i
HUBUNGAN ANTARA KETERAMPILAN KOMUNIKASI DENGAN PENERIMAAN SOSIAL DALAM EKSTRAKURIKULER PLETON INTI
DI SMA NEGERI 1 KALASAN
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh : Afrilianingsih 10104241027
HALAMAN JUDUL
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
v
MOTTO
”Anda bisa memberitahu banyak dengan bahasa tubuh seseorang.”
-Harvey Wolter-
“Yang paling penting dari komunikasi adalah mendengar apa yang tidak
dikatakan.”
vi
PERSEMBAHAN
Skripsi yang berjudul “HUBUNGAN ANTARA KETERAMPILAN
KOMUNIKASI DENGAN PENERIMAN SOSIAL DALAM
EKSTRAKURIKULER PLETON INTI DI SMA NEGERI 1 KALASAN” penulis
persembahkan untuk :
1. Kedua orangtua saya yang selalu menyayangi dan membimbing saya
dengan penuh kesabaran dan ketabahan.
2. Keluarga kecil saya, yang membuat saya selalu bersemangat untuk segera
vii
HUBUNGAN ANTARA KETERAMPILAN KOMUNIKASI DENGAN PENERIMAAN SOSIAL DALAM EKSTRAKURIKULER PLETON INTI
DI SMA NEGERI 1 KALASAN
Afrilianingsih
NIM. 10104241027
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara keterampilan komunikasi dengan penerimaan sosial dalam ekstrakurikuler Pleton Inti di SMA Negeri 1 Kalasan. Selain itu, mengetahui besarnya sumbangan efektif keterampilan komunikasi terhadap penerimaan sosial dalam ekstrakurikuler Pleton Inti di SMA Negeri 1 Kalasan.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian korelasional, dengan
tekniki analisisproduct moment. Subjek penelitian adalah anggota ekstrakurikuler
Pleton Inti di SMA Negeri 1 Kalasan yang terdiri dari 26 anggota siswa kelas XI
dan 70 anggota siswa kelas X. Teknik sampling yang digunakan adalah stratified
proportional random sampling.Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November tahun 2015. Teknik pengumpulan data menggunakan skala keterampilan komunikasi dan skala penerimaan sosial.
Hasil dari penelitian ini adalah ada hubungan yang positif dan signifikan antara keterampilan komunikasi dengan penerimaan sosial dalam ekstrakurikuler Pleton Inti di SMA Negeri 1 Kalasan dengan koefisien korelasi sebesar 0,601 dan signifikansi sebesar 0,000 pada taraf signifikansi 1%. Artinya, semakin tinggi keterampilan komunikasi yang dimiliki, semakin tinggi pula penerimaan sosial yang diperoleh. Besarnya sumbangan efektif yang diberikan variabel keterampilan komunikasi terhadap penerimaan sosial adalah 36,2 %.
viii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kemudahan, karunia,
dan hidayah-Nya kepada penulis dan keluarga. Hanya kepada-Nya kembali segala
sanjungan, kepada-Nya kami memohon pertolongan dan ampunan, dan atas
ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta.
Terselesaikannya penulisan skripsi yang berjudul “Hubungan Antara
Keterampilan Komunikasi dengan Penerimaan Sosial dalam Ekstrakurikuler
Pleton Inti di SMA Negeri 1 Kalasan” ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak.
Untuk itu penulis sampaikan terima kasih yang tulus kepada:
1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan
kepada peneliti untuk menuntut ilmu di instansi ini.
2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah memberikan izin dalam
penulisan skripsi ini.
3. Fathur Rahman, M. Si selaku Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan
Bimbingan, FIP, UNY yang memberikan izin dalam penulisan skripsi ini.
4. Sugiyatno, M. Pd sebagai pembimbing skripsi yang senantiasa dengan
sabar dan perhatian membimbing, memberi arahan dan dorongan kepada
penulis dalam menyusun dan menulis skripsi ini,
5. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling
yang telah memberikan bekal ilmu yang sangat banyak kepada penulis
x
DAFTAR ISI
hal
HALAMAN JUDUL ... i
PERSETUJUAN ... Error! Bookmark not defined. PERNYATAAN ... Error! Bookmark not defined. PENGESAHAN ... iii
MOTTO ... iv
PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 6
C. Batasan Masalah ... 7
D. Rumusan Masalah ... 7
E. Tujuan Penelitian ... 8
F. Manfaat Penelitian ... 8
BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian tentang Keterampilan Komunikasi ... 10
1. Pengertian Keterampilan Komunikasi ... 10
2. Jenis-jenis Keterampilan Komunikasi... 11
3. Komponen-komponen Keterampilan Komunikasi ... 13
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keterampilan Komunikasi ... 14
B. Kajian tentang Penerimaan Sosial ... 15
xi
2. Kategori Penerimaan Sosial ... 16
3. Kesadaran Akan Penerimaan Sosial... 18
4. Dampak Penerimaan Sosial... 19
5. Dampak Penolakan Sosial ... 20
6. Ketetapan Penerimaan Sosial ... 21
7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Sosial ... 22
C. Kajian tentang Ekstrakurikuler Pleton Inti ... 24
1. Pengertian Ekstrakurikuler Pleton Inti ... 24
2. Kegiatan Ekstrakurikuler Pleton Inti di SMA Negeri 1 Kalasan ... 25
D. Kajian tentang Remaja ... 26
1. Pengertian Remaja ... 26
2. Tugas-tugas Perkembangan Remaja ... 27
3. Ciri-ciri Remaja ... 28
4. Perkembangan Sosial Remaja ... 30
E. Hubungan Antara Keterampilan Komunikasi dengan Penerimaan Sosial... 31
F. Hipotesis Penelitian ... 33
BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 34
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 34
C. Variabel Penelitian ... 35
D. Populasi dan Sampel Penelitian ... 35
1. Populasi ... 35
2. Sampel ... 36
3. Teknik Sampling ... 37
E. Definisi Operasional ... 38
F. Teknik Pengumpulan Data ... 38
G. Instrumen Penelitian ... 39
1. Skala Keterampilan Komunikasi... 39
2. Skala Penerimaan Sosial ... 41
xii
a. Uji Validitas ... 44
b. Uji Reliabilitas ... 47
4. Teknik Analisis Data ... 48
a. Uji Prasyarat Analisis ... 50
b. Uji Hipotesis ... 50
BAB IV HAHASIL PENELITIAN A. Hasil Penelitian ... 52
1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 52
3. Deskripsi Subyek Penelitian ... 52
4. Deskripsi Data Penelitian ... 53
5. Uji Prasyarat Analisis ... 59
a. Uji Normalitas ... 59
b. