• Tidak ada hasil yang ditemukan

ART Seto H Menyelami Benak Komunikator fulltext

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ART Seto H Menyelami Benak Komunikator fulltext"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

76 MENYELAMI BENAK KOMUNIKATOR

(STUDI PADA PEMBUATAN PESAN PADA KESENIAN WAYANG

WATON OLEH KOMUNIKATOR)

Oleh:

Seto Herwandito

ABSTRACT

Recently, ther e ar e a lot of study about communication done by scholar s. Near ly all the aspects such as: Communicator , message, media, channel, communican ar e examined. Indeed it is ver y impor tant and cannot be separ ated. How ever , w e r ar ely pay at tent ion to the communicator s, so the st udy of communicator s in science communication is ver y r ar ely done. This r esear ch tr ies to find out about how a Communicator make message, w hat is in the mind of the Communicator and how this might appear . This type of r esear ch is qualitative and using the par adigm of constr uctionism, and using methods of ethnogr aphy of communication, w her e r esear cher s w or k dir ectly, live together , feel w hat is per ceived by the Communicator . Because this r esear ch is t he r esear ch/ study about Communicator , then the pr imar y data w ill be one per son that is leader of Padepokan Tjipto Boedaja as communicator s.

The r esult of this r esear ch is ther e ar e sever al stage in or der to make message. Fir st is explor ation, in this stage a Communicator have r ealized w hat she made and how she w ill make it, Incubation at this stage ideas that had emer ged last stor ed and absolute thinking, and w ait for the r ight time for something. Second is Eliminated in this stage idea/ message w as bor n, Thir d, Execution, w hen the moment of inspir at ion or idea/ message has appear ed so someone w ill soon to make something. Her e's w hat is know n as the stage of Implementation (Four th). By r eleasing any r esults dur ing incubation. Either all the idea is good or less good, muntahkan ever ything w ithout r est in a for m of something planned and Fifth, Evaluat ion w her e the communicator s w ill evaluate the ideas/ messages he ever made.

(2)

77 1. PENDAHULUAN

Komunikasi pasti tidak akan per nah luput dalam kehidupan manusia. Sadar atau tidak sadar kita pasti akan ber komunikasi dengan sesama kita, bai k menggunakan media tr adisional atau media yang moder n. Secar a etimologis komunikasi ber asal dar i bahasa Latin yaitu cum, sebuah kata depan yang ar tinya dengan, atau ber sama dengan, dan kata umus, sebuah kata bilangan yang ber ar ti satu seper ti yang dikutip oleh Endang Lestar i G menur ut Hardjana (2003). Dua kata ter sebut membentuk kata benda communio, yang dalam bahasa Inggr is disebut communion, yang mempunyai makna keber samaan, per satuan, per sekutuan, gabungan, pergaulan, atau hubungan. Kar ena untuk ber -communio diper lukan adanya usaha dan ker ja, maka kata communion

dibuat kata ker ja communicar e yang ber ar ti membagi sesuatu dengan seseor ang, tukar menukar , membicar akan sesuatu dengan or ang, member itahukan sesuatu kepada seseor ang, ber cakap-cakap, ber tukar pikir an, ber hubungan, atau ber teman. Dengan demikian, komunikasi mempunyai makna pember itahuan, pembicar aan, per cakapan, per tukar an pikir an atau hubungan.

Komunikasi tidak hanya bisa digunakan dalam satu aspek atau bidang saja, melainkan di semua bidang. Sebagai contoh dalam kebudayaan, komunikasi memegang per anan penting, khususnya pada aspek seni dalam suatu kebudayaan seper ti yang diungkapkan oleh Sutan Takdir Alistahbana dalam bukunya “Puisi Bar u”2. Dimana beli au menjelaskan bahw a seni adalah

penjelmaan r iak alun dan gelombang per asaan. Hal ini ber ar ti seni adalah sesuatu yang indah , mulia, dan sempur na baik bentuk maupun isinya. Seni dapat menimbulkan kehar uan, kepuasan, kenikmatan bagi siapa yang melihat, dan mendengar kan.

Seni yang ada dalam masyar akat ber aneka r agam, seper ti 1) seni pahat, seni ukir , dan lukis; 2) seni tar i, 3) seni suar a ,4) seni sastr a atau seni kata, 5)

2

(3)

78 seni per tunjukkan, dan lain-lain. Melalui seni inilah apa yang diinginkan atau diekspr esikan oleh or ang yang membuat atau melakukan seni dapat dipancar akan kepada audience. Dengan kata lain bahw a seni mer upakan suatu media untuk ber komunikasi, dimana ide maupun pesan yang ada di dalam benak atau dir i komunikator nya diter jemahkan melalui seni kepada yang menonton atau melihatnya (audience).

Akan tetapi ter kadang audience/ penonton sangat sulit dalam mener ima pesan yang ter kandung di dalam seni ter sebut. Sebagai contoh seni lukis, dimana pesan yang dikir imkan oleh pelukisnya belum tentu sama dengan yang diter ima oleh pener imanya / audience. Atau dalam seni per tunjukan seper ti w ayang, mungkin w ayang sedikit lebih mudah untuk dipahami (khususnya bagi yang menger ti mengenai jalan cer ita w ayang), kar ena sudah ada pakem3 nya. Tapi belum tentu keadaan ini sama pada per tunjukan Wayang Waton, dimana pesan yang akan disampaikan/ dikir m oleh komunikator (dalam hal ini adalah dalang) ber beda dengan pakemnya, kar ena komunikator / dalang Wayang Waton memiliki keleluasaan dalam mengolah pesan ter sebut sesuai dengan pikir an, ide dan batinnya.

Wayang Waton4 mer upakan per tunjukan yang memadukan antar a

w ayang or ang dan w ayang kulit, akan tetapi penggunaan w ayang kulitnya tidak lengkap, hanya beber apa tokoh yang memang diper lukan dalam kisah lakon yang dimainkan dan dipadu dengan per mainan par a aktor . Per tunjukkan w ayang w aton tidak menghilangkan gebr e/ kelitr (layar ). Kar ena itu sesekali w ayang kulit juga dimainkan di belakang layar dan bolak-balik ber dialog dengan aktor . Dalam kata lain, w ayang w aton adalah kemasan per tunjukkan teater yang ber angkat dar i seni tr adisi dan mengambil kisah dalam cer ita w ayang, tetapi ditar uh pada konteks per soalan-per soalan sosial masyar akat

3

M enurut Kam us Besar Bahasa Indonesia, Pakem = Cerit a wayang yang asli

4

(4)

79 dan bisa saja pesan yang diambil dar i pakem w ayang bisa diubah atau dimodifikasi oleh dalangnya.

Dar i ur aian diatas jelas bahw a didalam komunikasi per an komunikator sangatlah penting sebagai si pembuat pesan. Bentuk dan isi pesan dalam suatu komunikasi sangatlah ter gantung dar i seor ang komunikator . Seor ang komunikator yang handal akan membuat komunikasi ber jalan lebih indah, seper ti hal nya pesan yang dibuat oleh komunikator handal akan lebih mudah dicer na oleh audience.

