• Tidak ada hasil yang ditemukan

INTERNALISASI NILAI-NILAI KEWIRAUSAHAAN MELALUI PROSES PEMBELAJARAN UNTUK MENUMBUHKEMBANGKAN KEMANDIRIAN USAHA: Studi Deskriptif Analitis pada Program Pendidikan Santri Mukim Akhlak Plus Wirausaha Pesantren Daarut Tauhiid Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "INTERNALISASI NILAI-NILAI KEWIRAUSAHAAN MELALUI PROSES PEMBELAJARAN UNTUK MENUMBUHKEMBANGKAN KEMANDIRIAN USAHA: Studi Deskriptif Analitis pada Program Pendidikan Santri Mukim Akhlak Plus Wirausaha Pesantren Daarut Tauhiid Bandung."

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

INTERNALISASI NILAI-NILAI KEWIRAUSAHAAN

MELALUI PROSES PEMBELAJARAN

UNTUK MENUMBUHKEMBANGKAN KEMANDIRIAN USAHA

(Studi Deskriptif Analitis pada Program Pendidikan Santri Mukim Akhlak

Plus Wirausaha Pesantren Daarut Tauhiid Bandung)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Umum dan Nilai

Oleh

Ahmad Kosasih, S.Kom.

1005039

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN UMUM DAN NILAI

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

INTERNALISASI NILAI-NILAI KEWIRAUSAHAAN

MELALUI PROSES PEMBELAJARAN

UNTUK MENUMBUHKEMBANGKAN KEMANDIRIAN USAHA

(Studi Deskriptif Analitis pada Program Pendidikan Santri Mukim Akhlak

Plus Wirausaha Pesantren Daarut Tauhiid Bandung)

Oleh

Ahmad Kosasih, S.Kom., M.Pd. UPI Bandung, 2013

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Umum dan Nilai

© Ahmad Kosasih 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

September 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,

(3)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH

PEMBIMBING:

Prof. Dr. H. Waini Rasyidin, M.Ed.

Pembimbing I

Dr. H. Yayat Achdiat, M.Pd.

Pembimbing II

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan Umum,

(4)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH

PEMBIMBING:

Prof. Dr. H. Waini Rasyidin, M.Ed.

Pembimbing I

Dr. H. Yayat Achdiat, M.Pd.

Pembimbing II

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN UMUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(5)

ABSTRAK

Tesis ini berisi penelitian tentang “Internalisasi Nilai-Nilai Kewirausahaan Melalui Proses Pembelajaran Untuk Menumbuhkembangkan Kemandirian Usaha”. Penelitian ini dilakukan pada Program Pendidikan Santri Mukim Akhlak Plus Wirausaha (APW) Pesantren Daarut Tauhiid Bandung, dengan melibatkan beberapa responden, diantaranya satu orang penanggung jawab program, satu orang pendamping peserta, satu orang pemateri, dan enam orang peserta. Masalah pokok yang menjadi kajian dalam tesis ini adalah: Apakah kemandirian usaha dapat ditumbuhkan melalui internalisasi nilai-nilai kewirausahaan pada proses pembelajaran? Untuk memahami masalah tersebut digunakan teori Taksonomi Bloom dan Krathwohl. Secara rinci masalah pokoknya dijabarkan dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1) Bagaimanakah proses pembelajaran pada Program APW Pesantren Daarut Tauhiid? 2) Faktor-faktor apakah yang dapat mendukung dan menghambat internalisasi nilai-nilai kewirausahaan pada proses pembelajaran Program APW? 3) Upaya-upaya apakah yang dilakukan untuk menginternalisasi nilai-nilai kewirausahaan sehingga peserta menjadi pribadi yang mandiri?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut digunakan data primer yang diperoleh dari subjek penelitian, dan data sekunder yang didapat dari berbagai dokumen resmi dan tidak resmi. Data yang digunakan dikumpulkan melalui observasi, wawancara, studi pustaka, dan dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan langkah-langkah: mengorganisasikan data, memilah-milahnya, mencari dan menemukan pola, melakukan interpretasi, dan menyajikan hasil penelitian.

Hasil penelitian menunjukkan: 1) proses pembelajaran dalam sehari dilaksanakan tiga kali. Metode pembelajaran yang digunakan adalah ceramah, diskusi, penugasan, tanya jawab, eksperimen, demonstrasi, dan simulasi. Sedangkan media pembelajaran yang digunakan LCD/screen, whiteboard, spidol, wireless dan laptop. Terjadinya internalisasi nilai-nilai kewirausahaan dimulai ketika para santri menerima dan menghayati materi pembelajaran, memberikan respon dengan bertanya atau bersikap antusias, menghargai nilai-nilai yang disampaikan, menata nilai-nilai yang diterimanya untuk diaplikasikan, sehingga terjadi pembiasaan yang melahirkan pola pikir, sikap, dan perilaku kewirausahaan yang relijius; 2) Faktor-faktor yang mendukung proses pembelajaran adalah semangat belajar peserta yang tinggi, ruang belajar yang nyaman, suasana belajar yang kondusif, metode pembelajaran yang tepat, media belajar yang lengkap dan berfungsi baik, pengajar yang pakar di bidangnya, dan keteladanan. Sedangkan faktor-faktor yang menghambat proses pembelajaran adalah: pengaturan ruang belajar yang kurang baik, keterlambatan peserta di ruang belajar, jarak asrama yang cukup jauh dari pesantren Daarut Tauhiid, dan ruang belajar yang bentuknya memanjang; 3) Upaya-upaya untuk menginternalisasi nilai-nilai kewirausahaan yaitu melalui pembinaan fisik dan mental, praktik ikhtiar, praktik khidmat, praktik pengabdian masyarakat, dan penanaman konsep tata nilai dan adab budaya Daarut Tauhiid. Upaya-upaya tersebut menumbuhkan nilai-nilai kewirausahaan seperti sikap tangguh, pantang mengeluh, keimanan kreatif, optimisme, keberanian, kesabaran, kedermawanan, kejujuran, kemandirian, dan tawakal kepada Allah Swt.

(6)

ABSTRACT

This thesis contains research on "Internalization of Values Through Entrepreneurship Learning Process To Develop Self-Reliance Enterprises". The research was conducted in Students Habitation Character Education Program Plus Entrepreneurship (APW) Pesantren Daarut Tauhid Bandung, involving several respondents, including one person in charge of the program, one participant companion, one speaker, and six participants. The central issue to be studied in this thesis is: Is independence efforts can be grown through internalization of entrepreneurship in the learning process? To understand this problem used the theory of Bloom and Krathwohl's Taxonomy. Described in detail the central issue in the form of the following research questions: 1) What is the process of learning to APW program Pesantren Daarut Tauhid? 2) What factors that support and hinder the internalization of the values of entrepreneurship in the learning process APW Program? 3) Efforts are being made to the values of entrepreneurship so that participants become an independent person?

To answer that question used primary data obtained from the study subjects, and secondary data obtained from various official and unofficial documents. The data used was collected through observation, interviews, library research, and documentation. Data analysis was performed with a step-by-step: organize data, sort it out, look for and find patterns, to interpret, and present research results.

The results showed: 1) the learning process carried out three times a day. Learning methods used are lectures, discussions, assignments, questions and answers, experiments, demonstrations, and simulations. While the instructional media used LCD / screen, whiteboard, markers, and wireless laptops. The internalisation of the values of entrepreneurship began when the students accept and appreciate the learning material, provide responses to the questions or be enthusiastic, appreciate the value delivered, set the values received to be applied, resulting in the birth habituation mindset, attitudes, and entrepreneurial behavior are religious; 2) The factors supporting the learning process is to learn the spirit of participants is high, comfortable study space, conducive learning atmosphere, appropriate learning methods, media complete learning and work, teaching experts in their fields , and exemplary. While the factors that impede the learning process are: spatial arrangements that are less well studied, the delay of participants in the study, which is quite a distance away from the dorm Daarut Tauhiid schools, and classrooms elongated shape; 3) Efforts to internalize the values entrepreneurship is through physical and mental development, practical endeavor, solemn practice, practice community service, and planting concepts and civilized cultural values Daarut Tauhiid. Such efforts foster entrepreneurial values such tough attitude, never complained, creative faith, optimism, courage, patience, generosity, honesty, self-reliance, and trust in Allah.

(7)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... LEMBAR PERNYATAAN ... KATA PENGANTAR ... UCAPAN TERIMA KASIH ... ABSTRAK ... DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR LAMPIRAN...

