• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PENALARAN MATEMATIK SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN METODE INKUIRI : Penelitian pada siswa salah satu SMA Negeri di Serui Papua.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PENALARAN MATEMATIK SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN METODE INKUIRI : Penelitian pada siswa salah satu SMA Negeri di Serui Papua."

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

i

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ……….……….. ii

KATA PENGANTAR ……….………. iii

ABSTRAK ……….…….……….. v

DAFTAR ISI ………..……….. vi

DAFTAR TABEL ……….. x

DAFTAR DIAGRAM ………. xii

DAFTAR LAMPIRAN ……….... xiii

BAB I PENDAHULUAN ………. 1

A. Latar Belakang Masalah ………. 1

B. Rumusan Masalah ………. 14

C. Tujuan Penelitian ……….. 15

D. Definisi Operasional ………. 16

E. Manfaat Penelitian ……….… 16

BAB II PEMAHAMAN DAN PENALARAN MATEMATIK, PEMBELAJARAN DENGAN METODE INKUIRI, DAN PEMBELAJARAN BIASA ……….. 18

A. Pemahaman Matematik ………..……….… 18

B. Penalaran Matematik ………. 20

C. Pembelajaran dengan Metode Inkuiri ……… 26

D. Teori-Teori Pembelajaran yang Mendukung Metode Inkuiri …… 36

1. Teori Konstruktivisme ……… 36

(2)

ii

3. Teori Belajar Ausubel ……… 39

4. Situasi Didaktis ……… 40

E. Sikap Dalam Belajar Matematika ………. 42

F. Standar Ketuntasan Belajar Minimal (SKBM) ……….. 43

1. Tingkat Esensial ……… 45

2. Tingkat Kompleksitas ……….. 46

3. Daya Dukung ……….. 46

4. Tingkat Prestasi Belajar Siswa ……… 46

G. Pembelajaran Biasa ……… 47

H. Penelitian yang Relevan ……… 49

I. Hipotesis ………. 51

BAB III METODE PENELITIAN ……… 52

A. Desain Penelitian ……… 52

B. Sabjek dan Populasi Penelitian ……… 53

C. Variabel Penelitian ……… 53

D. Pengembangan Bahan Ajar ………..… 54

E. Pengembangan Instrumen Penelitian ………. 55

1. Pedoman Observasi ……… 55

2. Soal Tes Hasil Belajar ……… 56

a Tes Kemampuan Pemahaman ……… 56

b Tes Kemampuan Penalaran ……… 57

1) Koefisien Validitas ……… 58

2) Analisis Reliabilitas ……… 61

(3)

iii

4) Analisis Derajat Kesukaran ……… 63

3. Kesimpulan Hasil Ujicoba ……….. 66

4. Angket Skala Sikap ……… 66

F. Prosedur Penelitian ………. 68

G. Jadwal Pelaksanaan Penelitian ………. 69

H. Prosedur Analisis Data ………. 70

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ……… 73

A. Analisis Data ………. 73

1. Peningkatan Kemampuan Pemahaman Matematik Siswa …… 75

2. Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematik Siswa ……… 83

3. Ketuntasan Belajar Siswa ……… 91

a Ketuntasan Kemampuan Pemahaman Matematik Siswa … 91 b Ketuntasan Kemampuan Penalaran Matematik Siswa …… 94

4. Hasil Pengamatan Terhadap Aktivitas Siswa Selama Pembelajaran Inkuiri ……… 97

5. Hasil Skala Sikap Siswa ……… 98

a. Sikap Siswa Terhadap Pelajaran Matematika ………. 99

b. Sikap Siswa Terhadap Pembelajaran Dengan Metode Inkuiri ……….. 100

6. Perbedaan Kelompok Rendah, Sedang, dan Tinggi ………… 101

B. Pembahasan Hasil Penelitian ……….. 104

1. Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematik ……….. 104

(4)

iv

3. Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran Inkuiri ………. 111

4. Sikap Siswa Terhadap Pelajaran Matematika dan Pembelajaran Inkuiri.. ……… 112

5. Perbedaan Kelompok Tinggi, Sedang, dan Rendah ………… 113

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……….. 116

A.Kesimpulan ……… 116

B.Saran ……… 117

(5)

v

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Nilai EBTANAS Tahun 1996-1998 ……….……… 2

Tabel 1.2 Nilai UN Tahun 2006-2008 ……… 3

Tabel 3.1 Penskoran Tes Pemahaman dan Penalaran ………. 58

Tabel 3.2 Validitas Butir Soal Tes Pemahaman ……… 60

Tabel 3.3 Validitas Butir Soal Tes Penalaran ……… 60

Tabel 3.4 Reliabilitas Kemampuan Pemahaman ………. 61

Tabel 3.5 Reliabilitas Kemampuan Penalaran ……… 61

Tabel 3.6 Daya Pembeda Butir Soal Tes Pemahaman ………. 63

Tabel 3.7 Daya Pembeda Butir Soal Tes Penalaran ……… 63

Tabel 3.8 Derajat Kesukaran Butir Soal Tes Pemahaman ……… 65

Tabel 3.9 Derajat Kesukaran Butir Soal Tes Penalaran ……… 65

Tabel 3.10 Rekapitulasi Hasil Analisis Tes Pemahaman dan Tes Penalaran … 66 Tabel 3.11 Reliabilitas Skala Sikap ……… 68

Tabel 3.12 Jadwal Pelaksanaan Penelitian di Kelas ……… 70

Tabel 4.1 Statistik Pretes, Postes, dan Gain Pemahaman Matematik Pada Pembelajaran Inkuiri (PI) dan Pembelajaran Biasa (PB) ………… 76

Tabel 4.2 Uji Normalitas Pretes Kemampuan Pemahaman Matematik ……… 77

Tabel 4.3 Uji Homogenitas Varians dan Kesamaan Dua Rata-rata Pretes Pemahaman.. ……… 78

Tabel 4.4 Uji Normalitas N-Gain Kemampuan Pemahaman ………. 80

(6)

vi

Tabel 4.6 Statistik Pretes, Postes, dan Gain Penalaran Pada Pembelajaran Inkuiri (PI) dan Pembelajaran Biasa (PB) ……… 84 Tabel 4.7 Uji Normalitas Pretes Kemampuan Penalaran Matematik ………… 85 Tabel 4.8 Uji Homogenitas Varians dan Kesamaan Dua Rata-rata Pretes

Penalaran….. ...… 85 Tabel 4.9 Uji Normalitas N-Gain Kemampuan Penalaran Matematik ... 88 Tabel 4.10 Uji Homogenitas Varians dan Kesamaan Dua Rata-rata N-Gain

Penalaran…… ... 89 Tabel 4.11 Presentase Siswa yang Menjawab Benar Kemampuan Pemahaman

Komponen Translasi ……….. 92 Tabel 4.12 Presentase Siswa yang Menjawab Benar Kemampuan Pemahaman

Komponen Interprestasi………. 92 Tabel 4.13 Presentase Siswa yang Menjawab Benar Kemampuan Pemahaman

Komponen Ekstrapolasi ……….. 93 Tabel 4.14 Presentase Siswa yang Menjawab Benar Kemampuan Pemahaman

Matematik ………... 93

Tabel 4.15 Presentase Siswa yang Menjawab Benar Keseluruhan Komponen Penalaran Matematik ………..………. 96 Tabel 4.16 Hasil Pengamatan Terhadap Aktivitas Siswa Selama Pembelajaran 98 Tabel 4.17 Distribusi Sikap Siswa Terhadap Pelajaran Matematika ………… 99 Tabel 4.18 Distribusi Sikap Siswa Terhadap Pembelajaran Dengan Metode

(7)

vii

DAFTAR DIAGRAM

Halaman Diagram 4.1 Diagram Batang Rata-rata Kemampuan Pemahaman Skor Pretes

dan Postes ... 74 Diagram 4.2 Diagram Batang Rata-rata Kemampuan Penalaran Skor Pretes

dan Postes ... 74 Diagram 4.3 Diagram Batang Rata-rata Skor Pretes, Postes, Gain dan N-Gain

Pemahaman Matematik... 79 Diagram 4.4 Diagram Batang Rata-rata Skor Pretes, Postes, Gain dan N-Gain

Penalaran Matematik ……….……….. 87 Diagram 4.5 Rekapitulasi Taraf Serap Kemampuan Pemahaman Matematik 94 Diagram 4.6 Rekapitulasi Taraf Serap Kemampuan Penalaran Matematik 96 Diagram 4.7 Rekapitulasi Klasifikasi Sikap Siswa ……… 101 Diagram 4.8 Rata-rata Postes Pemahaman Kelompok Rendah, Sedang, dan

Tinggi……… ………. 102 Diagram 4.9 Rata-rata Postes Penalaran Kelompok Rendah, Sedang, dan

(8)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman A. Rencana Pembelajaran

1. Pertemuan ke-1 ……… 124

2. Pertemuan ke-2 ……… 128

3. Pertemuan ke-3 ……… 132

4. Pertemuan ke-4 ……… 136

5. Pertemuan ke-5 ……… 140

6. Pertemuan ke-6 ……… 144

B. Instrumen Penelitian 1. Kisi-kisi Soal Pemahaman Matematik ……….. 148

2. Soal Tes Pemahaman Matematik ……… 149

3. Kisi-kisi Soal Penalaran Matematik ……….. 151

4. Soal Tes Penalaran Matematik ………. 152

5. Kisi-Kisi Skala Sikap ……… 154

6. Daftar Isian Untuk Siswa ……… 155

7. Lembar Observasi Implementasi Pembelajaran Inkuiri ………. 156

C. Hasil Ujicoba 1. Skor Ujicoba Soal Pemahaman dan Penalaran ………. 157

2. Perhitungan Validitas Tes Kemampuan Pemahaman Matematik ……. 158

3. Perhitungan Validitas Tes Kemampuan Penalaran ………. 159

(9)

ix

5. Perhitungan Daya Pembeda dan Derajat Kesukaran Tes Kemampuan Penalaran ………... 161 D. Data Hasil Penelitian

1. Data Skor Pretes Pemahaman dan Penalaran Kelas Inkuiri ……….. 162 2. Data Skor Pretes Pemahaman dan Penalaran Kelas Biasa ………… 163 3. Data Skor Postes Pemahaman dan Penalaran Kelas Inkuiri …………. 164 4. Data Skor Postes Pemahaman dan Penalaran Kelas Biasa ………… 165 5. Daftar Normalitas Gain Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Kelas

Inkuiri ………..… 166 6. Daftar Normalitas Gain Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Kelas

Biasa……… … 167 7. Ketuntasan Belajar Siswa Kelas Eksperimen ……….. 168 8. Ketuntasan Belajar Siswa Kelas Kontrol ………. 169 9. Pemberian Skor Setiap Item Skala Sikap Hasil Penelitian …………. 170 10.Skor Skala Sikap (Setelah Diurutkan) ………. 171 11.Validitas Item Skala Sikap Hasil Penelitian ………. 172 12.Distribusi Sikap Terhadap Pelajaran Matematika dan Pembelajaran

dengan Metode Inkuiri ……… 177 13.Data Postes Kelompok Tinggi, Sedang, dan Rendah Kelas Inkuiri …. 178 14.Data Postes Kelompok Tinggi, Sedang, dan Rendah Kelas Biasa …. 179 15.Uji Normalitas Postes Kelompok Tinggi, Sedang, dan Rendah Kelas

Eksperimen dan Kontrol ……….. 180 16.Uji Homogenitas Varians dan Kesamaan Dua Rata-rata Postes Kelompok

(10)

x

17.Jawaban Siswa ……….……….. 182 E. Daftar Riwayat Hidup ……….. 186

F. Surat-Surat Keterangan

(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 Bab IV Standar Proses Pasal 19 ayat 1, tentang Standar Nasional Pendidikan menyatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.

Proses pembelajaran pada satuan pendidikan harus mengacu pada tujuan pendidikan nasional. Sedangkan tujuan pendidikan nasional itu adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Depdiknas, 2006)

(12)

Beberapa pendapat para ahli pada dekade tahun 1980-an menunjukkan bahwa banyak peserta didik yang memandang matematika sebagai bidang studi yang tidak memberi kesenangan suasana belajar, dan bayang-bayang nilai ulangan yang kecil, seperti halnya yang dikatakan Maier (1985), matematika bagi sebagian orang, nama itu menimbulkan kenangan masa sekolah yang berat. Hal senada diungkapkan Ruseffendi (1984), matematika (ilmu pasti) bagi anak-anak pada umumnya merupakan mata pelajaran yang tidak disenangi, kalau bukan mata pelajaran yang paling dibenci.

Pada dekade tahun 1990-an kemampuan matematika dan sikap siswa terhadap pembelajaran matematika belum mengalami pergeseran yang berarti. Penelitian Wahyudin (1999) menunjukkan bahwa kemampuan matematika siswa sangat rendah. Hal ini ditunjukkan pula oleh nilai evaluasi belajar tahap akhir nasional (EBTANAS) siswa seperti pada tabel berikut:

Tabel 1.1

Nilai EBTANAS Tahun 1996-1998

Tahun 1996 1997 1998

Nilai 3,62 3,98 3,27

SUMBER: Dikmenum kanwil depdikbud jabar (dalam Wahyudin, 1999)

(13)

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa dengan metode belajar yang bervariatif misalnya melalui pembelajaran Open Ended, pembelajaran dengan metode penemuan yang sifatnya inovatif mampu meningkatkan kemampuan belajar siswa dan sikap positif siswa terhadap pembelajaran tersebut. Penelitian Dahlan (2004), Somatanaya (2005), dan Subandriyo (2006), menunjukkan bahwa sikap siswa dalam rasa ingin tahu, imajinatif, merasa tertantang, berani mengambil resiko dan sifat menghargai cenderung positif. Data nilai ujian nasional (UN) pun menunjukkan peningkatan yang cukup berarti jika dibanding dengan dekade-dekade sebelumnya seperti pada tabel berikut.

Tabel 1.2

Nilai UN Tahun 2006-2008

Tahun 2006 2007 2008

Nilai rata-rata 7,19 7,29 7,48 SUMBER: Depdiknas (unesenet.uns.ac.id)

Peningkatan nilai matematika siswa pada ujian nasional yang menjadi barometer kemampuan siswa Indonesia yang telah mencapai rata-rata penguasaan di atas 70% itu, apakah sudah menjadi gambaran umum kemampuan matematika siswa? Kenyataannya UN belum menjadi standar baku untuk masuk ke perguruan tinggi negeri maupun swasta, begitu juga belum menjadi patokan seleksi di dunia kerja.

(14)

kemampuan penalaran, koneksi, komunikasi, pemecahan masalah, dan kemampuan representasi matematik.

Begitu pentingnya pemahaman dan penalaran matematik di dalam KTSP sehingga dituangkan tujuan mata pelajaran matematika di SMA yakni dua dari lima tujuan itu agar siswa memiliki kemampuan : 1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika (Depdiknas, 2006: 146).

Haryono (2008) mengatakan bahwa pembelajaran matematika yang efektif sangat diperlukan komitmen serius pada pengembangan dari pemahaman matematika siswa. Mayer; Olsson & Rees; Perkins & Simsons (Hiebert dan Carpenter dalam Dahlan, 2004: 46-47) menyebutkan bahwa pemahaman merupakan aspek fundamental dalam pembelajaran, sehingga model pembelajaran harus menyertakan hal pokok dari pemahaman. Sedangkan menurut NCTM (2000) tujuan dari pemahaman matematika adalah menjadi mahir dalam bernalar.

(15)

penalaran logis (logical reasoning). Bila kemampuan bernalar siswa tidak dikembangkan, maka bagi siswa matematika hanya akan menjadi materi yang mengikuti serangkaian prosedur dan meniru contoh-contoh tanpa mengetahui maknanya.