Sebenar nya kajian atau penelitian mengenai komunikasi sudah banyak, baik kajian mengenai komunikan (audience), pesan (message) atau media (channel), akan tetapi kajian mengenai komunikator atau si pembuat pesan sangatlah jar ang, sehingga akan menjadi menar ik apabila ada kajian mengenai bagaimana pesan yang ter dir i dar i gagasan atau ide ter sebut diolah oleh komunikator untuk menjadi suatu pesan menjadi menar ik untuk diikuti.

Elabor asi lanjut tentang latar belakang di atas memunculkan per tanyaan penelitian sebagai ber ikut: 1). Bagaimana komunikator dalam per tunjukan Wayang Waton membuat suatu pesan?. Ber dasar kan per tanyaan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1) Mendiskr ipsikan dan menjelaskan mengenai komunikator dalam per tunjukan Wayang w aton dalam membuat suatu pesan

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Makna Komunikasi

(5)

80 pengalaman ber sama yang member i ar ti pada pesan dan simbol yang dikir im oleh pengir im, dan diter ima ser ta ditafsir kan oleh pener ima.(Sur anto : 2005)

Tidak selur uh definisi dikemukakan di sini, akan tetapi ber dasar kan definisi yang ada di atas dapat diambil pemahaman bahw a :

Komunikasi pada dasarnya merupakan suatu proses penyampaian informasi.

Dilihat dar i sudut pandang ini, kesuksesan komunikasi ter gantung kepada desain pesan atau infor masi dan car a penyampaiannya. Menur ut konsep ini pengir im dan pener ima pesan tidak menjadi komponen yang menentukan.

Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan dari seseorang kepada orang lain.

Pengir im pesan atau komunikator memiliki per an yang paling menentukan dalam keber hasilan komumikasi, sedangkan komunikan atau pener ima pesan hanya sebagai objek yang pasif.

Komunikasi diartikan sebagai proses penciptaan arti terhadap gagasan atau ide yang disampaikan.

Pemahaman ini menempatkan tiga komponen yai tu pengir im, pesan, dan pener ima pesan pada posisi yang seimbang. Pr oses ini menuntut adanya pr oses encoding oleh pengir im dan decoding oleh pener ima, sehingga infor masi dapat ber makna.

2.2 Seni Pertunjukan Sebagai Media Komunikasi Simbolik

(6)

81 kur ang dilengkapi dengan topangan pemikir an ilmu di luar pengetahuan seni. Seni per tunjukan adalah media komunikasi, kar ena apa yang menjadi gagasan atau ide dar i komunikator (sang pencipta) pasti akan dikomunikasikan kepada publiknya. Oleh sebab itu har us diyakini bahw a pasti ada maksud dibalik suatu per tunjukan, tujuan sang pencipt, gagasan atau pesan yang ingin disampaikan penciptanya. Dengan demikian, seni per tunjukan sebagai media komunikasi akan jelas dilihat dar i per an dan fungsinya (lihat Fiske, 1990:18; Bandem, 1996:32-33).

Seni per tunjukan sebenar nya memiliki fleksibilitas untuk menampilkan w ujud seninya, baik sebagai media pr esentasi maupun r epr esentasi. Gagasan dar i sang pencipta akan hadir dalam ber bagai macam seni, misal: seni tar i, seni per tunjukan, seni r upa, seni patung, dan lain sebagaiya. Gagasan atau ide ini diciptakan oleh pelaku seni dengan tafsir makna ter sendiri, yang kemudian diamati, ditonton, atau diapr esiasi oleh penikmat seni dengan tafsir makna ter sendiri pula. Seni per tunjukan memiliki inter aksi dengan masyar akatnya, dimana setiap or ang atau masyar akat ingin melibatkan dirinya dengan car a menonton, mengapr esiasi, mengamati, menginter pr etasi, mengkr itisi dan bahkan ingin melibatkan diri menjadi pelaku dalam per istiw a per tunjukan ter sebut. Inter aksi di sini lebih dipandang sebagai inter aksi simbolik, ar tinya komunikasi atau pr oses per tukar an simbol yang diber i makna (Mulyana, 2002: 68).

James Lull memper tegas ar ti komunikasi seni per tunjukan, sebagai suatu konstr uksi makna melalui per tukar an bentuk-bentuk simbolik (Lull, 1998: 223). Dar i penger tian ini cukup member ikan penegasan bahw a seni per tunjukan mengindikasikan pr oses komunikasi simbolik, inter pr etatif, tr ansaksional, dan kontekstual yang member i r uang inter pr etasi dan har apan ber beda ter hadap apa yang disampaikan dalam suatu per tunjukan (Lustig dan Koester dalam Liliw er i, 2003:13).

(7)

82 per tunjukan yang membutuhkan pengetahuan lebi h luas. Pr oses penyimbolan menjadi salah satu bentuk intelektualitas insan seni yang memiliki kepekaan akademis dan akademisi yang memiliki kepekaan kesenimanan. Seper ti diungkapkan oleh Goethe, sedangkan Coler idge dan Geor ge MacDonald bahw a simbol sesungguhnya mengambil bagian dalam r ealitas yang membuatnya dapat dimenger ti sebagai sebuah subtansi kar ena simbol begitu melekat pada kehidupan r eligius manusia yang memiliki nilai-nilai spiritualitas tinggi.

Dillistone mengar tikan symbol sebagai sebuah kat a atau bar ang yang mew akili atau mengingatkan suatu entitas yang lebih besar (Dillistone, 2002: 18-19). Simbol tak ter kait dengan sebuah kehidupan di luar kehidupan manusia dan hal ini menandakan betapa er atnya hubungan antar a simbol dan manusia. Er nst Cassir er menyebutkan bahw a manusia adalah animal symbolicum dimana manusia tak per nah melihat, menemukan, dan mengenal dunia secar a langsung kecuali melalui ber bagai simbol (Cassir er , 1944: 23-26). Sementar a par a antr opolog, Kr oeber dan Kluckhohn dengan konsepsi budayanya mengatakan bahw a“budaya ter dir i dar i pola-pola, eksplisit atau implisit, tentang dan untuk per ilaku yang diper oleh dan dipindahkan melalui simbol-simbol, membangun capaian-capaian yang dipilah dar i kelompok manusia, ter masuk jelmaan- jelmaannya dalam ar tifak-ar tifak” (Kr oeber dan Kluckhohn dalam Ber r y, 1999: 326).

Demikian pentingnya pengetahuan tentang simbol, maka dalam konteks komunikasi seni per tunjukan, simbol adalah sesuatu yang dipertukar kan baik dalam komunikasi ver bal maupun non-ver bal. Lebih lanjut, komunikasi yang menyangkut seni per tunjukan tidak sekedar komunikasi sebagai tindakan pr aktis dan pr agmatis (Bakker dalam Her usatoto, 2003: 15), namun lebih tinggi yaitu sebuah tindakan pencapaian nilai ideal, nilai-nilai kualitas.

(8)

83 metapor is (Leach, 1976: 43). Oleh kar enanya, bentuk penyimbolan dalam seni per tunjukan Indonesia secar a umum per lu mer ujuk pada benang mer ah tr adisi yang menjadi landasan pola pikir budaya masyar akatnya.