BAB I PENDAHULUAN …... A. Latar Belakang Masalah ... B. Identifikasi dan Rumusan Masalah ... C. Tujuan dan Manfaat Penelitian …... D. Definisi Operasional ..……….……..……... E. Struktur Organisasi Penulisan ..………...

BAB II PEMBINAAN KEMANDIRIAN USAHA MELALUI

INTERNALISASI NILAI KEWIRAUSAHAAN …...…….... A. Konsep Pendidikan Nilai dan Pendidikan Umum ... 1. Definisi Nilai ………... 2. Hakikat Pendidikan Nilai ... 3. Tahapan Pendidikan Nilai ……….………..………….. 4. Definisi Pendidikan Umum ………..……….

5. Tujuan Pendidikan Umum ………...

B. Konsep Internalisasi dan Kewirausahaan ……… 1. Konsep Internalisasi ……….………. 2. Konsep Dasar Kewirausahaan ..….…... 3. Karakter Wirausaha Indonesia ...

(8)

4. Kadar Jiwa Wirausaha …………...……….. 5. Kewirausahaan Berbasis Akhlak ... C. Konsep Dasar Kemandirian …………... D. Kaitan Pendidikan Umum dengan Pendidikan Kewirausahaan ... E. Pendidikan Kewirausahaan melalui Program Pendidikan Akhlak Plus Wirausaha ……….………...…

F. Temuan Penelitian Terdahulu ……….….

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...

A. Pendekatan Penelitian ... B. Lokasi dan Subjek Penelitian ... C. Teknik Pengumpulan Data ... 1. Observasi ..………... 2. Dokumentasi ……….………..………...

3. Wawancara. ………...

4. Studi Pustaka …..………...………

D. Instrumen Penelitian ... E. Tahapan-Tahapan Penelitian ... 1. Tahap Orientasi ... 2. Tahap Eksplorasi ... 3. Tahap Pencatatan Data ... 4. Tahap Analisis Data ... F. Validitas Data ………...

1. Triangulasi ……... 2. Member Checks ...

3. Catatan Pengambilan Keputusan ……….……..

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...

A. Gambaran Umum Data Penelitian ... 1. Sejarah dan Perkembangan Pesantren Daarut Tauhiid ……... 2. Visi dan Misi Pesantren Daarut Tauhiid ...

(9)

3. Latar Belakang Program Akhlak Plus Wirausaha ... 4. Profil Program Santri Mukim Akhlak Plus Wirausaha .………

4.1. Materi Pembelajaran ……….………….

4.2.Tim Pengajar ………..…………

4.3.Sarana dan Prasarana Belajar ……….………

4.4.Peserta ……….

B. Hasil Penelitian ………... 1. Proses Pembelajaran Program Santri Mukim Akhlak Plus Wirausaha ………... 2. Faktor Pendukung dan Penghambat Proses Pembelajaran …… 3. Upaya-Upaya untuk Membentuk Kemandirian ………...……..

3.1. Melalui Pembinaan Fisik dan Mental ………….……..… 3.2. Melalui Aplikasi Khidmat dan Ikhtiar …….….………… 3.3. Melalui Aplikasi Dakwah ……….…..………….. 3.4. Melalui Penanaman Konsep Tata Nilai dan Adab

Budaya Daarut Tauhiid ………... C. Pembahasan Hasil Penelitian …...………..………..

D. Temuan Penelitian ………..………..

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...

A. Kesimpulan ...

1. Kesimpulan Umum ………

2. Kesimpulan Khusus ………...

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan upaya dan jenis kegiatan yang mutlak penting bagi setiap orang. Menurut Pasal 1 Undang-undang no. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”

Dengan pendidikan seseorang akan memiliki wawasan, pengetahuan, dan sikap yang akan sangat berguna bagi dirinya dan orang lain di sekitarnya. Dengan pendidikan pula, seseorang akan memiliki keterampilan dan kebiasaan yang suatu saat bisa digunakannya dalam memasuki dunia kerja atau menciptakan lapangan kerja.

(11)

karena adanya pengaruh dari pendidikan formal dan nonformal yang sudah diperolehnya, tapi juga karena adanya pengaruh pendidikan dalam keluarga.

Pengaruh lingkungan keluarga berdampak pula pada kemauan seseorang dalam berwirausaha. Keterampilan berwirausaha pada diri seseorang memang bukan hanya bisa didapat di bangku sekolah/kuliah saja. Lingkungan keluarga pun—dalam hal ini orangtua atau kakek/neneknya—bisa mendorong putera puterinya untuk memiliki mental dan keterampilan berwirausaha. Bila kita perhatikan dengan saksama, banyak para pengusaha menjadi sukses karena faktor keluarga. Baik karena berasal dari keluarga kurang mampu sehingga terdorong untuk membantu mencari penghasilan bagi keluarganya, atau karena orangtuanya sengaja mendidik dan mendorongnya menjadi wirausaha. Oleh sebab itu, kurang berminatnya generasi muda untuk berwirausaha bisa jadi karena sangat kurang dukungan dari keluarganya.

Saat ini, lembaga pendidikan dan pelatihan yang berorientasi untuk menghasilkan lulusan yang bisa menciptakan lapangan kerja tidak begitu banyak di Jawa Barat. Padahal, keberadaan lembaga seperti itu dalam jumlah memadai sangat dibutuhkan, mengingat bangsa ini membutuhkan banyak wirausaha untuk memajukan perekonomian, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan menanggulangi kemiskinan.

(12)

kemiskinan dan keterpurukan ekonomi. Lebih jauh lagi dan politis, meningkatkan harkat perekonomian dan perdagangan nasional dari orientasi impor menjadi pengekspor, juga menjadi bangsa mandiri dalam rangka peningkatan martabat bangsa Indonesia.

Memang terjadi perkembangan ekonomi nasional dalam lima tahun terakhir (2008-2013). Namun, ironisnya menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), lebih dari 49% penduduk Indonesia sekarang masih berpendapatan hanya rata-rata dua dollar (USD) atau kurang per hari.

Menurut Sularto (2010: 2), dalam ranah pendidikan, persoalannya menyangkut bagaimana dikembangkan sistem pendidikan yang tidak hanya menghasilkan manusia terampil dari sisi intelektual, tetapi juga sistem pendidikan yang inspiratif dan pragmatis. Praktik pendidikan dan latihan melalui kurikulum, sistem dan penyelenggaraannya harus serba terbuka, eksploratif, dan membebaskan. Tidak hanya praktik pendidikan yang link and match, yang lulusannya siap memasuki lapangan kerja, tetapi juga biasa bekerja dan siap menciptakan lapangan kerja yang harus dimulai dari diri sendiri.

(13)

Suatu negara akan makmur bila 2% jumlah penduduknya adalah para wirausaha. Berdasarkan data pada tahun 2009 di atas, bila jumlah wirausaha di Indonesia sekitar 0,18% dari total penduduk Indonesia (sekitar 230 juta jiwa), maka jumlah wirausaha waktu itu 414.000 orang. Jelas terlihat bahwa Indonesia belum termasuk negara yang makmur, jika dibandingkan Amerika Serikat dengan jumlah wirausaha sebesar 7,2%, serta Jepang dan Korea 5%.

Namun, kita dapat sedikit berlega hati. Menurut situs http://pendekarinternetmarketing.com, data jumlah wirausaha Indonesia pada Mei

2012, meningkat menjadi 1,55 % dari total jumlah penduduk (sekitar 241 juta jiwa). Peningkatan jumlah wirausaha ini ternyata berbanding lurus dengan berkurangnya jumlah pengangguran di Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), Jumlah pengangguran pada Februari 2012 mencapai 7,6 juta orang, dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) cenderung menurun, dimana TPT Februari 2012 sebesar 6,32 persen turun dari TPT Agustus 2011 sebesar 6,56 persen dan TPT Februari 2011 sebesar 6,80 persen. Pada Februari 2012, TPT untuk pendidikan menengah masih tetap menempati posisi tertinggi,

(14)

ini memang agak terlambat, sebab justru kewirausahaan sebaiknya ditanamkan sejak di jenjang sekolah dasar (SD) bahkan pendidikan anak usia dini (PAUD), bukan dicangkokkan setelah lulus. Namun, meskipun begitu, tak ada kata terlambat untuk suatu perbaikan (better late then never!).

