• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERENCANAAN STRATEGIK PENDIDIKAN DAN PELATIHAN APARATUR PEMERINTAHAN BERDASARKAN PENDEKATAN STAKEHOLDER : Studi Peningkatan Kualitas kinerja Sistem Perencanaan Pada Badan diklatda Propinsi Jawa Barat Tahun 2002.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERENCANAAN STRATEGIK PENDIDIKAN DAN PELATIHAN APARATUR PEMERINTAHAN BERDASARKAN PENDEKATAN STAKEHOLDER : Studi Peningkatan Kualitas kinerja Sistem Perencanaan Pada Badan diklatda Propinsi Jawa Barat Tahun 2002."

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

P E R E N C A N A A N S T R A T E G I K PENDIDIKAN

D A N PELATIHAN A P A R A T U R PEMERINTAHAN

B E R D A S A R K A N P E N D E K A T A N S T A K E H O L D E R

(Studi Peningkatan Kualitas kinerja Sistem Perencanaan Pada Badandiklatda Propinsi Jawa Barat Tahun 2002)

TESIS

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Bidang Studi Administrasi Pendidikan

Oleh

Drs. H.E Nurul Mubin S

NIM 009482

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG
(2)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING TESIS

PEMBIMBING I,

C

PROF.DRH.ABDUL AZIS WAHAB, MA.

PEMBIMBING II.

* /

PROF. DR. H. TB ABIN\SYAMSU#DIN MAKMUN, MA.

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(3)

DISETUJUI OLEH

KETUA PROGRAM STUDI ADMPWISTRASI PENDIDIKAN

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

PROF. DR.H. TB ABIN S MAKMUN, MA.

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

(4)

PERENCANAAN STRATEGIK PENDIDIKAN D A N

PELATIHAN A P A R A T U R P E M E T I N T A H A N

B E R D A S A R K A N P E N D E K A T A N S T A K E H O L D E R

(Studi Pendekatam Kualitas Kinerja Sistem Perencanaan

Pada Badandiklatda Propinsi Jawa Barat Tahun 2002)

OLEH : H.E NURUL MUBIN . S

ABSTRAK

Penelitian ini menggunakan metoda kualitatif dengan tujuan untuk mengungkap, medeskripsikan dan menganalisis tetang proses penyusunan perencanaan strategik melalui pendekatan stakeholder dalam penyelenggaraan

pendidikan dan pelatihan aparatur pemerintah pada Badandiklatda Prop Jawa

Barat.

Teknik dan mstrumen pengumpulan data dilakukan melalui observasi

parsitifatif yang meliputi: wawancara, pengamatan, kepustakaan dan angket non

struktur. Langkah penelitian melalui tahapan : eksplorasi secara terbuka kepada

responden, eksplorasi fokus masalah, mengecek dan mengkaji data.

Hasil penelitian diperoleh gambaran, penyusunan perencanaan strategik

Badandiklatda tahun 2001 2005 dilakukan oleh Team Renstra yang ditunjuk

dengan Surat Keputusan Kepala Badandiklatda, terdin dan pejabat struktural,

pejabat fungsional widyaiswara dan staf yang potensial. Model Renstra yang

disusun adalah model yang dikembangkan oleh Lembaga Administrasi Negara RI

dan BPKP melalui proses (1) menetapkan visi, misi dan nilai, (2) analisis

lingkungan strategis, internal dan ekstemal, penetapan strategi dan asumsi, (3)

menetapkan tujuan dan sasaran (4) cara mencapai tujuan dan sasaran kebijakan,

program dan kegiatan. Dalam proses penyusunan perencanaan strategik hanya

melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan yang bersifat internal saja,

keterlibatan stakeholder ekstemal belum secara langsung walaupun mereka sudah

jelas memiliki tingkat keterdugaan dan kepentingan yang sangat tinggi terutama

dalam pengembangan visi dan misi Badandiklatda.

Implikasi dari hasil penelitian seyogyanya Badandiklatda dalam

penyusunan perencanaan strategik melibatkan stakeholder ekstemal kunci, karena

berpengaruh terhadap kualitas renstra, sedang visi Badandiklatda perlu dipertajam

agar lebih realistik.

Berdasarkan kajian direkomendasikan agar Badandiklatda

menyempurnakan proses penyusunan perencanaan strategik melalui tahapan

analisis stakeholder agar mereka dapat diposisikan secara proporsional dan

memberikan kontribusi terhadap substansi renstra, disamping itu dalam era

otonomi Badandiklatda lebih banyak memfasilitasi kegiatan pendidikan dan

pelatihan pada pemerintah Kabupaten/Kota. Untuk itu Badandiklatda dituntut

(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK

Halan7

KATA PENGANTAR

„•

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

vj]j

DAFTAR BAGAN/GAMBAR

ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Perumusan Masalah 7

C Pertanyaan Penelitian

g

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 9

E. Kerangka Pemikiran dan Premis 10

BAB II KAJIAN TEORI

A. Konsep Administrasi Pendidikan 14

B. Manajemen Strategik Dalam Pengembangan SDM ..

17

C. Perencanaan Strategik Pendidikan dan Pelatihan

Aparatur 94

D. Analisis Stakeholder Dalam Perencanaan

Strategik diklat 30

E. Pengembangan Aparatur Melalui Pendidikan

dan Pelatihan 37

F. Penelitian Pendahuluan Tentang Perencanaan

(6)

BAB III PROSEDUR PENELITIAN

A. Metoda Penelitian 50

B. Sumber Data Peneliti 53

C. Teknik dan Instrument Pengumpulan Data 55

D. Tahap-Tahap Penelitian 57

E. Prosedurdan Analisis Data 59

BAB IV IMPLEMENTASI PERENCANAAN STRATEGIK

BADANDIKLATDA PROPINSI JAWA BARAT

A. GambaranUmum Badandiklatda Propinsi Jawa Barat.. 62

B. Proses Penyusunan Renstra Badandiklatda 65

C Pihak-Pihak Yang Berkepentingan Yang Terlibat

Langsung Dalam Proses Penyusunan Renstra 89

D. Analisis Posisi Stakeholder 91

E. Berbagai Kendala Dalam Penyusunan Renstra 91

BAB V

PEMBAHASAN IMPLEMENTASI PERENCANAAN STRATEGIK

BADANDIKLATDA PROPINSI JAWA BARAT

A. Penerapan Perencanaan Strategik Pendidikan

dan Pelatihan Aparatur 94

B. Keterlibatan Stakeholder Dalam Penyusunan Renstra .... 98

C. Upaya-Upaya Badandiklatda Dalam Menganalisis

Posisi Stakeholder 99

D. Analisis SWOT 100

BAB VI ALTERNATIF MODEL HIPOTETIK IMPLEMENTASI

(7)

BAB VII KESIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan Hasil Penelitian

! j j

B. Implikasi Hasil Penelitian

1]3

C. Rekomendasi Hasil Penelitian

114

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

(8)

DAFTAR TABEL

Nomor u ,

Halaman

1.

Rekapitulasi PNS Berdasarkan Golong Ruang di lingkungan

DINAS/Badan/Lembaga Pemerintahan Prop Jawa Barat sampai

Dengan Desember 2001

4

2.

Rekapitulai PNS pada Pemerintah Kab/Kota se-Jawa Barat

per Desember 2001

4

3.

Rekapitulasi Jabatan Struktural di Lingkungan Kab/Kota se- Jawa

Barat per September 2001

5

4.

Rekapitulasi Pejabat Fungsional Prop Jawa Barat selain Medis,

para Medis dan Guru

'

5

Data perkembangan Widyaiswara dari tahun 1996-2002

69

6.

Keadaan Pegawai Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan

Formal ™

7.

Keadaan Pegawai Berdasarkan Latar Belakang Golongan

71

8.

Keadaan Pegawai Berdasarkan Latar Belakang Eselon

71

S

(9)

DAFTAR BAGAN/GAMBAR

Nomor u ,

Halaman

2.

8

Paradigma Penelitian

p

Prosedur Penyusunan Renstra Badandiklatda Prop Jawa Barat

Berdasarkan Premis

P

3.

Wilayah ICerja Administrasi Pendidikan

17

4.

Dimensi Lingkungan Orgamsasi

20

5.

Model Manajemen Strategik K. Jouch

->?

6.

Prosedur Penyusunan Rencana Strategik Model Abin Syamsudin... 27

7.

Data Pihak-pihak yang berkepentingan

36

Model of The Personnel Development Process

43

9.

Diagram Pelatihan Model Hadari Nawawi

44

Tahap-tahap Penelitian

6)

Model perencanaan Whittaker

95

12.

Prosedur Penyusunan Perencanaan Strategik Badandiklatda

110

10. 11.

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah.

Kegiatan pembinaan Pegawai Negen Sipil (PNS) adalah merupakan

bagian yang integral dari kebijaksanaan pemerintah dalam upaya mewujudkan

good governance, yang salah satu cirinya didukung oleh aparatur pemerintah yang

profesional dan berakhlak mulia. Sejalan dengan hal tersebut, pemerintah terus

berusaha menyempurnakan peraturan perundangan di bidang kepegawaian

melalui penyempurnaan Undang-Undang No. 8 tahun 1974 menjadi

Undane-Undang No. 43 tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian beserta

peraturan-peraturan pelaksanaannya. Salah satu bentuk pembinaan pegawai yang efektif

adalah melalui pendidikan dan pelatihan (diklat).

Dalam setiap organisasi terlebih lagi dalam organisasi pemerintahan.

kegiatan pendidikan dan pelatihan, merupakan faktor yang amat penting. Hal ini

mengingat :

Pertama,

para Pegawai Negen Sipil yang menduduki jabatan tertentu pada

umumnya tidak dipersiapkan bahkan cenderung disinggahkan, dengan demikian

mereka tidak dibekali kemampuan, sikap dan keahlian yang relevan dengan syarat

jabatannya. Tidak sedikit PNS menduduki jabatan karena tersedianya formasi

bukan karena keahlian serta prestasi yang telah diraihnya.