Secara empirik bahwa siswa-siswa sekolah menengah atas (high school) dan perguruan tinggi (college) mengalami kesukaran dalam menggunakan strategi dan kekonsistenan penalaran (logical reasoning) (Numedal dalam Matlin, 1994: 379).

Dari segi kemampuan matematika, hasil Laporan survei TIMSS (The Third International Mathematics and Science Study) menyebutkan bahwa pada

tahun 1999, prestasi siswa Indonesia berada pada posisi 36 dari 38 negara yang disurvei. Sementara itu pada laporan TIMSS tahun 2003, siswa Indonesia berada pada posisi 36 dari 45 negara yang disurvei (Sabandar, 2008). Hal ini sangat memprihatinkan kalau dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya ( Singapura peringkat ke-1, Jepang peringkat ke-5, dan Malaysia peringkat ke-10).

(16)

Sebuah lembaga survei PISA (Programme for Internasional Student Assessment) yang merupakan program organisasi kerjasama ekonomi dan

pembangunan dunia (OECD) menunjukkan rendahnya kemampuan matematik siswa Indonesia jika dibanding negara-negara lain di dunia (Samhadi, 2007). Lebih jauh PISA melaporkan bahwa, dari skala kecakapan 0 – 6 , lebih dari 50% siswa Indonesia tidak mencapai level terendah. Pada survei tahun 2003, posisi siswa Indonesia berada pada posisi 38 dari 40 negara yang disurvei. Sementara laporan survei tahun 2006, siswa Indonesia berada pada urutan 52 dari 57 negara yang disurvei (http://www.pisa.oecd.org).

Secara rinci Wahyudin (Dahlan, 2004) menemukan lima kelemahan yang ada pada siswa antara lain : kurang memiliki pengetahuan materi prasyarat yang baik, kurang memiliki kemampuan untuk memahami serta mengenali konsep-konsep dasar matematika (aksioma, definisi, kaidah, teorema) yang berkaitan dengan pokok bahasan yang sedang dibicarakan, kurang memiliki kemampuan dan ketelitian dalam menyimak atau mengenali sebuah persoalan atau soal-soal matematika yang berkaitan dengan pokok bahasan tertentu, kurang memiliki kemampuan menyimak kembali sebuah jawaban yang diperoleh (apakah jawaban itu mungkin atau tidak), dan kurang memiliki kemampuan nalar yang logis dalam menyelesaikan persoalan atau soal-soal matematika.

(17)

1. Kondisi pertama sebelum sekolah: (1) anak lincah, (2) selalu belajar apa yang diinginkan dengan gembira dan riang, (3) menggunakan segala sesuatu yang terdapat di sekitarnya yang menarik perhatiannya, (4) anak membangun sendiri pengetahuan dan pemahaman lewat pengalaman nyata sehari-hari. 2. Kondisi kedua setelah sekolah: (1) anak dipaksa belajar dengan cara guru, (2)

suasana tegang, (3) seringkali tidak bermakna, (4) seringkali siswa belajar sesuatu tidak menarik perhatiannya, (5) telah terjadi “penjinakan” pada anak, (6) makin tinggi kelas anak, makin kurang inisiatif dan keberaniannya bertanya/mengemukakan pendapatnya.

(18)

butuh untuk dapat memahami konsep-konsep yang berhubungan dengan tempat kerja dan masyarakat pada umumnya dimana mereka akan hidup dan bekerja. Keadaan pendidikan yang seperti ini sungguh sangat memprihatinkan sehingga harus terus diadakan pembaruan pendidikan menjadi yang lebih baik.

Secara khusus apa yang digambarkan Depdiknas dijumpai di SMA Serui Papua. Hasil studi pendahuluan penulis melihat siswa yang kemampuannya kurang biasanya menunjukkan prilaku yang kontraproduktif dalam menyelesaikan soal matematika. Misalnya, mereka membaca tetapi tidak memahami makna dari suatu pertanyaan, tidak mencerna informasi yang diperolehnya, tidak mengetahui alternatif lain yang dapat digunakan untuk memecahkan soal. Sebagai contoh,

menghitung besar sudut dengan aturan cosinus , siswa

mampu menuliskan rumus aturan cosinus dengan benar akan tetapi mereka tidak mampu menyelesaikan dengan benar bahkan mereka tidak dapat melanjutkan lagi (jawaban kosong). Mereka juga tidak yakin dengan cara yang digunakan untuk menyelesaikan soal dan cepat menyerah ketika tidak tahu bagaimana menyelesaikan soal tersebut. Hal ini diikuti sikap dan aktivitas siswa terhadap pembelajaran matematika yang tidak positif. Misalnya sikap acuh tak acuh, tidak serius, dan menganggap kurang berarti setelah mereka lulus sekolah. Salah satu faktor penyebabnya adalah sebagian besar siswa setelah lulus SMA tidak melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi.

(19)

diberikan oleh guru sehingga potensi yang dimiliki siswa cenderung kurang berkembang secara optimal. Siswa mudah lupa dengan apa yang sudah diketahui hal ini diduga karena siswa tersebut menerima pengetahuan dalam bentuk jadi, mereka tidak mengalami sendiri, tidak menemukan sendiri, mereka tidak menyimpulkan pengetahuan sendiri, yang mengakibatkan pembelajaran tidak efektif, dan pencapaian kemampuan matematika siswa kurang maksimal.

Dengan melihat fakta-fakta yang dikemukakan di atas, adalah tidak adil kalau kita membuat suatu kesimpulan bahwa tidak bagusnya nilai matematika disebabkan oleh siswanya yang tidak mampu dan atau matematika itu sukar, seperti yang dikemukakan oleh Cockhroft (Wahyudin, 1999). Fisher dan Pipp (Sumarmo dalam Dahlan, 2004: 5) mengemukakan dua faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif siswa, yakni internal dan eksternal. Kedua faktor tersebut menurut Ruseffendi (2006) mencakup kecerdasan siswa, bakat siswa, kemampuan belajar, minat siswa, model penyajian materi, pribadi dan sikap guru, suasana belajar, kompetensi guru, serta kondisi masyarakat luas.

(20)

banyak waktu untuk beraktifitas, belajar dengan lebih baik dan menyenangi aktivitas yang dilakukan.

Hal tersebut diungkapkan oleh Lorsbach & Tobin (Suparno, 1997: 19), yakni pengetahuan itu ada dalam diri seseorang yang sedang mengetahui. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak seseorang (guru) ke kepala orang lain (murid). Murid sendirilah yang harus mengartikan apa yang telah diajarkan dengan menyesuaikan terhadap pengalaman-pengalaman mereka. Untuk itulah harus diupayakan suatu metode pembelajaran yang sesuai dengan situasi didaktissehingga terjadi proses belajar dalam diri siswa, berorientasi pada proses belajar matematika, belajar tidak begitu saja menerima.

Menurut Ausubel belajar harus bermakna (meaningful). Pengetahuan tidak diterima secara pasif, pengetahuan dikontruksi oleh kita sendiri Von Glasersfeld (Suparno, 1997). Dengan refleksi aksi fisik dan mental siswa yang dilakukan dengan aktivitas menelaah hubungan, pola dan membuat generalisasi yang terintegrasi dalam pengetahuan baru yang diperoleh siswa untuk diasimilasi dan diakomodasi. Dan belajar merupakan proses sosial yang dihasilkan dari dialog dan diskusi antar siswa dengan guru dan siswa dengan siswa. Sehingga siswa dapat mengamati, memahami, bertanya, menyusun hipotesis/konjektur/prediksi, menganalisis, mengevaluasi, menggeneralisasi, menghubungkan, mensintesis atau mengentegrasi, menemukan dan menjustifikasi/membuktikan.