Dirjen Pendidikan Tinggi Kemendikbud RI seperti dikutip Suraya (2012: 2) menyatakan bahwa data pengangguran terdidik di Indonesia menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin rendah kemandirian dan semangat kewirausahaannya. Pemerhati kewirausahaan menyatakan bahwa sebagian besar lulusan perguruan tinggi adalah job seeker (pencari kerja) daripada job creator (pencipta lapangan kerja).

Keadaan tersebut disebabkan sistem pembelajaran yang diterapkan berbagai perguruan tinggi saat ini, menurut Suraya (2012: 2), umumnya lebih terfokus pada ketepatan lulus dan kecepatan memperoleh pekerjaan, namun memarjinalkan kesiapan untuk menciptakan lapangan pekerjaan.

Pendidikan dalam rangka demokratisasi harus dijalankan dengan kreatif. Pendidikan kewirausahaan harusnya membekali peserta didik untuk aktif dan mandiri serta tidak berorientasi menjadi pencari kerja ketika menyelesaikan studinya. Untuk itu, diperlukan pendidikan yang dapat mensinergikan berbagai mata pelajaran menjadi kecakapan hidup (life skill) yang diperlukan seseorang, di manapun ia berada, bekerja sendiri atau karyawan, apapun profesinya.

(15)

berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”

Bila kita kaji dengan saksama, hal yang termaktub dalam tujuan tersebut memuat tujuan mulia yang pada gilirannya membentuk manusia Indonesia unggul yang dapat mendongkrak martabat bangsa ini menjadi kian setara dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Selain itu, juga bertujuan untuk membentuk menjadi orang yang mandiri dan memiliki tanggung jawab individual, sosial, moral, dan kebangsaan. Tentu saja, tujuan tersebut akan tercapai bila peserta didik dibekali dengan pendidikan kewirausahaan yang akan membuatnya memiliki keterampilan dan kebiasaan berkecakapan hidup.

(16)

Pendidikan yang berbasis kewirausahaan adalah pendidikan yang menerapkan prinsip-prinsip dan metodologi ke arah sikap dan internalisasi nilai-nilai pada peserta didiknya melalui kurikulum yang terintegrasi dengan perkembangan yang terjadi baik di lingkungan sekolah, pesantren, maupun lingkungan masyarakat. Selain itu, penggunaan model dan strategi pembelajaran yang relevan dengan tujuan pembelajaranya itu sendiri. Lembaga pendidikan tidak boleh hanya bertugas melahirkan banyaknya lulusan, akan tetapi yang jauh lebih penting adalah seberapa besar lulusanya itu dapat menolong dirinya sendiri dalam menghadapi tantangan di masyarakat, atau dengan kata lain sekolah harus membuat siswa menjadi lulusan yang memiliki kebiasaan kerja dan kecakapan hidup (life skill).

Seseorang yang memiliki jiwa wirausaha, menurut Winarno (2009: 5), adalah mereka yang pada kepribadiannya telah menginternalisasi nilai-nilai kewirausahaan, yakni kepribadian yang memiliki kebiasaan aktif serta tindakan kreatif sebagai nilai, gemar berusaha, konsekuen serta konsisten dan istiqamah dalam menghadapi tantangan. Selain itu, mereka juga percaya diri, memiliki self determination atau focus of control, berkemampuan mengelola risiko, menjadikan

perubahan sebagai peluang, toleransi terhadap banyaknya pilihan, inisiatif, dan perpandangan luas. Para wirausaha menganggap waktu sangat berharga serta memiliki motivasi yang kuat dan berkarakter. Itu semua telah dihayati sebagai nilai-nilai dalam jiwanya sebelum menjadi lulusan SLTA atau perguruan tinggi.

(17)

kesehatan yang buruk. Kedua, banyaknya pengangguran, baik yang kurang terdidik maupun yang berpendidikan tinggi. Ketiga, kesenjangan ekonomi yang mencolok antara kota dan desa. Keempat, perusakan hutan dan ekologi

Masalah kemiskinan, kebodohan, dan kesehatan yang buruk menurut Kusnandi (2007: 2) ibarat lingkaran setan (vicious circle) yang tidak berkesudahan. Kekayaan sumber daya alam dan jumlah penduduk yang besar tidak dijadikan modal dasar untuk mematahkan vicious circle kemiskinan, kebodohan, dan kesehatan yang buruk, tetapi masih terus menjadi daya tarik untuk dijadikan pangsa pasar dan sumber eksploitasi bagi negara-negara maju.

(18)

Masalah banyaknya pengangguran tidak akan terpecahkan oleh solusi banyaknya pembukaan lapangan kerja baru, karena pada saat yang sama lembaga pendidikan baik jenjang menengah maupun tinggi melahirkan lulusan baru yang sebagian besar tidak berorientasi untuk berwirausaha. Peningkatan jumlah pengangguran tingkat sarjana (alumni jenjang S1) dipicu oleh banyaknya perguruan tinggi yang menghasilkan sarjana dan hilangnya kesempatan kerja akibat terjadinya krisis ekonomi di berbagai kawasan di dunia ini. Oleh sebab itu, dibutuhkan kebijakan khusus pemerintah untuk mendorong terwujudnya solusi atas masalah ini.

Sedangkan masalah kesenjangan ekonomi yang mencolok antara kota dan desa, antara daerah yang satu dengan daerah lain, antara pribumi dan nonpribumi, merupakan masalah-masalah yang juga harus dituntaskan oleh bangsa ini. Kesenjangan ekonomi antara kota dan desa serta antar daerah, mengakibatkan migrasi besar-besaran dari desa ke kota, dari satu daerah ke daerah lain, termasuk rata-rata 1 (satu) juta per hari pasca Idul Fitri ke Jakarta setiap tahunnya. Padahal, setiap daerah, desa maupun kota, masing-masing memiliki potensi ekonomi yang dapat digali dan dikembangkan. Pengembangan potensi tersebut memerlukan semangat kewirausahaan yang tinggi, yang harus dimiliki oleh setiap diri individu di desa dan di kota, sehingga akan mengurangi kesenjangan ekonomi dan berdampak positif pada kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial.

(19)

terinternalisasikannya nilai-nilai kewirausahaan pada generasi muda, sangat potensial untuk mengurangi kesenjangan ekonomi antara golongan pribumi dan nonpribumi. Itu sebelumnya kewajiban belajar sampai usia 14/15 tahun harus terlaksana penuh.

Pemerintah saat ini telah membuat beberapa program instan untuk menyelesaikan masalah kemiskinan, kebodohan, atau kesehatan. Program (uji coba) bantuan langsung tunai (BLT) atau jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas) bagi warga miskin, banyak yang salah sasaran dan tidak menyelesaikan persoalan. Padahal, solusi yang paling tepat untuk jangka panjang adalah dengan melakukan pembinaan-pembinaan berskala kecil kepada masyarakat agar memiliki semangat dan mau berwirausaha, baik melalui lembaga pendidikan formal maupun nonformal. Dengan segera berwirausaha dengan benar, kecuali di daerah dengan pendapatan asli daerah (PAD) rendah, penghasilan masyarakat akan meningkat sehingga masalah kemiskinan, kebodohan, kesehatan yang buruk, serta kesenjangan ekonomi akan lenyap, dan dalam jangka pendek berkurang. Itu sebabnya pencerdasan genersi muda harus terlaksana sesegara mungkin.

(20)

Plus Wirausaha untuk generasi muda berskala kecil, adalah salah satu solusi nyata yang perlu mendapatkan dukungan semua elemen masyarakat, terutama para pemangku kebijakan bidang pendidikan, pelatihan dan koperasi/UKM.

Dengan latar belakang masalah seperti yang kemukakan di atas, maka penulis ingin meneliti lebih lanjut tentang upaya yang dilakukan Pesantren Daarut Tauhiid dalam menanamkan cita-cita dan kerja keras agar siswa menginternalisasi nilai-nilai kewirausahaan pada proses pembelajaran yang diikutinya. Oleh sebab itu, penulis selaku peneliti melakukan penelitian di Daarut Tauhiid diberi judul: Internalisasi Nilai-nilai Kewirausahaan Melalui Proses Pembelajaran untuk

Menumbuhkembangkan Kemandirian Usaha (Studi Deskriptif Analitis pada

Program Pendidikan Santri Mukim Akhlak Plus Wirausaha Pesantren Daarut

Tauhiid Bandung).

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah

(21)

Pesantren Daarut Tauhiid telah melakukan upaya-upaya agar siswa menginternalisasi nilai-nilai kewirausahaan dalam program ini melalui proses pembelajaran yang diikutinya.

