P E R E N C A N A A N S T R A T E G I K PENDIDIKAN
D A N PELATIHAN A P A R A T U R PEMERINTAHAN
B E R D A S A R K A N P E N D E K A T A N S T A K E H O L D E R
(Studi Peningkatan Kualitas kinerja Sistem Perencanaan Pada Badandiklatda Propinsi Jawa Barat Tahun 2002)
TESIS
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Bidang Studi Administrasi Pendidikan
Oleh
Drs. H.E Nurul Mubin S
NIM 009482
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNGDISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING TESIS
PEMBIMBING I,
C
PROF.DRH.ABDUL AZIS WAHAB, MA.
PEMBIMBING II.
* /
PROF. DR. H. TB ABIN\SYAMSU#DIN MAKMUN, MA.
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
DISETUJUI OLEH
KETUA PROGRAM STUDI ADMPWISTRASI PENDIDIKAN
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
PROF. DR.H. TB ABIN S MAKMUN, MA.
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
PERENCANAAN STRATEGIK PENDIDIKAN D A N
PELATIHAN A P A R A T U R P E M E T I N T A H A N
B E R D A S A R K A N P E N D E K A T A N S T A K E H O L D E R(Studi Pendekatam Kualitas Kinerja Sistem Perencanaan
Pada Badandiklatda Propinsi Jawa Barat Tahun 2002)
OLEH : H.E NURUL MUBIN . S
ABSTRAK
Penelitian ini menggunakan metoda kualitatif dengan tujuan untuk mengungkap, medeskripsikan dan menganalisis tetang proses penyusunan perencanaan strategik melalui pendekatan stakeholder dalam penyelenggaraan
pendidikan dan pelatihan aparatur pemerintah pada Badandiklatda Prop Jawa
Barat.
Teknik dan mstrumen pengumpulan data dilakukan melalui observasi
parsitifatif yang meliputi: wawancara, pengamatan, kepustakaan dan angket non
struktur. Langkah penelitian melalui tahapan : eksplorasi secara terbuka kepada
responden, eksplorasi fokus masalah, mengecek dan mengkaji data.
Hasil penelitian diperoleh gambaran, penyusunan perencanaan strategik
Badandiklatda tahun 2001 2005 dilakukan oleh Team Renstra yang ditunjuk
dengan Surat Keputusan Kepala Badandiklatda, terdin dan pejabat struktural,
pejabat fungsional widyaiswara dan staf yang potensial. Model Renstra yang
disusun adalah model yang dikembangkan oleh Lembaga Administrasi Negara RI
dan BPKP melalui proses (1) menetapkan visi, misi dan nilai, (2) analisis
lingkungan strategis, internal dan ekstemal, penetapan strategi dan asumsi, (3)
menetapkan tujuan dan sasaran (4) cara mencapai tujuan dan sasaran kebijakan,
program dan kegiatan. Dalam proses penyusunan perencanaan strategik hanya
melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan yang bersifat internal saja,
keterlibatan stakeholder ekstemal belum secara langsung walaupun mereka sudah
jelas memiliki tingkat keterdugaan dan kepentingan yang sangat tinggi terutama
dalam pengembangan visi dan misi Badandiklatda.
Implikasi dari hasil penelitian seyogyanya Badandiklatda dalam
penyusunan perencanaan strategik melibatkan stakeholder ekstemal kunci, karena
berpengaruh terhadap kualitas renstra, sedang visi Badandiklatda perlu dipertajam
agar lebih realistik.
Berdasarkan kajian direkomendasikan agar Badandiklatda
menyempurnakan proses penyusunan perencanaan strategik melalui tahapan
analisis stakeholder agar mereka dapat diposisikan secara proporsional dan
memberikan kontribusi terhadap substansi renstra, disamping itu dalam era
otonomi Badandiklatda lebih banyak memfasilitasi kegiatan pendidikan danpelatihan pada pemerintah Kabupaten/Kota. Untuk itu Badandiklatda dituntut
DAFTAR ISI
ABSTRAK
Halan7
KATA PENGANTAR
„•
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vj]j
DAFTAR BAGAN/GAMBAR
ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Perumusan Masalah 7
C Pertanyaan Penelitian
g
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 9
E. Kerangka Pemikiran dan Premis 10
BAB II KAJIAN TEORI
A. Konsep Administrasi Pendidikan 14
B. Manajemen Strategik Dalam Pengembangan SDM ..
17
C. Perencanaan Strategik Pendidikan dan PelatihanAparatur 94
D. Analisis Stakeholder Dalam Perencanaan
Strategik diklat 30
E. Pengembangan Aparatur Melalui Pendidikan
dan Pelatihan 37
F. Penelitian Pendahuluan Tentang Perencanaan
BAB III PROSEDUR PENELITIAN
A. Metoda Penelitian 50
B. Sumber Data Peneliti 53
C. Teknik dan Instrument Pengumpulan Data 55
D. Tahap-Tahap Penelitian 57
E. Prosedurdan Analisis Data 59
BAB IV IMPLEMENTASI PERENCANAAN STRATEGIK
BADANDIKLATDA PROPINSI JAWA BARAT
A. GambaranUmum Badandiklatda Propinsi Jawa Barat.. 62
B. Proses Penyusunan Renstra Badandiklatda 65
C Pihak-Pihak Yang Berkepentingan Yang Terlibat
Langsung Dalam Proses Penyusunan Renstra 89
D. Analisis Posisi Stakeholder 91
E. Berbagai Kendala Dalam Penyusunan Renstra 91
BAB V
PEMBAHASAN IMPLEMENTASI PERENCANAAN STRATEGIK
BADANDIKLATDA PROPINSI JAWA BARATA. Penerapan Perencanaan Strategik Pendidikan
dan Pelatihan Aparatur 94
B. Keterlibatan Stakeholder Dalam Penyusunan Renstra .... 98
C. Upaya-Upaya Badandiklatda Dalam Menganalisis
Posisi Stakeholder 99
D. Analisis SWOT 100
BAB VI ALTERNATIF MODEL HIPOTETIK IMPLEMENTASI
BAB VII KESIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan Hasil Penelitian
! j j
B. Implikasi Hasil Penelitian
1]3
C. Rekomendasi Hasil Penelitian
114
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Nomor u ,
Halaman
1.
Rekapitulasi PNS Berdasarkan Golong Ruang di lingkungan
DINAS/Badan/Lembaga Pemerintahan Prop Jawa Barat sampai
Dengan Desember 2001
4
2.
Rekapitulai PNS pada Pemerintah Kab/Kota se-Jawa Barat
per Desember 2001
4
3.
Rekapitulasi Jabatan Struktural di Lingkungan Kab/Kota se- Jawa
Barat per September 2001
5
4.
Rekapitulasi Pejabat Fungsional Prop Jawa Barat selain Medis,
para Medis dan Guru
'
5
Data perkembangan Widyaiswara dari tahun 1996-2002
69
6.
Keadaan Pegawai Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan
Formal ™
7.
Keadaan Pegawai Berdasarkan Latar Belakang Golongan
71
8.
Keadaan Pegawai Berdasarkan Latar Belakang Eselon
71
S
DAFTAR BAGAN/GAMBAR
Nomor u ,
Halaman
2.
8
Paradigma Penelitian
p
Prosedur Penyusunan Renstra Badandiklatda Prop Jawa Barat
Berdasarkan Premis
P
3.
Wilayah ICerja Administrasi Pendidikan
17
4.
Dimensi Lingkungan Orgamsasi
20
5.
Model Manajemen Strategik K. Jouch
->?
6.
Prosedur Penyusunan Rencana Strategik Model Abin Syamsudin... 27
7.
Data Pihak-pihak yang berkepentingan
36
Model of The Personnel Development Process
43
9.
Diagram Pelatihan Model Hadari Nawawi
44
Tahap-tahap Penelitian
6)
Model perencanaan Whittaker
95
12.
Prosedur Penyusunan Perencanaan Strategik Badandiklatda
110
10. 11.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.
Kegiatan pembinaan Pegawai Negen Sipil (PNS) adalah merupakan
bagian yang integral dari kebijaksanaan pemerintah dalam upaya mewujudkan
good governance, yang salah satu cirinya didukung oleh aparatur pemerintah yang
profesional dan berakhlak mulia. Sejalan dengan hal tersebut, pemerintah terus
berusaha menyempurnakan peraturan perundangan di bidang kepegawaian
melalui penyempurnaan Undang-Undang No. 8 tahun 1974 menjadi
Undane-Undang No. 43 tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian beserta
peraturan-peraturan pelaksanaannya. Salah satu bentuk pembinaan pegawai yang efektif
adalah melalui pendidikan dan pelatihan (diklat).
Dalam setiap organisasi terlebih lagi dalam organisasi pemerintahan.
kegiatan pendidikan dan pelatihan, merupakan faktor yang amat penting. Hal ini
mengingat :Pertama,
para Pegawai Negen Sipil yang menduduki jabatan tertentu pada
umumnya tidak dipersiapkan bahkan cenderung disinggahkan, dengan demikian
mereka tidak dibekali kemampuan, sikap dan keahlian yang relevan dengan syarat
jabatannya. Tidak sedikit PNS menduduki jabatan karena tersedianya formasi
bukan karena keahlian serta prestasi yang telah diraihnya.