Dalam sebuah penciptaan kar ya seni, bukan tidak mungkin apabila komunikator , mencoba untuk menggambar kan suatu gejala dan per istiw a yang ter jadi dalam masyar akat lalu membangun pesan lew at ber bagai bentuk, sebagai contoh antar a lain Wayang Waton Sandosa. Pesan-pesan dar i sang komunikator ini lalu dituangkan ke dalam seni per tunjukan. Ger akan, musik, baju, dll ini ber fungsi ber macam-macam, sementar a pesan yang ingin disampaikan ini ter gantung dar i konteksnya. Suatu kar ya seni diciptakan dan ditujukan kepada publiknya (komunikan) dan dimungkinkan publik atau penonton mampu menangkap pesan yang dibawa oleh sebuah kar ya seni per tunjukan ter sebut.

2.3 Proses Kr eatif

Jika ber bicar a mengenai seluk beluk komunikator , khususnya dalam pembuatan pesan Wayang Waton oleh komunikator , maka tidaklah luput dar i penger tian pr oses kr eatif. Menur ut Fr eud (Dar ma, 1995:42) yang dimaksud pr oses kr eatif pada dasar nya mer upakan sambungan kenangan di masa kecil. Imajinasi masa lalunya sastr aw an kembali untuk diungkapkan dalam bentuk penulisan kr eatif, yang mer upakan r angkaian masa lalu, kini, dan nanti.

(9)

84 dengan tanda-tanda dan memiliki sistem, yang secar a lebih besar dikaitkan dengan kode. Oleh kar ena itu, untuk menafsir kan dan memahaminya diper lukan pemahaman atas kode-kode yang ada dalam kar ya sastr a ter sebut.

Sastr aw an hidup dalam ber bagai jenis r angkaian kode, ia hanya bisa menyampaikan pesannya dengan memper gunakan kode-kode itu sebagai alatnya. Kode-kode itu akan ber hubungan dengan sosial-budaya yang dipahami oleh sastr aw an, sehingga seor ang pembaca (kr itikus) setidaknya “mengetahui” sosial-budaya mana yang digambar kan dalam kar ya itu, sehingga memudahkannya untuk memahami kode-kode dalam sebuah kar ya sastr a.

Seor ang pengelola sanggar di Ser ang5 menyebut kan bahw a pr oses

kr eatif adalah r angkaian kegiatan seor ang seniman dalam menciptakan dan melahir kan kar ya-kar ya seninya sebagai ungkapan gagasan dan keinginannya. Pr oses penciptaan ini tidak ter jadi dan ditur unkan dar i r uang kosong. Tapi pada hakikatnya hanyalah usaha memodifikasi (mengubah/ menyesuaikan) sesuatu yang telah ada sebelumnya. Misalnya, seor ang pelukis membuat sebuah lukisan kar ena sebelumnya telah ada pelukis lain dan kar ya lukisan lainnya. Di situlah seniman ber upaya dengan ker as menampilkan sesuatu yang lain dar i apa yang sudah ada, sehingga melahir kan suatu r ealitas bar u yang kemudian diakui sebagai hasil ciptaannya. Selain itu Hur lock E.B6

mengemukakan bahw a kr eativitas adalah suatu pr oses yang menghasilkan sesuatu yang bar u, apakah suatu gagasan atau suatu objek dalam suatu bentuk atau susunan yang bar u.

5

Sum ber: (ht t p:/ / rum ahdunia.net / wm print.php?ArtID=361) 6

(10)

85 Edw ar d De Bono, dalam bukunya Lat er al Thinking: A Text book of Cr eat ivit y, mengemukakan bahw a dalam pr oses kr eatif ada empat tahapan yang penting, yaitu:

1. Latar Belakang atau Akumulasi Pengetahuan

Dalam tahap ini seor ang telah menyadar i apa yang dia buat dan ba-gaimana ia akan membuatnya. Apa yang akan dibuat adalah munculnya gagasan, isi mengenai apa yang akan dibuat. Sedang bagaimana ia akan menuangkan gagasan itu adalah soal bentuk bar ang, per buatannya atau kr easinya. Soal bentuk bar ang atau per buatannya inilah yang menentukan bentukan sesuatu. Gagasan tidak akan ditulis dalam bentuk ar tikel atau esei, dalam bentuk cer pen, atau bentuk lainnya. Dengan demikian yang pertama muncul adalah seseor ang telah mengetahui apa yang akan dibuatnya dan bagaimana membuatnya.

2. Proses Inkubasi

Pada tahap ini gagasan yang telah muncul tadi disimpan dan dipikir kannya matang-matang, dan ditunggunya w aktu yang tepat untuk dijadikan sesuatu. Selama masa pengendapan ini biasanya konsentr asi seseor ang hanya pada gagasan itu saja. Di mana saja dia ber ada dia memikir kan dan mematangkan gagasannya. Di sela-sela peker jaannya, ketika mandi, ketika makan, ketika ber cocok tanam, ketika beper gian, menabuh gamelan, ber santai, mer okok, sebelum tidur , buang air , ketika menunggu bus kota, gagasan itu selalu dipikir kannya. Munculnya anak-anak gagasan bar u, ada yang bagus ada yang tidak bagus, ada yang memper kaya gagasan semula atau menambah kedalaman gagasan semula. Tahap ini ada yang mer enungkannya selama ber har i-har i atau mungkin ber bulan-bulan dan seseor ang mer asa belum sr eg7 benar untuk dituangkan dalam bentuk sesuatu. Dan si kap r

7

(11)

86 r ata seseor ang memang membiar kan ide atau gagasan itu membentuk dir inya di baw ah sadar , sampai tiba saatnya “hamil besar ” gagasan itu siap dituliskan. Dan kalau saat itu tiba, biasanya semuanya mengalir begitu der as dan lancar .

3. Melahirkan Ide

Dalam tahap ini, inilah tahapan dimana ide itu lahir . Datangnya saat ini tiba-tiba saja. Inilah saatnya “Eur eke” yakni saat yang tiba-tiba selur uh gagasan menemukan bentuknya yang amat ideal. Gagasan dan bentuk ungkapnya telah jelas dan padu. Ada desakan kuat untuk seger a membuat sesuatu dan tak bisa ditunggu-tunggu lagi. Kalau saat inspir asi ini dibiar kan lew at, biasanya bayi gagasan akan mati sebelum lahir . Gai r ah untuk mebuatnya lama-lama akan mati. Gagasan itu sendir i sudah tidak menjadi obsesi lagi. Tahap inkubasi mer upakan tahapan yang sangat vital

4. Implementasi dan Evaluasi

(12)

87 kekur angannya. Jika sudah final bar ulah sesuatu ter sebut akan dilakukan, diper banyak atau dipentaskan.