Atas asumsi tersebut, penelitian ini memfokuskan pada upaya untuk mendapatkan gambaran bagaimana terjadinya internalisasi nilai-nilai kewirausahaan pada para peserta Program Pendidikan Santri Mukim Akhlak Plus Wirausaha Pesantren Daarut Tauhiid.

Merujuk kepada identifikasi masalah di atas, maka penulis membatasi rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimanakah proses pembelajaran nilai-nilai kewirausahaan pada program pendidikan Santri Mukim Akhlak Plus Wirausaha (APW) Pesantren Daarut Tauhiid?

2. Faktor-faktor apakah yang dapat mendukung dan menghambat internalisasi nilai-nilai kewirausahaan pada proses pembelajaran program APW?

3. Upaya-upaya apakah yang dilakukan untuk menginternalisasi nilai-nilai kewirausahaan sehingga peserta menjadi pribadi yang mandiri?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

[image:21.595.114.514.217.625.2]
(22)

2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mendukung dan menghambat internalisasi nilai-nilai kewirausahaan pada proses pembelajaran program APW.

3. Untuk mengetahui upaya-upaya apa saja yang dilakukan dalam menginternalisasi nilai-nilai kewirausahaan sehingga menjadi pribadi yang mandiri.

Sedangkan manfaat dari penelitiaan ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoretis

Dalam tataran teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan bahan kajian internalisasi nilai-nilai kewirausahaan dalam proses pembelajaran dalam rangka upaya mendidik dan menumbuhkembangkan jiwa kemandirian calon wirausaha muda.

2. Manfaat Praktis

Dalam tataran praktis, hasil temuan ini diharapkan memberi manfaat sebagai berikut.

a. Sebagai masukan bagi Pondok Pesantren Daarut Tauhiid dalam mengindentifikasi faktor-faktor pendukung dan penghambat serta sebagai masukan dalam evaluasi sehingga bisa terbina sistem pembelajaran yang lebih baik lagi.

(23)

c. Sebagai masukan bagi lembaga-lembaga sejenis dalam internalisasi nilai-nilai kewirausahaan pada proses pembelajaran sehingga dapat menghasilkan wirausaha baru yang mandiri, kreatif, dan inovatif.

D. Definisi Operasional

Definisi operasional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah batasan-batasan peristilahan terminologis dari konteks kalimat yang terdapat pada judul penelitian ini.

1. Nilai

Nilai adalah ide atau konsep tentang sifat (ciri) dari suatu objek yang dipikirkan oleh manusia sebagai subjek dan dianggap penting untuk hidupnya dalam mengarahkan seseorang berkelakuan dan bertingkah laku menurut standar yang ideal. Dengan percaya pada nilai ideal maka individu, kelompok dan organisasi sosial memiliki standar untuk menilai perilaku dirinya, sesama anggota, dan orang lain.

2. Internalisasi

(24)

sehingga merupakan keyakinan dan kesadaran akan kebenaran doktrin atau nilai-nilai yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku.

3. Kewirausahaan

Istilah kewirausahaan pada dasarnya merupakan suatu disiplin ilmu yang mempelajari tentang nilai, kemampuan (ability) dan perilaku seseorang dalam menghadapi tantangan hidup untuk memperoleh peluang solusi dengan berbagai risiko yang mungkin dihadapinya (http://putracenter.net).

4. Pembelajaran

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003: 17) pembelajaran diartikan sebagai proses, cara, perbuatan pendidik dan narasumber dalam menjadikan orang atau makhluk hidup belajar.

Pembelajaran adalah prakarsa guru secara terprogram dalam desain instruksional untuk mendorong siswa belajar secara aktif dengan menekankan pada fasilitasi penyediaan sumber belajar (Http://definisi-pengertian.blogspot.com).

(25)

suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

5. Menumbuhkembangkan

Menumbuhkembangkan dalam penelitian ini mengandung arti yaitu menumbuhkan atau menambah dan mengangkat potensi yang terdapat pada calon wirausaha, yang pada akhirnya berusaha untuk mengembangkan potensi tersebut menjadi sesuatu yang berharga produktif dan ekonomis.

6. Kemandirian

Kemandirian merupakan kemampuan individu untuk melakukan berbagai aktivitas dalam kehidupan sebagai respon langsung dan tidak langsung terhadap lingkungan. Hal itu dilakukan sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan dengan disertai kepercayaan diri, kreativitas, dan kesanggupan membina relasi, serta kemauan untuk mencapai kesuksesan di masa datang tanpa mengharapkan belas kasihan dan tuntunan orang lain.

E. Struktur Organisasi Penulisan

Struktur organisasi penulisan yang akan dilakukan oleh penulis adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

(26)

BAB II LANDASAN TEORI

Bab ini mencakup landasan teori tentang permasalahan yang diteliti berdasarkan referensi-referensi ilmiah yang berhubungan dengan penelitian.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini membahas tentang metode dan pendekatan penelitian, lokasi dan subjek penelitian, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, serta validitas data. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini menerangkan tentang hasil penelitian dan pembahasannya dihubungkan dengan teori-teori yang berkaitan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

(27)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Metode penelitian merupakan cara yang dipakai untuk mencapai tujuan dalam penelitian. Menurut Suriasumantri (Mulyadi, 2007: 82), metode merupakan cara ilmiah yang digunakan untuk mendapatkan data dengan tujuan tertentu.

Metode dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis dengan pendekatan kualitatif. Metode ini dipilih karena masalah yang dikaji menyangkut hal yang sedang terjadi di lingkungan masyarakat atau sekolah, khususnya fenomena yang terjadi di suatu lingkungan masyarakat pesantren. Dalam penelitian kualitatif, fenomena yang terjadi di lapangan dapat diinterpretasikan dan dianalisis maknanya lebih mendalam.

Sifat deskriptif merujuk kepada dua alasan. Menurut Kusnandi (2007: 65), pertama, data yang dikumpulkan cenderung berbentuk kata-kata atau gambar, dan kedua, laporan hasil penelitiannya berisi kutipan-kutipan dari data sebagai ilustrasi untuk memberikan dukungan terhadap apa yang disajikan.

Penelitian dengan pendekatan kualitatif dipilih karena data dapat diperoleh dari lapangan lebih banyak menyangkut perbuatan dan ucapan dari subjek penelitian, bersifat alami, apa adanya, dan tidak dipengaruhi oleh unsur dari luar.

(28)

(Kusnandi, 2007: 65), disebutkan bahwa dalam penelitian kualitatif pada hakikatnya ialah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya. Apa yang dihadapi dalam penelitian adalah dunia sosial kehidupan sehari-hari, dimana penelitian ini berupaya memnadang apa yang sedang terjadi dalam dunia tersebut dan melekatkan temuan-temuan yang diperoleh di dalamnya.

Hal ini sejalan pula dengan pendapat Bogdan dan Taylor (1993: 22), yang mengemukakan bahwa metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dan perilaku yang dapat diamati dari orang-orang (subjek) itu sendiri. Pendekatan ini diarahkan pada pendekatan individu tersebut secara holistik.

Maxwell (Alwasilah, 2009: 107-109) mengemukakan lima keistimewaan penelitian kualitatif, yaitu:

a. Pemahaman makna. „Makna‟ disini merujuk pada kognisi, afeksi, intensi, dan apa saja yang terpayungi dengan istilah „perspektif partisipan‟ Perspektif responden tidak terbatas pada laporan mereka ihwal satu kejadian atau fenomena saja, melainkan pada apa dibalik perspektif itu; b. Pemahaman konteks tertentu. Dalam penelitian kualitatif perilaku

responden dilihat dari konteks tertentu dan pengaruh konteks terhadap tingkah laku itu;

(29)

adalah „terhormat‟ dan berpotensi sebagai data untuk mendukung hipotesis kerja (hipotesis kini, hipotesis sementara waktu);

d. Kemunculan teori berbasis data (grounded theory). Teori yang sudah jadi atau pesanan, atau a priori tidaklah mengesankan kaum naturalis, karena teori-teori ini akan kewalahan jika disergap oleh informasi, kejadian, perilaku, suasana, dan pengaruh baru dalam konteks baru;

e. Pemahaman proses. Para peneliti naturalis berupaya untuk memahami proses (dari pada produk) kejadian atau kegiatan yang diamati. Proses yang membantu perwujudan fenomena itulah yang paling berkesan, bukannya fenomena itu sendiri.