Kedua,
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat
mempengaruhi terhadap tatanan organisasi. Munculnya jabatan-jabatan bam
sebagai akibat adanya perkembangan Iptek menuntut pengetahuan, keterampilan
dan sikap kerja yang spesifik, dengan demikian diperlukan adanya upaya-upaya
kongkrit untuk membina para pejabat yang bersangkutan.
lebih meningkatkan kineijanya dalam jabatan baru perlu dibekali sikap
pengetahuan dan wawasan yang lebih luas lagi, dan hal ini pun menuntut
diadakannya pendidikan dan pelatihan.
Keempat, dalam era globalisasi dan reformasi yang syarat dengan
tantangan dan persaingan tidak ada alternatif lain bagi PNS kecuali harus
meningkatkan kualitas profesionalisme sehingga mampu memiliki keunggulan yang kompetitif, memegang teguh etika birokrasi yang dilandasi dengan akhlakul kanmah sehingga mampu memberikan layanan kepada masyarakat dengan tingkat kepuasan yang tinggi. Kondisi ini terwujud manakala PNS selalu mendapat
pembinaan melalui pendidikan dan pelatihan.
Mengingat pentingnya kegiatan pendidikan dan pelatihan PNS ini maka dalam pasal 31 ayat 1 Undang-Undang No. 43 tahun 1999 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian, ditegaskan :
Untuk mencapai daya guna dan hasil guna yang sebesar-besarnya,
diadakan pengaturan dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan jabatan Pegawai Negeri Sipil yang bertujuan untuk meningkatkan pengabdian, mutu,
keahlian, kemampuan dan keterampilan.
Sebagai tindak lanjut dari kebijaksanaan pemerintah ini, pemerintah
mengganti dan menyempurnakan Peraturan Pemerintah No. 14 tahun 1994
tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil dengan Peraturan
Pemerintah No. 101 tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan PNS. Dalam bab II pasal 2, ditetapkan bahwa tujuan diklat:
a. Meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan dan sikap untuk dapat
melaksanakan tugas jabatan secara profesional dengan dilandasi
kepribadian dan etika PNS sesuai dengan kebutuhan instansi;
b. Menciptakan aparatur yang mampu berperan sebagai pembaharu dan
perekat persatuan dan kesatuan bangsa;
c. Memantapkan sikap dan semangat pengabdian yang berorientasi pada
pelayanan, pengayoman dan pemberdayaan masyarakat;
d. Menciptakan kesamaan visi dan dinamika pola pikir dalam melaksanakan
tugas pemerintahan umum dan pembangunan demi terwujudnya
kepemerintahan yang baik.
Dasar pemikiran kebijaksanaan pendidikan dan pelatihan yang ditetapkan
a. diklat merupakan bagian integral dari sistem pembinaan PNS;
b. diklat mempunyai keterkaitan dengan pengembangan karier PNS;
c. sistem diklat meliputi proses identifikasi kebutuhan, perencanaan
penyelenggaraan dan evaluasi diklat;
d. diklat diarahkan untuk mempersiapkan PNS agar memenuhi persyaratan
jabatan yang ditentukan dan kebutuhan organisasi, termasuk pengadaan
kader pimpinan dan staf.
Dalam kaitannya dengan implementasi Undang-Undang No. 22 tahun
1999 tentang Pemerintahan Daerah, umsan Pendidikan dan Pelatihan PNS
diserahkan kepada Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota di bawah
pembinaan Lembaga Admimstrasi Negara Republik Indonesia. Pemerintah
Propinsi Jawa Barat yang telah memiliki lembaga pendidikan dan pelatihan
aparatur sejak tahun 1968 berdasarkan SK Gubernur KDH tingkat I Jawa Barat
No. 11-68/A-l/Pendidikan/SK, tanggal 30 September 1968, dikukuhkan
keberadaannya melalui Peraturan Daerah No. 16 tahun 2000 tentang Lembaga
Tekms Daerah menjadi Badan Pendidikan dan Pelatihan Daerah (Badandiklatda),
yang dikepalai oleh seorang kepala dengan berstatus Eselon II, yang bertugas
pokok membantu Gubernur dalam menyusun
kebijakan, menyelenggarakan
manajemen dan mengembangkan sistem serta melaksanakan koordinasi teknis
penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan aparatur di wilayah Propinsi Jawa
Barat.
Dalam era otonomi daerah ini, pembinaan aparatur melalui diklat
diserahkan kepada Pemerintah Propinsi dan Kabupaten/Kota, dimana
penyelenggaran diklat adalah Badan/Balai/Kantor Diklat yang terakreditasi. Pada
lingkup Pemerintah Propinsi Jawa Barat yang terdiri dari 24 Kabupaten/Kota bam
memiliki satu Badandiklatda yang terakreditasi yaitu Badandiklatda Propinsi Jawa
Barat. Dengan demikian tugas dan kewenangan Badandiklatda Propinsi Jawa
Barat bukan hanya menyelenggarakan diklat bagi aparatur pemerintah Propinsi,
juga hams memfasilitasi penyelenggaraan diklat bagi aparatur pemerintah
Kabupaten/Kota.Berdasarkan data dari Biro Kepegawaian Propinsi Jawa Barat, keadaan
pegawai sampai bulan Desember 2001 berjumlah 266.597 terdiri dari aparatur
Tabel 1
REKAPITULASI JUMLAH PNS BERDASARKAN GOLONGAN/RUANG
DILINGKUNGAN DINAS/BADAN/LEMBAGA PEMERINTAH PROP
JABAR SAMPAI DENGAN DESEMBER 20011No. Unit Kerja Golongan
Jumlah
IV III II I
1. Setda 55 683 431 101 1.270
2. Set DPRD 4 59 5T 13 127
j>. Dinas 310 3.802
2.858 342 7.412 !
4. Badan 122 2.224 1.087 j
203 3.636
5. Kantor 5 49
28 1
1 836. Ex Kanwil 189 1.031 1.040 !
I 236 3.666
Jumlah 695 7.848
[image:13.595.72.468.189.705.2]i
5.495 | i
896 16.104 |
Sumber data dari : Biro Kepegaiwaian Setda Prop Jawa Barat
Tabel 2
REKAPITULASI PEGAWAI NEGERI SD?IL PADA PEMERINTAH
KABUPATEN/KOTA PER DESEMBER 2001
No. Golongan Jumlah
1. IV 8.109
2. III 140.674
->
~~mr
II I
83.711 17.999
Jumlah 250.493
Tabel 3
REKAPITULASI JABATAN STRUKTURAL DI LINGKUNGAN
KABUPATEN/KOTA SEJAWA BARAT PER SEPTEMBER 2001
No. Unit
Kerja
Ksselonering Ket J
I/b Il/a Il/b Ill/a IV/b
V/a |
i
1. Setda ] 4
13 46 - 103 167 !
2. Set DPRD - 1
- 5
- 15 21
j . Dinas
- 19 19
110 - 330 478 j
4. Badan
i
- 13
- 59
- 154 226
5. Kantor
i
- - 1
- 9 10 !
6. ; Kab. Kota 1 22 431 324 489 476 ! 1.742 ;
Jumlah j ] 59 463 547 489 1.085 j
[image:14.595.76.468.140.369.2]i
2.644 |
SumberJari : Biro Keplegawaian Setda Frop Jawa
Barat j
Adapun jabatan fungsional yang tercatat pada Biro Kepegawaian Prop.
Jawa Barat selain Medis, Paramedis dan Guru, sepert. tertera pada tabel dibawah
ini.
Tabel 4
REKAPITULASI PEJABAT FUNGSIONAL PROP JAWA BARAT
PERIODE 1989/2001
No. Jenis Jafung Golongan
Ket
II III IV
1. Arsiparis 710 64
- 774
2. Pustakawan 161
36 - 197
3. Sandiman 58
16 - 74
4. Operator Trans 117 7
- 124
5. Widyaiswara
- 6 37
43 6. Peneliti
- 1 12
13
Jumlah 1046 130
Dalam manajemen kediklatan yang profesional perumusan perencanaan
strategik merupakan langkah awal yang harus dilakukan oleh Badandiklatda
dengan harapan dapat mendorong terciptanya akuntabilitas kinerja sebagai salah
satu prasyarat untuk terwujudnya Badandiklatda yang baik dan terpercaya. Hal ini
selaras dengan Instruksi Presiden NO. 7tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah (AKIP) yang menetapkan pada tanggal 30 September 1999,
setiap instansi pemerintah sampai tmgkat eselon II telah mempunyai
Perencanaan
Strategik
tentang program-program utama yang akan dicapai dalam 1 (satu)
sampai dengan 5 (lima) tahun.
Yang dimaksud dengan perencanaan srategik dalam pedoman penyusunan
sistem AKIP dikemukakan :
Merupakan suatu proses yang beronentasi pada hasil yang ingin dicapai
selama kurun waktu 1 (satu) sampai 5 (lima) tahun dengan memperhitungkan
potensi, peluang dan kendala yang ada atau mungkin timbul. Rencana startegik
mengandung visi, misi, tujuan/sasaran dan program vang realistis dan
mengantisipasi masa depan yang diinginkan dan dapat dicapai.
Dalam Ensiklopedia Nasional Indonesia, (1994:53) dikemukakan :
Perencanaan stratagik yang sering pula disebut perencanaan jangka
panjang, adalah proses pengambilan keputusan yang menyangkut tujuan jangka
panjang organisasi, kebijakan yang harus diperhatikan, serta strategi yang harus
dijalankan untuk mencapai tujuan tersebut.