(21)

siswa mudah lupa terhadap pengetahuan yang sudah diajarkan, sikap dan aktivitas siswa terhadap pembelajaran matematika yang tidak positif, misalnya sikap acuh tak acuh, tidak serius, dan pembelajaran matematika itu membosankan. Oleh karena itu perlu diupayakan pembelajaran yang dapat memunculkan aktivitas ilmiah siswa lebih terjaga, pembelajaran yang dapat mengembangkan kreativitas siswa dengan maksimal, pembelajaran dimana guru dapat belajar bersama-sama siswa, pembelajaran yang terpusat pada siswa, pembelajaran yang memeberikan keleluasaan untuk menggali pengetahuan secara mandiri, pembelajaran yang melatih siswa dalam membuat kesimpulan. Sehingga pengetahuan itu dapat tertanam dalam diri siswa secara mendalam, tidak mudah untuk dilupakan. Pembelajaran yang sesuai dengan situasi dikdaktis, karakteristik dan fakta-fakta di lapangan adalah pembelajaran dengan metode inkuiri.

Metode inkuiri ialah metode mengajar yang serupa dengan metode penemuan (Suherman, 2001; Ruseffendi, 2006: 334). Metode yang menekankan pada saat berlaku proses penemuannya itu yang penting, hasilnya di nomor duakan, selain itu guru sebagai pembimbing dan sumber informasi data yang diperlukan siswa.

(22)

Pembelajaran penemuan memiliki karakteristik yang sama dengan pembelajaran inkuiri, sehingga dengan pembelajaran inkuiri yang menekankan pada saat berlaku proses penemuannya dapat meningkatkan kemampuan pemahaman dan penalaran matematik siswa SMA.

Menurut Bonnstetter ada lima tipe metode inkuiri, yang akan dipergunakan dalam penelitian ini adalah inkuiri terbimbing (guided inquiry). Pada tipe ini siswa diberikan kesempatan untuk bekerja merumuskan prosedur, menganalisis hasil dan mengambil kesimpulan secara mandiri, sedangkan dalam hal menentukan topik, pertanyaan dan bahan penunjang, guru hanya berperan sebagai fasilitator. Hal ini akan lebih mudah dalam meningkatkan pemahaman dan penalaran matematik, karena sesuai dengan kondisi sekolah dan siswa di Serui Yapen Waropen Papua.

Menurut Suherman dan Winataputra (1993), metode inkuiri mempunyai

(23)

Belajar matematika tidak saja belajar untuk memahami konsep-konsep, prosedur dan penerapannya, namun harus diikuti pengembangan sikap (afektif) dan psikomotor. Sikap siswa terhadap matematika terdapat tiga faktor yang perlu diperhatikan yakni ada-tidaknya minat, arahnya (bila ada, apa arahnya positif atau negatif), dan besarnya (Ruseffendi, 2006: 571). Apabila minatnya ada, arahnya positif dengan ukuran besar terhadap matematika, sehingga muncul motivasi dari dalam diri siswa untuk belajar matematika. Diharapkan mampu meningkatkan kemampuan pemahaman dan penalaran matematik siswa.

Pada kurikulum KTSP dikenal belajar tuntas, seorang siswa yang belum mencapai nilai standar ketuntasan belajar minimal (SKBM) dikatakan belum tuntas belajarnya (Depdiknas, 2006). Ketuntasan minimal ini diketahui dengan membandingkan rata-rata capaian siswa secara keseluruhan dengan apa yang ideal yang harus dicapai (Sabandar, 2008). Dengan belajar tuntas ini diharapkan para siswa mencapai suatu tingkat penguasaan tertentu terhadap tujuan pembelajaran dari suatu unit materi pelajaran kemudian pindah pada unit materi berikutnya

Melihat kenyataan ini penulis tergugah untuk mengangkat masalah pembelajaran inkuiri, pemahaman dan penalaran matematik di SMA, maka penulis ingin meneliti dengan judul ”Meningkatkan kemampuan pemahaman dan penalaran matematik siswa sekolah menengah atas melalui pembelajaran dengan metode inkuiri” di kelas X semester 2 SMA Negeri 2 Serui, Papua.

(24)

metode inkuiri akan membantu meningkatkan kemampuan pemahaman dan penalaran matematik siswa SMA

B. Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini permasalahan dibatasi pada pengembangan dua aspek kemampuan pemahaman dan penalaran matematik siswa SMA melalui pembelajaran dengan metode inkuiri. Permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah peningkatan kemampuan pemahaman matematik siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode inkuiri lebih baik daripada peningkatan kemampuan pemahaman matematik siswa yang memperoleh pembelajaran biasa ?

2. Apakah peningkatan kemampuan penalaran matematik siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode inkuri lebih baik daripada peningkatan kemampuan penalaran matematik siswa yang memperoleh pembelajaran biasa ?

3. Apakah melalui pembelajaran dengan metode inkuiri dapat menuntaskan kemampuan pemahaman matematik siswa ?

4. Apakah melalui pembelajaran dengan metode inkuiri dapat menuntaskan kemampuan penalaran matematik siswa ?

5. Bagaimana aktivitas siswa selama berlangsungnya pembelajaran dengan metode inkuiri ?

(25)

C. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang kemampuan siswa dalam pemahaman dan penalaran matematik melalui pembelajaran dengan metode inkuiri dan pembelajaran biasa. Secara rinci tujuan penelitian ini untuk:

1. Menelaah peningkatan kemampuan pemahaman matematik siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode inkuiri lebih baik daripada peningkatan kemampuan penalaran matematik siswa yang memperoleh pembelajaran biasa.

2. Menelaah peningkatan kemampuan penalaran matematik siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode inkuri lebih baik daripada peningkatan kemampuan penalaran matematik siswa yang memperoleh pembelajaran biasa.

3. Menelaah melalui pembelajaran dengan metode inkuiri dapat menuntaskan kemampuan pemahaman matematik siswa.

4. Menelaah melalui pembelajaran dengan metode inkuiri dapat menuntaskan kemampuan penalaran matematik siswa.

5. Menelaah aktivitas siswa selama berlangsungnya pembelajaran dengan metode inkuiri.

(26)

D. Definisi Operasional

Definisi operasional yang dipakai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Kemampuan pemahaman matematik adalah kemampuan-kemampuan pemahaman yang dikemukakan oleh Bloom dalam Ruseffendi (2006: 221) yaitu pemahaman translasi, interprestasi dan ekstrapolasi.

2. Kemampuan penalaran matematik adalah kemampuan-kemapuan penalaran seperti yang disampaikan oleh TIMSS (Mullis, et.al, 2003) yaitu kemampuan: menganalisis, mengevaluasi, menggeneralisasi, penyelesaian masalah non-rutin dan membuktikan.

3. Pembelajaran dengan metode inkuiri merupakan pembelajaran yang memuat rangkaian kegiatan ilmiah yang meliputi: observasi, bertanya, mengajukan dugaan, pengumpulan data dan penyimpulan. Misalkan diberikan masalah bagaimana kedudukan jalan dan rumah anda. Siswa diharapkan melakukan pengamatan tentang kondidisi rumah mereka terhadap jalan, bertanya, dan menduga. Maka dapat muncul pertanyaan bagaimana kedudukan rumah dan jalan yang tidak ada pembatasnya ? Bagaimana kedudukan rumah yang jauh dengan jalan ? Selanjutnya mereka mengumpulkan informasi untuk menjawab dugaannya, dan pada akhirnya mereka dapat menyimpulkan.

E. Manfaat Penelitian

(27)
(28)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian

Penelitian ini bermaksud menerapkan suatu metode inkuiri dalam pembelajaran matematika dan akibat yang akan dilihat adalah kemampuan pemahaman dan penalaran matematik siswa. Dengan demikian penelitian ini merupakan penelitian eksperimen.

Gay (Emzir, 2008: 63) menyatakan bahwa metode eksperimen merupakan satu-satunya metode penelitian yang dapat menguji secara benar hipotesis menyangkut hubungan kausal (sebab akibat). Dalam studi eksperimen, peneliti memanipulasi paling sedikit satu variabel, mengontrol variabel lain yang relevan, dan mengobservasi pengaruhnya terhadap satu atau lebih variabel terikat. Dengan demikian penggunaan metode eksperiman diharapkan setelah menganalisis hasilnya kita dapat melihat sejauh mana pembelajaran dengan metode inkuiri berdampak pada peningkatan kemampuan pemahaman dan penalaran matematik siswa. Disain eksperimen yang digunakan adalah disain kelompok kontrol pretes-postes (pretest-posttest control group design) yang digambarkan sebagai berikut (Sugiyono, 2007: 112).