Dalam penelitian kualitatif, analisis data cenderung induktif, karena peneliti tidak mencari data untuk membuktikan atau menolak hipotesis yang dibuat sebelum, melainkan membuat abtraksi ketika fakta-fakta khusus telah terkumpul dan dikelompokkan. Menurut Patton (Kusnandi, 2007: 67), analisis induktif berarrti bentuk-bentuk, tema-tema, kategori-kategori suatu analisis berangkat dari data, penganalisis mencari variasi alami dari data yang ada.

B. Lokasi dan Subjek Penelitian

(30)

enam orang, asaatidz (pengajar/trainer) satu orang, pendamping santri (mudabbir) satu orang, dan penanggung jawab program satu orang.

Peneliti mengadakan penelitian terhadap program ini karena berdasarkan pengamatan peneliti sudah ada beberapa alumni yang menjadi entrepreneur dan mengalami kesuksesan. Begitu pula dengan proses pembelajaran dalam menginternalisasi nilai-nilai kewirausahaan kepada para peserta sangat membantu dalam menumbuhkan jiwa wirausaha mereka sehingga sebagian dari mereka bisa mandiri.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui empat cara, yaitu observasi, dokumentasi, wawancara, dan studi pustaka. Sedangkan data yang diperlukan diklasifikasikan menjadi data primer dan sekunder.

Data primer diperoleh dari subjek penelitian seperti pimpinan/penanggung jawab Program Santri Mukim Akhlak Plus Wirausaha (APW), pengajar/trainer, pendamping santri (mudabbir), dan santri/peserta program. Sedangkan data sekunder didapat dari berbagai dokumen resmi maupun tidak resmi yang berhubungan dengan penelitian.

1. Observasi

(31)

dan observasi non sistematis. Observasi non partisipan yaitu observer (pengamat) tidak berperan serta ikut ambil bagian dalam kehidupan observee (yang diamati). Sedangkan observasi non sistematis dilakukan oleh pengamat dengan tidak menggunakan instrument pengamatan (Marja, 1998: 39).

Oleh sebab itu, dengan menggunakan dua jenis observasi ini, pengamatan dilakukan secara spontan, tidak menggunakan pedoman baku, mengamati apa adanya pada saat instruktur dan mudabbir melakukan upaya pembinaan melalui pembelajaran nilai kewirausahaan, baik di dalam kelas (proses pembelajaran) maupun di luar kelas (praktek wirausaha)

Aktivitas observasi yang dilakukan bertujuan menghasilkan data-data yang sesuai dengan tujuan penelitian. Oleh sebab itu, peneliti sangat memperhatikan lima unsur penting yang mesti ada dalam setiap observasi. Kelima hal itu menurut Merriam (Alwasilah, 2009: 215-216) yaitu setting (latar), participant (pelibat), activity and interaction (kegiatan dan interaksi), frequency and duration

(frekuensi dan durasi), subtle factors (factor subtil).

2. Dokumentasi

(32)

KBM, kumpulan modul materi pengajaran, file foto kegiatan, brosur penerimaan program APW, Term of Reference program APW (panduan singkat referensi kegiatan-kegiatan program APW), file-file tentang kurikulum/materi pengajaran, serta file-file tentang profil program APW.

3. Wawancara

Wawancara dilakukan untuk melengkapi data-data hasil observasi. Wawancara dilakukan secara terstruktur untuk menanyakan berbagai aktivitas pembelajaran terhadap semua subjek penelitian. Begitu pula dengan permasalahan-permasalahan yang ada ditanyakan dalam rangka memperjelas data dan informasi yang tidak jelas saat observasi.

Data utama yang berupa ucapan, pikiran, perasaan, dan tindakan dari peserta program APW, instruktur, serta penanggung jawab program, melalui wawancara akan lebih mudah diperoleh. Nasution dalam Marja (1998: 39) menjelaskan bahwa dalam teknik wawancara terkandung maksud untuk mengetahui apa yang ada dalam pikiran dan perasaan responden.

Agar peneliti bisa memperoleh data penelitian secara lengkap, peneliti memiliki pedoman wawancara yang disesuaikan dengan sumber data yang fleksibel—sewaktu-waktu dapat berubah sesuai dengan perkembangan data yang terjadi di lapangan. Arikunto sebagaimana dikutip Marja (1998: 40) menjelaskan, “Pedoman wawancara tidak terstruktur yaitu pedoman wawancara yang hanya

memuat garis besar yang akan ditanyakan, kreativitas pewawancara sangat diperlukan.” Namun demikian, fleksibilitas tersebut tetap mengacu pada fokus

(33)

melalui internalisasi nilai-nilai kewirausahaan pada Program APW Pesantren Daarut Tauhiid.

Menurut Lincoln dan Guba dalam Alwasilah (2009: 195), ada lima langkah penting dalam melakukan wawancara, yaitu:

1. Menentukan siapa yang akan diwawancara, 2. Menyiapkan bahan-bahan wawancara, 3. Langkah-langkah pendahuluan,

4. Mengatur kecepatan wawancara dan mengupayakannya agar tetap produktif, dan

5. Mengakhiri wawancara.

Dengan mengacu kepada langkah-langkah yang dikemukakan Lincoln dan Guba di atas, maka peneliti sebagai langkah awal menentukan siapa saja yang akan diwawancara. Penentuan yang siapa akan diwawancara dapat ditentukan setelah dilakukan observasi selama beberapa hari dan juga masukan dari mudabbir (pembimbing peserta) serta penanggung jawab program.

(34)

4. Studi Pustaka

Studi pustaka dilakukan untuk mengumpulkan data ilmiah dari berbagai literatur yang berhubungan dengan penerapan nilai-nilai kewirausahaan dalam pembelajaran, pendidikan umum, pendidikan nilai, dan kemandirian.

Dalam melakukan studi pustaka, penulis mengkaji referensi-referensi kepustakaan dari surat kabar, perpustakaan UPI, perpustakaan Program Studi Pendidikan Umum SPS UPI, bahan-bahan perkuliahan, silabus dan bahan pengajaran program APW, perpustakaan pribadi, internet, serta sumber lainnya.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian adalah peneliti sendiri. Berkaitan dengan hal itu, Lincoln dan Guba seperti dikutip Marja (1998: 40) menjelaskannya bahwa, “…

that all instruments interact with respondents and objects but that only the human

instrument is capable in grasping and evaluating the meaning of that differential

interaction.”

(35)

(4) mampu memproses data secepatnya setelah diperolehnya, menyusunnya kembali, mengubah arah inkuiri, mengubah hipotesis sewaktu berada di lapangan, dan mengetes hipotesis tersebut pada responden.

E. Tahapan-Tahapan Penelitian

Kegiatan pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui tahap orientasi, eksplorasi dan analisis data.

1. Tahap Orientasi

Pada tahap ini, peneliti pada awalnya melakukan survey mengenai lembaga yang akan dijadikan subjek penelitian melalui surat kabar, internet, dan ke beberapa teman, sesuai focus penelitian. Setelah mendapatkan informasi yang cukup, akhirnya dipilihlah program APW yang ada di Pesantren Daarut Tauhiid Bandung.

2. Tahap Eksplorasi

Pada tahap ini, peneliti mulai mengadakan kunjungan untuk melakukan observasi pada saat sebelum, selama, dan seusai proses pembelajaran. Pada masa observasi inilah peneliti melakukan eksplorasi secara mendalam untuk menentukan responden. Penentuan terhadap responden yang akan diwawancara juga mempertimbangkan masukan dari penanngung jawab program APW serta mudabbir (pendamping) peserta.

3. Tahap Pencatatan Data

(36)

Pencatatan data seusai dari lapangan segera dilakukan pada saat ingatan masih fresh (segar). Pencatatan data dapat dibedakan dalam bentuk catatan deskriptif

dan reflektif.

Catatan deskriptif terdiri catatan lapangan, catatan laporan lapangan dan catatan harian lapangan. Adapun catatan reflektif berisi catatan tentang hubungan berbagai data, menambahkan ide-ide, memberikan komentar, membuat kerangka fikir, menelaah desain dan metode, menuliskan hal-hal yang dapat memperjelas data yang rancu, mencatat kata-kata kunci dan selanjutnya mendiskusikan dengan pembimbing.

