• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Akumulasi Stafilokokus pada Linen Tempat Tidur Pasien di Ruang High Care Unit (HCU) Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga T1 462010094 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Akumulasi Stafilokokus pada Linen Tempat Tidur Pasien di Ruang High Care Unit (HCU) Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga T1 462010094 BAB II"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

5

TINJAUAN TEORI

2.1 Infeksi Nosokomial

Infeksi adalah proses masuknya mikroorganisme ke dalam jaringan

tubuh, kemudian terjadi kolonisasi dan menimbulkan penyakit (Entjang,

2003). Infeksi Nosokomial (nosocomial infection atau hospital acquired infection) adalah suatu infeksi silang yang diperoleh penderita, ketika penderita dalam proses asuhan keperawatan di rumah sakit. Infeksi

nosokomial saat ini merupakan salah satu penyebab meningkatnya angka

kejadian penyakit (morbidity) dan angka kematian (mortality) di rumah sakit, sehingga dapat menjadi masalah kesehatan baru, baik di negara

berkembang maupun di negara maju (Darmadi, 2008). Bakteri yang sering

menyebabkan infeksi nosokomial adalah Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Pseudomas aeruginosa, Klebsiella sp. Mikroba ini menular melalui makanan, obat, alat kesehatan atau kontak langsung melalui tangan medis,

paramedis atau personil rumah sakit lainnya (Entjang, 2003).

Masuknya mikroba atau transmisi mikroba ke penderita, tentunya

berasal dari sekitar penderita, dimana penderita menjalani proses asuhan

keperawatan seperti:

1. Penderita lain yang juga dalam proses keperawatan

(2)

3. Peralatan medis yang digunakan

4. Tempat (ruangan/bangsal/kamar) di mana penderita dirawat

5. Tempat/kamar dimana penderita menjalani tindakan medis akut seperti

kamar operasi dan kamar bersalin

6. Makanan dan minuman yang disajikan

7. Lingkungan rumah sakit secara umum (Darmadi, 2008).

Infeksi nosokomial mempunyai dampak yang luas, mulai dari pasien

itu sendiri, keluarga dan masyarakat, hingga sarana pelayanan kesehatan.

Bagi pasien, infeksi nosokomial menambah tekanan emosional,

menurunkan fungsi organ, dan pada beberapa kasus dapat menyebabkan

kecacatan bahkan kematian. Bagi keluarga dan masyarakat, infeksi

nosokomial memerlukan biaya yang tinggi. Bagi sarana pelayanan

kesehatan, infeksi nosokomial memberi citra buruk. Saat ini, angka kejadian

infeksi nosokomial telah dijadikan salah satu tolak ukur mutu pelayanan

rumah sakit (Rohani dan Hingawati, 2010). Izin operasional sebuah rumah

sakit bisa dicabut karena tingginya angka kejadian infeksi nosokomial.

Bahkan pihak asuransi tidak mau membayar biaya yang ditimbulkan akibat

infeksi nosokomial sehingga pihak penderita sangat dirugikan (Darmadi,

2008). Selain citra buruk, infeksi nosokomial dapat berdampak hukum

berupa tuntutan pengadilan yang menimbulkan materi maupun non materi,

baik pasien maupun sarana pelayanan kesehatan (Rohani dan Hingawati,

(3)

Inti dari upaya pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial

adalah pada masalah perkembangbiakan mikroba patogen pada reservoir

serta penyebarannya dari reservoir ke penjamu (penderita yang sedang

dalam proses asuhan keperawatan). Langkah-langkah yang harus

dilakukan petugas ruangan/ bangsal perawatan antara lain:

1. Menjaga agar ruangan/bangsal perawatan selalu terjaga kebersihannya,

serta memerhatikan ventilasi dan pencahayaannya

2. Peralatan medis dan peralatan nonmedis yang tersedia dalam

ruangan/bangsal perawatan harus siap pakai, dalam keadaan bersih,

dan tetap terjaga sterilitasnya

3. Mencegah perilaku atau cara kerja petugas yang ceroboh, dengan

tindakan yang tidak higienis dan atau tindakan tidak aseptik

4. Mengenal diagnosis penyakit dari penderita terutama yang rawan

terjangkit infeksi nosokomial

5. Mengenal tindakan-tindakan invasif yang berpotensi dapat menimbulkan

infeksi nosokomial

6. Mencegah terjadinya infeksi silang (cross infection) di antara penderita-penderita yang dirawat dalam satu ruangan/bangsal perawatan

(Darmadi, 2008).

2.2 Stafilokokus

Stafilokokus adalah sel sferis Gram-positif, biasanya tersusun dalam

(4)

merupakan flora normal kulit dan membran mukosa manusia; tipe lainnya

dapat menimbulkan supurasi, membentuk abses, berbagai infeksi piogenik,

dan bahkan septikemia yang fatal. Stafilokokus patogen dapat

menyebabkan hemolisis darah, mengkoagulasi plasma, serta menghasilkan

berbagai enzim dan toksin ekstrasesular. Stafilokokus cepat menjadi

resisten terhadap banyak obat antimikroba dan menyebabkan masalah

terapi yang sulit. Genus stafilokokus sedikitnya memiliki 30 spesies. Tiga

spesies utama yang memiliki kepentingan klinis adalah Staphylococcus aureus, S. epidermidis, dan S. saprophyticus (Brooks et al., 2007).

Jenis S. aureus yang bersifat koagulase-positif membedakannya dari spesies lainnya dan merupakan patogen utama pada manusia. Hampir

semua orang pernah mengalami infeksi S. aureus selama hidupnya, dengan derajat keparahan yang beragam, dari keracunan makanan atau infeksi kulit

ringan hingga infeksi berat yang mengancam jiwa (Brooks et al., 2007). S. aureus merupakan salah satu bakteri yang menyebabkan infeksi nosokomial dan juga mungkin resisten-metisilin (MRSA). S. aureus adalah penyebab tersering infeksi piogenik (pembentuk nanah), dan menyebabkan

beragam infeksi yang meliputi bisul, abses, impetigo dan mata lengket pada

neonatus. Di rumah sakit, S. aureus menyebabkan infeksi luka yang serius, bronkopneumonia, osteomielitis, dan endokarditis. Sebagian strain

menghasilkan toksin yang menyebabkan kerusakan sel luas (Gould &

(5)

Stafilokokus koagulase-negatif adalah flora normal manusia dan

kadang-kadang menyebabkan infeksi, seringkali berkaitan dengan

implantasi alat-alat, terutama pada pasien yang sangat muda, tua, dan

dengan fungsi imun terganggu. Sekitar 75% infeksi yang disebabkan oleh

stafilokokus koagulase-negatif ini akibat S. epidermidis, S. saprophyticus relatif sering menjadi penyebab infeksi saluran kemih pada wanita muda

(Brooks et al., 2007).

Stafilokokus paling cepat berkembang pada suhu 37C, tetapi suhu

terbaik untuk menghasilkan pigmen adalah suhu ruangan (20-25C).

Stafilokokus relatif resisten terhadap pengeringan, panas (tahan pada suhu

50C selama 30 menit), dan natrium klorida 9% tetapi mudah dihambat oleh

bahan kimia tertentu, seperti heksaklorofen 3% (Brooks et al., 2007).

2.3 Linen Rumah Sakit

Linen rumah sakit merupakan kain yang digunakan oleh berbagai

macam staf, misalnya staf rumah tangga (kain tempat tidur dan handuk),

staf pembersih (kain pembersih, gaun, dan kap), staf bedah (kap, masker,

baju cuci, gaun bedah, dan pembungkus), dan staf di bagian khusus seperti

ICU serta di bagian lain yang melakukan tindakan invasif (seperti blus,

radiologi, dan kardiologi). Linen dapat menjadi media untuk menularkan

penyakit sehingga teknik-teknik pencegahan infeksi yang disebarkan

(6)

Linen rumah sakit merupakan salah satu sumber berkumpulnya

mikroorganisme yang rentan menjadi sumber infeksi silang pada sebuah

rumah sakit. Stafilokokus sering ditemukan di pakaian, seprai, dan

benda-benda lainnya di lingkungan manusia (Brooks et al., 2007). Menurut Ayliffe et al. (2000), komponen linen tempat tidur pasien (sprei, selimut, sarung bantal) menjadi sumber infeksi karena terkontaminasi oleh mikroorganisme

melalui kontak langsung dengan kulit dan cairan tubuh termasuk urine dan

feses. Ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Sexton et al. (2006) dan Boyce et al. (1997) menemukan Staphylococcus aureus dan MRSA (Meticillin Resistant Staphylococcus aureus) pada kasur, sprei kasur, dan di udara di ruang isolasi.