Kedua,

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat

mempengaruhi terhadap tatanan organisasi. Munculnya jabatan-jabatan bam

sebagai akibat adanya perkembangan Iptek menuntut pengetahuan, keterampilan

dan sikap kerja yang spesifik, dengan demikian diperlukan adanya upaya-upaya

kongkrit untuk membina para pejabat yang bersangkutan.

(11)

lebih meningkatkan kineijanya dalam jabatan baru perlu dibekali sikap

pengetahuan dan wawasan yang lebih luas lagi, dan hal ini pun menuntut

diadakannya pendidikan dan pelatihan.

Keempat, dalam era globalisasi dan reformasi yang syarat dengan

tantangan dan persaingan tidak ada alternatif lain bagi PNS kecuali harus

meningkatkan kualitas profesionalisme sehingga mampu memiliki keunggulan yang kompetitif, memegang teguh etika birokrasi yang dilandasi dengan akhlakul kanmah sehingga mampu memberikan layanan kepada masyarakat dengan tingkat kepuasan yang tinggi. Kondisi ini terwujud manakala PNS selalu mendapat

pembinaan melalui pendidikan dan pelatihan.

Mengingat pentingnya kegiatan pendidikan dan pelatihan PNS ini maka dalam pasal 31 ayat 1 Undang-Undang No. 43 tahun 1999 tentang Pokok-Pokok

Kepegawaian, ditegaskan :

Untuk mencapai daya guna dan hasil guna yang sebesar-besarnya,

diadakan pengaturan dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan jabatan Pegawai Negeri Sipil yang bertujuan untuk meningkatkan pengabdian, mutu,

keahlian, kemampuan dan keterampilan.

Sebagai tindak lanjut dari kebijaksanaan pemerintah ini, pemerintah

mengganti dan menyempurnakan Peraturan Pemerintah No. 14 tahun 1994

tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil dengan Peraturan

Pemerintah No. 101 tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan PNS. Dalam bab II pasal 2, ditetapkan bahwa tujuan diklat:

a. Meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan dan sikap untuk dapat

melaksanakan tugas jabatan secara profesional dengan dilandasi

kepribadian dan etika PNS sesuai dengan kebutuhan instansi;

b. Menciptakan aparatur yang mampu berperan sebagai pembaharu dan

perekat persatuan dan kesatuan bangsa;

c. Memantapkan sikap dan semangat pengabdian yang berorientasi pada

pelayanan, pengayoman dan pemberdayaan masyarakat;

d. Menciptakan kesamaan visi dan dinamika pola pikir dalam melaksanakan

tugas pemerintahan umum dan pembangunan demi terwujudnya

kepemerintahan yang baik.

Dasar pemikiran kebijaksanaan pendidikan dan pelatihan yang ditetapkan

(12)

a. diklat merupakan bagian integral dari sistem pembinaan PNS;

b. diklat mempunyai keterkaitan dengan pengembangan karier PNS;

c. sistem diklat meliputi proses identifikasi kebutuhan, perencanaan

penyelenggaraan dan evaluasi diklat;

d. diklat diarahkan untuk mempersiapkan PNS agar memenuhi persyaratan

jabatan yang ditentukan dan kebutuhan organisasi, termasuk pengadaan

kader pimpinan dan staf.

Dalam kaitannya dengan implementasi Undang-Undang No. 22 tahun

1999 tentang Pemerintahan Daerah, umsan Pendidikan dan Pelatihan PNS

diserahkan kepada Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota di bawah

pembinaan Lembaga Admimstrasi Negara Republik Indonesia. Pemerintah

Propinsi Jawa Barat yang telah memiliki lembaga pendidikan dan pelatihan

aparatur sejak tahun 1968 berdasarkan SK Gubernur KDH tingkat I Jawa Barat

No. 11-68/A-l/Pendidikan/SK, tanggal 30 September 1968, dikukuhkan

keberadaannya melalui Peraturan Daerah No. 16 tahun 2000 tentang Lembaga

Tekms Daerah menjadi Badan Pendidikan dan Pelatihan Daerah (Badandiklatda),

yang dikepalai oleh seorang kepala dengan berstatus Eselon II, yang bertugas

pokok membantu Gubernur dalam menyusun

kebijakan, menyelenggarakan

manajemen dan mengembangkan sistem serta melaksanakan koordinasi teknis

penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan aparatur di wilayah Propinsi Jawa

Barat.

Dalam era otonomi daerah ini, pembinaan aparatur melalui diklat

diserahkan kepada Pemerintah Propinsi dan Kabupaten/Kota, dimana

penyelenggaran diklat adalah Badan/Balai/Kantor Diklat yang terakreditasi. Pada

lingkup Pemerintah Propinsi Jawa Barat yang terdiri dari 24 Kabupaten/Kota bam

memiliki satu Badandiklatda yang terakreditasi yaitu Badandiklatda Propinsi Jawa

Barat. Dengan demikian tugas dan kewenangan Badandiklatda Propinsi Jawa

Barat bukan hanya menyelenggarakan diklat bagi aparatur pemerintah Propinsi,

juga hams memfasilitasi penyelenggaraan diklat bagi aparatur pemerintah

Kabupaten/Kota.

Berdasarkan data dari Biro Kepegawaian Propinsi Jawa Barat, keadaan

pegawai sampai bulan Desember 2001 berjumlah 266.597 terdiri dari aparatur

(13)

Tabel 1

REKAPITULASI JUMLAH PNS BERDASARKAN GOLONGAN/RUANG

DILINGKUNGAN DINAS/BADAN/LEMBAGA PEMERINTAH PROP

JABAR SAMPAI DENGAN DESEMBER 2001

1No. Unit Kerja Golongan

Jumlah

IV III II I

1. Setda 55 683 431 101 1.270

2. Set DPRD 4 59 5T 13 127

j>. Dinas 310 3.802

2.858 342 7.412 !

4. Badan 122 2.224 1.087 j

203 3.636

5. Kantor 5 49

28 1

1 83

6. Ex Kanwil 189 1.031 1.040 !

I 236 3.666

Jumlah 695 7.848

[image:13.595.72.468.189.705.2]

i

5.495 | i

896 16.104 |

Sumber data dari : Biro Kepegaiwaian Setda Prop Jawa Barat

Tabel 2

REKAPITULASI PEGAWAI NEGERI SD?IL PADA PEMERINTAH

KABUPATEN/KOTA PER DESEMBER 2001

No. Golongan Jumlah

1. IV 8.109

2. III 140.674

->

~~mr

II I

83.711 17.999

Jumlah 250.493

(14)
[image:14.595.72.495.131.723.2]

Tabel 3

REKAPITULASI JABATAN STRUKTURAL DI LINGKUNGAN

KABUPATEN/KOTA SEJAWA BARAT PER SEPTEMBER 2001

No. Unit

Kerja

Ksselonering Ket J

I/b Il/a Il/b Ill/a IV/b

V/a |

i

1. Setda ] 4

13 46 - 103 167 !

2. Set DPRD - 1

- 5

- 15 21

j . Dinas

- 19 19

110 - 330 478 j

4. Badan

i

- 13

- 59

- 154 226

5. Kantor

i

- - 1

- 9 10 !

6. ; Kab. Kota 1 22 431 324 489 476 ! 1.742 ;

Jumlah j ] 59 463 547 489 1.085 j

[image:14.595.76.468.140.369.2]

i

2.644 |

SumberJari : Biro Keplegawaian Setda Frop Jawa

Barat j

Adapun jabatan fungsional yang tercatat pada Biro Kepegawaian Prop.

Jawa Barat selain Medis, Paramedis dan Guru, sepert. tertera pada tabel dibawah

ini.

Tabel 4

REKAPITULASI PEJABAT FUNGSIONAL PROP JAWA BARAT

PERIODE 1989/2001

No. Jenis Jafung Golongan

Ket

II III IV

1. Arsiparis 710 64

- 774

2. Pustakawan 161

36 - 197

3. Sandiman 58

16 - 74

4. Operator Trans 117 7

- 124

5. Widyaiswara

- 6 37

43 6. Peneliti

- 1 12

13

Jumlah 1046 130

(15)

Dalam manajemen kediklatan yang profesional perumusan perencanaan

strategik merupakan langkah awal yang harus dilakukan oleh Badandiklatda

dengan harapan dapat mendorong terciptanya akuntabilitas kinerja sebagai salah

satu prasyarat untuk terwujudnya Badandiklatda yang baik dan terpercaya. Hal ini

selaras dengan Instruksi Presiden NO. 7tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja

Instansi Pemerintah (AKIP) yang menetapkan pada tanggal 30 September 1999,

setiap instansi pemerintah sampai tmgkat eselon II telah mempunyai

Perencanaan

Strategik

tentang program-program utama yang akan dicapai dalam 1 (satu)

sampai dengan 5 (lima) tahun.

Yang dimaksud dengan perencanaan srategik dalam pedoman penyusunan

sistem AKIP dikemukakan :

Merupakan suatu proses yang beronentasi pada hasil yang ingin dicapai

selama kurun waktu 1 (satu) sampai 5 (lima) tahun dengan memperhitungkan

potensi, peluang dan kendala yang ada atau mungkin timbul. Rencana startegik

mengandung visi, misi, tujuan/sasaran dan program vang realistis dan

mengantisipasi masa depan yang diinginkan dan dapat dicapai.