A : O X O A : O O Keterangan :

(29)

X = Pembelajaran dengan metode inkuiri

B. Subjek dan Populasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SMA Kabupaten Yapen Waropen Propinsi Papua, dengan pertimbangan 1) sesuai dengan keinginan Pemerintah Kabupaten Yapen Waropen dalam hal ini Bapak Bupati yang tertuang dalam kesepakatan mahasiswa tugas belajar sekaligus untuk memajukan pendidikan di kabupaten tersebut, 2) keragaman kemampuan akademik siswa SMA. Dan memperhatikan permasalahan yang terjadi di SMA Serui yang telah dikemukakan di bab I tersebut, sangat cocok untuk pelaksanaan pembelajaran dengan metode inkuiri.

Dari uraian di atas maka populasi penelitiannya adalah seluruh siswa kelas X di SMA Negeri 2 Serui Kabupaten Yapen Waropen, Papua. Sampel penelitian terdiri dari empat kelas X dipilih dua kelas secara acak. Dari dua kelas yang terpilih di acak kembali, diperoleh kelas X3 sebagai kelas eksperimen dan kelas X2 sebagai kelas kontrol.

C. Variabel Penelitian

(30)

D. Pengembangan Bahan Ajar

Untuk menunjang pembelajaran dengan metode inkuiri maka pada penelitian ini bahan ajar dikembangkan dalam bentuk rencana pembelajaran yang disusun oleh peneliti dengan terlebih dahulu dikonsultasikan dengan pembimbing. Setiap rencana pembelajaran yang dibuat dilengkapi dengan lembar kerja siswa (LKS) yang menyajikan permasalahan matematik yang harus dicari penyelesaiannya dan disusun dengan mempertimbangkan konsep-konsep dari materi yang akan disampaikan.

Berikut ini adalah beberapa contoh masalah matematik yang disajikan dalam bahan ajar:

1. Menentukan jarak dari titik ke titik dalam ruang.

Perhatikan kubus ABCD.EFGH dengan rusuk a cm, titik T tengah-tengah ruas garis GH. Akan dihitung jarak dari titik B ke titik T.

2. Menentukan jarak dari titik ke garis dalam ruang.

Diketahui balok ABCD.EFGH panjang rusuk AB = 8 cm, BC = 4 cm, BF = 3 cm.

• Hitunglah jarak dari titik A ke titik F.

• Apakah garis AF tegak lurus dengan garis

FG, berikan alasan !

• Bagaimana jarak dari titik A ke garis FG ?

(31)

3. Menentukan jarak dari titik ke bidang dalam ruang.

Perhatikan gambar limas beraturan TABCD, dengan rusuk AB = 4 cm, dan BT = 10 cm.

• Tentukan jarak dari titik B ke titik D.

• Proyeksikan titik T ke bidang ABCD, berinama T’

• Bagaimana kedudukan titik T’ terhadap garis AC

dan garis BD, berikan alas an !

• Apakah segitiga BTT’ siku-siku, jelaskan !

• Tentukan panjang TT’ pada segitiga BTT’ tersebut

E. Pengembangan Instrumen Penelitian

Sesuai dengan jenis data yang diharapkan dalam penelitian ini, maka instrumen penelitiannya adalah lembar observasi aktivitas siswa dalam pembelajaran, tes kemampuan pemahaman dan penalaran matematik siswa, dan angket skala sikap siswa terhadap kegiatan pembelajaran.

1. Pedoman Observasi

Pedoman observasi yang digunakan adalah untuk mengobservasi pelaksanaan pembelajaran yang berlangsung di kelas. Lembar observasi yang digunakan diadopsi dari model yang dikembangkan oleh Ruseffendi (2006), untuk format penilaian dilakukan oleh teman sejawat.

Untuk menilai kegiatan pembelajaran dengan metode inkuiri, baik yang dilakukan oleh pengajar ataupun siswa, diamati oleh pengamat, yaitu dengan

C

B A

(32)

memberikan daftar cek pada kolom skor yang terdiri dari 1, 2, 3, 4, dan 5. Pedoman observasi selengkapnya seperti tampak pada lampiran B.8.

2. Soal Tes Hasil Belajar

Soal tes hasil belajar digunakan untuk mengukur kemampuan pemahaman dan penalaran matematik siswa. Soal disusun dalam dua paket masing-masing terdiri dari 9 soal untuk mengukur kemampuan pemahaman matematik dan 5 soal untuk mengukur kemampuan penalaran matematik. Materi yang diuji pada kedua paket soal adalah materi salah satu bab di semester dua pada kelas sampel.

Penyusunan tes hasil belajar diawali dengan pembuatan kisi-kisi soal yang mencakup pokok bahasan, kemampuan pemahaman, penalaran dan indikator. Setelah pembuatan kisi-kisi dilanjutkan dengan menyusun soal beserta kunci jawaban dan aturan pemberian skor tiap butir soal.

a. Tes Kemampuan Pemahaman

Tes kemampuan pemahaman digunakan untuk mengukur kemampuan pemahaman matematik siswa. Tes ini diberikan pada awal pelajaran dan pada akhir pelajaran dengan soal yang sama, sehingga peneliti dapat melihat apakah ada peningkatan kemampuan pemahaman matematik kedua kelompok, melihat kelompok mana yang lebih baik, dan melihat ketuntasannya. Tipe tes yang disusun adalah bentuk uraian.

(33)

nomor 1c, 2b, dan 3c menilai kemampuan ekstrapolasi. Kisi-kisi dan soal pemahaman matematik dapat dilihat pada lampiran B.1 dan B.2.

b. Tes Kemampuan Penalaran

Tes kemampuan penalaran digunakan untuk mengukur kemampuan penalaran matematik siswa. Tes ini diberikan pada awal pelajaran dan pada akhir pelajaran dengan soal yang sama, sehingga peneliti dapat melihat apakah ada peningkatan kemampuan penalaran matematik kedua kelompok, melihat kelompok mana yang lebih baik, dan melihat ketuntasannya. Tipe tes yang disusun adalah bentuk uraian.

Butir soal nomor 1 menilai kemampuan generalisasi, butir soal nomor 2 menilai kemampuan membuktikan, butir soal nomor 3 menilai kemampuan analisis, butir soal nomor 4 menilai kemampuan evaluasi, sedangkan butir soal nomor 5 menilai kemampuan masalah non-rutin. Kisi-kisi dan soal penalaran matematik dapat dilihat pada lampiran B.3 dan B.4.

Kriteria penskoran tes pemahaman matematik dan tes penalaran matematik menggunakan panduan penskoran Holistic Scoring Rubrics Sudrajat (2001) sebagaimana tampak pada tabel 3.1.

(34)

tidak termasuk dalam subyek penelitian. Ujicoba instrumen dilakukan untuk melihat validasi butir soal, reliabilitas tes, daya pembeda butir soal, dan tingkat kesukaran butir soal. Untuk mengetahui keandalan soal yang telah dibuat dianalisis terlebih dahulu sesuai dengan syarat-syarat tes yang baik, yaitu analisis validitas butir soal, reliabilitas, daya pembeda dan derajat kesukaran akan diuraikan berikut ini.

Tabel 3.1

Penskoran Tes Pemahaman dan Penalaran

LEVEL 4 LEVEL 3 LEVEL 2 LEVEL 1 LEVEL 0

- rumus benar tapi kesimpulan salah

- jawaban benar tapi alasan salah

Jawaban

Untuk menganalisis validitas banding dari tes kemampuan pemahaman dan penalaran digunakan korelasi Product Moment. Sebuah item memiliki validitas yang tinggi jika skor pada item mempunyai kesejajaran dengan skor total. Kesejajaran ini dapat diartikan sebagai korelasi, sehingga untuk mengetahui validitasnya digunakan rumus korelasi Product Moment memakai angka kasar sebagai berikut (Suherman, 2003):

rxy =

( )( )

(35)

x = Nilai tes

y = Nilai rata – rata formatif n = Banyaknya subjek

Sebagai patokan menginterprestasikan derajat validitas digunakan kriteria menurut Guilford (Suherman, 2003). Dalam hal ini rxy diartikan sebagai koefisien validitas.

