• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Studi Perilaku Pengobatan dan Pengelolaan Diabetes Mellitus di Kelurahan Purwodadi dan Desa Truwolu Jawa Tengah T1 462008091 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Studi Perilaku Pengobatan dan Pengelolaan Diabetes Mellitus di Kelurahan Purwodadi dan Desa Truwolu Jawa Tengah T1 462008091 BAB II"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Pengobatan Diabetes Mellitus

2.1.1 Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan biasanya berhubungan erat dengan pekerjaan dan pendapatan rumah tangga, serta mempengaruhi sikap dan kecenderungan dalam memilih barang-barang konsumsi termasuk jasa pelayanan kesehatan untuk pengobatan diabetes mellitus (Wawan dan dewi, 2010). Menurut Notoatmodjo (2003), faktor pendidikan seseorang sangat menentukan dalam pola pengambilan keputusan dan penerimaan informasi. Pendidikan yang rendah menyebabkan daya intelektualnya masih terbatas sehingga perilakunya masih dipengaruhi oleh keadaan sekitarnya. Sedangkan seseorang dengan tingkat pendidikan lebih tinggi memiliki pandangan lebih luas tentang suatu hal dan lebih mudah untuk menerima ide atau cara kehidupan baru (Notoatmodjo, 2003).

(2)

tentang penyakitnya terbatas sehingga pilihan pengobatan biasanya banyak dipengaruhi oleh keadaan sekitarnya. Tetapi tidak menutup kemungkinan bagi yang berpendidikan rendah mempunyai pengetahuan dan sikap yang baik dalam pengobatan diabetes mellitus (Wawan dan Dewi, 2010). Menurut hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Purwanto (2011) yaitu lebih dari separuh responden mempunyai pengetahuan yang kurang tentang pengobatan diabetes mellitus yaitu sebanyak 33 responden (55%), hal tersebut dikarenakan

sebagian besar responden mempunyai latar belakang pendidikan dasar SD dan SMP (86,7%).

2.1.2 Tingkat pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain. Pengetahuan atau kognitif merupakan hal yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan yang baik dapat memotivasi timbulnya perubahan positif terhadap sikap, persepsi, serta perilaku sehat seseorang (Notoatmodjo, 2003).

(3)

mellitus agar dapat melakukan pengobatan secara teratur dan

merawat dirinya secara mandiri. Selain itu, pengetahuan juga akan dapat menambah kualitas hidup penderita diabetes mellitus (Purwanto, 2011). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurlaili & Isfandiari (2013) di Puskesmas Pacarkeling Surabaya, didapatkan bahwa dari 53 responden sebagian besar responden dengan pengetahuan pengobatan yang baik memiliki rerata kadar gula darah < 160 mg/dl yaitu sebanyak 41,5%. Responden yang tidak memiliki pengetahuan pengobatan memiliki rerata kadar gula ≥ 160 mg/dl yaitu sebanyak 26,4%. Berdasarkan uji statistik dengan Uji Chi Square

didapatkan ρ = 0,003(ρ < α), yang berarti penelitian ini ada hubungan

antara pengetahuan pengobatan dengan rerata kadar gula darah acak.

2.1.3 Sikap

Menurut Notoatmodjo (2003), sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap merupakan bagian dari kepribadian. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai penghayatan dari suatu objek. Notoatmodjo (2003) menyatakan sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu.

(4)

jasmani/olahraga bahkan sampai sikap terhadap edukasi yang diberikan oleh dokter dan perawat. Contoh sikap penyandang diabetes mellitus misalnya penderita diabetes mellitus bersikap positif atau

negatif terhadap edukasi tentang pengobatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan (Utama, 2004). Untuk mengubah sikap diperlukan penyuluhan/pemberian informasi untuk memotivasi penyandang diabetes mellitus memiliki sikap yang baik dalam memahami penyakit

diabetes dan pengobatannya (Wakhidiyah dan Intan Zaina, 2010). Berdasarkan penelitian Lestari,dkk (2013) diperoleh hasil bahwa responden yang bersikap positif terhadap edukasi pengobatan diabetes mellitus sebanyak 12 orang (41,4%) dan yang negatif

(5)

2.1.4 Tradisi dan kepercayaan

Kepercayaan dan tradisi penderita diabetes mellitus dapat diperoleh dari keluarga, teman, masyarakat, seseorang yang berpengaruh. Penderita diabetes mellitus menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu (Notoatmodjo, 2003).