Dalam Ensiklopedia Nasional Indonesia, (1994:53) dikemukakan :

Perencanaan stratagik yang sering pula disebut perencanaan jangka

panjang, adalah proses pengambilan keputusan yang menyangkut tujuan jangka

panjang organisasi, kebijakan yang harus diperhatikan, serta strategi yang harus

dijalankan untuk mencapai tujuan tersebut.

Dari pengertian di atas dapat dilihat karaktenstik perencanaan strategik

yaitu : (1) merupakan kerangka dasar yang dapat dipakai pedoman untuk

penyusunan rencana yang lebih rinci; (2) mempunyai kurun waktu yang lebih

panjang dari pada perencana operasional; (3) membantu organisasi untuk

mengarahkan sumber dayanya pada aktivitas yang mempunyai prioritas tinggi; (4)

merupakan kegiatan pucuk pimpinan dengan demikian mereka harus terlibat

secara aktif dalam proses penyusunannya.

Bedasarkan uraian di atas diperoleh gambaran bahwa dalam perencanaan

startegik Bandiklatda memerlukan integrasi antara keahlian sumber daya manusia

agar mampu menjawab tantangan dan tuntutan perkembangan lingkungan

strategik, rasional dan global. Analisis terhadap lingkungan organisasi baik

(16)

memperhitungkan kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan yang ada. Analisis terhadap unsur-unsur tersebut sangat penting dan merupakan dasar bagi

perwujudan visi dan misi serta strategi Badandiklatda.

Perencanaan startegik sebagai suatu sistem terdiri atas berbagai subsistem,

yang antara satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Salah satu subsistem yang sangat strategik posisinya dalam perencanaan startegik adalah stakeholder

karena mereka sangat berpengaruh terhadap perumusan visi dan misi organisasi.

Yang dimaksud dengan stakeholder disini menurut Rochmat Wahab dan Ananto

Kusuma Seta (1998:1) "... adalah pihak-pihak baik di dalam maupun di luar

organisasi yang mempunyai kepentingan dan pengaruh terhadap organisasi."

Berdasarkan fakta yang ada, Badandiklatda telah memiliki perencanaan

strategik untuk tahun 2001-2005 sesuai dengan acuan yang ditetapkan pada Inpres

No. 7 tahun 1999 tentang AKIP. Akan tetapi dalam proses penyusunan perencanaan strategik tersebut berdasarkan pengamatan awal peneliti diperoleh kesan bahwa keberadaan stakeholder baik internal maupun ekstemal belum

diposisikan sebagaimana mestinya. Padahal keberadaan mereka sangat

mempengaruhi proses penyusunan perencanaan strategik tersebut maupun dalam

implementasinya. Bahkan seyogyanya Badandiklatda memposisikan mereka pada

posisi yang strategis melalui analisis yang rasional.

Bertolak dari latar belakang masalah tersebut di atas, peneliti tertarik

untuk meneliti sejauh mana kepekaan Badandiklatda dalam menganalisis posisi

stakeholder untuk dilibatkan secara optimal dalam perencanaan strategik.

B. Perumusan Masalah

Perencanaan diklat akan efektif manakala didukung oleh semua

komponen, termasuk di dalamnya stakeholder yang keberadaannya memiliki posisi yang sangat strategis karena dapat membantu para pengelola dalam

(17)

Dalam penelitian ini peneliti lebih memfokuskan kaj

keterlibatan stakeholder dalam perencanaan strategik pendidikan dan1

aparatur pemerintahan pada Bandiklatda Propinsi Jawa Barat.

Pokok permasalahan yang layak untuk diteliti adalah :

Sejauhmana

keterlibatan stakeholder dalam perencanaan strategik aparatur pemerintahan

Propinsi Jawa Barat.

Dengan asumsi yang akan dikembangkan apabila Badandiklatda dalam

menganalisis posisi stakeholder menghasilkan kajian yang tepat, maka akan menghasilkan kontribusi yang besar dalam proses perencanaan tersebut dan akan memperlancar jalannya implementasi perencanaan strategik.

C. Pertanyaan Penelitian

Untuk lebih mempertajam sasaran penelitian rumusan pertanyaan

dijabarkan lagi ke dalam spesifikasi pertanyaan sebagai berikut:

1. Prosedur apakah yang ditempuh Badandiklatda dalam merumuskan perencanaan strategik pendidikan dan pelatihan aparatur pemerintah

Propinsi Jawa Barat ?

2. Pihak-pihak yang berkepentingan manakah yang terlibat langsung dalam

perencanaan strategik diklat tersebut ?

3. Upaya-upaya apakah yang dilakukan Badandiklatda dalam menganalisis posisi stakeholder agar dapat memberikan kontribusi yang optimal dalam

(18)

D. Tujuan Dan Manfaat Penelitian.

Secara umum penelitian bertujuan untuk membuat disknpsi dan analisis

tentang keterlibatan stakeholder dalam perumusan perencanaan strategik

pendidikan dan pelatihan aparatur pemerintahan. Dan secara khusus penelitian

dimaksudkan untuk :

1. Mengumpulkan informasi tentang langkah-langkah yang dilakukan

Badandiklatda dalam proses perumusan perencanaan strategik diklat.

2.

Mengumpulkan informasi tentang keterlibatan stakeholder dalam

perencanaan strategik diklat.

3. Mengkaji dan menganalisis posisi stakeholder dalam perencanaan

strategik diklat untuk lebih dikembangkan menjadi suatu sistem

perencanaan yang efektif

Adapun manfaat yang diinginkan dalam penelitian ini, antara lain :

1. Mengimplementasikan kajian teoritis tentang analisis posisi stakeholder

dalam suatu perencanaan strategik diklat aparatur pemerintahan, agar

keberadaanya labih berhasil dan berdaya guna.

2. Membantu Badandiklatda dalam membuat suatu sistem perencanaan

(19)

E. Kerangka Pemikiran dan Premis.

1. Kerangka Pemikiran

Badandiklatda adalah satu-satunya Lembaga Teknis Daerah yang

bertugas pokok menyelenggarakan kegiatan pendidikan dan pelatihan bagi

aparatur pemerintah di lingkungan Propinsi Jawa Barat. Oleh karena itu

dalam melaksanakan tugasnya seyogyanya lembaga ini dikelola secara

profesional.

Sebagai langkah awal Badandiklatda berkewajiban menyusun

pedoman umum sebagai kerangka dasar bagi kegiatan operasional dalam

bentuk

perencanaan strategik,

yang substansinya menampung barbagai

aspirasi, keinginan, kebutuhan serta harapan para

stakeholder.

Dengan

demikian dalam proses penyusunan perencanaan strategik pendidikan dan

pelatihan aparatur keterlibatan stakeholder baik internal maupun ekstemal

merupakan halyangsangat strategis.

Mengmgat hal tersebut, Badandiklatda dituntut memiliki kejelian

dalam mengidentifikasi dan memetakan stakeholder sehingga dapat

diposisikan secara proporsional. Dengan demikian diharapkan kehadiran

stakeholder dapat memberikan kontribusi besar terhadap kualitas substansi

perencanaan stategik Badandiklatda.

2. Premis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut diatas maka dalam

penelitian ini penulis mengajukan premis sebagarbenkut:

a. Prosedur penyusunan perencanaan strategik berdasarkan kajian

manajemen strategik dilakukan melalui tahap-tahap : pertama tahap

diagnosis yaitu proses pengumpulan berbagai informasi dan

mengkajmya secara mendalam untuk diperoleh pemahaman tentang

kekuatan dan kelemahan organisasi, serta mengkaji faktor-faktor

peluang dan tantangan sehingga menghasilkan isu-isu strategis yang

hams dihadapi organisasi tersebut. Tahap kedua menetapkan visi, misi,

(20)

tujuan, strategi dan kebijakan berdasarkan hasil kajian isu-isu pertama

yang kemudian disusun dalam bentuk dokumen Renstra. (Burhan;

1994, Bryson; 2001, Freeman; 1984)

b. Menyusun perencanaan strategik harus mampu menyerap aspirasi,

keinginan, harapan maupun tuntutan dan stakeholder baik yang ada di

dalam maupun di luar organisasi sehingga semua pihak mempunvai

rasa memiliki dan punya pandangan yang sama terhadap visi dan misi

organisasi (Burhan; 1994, Bryson; 2001, Freeman; 1984)

Berdasarkan kedua premis diatas, penulis menetapkan paradigma

penelitian seperti tertera pada gambar 01 dibawah ini.

(21)

POTENSI DAN KELEMAHAN

PEMERITAH

PROPINSI

I

BADANDIKLATDA

I

ANALISIS POSISI STAKEHOLDER

I

PEMETAAN :

- KETERDUGAAN

- KEPENTINGAN

- INTEREST

EKSTERNAL

PELUANG DAN

ANCAMAN

Feed Back PERENCANAAN

STRATEGIK DIKLAT

Teed Back

USER

PROGRAM DIKLAT

IMPLEMENTASI

[image:21.595.34.510.87.679.2]

AKIP

Gambar 01 Paradigma Penelitian

12

TIM PENYUSUNAN

PERENCANAAN STRATEGIK

(22)

;-£r!"S\5 Cal'::!:::. i

E -L'- »~" •:•/.. •" s: •.ii::-::.':xi:'ix:

" : - • "»^ ;""a" " •. • . j i':'. •j£ln

.z-i-.z:&-i:y*U::sr- ssJk!.'

."D A--;'- J J £_ j"-- . •

(23)

BAB III

PROSEDUR PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Penelitian ini diarahkan pada metode deskriptif analisis melalui pendekatan kualitatif, fenomena yang ada di desknpsikan terlebih dahulu kemudian di analisis secara mendalam berdasarkan kajian teoritis.

Menurut Bogdan dan Taylor (Moleong, 2001:3) yang dimaksud dengan

metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif

berupa kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.