Klasifikasi Koefisien Validasi :

0,90 < rxy ≤ 1,00 Validasi Sangat Tinggi (sangat baik) 0,70 < rxy≤ 0,90 Validasi Tinggi (baik)

0,40 < rxy≤ 0,70 Validasi Cukup (cukup) 0,20 < rxy ≤ 0,40 Validasi Rendah (kurang) 0,00 < rxy≤ 0,20 Validasi Sangat rendah rxy ≤ 0,00 Tidak Valid

Untuk mengetahui signifikansi koefisien korelasi digunakan uji t (Sudjana, 2005: 380), dengan rumus sebagai berikut:

t = r

dengan: t = daya beda

r = koefisien korelasi

(36)

Analisis ini dilakukan terhadap data hasil ujicoba tes kemampuan pemahaman dan penalaran siswa kelas XI IPA 3 SMA Negeri 1 Cawas Klaten sebanyak 40 siswa. Ujicoba dilaksanakan pada tanggal 2 Maret 2009. Analisis perhitungan terhadap hasil ujicoba tes kemampuan pemahaman dan penalaran menggunakan excel 2007 dengan hasil seperti tabel 3.2 dan tabel 3.3

Nilai t tabel dengan derajat kebebasan 38 dan taraf signifikan 5 % adalah ttabel = 1,68. Hasil ujicoba soal pemahaman dan penalaran ternyata validitas soal dipenuhi, seperti tampak pada tabel 3.2 dan tabel 3.3.

Tabel 3.2

Validitas Butir Soal Tes Pemahaman No.

(37)

2) Analisis Reliabilitas

Reliabilitas suatu alat ukur atau alat evaluasi dimaksudkan sebagai suatu alat yang memberikan hasil yang tetap sama atau konsisten, yaitu jika pengukurannya diberikan pada subyek yang sama meskipun dilakukan oleh orang yang berbeda, waktu yang berbeda, tempat yang beda pula, alat ukur tidak terpengaruh oleh pelaku, situasi, dan kondisi.

Tabel 3.4

(38)

kriteria Guilford koefisien tes kemampuan pemahaman dan tes kemampuan penalaran matematik tersebut tergolong klasifikasi reliabilitas tinggi

3) Daya Pembeda

Pengertian daya pembeda dari sebuah butir soal menyatakan seberapa jauh kemampuan butir soal tersebut mampu membedakan antara teste yang mengetahui jawabannya dengan benar dengan teste yang tidak dapat menjawab soal tersebut (Suherman, 2003).

T = Jumlah peserta kelompok atas dan kelompok bawah

Smak = Skor tertinggi dari butir soal tersebut S min = Skor terendah dari soal tersebut

Sebagai patokan menginterprestasikan daya pembeda, maka digunakan kriteria daya pembeda (Suherman, 2003).

DP ≤ 0,00 Sangat jelek

0,00 < DP ≤ 0,20 Jelek

(39)

0,40 < DP ≤ 0,70 Baik

0,70 < DP ≤ 1,00 Sangat baik

Berdasarkan perhitungan menggunakan excel 2007 DP tes kemampuan pemahaman dan kemampuan penalaran seperti tabel 3.6 dan 3.7 sebagai berikut :

Tabel 3.6

Daya Pembeda Butir Soal Tes Pemahaman

No. Soal DP Makna

Daya Pembeda Butir Soal Tes Penalaran

No. Soal DP Makna

(40)

tersebut telalu mudah. Kontinum indek kesukaran (Suherman, 2003) dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Keterangan:

+ : Digunakan

± : Sebaiknya diperbaiki

− : Harus diperbaiki

Untuk mengetahui derajat kesukaran masing-masing butir soal dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

DK =

(

)

T = Jumlah peserta kelompok atas dan kelompok bawah S mak = Skor tertinggi dari butir soal tersebut

S min = Skor terendah dari butir soal tersebut

Kriteria penafsiran harga Derajat Kesukaran suatu butir soal menurut Suherman (2003) adalah sebagai berikut :

−−−−

±

++++

±

−−−−

0,00

(41)

DK = 0,00 Soal terlalu sukar

Derajat Kesukaran Butir Soal Tes Pemahaman

No. Soal DK Makna

Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh DK soal tes pemahaman dan soal tes penalaran berada pada kisaran 0,31 – 0,70 yang bermakna soal sedang, lebih lengkapnya perhatikan tabel 3.8 dan tabel 3.9.

Tabel 3.9

Derajat Kesukaran Butir Soal Tes Penalaran

(42)

Tabel 3.10

Rekapitulasi Hasil Analisis Tes Pemahaman dan Tes Penalaran No. Soal Validitas Butir Soal DP DK Keterangan

Hasil ujicoba sembilan butir soal pemahaman dan lima butir soal penalaran matematik telah memenuhi validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan derajat kesukaran, sehingga semua soal digunakan dalam penelitian. Terdapat revisi soal pemahaman nomor 2c, 3a, 3c, dan soal penalaran nomor 2 dan 5. Hal ini dilakukan untuk memenuhi perbandingan derajat kesukaran antara soal mudah, sedang dan sukar, yaitu 1:3:1 dalam satu paket soal.

4. Angket Skala Sikap

(43)

skala sikap diberikan kepada siswa terlebih dahulu dikonsultasikan kepada ahlinya, dalam hal ini pembimbing untuk melihat validitas isinya, untuk lebih jelasnya kisi-kisi dan daftar isian skala sikap seperti pada lampiran B.5 dan lampiran B.6.

Penentuan skor skala sikap likert dapat dilakukan secara apriori atau aposteriori (Subino, 1987: 124). Aposteriori yaitu skala dihitung setiap itemnya berdasarkan responden, jadi skor setiap item dapat berbeda.

Skala sikap dianalisis, dicari skor pada setiap itemnya, selanjutnya memilih item-item skala sikap Likert yang didasarkan kepada signifikan tidaknya daya pembeda butir skala yang bersangkutan. Daya pembeda item skala sikap Likert dianalisis menggunakan uji t, dengan rumus sebagai berikut:

t = Sumarmo (1988: 7)

dengan: = skor rata-rata kelompok atas = skor rata-rata kelompok bawah = variansi kelompok atas

= variansi kelompok bawah

n = banyaknya subyek kelompok atas (banyaknya subyek kelompok bawah)

(44)

Selanjutnya butir penyataan yang valid dihitung tingkat reliabilitasnya, dengan menggunakan SPSS 16.0 sebagaimana tampak pada tabel 3.11.

Tabel 3.11

Reliabilitas Skala Sikap Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based

on Standardized

Items N of Items

.749 .746 16

Dari tabel 3.11 nilai koefisien reliabilitas adalah 0,749. Berdasarkan kriteria Guilford koefisien skala sikap tersebut tergolong klasifikasi reliabilitas tinggi. Ini berarti keajegan (konsistensi) subjek dalam menjawab penyataan tersebut dapat diandalkan.

F. Prosedur Penelitian

Prosedur yang ditempuh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Menyiapkan rencana pembelajaran dan instrument penelitian.

2. Memvalidasi instrumen dan merevisinya.

3. Menganalisis hasil pretes pemahaman dan penalaran matematik untuk mengetahui kemampuan awal siswa sebelum pembelajaran dengan metode inkuiri dilakukan.

(45)

kelompok diberikan pembelajaran sebanyak 6 kali pertemuan. Pada setiap pertemuan kelompok eksperimen diobservasi oleh pengamat.

5. Memberikan postes untuk mengetahui kemampuan pemahaman dan penalaran siswa, setelah pembelajaran berakhir.

6. Memberikan angket kepada siswa kelompok eksperimen, untuk mengetahui sikap siswa terhadap pelajaran matematika dan pembelajaran dengan metode inkuiri.