Kerangka Pikir Penelitian

Pemicu Pemicu

Pemicu Pemicu

Pemicu Pemicu

Gambaran Gambaran

I de I de

KOM UNIKATOR

M EM ORY M EM ORY

M EM ORY M EM ORY

M EM ORY M EM ORY M EM ORY

M EM ORY

M EM ORY M EM ORY M EM ORY

KOM UNIKATOR

DENGAN IDE/ PESAN

PESAN/ M ESSAGE

M ENTAH ORANG

LAIN

ORANG LAIN

Seleksi Ide/ Pesan

M entah

(13)

88 3. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode Ethnogr afi Komunikasi, dimana peneliti akan ter jun langsung ke subyek penelitian, ikut ber baur sehingga pemahaman mengenai car a mer eka ber fikir , ber per ilaku dan hidup dapat diper oleh. Untuk par adigma, const r uct ionism akan dipakai pada penelitian ini dengan pendekatan kualitatif yang ber sifat induktif. (Guba and Lincoln, 1994: 105-117).

Lokasi penelitian adalah di Padepokan Tjipto Boedaja, Dusun Tutup Ngisor , Kecamatan Dukun, Mer api. Dikar enakan penelitian ini ingin mencar i tahu mengenai pembuatan pesan oleh komunikator , maka data pr imer nya adalah pemimpin Padepokan Tjipto Boedaja, yaitu Bapak Sitr as Anjilin. Data-data dalam penelitian ini dibagi menjadi 3, yai tu Data-data emik mer upakan infor masi yang diber ikan langsung oleh par tisipan/ komunikator dalam hal ini adalah pemimpin dar i. Data etik mer upakan infor masi ber bentuk inter pr etasi peneliti yang dibuat sesuai dengan per spektif par a par tisipan. Data negoisasi mer upakan infor masi yang disetujui ber sama oleh par a par tisipan dan peneliti untuk digunakan dalam penelitian.

(14)

89 Analisis data dimulai dengan menelaah selur uh data yang ter sedia dar i ber bagai sumber , yaitu w aw ancar a, pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen pr ibadi, dokumen r esmi, gambar , foto, dan sebagainya. Setelah dibaca, dipelajar i, dan ditelaah, langkah ber ikutnya ialah mengadakan r eduksi data yang dilakukan dengan jalan r angkuman yang inti, pr oses dengan per nyataan-per nyataan yang per lu dijaga sehingga tetap ber ada di dalamnya. Langkah selanjutnya adalah menyusunnya dalam satuan-satuan. Satuan-satuan itu dikategor isasikan pada langkah ber ikutnya. Kategor i-kategor i itu dibuat sambil melakukan koding. Tahap akhir dar i analisis data ini adalah mengadakan pemer iksaan keabsahan data. Setelah tahap ini mulailah kini tahap penafsir an data dalam mengolah hasil sementar a menjadi teor i substantif dengan menggunakan metode ter tentu (Moloeng, 2007: 247).

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Proses Kr eatif dalam Pembuatan Pesan

(15)

90 4.1.1 EKSPLORASI ( Latar Belakang atau Akumulasi

Pengetahuan)

Dalam tahap ini seor ang komunikator telah menyadar i apa yang dia buat dan bagaimana ia akan membuatnya. Apa yang akan dibuat adalah munculnya gagasan, isi mengenai apa yang akan dibuat. Sedang bagaimana ia akan menuangkan gagasan itu adalah soal bentuk bar ang, per buatannya atau kr easinya.

Dalam tahap per tama yaitu Latar Belakang, Sitr as8 sebagai

komunikator menjelaskan bahw a beliau memiliki gagasan untuk menampilkan suatu per tunjukan pada acar a Festival Lima Gunung ke X di Dusun Ker on. Pada Festival yang ter akhir , tema9 yang dipilih ber judul “Sumunar Cahyaning

Kaut aman” yang ber asal dar i pemikir an Sitr as Anjilin.

Menur ut Sitr as Anjilin10 tema itu didapat dar i dor ongan teman-teman

seper ti Padi11 dar i Gunung Mer babu dan Ipang12 dar i Bandongan, bahw a kita

sekar ang ini bar u diuji dengan situasi alam, pada saat itu bar ulah ter jadi er upsi dar i Gunung Mer api, jadi har uslah memiliki har apan yang baik. Oleh sebab itu menur ut pendapat Padi sebaiknya tema yang diangkat juga har us mer epr esentasikan hal ini dan memiliki har apan yang baik buat kedepannya. Sehingga har apannya masyar akat yang melihat pentas atau per tunjukan pada festival itu akan memper oleh pesan, kesan atau nuansa yang dibaw a ketika mer eka pulang. Sumunar Cahyaning Kaut aman ber asal dar i kata Sumunar yang ber ar ti ber cahaya, sedangkan Cahyaning dengan cahaya adalah sama, obyeknya adalah Kaut aman atau kebaikan. Dengan kata lain tema ini memiliki ar ti apabila Kebaikan itu dikembangkan atau disor otkan menjadi suatu

8

Waw ancara dengan Sitras Anjilin pada t anggal 9 Agust us 2011, di Padepokan Tjipt o Boedaja

9

Rapat Kom unit as Lim a Gunung di kediam an Ipang di Bandongan, Kab M agelang pada t anggal 18 April 2011

10

Waw ancara dengan Sitras Anjlin pada rapat Kom unit as Lima Gunung, 18 April 2011

11

Salah sat u pemimpin kesenian di Gunung M erbabu

12

(16)

91 tindakan maka akan memiliki makna dalam suatu kehidupan. Pesan yang ter kandung didalamnya adalah ber upa r efleksi mengenai per ilaku manusia yang mer usak alam mer usak/ membunuh mahluk hidup lain yang akan menganggu r antai makanan ataupun r antai yang sudah dibuat oleh Tuhan, sebagai contoh apabila kita tidak membunuh mahluk hidup atau tidak menebang pohon-pohon yang ada di hutan atau di sekeliling kita, dimana pohon-pohon ter sebut hidup dan ber fungsi sebagai penahan er osi maupun sebagai penahan jika ada er upsi, maka hal ini bisa disebut dengan Kautaman atau Kebaikan. Oleh sebab itu jika kita tidak membunuh mahluk hidup atau mer usak alam maka dampaknya akan kita r asakan juga seper ti halnya er upsi Mer api.

4.1.2 INKUBASI

Pada tahap ini gagasan yang telah muncul tadi disimpan dan dipikir kannya matang-matang, dan ditunggunya w aktu yang tepat untuk dijadikan sesuatu. Selama masa pengendapan ini biasanya konsentr asi seseor ang hanya pada gagasan itu saja. Tahap ini ada yang mer enungkannya selama ber har i-har i atau mungkin ber bulan-bulan dan seseor ang mer asa belum sr eg13 benar untuk dituangkan dalam bentuk sesuatu. Dan sikap r

ata-r ata seseoata-r ang memang membiaata-r kan ide atau gagasan itu membentuk diata-r inya di baw ah sadar , sampai tiba saatnya “hamil besar ” gagasan itu siap dituliskan. Dan kalau saat itu tiba, biasanya semuanya mengalir begitu der as dan lancar .