Menurut Bogdan dan Biklen dalam Moleong (2007: 211-212), pada dasarnya catatan lapangan berisi dua bagian. Pertama, bagian deskriptif yang berisi gambaran tentang latar pengamatan, orang, tindakan, dan pembicaraan. Kedua, bagian reflektif yang berisi kerangka berfikir dan pendapat peneliti, gagasan, dan kepeduliannya.

Bagian deskriptif, bagian ini adalah bagian terpanjang yang berisi semua peristiwa dan pengalaman yang didengar dan dilihat serta dicatat selengkap dan seobjektif mungkin. Dengan sendirinya, uraian dalam bagian ini sangat rinci.

(37)

Pada waktu di lapangan, peneliti membuat catatan yang dilanjutkan menjadi sebuah catatan lapangan. Catatan itu berupa coretan seperlunya yang sangat dipersingkat, berisi kata-kata kunci, pokok-pokok isi pembicaraan atau pengamatan, gambar, sketsa, sosiogram, diagram, dan lain-lain. Menurut Mulyadi (2007: 100), catatan itu berguna hanya sebagai alat perantara, yaitu antara apa yang dilihat, didengar, dirasakan, dicium, dan diraba dengan catatan sebenarnya dalam bentuk catatan lapangan. Catatan itu bisa diubah ke dalam catatan yang lengkap dan dinamakan catatan lapangan setelah peneliti tiba di rumah.

Proses itu dilakukan setiap kali selesai mengadakan pengamatan atau wawancara, tidak dilalaikan karena akan tercampur dengan informasi lain dan ingatan seseorang itu terbatas. Catatan lapangan menurut Bogdan Biklen dalam Moleong (2007: 208-209) adalah catatan tertulis tentang apa yang didengar, dilihat, dialami, dan dipikirkan dalam rangka pengumpulan data dan refleksi terhadap data dalam penelitian kualitatif.

4. Tahap Analisis Data

(38)

Analisis induktif sebagaimana dikemukakan Poespoprojo dalam Marja(1998: 41) merupakan suatu penarikan kesimpulan yang umum berlaku untuk semua/banyak atas dasar pengetahuan tentang hal-hal yang khusus (beberapa/sedikit). Sementara menurut Moleong, analisis induktif digunakan atas dasar pertimbangan: (1) proses induktif lebih dapat menemukan kenyataan-kenyataan ganda yang terdapat dalam data; (2) analisis induktif lebih dapat memahami hubungan penelitian responden menjadi eksplisit, dapat dikenal, dan akuntabel; (3) analisis tersebut lebih dapat menguraikan latar secara penuh dan dapat membuat keputusan-keputusan tentang dapat tidaknya pengalihan kepada latar lain; dan (4) analisis induktif lebih dapat menemukan pengaruh bersama, menghitung nilai-nilai secara eksplisit sebagai bagian struktur analitik (Marja, 1998: 41-42).

F. Validitas Data

Agar nilai kebenaran secara ilmiahnya dapat teruji serta memiliki nilai keajegan, maka dalam penelitian ini dilakukan uji validitas atas data yang ditemukan di lapangan.

Alwasilah (2009: 169) menyatakan bahwa “validitas adalah kebenaran dan

kejujuran sebuah deskripsi, kesimpulan, penjelasan, tafsiran dan segala jenis laporan”. Dalam menguji validitas ini, dapat dilakukan dengan beberapa teknik

(39)

Quasi-statistics; 8) Perbandingan; 9) Audit; 10) Observasi jangka panjang (long-term observation); 11) Metode partisipatori (participatory mode of research); 12)

Bias penelitian; 13) Jurnal reflektif (reflective Journal); dan 14) Catatan pengambilan keputusan.

Dari keempat belas teknik tersebut, dalam penelitian ini hanya menggunakan tiga teknik yang dianggap dapat mewakili teknik-teknik tersebut yakni: triangulasi, member checks, dan catatan pengambilan keputusan.

1. Triangulasi

Alwasilah (2009: 175) menyebutkan bahwa “Triangulasi merupakan teknik

yang merujuk pada informasi atau data dari individu dan latar dengan menggunakan berbagai metode.” Sejalan dengan hal itu Moleong (2007: 330) mengungkapkan bahwa “Triangulasi adalah sebagai teknik pemeriksaan

keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain”. Selain itu Patton dalam

(40)

2. Member Checks

Member checks yaitu “masukan yang diberikan individu yang menjadi

responden kita” (Alwasilah, 2009: 178). Sedangkan Moleong (2007: 335)

menjelaskan bahwa “pengecekan dilakukan dengan anggota yang terlibat dalam

proses pengumpulan data sangat penting dalam pemeriksaan derajat kepercayaan, yang dicek meliputi data, kategori analisis, penafsiran dan kesimpulan”.

Member checks tersebut digunakan untuk menghindari salah tafsir terhadap

jawaban responden sewaktu diintervieu, kemudian untuk menghindari salah tafsir terhadap prilaku responden sewaktu diobservasi, serta untuk mengkonfirmasi perspektif emik responden terhadap suatu proses yang sedang berlangsung.

3. Catatan pengambilan keputusan

Alwasilah (2009: 184) mengungkapkan bahwa “paradigma kualitatif tidak

mengenal keputusan a priori, melainkan membiarkan keputusan-keputusan itu mencuat dengan sendirinya dari data secara alami. Namun demikian peneliti boleh memulai penelitian dengan keputusan-keputusan pendahuluan”. Dalam hal ini peneliti membuat keputusan-keputusan dalam tahapan-tahapan dan langkah-langkah penelitian dan hal itu dicatat dengan tertib dan rapi dalam sebuah catatan pengambilan keputusan (decision trail).

(41)
(42)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan deskripsi dan analisis terhadap proses pembelajaran untuk menginternalisasi nilai-nilai kewirausahaan sehingga tumbuh kemandirian pada peserta Program Santri Mukim Akhlak Plus Wirausaha (APW) di Pesantren Daarut Tauhiid, maka kesimpulan dari hasil penelitian adalah sebagai berikut ini.

1. Kesimpulan Umum

Proses pembelajaran pada program APW di kelas dalam sehari dilaksanakan tiga kali. Metode pembelajaran yang digunakan adalah ceramah, nadwah (diskusi di antara santri dan ustadz), penugasan, tanya jawab, eksperimen, demonstrasi, dan games (permainan) atau simulasi. Sedangkan media pembelajaran yang digunakan LCD/screen, whiteboard, spidol, wireless dan laptop (komputer).

(43)

relijius (characterization by vakue or value complex). Nilai-nilai kewirausahaan yang terinternalisasi di antaranya percaya diri, keberanian, bertanggung jawab, kreativitas, disiplin, dan berorientasi ke masa depan.

Faktor-faktor yang mendukung proses pembelajaran adalah: (1) semangat belajar yang tinggi dari peserta didik, (2) ruang belajar yang nyaman, (3) suasana belajar yang kondusif, (4) metode pembelajaran yang tepat, (5) media atau alat belajar yang lengkap dan berfungsi baik, (6) pengajar yang pakar di bidangnya, dan (7) adanya keteladanan yang baik dalam berperilaku dan mengaplikasikan ilmu dari pemateri, mudabbir, dan santri karya Daarut Tauhiid. Sedangkan faktor-faktor yang menghambat proses pembelajaran adalah: (1) pengaturan ruang belajar yang kurang baik, (2) keterlambatan peserta di ruang belajar, (3) jarak asrama yang cukup jauh dari pesantren Daarut Tauhiid, dan (4) ruang belajar yang bentuknya memanjang sehingga pemateri kewirausahaan kesulitan melibatkan semua peserta dalam simulasi, terutama peserta putri.

Upaya-upaya untuk menginternalisasi nilai-nilai kewirausahaan dalam program ini, yaitu melalui pembinaan fisik dan mental, praktik ikhtiar, praktik khidmat, praktik berdakwah atau pengabdian masyarakat, serta penanaman konsep tata nilai nilai dan adab budaya Daarut Tauhiid.