Dari pengertian di atas dapat dilihat karaktenstik perencanaan strategik
yaitu : (1) merupakan kerangka dasar yang dapat dipakai pedoman untuk
penyusunan rencana yang lebih rinci; (2) mempunyai kurun waktu yang lebih
panjang dari pada perencana operasional; (3) membantu organisasi untuk
mengarahkan sumber dayanya pada aktivitas yang mempunyai prioritas tinggi; (4)
merupakan kegiatan pucuk pimpinan dengan demikian mereka harus terlibat
secara aktif dalam proses penyusunannya.
Bedasarkan uraian di atas diperoleh gambaran bahwa dalam perencanaan
startegik Bandiklatda memerlukan integrasi antara keahlian sumber daya manusia
agar mampu menjawab tantangan dan tuntutan perkembangan lingkungan
strategik, rasional dan global. Analisis terhadap lingkungan organisasi baik
memperhitungkan kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan yang ada. Analisis terhadap unsur-unsur tersebut sangat penting dan merupakan dasar bagi
perwujudan visi dan misi serta strategi Badandiklatda.
Perencanaan startegik sebagai suatu sistem terdiri atas berbagai subsistem,
yang antara satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Salah satu subsistem yang sangat strategik posisinya dalam perencanaan startegik adalah stakeholder
karena mereka sangat berpengaruh terhadap perumusan visi dan misi organisasi.
Yang dimaksud dengan stakeholder disini menurut Rochmat Wahab dan Ananto
Kusuma Seta (1998:1) "... adalah pihak-pihak baik di dalam maupun di luar
organisasi yang mempunyai kepentingan dan pengaruh terhadap organisasi."
Berdasarkan fakta yang ada, Badandiklatda telah memiliki perencanaan
strategik untuk tahun 2001-2005 sesuai dengan acuan yang ditetapkan pada Inpres
No. 7 tahun 1999 tentang AKIP. Akan tetapi dalam proses penyusunan perencanaan strategik tersebut berdasarkan pengamatan awal peneliti diperoleh kesan bahwa keberadaan stakeholder baik internal maupun ekstemal belum
diposisikan sebagaimana mestinya. Padahal keberadaan mereka sangat
mempengaruhi proses penyusunan perencanaan strategik tersebut maupun dalam
implementasinya. Bahkan seyogyanya Badandiklatda memposisikan mereka pada
posisi yang strategis melalui analisis yang rasional.
Bertolak dari latar belakang masalah tersebut di atas, peneliti tertarik
untuk meneliti sejauh mana kepekaan Badandiklatda dalam menganalisis posisi
stakeholder untuk dilibatkan secara optimal dalam perencanaan strategik.
B. Perumusan Masalah
Perencanaan diklat akan efektif manakala didukung oleh semua
komponen, termasuk di dalamnya stakeholder yang keberadaannya memiliki posisi yang sangat strategis karena dapat membantu para pengelola dalam
Dalam penelitian ini peneliti lebih memfokuskan kaj
keterlibatan stakeholder dalam perencanaan strategik pendidikan dan1
aparatur pemerintahan pada Bandiklatda Propinsi Jawa Barat.
Pokok permasalahan yang layak untuk diteliti adalah :
Sejauhmana
keterlibatan stakeholder dalam perencanaan strategik aparatur pemerintahan
Propinsi Jawa Barat.
Dengan asumsi yang akan dikembangkan apabila Badandiklatda dalam
menganalisis posisi stakeholder menghasilkan kajian yang tepat, maka akan menghasilkan kontribusi yang besar dalam proses perencanaan tersebut dan akan memperlancar jalannya implementasi perencanaan strategik.
C. Pertanyaan Penelitian
Untuk lebih mempertajam sasaran penelitian rumusan pertanyaan
dijabarkan lagi ke dalam spesifikasi pertanyaan sebagai berikut:1. Prosedur apakah yang ditempuh Badandiklatda dalam merumuskan perencanaan strategik pendidikan dan pelatihan aparatur pemerintah
Propinsi Jawa Barat ?
2. Pihak-pihak yang berkepentingan manakah yang terlibat langsung dalam
perencanaan strategik diklat tersebut ?
3. Upaya-upaya apakah yang dilakukan Badandiklatda dalam menganalisis posisi stakeholder agar dapat memberikan kontribusi yang optimal dalam
D. Tujuan Dan Manfaat Penelitian.
Secara umum penelitian bertujuan untuk membuat disknpsi dan analisis
tentang keterlibatan stakeholder dalam perumusan perencanaan strategik
pendidikan dan pelatihan aparatur pemerintahan. Dan secara khusus penelitian
dimaksudkan untuk :
1. Mengumpulkan informasi tentang langkah-langkah yang dilakukan
Badandiklatda dalam proses perumusan perencanaan strategik diklat.
2.
Mengumpulkan informasi tentang keterlibatan stakeholder dalam
perencanaan strategik diklat.
3. Mengkaji dan menganalisis posisi stakeholder dalam perencanaan
strategik diklat untuk lebih dikembangkan menjadi suatu sistem
perencanaan yang efektif
Adapun manfaat yang diinginkan dalam penelitian ini, antara lain :
1. Mengimplementasikan kajian teoritis tentang analisis posisi stakeholder
dalam suatu perencanaan strategik diklat aparatur pemerintahan, agar
keberadaanya labih berhasil dan berdaya guna.
2. Membantu Badandiklatda dalam membuat suatu sistem perencanaan
E. Kerangka Pemikiran dan Premis.
1. Kerangka Pemikiran
Badandiklatda adalah satu-satunya Lembaga Teknis Daerah yang
bertugas pokok menyelenggarakan kegiatan pendidikan dan pelatihan bagi
aparatur pemerintah di lingkungan Propinsi Jawa Barat. Oleh karena itu
dalam melaksanakan tugasnya seyogyanya lembaga ini dikelola secara
profesional.Sebagai langkah awal Badandiklatda berkewajiban menyusun
pedoman umum sebagai kerangka dasar bagi kegiatan operasional dalam
bentuk
perencanaan strategik,
yang substansinya menampung barbagai
aspirasi, keinginan, kebutuhan serta harapan para
stakeholder.
Dengan
demikian dalam proses penyusunan perencanaan strategik pendidikan dan
pelatihan aparatur keterlibatan stakeholder baik internal maupun ekstemal
merupakan halyangsangat strategis.
Mengmgat hal tersebut, Badandiklatda dituntut memiliki kejelian
dalam mengidentifikasi dan memetakan stakeholder sehingga dapat
diposisikan secara proporsional. Dengan demikian diharapkan kehadiran
stakeholder dapat memberikan kontribusi besar terhadap kualitas substansi
perencanaan stategik Badandiklatda.
2. Premis Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut diatas maka dalam
penelitian ini penulis mengajukan premis sebagarbenkut:
a. Prosedur penyusunan perencanaan strategik berdasarkan kajian
manajemen strategik dilakukan melalui tahap-tahap : pertama tahap
diagnosis yaitu proses pengumpulan berbagai informasi dan
mengkajmya secara mendalam untuk diperoleh pemahaman tentang
kekuatan dan kelemahan organisasi, serta mengkaji faktor-faktor
peluang dan tantangan sehingga menghasilkan isu-isu strategis yang
hams dihadapi organisasi tersebut. Tahap kedua menetapkan visi, misi,
tujuan, strategi dan kebijakan berdasarkan hasil kajian isu-isu pertama
yang kemudian disusun dalam bentuk dokumen Renstra. (Burhan;
1994, Bryson; 2001, Freeman; 1984)
b. Menyusun perencanaan strategik harus mampu menyerap aspirasi,
keinginan, harapan maupun tuntutan dan stakeholder baik yang ada di
dalam maupun di luar organisasi sehingga semua pihak mempunvai
rasa memiliki dan punya pandangan yang sama terhadap visi dan misi
organisasi (Burhan; 1994, Bryson; 2001, Freeman; 1984)
Berdasarkan kedua premis diatas, penulis menetapkan paradigma
penelitian seperti tertera pada gambar 01 dibawah ini.
POTENSI DAN KELEMAHAN
PEMERITAH
PROPINSI
I
BADANDIKLATDA
I
ANALISIS POSISI STAKEHOLDER
I
PEMETAAN :
- KETERDUGAAN
- KEPENTINGAN
- INTEREST
EKSTERNAL
PELUANG DAN
ANCAMAN
Feed Back PERENCANAAN
STRATEGIK DIKLAT
Teed Back
USER
PROGRAM DIKLAT
IMPLEMENTASI
[image:21.595.34.510.87.679.2]AKIP
Gambar 01 Paradigma Penelitian
12
TIM PENYUSUNAN
PERENCANAAN STRATEGIK
;-£r!"S\5 Cal'::!:::. i
E -L'- »~" •:•/.. •" •s: •.ii::-::.':xi:'ix:
" : - • "»^ ;""a" " •. • . j i':'. •j£ln
.z-i-.z:&-i:y*U::sr- ssJk!.'
."D A--;'- J J £_ j"-- . •
BAB III
PROSEDUR PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Penelitian ini diarahkan pada metode deskriptif analisis melalui pendekatan kualitatif, fenomena yang ada di desknpsikan terlebih dahulu kemudian di analisis secara mendalam berdasarkan kajian teoritis.