Pendekatan diarahkan pada latar dan individu secara holistik (utuh). Dengan

demikian pendekatan ini tidak mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam

variabel atau hipotesis tetapi perlu memandangnya sebagaitagian dari kesatuan.

Selanjutnya Moleong (2001:4-8) mengungkapkan ada 11 ciri penelitian kualitatif (1) Latar alamiah dalam mana penelitian dilakukan pada konteks dari suatu keutuhan (entity); (2) Manusia sebagai alat (instrument) dalam hal ini

peneliti sendiri di bantu oleh orang lain merupakan alat pengumpul data yang

utama. Dengan asumsi bahwa manusialah yang dapat menyesuaikan terhadap

kenyataan, manusia yang dapat berhubungan dengan responden, hanya manusia

yang mampu memahami keterkaitan kenyataan di lapangan; (3) Metode kualitatif,

hal dipandang lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda

menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan responden,

lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri; (4) Analisis data secara induktif

dengan alasan, pertama proses induktif lebih dapat menemukan

kenyataan-kenyataan ganda sebagai yang terdapat dalam data; kedua dapat membuat

hubungan peneliti-responden menjadi eksplisit, dikenal dan akuntabel; ketiga

lebih dapat menyesuaikan latar secara utuh; keempat dapat menemukan pengaruh

bersama

yang

mempertajam

hubungan-

hubungan;

terakhir

dapat

Wiemperhitungkan nilai-nilai secara eksplisit sebagai bagian dari struktur analitik;

(24)

(5) Teori dari dasar (grounded theory), penelitian lebih menghendaki arah

bimbingan penyusunan teori subtantif yang berasal dari data; (6) Deskriptif, data

yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Laporan penelitian berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian

mungkin berasal dari naskah, wawancara, catatan lapangan, foto, vidio tape, dokumen pribadi, dokumen resmi dan Iain-lain; (7) Lebih mementmgkan proses dari pada hasil, hal ini agar lebih jelasnya hubungan bagian-bagian yang sedang

diteliti; (8) Adanya batas yang ditentukan oleh fokus. Batas akan menentukan

kenyataan ganda yang kemudian mempertajam fokus. Penetapan fokus dapat lebih dekat dihubungkan oleh interaksi antara peneliti dan fokus; (9) Adanya kriteria

khusus untuk keabsahan data. Dalam hal ini peneliti kualitatif telah melakukan

redefinisi tentang validitas, rehabilitas dan objektifitas dalam versi penelitian klasik; (10) Desain yang bersifat sementara, desain dirancang secara tentatif dan

terus menerus disesuaikan dengan kenyataan lapangan; (11) Hasil penelitian di

rundingkan dan disepakati bersama. Dalam kaitannya dengan penelitian kualitatif

ini, Nasution (1996:8-9) menyebutnya dengan penelitian naturalistik kualitatif dan

memiliki ciri-cin antara lain : (a) data diperoleh langsung dari setting alam; (b)

penentuan sampel ditentukan secara purposive; (c) instrumen utama adalah

peneliti; (d) bersifat deskriptif analitik dengan demikian lebih menekankan proses

dari pada hasil; (e) pendekatan analisis dilakukan secara mduktif; (f) mengutamakan makna yang terkandung dibalik data.

Dalam penelitian kualitatif, pengertian dan hasil interpretasi yang

diperoleh dirundingkan dan disepakati oleh manusia yang dijadikan sebagai

sumber data. Hal ini disebabkan :pertama susunan kenyataan dari merekalah

yang akan diangkat oleh peneliti; kedua, hasil penelitian bergantung pada hakikat dan kualitas hubungan antara pencan dengan yang dican; ketiga, konfirmasi hipotesis kerja akan menjadi lebih baik venfikasinya apabila diketahui dan konfirmasikan oleh orang-orang yang ada kaitannya dengan yang diteliti.

Dari uraian di atas jelaslah bahwa dalam penelitian kualitatif instrumen

penelitian yang utama adalah peneliti sendiri. Dalam hal ini, peneliti akan menganalisis tentang prosedur penyusunan perencana strategik pendidikan dan

(25)

pelatihan aparatur dan menganalisis posisi stakeholder dalam proses penyusunan

perencana strategik tersebut pada Badandiklatda Propinsi Jawa Barat. Analisis

secara mendalam berdasarkan kajian teori, setelah diperoleh gambaran yang jelas

dan lengkap tentang aspek-aspek yang diteliti.

B. Sumber Data Peneliti

Penelitian yang berkualitas akan sangat ditentukan oleh sumber data yang

berada pada lokus penelitian. Dalam penelitian kualitatif, menurut Lotland dan

Lotland (Moleong, 2001:112) sumber data utama adalah kata-kata dan tindakan

selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan Iain-lain. Berkaitan dengan

hal itu pada kajian ini jenis datanya dikaji ke dalam kata-kata dan tindakan,

sumber data tertulis, foto dan statistik.

Dalam kaitannya dengan penelitian ini, maka yang dijadikan sumber data

oleh penulis meliputi :

1. Kata-kata dan tindakan.

Pencatatan sumber data utama melalui wawancara atau pengamatan berperan serta merupakan hasil antara gabungan dari kajian melihat, mendengar dan bertanya. Mengingat peneliti menjadi pengamat berperan serta

pada latar penelitian ini, maka ketiga gambaran secara efektif, walaupun

ketiga kegiatan tersebut adalah kegiatan yang biasa dilakukan secara sadar, terarah guna diperolehnya informasi yang diperlukan.

2. Sumber tertulis.

Sumber tertulis merupakan sumber kedua setelah kata-kata dan tindakan,

akan tetapi sumber data ini tidak bisa diabaikan, sumber data yang dalam

bentuk tulisan ini meliputi dokumen resrni dalam bentuk laporan, buietin,

pedoman-pedoman kerja, dokumen perencanaan, hasil evaluasi dan data-data

Badandiklatda Propinsi Jawa Barat yang tersimpan di unit kearsipan.

(26)

3. Foto

Foto merupakan data deskriptif yang cukup berharga dan akan digunakan

oleh peneliti untuk menelaah segi-segi subjektif dan hasilnya akan digunakan secara induktif, foto yang akan peneliti gunakan sebagai sumber data ialah : (1) Foto yang diambil sendiri oleh peneliti di latar penelitian.

(2) Foto yang dihasilkan oleh orang lain sebagai dokumen resmi dari berbagai kegiatan Badandiklatda.

Tempat pelaksanaan penelitian seperti yang telah diuraikan terdahulu adalah di Badandiklatda Propinsi Jawa Barat dengan fokus masalah adalah proses

penyusunan perencanan strategik dan bagaimana keterlibatan stakeholder dalam proses penyusunan tersebut. Dalam menentukan mfonnan awal ini peneliti menggunakan teknik purposive sampling dengan memilih staf pimpinan di

Badandiklatda mulai dari Kepala Badan, Sekretaris, Kepala-Kepala Bidang yang

selanjutnya menggelinding ke sumber data lainnya baik itu sumber data manusia, dokumentasi, data statistik atau pun situasi yang sesuai dengan kebutuhan data yang diperlukan.

Dalam menentukan dan menetapkan informan baik awal atau benkutnya,

peneliti berpegang pada persyaratan informan sebagai benkut:

(1) Mereka yang terlibat langsung/partisan dalam penyusunan perencanaan

strategik Badandiklatda Propinsi Jawa Barat.

(2) Mereka yang tidak terlibat langsung tetapi dipandang menguasai atau memahami tentang proses penyusunan perencanaan strategik

Badandiklatda.

(3) Mereka yang memiliki waktu dan kesempatan untuk dimintai keterangan yang diperlukan.

(27)

C. Teknik Dan Instrumen Pengumpulan Data.

Teknik penelitian sebagai salah satu bagian penelitian merupakan salah

satu unsur yang sangat penting. Dalam penelitian ini teknik yang digunakan

bersifat deskriptif analitik yang lebih menekankan pada perekaman situasi yang

terjadi dalam konteks masalah yang dibahas. Oleh karena itu alat utama bagi

pengumpulan data adalah observasi, wawancara dan studi dokumentasi.

Sejalan dengan hal tersebut, E. Kusmana (1984:94) menjelaskan bahwa metode deskriptif analitik memungkinkan adanya suatu langkah evaluatif atau keadaan yang nyata terjadi, juga memungkinkan peneliti memberikan

masukan-masukan yang dianggap berguna dan bermanfaat dari aspek yang dikaji atau ditelaah terhadap masalah di lapangan. Dengan demikian hasilnya akan memberikan suatu analisa yang lebih mendalam terhadap kondisi yang terjadi.

Dalam kaitannya dengan pengumpulan data yang penulis butuhkan

dilapangan, penulis menggunakan :

(1) Pengamatan (observasi).

Menurut Moleong (2001:126). pengamatan dapat diklasifikasikan atas

pengamatan melalui cara berperan serta dan yang tidak berperan serta. Dalam

pengamatan tanpa peran serta pengamat hanya melakukan satu fungsi yaitu

mengadakan pengamatan. Pengamat berperan serta melakukan dua peranan sekaligus, yaitu sebagai pengamat dan sekaligus menjadi angota resmi dari

kelompok yang diamatinya.

Dalam penelitian ini peneliti melakukan pengamatan berperan serta karena peneliti sekaligus melakukan dua peran yaitu sebagai pengamat dan anggota resmi

yang diamati.

(2) Wawancara

Yang dimaksud dengan wawancara disini ialah pcrcakapan dengan para

pelaku dilapangan dengan maksud untuk memperoleh data sebanyak-banyaknya.