Prinsip utama memproses linen untuk mencegah terjadinya infeksi

silang adalah

1. Petugas harus memakai APD bila mengumpulkan, menangani,

membawa, memilah, dan mencuci linen kotor.

2. Bila mengumpulkan dan membawa linen kotor, tangani sesedikit

mungkin dan dengan kontak sesingkat mungkin untuk mencegah

perlukaan dan penyebaran mikroorganisme

3. Menganggap semua bahan kain (misalnya kain bedah, gaun, dan

pembungkus) sebagai bahan infeksius sekalipun tidak tampak adanya

(7)

4. Membawa linen kotor dalam tempat/ kontainer yang tertutup atau

kantong plastik untuk mencegah tercecer dan batasi linen kotor itu dalam

area tertentu sampai dibawa ke binatu (Rohani & Hingawati, 2010).

2.4 Peran Perawat untuk Pencegahan Infeksi

Pada prinsipnya setiap penderita yang menjalani proses asuhan

keperawatan yang berada di bangsal keperawatan dapat terserang infeksi

nosokomial, namun kejadian infeksi tersebut banyak ditentukan oleh

prosedur dan tindakan medis yang dijalankan. Selama menjalani proses

asuhan keperawatan (24 jam), penderita lebih lama kontak atau

berkomunikasi dengan tenaga-tenaga keperawatan daripada tenaga-tenaga

pelayanan medis lainnya. Oleh karena itu, berbagai keluhan (subjektif)

maupun tanda-tanda klinik penderita, dapat diketahui dan didokumentasikan

oleh tenaga-tenaga keperawatan. Berdasarkan keadaan tersebut, peran

tenaga keperawatan yang berkaitan dengan upaya pencegahan dan

pengendalian infeksi nosokomial sangat penting sehingga perlu ditunjuk

satu atau dua orang perawat senior untuk menangani masalah ini dalam

Panitia Medik Pengendalian Infeksi rumah sakit (Darmadi, 2008).

Keamanan pasien (patient safety) harus menjadi prioritas perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien. Perawat tidak hanya

memberikan keamanan dari cedera fisik dan psikologis, namun juga perlu

melihat lingkungan pelayanan kesehatan yang aman. Perawat harus

(8)

selanjutnya melakukan intervensi yang diperlukan. Dengan melakukan hal

ini, perawat adalah orang yang berperan aktif dalam usaha pencegahan

penyakit, pemeliharaan kesehatan, dan peningkatan kesehatan (Potter &

Perry, 2005).

Keamanan lingkungan dalam rumah sakit sangat penting ditegakkan

oleh perawat untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial dalam rumah

sakit.Perawat harus bekerja melayani pasien dengan profesional

berdasarkan standar yang ada. Hal ini perlu dilakukan karena perawat juga

berperan besar dalam terjadinya infeksi silang dari satu pasien ke pasien

lain. Penelitian Dancer (2004) menunjukkan bahwa 42% dari 12 perawat

terkontaminasi sarung tangannya dengan MRSA setelah menyentuh

Referensi

Dokumen terkait

Subjective norms and attitudes that exist in the culture of Indonesian women always think that investing in the stock market is something terrible because it has high risk..

Skripsi berjudul ”Analisis Hasil Tangkapan Ikan Masyarakat Nelayan Kecamatan Jangkar Kabupaten Situbondo Berdasarkan Fase Bulan Tahun 2011” telah diuji dan disahkan

27) Bukti Pengalaman Pengadaan komputer dan perlengkapannya / Perangkat Keras, kecuali perusahaan yang baru berdiri kurang dari tiga tahun. 28) Metode Kerja dan

setiap 30 detik, dan data logger akan mencatat data hasil pengukuran yang diterima. dari inkubator setiap lima

Hal ini Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang menyatakan bahwa “Apabila tidak ada yang lulus

Digital Repository Universitas Jember... Digital Repository

LPSE Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral akan menyelenggarakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah secara elektronik. Bagi Penyedia Jasa yang berminat

This centrality measures the number of direct relationships possessed by an actor in a network.. If the network is a directed network (relationships have a direction), then the