Pada tahap ini atau tahap kedua yang lebih dikenal dengan nama Pr oses Inkubasi, Sitr as ser ing sekali mengalami kebingungan akan tetapi, beliau tidak patah semangat, ter kadang untuk mencar i inspir asi ser ingkali beliau ber sama dengan teman-temanya, saudar anya mengikuti latihan gamelan, adapun latihan gamelan ini biasanya diadakan setelah jam 7 malam hingga tengah malam. Hal ini ia lakukan sebagai doa kepada Yang Maha Kuasa,

13

(17)

92 adapun doa ter sebut ber isi meminta keselamatan dar i Yang Kuasa, menghadap kepada yang Yang Kuasa, dan ber cer ita. Setelah mengikuti latihan gamelan, ter kadang disambung dengan acar a kumpul-kumpul sambil nongkr ong menikmati hidangan seadanya seperti teh manis dan camilan. Di dalam acar a kumpul-kumpul ter sebut ter kadang banyak sekali diskusi yang ter jadi, baik dengan topic ber at ataupun topik yang r ingan. Sebagai contoh mengenai cer ita w ayang, bagaimana pakemnya, ataupun mengenai kabar yang ber edar di Kota atau Kabupaten Magelang. Untuk bidang seni, saudar a-saudar a Sitr as seperti Danur i, Damir ih, Dar to, Bambang sangat menguasai mengenai seni w ayang, baik cer ita ataupun ger akan yang sesuai dengan kar akter yang diper ankan dalam cer ita w ayang itu, sehingga diskusi ter sebut ter asa hidup dan atr aktif.

Beliau juga ber meditasi di r uangan khusus yang letaknya ber sebelahan dengan r umah beli au dan r umah Sudar to. Di depan r uangan ini akan ada sebuah gapur a yang ber bentuk setengah lingkar an dan ada patung semar ber ada di tengah-tengahnya. Filosofi semar14 adalah pengejaw antahan expr esi,

per sepsi dan penger tian tentang Illahi yang menunjukkan pada konsepsi spir itual. Penger tian ini tidak lain hanyalah suatu bukti yang kuat bahw a or ang Jaw a sejak jaman pr asejar ah adalah Relegius dan ber keTuhan-an yang Maha Esa. Kebudayaan Jaw a telah melahir kan r eligi dalam w ujud keper cayaan ter hadap Tuhan yang Maha Esa, yaitu adanya w ujud tokoh w ayang Semar , jauh sebelum masuknya kebudayaan Hindu, Budha dan Islam di tanah Jaw a. Dar i tokoh Semar w ayang ini akan dapat dikupas, dimenger ti dan dihayati sampai dimana w ujud r eligi yang telah dilahir kan oleh kebudayaan Jaw a. Ruangan ini ber ukur an kur ang lebih 4 x 5 m² dengan dua kur si (seper ti r isban15 tetapi kecil) ber hadapan dan ada meja kecil di tengah. Apabila ber meditasi atau ber pikir dir asa buntu, maka beliau akan per gi ke sar ehan16 Eyang Rama Yasa Sudar ma, ayahnya. Dengan ber bekal dupa, kembang atau bar ang lainnya maka

14

Disadur dari ht t p:/ / ww w .w onosari.com / t 762-filosofi-sem ar-dalam -kebudayaan-jaw a, diakses t anggal 18 Desem ber 2011, jam 22.00

15

Bahasa Indonesia berart i kursi yang panjang

16

(18)

93 beliau akan ber doa di makam ter sebut. Makam ter sebut ber bentuk r umah tembok kecil ber w ar na putih, di depannya ada semacam gapur a kecil yang belum jadi dan dikelilingi dengan air di sekelilingnya, jika digambar kan maka makam ter sebut menyer upai pulau, dengan bangunan di tengah-tengah air .

Menur ut penutur an Sitr as, beliau akan ber komunikasi dengan ayahnya, dan “Alhamdulilah, apabila saya memenui kesulit an maka saya akan diber i pet unjuk”, ujar nya. Petunjuk-petunjuk ter sebut, seper ti halnya or ang Jaw a bisa ber macam-macam bentuknya, seper ti mimpi, wangsit, sasmit o. “Petunjuk-pet unjuk t er sebut bisa dat ang dan per gi begit u saja, bisa saja pada saat saya

sedang makan at au minum, sasmit o at au pet unjuk it u dat ang begit u saja”, begitu penjelasannya.

Dalam melakukan pr oses ini atau ber doa ter kadang tidak cuma dalam hitungan menit atau jam akan tetapi jika masalahnya ber at dapat ditempuh ber har i-har i, dan istir ahat untuk makan atau melakukan hal lainnya. Ter kadang pula beliau juga melakukan puasa, seper ti har i kamis atau puasa ber dasar kan penanggalan Jaw a. Selain puasa beliau juga ser ing melakukan pantangan atau nyir ik17 ter hadap sesuatu seper ti makanan, minuman, r okok, dan lain sebagainya. Hal ini ia lakukan sebagai laku pr ihatin dan lebih bisa mendekatkan ser ta diber i anuger ah, pencer ahan oleh Yang Maha Kuasa. Ide atau gagasan yang muncul saat itu sangat ber aneka var iasi, seper ti Wayang Kulit, Jathilan, Kebebasan Ger ak, Aksi Teathr ikal, Wayang Or ang, Wayang Sandosa, dan masih banyak lagi.

4.1.3 ELIMINASI (Menseleksi dan Melahirkan Ide)

Dalam tahap ini, inilah tahapan dimana ide itu lahir . Datangnya saat ini tiba-tiba saja. Inilah saatnya “Eur eke” yakni saat yang tiba-tiba selur uh gagasan menemukan bentuknya yang amat ideal.

17

(19)

94 Sitr as akhir nya menger ucutkan ide ter sebut menjadi 3 bagian yaitu Wayang Or ang, Wayang Waton dan Wayang Sandosa. Per tunjukan yang dipilih per tama kali sebenar nya adalah Wayang Sandosa, akan tetapi niat ini diur ungkan oleh beliau, kar ena jumlah dalang tidaklah cukup untuk melakukan per tunjukan w ayang sandosa. Per lu diketahui bahw a pementasan w ayang sandosa membutuhkan banyak sekali dalang, kar ena w ayang sandosa sebenar nya ber ar ti “w ayang dengan ser ibu dalang”, akan tetapi “di padepokan ini yang bisa mendalang hanya beber apa”, ujar nya.

Sitr as tidak memilih kesenian r akyat seper ti Jathilan, kar ena dinilai bahw a Jathilan atau kesenian r akyat lainnya memiliki tingkat kesulitan dibaw ah w ayang or ang. Wayang Or ang beda dengan Jathilan, kar ena w ayang or ang baik dar i sisi ger akan, tutur kata, unggah-unguuh atau sopan santun har us sesuai dengan w ayang kulit pur w a, “Lihat saja mas, ger akan wayang or ang kan sama dengan ger akan yang ada di wayang kulit , suar anya at au tut ur

kat anya juga sama, jadi wayang or ang ident ik dengan wayang kulit pur wa

(kulit )”, jaw abnya.

Wayang Or ang dan w ayang w aton sangatlah identik dengan Padepokan Tjipto Boedaja, kar ena setiap “sur anan” Padepokan ini selalu menampilkan w ayang or ang. Selain itu Wayang Waton juga mer upakan kesenian yang ser ing sekali dilakukan oleh padepokan ini. Sedangkan Wayang Kulit juga dipilih kar ena Padepokan ini sangatlah jar ang memainkan w ayang kulit, selain itu Sitr as menginginkan unsur w ayang kulit ada dalam pementasan yang akan disajikan dalam Festival Lima Gunung ke X di Dusun Ker on.