Maksud dari pada wawancara ini menurut Lincoln dan Guba (Moleong,

2001:135) antara lain : mengkonstruksikan mengenai orang, kejadian, kegiatan,

(28)

/m.

organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan Iain-lain 'kebltlatorj

mengkonstruksikan kebulatan-kebulatan demikian sebagai yang dialannma^"

lalu; memproyeksikan kebulatan-kebulatan sebagai yang telah diharapkan untuk

dialami pada masa yang akan datang; memverifikasi, mengubah dan memperluas

informasi yang diperoleh dari orang lain baik manusia maupun bukan manusia

(tnanggulasi); dan memverifikasikan, mengubah dan memperluas konstruksi yang

dikembangkan oleh peneliti.

Dalam hubungan dengan instrumen im, peneliti menggunakan teknik

wawancara dengan pendekatan petunjuk umum wawancara. Dimana peneliti

terlebih dahulu membuat kerangka dan garis besar pokok-pokok pertanyaan yang

akan disampaikan di lapangan. Hal ini dimaksudkan agar memperoleh kebulatan

data yang mengarah kepada upaya menjawab pertanyaan peneliti.

(3) Catatan lapangan.

Catatan lapangan merupakan hal yang sangat penting

pada waktu

melakukan pengamatan atau wawancara dengan para responden. Catatan sangat

berperan sebagai alat perantara antara apa yang dilihat, didengar, dirasakan.

dicium, diraba, dengan catatan yang sebenarnya. Catatan ini akan dilihat dan

disusun secara naratif sehingga merupakan informasi yang akurat untuk

mendukung pembahasan masalah penelitian.

Pada dasamya catatan lapangan ini berisi dua bagian. Pertama, bagian

deskriptif yang berisi gambaran tentang latar pengamatan orang, tmdakan dan

pembicaraan. Kedua, bagian reflektif yang berisi kerangka berpikir dan pendapat

peneliti, gagasan dan kepeduliannya (Bogdan dan Bakler, 1982)

(4) Dokumen.

Dokumen yang dimaksud disini ialah setiap bahan yang tertulis atau

terekam baik dalam bentuk film, pita rekaman atau CD, foto dan Iain-lain yang

ada keterkaitannya dengan masalah yang diteliti. Dokumen mempakan sumber

data yang sangat penting, karena sifatnya stabil, kaya dan kontributif untuk

dimanfaatkan dalam menguji, menafsirkan dan bahkan meramalkan sesuatu.

56

} •'/

(29)

Dokumen ini menurut Moleong (2001:161/162) teridiri dari : Dokumen

pribadi yaitu catatan atau karangan secara tertulis tentang tindakan, pemyataan

dan kepercayaannya. Dokumen resmi terdiri dari internal dan ekstemal. Dokumen

internal terminal memo, pengumuman, instruksi, aturan suatu lembaga risalah

rapat, aturan kantor dan Iain-lain. Dokumen demikian dapat menyajikan infonnasi

tentang keadaan, aturan, disiplin dan dapat memberikan petunjuk tentang gaya

kepemimpinan. Dokumen ekstemal berisi bahan-bahan informasi yang dihasilkan

oleh suatu lembaga misalnya makalah, buletin, pemyataan di media massa dan

sebagainya. Kajian isi atau content analysis yaitu suatu teknik penelitian untuk

keperluan mendeskripsikan secara objektif sistematis dan kuantitatif tentang data

atau dokumen hasil temuan di lapangan. Dalam hal ini Weber (Moleong,

2001:163) menyatakan bahwa kajian isi adalah metodologi penelitian yang

memanfaatkan seperangkat prosedur untuk menarik kesimpulan yang sahih dari

sebuah buku atau dokumen.

D. Tahap-Tahap Penelitian

Sebagaimana dikemukakan di atas bahwa dalam penelitian kualitatif

peneliti sebagai alat utama, hal ini merupakan ciri spesifik yang membedakan dengan penelitian kuantitatif demikian pula halnya dalam tahapan penelitian,

langkah-langkah yang ditempuh oleh peneliti memiliki spesifikasi tersendiri. Menurut Nasution (1992:5) langkah penelitian meliputi tahapan : (1) Orientasi;

(2) Eksplorasi; dan (3) Member check.

Bogdan (Moleong, 2001:85) menyajikan tiga tahapan yaitu (1) Pra

lapangan; (2) Kegiatan lapangan; dan (3) Analisis mtensif. Lebih rinci lagi,

Lotland dan Lofland (Moleong, 2001:85) mengajukan 11 langkah yaitu (1) Mulai

dan tempat anda berada; (2) Menilai latar penelitian; (3) Masuk lapangan, (4) Bersama lapangan; (5) Mencatat dengan hati-hati; (6) Memikirkan satuan; (7) Mangajukan pertanyaan; (8) Menjadi tertarik; (9) Mengembangkan analisis; (10)

Menulis laporandan(11)Membimbingakibat.

(30)

Dari ketiga pendapat tersebut, penulis memilih dan memodifikasi tahapan

penelitian sebagai berikut:

Tahap Pra lapangan :

Dalam tahapan ini beberapa kegiatan yang peneliti lakukan meliputi :

(a) menyusun rancangan penelitian, tennasuk didalamnya mempersiapkan

instrumen yang akan digunakan; (b) menentukan lapangan penelitian, dalam hal

ini penulis mempertimbangkan teori substantif dalam hal ini perencanaan

strategik pendidikan, untuk kemudian menjajaki lapangan untuk melihat sejauh

mana kesesuaian dengan kenyataan yang ada dalam lapangan; (c)

menyelesaikan penzinan meliputi : (1) meminta surat pengantar dari PPS-UP1;

(2) menyampaikan surat izin tersebut kepada instansi yang dijakdikan lokus penelitan yaitu Badandiklatda Propinsi Jawa Barat; (3) mempersiapkan

persyaratan yang diperlukan. (d) melakukan pendekatan dengan para responden

untuk meminta kesediannya membenkan informasi yang dibutuhkan.

Tahap Pekerjaan Lapangan

Tahap ini mempakan tahap penelitian, yakni menjaring data yang

dibutuhkan peneliti sesuai dengan fokus dan tujuan penelitian. Dalam hal ini

peneliti melakukan wawancara dengan para responden yang dipandang

representatif yang memungkinkan terjadinya data yang akurat.

Untuk lebih melengkapi data peneliti juga melakukan studi dokumentasi

dengan harapan dapat memperoleh fakta yang lebih aktual yang ada

keterkaitannya dengan proses penyusunan perencanaan strategik pada

Badandiklatda Propinsi Jawa Barat.

Tahap Member Check

Pada tahapan ini peneliti melakukan pengkajian data untuk melihat tingkat

akurasi sehingga data yang akan dianalisis dapat dipertanggungjawabkan, untuk

itu penulis melakukan konfirmasi ulang kepada responden yang ada. Selanjutnya untuk melakukan pengecekan akhir tentang keabsahan data, peneliti melakukan trianggulasi dengan memilih responden atau nara sumber sebagai

(31)

pembanding data dan informasi. Pelaksanaanya dilakukan bersamaan pada tahap

eksplorasi data sehingga peneliti dapat mengoptimalkan waktu serta tenaga,

sedang data yang dikomparasi dirasakan masih segar. Responden yang dipilih

adalah para pejabat struktural dan fungsional yang tidak dikategorikan sebagai

responden utama.

E. Prosedur Dan Analisis Data

Persoalan yang dihadapi oleh peneliti kualitatif dalam menganalisis data

adalah tidak adanya prosedur baku yang dapat dijadikan pedoman atau pola

analisis. Hal ini sejalan dengan pendapat Nasution (1998) yang menyatakan

bahwa analisis data memerlukan kreativitas serta kemampuan intelektual yang tinggi dari peneliti. Lagi pula tidak ada cara tertentu yang dapat diikuti untuk

mengadakan analisis, sehingga setiap peneliti harus mencari sendiri metoda yang dirasakan cocok dengan sifat penelitiannya.

Data yang telah terkumpul dianalisis secara induktif dan berlangsung

selama pengumpulan data di lapangan serta dilakukan secara terus menerus. Prosedur kegiatan yang dilakukan meliputi : mereduksi data, menyajikan data,

display data, menarik kesimpulan dan melakukan verifikasi (Nasution 1992,

Moleong 2001).

Yang dimaksud dengan mereduksi data yaitu proses membuat abstraksi data. Abstraksi merupakan usaha peneliti untuk membuat rangkuman yang inti,

proses, dan pemyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada di dalamnya

(Moleong 2001:190).

Display data adalah laporan data yang sudah direduksi untuk dilihat

kembali gambarannya secara keselumhan. Kemudian peneliti menarik

kesimpulan dan verifikasi, hal ini dilakukan sejak awal terhadap data yang

diperoleh. Dalam hal ini grounded theory diterapkan, makin banyak data yang

terkumpul maka kesimpulan sementara yang dibuat makin memiliki nilai

(32)

keakurasian tinggi. Oleh karena itu verifikasi terhadap kesimpulan sementara terus berlanjut sampai diperolehnya kesimpulan penelitian.

Kriteria reduksi data yang peneliti gunakan adalah : (1) mengarahkan perhatian langsung kepada fenomena dari pangalaman sebagaimana fenomena tersebut manampakkan dirinya; (2) mendeskripsikan pengamatan dan tidak menerangkan; (3) memberikan pembobotan secara horizontal terhadap semua fenomena yang secara langsung menampakkan diri; (4) mencari dan meneliti

struktur dasar fenomena tersebut untuk mengurangi tingkat keragaman.