Menurut Bogdan dan Taylor (Moleong, 2001:3) yang dimaksud dengan
metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
Pendekatan diarahkan pada latar dan individu secara holistik (utuh). Dengan
demikian pendekatan ini tidak mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam
variabel atau hipotesis tetapi perlu memandangnya sebagaitagian dari kesatuan.Selanjutnya Moleong (2001:4-8) mengungkapkan ada 11 ciri penelitian kualitatif (1) Latar alamiah dalam mana penelitian dilakukan pada konteks dari suatu keutuhan (entity); (2) Manusia sebagai alat (instrument) dalam hal ini
peneliti sendiri di bantu oleh orang lain merupakan alat pengumpul data yang
utama. Dengan asumsi bahwa manusialah yang dapat menyesuaikan terhadap
kenyataan, manusia yang dapat berhubungan dengan responden, hanya manusia
yang mampu memahami keterkaitan kenyataan di lapangan; (3) Metode kualitatif,
hal dipandang lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda
menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan responden,
lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri; (4) Analisis data secara induktif
dengan alasan, pertama proses induktif lebih dapat menemukan
kenyataan-kenyataan ganda sebagai yang terdapat dalam data; kedua dapat membuat
hubungan peneliti-responden menjadi eksplisit, dikenal dan akuntabel; ketiga
lebih dapat menyesuaikan latar secara utuh; keempat dapat menemukan pengaruh
bersama
yang
mempertajam
hubungan-
hubungan;
terakhir
dapat
Wiemperhitungkan nilai-nilai secara eksplisit sebagai bagian dari struktur analitik;
(5) Teori dari dasar (grounded theory), penelitian lebih menghendaki arah
bimbingan penyusunan teori subtantif yang berasal dari data; (6) Deskriptif, data
yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Laporan penelitian berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian
mungkin berasal dari naskah, wawancara, catatan lapangan, foto, vidio tape, dokumen pribadi, dokumen resmi dan Iain-lain; (7) Lebih mementmgkan proses dari pada hasil, hal ini agar lebih jelasnya hubungan bagian-bagian yang sedang
diteliti; (8) Adanya batas yang ditentukan oleh fokus. Batas akan menentukan
kenyataan ganda yang kemudian mempertajam fokus. Penetapan fokus dapat lebih dekat dihubungkan oleh interaksi antara peneliti dan fokus; (9) Adanya kriteria
khusus untuk keabsahan data. Dalam hal ini peneliti kualitatif telah melakukan
redefinisi tentang validitas, rehabilitas dan objektifitas dalam versi penelitian klasik; (10) Desain yang bersifat sementara, desain dirancang secara tentatif dan
terus menerus disesuaikan dengan kenyataan lapangan; (11) Hasil penelitian di
rundingkan dan disepakati bersama. Dalam kaitannya dengan penelitian kualitatif
ini, Nasution (1996:8-9) menyebutnya dengan penelitian naturalistik kualitatif dan
memiliki ciri-cin antara lain : (a) data diperoleh langsung dari setting alam; (b)
penentuan sampel ditentukan secara purposive; (c) instrumen utama adalah
peneliti; (d) bersifat deskriptif analitik dengan demikian lebih menekankan proses
dari pada hasil; (e) pendekatan analisis dilakukan secara mduktif; (f) mengutamakan makna yang terkandung dibalik data.
Dalam penelitian kualitatif, pengertian dan hasil interpretasi yang
diperoleh dirundingkan dan disepakati oleh manusia yang dijadikan sebagai
sumber data. Hal ini disebabkan :pertama susunan kenyataan dari merekalah
yang akan diangkat oleh peneliti; kedua, hasil penelitian bergantung pada hakikat dan kualitas hubungan antara pencan dengan yang dican; ketiga, konfirmasi hipotesis kerja akan menjadi lebih baik venfikasinya apabila diketahui dan konfirmasikan oleh orang-orang yang ada kaitannya dengan yang diteliti.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa dalam penelitian kualitatif instrumen
penelitian yang utama adalah peneliti sendiri. Dalam hal ini, peneliti akan menganalisis tentang prosedur penyusunan perencana strategik pendidikan dan
pelatihan aparatur dan menganalisis posisi stakeholder dalam proses penyusunan
perencana strategik tersebut pada Badandiklatda Propinsi Jawa Barat. Analisis
secara mendalam berdasarkan kajian teori, setelah diperoleh gambaran yang jelas
dan lengkap tentang aspek-aspek yang diteliti.
B. Sumber Data Peneliti
Penelitian yang berkualitas akan sangat ditentukan oleh sumber data yang
berada pada lokus penelitian. Dalam penelitian kualitatif, menurut Lotland dan
Lotland (Moleong, 2001:112) sumber data utama adalah kata-kata dan tindakan
selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan Iain-lain. Berkaitan dengan
hal itu pada kajian ini jenis datanya dikaji ke dalam kata-kata dan tindakan,sumber data tertulis, foto dan statistik.
Dalam kaitannya dengan penelitian ini, maka yang dijadikan sumber data
oleh penulis meliputi :
1. Kata-kata dan tindakan.
Pencatatan sumber data utama melalui wawancara atau pengamatan berperan serta merupakan hasil antara gabungan dari kajian melihat, mendengar dan bertanya. Mengingat peneliti menjadi pengamat berperan serta
pada latar penelitian ini, maka ketiga gambaran secara efektif, walaupun
ketiga kegiatan tersebut adalah kegiatan yang biasa dilakukan secara sadar, terarah guna diperolehnya informasi yang diperlukan.
2. Sumber tertulis.
Sumber tertulis merupakan sumber kedua setelah kata-kata dan tindakan,
akan tetapi sumber data ini tidak bisa diabaikan, sumber data yang dalam
bentuk tulisan ini meliputi dokumen resrni dalam bentuk laporan, buietin,pedoman-pedoman kerja, dokumen perencanaan, hasil evaluasi dan data-data
Badandiklatda Propinsi Jawa Barat yang tersimpan di unit kearsipan.
3. Foto
Foto merupakan data deskriptif yang cukup berharga dan akan digunakan
oleh peneliti untuk menelaah segi-segi subjektif dan hasilnya akan digunakan secara induktif, foto yang akan peneliti gunakan sebagai sumber data ialah : (1) Foto yang diambil sendiri oleh peneliti di latar penelitian.
(2) Foto yang dihasilkan oleh orang lain sebagai dokumen resmi dari berbagai kegiatan Badandiklatda.
Tempat pelaksanaan penelitian seperti yang telah diuraikan terdahulu adalah di Badandiklatda Propinsi Jawa Barat dengan fokus masalah adalah proses
penyusunan perencanan strategik dan bagaimana keterlibatan stakeholder dalam proses penyusunan tersebut. Dalam menentukan mfonnan awal ini peneliti menggunakan teknik purposive sampling dengan memilih staf pimpinan di
Badandiklatda mulai dari Kepala Badan, Sekretaris, Kepala-Kepala Bidang yang
selanjutnya menggelinding ke sumber data lainnya baik itu sumber data manusia, dokumentasi, data statistik atau pun situasi yang sesuai dengan kebutuhan data yang diperlukan.
Dalam menentukan dan menetapkan informan baik awal atau benkutnya,
peneliti berpegang pada persyaratan informan sebagai benkut:
(1) Mereka yang terlibat langsung/partisan dalam penyusunan perencanaan
strategik Badandiklatda Propinsi Jawa Barat.
(2) Mereka yang tidak terlibat langsung tetapi dipandang menguasai atau memahami tentang proses penyusunan perencanaan strategik
Badandiklatda.
(3) Mereka yang memiliki waktu dan kesempatan untuk dimintai keterangan yang diperlukan.
C. Teknik Dan Instrumen Pengumpulan Data.
Teknik penelitian sebagai salah satu bagian penelitian merupakan salah
satu unsur yang sangat penting. Dalam penelitian ini teknik yang digunakan
bersifat deskriptif analitik yang lebih menekankan pada perekaman situasi yang
terjadi dalam konteks masalah yang dibahas. Oleh karena itu alat utama bagipengumpulan data adalah observasi, wawancara dan studi dokumentasi.
Sejalan dengan hal tersebut, E. Kusmana (1984:94) menjelaskan bahwa metode deskriptif analitik memungkinkan adanya suatu langkah evaluatif atau keadaan yang nyata terjadi, juga memungkinkan peneliti memberikan
masukan-masukan yang dianggap berguna dan bermanfaat dari aspek yang dikaji atau ditelaah terhadap masalah di lapangan. Dengan demikian hasilnya akan memberikan suatu analisa yang lebih mendalam terhadap kondisi yang terjadi.
Dalam kaitannya dengan pengumpulan data yang penulis butuhkan
dilapangan, penulis menggunakan :
(1) Pengamatan (observasi).
Menurut Moleong (2001:126). pengamatan dapat diklasifikasikan atas
pengamatan melalui cara berperan serta dan yang tidak berperan serta. Dalam
pengamatan tanpa peran serta pengamat hanya melakukan satu fungsi yaitu
mengadakan pengamatan. Pengamat berperan serta melakukan dua peranan sekaligus, yaitu sebagai pengamat dan sekaligus menjadi angota resmi dari
kelompok yang diamatinya.
Dalam penelitian ini peneliti melakukan pengamatan berperan serta karena peneliti sekaligus melakukan dua peran yaitu sebagai pengamat dan anggota resmi
yang diamati.