7. Melakukan analisis terhadap data hasil postes pemahaman dan hasil postes penalaran.

8. Menganalisis ketuntasan belajar pada komponen pemahaman dan penalaran 9. Menganalisis sikap siswa terhadap pelajaran matematika dan pembelajaran

dengan metode inkuiri.

10. Melakukan analisis terhadap observasi untuk melihat aktivitas siswa.

G. Jadwal Pelaksanaan Penelitian

(46)

Tabel 3.12

Jadwal Pelaksanaan Penelitian di Kelas

No Hari/Tanggal Waktu Kegiatan

1. Kamis, 19 Maret 2009 07.00 – 08.30 Pretes pemahaman dan penalaran 2. Senin, 23 Maret 2009 09.30 – 11.00 Kedudukan titik, garis, dan bidang

dalam ruang

3. Senin, 30 Maret 2009 09.30 – 11.00 Menentukan jarak dalam ruang (1) 4. Kamis, 2 April 2009 07.00 – 08.30 Menentukan jarak dalam ruang (2) 5. Senin, 6 April 2009 09.30 – 11.00 Menentukan besar sudut dalam

ruang (1)

7. Senin, 13 April 2009 09.30 – 11.00 Menentukan besar sudut dalam ruang (2)

8. Kamis, 16 April 2009 07.00 – 08.30 Menentukan besar sudut dalam ruang (3)

9. Senin, 4 Mei 2009 09.30 – 11.00 Postes

10. Kamis, 7 Mei 2009 07.00 – 08.30 Pengisian skala sikap

H. Prosedur Analisis Data

(47)

observasi pengamat, bertujuan untuk mengetahui gambaran minat siswa terhadap pembelajaran dengan metode inkuiri.

Analisis data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Kemampuan awal kelas kontrol dan kelas eksperimen diuji kesamaan dua rata-rata tes kemampuan pemahaman dan kemampuan penalaran, yaitu dengan uji-t. hal ini dilakukan untuk melihat bahwa sebelum pembelajaran dilakukan, validitas internal hasil belajar siswa antara kedua kelompok tidak terganggu. 2. Analisis dengan rumus Meltzer (2002) untuk mendapatkan normalisasi gain.

Data normalisasi gain kemampuan pemahaman dan penalaran baik kelas kontrol maupun kelas eksperimen dianalisis menggunakan uji-t, untuk menganalisis perbedaan normalisasi gain kemampuan pemahaman dan penalaran, dengan menguji persyaratan statistiknya terlebih dahulu, yakni kenormalan dan homogenitas varians. Pengolahan data tes ini menggunakan SPSS versi 16.0.

3. Data pretes, postes dan normalisasi gain kemampuan pemahaman dan penalaran pada kelas eksperimen dianalisis dengan menggunakan uji-t, untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemahaman dan kemampuan penalaran matematik siswa, dengan terlebih dahulu menguji kenormalan distribusi data pretes dan postes. Pengolahan data tes ini menggunakan SPSS versi 16.0. 4. Data postes kemampuan pemahaman dan kemampuan penalaran baik kelas

(48)

pihak sekolah yaitu 60%, atau siswa memperoleh nilai 60 pada skala 0-100 dinyatakan tuntas. Suatu kelas disebut tuntas belajar bila di kelas tersebut telah mendapat paling sedikit 85% siswa telah tuntas belajar (Depdikbud, 1994). 5. Hasil observasi berupa daftar cek yang dibuat observer akan digunakan untuk

data pendukung analisis, pembahasan kemampuan siswa dan siskap siswa. Selain itu, digunakan untuk mengetahui kesesuaian pelaksanaan pembelajaran dengan metode inkuiri.

(49)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data dan temuan penelitian yang dikemukakan terdahulu, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut.

1. Rata-rata normalisasi gain kemampuan pemahaman matematik siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode inkuri lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran biasa. Maknanya peningkatan kemampuan pemahaman matematik siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode inkuiri lebih baik daripada peningkatan kemampuan pemahaman matematik siswa yang memperoleh pembelajaran biasa. Untuk ketiga komponen yaitu translasi, interprestasi, dan ekstrapolasi presentase taraf serapnya pada siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode inkuiri lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran biasa.

(50)

yang memperoleh pembelajaran dengan metode inkuiri lebih besar daripada siswa yang memperoleh pembelajaran biasa.

3. Ketuntasan belajar secara klasikal belum tercapai, akan tetapi ketuntasan belajar kemampuan pemahaman matematik siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode inkuri lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran biasa.

4. Ketuntasan kemampuan penalaran secara klasikal belum tercapai, akan tetapi ketuntasan belajar kemampuan penalaran matematik siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode inkuri lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran biasa

5. Aktivitas belajar siswa yang pembelajarannya menggunakan metode inkuiri tergolong kategori tinggi, sedangkan apabila dilihat dari pertemuan pertama hingga pertemuan keenam aktivitas belajar siswa mengalami peningkatan.

6. Secara umum siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode inkuri memiliki sikap yang positif terhadap: pelajaran matematika dan pembelajaran dengan metode inkuiri.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang tertuang di dalam kesimpulan, penulis memiliki beberapa saran yaitu:

(51)

menjustifikasi/membuktikan. Peneliti hanya mengkaji komponen menganalisis, mengevaluasi, menggeneralisasi, menyelesaikan masalah non-rutin, dan menjustifikasi/membuktikan. Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk melakukan penelitian mengenai pembelajaran inkuiri yang dikaitkan dengan memprediksi, menghubungkan, mensintesis/mengentegrasi.

2. Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk melakukan penelitian mengenai pembelajaran inkuiri dengan mengkaji korelasi antara kemampuan pemahaman dan penalaran matematik siswa.

3. Bagi guru matematika SMA disarankan untuk menggunakan metode inkuiri dalam pembelajaran pada materi-materi pelajaran yang memiliki karakteriktik sebagai berikut: terdapat informasi yang dapat mengeksplorasi, memberi peluang untuk berdiskusi, membuat hipotesis, dan menganalisis materi agar kualitas proses belajar-mengajar, kemampuan pemahaman, dan kemampuan penalaran matematik siswa lebih meningkat.

(52)

DAFTAR PUSTAKA

Baharuddin, H. dan Wahyuni, E. N. (2008). Teori Belajar dan Pembelajaran. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Baroody, A.J. (1993). Problem Solving, Reasoning, and Communicating. New York: McMillan.

Bell, F.H. (1978). Teaching and Learning Mathematics (In Secondary Schools). Pittsburgh: Wm.C. Brown Company Publishers.

Dahar, R.W. (1996). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Dahlan, J.A. (2004). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematika Siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Melalui Pendekatan Pembelajaran Open Ended. Disertasi Doktor pada PPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Dani, M. (2002). Pengaruh Kegiatan Laboratorium Inkuiri Terbimbing Terhadap Hasil Belajar Siswa dalam Pengajaran Fisika. Tesis pada PPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Dasril. (2007). Pedoman Penyusunan Standar Ketuntasan Belajar Minimal Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Makalah disampaikan pada pelatihan KTSP di Pekan Baru, Riau.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1994). Pedoman Pembelajaran Tuntas. Jakarta: Depdikbud.

Departemen Pendidikan Nasional. (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22, 23, dan 24 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas.

Departemen Pendidikan Nasional. (2006). Kurikulum 2006 Mata Pelajaran Matematika SMA/MA. Jakarta: Depdiknas.

Departemen Pendidikan Nasional. (2007). Materi Sosialisasi dan Pelatihan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Jakarta. [Online]. Tersedia: http://203.130.201.221/materi_rembuknas2007/komisi1/subkomisi-3-KTSP/SMP/naskahword/-2k [10 Juni 2007]

(53)

Echols, J.M. dan Shadily, H. (2000). Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Emzir. (2008). Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif dan Kualitatif. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Ernest, P. (1991). The Philosophy of Mathematics Education. New York: The Falmer Press.