Kriteria pertama mengisyaratkan patokan atau acuan yang berhubungan dengan transformasi pengalaman dari pengamalan dasar terhadap pengamatan lapangan. Patokan kedua berarti peneliti mengungkapkan suatu bidang-bidang

murni tanpa dibumbui keterangan subjektif dengan harapan mgin menjelaskan

apa yang dibalik fenomena tersebut. Patokan yang ketiga memberikan kepada peneliti untuk tidak terkontaminasi oleh anggapan bahwa realita yang satu lebih penting dari yang lain, menghindarkan diri dari penangguhan

keputusan-keputusan atau anggapan yang mungkin menggangu pembacaan fenomena sebelum terungkap kejelasan yang nyata. Pada patokan keempat berkaitan dengan tahapan ideasi dalam rangka mengungkap struktur dasar yang melandasi

sasaran pengamatan tersebut.

Dalam menguji keabsahan data atau infonnasi selama penelitian ini,

digunakan beberapa teknik antara lain perpanjangan jangkauan waktu penelitian

di lapangan, diskusi dengan kawan sejawat, meningkatkan intensitas pengamatan dan trianggulasi. Hal ini sejalan dengan pendapat Moleong (2001)

bahwa dalam menguji keabsahan data diggunakan 7 teknik, yaitu perpanjangan

kehadiran peneliti/pengamat , pengamatan terns menerus, trianggulasi, diskusi

dengan kawan sejawat, analisis kasus negatif, pengecekan atas kecukupan

referensial dan pengecekan anggota.

Untuk lebih jelasnya tahapan-tahapan penelitian dapat dilihat pada bagan

sebagai berikut:

(33)

STUDI KEPUSTAKAAN TAHAPI

PRA LAPANGAN

i +

PENGAMATAN AWAL DOKUMENTASI

PENYUSUNAN DESAIN PENELITIAN TAHAP II KEGIATAN LAPANGAN WAWANCARA TAHAP 111 MEMBER CHECK PERPANJANGAN WAKTU TAHAP IV LAPORAN PENELITIAN PENYELESAIAN ADMINISTRATE PENGUMPULAN DATA OBSERVASI KLASIFIKAS1 DATA ANALISIS DATA PENGUMPULAN ANALISIS DATA AZAS TRIANGGULASI DOKUMENTASI KONSEP TEORI TRIANGGULASI

~1

DISKUSI OBSERVASI DOKUMENTASI

[image:33.595.85.461.72.681.2]

KLASIFIKASI ANALISIS PEMAKNAAN DRAFT LAPORAN SEMINAR DRAFT LAPORAN

GAMBAR 10 TAHAP-TAHAP PENELITIAN

(34)

J

(35)

BAB V

*),.'<• ^

PEMBAHASAN IMPLEMENTASI PERENCATki^T

STRATEGIK BADANDIKLATDA PROPINSI JAWA BARAT

Dalam bab ini penulis akan melakukan analisis terhadap hasil penelitian

yaitu perencanaan strategik pendidikan dan pelatihan aparatur melalui pendekatan

partisipaton stakeholder pada Badandiklatda Propinsi Jawa Barat. Sistematika

analisis disesuaikan dengan fokus masalah yang diteliti dalam penelitian

meliputi : prosedur yang ditempuh Bandiklatda dalam merumuskan perencanaan

strategik pendidikan dan pelatihan aparatur, pihak-pihak yang berkepentingan

yang terlibat langsung dalam proses penyusunan perencanaan strategik dan

upaya-upaya yang dilakukan Badandiklatda dalam menganalisis stakeholder.

Dan hasil kajian ini akan dilakukan analisis secara umum tentang Rencana

Strategik Badandiklatda menggunakan analisis SWOT.

A. Penerapan Perencanaan Strategik Pendidikan Dan Pelatihan Aparatur

Menurut penulis ada beberapa hal yang memang menarik untuk di analisis,

permasalahan pertama adalah model perencanaan strategik yang digunakan oleh

team kerja Renstra. Model perencanaan yang dikembangkan adalah model

Renstra Lembaga Administrasi Negara RI dan Badan Pengawasan Keuangan dan

Pembangunan yang berlandaskan teori model Whittaker (LAN RI,2000:3) yang

kemudian dimodifikasi dan disesuaikan dengan unsur-usur Renstra yang tertuang

pada Inpres NO. 7 tahun 1999.

Pada model Whittaker, prosedur renstra digambarkan sebagai berikut:

(36)
[image:36.595.114.474.140.562.2]

GAMBAR 11

Model Perencanaan Whittaker

Mission Vision Value Internal

Analysis

External

Analysis

CSF Critical

success factor

Strategic Analysis and

choice

Asumption

Goal

Monitor

Implement and

Provide Feed

Back

95.

Coorporate Objective and

Strategy

Estabilish

accountability implement plan

M A

N

A

G E

M E N

(37)

Berangkat dari model Whittaker tersebut, kemudian LAN dan BPKP

mengembangkannya menjadi model Inpres No. 7tahun 1999, dimana ditetapkan

bahwa dalam merumuskan dan mempersiapkan perencanaan strategik organisasi

harus :

1. Menentukan visi, misi, tujuan dan sasaran yang akan dicapai

2. Mengenai,

lingkungan dimana organisasi mengimplementasikan

interaksinya, temtama suasana pelayanan yang wajib diselenggarakan oleh

organisasi kepada masyarakat. "

3. Melakukan berbagai" analisis yang bermanfaat dalam positioning

organisasi dalam percaturan memperebutkan kepercavaan pelanggan

4. Mempersiapkan semua faktor penunjang yang diperlukan temtama dalam

mencapai keberhasilan operasional organisasi

5. Menciptakan sistem umpan bal.k untuk mengetahui efektifitas pencapaian

implementasi perencanaan strategik.

Prosedur yang ditempuh oleh Badandiklatda dalam penyusunan Renstra

dimula, dan penetapan visi, misi dan nilai/value. kemudian dilanjutkan dengan

pengkajian lingkungan srategik organisasi internal dan ekstemal, dan menetapkan

faktor-faktor kunci keberhasilan.

Tahap selanjutnya menetapkan tujuan dan sasaran serta menetapkan

cara-cara mencapai tujuan dan sasaran tersebut.

Sejauhmana efektifitas model perencanaan strategik yang dikembangkan

oleh Badandiklatda, kita bandmgkan dengan model yang dikembangkan oleh John

M. Bryson, langkah-langkah penyusunan perencanaan strategik model Bryson

adalah (2001;55)

1• Memprakarsai dan menyepakati suatu proses perencanaan strategik.

2. Mengidentifikasi mandat organisasi.

3. Memperjelas misi dan nilai-nilai organisasi.

4. Menilai lingkungan ekstemal peluang dan ancaman.

5. Menilai lingkungan internal kekuatan dan kelemahan.

6. Mengidentifikasi isu startegik yang dihadapi organisasi.

7. Merumuskan strategik untuk mengelola isu-isu.

8. Menciptakan visi organisasi yang efektif bagi masa depan.

(38)

Menumt Bryson langkah pertama adalah memprakarsai dan menyepakati

suatu proses perencanaan

strategik.

Tujuannya adalah

menegosiasikan

kesepakatan dengan orang-orang penting pembuat keputusan atau pembentuk

opmi internal dan mungkin ekstemal tentang seluruh upaya perencanaan strategis,

langkah ini dilakukan oleh Badandiklatda melalui pembentukan team penyusun

Renstra yang terdiri dari para pejabat struktural dan fungsional di lingkungan

Badandiklatda.

Hal lain yang berbeda dengan model Bryson adalah penetapan visi

organisasi merupakan proses yang terakhir, walaupun menumtnya penetapan visi

organisasi tidak harus dibelakang dalam arti organisasi boleh menetapkan visi

lebih dahulu dalam proses penyusunan Renstra, namun dikhawatirkan organisasi

tidak mampu mengembangkan visi keberhasilan secara menyeluruh. Visi yang

menantang tetapi realistik mewakih ketegangan antara apa yang diinginkan dan

apa yang dapat dimiliki organisasi.

Dalam kaitannya dengan visi Badandiklatda ditetapkan : Memadi

Badandiklatda yang

handal

untuk menciptakan aparatur yang profesional.

Menurut Konzes dan Posner (Bryson, 2001 ;70) visi yang baik memiliki

sitat-sitat sebagai berikut :

Visi itu memfokuskan kepada masa depan yang lebih

baik, mendorong harapan dan impian. menarik nilai-mlai umum, menyaiakan

hasil yang positif menekankan kekuatan kelompok yang bersatu, menggunakan

bahasa, gambar, rekaan, metafbra dan mengkomimikasikan entusiasme dun

ricgeniu iraan.

Sedangkan Rogus (C. Tumey, et al, 1992; 113) mengemukakan definisi

visi sebagai berikut :A vision is an image of a realistic credible and attractive

ideal, future for a school or organization, given the contex and environment in

which it operates ".

Dari definisi di atas diperoleh kejelasan bahwa visi merupakan kondisi

ideal, organisasi di masa mendatang yang realistik dapat dipercaya dan

menantang. Visi yang realistik ialah visi yang memperhitungkan potensi serta

permasalahan yang dihadapi organisasi. Visi bersifat

credible

dalam arti mampu

memecahkan masalah-masalah yang sedang dihadapi oleh organisasi baik internal

maupun ekstemal. Visi hams menantang dalam arti mendorong organisasi untuk

(39)

lebih bersungguh-sungguh kerja keras dan konsisten dalam melaksanakan

programnya.

Jika kita mengkaji faktor kelemahan dan potensi yang ada pada Badandiklatda, maka menurut hemat penulis visi Badandiklatda yang handal,

dirasakan masih belum jelas arahnya. Kelemahan yang dirasakan pada

Badandiklatda adalah kurangnya aparat yang profesional. Sehingga berdampak

langsung terhadap manajemen diklat yang hingga saat ini belum profesional.

B. Keterlibatan Stakeholder Dalam Penyusunan Renstra.

Sebagaimana dikemukakan pada Bab II, yang dimaksud dengan

stakeholder adalah pihak-pihak yang berkepentingan dan berpengaruh terhadap

kekuatan organisasi baik yang berada di dalam maupun di luar organisasi.