(44)

Pada kegiatan khidmat, nilai-nilai kewirausahaan yang tumbuh adalah: disiplin (tepat waktu), keimanan (keyakinan Allah akan membalas kebaikan), orientasi pada prestasi (memberikan layanan terbaik), berani, tangguh, pantang mengeluh, kepercayaan diri, dermawan, sabar, dan bertanggung jawab. Sedangkan nilai-nilai kewirausahaan pada saat ikhtiar adalah kerja keras, optimisme, keberanian, kepercayaan diri, kreativitas, kemandirian, dan keimanan. Internalisasi nilai-nilai kewirausahaan melalui penanaman konsep tata nilai dan adab budaya Daarut Tauhiid, memunculkan nilai-nilai bertanggung jawab, disiplin, pantang mengeluh, kemandirian, dan keterbukaan (mau menerima nasehat atau memberikan nasehat). Pengamalan tata nilai dan adab budaya Daarut Tauhiid oleh para ustadz, santri karya, atau Aa Gym sendiri, yang dilihat oleh para peserta program APW akan direspon positif, dihayati, menumbuhkan simpati, empati, sehingga timbul ketaatan untuk meniru dan mengadopsi sikap seperti itu. Lalu terjadi penghargaan terhadap pribadi mereka dan tata nilai sehingga melahirkan pola pikir, sikap, dan perilaku kewirausahaan yang relijius.

Program APW yang merupakan salah satu upaya Pesantren Daarut Tauhiid dalam mewujudkan visinya untuk membentuk generasi ahli dzikir, ahli fikir, dan ahli ikhtiar, sangat sesuai dengan visi pendidikan umum yaitu mengembangkan manusia secara utuh. Dalam hal ini, nilai-nilai kewirausahaan yang tumbuh pada diri peserta, sangat menyeimbangkan potensi dzikir (mengingat, merasa dekat dengan Allah Swt), fikir (nalar), dan ikhtiar (amal). Keseimbangan dalam ketiga hal itu, sudah mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.

(45)

2. Kesimpulan Khusus

1. Pada proses pembelajaran, metode pembelajaran yang paling tepat dalam menginternalisasi nilai-nilai kewirausahaan adalah simulasi (games), dan media pembelajaran yang paling cocok adalah spidol dan whiteboard.

2. Faktor-faktor yang paling mendukung dalam internalisasi nilai-nilai kewirausahaan adalah suasana belajar yang kondusif dan semangat belajar yang tinggi, sedangkan faktor yang paling menghambat adalah pengaturan ruang belajar yang kurang baik.

3. Upaya yang paling tepat dalam menginternalisasi nilai-nilai kewirausahaan adalah melalui pembinaan fisik dan mental serta praktik ikhtiar.

B. Saran

Atas dasar hasil penelitian dan kesimpulan di atas, maka penulis selaku peneliti mengajukan saran-saran kepada pihak-pihak yang berkepentingan dalam masalah ini, yaitu sebagai berikut ini.

Pertama, kepada para peserta Program APW hendaknya tetap serius belajar

dan meningkatkan kedisiplinan agar ilmu yang disampaikan para pengajar mudah dipahami, diinternalisasi, dan diaplikasikan.

Kedua, kepada para asaatidz/pemateri, untuk mencapai tujuan pembelajaran

(46)

menyenangkan, gembira dan berbobot. Kemudian lakukan evaluasi menyeluruh yang meliputi evaluasi kognitif dan afektif yang maksimal.

Ketiga, kepada para pimpinan Pesantren Daarut Tauhiid, untuk mencapai

visi dan misi Pesantren Daarut Tauhiid serta tujuan dari Program APW dalam membentuk generasi ahli zikir, ahli fikir dan ahli ikhtiar, maka harus terus melakukan evaluasi dan inovasi agar berbagai kekurangan dalam setiap tahapan pembelajaran dapat diperbaiki. Selain itu, hendaknya melakukan hal-hal berikut: (1) mendatangkan praktisi entrepreneur sukses yang memulai usaha dari nol dan mengalami pasang surut usaha untuk berbagi ilmu sebagai pemateri tamu; (2) mengadakan kunjungan ke tempat usaha entrepreneur tamu atau pabrik produsen produk tertentu; (3) membentuk wadah ikatan alumni yang berfungsi sebagai wadah silaturahmi para alumnus program APW; (4) melakukan penataan penggunaan ruang belajar lebih baik lagi sehingga tidak ada jadwal KBM yang di-cancel atau dipindah waktunya akibat ruang belajarnya digunakan oleh kegiatan

lain; (5) sebaiknya menyediakan kursi di setiap ruang belajar agar peserta tidak duduk di lantai (beberapa peserta yang kurang nyaman belajar dengan posisi

‘ngampar’ di lantai); (6) memperbanyak kegiatan komplemen atau praktik

membuat produk sehingga peserta memiliki banyak keahlian dalam membuat produk usaha.

Keempat, kepada pihak pemerintah daerah, untuk meningkatkan

(47)

melindungi dan mendorong tumbuhnya usaha kecil dan menengah, (3) memfasilitasi kegiatan-kegiatan yang bersifat meningkatkan keterampilan berwirausaha, (4) mendorong lembaga-lembaga pembiayaan (bank, bprs, koperasi) agar memberi pinjaman modal kepada pelaku usaha kecil dengan persyaratan yang tidak rumit dan bunganya rendah, dan (5) melakukan perubahan terhadap kurikulum pendidikan dan pelatihan agar banyak peserta didik yang memiliki keterampilan dan semangat berwirausaha.

Kelima, kepada generasi muda dari keluarga kurang mampu, hendaknya

menyelesaikan pendidikan reguler sampai dengan usia 14 atau 15 tahun (usia SMP), lalu mengikuti program APW atau program pendidikan dan pelatihan (diklat) sejenis yang memfokuskan pada pembinaan kewirausahaan sehingga bisa menjadi pribadi mandiri dan memiliki jiwa kepemimpinan.

Keenam,kepada pemerintah pusat (kemendiknas) supaya mengelola wajib

belajar sembilan tahun secara tuntas untuk seluruh lapisan generasi muda tanpa kecuali, agar IQ dan kecerdasan majemuknya berkembang. Sehingga, apabila tidak dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi, dapat memilih alternatif bekerja atau mengikuti pendidikan dan pelatihan semacam Program APW.

Ketujuh, kepada peneliti lain, sehubungan dengan keterbatasan dalam

(48)

DAFTAR PUSTAKA

Adrianto. (2012. Modul Mental Wirausaha Santri Mukim APW Angkatan 18. Bandung: Pesantren Daarut Tauhiid. Tidak dipublikasikan.

Akbar, S. (2000). Prinsip-Prinsip dan Vektor-Vektor Percepatan Proses Internalisasi Nilai Kewirausahaan. Bandung: Disertasi SPs UPI Bandung.

Akhmad, A. (2001). Peningkatan Kualitas Hidup Melalui Pembinaan Kebugaran Fisik dan Kesehatan Pikiran. [Online]. Tersedia: http://agamakhmad.wordpress.com/2011/11/22/peningkatan-kualitas-hidup-melalui-pembinaan-kebugaran-fisik-dan-kesehatan-pikiran/ (10 Agustus 2013)

Al-Ghazali, A. H. (1980). Ihya’ Ulumuddin. Beirut: Daarul Fikr. Al-Quran dan Terjemahnya, Departemen Agama RI.

Alwasilah, A.C. (2009). Pokoknya Kualitatif. Jakarta: Pustaka Jaya. Arbi, A. (2003) Dakwah dan Komunikasi. Jakarta: UIN Jakarta press.

Arikunto, S. (2006), Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka Cipta.

Bungin, B. (2003), Analisis Data Penelitian Kualitatif, Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Chahyadi, N. (2009). Implementasi Model Penidikan Pesantren Berbasis Akhlak Plus Wirausaha di Pesantren Daarut Tauhiid Bandung. Sksipsi IAIN Walisongo Semarang. Tidak dipublikasikan.

Chandra, P.E. (2003). Menjadi Entrepreneur Sukses. Jakarta: Grasindo.

Djahiri, K. (1995). Dasar-Dasar Umum Metodologi dan Pengajaran Nilai Moral PVCT. Bandung: Lab PMPKN FPIPS Ikip Bandung

Drost. (1995). Menjadi Pribadi Dewasa Mandiri. Yograkarta: Kanisius.

Elmubarok, Z (2009). Membumikan Pendidikan Nilai: Mengumpulkan yang Terserak, Menyambung yang Terputus dan Menyatukan yang Tercerai. Bandung: Alfabeta.

(49)

Gunansyah, G. (2010). Integrasi Pendidikan Nilai dalam Membangun Karakter Siswa di Sekolah Dasar. [Online]. Tersedia:

http://edukasi.kompasiana.com/2010/11/03/integrasi-pendidikan-nilai-dalam-membangun-karakter-siswa-di-sekolah-dasar/ (5 Juni 2012) Hakam, K.A. (2002). Pendidikan Nilai. Bandung: Value Press.