(2) Wawancara
Yang dimaksud dengan wawancara disini ialah pcrcakapan dengan para
pelaku dilapangan dengan maksud untuk memperoleh data sebanyak-banyaknya.
Maksud dari pada wawancara ini menurut Lincoln dan Guba (Moleong,
2001:135) antara lain : mengkonstruksikan mengenai orang, kejadian, kegiatan,
/m.
organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan Iain-lain 'kebltlatorj
mengkonstruksikan kebulatan-kebulatan demikian sebagai yang dialannma^"
lalu; memproyeksikan kebulatan-kebulatan sebagai yang telah diharapkan untuk
dialami pada masa yang akan datang; memverifikasi, mengubah dan memperluas
informasi yang diperoleh dari orang lain baik manusia maupun bukan manusia
(tnanggulasi); dan memverifikasikan, mengubah dan memperluas konstruksi yang
dikembangkan oleh peneliti.
Dalam hubungan dengan instrumen im, peneliti menggunakan teknik
wawancara dengan pendekatan petunjuk umum wawancara. Dimana peneliti
terlebih dahulu membuat kerangka dan garis besar pokok-pokok pertanyaan yang
akan disampaikan di lapangan. Hal ini dimaksudkan agar memperoleh kebulatan
data yang mengarah kepada upaya menjawab pertanyaan peneliti.
(3) Catatan lapangan.
Catatan lapangan merupakan hal yang sangat penting
pada waktu
melakukan pengamatan atau wawancara dengan para responden. Catatan sangat
berperan sebagai alat perantara antara apa yang dilihat, didengar, dirasakan.
dicium, diraba, dengan catatan yang sebenarnya. Catatan ini akan dilihat dan
disusun secara naratif sehingga merupakan informasi yang akurat untuk
mendukung pembahasan masalah penelitian.
Pada dasamya catatan lapangan ini berisi dua bagian. Pertama, bagian
deskriptif yang berisi gambaran tentang latar pengamatan orang, tmdakan dan
pembicaraan. Kedua, bagian reflektif yang berisi kerangka berpikir dan pendapat
peneliti, gagasan dan kepeduliannya (Bogdan dan Bakler, 1982)
(4) Dokumen.
Dokumen yang dimaksud disini ialah setiap bahan yang tertulis atau
terekam baik dalam bentuk film, pita rekaman atau CD, foto dan Iain-lain yang
ada keterkaitannya dengan masalah yang diteliti. Dokumen mempakan sumber
data yang sangat penting, karena sifatnya stabil, kaya dan kontributif untuk
dimanfaatkan dalam menguji, menafsirkan dan bahkan meramalkan sesuatu.
56
} •'/
Dokumen ini menurut Moleong (2001:161/162) teridiri dari : Dokumen
pribadi yaitu catatan atau karangan secara tertulis tentang tindakan, pemyataan
dan kepercayaannya. Dokumen resmi terdiri dari internal dan ekstemal. Dokumen
internal terminal memo, pengumuman, instruksi, aturan suatu lembaga risalah
rapat, aturan kantor dan Iain-lain. Dokumen demikian dapat menyajikan infonnasi
tentang keadaan, aturan, disiplin dan dapat memberikan petunjuk tentang gaya
kepemimpinan. Dokumen ekstemal berisi bahan-bahan informasi yang dihasilkan
oleh suatu lembaga misalnya makalah, buletin, pemyataan di media massa dansebagainya. Kajian isi atau content analysis yaitu suatu teknik penelitian untuk
keperluan mendeskripsikan secara objektif sistematis dan kuantitatif tentang data
atau dokumen hasil temuan di lapangan. Dalam hal ini Weber (Moleong,
2001:163) menyatakan bahwa kajian isi adalah metodologi penelitian yang
memanfaatkan seperangkat prosedur untuk menarik kesimpulan yang sahih dari
sebuah buku atau dokumen.
D. Tahap-Tahap Penelitian
Sebagaimana dikemukakan di atas bahwa dalam penelitian kualitatif
peneliti sebagai alat utama, hal ini merupakan ciri spesifik yang membedakan dengan penelitian kuantitatif demikian pula halnya dalam tahapan penelitian,
langkah-langkah yang ditempuh oleh peneliti memiliki spesifikasi tersendiri. Menurut Nasution (1992:5) langkah penelitian meliputi tahapan : (1) Orientasi;
(2) Eksplorasi; dan (3) Member check.
Bogdan (Moleong, 2001:85) menyajikan tiga tahapan yaitu (1) Pra
lapangan; (2) Kegiatan lapangan; dan (3) Analisis mtensif. Lebih rinci lagi,
Lotland dan Lofland (Moleong, 2001:85) mengajukan 11 langkah yaitu (1) Mulai
dan tempat anda berada; (2) Menilai latar penelitian; (3) Masuk lapangan, (4) Bersama lapangan; (5) Mencatat dengan hati-hati; (6) Memikirkan satuan; (7) Mangajukan pertanyaan; (8) Menjadi tertarik; (9) Mengembangkan analisis; (10)Menulis laporandan(11)Membimbingakibat.
Dari ketiga pendapat tersebut, penulis memilih dan memodifikasi tahapan
penelitian sebagai berikut:
Tahap Pra lapangan :
Dalam tahapan ini beberapa kegiatan yang peneliti lakukan meliputi :
(a) menyusun rancangan penelitian, tennasuk didalamnya mempersiapkan
instrumen yang akan digunakan; (b) menentukan lapangan penelitian, dalam hal
ini penulis mempertimbangkan teori substantif dalam hal ini perencanaan
strategik pendidikan, untuk kemudian menjajaki lapangan untuk melihat sejauh
mana kesesuaian dengan kenyataan yang ada dalam lapangan; (c)
menyelesaikan penzinan meliputi : (1) meminta surat pengantar dari PPS-UP1;
(2) menyampaikan surat izin tersebut kepada instansi yang dijakdikan lokus penelitan yaitu Badandiklatda Propinsi Jawa Barat; (3) mempersiapkan
persyaratan yang diperlukan. (d) melakukan pendekatan dengan para responden
untuk meminta kesediannya membenkan informasi yang dibutuhkan.
Tahap Pekerjaan Lapangan
Tahap ini mempakan tahap penelitian, yakni menjaring data yang
dibutuhkan peneliti sesuai dengan fokus dan tujuan penelitian. Dalam hal ini
peneliti melakukan wawancara dengan para responden yang dipandang
representatif yang memungkinkan terjadinya data yang akurat.
Untuk lebih melengkapi data peneliti juga melakukan studi dokumentasi
dengan harapan dapat memperoleh fakta yang lebih aktual yang ada
keterkaitannya dengan proses penyusunan perencanaan strategik pada
Badandiklatda Propinsi Jawa Barat.
Tahap Member Check
Pada tahapan ini peneliti melakukan pengkajian data untuk melihat tingkat
akurasi sehingga data yang akan dianalisis dapat dipertanggungjawabkan, untuk
itu penulis melakukan konfirmasi ulang kepada responden yang ada. Selanjutnya untuk melakukan pengecekan akhir tentang keabsahan data, peneliti melakukan trianggulasi dengan memilih responden atau nara sumber sebagai
pembanding data dan informasi. Pelaksanaanya dilakukan bersamaan pada tahap
eksplorasi data sehingga peneliti dapat mengoptimalkan waktu serta tenaga,
sedang data yang dikomparasi dirasakan masih segar. Responden yang dipilih
adalah para pejabat struktural dan fungsional yang tidak dikategorikan sebagai
responden utama.
E. Prosedur Dan Analisis Data
Persoalan yang dihadapi oleh peneliti kualitatif dalam menganalisis data
adalah tidak adanya prosedur baku yang dapat dijadikan pedoman atau pola
analisis. Hal ini sejalan dengan pendapat Nasution (1998) yang menyatakan
bahwa analisis data memerlukan kreativitas serta kemampuan intelektual yang tinggi dari peneliti. Lagi pula tidak ada cara tertentu yang dapat diikuti untuk
mengadakan analisis, sehingga setiap peneliti harus mencari sendiri metoda yang dirasakan cocok dengan sifat penelitiannya.
Data yang telah terkumpul dianalisis secara induktif dan berlangsung
selama pengumpulan data di lapangan serta dilakukan secara terus menerus. Prosedur kegiatan yang dilakukan meliputi : mereduksi data, menyajikan data,
display data, menarik kesimpulan dan melakukan verifikasi (Nasution 1992,
Moleong 2001).
Yang dimaksud dengan mereduksi data yaitu proses membuat abstraksi data. Abstraksi merupakan usaha peneliti untuk membuat rangkuman yang inti,
proses, dan pemyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada di dalamnya
(Moleong 2001:190).
Display data adalah laporan data yang sudah direduksi untuk dilihat
kembali gambarannya secara keselumhan. Kemudian peneliti menarik
kesimpulan dan verifikasi, hal ini dilakukan sejak awal terhadap data yang
diperoleh. Dalam hal ini grounded theory diterapkan, makin banyak data yang
terkumpul maka kesimpulan sementara yang dibuat makin memiliki nilai
keakurasian tinggi. Oleh karena itu verifikasi terhadap kesimpulan sementara terus berlanjut sampai diperolehnya kesimpulan penelitian.