Berdasarkan hasil kajian pada Bab IV, penyusunan perencanaan startegik diklat

aparatur pada Badandiklatda sudah cukup baik. Walaupun demikian keterlibatan stakeholder terutama yang ekstemal secara langsung belum dilaksanakan secara

optimal. Namun aspirasi yang berkembang dari berbagai pertemuan evaluasi

program, loka karya kediklatan dan sebagainya, dijadikan bahan yang cukup

berharga bagi team penyusun Renstra.

Ketidak

terlibatan

langsung

stakeholder

ekstemal

akan

sangat

mempengaruhi terhadap bobot kualitas Renstra itu sendiri terutama dalam proses

analisis lingkungan ekstemal, yang pada gilirannya berpengaruh terhadap strategi

dan program yang dicanangkan dalam Renstra tersebut. Hal ini sejalan dengan

pendapat Bryson (2001:57-60) keterlibatan stakeholder sangat penting terutama dalam menetapkan misi organisasi. Menetapkan misi lebih dari sekedar mempertegas keberadaan organisasi, akan tetapi dapat mengurangi banyak konflik

yang tidak perlu dalarn suatu organisasi.

Kesepakatan tentang maksud-maksud berarti menetapkan gelanggang di

mana organisasi akan berkompetisi setidak-tidaknya merencanakan jalan masa

(40)

depan. Oleh karena itu sebelum mengembangkan pemyataan misi, organisasi hams menyempurnakan analisis stakeholder yang dimulai dengan identifikasi:

Stakeholder organi sasi;

- Taruhan mereka dalam organisasi atau hasilnya;

- Kriteria mereka untuk memulai kinerja organisasi dan bagaimana seharusnya

organisasi bersikap terhadap kriteria tersebut.

Analisis stakeholder yang lengkap harus mengidentifikasi apa kebutuhan

organisasi dari stakeholdernya.

Sedangkan Amin Widjaja Tunggal, (1994;41) mengemukakan

langkah-langkah yang perlu di ambil berkaitan dengan stakeholder :

(1) Identifikasi stakeholder;

(2) Memahami tuntutan khusus stakeholder yang berhadapan dengan perusahaan;

(3) Rekonsiliasi tuntutan ini dan penugasan prioritas terhadap

tuntutan-tuntutan tersebut;

(4) Koordinasi tuntutan-tuntutan dengan unsur-unsur lain dari misi perusahaan.

C. Upaya-Upaya Badandiklatda Dalam Menganalisis Posisi Stakeholder.

Badandiklatda sebagai satu-satunya lembaga kediklatan pada Pemenntah Propinsi Jawa Barat, merupakan lembaga yang sangat strategis. Mengingat jumlah aparatur yang sangat banyak baik dari segi kuantitas, fungsi dan substansi tugas, maka Badandiklatda dalam menyusun rencana strategik harus melibatkan berbagai unsur/instansi yang terkait, dari mulai instansi pembina, pembuat kebijakan, dan instansi pengguna. Oleh karena itu Badandiklatda seyogyanya berupaya untuk melakukan langkah-langkah konkrit dalam memposisikan stakeholder internal dan ekstemal secara proporsional.

Berdasarkan fakta dilapangan, Badandiklatda belum melakukan analisis

posisi stakeholder secara tepat, keterlibatan stakeholder internal dan ekstemal

(dalam hal ini BPKP) berdasarkan fungsi masing-masing.

(41)

Sebagaimana yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, analisis

posisi stakeholder yang dikembangkan oleh Wahab dan Ananto Kusuma, proses

analisis posisi stakeholder diarahkan kepada dua kegiatan utama, yaitu identifikasi

dan pemetaan stakeholder. Dalam hal ini Badandiklatda belum melakukan

langkah yang kedua yaitu pemetaan stakeholder, yaitu mengukur tingkat kekuatan

dan keterdugaan serta tingkat kekuatan dan kepentingan. Dengan demikian

penempatan posisi stakeholder belum dilakukan secara proporsional .

D. Analisis SWOT

Berdasarkan

kajian

tentang

implementasi

perencanaan

Strategik

Badandiklatda dapat dianalisis faktor-faktor lingkungan strategis sebagai berikut:

FaktorKekuatan :

1. Dasar Hukum Renstra yang kuat yaitu INPRES 7/99 tentang AKIP dan

visi Pemerintah Prop Jawa Barat

2. Eksistensi lembaga yang strategis ( PERDA No. 16/2000 )

3. Sasaran renstra diklat yang jelas.

4. Dukungan atasan yang cukup tinggi.

Faktor Kelemahan :

1. Substansi Renstra kurang aspiratif karena, belum terlibatnya stakeholder

kunci.

2. Kurangnya informasi.

3. Visi kurang realistic dan credible.

4. Kurang didukung oleh profesionalisme staf.

5. Kajian lingkungan ekstemal kurang mantap.

Faktor Peluang :

1. Adanya Stakeholder kunci.

2. Adanya dukungan instansi Pembina dan Pengendali.

(42)

3. Tuntutan dan kebutuhan diklat yang berkualitas tinggi.

4. Tuntutan masyarakat untuk terwujudnya good governance tinggi.

Faktor Tantangan:

1. Benturan kepentingan dengan lembaga / Instansi Teknis. 2. Kompetitif dengan lembaga diklat yang terakreditasi.

3. Arogansi Pemerintah Kab / Kota sebagai akibat kesalah pahaman konsepsi

otonomi

4. Pemanfaatan alumni yang belum jelas karena tidak tegasnya karier PNS.

Dan keeempat faktor di atas dapat dilakukan kajian strategis sebagai

berikut:

Strategi: Kekuatan- Peluang

1 Berdayakan dasar hukum untuk terpenuhinya tuntutan masyarakat dalam

menciptakan good governance.

2. Berdayakan dukungan atasan yang tinggi dalam memenuhi kebutuhan diklat untuk meningkatkan professionalisme aparatur.

3. Pertajam substansi Renstra diklat dengan memanfaatkan " Stakeholder

ekstemal kunci " sehingga lebih aspiratif.

4. Manfaatkan keberadaan lembaga Badandiklatda yang strategis dengan

dukungan instansi Pembina dan Pengendali.

Strategi: Kekuatan -Ancaman

1. Manfaatkan dukungan atasan dalam mengatasi benturan kepentingan

dengan lembaga / instansi Teknis.

2. Berdayakan kelembagaan Badandiklatda yang strategis ( Perda 16/2000 )

dalam mengatasi kompetitif dengan lembaga-lembaga diklat yang

terakreditasi .

3. Berdayakan dasar hukum dalam mengatasi sikap arogansi Pemerintah

Kab/Kota akibat kesalah pahaman otonomi.

(43)

4. Pertajam Sasaran Renstra diklat dalam upaya optimalisasi pemanfaatan

alumni diklat akibat tidak jelasnya pola karir.

Strategi: Kelemahan - Peluang

1. Tingkatkan kualitas substansi Renstra diklat melalui pemanfaatan secara

optimal Stakeholder Ekstemal Kunci.

2.

Lengkapi informasi melalui dukungan instansi Pembina dan Pengendali.

3. Pertegas visi agar lebih realistic dan credible , melalui dukungan

stakeholder kunci.

4. Tingkatkan profesionalisme staf dalam memenuhi kebutuhan diklat yang

bennutu.

5. Monitoring pemanfaatan alumni dalam mendukung terwujudnya

kebutuhan dan tuntutan masyarakat terhadap good governance

Strategi: Kelemahan-Ancaman

1. Tingkatkan kualitas substansi Renstra diklat dengan melibatkan

stakeholder kunci agar lebih kompetitif dengan lembaga- lembaga diklat

yang terakreditasi.

2. Lengkapi informasi untuk mengurangi benturan kepentingan dengan

lembaga/instansi teknis.

3. Pertegas visi agar lebih realistic dan credible dalam upaya merubah sikap

arogansi pemerintah Kab/Kota.

4. Tingkatkan pengkajian lingkungan ekstemal agar lebih mengoptimalkan

pemanfaatan alumni diklat.

Dari hasil analisa SWOT faktor yang menjadi isu strategis sebagai

Critical

Success Factor

adalah

Strategi Kelemahan dan Peluang

Dengan demikian

CSF disusun dengan urutan sebagai berikut:

1. Tingkatkan kualitas substansi perencanaan strategik diklat melalui

pemanfaatan stakeholder ekstemal kunci secara proporsional.

(44)

2. Pertegas visi Badandiklatda agar lebih realistic dan credible dengan

memposisikan stakeholder kunci secara proporsional.

3. Tingkatkan profesionalisme staf di bidang kediklatan dalam upaya

memenuhi kebutuhan diklat yang bennutu bagi terwujudnya aparatur yang

profesional.

4. Lengkapi informasi kediklatan melalui dukungan intansi Pembina dan

Pengendali.

5. Monitor secara efektif pemanfaatan alumni diklat dalam mendukung

terwujudnya tuntutan masyarakat tentang good governance.

(45)

'.fv_..:i :.:..

t••.!""• •••—• ••••••

'-."t.:i,:>i.s.:.,K!-!:;:::.:v ,;.:»:HHSs::sh:j>«!

(46)

BAB VI

ALTERNATIF MODEL HIPOTETIK

IMPLEMENTASI PERENCANAAN STRATEGIK

Berdasarkan hasil analisis SWOT faktor kunci keberhasilan (Critical Sucess Factor) adalah sejauhmana keterlibatan stakeholder kunci dalam penyusunan perencanaan strategik Badandiklatda. Dengan demikian dalam proses perencanaan strategik pendidikan dan pelatihan ini, Badandiklatda harus mampu memposisikannya secara proporsional.