Kepercayaan dan tradisi yang diperoleh dari masyarakat, keluarga maupun teman akan mempengaruhi penderita diabetes mellitus dalam pengambilan keputusan untuk pemilihan tempat pengobatan yang akan dilakukan. Seperti halnya pemilihan tempat pengobatan di tenaga kesehatan dan pengobatan alternatif/pengobatan tradisional. Tidak menutup kemungkinan penderita diabetes mellitus yang memiliki kepercayaan dan tradisi memilih pengobatan alternatif ataupun pengobatan tradisional sebagai pilihan pengobatan yang dijalani, hal tersebut didasarkan pada nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat (Rusdi, 2009).

2.1.5 Ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan

(6)

mellitus dalam menjalani pengobatan. Serta dapat mempengaruhi

kepatuhan dalam pengontrolan kadar glukosa darah secara rutin. Namun tidak semua tempat memiliki fasilitas kesehatan yang memadai yang dapat mendukung penderita dalam menjalani pengobatan diabetes mellitus (Wawan dan dewi, 2010).

2.1.6 Keterjangkauan sarana kesehatan

Keterjangkauan sarana kesehatan bagi penderita diabetes mellitus mempengaruhi keteraturan menjalani pengobatan para

(7)

dengan mudah oleh angkutan umum dan kendaraan pribadi. Berbeda dengan RSPAW yang memiliki jarak tempuh cukup jauh dan harus ditempuh dengan menggunakan Bus Antarkota Dalam Provinsi (AKDP). Kondisi tersebut menimbulkan rendahnya aksesibilitas pasien karena tingginya biaya perjalanan dan jauhnya jarak tempuh.

2.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Pengobatan Tradisional

Faktor yang mempengaruhi penggunaan pengobatan tradisional bagi penderita diabetes mellitus meliputi faktor ekonomi/penghasilan, faktor budaya, dan faktor kemudahan. Faktor ekonomi/penghasilan penderita diabetes mellitus atau keluarga mendorong penderita diabetes mellitus memilih menggunakan pengobatan tradisional.

Pengobatan tradisional lebih banyak dipilih karena biaya yang relatif lebih murah atau bahkan tidak memerlukan biaya karena bahan pembuatan obat tradisional diperoleh dari sumber daya alam yang ada disekitar tempat tinggal. Faktor budaya/kepercayaan/adat istiadat daerah tertentu dapat mendorong penderita diabetes mellitus lebih memilih menggunakan pengobatan tradisional. Kepercayaan yang luar biasa terhadap keampuhan obat tradisional terkadang menjadi kekuatan untuk dijadikan pendorong bagi kesembuhan diabetes mellitus. Faktor kemudahan juga bisa mendorong penderita diabetes

(8)

obat tradisional mudah diperoleh disekitar lingkungan tempat tinggal. Serta pengolahan bahan obat tradisional yang tidak rumit, sehingga dapat dibuat didapur sendiri tanpa memerlukan peralatan yang khusus dan biaya yang besar (Notoatmodjo, 2003).

2.3 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Sebagai Tempat Pengobatan

Faktor-faktor yang mempengaruhi penderita diabetes mellitus dalam penggunaan pelayanan kesehatan sebagai tempat pengobatan yang dipilih. Faktor tersebut meliputi faktor lingkungan dan tempat tinggal, kelengkapan pelayanan kesehatan, tersedia tenaga dan fasilitas medis, hubungan antara dokter/tenaga kesehatan lain dan penderita, adanya asuransi kesehatan, faktor sosio ekonomi dari penderita yang meliputi pendapatan penderita diabetes, harga pelayanan medis, jarak tempat tinggal penderita diabetes mellitus dengan pelayanan kesehatan(Notoatmodjo, 2003).

2.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Pengelolaan Diabetes Mellitus

2.4.1 Motivasi diri

(9)

menghasilkan sesuatu baik yang bersifat positif-konstruktif maupun bersifat negatif-destruktif (Notoatmodjo, 2003).