Kriteria reduksi data yang peneliti gunakan adalah : (1) mengarahkan perhatian langsung kepada fenomena dari pangalaman sebagaimana fenomena tersebut manampakkan dirinya; (2) mendeskripsikan pengamatan dan tidak menerangkan; (3) memberikan pembobotan secara horizontal terhadap semua fenomena yang secara langsung menampakkan diri; (4) mencari dan meneliti
struktur dasar fenomena tersebut untuk mengurangi tingkat keragaman.
Kriteria pertama mengisyaratkan patokan atau acuan yang berhubungan dengan transformasi pengalaman dari pengamalan dasar terhadap pengamatan lapangan. Patokan kedua berarti peneliti mengungkapkan suatu bidang-bidang
murni tanpa dibumbui keterangan subjektif dengan harapan mgin menjelaskan
apa yang dibalik fenomena tersebut. Patokan yang ketiga memberikan kepada peneliti untuk tidak terkontaminasi oleh anggapan bahwa realita yang satu lebih penting dari yang lain, menghindarkan diri dari penangguhan
keputusan-keputusan atau anggapan yang mungkin menggangu pembacaan fenomena sebelum terungkap kejelasan yang nyata. Pada patokan keempat berkaitan dengan tahapan ideasi dalam rangka mengungkap struktur dasar yang melandasi
sasaran pengamatan tersebut.
Dalam menguji keabsahan data atau infonnasi selama penelitian ini,
digunakan beberapa teknik antara lain perpanjangan jangkauan waktu penelitian
di lapangan, diskusi dengan kawan sejawat, meningkatkan intensitas pengamatan dan trianggulasi. Hal ini sejalan dengan pendapat Moleong (2001)
bahwa dalam menguji keabsahan data diggunakan 7 teknik, yaitu perpanjangan
kehadiran peneliti/pengamat , pengamatan terns menerus, trianggulasi, diskusi
dengan kawan sejawat, analisis kasus negatif, pengecekan atas kecukupan
referensial dan pengecekan anggota.
Untuk lebih jelasnya tahapan-tahapan penelitian dapat dilihat pada bagan
sebagai berikut:
STUDI KEPUSTAKAAN TAHAPI
PRA LAPANGAN
i +
PENGAMATAN AWAL DOKUMENTASI
PENYUSUNAN DESAIN PENELITIAN TAHAP II KEGIATAN LAPANGAN WAWANCARA TAHAP 111 MEMBER CHECK PERPANJANGAN WAKTU TAHAP IV LAPORAN PENELITIAN PENYELESAIAN ADMINISTRATE PENGUMPULAN DATA OBSERVASI KLASIFIKAS1 DATA ANALISIS DATA PENGUMPULAN ANALISIS DATA AZAS TRIANGGULASI DOKUMENTASI KONSEP TEORI TRIANGGULASI
~1
DISKUSI OBSERVASI DOKUMENTASI
[image:33.595.85.461.72.681.2]KLASIFIKASI ANALISIS PEMAKNAAN DRAFT LAPORAN SEMINAR DRAFT LAPORAN
GAMBAR 10 TAHAP-TAHAP PENELITIAN
J
BAB V
*),.'<• ^
PEMBAHASAN IMPLEMENTASI PERENCATki^T
STRATEGIK BADANDIKLATDA PROPINSI JAWA BARAT
Dalam bab ini penulis akan melakukan analisis terhadap hasil penelitian
yaitu perencanaan strategik pendidikan dan pelatihan aparatur melalui pendekatan
partisipaton stakeholder pada Badandiklatda Propinsi Jawa Barat. Sistematika
analisis disesuaikan dengan fokus masalah yang diteliti dalam penelitian
meliputi : prosedur yang ditempuh Bandiklatda dalam merumuskan perencanaan
strategik pendidikan dan pelatihan aparatur, pihak-pihak yang berkepentingan
yang terlibat langsung dalam proses penyusunan perencanaan strategik dan
upaya-upaya yang dilakukan Badandiklatda dalam menganalisis stakeholder.
Dan hasil kajian ini akan dilakukan analisis secara umum tentang Rencana
Strategik Badandiklatda menggunakan analisis SWOT.
A. Penerapan Perencanaan Strategik Pendidikan Dan Pelatihan Aparatur
Menurut penulis ada beberapa hal yang memang menarik untuk di analisis,
permasalahan pertama adalah model perencanaan strategik yang digunakan oleh
team kerja Renstra. Model perencanaan yang dikembangkan adalah model
Renstra Lembaga Administrasi Negara RI dan Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan yang berlandaskan teori model Whittaker (LAN RI,2000:3) yang
kemudian dimodifikasi dan disesuaikan dengan unsur-usur Renstra yang tertuang
pada Inpres NO. 7 tahun 1999.
Pada model Whittaker, prosedur renstra digambarkan sebagai berikut:
GAMBAR 11
Model Perencanaan Whittaker
Mission Vision Value Internal
Analysis
External
Analysis
CSF Critical
success factor
Strategic Analysis and
choice
Asumption
Goal
Monitor
Implement and
Provide Feed
Back
95.
Coorporate Objective and
Strategy
Estabilish
accountability implement plan
M A
N
A
G E
M E N
Berangkat dari model Whittaker tersebut, kemudian LAN dan BPKP
mengembangkannya menjadi model Inpres No. 7tahun 1999, dimana ditetapkan
bahwa dalam merumuskan dan mempersiapkan perencanaan strategik organisasi
harus :
1. Menentukan visi, misi, tujuan dan sasaran yang akan dicapai
2. Mengenai,
lingkungan dimana organisasi mengimplementasikan
interaksinya, temtama suasana pelayanan yang wajib diselenggarakan oleh
organisasi kepada masyarakat. "3. Melakukan berbagai" analisis yang bermanfaat dalam positioning
organisasi dalam percaturan memperebutkan kepercavaan pelanggan
4. Mempersiapkan semua faktor penunjang yang diperlukan temtama dalam
mencapai keberhasilan operasional organisasi
5. Menciptakan sistem umpan bal.k untuk mengetahui efektifitas pencapaian
implementasi perencanaan strategik.
Prosedur yang ditempuh oleh Badandiklatda dalam penyusunan Renstra
dimula, dan penetapan visi, misi dan nilai/value. kemudian dilanjutkan dengan
pengkajian lingkungan srategik organisasi internal dan ekstemal, dan menetapkan
faktor-faktor kunci keberhasilan.
Tahap selanjutnya menetapkan tujuan dan sasaran serta menetapkan
cara-cara mencapai tujuan dan sasaran tersebut.
Sejauhmana efektifitas model perencanaan strategik yang dikembangkan
oleh Badandiklatda, kita bandmgkan dengan model yang dikembangkan oleh John
M. Bryson, langkah-langkah penyusunan perencanaan strategik model Bryson
adalah (2001;55)
1• Memprakarsai dan menyepakati suatu proses perencanaan strategik.
2. Mengidentifikasi mandat organisasi.
3. Memperjelas misi dan nilai-nilai organisasi.
4. Menilai lingkungan ekstemal peluang dan ancaman.
5. Menilai lingkungan internal kekuatan dan kelemahan.
6. Mengidentifikasi isu startegik yang dihadapi organisasi.
7. Merumuskan strategik untuk mengelola isu-isu.
8. Menciptakan visi organisasi yang efektif bagi masa depan.
Menumt Bryson langkah pertama adalah memprakarsai dan menyepakati
suatu proses perencanaan
strategik.
Tujuannya adalah
menegosiasikan
kesepakatan dengan orang-orang penting pembuat keputusan atau pembentuk
opmi internal dan mungkin ekstemal tentang seluruh upaya perencanaan strategis,
langkah ini dilakukan oleh Badandiklatda melalui pembentukan team penyusun
Renstra yang terdiri dari para pejabat struktural dan fungsional di lingkungan
Badandiklatda.
Hal lain yang berbeda dengan model Bryson adalah penetapan visi
organisasi merupakan proses yang terakhir, walaupun menumtnya penetapan visi
organisasi tidak harus dibelakang dalam arti organisasi boleh menetapkan visi
lebih dahulu dalam proses penyusunan Renstra, namun dikhawatirkan organisasi
tidak mampu mengembangkan visi keberhasilan secara menyeluruh. Visi yang
menantang tetapi realistik mewakih ketegangan antara apa yang diinginkan dan
apa yang dapat dimiliki organisasi.Dalam kaitannya dengan visi Badandiklatda ditetapkan : Memadi
Badandiklatda yang
handal
untuk menciptakan aparatur yang profesional.
Menurut Konzes dan Posner (Bryson, 2001 ;70) visi yang baik memiliki
sitat-sitat sebagai berikut :
Visi itu memfokuskan kepada masa depan yang lebih
baik, mendorong harapan dan impian. menarik nilai-mlai umum, menyaiakan
hasil yang positif menekankan kekuatan kelompok yang bersatu, menggunakan
bahasa, gambar, rekaan, metafbra dan mengkomimikasikan entusiasme dun
ricgeniu iraan.
Sedangkan Rogus (C. Tumey, et al, 1992; 113) mengemukakan definisi
visi sebagai berikut :A vision is an image of a realistic credible and attractive
ideal, future for a school or organization, given the contex and environment in
which it operates ".