Faqih, A. (2008). Mengenal Teori Kunstruktivisme. [Online]. Tersedia: http://ahmadfaqih.multiply.com/journal/item/1/MENGENAL_TEORI_KO NSTRUKTIVISME [29 Januari 2008].

Gulő, W. (2002). Strategi Belajar-Mengajar. Jakarta: Grasindo.

Harsanto, R. (2007). Pengalaman Kelas yang Dinamis. Yogyakarta: Kanisius. Haryono. (2008). Prinsip Mengajar Matematika. [Online].

Tersedia:http://aflah.wordpress.com/2008/02/22prinsip-mengajar-matematika/ [12 Nopember 2008].

Hersunardo. (1986). Pendekatan Inkuiri Lewat Demonstrasi Dalam Mengajarkan Sistem Transport Tumbuhan Kepada Para Murid Sekolah Menengah Pertama. Tesis IKIP Bandung: tidak diterbitkan.

Hudojo, H. (1988). Pengembangan Kurikulum Matematika dan Pelaksanaannya di Depan Kelas. Surabaya: Usaha Nasional.

Hudojo, H. (1990). Pengembangan Kurikulum Matematika dan Pelaksanaannya di Depan Kelas. Surabaya: Usaha Nasional.

Ibrahim, M. (2007). Pembelajaran Inkuiri. [Online] Tersedia : http://KPIcenter.org/index.php? [17 Desember 2007]

Maier, H. (1985). Kompedium Didaktik Matematika. Bandung: CV Remaja Karya.

Matlin, M. W. (1994). Cognition. Orlando: Hardcourt Publisher.

(54)

Mullis, I.V.S. at.el. (2003). Assessment Frameworks and Specifications 2003. Trend in Mathematics and Science Study. The International Study Center Bortox College, Lynch School of Education.

Mulyasa. (2007). Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.

Mundiri. (2002). Logika. Jakarta: Karya Grafindo Persada.

Mungin, E.W. (2006). Penyusunan Kurikulum tingkat satuan pendidikan . Makalah disampaikan pada pelatihan KTSP di Pekan Baru, Riau.

NCTM. (1989). Curriculum and Evaluation Standard for School Mathematics. Reston, VA: NCTM.

NCTM, (2000). Principles and Standart for School Mathematics. Reston: NCTM NCTM. (2000b). Mathematics Assesment: a pratical handbook for grade 6-8.

Reston, VA: NCTM.

Poespoprodjo, W. dan Gilarso, E.T. (2006). Logika Ilmu Matematika. Bandung: Pustaka Grafika.

Rochmad. (2008). Penggunaan Pola Pikir Induktif-Deduktif Dalam Pembelajaran

Matematika Beracuan Konstruktivisme. [Online]. Tersedia:

http://rochmad-unnes.blogspot.com/2008/01/penggunaan-pola-pikir-induktif-deduktif.html [29 Januari 2008]

Ruseffendi, E.T. (1984). Dasar-dasar Matematika Modern dan Komputer untuk Guru. Bandung: Tarsito.

Ruseffendi, E.T. (1991). Penilaian Pendidikan dan Hasil Belajar Siswa Khususnya dalam Pengajaran Matematika. Bandung.

Ruseffendi, H.E.T. (2006). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya Dalam Pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Sabandar, J. (2008). Pembelajaran Matematika Sekolah dan Permasalahan Ketuntasan Belajar Matematika. Pidato Pengukuhan Guru Basar. FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Sagala, S. (2006). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

(55)

Sanjaya, W. (2008). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media.

Sarwono, J. (2008). Panduan Lengkap Untuk Belajar Komputasi Statistik Menggunakan SPSS 16. Yogyakarta: Andi.

Soekadijo, R.G. (1999). Logika Dasar. Jakarta: Gramedia

Somatanaya, A.A.G. (2005). Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematik Siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Melalui Pembelajaran Dengan Metode Inkuiri. Tesis pada PPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Subandriyo. (2006). Studi keefektifan metode inkuiri dalam pembelajaran matematika ditinjau dari sikap percaya diri siswa. Tesis. Surakarta. [Online]. Tersedia: http://pasca.uns.ac.id [18 Januari 2008].

Subino. (1987). Konstruksi dan Analisis Tes. Jakarta: Dirjen Dikti, Depdikbud. Sudjana. (1989). Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru

Algesindo.

Sudjana. (2005). Metode Statistika, edisi keenam. Bandung: Tarsito.

Sudrajat. (2001). Penerapan SQ3R pada Pembelajaran Tindak Lanjut untuk Meningkatkan kemampuan Komunikasi Matematik Siswa SMU. Tesis pada PPS UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.

Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suherman, E. dan Winataputra, U. (1993). Strategi Belajar Mengajar Matematika. Jakarta: Depdikbud.

Suherman, E., dkk. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA.

Suherman, E. H. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: JICA Sumarmo, U. (1987). Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematik Siswa

SMA Dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Beberapa Unsur Proses Belajar Mengajar. Disertasi Doktor pada Fakultas Pascasarjana IKIP Bandung: tidak diterbitkan.

(56)

Sumarmo, U., Suryadi, D., Rukmana, K., Dasari, D., & Suhendra. (1997). Pengembangan Model Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Intelektual Tingkat Tinggi Siswa Sekolah Dasar. Laporan Penelitian. FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Suparno, P. (1997). Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.

Suparno, P. (2007). Metodologi Pembelajaran Fisika Konstruktivistik dan Menyenangkan. Yogyakarta: Universitas Sanata Darma.

Supeno. (2002). Physics curriculum development based on competence New Challenge for Physics Teachers. Proceeding National Science Education Seminar. Malang: JICA-IMSTEP.

Suryadi, D. (2008). Metapedadidaktik dalam Pembelajaran Matematika : Suatu Strategi Pengembangan Diri Menuju Guru Matematika Profesional. Pidato Pengukuhan Guru Basar. FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan Wahyudin. (1999). Kemampuan Guru Matematika, Calon Guru Matematematika,

dan Siswa Dalam Mata Pelajaran Matematika. Disertasi Doktor pada PPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Wahyudin. (2005). Matematika, Pendidikan Matematika, dan Kurikulum Matematika. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.

Warfield, V. M. (2006). Invitation to Didactique. Washington: University of Washington.

Widhiarso, W. (tidak ada tahun). Membaca Angka Pada SPSS Uji Hipotesis

Komporatif (Uji-t). [Online]. Tersedia:

elisa.ugm.ac.id/files/wahyu.../Lebih%20mesra%20dengan%20Uji-t.pdf [27 Juli 2009].

Wijaya. (1999). Pengajaran Remedial. Jakarta: Depdikbud.

Gambar

Tabel 1.1 Nilai EBTANAS Tahun 1996-1998
Tabel 1.2 Nilai UN Tahun 2006-2008
Tabel 3.1 Penskoran Tes Pemahaman dan Penalaran
Tabel 3.2 Validitas Butir Soal Tes Pemahaman
+7

Referensi

Dokumen terkait

semakin tinggi tingkat kelembaban udara maka penurunan tegangan flashover AC. akan semakin besar, baik pada kondisi bersih maupun

yang terkandung dalam debu vulkanik dan lahar dingin Gunung Sinabung. dengan menggunakan metode Analisis Aktivasi

2012 majoriti usia penderita melebihi 40 tahun, proporsi terbanyak ditemukan pada laki-laki berbanding perempuan, jumlah penderita yang merokok yang tinggi

Aam Amilia” téh maksudna nyaéta nalungtik jeung nyieun papasingan prinsip jeung maksim omongan dina paguneman anu aya dina kumpulan carpon. Panggung Wayang karya

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6 ayat (1) Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 39 Tahun 2013 tentang Penetapan

Alfian Ibrahim Sarintan Saleh Desri A Djama Liyan Halid. Winarti Isa

Dalam penulisan ilmiah ini penulis mempunyai tujuan untuk menghitung besarnya selisih yang terjadi antara biaya yang ditetapkan/ diangarkan oleh perusahaan ( biaya standar )

(Studi Kasus Pada Perusahaan Bidder Yang Melakukan Merger Pada Tahun 2009). Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |