdiknas. (2006). Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Badan Standar Nasional Pendidikan: Jakarta.

Elvis, E.N. (2011). Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah Atas Kemampuan Penalaran dan Pemecahan Masalah Matematis serta Sikap terhadap Matematika Siswa Sekolah Menengah Atas. Disertasi SPS UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.

Haqq, Arif. A. (2013). Penerapan Challenge-Based Learning Dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Dan Penalaran Matematis Siswa SMA. Tesis SPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Ibrahim. (2011). Peningkatan Kemampuan Komunikasi, Penalaran, dan Pemecahan Masalah Matematis serta Kecerdasan Emosional melalui Pembelajaran Berbasis Masalah pada Siswa SMA. Disertasi SPS UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.

Ibrahim, M; Nur, M. (2000). Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: UNESA University Press.

(42)

Kemendiknas. (2013). Permendiknas Nomor 69 Tahun 2013 Tentang Kerangka Dasar Dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah. Kemendiknas.

Keraf. (1982). Argumen dan Narasi, Komposisi Lanjutan III. Jakarta: Gramedia.

Kurniawan, Y. (2011). Peningkatan Kemampuan Koneksi dan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMP Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Group investigation. Tesis SPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Kurinasih, I dan Berlin, S. (2014). Implementasi Kurikulum 2013 Konsep Dan Penerapan. Surabaya: Kata Pena.

Kusmawan, W. (2012). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Madrasah Aliyah dengan Menggunakan Model Investigation Kelompok. Tesis SPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Meltzer & David E. (2002). “The Relationship between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Gain in Physics: ‘hidden variable’ in Diagnostic Pretest Scores”. American Journal of Physics, 70, (12), 1259-1267., C.Y Preuschoff, C. (2009). TIMSS 2011 Assesment Fram Works. Boston. ISC.

Mudrikah, A. (2013). Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan Komputer untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi, Pemecahan Masalah dan Disposisi Matematik Siswa SMA. Disertasi SPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Mulyana, T. (2009). Mencari Pembelajaran yang Sesuai dengan Tuntutan Kurikulum Matematika 2009. Makalah.

Murani, N.H. (2012). Peningkatan Kemampuan Penalaran, Komunikasi Matematis, dan Kemandirian Belajar Siswa SMA melalui Pembelajaran Generatif. Disertasi SPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

NCTM. (1991). Evaluation of Teaching: Standar 6: Promoting Mathematical Disposition. [online]. Tersedia: http//www.fayar.net/east/teacher.web/math /Standars/previous/ProfStds/EvTeachM6.htm. [5 November 2008]

_____. (1989). Curriculum and Evaluation Standars for School Mathematics. [online]. Tersedia: http://www.krellinst.org/Ais/textbook/manual/stand /NCTME_stand.html. [5 Februari 2009]

_____. (2000). Principles and Standards for School Mathematics . Reston, VA: NCTM.

Gambar

Tabel 3.1 Kriteria Penskoran Kemampuan Penalaran Matematis
Tabel 3.2 Kategori Disposisi Matematis
Tabel 3.3 Klasifikasi Aktivitas Siswa
Tabel 3.4 Klasifikasi Koefisian Validitas
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sampel gigi P di bagi dua pada arah bukal-lingual dan di potong pada daerah servikal gigi.. Sampel dilakukan pemeriksaan

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan penguasaan konsep serta ICT ( Information and Communication Technologies ) literacy pada siswa yang mendapatkan

Menurut Kunti Aprilia Risanti (2012) dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Pada Perusahaan Daerah Air Minum

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil

Parameter yang digunakan dalam perbandingan metode ini adalah parameter rasio (Rc, Cr), Space savings (Ss), Redundancy data (Rd), waktu yang dibutuhkan selama

Penyimpangan prinsip kerja sama apa sajakah yang terdapat dalam. wacana kartun Tom and Jerry karya

Analisis grafik yang dilakukan adalah menggambarkan hubungan antara karakteristik sifat listrik yaitu nilai impedansi, dielektrik, konduktansi, dan resistansi pada

Lontiok Kabupaten Kampar Riau (Analisis Semiotika Roland Barthes Mengenai. Makna Simbol Rumah Lontiok di Desa Ranah Air Tiris