Motivasi dapat timbul dari dalam diri penderita diabetes karena ada kebutuhan dasar manusia yang bersifat universal, tetapi dapat pula dirangsang dari luar. Sebab utama adanya motivasi karena ada kebutuhan mendasar, misalnya kebutuhan akan kehidupan yang layak dan kebutuhan akan kesehatan. Seperti halnya penderita diabetes mellitus akan termotivasi untuk memperoleh penyembuhan dan kehidupan yang layak. Motivasi tersebut menimbulkan sikap, tindakan atau perilaku untuk mengelola diabetes mellitus demi tujuan penyembuhannya tercapai (Notoatmodjo, 2003).

(10)

melakukan olahraga dalam upaya pengelolaan diabetes mellitus adalah untuk menormalkan glukosa darah.

2.4.2 Dukungan dari keluarga

Dukungan keluarga merupakan dukungan sosial yang dipandang oleh anggota keluarga sebagai sesuatu yang dapat diakses atau diadakan untuk keluarga. Bentuk dukungan keluarga berupa dukungan emosi, dukungan instrumental, dukungan penilaian dan dukungan informasi. Dukungan sosial emosi meliputi kepedulian, empati, cinta, perhatian dan kepercayaan. Dukungan instrumental yaitu dukungan yang bersifat nyata atau berbentuk materi yang bertujuan untuk meringankan beban bagi penderita diabetes yang membutuhkannya. Dukungan informasi yaitu

dukungan yang dilakukan dengan memberi informasi, nasehat dan petunjuk tentang cara pemecahan masalah. Dukungan penilaian yaitu komunikasi tentang informasi yang relevan untuk evaluasi diri penderita diabetes, dapat berbentuk bimbingan dan bantuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Setiadi, 2007).

Berdasarkan hasil penelitian Susanti & Sulistyarini (2013) menyatakan bahwa dukungan keluarga pada pasien diabetes mellitus di ruang rawat inap di RS. Baptis Kediri dari 25 responden,

(11)

sedini mungkin seperti pada saat anggota keluarga yang menderita penyakit diabetes mellitus mengalami keluhan ketika kadar glukosa meningkat atau menurun. Keluarga dapat saling membantu untuk memberikan perawatan, pada penelitian ini juga didapatkan anggota keluarga yang mampu dalam hal ekonomi sehingga dapat memodifikasi rumah dan memberi kesempatan pada anggota keluarga yang menderita diabetes mellitus untuk memilih fasilitas yang diinginkan. Serta dukungan keluarga dapat memberikan motivasi pada pasien diabetes mellitus dalam menjalankan terapi dan melakukan pengelolaan diabetes mellitus untuk meningkatkan kesehatan.

2.4.3 Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior) (Notoatmodjo, 2003).

(12)

mellitus berhubungan secara signifikan dengan keberhasilan

pengelolaan diabetes mellitus tipe2 ( P = 0,015). Hal ini menunjukkan bahwa orang yang mempunyai pengetahuan baik mempunyai risiko 4 kali untuk berhasil dalam pengelolaan diabetes mellitus tipe 2 dibandingkan dengan yang berpengetahuan kurang

dan secara statistik bermakna.

2.4.4 Dukungan dari tenaga kesehatan

Tenaga kesehatan memberikan dukungan dengan cara pemberian penyuluhan atau edukasi dan memberikan pelayanan yang baik bagi penderita diabetes mellitus dalam hal mengelola penyakitnya. Pada akhirnya penyuluhan/edukasi yang diberikan oleh tenaga kesehatan bertujuan untuk memberikan pengetahuan pengelolaan diabetes. Supaya penyandang diabetes mellitus dapat mengubah perilaku, meningkatkan kepatuhan dan kualitas hidupnya (Basuki, 2005).

(13)

penyuluhan/konsultasi ini mereka dapat memahami mengenai penyakitnya dan diharapkan dapat memperbaiki pola hidup mereka. Seperti halnya memperbaiki pola makan, aktivitas fisik, konsumsi obat dan hal lainnya yang berhubungan dengan pengelolaan diabetes mellitus. Sehingga penderita diabetes mellitus dapat melakukan perawatan secara mandiri. Penyuluhan

merupakan salah satu faktor terpenting dalam pengelolaan diabetes mellitus khususnya dalam penerapan diet yang baik.