Hasil kajian di lapangan menggambarkan bahwa model Renstra yang dikembangkan oleh Badandiklatda belum melakukan analisis posisi stakeholder. Keterlibatan mereka hanya lebih bersifat fungsional struktural, sehingga stakeholder kunci terutama stakeholder ekstemal kurang memberikan kontribusi terhadap substansi Renstra. Oleh karena itu model perencanaan strategik yang dikembangkan oleh Badandiklatda perlu mendapat penyempurnaan lebih jauh. terutama mempertajam tahapan awal yaitu melakukan analisis posisi stakeholder seperti yang digambarkan dalam paradigma penelitian.

Menurut hemat penulis, model hipotetik yang dapat dikembangkan dalam perencanaan strategik pendidikan dan pelatihan aparatur adalah model yang dikemas oleh Abin Syamsudin seperti yang telah dikemukakan pada bab II

gambar 6. Dalam model tersebut di kembangkan 5 tahapan proses penyusunan perencanaan strategik yaitu :

1. Prolog, meliputi analisis pihak berkepentingan, perumusan visi dan tujuan serta perumusan Bidang Hasil Pokok (BHP).

2. Pra perencanaan, yaitu melakukan analisis posisi untuk melihat kekuatan, kelemahan, peluang serta tantangan yang hams dihadapi oleh

Badandiklatda.

3. Penyusunan rencana, meliputi kegiatan pemmusan sasaran dengan

memperhitungkan berbagai asumsi dan kebijakan, kemudian menentukan

strategi dan program.

(47)

4. Implementasi rencana.

5. Pengendalian evaluasi dan umpan balik.

Dari kelima tahapan tersebut yang perlu mendapat penajaman adalah tahapan pertama, yaitu prolog meliputi analisis pihak berkepentingan, perumusan

visi, misi dan tujuan serta perumusan Bidang Hasil Pokok (BHP).

Dalam kaitannya dengan analisis posisi stakehoder, Badandiklatda belum

melakukannya secara proporsional, kegiatan yang dilakukan baru melibatkannya secara fungsional sehingga tidak diperoleh kejelasan mana posisi kunci mana yang bukan kunci. Dalam analisis posisi stakeholder ini kita dapat menggunakan

matrik kekuatan dan keterdugaan seperti dibawah ini

Rendah Kekuatan

Tinggi

Keterdugaan Tinggi Rendah

A

Sedikit Masalah

B

Tak terduga tapi

Dapat dikelola

C

Kuat tapi dapat di

Duga

D

Ancaman terbesar atau peluang

Kotak A, terdiri dari stakeholder yang memiliki kekuatan rendah tetapi keterdugaannya tinggi, akan didapati sedikit masalah, tetapi tidak bisa diabaikan

termasuk didalamnya : Staf Badandiklatda, para pejabat fungsional selain

widyaiswara.

Kotak B, Stakeholder memiliki kekuatan rendah dan keterdugaan juga rendah yaitu Dinas/lnstansi pengguna alumni. Stakeholder ini perlu mendapat

(48)

perhatian karena dapat mempengamhi stakeholder pada kotak lainnya, terutama C

danD.

Kotak C, menunjukkan stakeholder memiliki kekuatan tinggi tetapi tetap

dapat diduga. Stakeholder kelompok ini perlu terus menems diantisipasi sikap dan

perilakunya. Termasuk dalam kelompok ini para pejabat stmktural

Badandiklatda, pejabat widyaiswara, Gubemur, Bapeda, Biro Kepegawaian, Biro

Penyusunan Program, Biro Keuangan, LAN RI, BKN, Badandiklatda Depdagri,

Pemerintah Kabupaten/Kota dan Alumni diklat yang tesebar di berbagai instansi. Kotak D, menunjukan bahwa stakeholder ini memiliki kekuatan yang

tinggi untuk menolak atau mendukung, akan tetapi sulit diduga. Dalam hal ini

Lembaga Legislatif Daerah yaitu DPRD, untuk menghadapinya Badandiklatda

harus mempunyai strategi khusus sesuai dengan kebutuhan serta situasi dan

kondisi yang dihadapi.

Disamping matriks di atas, Badandiklatda harus melihat dan memposisikan stakeholder dari aspekkekuatan dan kepentingan.

Kepentingan

Rendah Tinggi

Rendah Kekuatan

Tinggi

A

Usaha minimal

B

Terus diperhatikan

C

Terns diperhatikan

D Pemain kunci

Kotak A, menunjukkan bahwa stakeholder dalam kelompok ini memiliki

kekuatan rendah dan kepentingan rendah sehingga perencana hanya memerlukan

upaya minimal untuk mengatasinya, terdiri dari para pejabat fungsional selain widyaiswara dan staf biasa di Badandiklatda.

(49)

Kotak B, stakeholder memiliki kekuatan rendah tetapi kepentingan tinggi.

Para perencana hams tetap menaruh perhatian kepada kelompok ini, tennasuk di dalamnya para peserta didik, Dinas/lnstansi pengguna/pengirim.

Kotak C, menunjukkan bahwa stakeholder memiliki kekuatan tinggi tetapi kepentingan rendah, dan mempakan stakeholder yang paling sulit antara lain

Lembaga Legislatif Daerah (DPRD), disini perlu dibangun hubungan yang

proporsional.

Kotak D, menunjukkan stakeholder kunci yang memiliki kekuatan tinggi dan kepentingan tinggi, terdiri dan pejabat struktural, pejabat fungsional,

widyaiswara, Gubemur, Biro Kepegawaian, Bappeda, LAN RI dan BKN.

Melalui analisis posisi stakeholder ini, Badandiklatda akan dengan mudah

menetapkan stakeholder mana yang secara langsung terlibat dalam penyusunan

rencana strategik dan pihak yang hanya bersifat aspiratif

Dalam hubungannya dengan visi Badandiklatda, karena proses

penyusunan visi kurang memperhitungkan kajian lingkungan strategik, maka

menurut hemat penulis visi Badandiklatda dirasakan kurang realistic dan kurang

credible, seperti yang dikemukakan pada bab sebelumnya. Visi yang realistic ialah yang memperhatikan potensi yang dimiliki oleh organisasi, sedang visi yang

credible yaitu visi yang mampu memecahkan persoalan yang dihadapi oleh

organisasi.

Kalau kita mengkaji hasil analisis SWOT pada renstra Badandiklatda

dimana potensi yang dimiliki terdiri dari :

1. Tersedianya jumlah pegawai yang memadai.

2. Memiliki pengalamanyang cukup dalam penyelenggaraan diklat.

3. Jumlah widyaiswara yang memadai.

4. Adanya motivasi dan dedikasi kerja pegawai.

5. Adanya Peraturan Daerah No. 16/200.

Sedangkan faktor kelemahan Badandiklatda terdiri dari:

1. Kurangnya pegawai yang berkualifikasi pendidikan di bidang kediklatan. 2. Belum tersusunnya Need assesement yang lengkap.

(50)

3. Belum tersedianya jaringan Sistem Informasi manajemen kediklatan.

4. Anggaran yang tersedia belum secara proporsional menunjang tugas pokok

dan fungsi Badandiklatda.

5. Fasilitas pendidikan dan pelatihan belum optimal.

Visi Badandiklatda disarankan diubah menjadi : "Terwujudnya manajemen diklat yang profesional dalam menunjang terciptanya good

governance."

Dengan visi di atas, maka misi Badandiklatda diubah menjadi :

1. Menyusun kebutuhan diklat dengan kurikulum yang berbasis kompetensi. 2. Meningkatkan profesionalisme aparatur Badandiklatda di bidang kediklatan. 3. Menciptakan Net-Working dengan berbagai Lembaga Perguruan Tinggi,

Balai-Balai Latihan dalam penyelenggaraan diklat.

4. Menyediakan sarana dan prasarana pendidikan dan pelatihan yang memadai.

Agar misi bisa dilaksanakan dengan baik maka perlu ditetapkan secara jelas

tentang Bidang Hasil Pokok (BHP) atau Key Result Area (

Gambar

Tabel 2REKAPITULASI PEGAWAI NEGERI SD?IL PADA PEMERINTAH
Tabel 3
Gambar 01 Paradigma Penelitian
GAMBAR 10 TAHAP-TAHAP PENELITIAN
+3

Referensi

Dokumen terkait

Pokja ULP [Panitia Pengadaan] pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bolaang Mongondow akan melaksanakan Pelelangan [Umum] dengan pascakualifikasi untuk

16 Muhammad Yaumi, Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran, h. Jurnal Tabularasa .2009.digilib.unimed.. Realibitas adalah proses untuk menguji seberapa jauh perekembangan

Pada bulan Februari jenis cacat tertinggi terletak pada cacat label (lead cup) sebesar 1168 buah, cacat gelas penyok dengan jumlah cacat 1137 buah, cacat gelas bocor dengan

Korupcinio pobûdþio nusikalstamø veikø objektas yra valstybës tarnyba, kaip teisiniø santykiø, atsirandanèiø ági- jus valstybës tarnautojo statusà, jam pasikeitus ar já

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur sifat fisik biskuit yaitu densitas dan ukuran partikel, dan mengevaluasi nilai kecernaan pakan berbasis rumput lapang dan limbah tanaman

Besarnya serapan radiasi tersebut sebanding dengan banyaknya molekul analit yang mengabsorpsi sehingga dapat digunakan untuk analisis kuantitatif (Satiadarma, 2004).. Gugus

Selain itu analisis ini juga bertujuan untuk mencari bentuk desain paling minim akan gaya hambat (drag force) untuk upaya efesiensi pengunaan bahan bakar kendaraan dan

BAB II : Landasan teori, berisi tinjauan pustaka yang berkaitan dengan pengaruh bentuk penampang saluran pengalir (runner) terhadap cacat porositas dan nilai kekerasan