Hendra, Y. (2012). Modul Motivasi Wirausaha, Santri Mukim APW Angkatan 18. Bandung: tidak dipublikasikan.

Http://definisi-pengertian.blogspot.com/2010/12/pengertian-pembelajaran.html, December 6, 2010 (7 April 2012)

Http://putracenter.net

Http://pendekarinternetmarketing.com/informasi/pendidikan-wirausaha-dan-kewirausahaan-di-sekolah/ (15 April 2013)

Http://www.bps.go.id/brs_file/naker_07mei12.pdf (15 Juni 2013) Http://id.wikipedia.org/wiki/Wirausahawan. (7 April 2012) Http://www.e_psikologi.com (7 April 2012)

Http://wirausahaumy.blogspot.com (9 Mei 2012)

Kneller, G. F. (1971). Introduction to the Philosophy of Education. New York: Jhon Willey Sons Inc.

Kosasih, A. (2006). Kadar Jiwa Wirausahawan. Bandung: Swadaya.

Koswara, N. (2002). Internalisasi Nilai-nilai Islam dalam Proses Pembelajaran Ekonomi. Tesis SPS UPI Bandung, Tidak dipublikasikan.

Krathwohl, D.R., Bloom, B.S., dan Masia, B.B. (1964). Taxonomy of Educational Objectives: The Classification of Educational Goals. New York: David McKay Company, Inc.

Kumara, A. (2013). Kepuasan Konsumen dan Upaya Mempertahankannya. [Online]. Tersedia: http://pengusahamuslim.com/kepuasan-konsumen-dan-upaya-mempertahankan-1809#.UkPghazEPMw. (27 September 2013)

(50)

Margono, S. (2003). Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Marja. (1998). Upaya Pembelajaran Nilai Kewirausahaan dalam

Menumbuhkembangkan Kemandirian Kelayan. Tesis IKIP Bandung, Tidak dipublikasikan.

Moeljono, W. (1982). Kesehatan dan Kesegaran Jasmani. Surakarta: FIP UNS. Moleong, L. J. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung:

Remaja Rosada Karya.

Muhamadi, S. I. (2012). Pembelajaran Karakter Religius Berbasis Kitab Bahr Al-Adab Bagi Pembinaan Sikap Jujur Siswa. Bandung: Tesis SPS UPI. Tidak dipublikasikan.

Mulyadi. (2007). Implementasi Nilai Manajemen Qalbu di Pondok Peasntren Dar Al Tawhid. Bandung: Tesis SPS UPI. Tidak dipublikasikan.

Mulyana, R. (2004). Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta.

Mu’tadin, Z. (2002). Mengembangkan Keterampilan Sosial pada remaja. [online] tersedia: http://www.e-psikologi.com (5 Juni 2012)

Phenix, P. H. (2007). Realms of Meaning. New York: McGraw-Hill Book Company

Poerwadarminta, W. J. S. (2006). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Republika. 01 Mei 2003.

Sardiman, A. M. (2006). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Sauri, S. (2009). Model Imaplementasi Pendidikan Nilai. [Online]. Tersedia: http://sofyanpu.blogspot.com/2009/07/model-implementasi-pendidikan-nilai.html (12 Maret 2011)

______. (2009). Kontekstualisasi Nilai dalam Kehidupan. [Online]. Tersedia:

http://sofyanpu.blogspot.com/2009/05/kontekstualisasi-nilai-dalam-kehidupan.html. (12 Maret 2011)

______. (2006). Membangun Komunikasi dalam Keluarga. Bandung: Genesindo. _______. dan Firmansyah, H. (2010). Meretas Pendidikan Nilai. Bandung:

(51)

Senjaya, S. (2010). Pengertian Kemandirian. [Online]. Tersedia: http://sutisna.com/artikel/kependidikan/pengertian-kemandirian/29/10/2010. (12 Juni 2012)

Sudirman. (2008): http://dedencorner.blogspot.com/ (12 Juni 2012)

Suhartana, T. (2004). Vektor-vektor Percepatan Internalisasi Nilai Kreativitas Siswa di Sekolah: Studi Kasus Pendekatan Model Deskriptif Deterministik di SMA Negeri 1 Tasikmalaya. Tesis SPS UPI Bandung, Tidak dipublikasikan.

Suhendi. 2013. Membangun Jiwa dan Semangat Wirausaha. [Online]. Tersedia: http://pengusahamuslim.com/membangun-jiwa-dan-semangat-wirausaha-1862#.UkPkLqzEPMw. (26 September 2013)

Sumantri, E. (2007). Pendidikan Nilai Kontemporer. Bandung: Program Studi Pendidikan Umum SPS UPI

__________. (2009). Pendidikan Umum. Bandung: Program Studi Pendidikan Umum SPS UPI

__________. (2010). Pendidikan Karakter Harapan Handal Bagi Masa Depan Pendidikan Bangsa. Kuliah Umum Prodi Pendidikan Umum SPs UPI.

Sularto, S.T. (2010). Urgensi Pendidikan Kewirausahaan. [Online]. Tersedia: http://edukasi.kompas.com/read/2010/04/09/11340991/Urgensi.Pendidikan. Kewirausahaan. (12 Juni 2012)

Susanto, R. (2003). Desain Wirausaha. Bandung: Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB

Suraya. (2012). Model Pembelajaran Project Work untuk Meningkatkan Jiwa Kewirausahaan bagi Remaja Putus Sekolah. Disertasi UPI Bandung. Tidak dipublikasikan.

Syukir, A. (2006). Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam. Surabaya: Al Ikhlas Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. (2003). Kamus Besar Bahasa Indonesia (ed.

3). Jakarta: Balai Pustaka

(52)

Trimo, (2007). Pendekatan Penanaman Nilai Dalam Pendidikan Budi Pekerti di Sekolah. [Online]. Tersedia: http://re-searchengines.com/0807trimo.html. (12 Maret 2011)

Winarno, A. (2009). Pengembangan Model Pembelajaran Internalisasi Nilai-Nilai Kewirausahaan pada Sekolah Menengah Kejuruan di Kota Malang. [Online]. Tersedia: http://www.docstoc.com/docs/26184831/ Pengembangan-Model-Pembelajaran-Internalisasi-Nilai-Nilai. (12 Maret 2011)

_.(2012). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

--.(2009). Pengertian Obyektivasi-Internalisasi. [Online]. Tersedia:

http://patriarizko12.blogspot.com/2009/10/pengertian-obyektivasi-internalisasi.html. (12 Maret 2011)

--.(2009). Pengertian Wirauasahawan. [Online]. Tersedia:

http://uangpanasuanggratis.blogspot.com/2009/09/pengertian-wirausahawan.html. (13 Maret 2011)

--.(2008). Kuliah Pengertian Kewirausahaan. [Online]. Tersedia:

Gambar

gambaran bagaimana

Referensi

Dokumen terkait

Melalui penelitian ini, perlakuan transfer gen penyandi enzim metabolik Δ5-desaturase (OmΔ5FAD) dari ikan masu salmon ( Oncorhyncus masou ) pada ikan nila

Kesepakatan bersama yang dibuat antara PT Pelindo II Cabang Cirebon dengan perusahaan Bongkar Muat batu Bara atau pelaku usaha lainnya akan penulis dalami dari

Oleh karena itu, melimpahnya limbah atau biomassa lignoselulosa dalam hal ini batang kelapa sawit di Indonesia dan potensi yang ada terkait dengan pemanfaatannya

Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah sasaran penelitian yaitu remaja, sedangkan perbedaannya pada jenis dan rancangan penelitian, tujuan penelitian,

4< ◆ ◆ Kagcbkbtj ugtuh Kagcbkbtj ugtuh kagcjlagtjejhbsj lbg kagcjlagtjejhbsj lbg karukushbg kbsbibo karukushbg kbsbibo tagtbgc fdyah 0 ljkagsj tagtbgc fdyah 0 ljkagsj ◆

Aktifitas yang dijalankan oleh manajer dalam perusahaan dengan tujuan mengidentifikasi, memperoleh dan mengelola sumber daya informasi yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan

Pada dasarnya pelaksanaan perumusan tugas , ikhtisar jabatan, dan penamaan jabatan Pegawai negeri Sipil adalah suatu kegiatan bagian dari analilsis jabatan yang dinamis, yaitu

Kota Malang memiliki PERDA Nomor 5 Tahun 2006 tentang pengawasan, pengendalian dan pelanggaran penjualan minuman beralkohol tetapi PERDA tersebut dirasa tidak