Wayang or ang tetap dipilih kar ena seni ini mer upakan cir i khas dar i Padepokan, sedangkan Wayang Waton beliau mengungkapkan bahw a “Seni it u ber ar t i kr eat ifit as, sehingga bagaimana kit a bisa mengkr easikan suat u seni dan

dapat dinikmat i oleh or ang lain, jadi bisa saja cer it anya sama akan t et api

kemasannya ber beda, t er gant ung dar i or ang yang membuat dan

(20)

95 Indonesia. Sebenar nya sudah beber apa kali beli au mementaskan Wayang Waton dengan ditambahi bahasa Indonesia, akan tetapi kali ini mer upakan per tama kalinya beli au menggunakan bahasa Indonesia sebagai dialog mayor itasnya, jadi bahasa yang digunakan semua menggunakan bahasa Indonesia, maka gagasan beliau yang timbul saat itu adalah membuat suat u per tunjukan kolabor asi antar a ketiga seni dengan kemasan yang ber beda, unik dan mengunakan mayor itas bahasa Indonesia.

Ketiga unsur tadi lalu melebur menjadi satu per tunjukan yang ber beda dar i biasanya. Mulanya Sitr as menamakan bentuk per tunjukan ini sebagai “Wayang Sandosa”, ber beda pula dengan Sur aw an sebagai kor eogr afer dan Antok sebagai peñata iringan menganggap bentuk per tunjukan ini sebagai “Wayang Waton”, bahkan menur ut penutur an beliau, ia sempat ber tanya kepada Sitr as menanyakan mengenai bentuk per tunjukan ini sebagai bentuk klar ifikasi dan Sitr as menjaw ab “Apa dijenengi Wayang Milenium wae yo?? Kan dur ung ana…hehehehe”, katanya. Tetapi setelah penulis melihat dan mengamati bahkan ikut dalam pr oses ini, bentuk per tunjukan ter sebut lebih mudah dinamakan sebagai “Wayang Waton Sandosa”.

Penulis juga ber tanya kepada Sitr as mengenai bentuk per tunjukan itu dan menjaw ab “Bisa saja dinamakan seper t i itu mas…” ujar nya. Tahap inilah yang dinamakan sebagai tahap Melahir kan Ide, dimana muncul suatu ide bar u hasil dar i gagasan-gagasan dar i Sitr as. Wayang Waton Sandosa mer upakan kr easi inovatif dengan menggabungkan unsur w ayang or ang, w ayang w aton dan w ayang sandosa, jadi mer upakan modifikasi atau per campur an ketiga unsur ter sebut tetapi tidak meninggalkan pakem18 nya.

18

(21)

96 4.1.4 EKSEKUSI ( Implementasi ide-ide)

Ketika saat inspir asi atau ide telah muncul maka seseor ang akan seger a untuk membuat sesuatu, inilah yang dinamakan sebagai tahap implementasi. Dengan mengeluar kan segala hasil inkubasi selama ini. Baik ber upa semua ga-gasan yang baik atau kur ang baik, muntahkan semuanya tanpa sisa dalam sebuah bentuk sesuatu yang dir encanakannya. Hasil dalam tahap implementasi ini masih ber upa sesuatu yang masih suatu kar ya kasar , masih sebuah dr aft be-laka. Tahapan dalam pr oses ini yang dinamakan sebagai tahap evaluasi, dimana seseor ang akan mer evisi apa yang sudah dibuatnya, akan dipilah-pilah mana yang akan dipakai dan mana yang tidak.

Setelah mendapat ide-ide ter sebut untuk Wayang Waton Sandosa, maka Sitr as melakukan pr oses per ekr utan. Pr oses per ekr utan dilakukan dengan mengundang ker abat atau or ang yang dekat dengan Padepokan Tjipto Boedaja. Ada beber apa or ang ter pilih, alasan pemilihan or ang-or ang ter sebut didasar i pada kefasihan ger akan dengan kar akter seseor ang atau cocoknya ger akan or ang ter sebut dengan tokoh yang diper ankan atau dalam bahasa Jaw a disebut daphukan. Jadi kar akter or ang ter sebut disesuaikan dengan kebutuhan pentas. “Misalnya pent asnya Ar juna Wiwaha maka akan mencar i t okoh Ar juna yang cocok yang mer upakan ker abat dar i Padepokan ini”, ujar nya. Dalam Wayang Waton Sandosa ini dipilih 3 orang sebagai Bima. Sebenar nya Bima akan akan dimainkan oleh 4 or ang untuk mer epr esentasikan bumi, air , tanah dan udar a19 akan tetapi untuk mencar i pemer an Bima itu

snagatlah sulit kar ena har us memiliki badan yang besar dan ger akan yang kaku. Oleh sebab itu maka pemer an Bima dimainkan oleh Sur aw an20, kar ena

beliau ahli dalam seni tar i dan mer upakan lulusan dar i Sekolah Tinggi Seni Tar i Wilw atika Sur abaya, Mas Guplong21, kar ena beliau memiliki badan yang tinggi

19

Waw ancara dengan Danang (Anak kedua dari Sit ras Anjilin), pada t anggal 1 Agust us 2011, jam 15.05

20

Salah sat u kerabat / anggot a di Padepokan Tjpt o Boedaja

21

(22)

97 besar dan Danang22 sebagai pelengkap untuk meminkan kar akter Bima. Untuk

Yudhistir a dipilih Mas Ateng23, or angnya ber per aw akan sedang, putih, dan

memiliki ger akan yang halus. Untuk Bakasur a dipilih Mas Mintas24, beliau

memiliki ger akan yang cocok dengan ger akan r aksasa, Mas Mar mudjo25 kar ena

beliau kaya pengalaman dan kebanyakan tokoh yang diper ankan adalah tokoh antagonis, selain itu badannya besar dan suar anya ter golong suar a bass (besar ), Mas Bagong26 dengan per aw akan besar dan gendut yang cocok sebagai

r aksasa dan Mas Ateng, sebelumnya Mas Ateng memer ankan Yudhistir a, akan tetapi kar ena dalam adegan ber per ang kekur angan pemain maka Mas Ateng didhapuk untuk menjadi bakasur a. Untuk pemain w anita seper ti Kunthi dan Renggani, keduanya adalah sisw a jur usan seni tar i di suatu per gur uan tinggi di Yogyakar ta dan Ki Par tala diper ankan oleh Mas Eka27 yang mer upakan lulusan

dar i Sekolah Tinggi Seni Tar i Wilw atika di Sur abaya.

4.1.5 EVALUASI

(23)

98 ada, sehingga beliau mendapat ide untuk menggar ap cer ita ini ber asal dar i pengamatan beliau ter hadap sekelilingnya yaitu lingkungannya atau ber ita yang ia dapatkan dar i teman-temannya.

Sebagai contoh adanya per ampokan di w ilayah Magelang belum lama sebelum ia menggar ap cer ita ter sebut, contoh lain adalah ber ita pencur ian sepeda motor di w ilayah dusun tetangga. Atau cer ita mengenai r akyat kecil disingkir kan kar ena tidak memiliki uang, penguasa yang “ber duit” ter kadang menekan dan ber laku semena-mena ter hadap r akyat kecil.

Tidak hanya cer ita atau pengalaman pr ibadi yang menyedihkan, tetapi pengalaman-pengalaman menjadi lebih par ah dengan adanya er upsi Gunung Mer api, dimana Sitr as dan keluar ganya har us mengungsi untuk mencar i keselamatan. Bencana mer api ter sebut tidak hanya ber henti setelah selesai er upsi, ancaman lahar dingin yang sempat membuat w ar ga menjadi panik dan infr astr uktur seper ti jembatan “mbelan28” yang ada di Muntilan putus dan

membuat akses untuk per gi menjadi ter hambat. Nampaknya Sitr as melihat kiner ja dar i Pemer intah, dimana w ar ga atau masyar akat kesusahan akan dampak bencana, pemer intah dir asa tidak tanggap, tidak r esponsif, ter lalu banyak bir okr asi bahkan ada yang sampai hati untuk kor upsi, ber bagai pengalaman ini akhir nya menger ucut sehingga w ar ga masyar akat mer asa bahw a pemer intah hanya “memalingkan muka” saja ter hadap kesusahan dar i masyar akat.

Semua kejadian itu mer upakan kejahatan yang sangatlah bur uk dan mer ugikan yang dilakukan oleh seseor ang atau kelompok ter hadap or ang lain. Akan tetapi ber pegang teguh bahw a kejahatan ter sebut akan sir na atau luntur jika manusia melakukan hal-hal baik kepada or ang lain. Dengan banyaknya kejadian-kejadian bur uk ini maka beliau ber inisiatif untuk mementaskannya di dalam suatu per tunjukan.

28

(24)

99 Ide atau gagasan yang muncul bisa juga ia dapatkan pada saat ber tani, dimana ia akan belajar dar i alam sekitar . Sebagai contoh apabila manusia menebang pohon di atas gunung, hal ini akan ber bahaya bagi masyar akat yang hidup di daer ah baw ah. Kar ena pohon ber fungsi sebagai penahan banjir , apabila ada hujan der as pohon-pohon inilah yang akan menahan laju air . “Jika t idak ada yang menahan maka banjir it u akan sangat besar dan bisa

mer usakkan r umah at aupun menghanyut kan manusia”, ujar nya.

5. KESIMPULAN

Dalam pr oses kr eatif, Sitr as melakukan beber apa tahapan, seper ti eksplor asi dimana ia dengan pengalaman lahir batin, pengetahuan ter besit dalam benaknya untuk melakukan sesuatu ter kait dengan sebuah festival. Setelah ter besit untuk melakukan sesuatu, maka ia mulai memikir kan gagasan atau ide-ide. Ide atau gagasan ter sebut sangatlah banyak sekali, tahap ini dinamakan sebagai tahap inkubasi. Beber apa dar i idea atau gagasan ter sebut mulai dipilah-pilah dan mulai menger ucut menjadi satu ide yang matang, tahap ini dinamakan sebagai tahap eliminasi. Ide yang sudah menger ucut tadi mulai di implementasikan atau diter apkan dengan metode “t r ial and er r or ”, dengan kata lain mulai dicoba-coba, apabila tidak sesuai maka akan di evaluasi hingga menemukan suatu bentuk pementasan yang sesuai, tahap ini dinamakan sebagai tahap ekseskusi dan evaluasi.

Ada beber apa hal yang mempengar uhi dalam pr oses kr eatif ter sebut, diantar anya yaitu: Eksplor asi, Meditasi, Per gi ke Sar ehan atau makan Eyang Yasa Sudar ma, Puasa, Pantangan, Latihan Gamelan dan Kumpul-kumpul. Semua yang sudah disebutkan tadi ber kaitan dengan pengetahuan yang ia dapat melalui panca ider anya, ser ta penger ucutan ide kasar menjadi suatu bentuk pementasan yang dianggap paling sesuai.

(25)

100 suatu usaha untuk mengkr itik pemer intah dan masyar akat. Kesedihan ini timbul kar ena keadaan lingkungannya yang makin par ah, dibuktikan dengan keadaan lingkungan yang “nger i29 akibat ulah manusia, pohon-pohon ditebangi untuk dijadikan mebel, hew an-hew an dibunuh untuk dimakan atau dijual, pencemar an-pencemar an lingkungan baik air , udar a mapun tanah yang sudah tidak dapat dibendung lagi, bencana lahar dingin yang melanda kabupaten Magelang 2010 lalu. Tidak hanya keadaan alam saja, akan tetapi kiner ja pemer intah yang tidak becus dengan kur ang r esponsif dalam menangani kor ban bencana ser ta adanya kor upsi yang mar ak oleh kalangan pejabat atau kelas atas, padahal di magelang sendiri masih banyak or ang yang hidup di baw ah gar is kemiskinan.

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, A. Komar dan Seno Subr o, 1995. Ki Mant eb “Dalang Set an” Sebuah Tant angan. Sur akar ta: Yayasan Resi Tujuh Satu.

Bandem, I Made dan Sal Mur giyanto, 1996. Teat er Daer ah Indonesia. Yogyakar ta: Kanisius Ker ja Sama dengan For um Apr esiasi Kebudayaan Denpasar -Bali.

Balibar , Etienne. 2002. “Konfr ontasi antar a Foucault dan Mar x”, dalam Basis Nomor 01-02 Tahun Ke-15, Janur ar i-Febr uar i 2002, h. 16.

Cassir er , Er nst. 1944. An Essay on Man: An Intr oduction t o Philosophy of Human Cult ur e. New Haven.

Cohen, G.A. 1978. Kar l Mar x`s t heor y of hist or y. Oxfor d: Clar endon Pr ess.

Chambr e, Henr i, SJ. 1963. Fr om Kar l Mar x t o Mao Tse-Tung. A syst emat ic sur vey of Mar xisme-Leninisme. New Yor k: Kenedy.

29

(26)

101 Damar , Br amandito P, 2003. Repr esent asi Et ika Jawa Dalam Wayang Kulit .

Thesis Magister , tidak diter bitkan, Pasca Sar jana ISIP UNS, Sur akar ta. De Bono, Edw ar d. 1977. Lat er al Thinking: A Text book of Cr eat ivit y, Pelican

Books, Middlesex-England

Fiske, John. 1990. Int r oduct ion To Communicat ion St udies. London and New Yor k: Routledge.

Foucault, Michel. 1997. Sejar ah Seksualit as: Seks dan Kekuasaan, Pener jemah Tahayu S. Hidayat. Jakar ta: Gr amedia

Fr eeland, Felicia Hughes, 2009. Komunit as yang Mewujud; Tr adisi Tar i dan Per ubahan di Jawa, Gadjah Mada Univer sity Pr ess

Gelar,1999. “Pengantar Redaksi Seni Per tunjukan, Ritual, dan Politik” dalam

Gelar Vol.2 No.1 Oktober .

Gr eene, John. 1989. Act ion Assembly Theor y: Met hat heor it ical Commit ments, Theor it ical Pr oposit ions, and Empir ical Allocat ions,” in Ret hinking

Communicat ion. vol 2, Br enda Der vin, Law r ence Gr ossber g, Bar bar a J O’Keefe, and Ellen War tella (eds), Sage, New bur r y Par k, Calif,

Har yono, Timbul, 1999. “Sekilas tentang Seni Per tunjukan Masa Jaw a Kuno: Refleksi dar i Sumber -sumber Ar keologis” dalam JAWA: Majalah Ilmiah Kebudayaan. Volume 1 tahun 1999. Halaman 92-110. Yogyakar ta: Yayasan Studi Jaw a.

Har yatmoko, “Kekuasaan Melahir kan Anti-Kekuasaan” dalam Basis Nomor 01-02, Tahun Ke-15, Januar i-Febr uar i 2001-02, h. 11-12.

(27)

102 Jur nal Komunikasi Massa Vol 1, No 1, Juli 2007, 65-81,

digilib.uns.ac.id/ upload/ dokumen/ 107390412200901331.pdf

Jur nal Pengkajian dan Penciptaan Seni, “Pakelir an Sandosa dalam Per spektif Pembahar uan Per tunjukan Wayang”, Vol2, No 3, Oktober 2004, Sekolah Tinggi Seni Indonesia Sur akar ta.

Johnson, R.C. and Medinnus, G.R., 1968. Child Psychology : Behavior and Development . (2nd edit ion). New Yor k : John Willey Sons, Inc.

K. Ber tens, 1999. “Michel Foucault ” dalam Filsafat Per ancis, h. 320.

Kar todir djo, Sar tono. 1990. Per kembangan Per adaban Pr iyayi. Yogyakar ta: Gadjah Mada Univer sity Pr ess.

Listyow ati, Mukti. 1987. Analisa Bent uk Beksan Bedhaya Anglir Mendhung Mangkunegar an Sur akar t a. Skr ipsi S1. Tidak diter bitkan. Yogyakar ta: Gr aduate Pr ogr am ISI Yogyakar ta

Liliw er i, Alo. 2003. Makna Budaya Dalam Komunikasi Ant ar budaya. Yogyakar ta: LKiS

Mulyono, Sr i, 1982. Wayang dan Filsafat Nusant ar a. Jakar ta: Gunung Agung Mulyana, Deddy. 2002. Met odologi Penelit ian Kualit at if: Par adigma Bar u Ilmu

Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: Remaja Rosdakar ya. Mur tiyoso, Bambang. 2007. “Pengembangan Wayang Indonesia”, dalam Sang

Penjaga & Pengawal Budaya Jawa: Bunga Rampai Tulisan t ent ang

Budaya Jawa. Semar ang-Yogyakar ta: Yayasan Studi Bahasa Jaw a “Kanthil” dan Taman Pustaka Kr isten.

(28)

103 Moleong, Lexy J. 2001. Met odologi Penelit ian Kualit at if. Bandung: Remaja

Rosdakar ya

Mor tensen, David. 1972. Communicat ion: The St udy of Human Communicat ion (New Yor k: McGr aw -Hill Book Co.

Pur w asito, Andr ik. 2010. Semiology on Communicat ion St udies.http:/ andr ikpur w asito.blog.com/ . Diakses pada tanggal 21 Febr uar i 2011 pada jam 20.00 WIB

Puguh, Dhanang Respati. 2003. “Mangkunagar a IV sebagai Maecenas: Per anannya dalam Pengembangan Seni Tr adisi Jawa”, dalam Resi yang Menyepi: Kumpulan Kar angan Per sembahan unt uk Pr of. Dr . Kar yana

Sindunegar a. Semar ang: Fakultas Sastr a Univer sitas Diponegor o. Pedalangan Jilid 1, “Wayang Waton Sandosa”, 2008, Dir ektor at Pembinaan

Sekolah Menengah Kejur uan

Respati Puguh, Dhanang. 2010. Dar i Pakelir an Adiluhung ke Pakelir an Glamor -Spekt akuler :Per tunjukan Wayang Kulit Pur wa Gaya Sur akar t a dalam

Per ubahan Budaya

http:/ / staff.undip.ac.id/ sastr a/ dhanang/ 2010/ 11/ 22/ dar i-pakelir

an-adiluhung-ke-pakelir an-glamor -spektakuler per tunjukan-w

ayang-kulit-pur w a-gaya-sur akar ta-dalam-per ubahan-budaya/ Diakses pada

t anggal 21 Januar i 2011, pada jam 21.08 WIB

Rohendi Rohidi, Tjetjep, 2000. Ekspr esi Seni Or ang Miskin, Nuansa Cendekia, hal 95.

Soedar sono, 2010, Seni Per tunjukan Indonesia di Er a Globalisasi, Gadjah Mada Univer sity Pr ess.

(29)

104 Soedar sono. 1990. Wayang Wong: The St at e Rit ual Dance Dr ama in t he Cour t of

Yogyakar t a. Yogyakar ta: Gadjah Mada Univer sity Press.

Sumanto. 2002. Nar t osabdo, Kehadir annya dalam Dunia Pedalangan: Sebuah Biogr afi. Sur akar ta: STSI Pr ess Sur akar ta.

Tr oike, Mur iel Savi lle, 2003. The Et hnogr aphy of Communicat ion; The int r oduct ion, Blackw ell Publishing

Tyasing K, Yessi. 2005. Rit ual 1 Sur a Sebagai Repr esent asi Nilai-nilai Budaya Jawa. Thesis Magister . Tidak diter bitkan. Sur akar ta: Gr aduate Pr ogr am ISIP UNS.

War daya, Baskar a T. F.X, 2003. Mar k Muda: Mar xisme Ber wajah Manusiawi: Menyimak Sisi Humanis Kar l Mar x Ber sama Adam Scahft. Yogyakar ta: Buku Baik.

War idi. 2008. Gagasan & Kekar yaan Tiga Empu Kar awit an: Pilar Kehidupan Kar awit an Gaya Sur akar t a 1950-1970-an (Ki Mar t apengr awit , Ki

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui pengaruh rasio keuangan ( Price/Earning Ratio, Return On Total Asset, Return On Equity, dan Net Profit Margin ) terhadap proporsi kepemilikan saham investor

Taksasi panen merupakan kegiatan perkiraan panen untuk menentukan jumlah tandan yang akan dipanen berdasarkan jumlah dan keadaan tandan bunga betina yang kemungkinan

Industri konstruksi juga merupakan suatu bisnis yang sangat kompetitif dengan tingkatan yang tinggi kemungkinannya untuk bangkrut, apabila tidak dikelola secara

Berdasarkan hasil perhitungan koefisien determinan korelasi nilai Adjusted R Square adalah 0,856 menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi yang sudah disesuaikan adalah 0,856

Tabel 10 Analisis stratifikasi nilai median jumlah sel ekinosit terhadap kelompok kontrol gula darah pada kelompok pasien dengan kadar HDL-C > 35

Proses Cold forming roll atau pembentukan dengan cara pengerolan dingin merupakan proses manufaktur yang dilakukan dengan membentuk secara bertahap dan terus-menerus,

Kemudian setelah selesai sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi (untuk menjalankan urusan masing-masing) dan carilah apa yang kamu hajati dari limpah kurnia