Dari definisi di atas diperoleh kejelasan bahwa visi merupakan kondisi
ideal, organisasi di masa mendatang yang realistik dapat dipercaya dan
menantang. Visi yang realistik ialah visi yang memperhitungkan potensi serta
permasalahan yang dihadapi organisasi. Visi bersifat
credible
dalam arti mampu
memecahkan masalah-masalah yang sedang dihadapi oleh organisasi baik internal
maupun ekstemal. Visi hams menantang dalam arti mendorong organisasi untuk
lebih bersungguh-sungguh kerja keras dan konsisten dalam melaksanakan
programnya.
Jika kita mengkaji faktor kelemahan dan potensi yang ada pada Badandiklatda, maka menurut hemat penulis visi Badandiklatda yang handal,
dirasakan masih belum jelas arahnya. Kelemahan yang dirasakan pada
Badandiklatda adalah kurangnya aparat yang profesional. Sehingga berdampak
langsung terhadap manajemen diklat yang hingga saat ini belum profesional.
B. Keterlibatan Stakeholder Dalam Penyusunan Renstra.
Sebagaimana dikemukakan pada Bab II, yang dimaksud dengan
stakeholder adalah pihak-pihak yang berkepentingan dan berpengaruh terhadap
kekuatan organisasi baik yang berada di dalam maupun di luar organisasi.
Berdasarkan hasil kajian pada Bab IV, penyusunan perencanaan startegik diklataparatur pada Badandiklatda sudah cukup baik. Walaupun demikian keterlibatan stakeholder terutama yang ekstemal secara langsung belum dilaksanakan secara
optimal. Namun aspirasi yang berkembang dari berbagai pertemuan evaluasi
program, loka karya kediklatan dan sebagainya, dijadikan bahan yang cukup
berharga bagi team penyusun Renstra.
Ketidak
terlibatan
langsung
stakeholder
ekstemal
akan
sangat
mempengaruhi terhadap bobot kualitas Renstra itu sendiri terutama dalam prosesanalisis lingkungan ekstemal, yang pada gilirannya berpengaruh terhadap strategi
dan program yang dicanangkan dalam Renstra tersebut. Hal ini sejalan dengan
pendapat Bryson (2001:57-60) keterlibatan stakeholder sangat penting terutama dalam menetapkan misi organisasi. Menetapkan misi lebih dari sekedar mempertegas keberadaan organisasi, akan tetapi dapat mengurangi banyak konflikyang tidak perlu dalarn suatu organisasi.
Kesepakatan tentang maksud-maksud berarti menetapkan gelanggang di
mana organisasi akan berkompetisi setidak-tidaknya merencanakan jalan masa
depan. Oleh karena itu sebelum mengembangkan pemyataan misi, organisasi hams menyempurnakan analisis stakeholder yang dimulai dengan identifikasi:
Stakeholder organi sasi;
- Taruhan mereka dalam organisasi atau hasilnya;
- Kriteria mereka untuk memulai kinerja organisasi dan bagaimana seharusnya
organisasi bersikap terhadap kriteria tersebut.
Analisis stakeholder yang lengkap harus mengidentifikasi apa kebutuhan
organisasi dari stakeholdernya.
Sedangkan Amin Widjaja Tunggal, (1994;41) mengemukakan
langkah-langkah yang perlu di ambil berkaitan dengan stakeholder :
(1) Identifikasi stakeholder;
(2) Memahami tuntutan khusus stakeholder yang berhadapan dengan perusahaan;
(3) Rekonsiliasi tuntutan ini dan penugasan prioritas terhadap
tuntutan-tuntutan tersebut;
(4) Koordinasi tuntutan-tuntutan dengan unsur-unsur lain dari misi perusahaan.
C. Upaya-Upaya Badandiklatda Dalam Menganalisis Posisi Stakeholder.
Badandiklatda sebagai satu-satunya lembaga kediklatan pada Pemenntah Propinsi Jawa Barat, merupakan lembaga yang sangat strategis. Mengingat jumlah aparatur yang sangat banyak baik dari segi kuantitas, fungsi dan substansi tugas, maka Badandiklatda dalam menyusun rencana strategik harus melibatkan berbagai unsur/instansi yang terkait, dari mulai instansi pembina, pembuat kebijakan, dan instansi pengguna. Oleh karena itu Badandiklatda seyogyanya berupaya untuk melakukan langkah-langkah konkrit dalam memposisikan stakeholder internal dan ekstemal secara proporsional.
Berdasarkan fakta dilapangan, Badandiklatda belum melakukan analisis
posisi stakeholder secara tepat, keterlibatan stakeholder internal dan ekstemal
(dalam hal ini BPKP) berdasarkan fungsi masing-masing.
Sebagaimana yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, analisis
posisi stakeholder yang dikembangkan oleh Wahab dan Ananto Kusuma, proses
analisis posisi stakeholder diarahkan kepada dua kegiatan utama, yaitu identifikasi
dan pemetaan stakeholder. Dalam hal ini Badandiklatda belum melakukan
langkah yang kedua yaitu pemetaan stakeholder, yaitu mengukur tingkat kekuatan
dan keterdugaan serta tingkat kekuatan dan kepentingan. Dengan demikian
penempatan posisi stakeholder belum dilakukan secara proporsional .
D. Analisis SWOT
Berdasarkan
kajian
tentang
implementasi
perencanaan
Strategik
Badandiklatda dapat dianalisis faktor-faktor lingkungan strategis sebagai berikut:
FaktorKekuatan :
1. Dasar Hukum Renstra yang kuat yaitu INPRES 7/99 tentang AKIP dan
visi Pemerintah Prop Jawa Barat
2. Eksistensi lembaga yang strategis ( PERDA No. 16/2000 )
3. Sasaran renstra diklat yang jelas.
4. Dukungan atasan yang cukup tinggi.
Faktor Kelemahan :
1. Substansi Renstra kurang aspiratif karena, belum terlibatnya stakeholder
kunci.
2. Kurangnya informasi.
3. Visi kurang realistic dan credible.
4. Kurang didukung oleh profesionalisme staf.
5. Kajian lingkungan ekstemal kurang mantap.
Faktor Peluang :
1. Adanya Stakeholder kunci.
2. Adanya dukungan instansi Pembina dan Pengendali.
3. Tuntutan dan kebutuhan diklat yang berkualitas tinggi.
4. Tuntutan masyarakat untuk terwujudnya good governance tinggi.
Faktor Tantangan:
1. Benturan kepentingan dengan lembaga / Instansi Teknis. 2. Kompetitif dengan lembaga diklat yang terakreditasi.
3. Arogansi Pemerintah Kab / Kota sebagai akibat kesalah pahaman konsepsi
otonomi
4. Pemanfaatan alumni yang belum jelas karena tidak tegasnya karier PNS.
Dan keeempat faktor di atas dapat dilakukan kajian strategis sebagai
berikut:
Strategi: Kekuatan- Peluang
1 Berdayakan dasar hukum untuk terpenuhinya tuntutan masyarakat dalam
menciptakan good governance.
2. Berdayakan dukungan atasan yang tinggi dalam memenuhi kebutuhan diklat untuk meningkatkan professionalisme aparatur.
3. Pertajam substansi Renstra diklat dengan memanfaatkan " Stakeholder
ekstemal kunci " sehingga lebih aspiratif.
4. Manfaatkan keberadaan lembaga Badandiklatda yang strategis dengan
dukungan instansi Pembina dan Pengendali.
Strategi: Kekuatan -Ancaman
1. Manfaatkan dukungan atasan dalam mengatasi benturan kepentingan
dengan lembaga / instansi Teknis.
2. Berdayakan kelembagaan Badandiklatda yang strategis ( Perda 16/2000 )
dalam mengatasi kompetitif dengan lembaga-lembaga diklat yang
terakreditasi .
3. Berdayakan dasar hukum dalam mengatasi sikap arogansi Pemerintah
Kab/Kota akibat kesalah pahaman otonomi.
4. Pertajam Sasaran Renstra diklat dalam upaya optimalisasi pemanfaatan
alumni diklat akibat tidak jelasnya pola karir.
Strategi: Kelemahan - Peluang
1. Tingkatkan kualitas substansi Renstra diklat melalui pemanfaatan secara
optimal Stakeholder Ekstemal Kunci.
2.
Lengkapi informasi melalui dukungan instansi Pembina dan Pengendali.
3. Pertegas visi agar lebih realistic dan credible , melalui dukungan
stakeholder kunci.
4. Tingkatkan profesionalisme staf dalam memenuhi kebutuhan diklat yang
bennutu.5. Monitoring pemanfaatan alumni dalam mendukung terwujudnya
kebutuhan dan tuntutan masyarakat terhadap good governance
Strategi: Kelemahan-Ancaman
1. Tingkatkan kualitas substansi Renstra diklat dengan melibatkan
stakeholder kunci agar lebih kompetitif dengan lembaga- lembaga diklat
yang terakreditasi.
2. Lengkapi informasi untuk mengurangi benturan kepentingan dengan
lembaga/instansi teknis.
3. Pertegas visi agar lebih realistic dan credible dalam upaya merubah sikap
arogansi pemerintah Kab/Kota.4. Tingkatkan pengkajian lingkungan ekstemal agar lebih mengoptimalkan
pemanfaatan alumni diklat.
Dari hasil analisa SWOT faktor yang menjadi isu strategis sebagai
Critical
Success Factor
adalah
Strategi Kelemahan dan Peluang
Dengan demikian
CSF disusun dengan urutan sebagai berikut:
1. Tingkatkan kualitas substansi perencanaan strategik diklat melalui
pemanfaatan stakeholder ekstemal kunci secara proporsional.