Dimana dalam penyuluhan ini dapat diberikan pengetahuan dan keterampilan dalam menerapkan dietnya dengan baik (Wakhidiyah & Intan Zaina, 2010).

2.5 Studi Pendahuluan

2.5.1

Studi Pendahuluan di Kelurahan Purwodadi (RW Jagalan Utara dan RW Jetis Barat) Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan

(14)

mellitus di Kabupaten Grobogan dibedakan berdasarkan usia, antara

lain menurut usia 45-64 tahun, usia 15-44 tahun, dan usia > 65 tahun. Dengan jumlah kasus yaitu usia 45-64 tahun 3.534 kasus (78%), usia 15-44 tahun 563 kasus (13%), dan usia > 65 tahun 405 kasus (9%).

Pada awalnya peneliti mengambil studi pendahuluan di Kelurahan Purwodadi pada tanggal 20 Juni 2012. Kemudian untuk memperoleh data yang terbaru peneliti melakukan studi pendahuluan ulang tanggal 10 April 2014. Dari studi pendahuluan yang dilakukan diperoleh data jumlah penduduk di Kelurahan Purwodadi adalah 64.321 jiwa dengan luas wilayah 39.051 Ha.

Studi pendahuluan di lakukan juga pada penderita diabetes mellitus di Puskesmas Purwodadi 1 dan RS Panti Rahayu (Yakkum)

(15)

2.6.2. Studi Pendahuluan di Desa Truwolu Kecamatan Ngaringan Kabupaten Grobogan

Studi pendahuluan di Desa Truwolu pada tanggal 20 Juni 2012, diperoleh data bahwa jumlah penduduk di Desa Truwolu adalah sebanyak 7.898 jiwa dengan luas wilayah 605.470 Ha. Untuk memperoleh data terbaru peneliti melakukan studi pendahuluan ulang pada tanggal 10 April 2014. Hasilnya jumlah penduduk di Desa Truwolu bertambah sebanyak 7.926 jiwa dengan luas wilayah tetap sama.

Studi pendahuluan juga dilakukan pada Puskesmas Ngaringan pada tanggal 20 Juni 2012. Hasilnya menunjukan bahwa banyaknya penderita diabetes mellitus yang rawat inap pada tahun 2011 adalah 7 pasien, pada tahun 2012 6 pasien, dan pada tahun 2013 9 pasien, sedangkan untuk rawat jalan pada tahun 2011 40 pasien, pada tahun 2012 45 pasien, dan pada tahun 2013 59 pasien.

Referensi

Dokumen terkait

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN PENGOBATAN PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS (DM) TIPE II DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PURWODININGRATAN SURAKARTA TAHUN 2016..

Terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan perilaku pencegahan komplikasi Diabetes Mellitus di Poliklinik Khusus Penyakit Dalam Instalasi Rawat Jalan

Dengan itu yang berarti bahwa pentingnya tingkat pengetahuan tentang penyakit diabetes mellitus pada pasien penderita untuk menghindari hal – hal yang menyebabkan

Dan pengobatan diabetes mellitus tampaknya memiliki efek pada kulitas hidup yang kompleks, namun pasien dengan diabetes mellitus mempunyai kualitas hidup lebih baik

Dari uraian di atas bahwa lebih setengah responden pengetahuan kurang dengan sikap negatif tentang olahraga pada diabetes mellitus, hal ini dikarenakan penderita

Hasil penelitian menunjukkan faktor predisposisi berupa pengetahuan, keyakinan, kepercayaan dan sikap secara simultan berpengaruh pada perilaku kesehatan penderita

American Diabetes Association (2016) menyatakan bahwa diabetes mellitus adalah penyakit kronik yang kompleks yang memerlukan pengobatan terus menerus dengan menurunkan

Kuesioner Pengetahuan dan Perilaku Dokter Gigi Terhadap Tindakan Pencabutan Gigi Pada Penderita Diabetes Mellitus di Kecamatan Medan Selayang. Hasil Pengolahan