2. Pertegas visi Badandiklatda agar lebih realistic dan credible dengan
memposisikan stakeholder kunci secara proporsional.
3. Tingkatkan profesionalisme staf di bidang kediklatan dalam upaya
memenuhi kebutuhan diklat yang bennutu bagi terwujudnya aparatur yang
profesional.
4. Lengkapi informasi kediklatan melalui dukungan intansi Pembina dan
Pengendali.
5. Monitor secara efektif pemanfaatan alumni diklat dalam mendukung
terwujudnya tuntutan masyarakat tentang good governance.
'.fv_..:i :.:..
t••.!""• •••—• ••••••
'-."t.:i,:>i.s.:.,K!-!:;:::.:v • ,;.:»:HHSs::sh:j>«!
BAB VI
ALTERNATIF MODEL HIPOTETIK
IMPLEMENTASI PERENCANAAN STRATEGIK
Berdasarkan hasil analisis SWOT faktor kunci keberhasilan (Critical Sucess Factor) adalah sejauhmana keterlibatan stakeholder kunci dalam penyusunan perencanaan strategik Badandiklatda. Dengan demikian dalam proses perencanaan strategik pendidikan dan pelatihan ini, Badandiklatda harus mampu memposisikannya secara proporsional.
Hasil kajian di lapangan menggambarkan bahwa model Renstra yang dikembangkan oleh Badandiklatda belum melakukan analisis posisi stakeholder. Keterlibatan mereka hanya lebih bersifat fungsional struktural, sehingga stakeholder kunci terutama stakeholder ekstemal kurang memberikan kontribusi terhadap substansi Renstra. Oleh karena itu model perencanaan strategik yang dikembangkan oleh Badandiklatda perlu mendapat penyempurnaan lebih jauh. terutama mempertajam tahapan awal yaitu melakukan analisis posisi stakeholder seperti yang digambarkan dalam paradigma penelitian.
Menurut hemat penulis, model hipotetik yang dapat dikembangkan dalam perencanaan strategik pendidikan dan pelatihan aparatur adalah model yang dikemas oleh Abin Syamsudin seperti yang telah dikemukakan pada bab II
gambar 6. Dalam model tersebut di kembangkan 5 tahapan proses penyusunan perencanaan strategik yaitu :
1. Prolog, meliputi analisis pihak berkepentingan, perumusan visi dan tujuan serta perumusan Bidang Hasil Pokok (BHP).
2. Pra perencanaan, yaitu melakukan analisis posisi untuk melihat kekuatan, kelemahan, peluang serta tantangan yang hams dihadapi oleh
Badandiklatda.
3. Penyusunan rencana, meliputi kegiatan pemmusan sasaran dengan
memperhitungkan berbagai asumsi dan kebijakan, kemudian menentukan
strategi dan program.
4. Implementasi rencana.
5. Pengendalian evaluasi dan umpan balik.
Dari kelima tahapan tersebut yang perlu mendapat penajaman adalah tahapan pertama, yaitu prolog meliputi analisis pihak berkepentingan, perumusan
visi, misi dan tujuan serta perumusan Bidang Hasil Pokok (BHP).
Dalam kaitannya dengan analisis posisi stakehoder, Badandiklatda belum
melakukannya secara proporsional, kegiatan yang dilakukan baru melibatkannya secara fungsional sehingga tidak diperoleh kejelasan mana posisi kunci mana yang bukan kunci. Dalam analisis posisi stakeholder ini kita dapat menggunakan
matrik kekuatan dan keterdugaan seperti dibawah ini
Rendah Kekuatan
Tinggi
Keterdugaan Tinggi Rendah
A
Sedikit Masalah
B
Tak terduga tapi
Dapat dikelola
C
Kuat tapi dapat di
Duga
D
Ancaman terbesar atau peluang
Kotak A, terdiri dari stakeholder yang memiliki kekuatan rendah tetapi keterdugaannya tinggi, akan didapati sedikit masalah, tetapi tidak bisa diabaikan
termasuk didalamnya : Staf Badandiklatda, para pejabat fungsional selain
widyaiswara.
Kotak B, Stakeholder memiliki kekuatan rendah dan keterdugaan juga rendah yaitu Dinas/lnstansi pengguna alumni. Stakeholder ini perlu mendapat
perhatian karena dapat mempengamhi stakeholder pada kotak lainnya, terutama C
danD.
Kotak C, menunjukkan stakeholder memiliki kekuatan tinggi tetapi tetap
dapat diduga. Stakeholder kelompok ini perlu terus menems diantisipasi sikap dan
perilakunya. Termasuk dalam kelompok ini para pejabat stmktural
Badandiklatda, pejabat widyaiswara, Gubemur, Bapeda, Biro Kepegawaian, Biro
Penyusunan Program, Biro Keuangan, LAN RI, BKN, Badandiklatda Depdagri,
Pemerintah Kabupaten/Kota dan Alumni diklat yang tesebar di berbagai instansi. Kotak D, menunjukan bahwa stakeholder ini memiliki kekuatan yang
tinggi untuk menolak atau mendukung, akan tetapi sulit diduga. Dalam hal ini
Lembaga Legislatif Daerah yaitu DPRD, untuk menghadapinya Badandiklatda
harus mempunyai strategi khusus sesuai dengan kebutuhan serta situasi dan
kondisi yang dihadapi.
Disamping matriks di atas, Badandiklatda harus melihat dan memposisikan stakeholder dari aspekkekuatan dan kepentingan.
Kepentingan
Rendah Tinggi
Rendah Kekuatan
Tinggi
A
Usaha minimal
B
Terus diperhatikan
C
Terns diperhatikan
D Pemain kunci
Kotak A, menunjukkan bahwa stakeholder dalam kelompok ini memiliki
kekuatan rendah dan kepentingan rendah sehingga perencana hanya memerlukan
upaya minimal untuk mengatasinya, terdiri dari para pejabat fungsional selain widyaiswara dan staf biasa di Badandiklatda.
Kotak B, stakeholder memiliki kekuatan rendah tetapi kepentingan tinggi.
Para perencana hams tetap menaruh perhatian kepada kelompok ini, tennasuk di dalamnya para peserta didik, Dinas/lnstansi pengguna/pengirim.
Kotak C, menunjukkan bahwa stakeholder memiliki kekuatan tinggi tetapi kepentingan rendah, dan mempakan stakeholder yang paling sulit antara lain
Lembaga Legislatif Daerah (DPRD), disini perlu dibangun hubungan yang
proporsional.
Kotak D, menunjukkan stakeholder kunci yang memiliki kekuatan tinggi dan kepentingan tinggi, terdiri dan pejabat struktural, pejabat fungsional,
widyaiswara, Gubemur, Biro Kepegawaian, Bappeda, LAN RI dan BKN.
Melalui analisis posisi stakeholder ini, Badandiklatda akan dengan mudah
menetapkan stakeholder mana yang secara langsung terlibat dalam penyusunan
rencana strategik dan pihak yang hanya bersifat aspiratif
Dalam hubungannya dengan visi Badandiklatda, karena proses
penyusunan visi kurang memperhitungkan kajian lingkungan strategik, maka
menurut hemat penulis visi Badandiklatda dirasakan kurang realistic dan kurang
credible, seperti yang dikemukakan pada bab sebelumnya. Visi yang realistic ialah yang memperhatikan potensi yang dimiliki oleh organisasi, sedang visi yang
credible yaitu visi yang mampu memecahkan persoalan yang dihadapi oleh
organisasi.
Kalau kita mengkaji hasil analisis SWOT pada renstra Badandiklatda
dimana potensi yang dimiliki terdiri dari :
1. Tersedianya jumlah pegawai yang memadai.
2. Memiliki pengalamanyang cukup dalam penyelenggaraan diklat.
3. Jumlah widyaiswara yang memadai.
4. Adanya motivasi dan dedikasi kerja pegawai.
5. Adanya Peraturan Daerah No. 16/200.
Sedangkan faktor kelemahan Badandiklatda terdiri dari:
1. Kurangnya pegawai yang berkualifikasi pendidikan di bidang kediklatan. 2. Belum tersusunnya Need assesement yang lengkap.
3. Belum tersedianya jaringan Sistem Informasi manajemen kediklatan.
4. Anggaran yang tersedia belum secara proporsional menunjang tugas pokok
dan fungsi Badandiklatda.
5. Fasilitas pendidikan dan pelatihan belum optimal.
Visi Badandiklatda disarankan diubah menjadi : "Terwujudnya manajemen diklat yang profesional dalam menunjang terciptanya good
governance."
Dengan visi di atas, maka misi Badandiklatda diubah menjadi :
1. Menyusun kebutuhan diklat dengan kurikulum yang berbasis kompetensi. 2. Meningkatkan profesionalisme aparatur Badandiklatda di bidang kediklatan. 3. Menciptakan Net-Working dengan berbagai Lembaga Perguruan Tinggi,
Balai-Balai Latihan dalam penyelenggaraan diklat.
4. Menyediakan sarana dan prasarana pendidikan dan pelatihan yang memadai.
Agar misi bisa dilaksanakan dengan baik maka perlu ditetapkan secara jelas
tentang Bidang Hasil Pokok (BHP) atau Key Result Area (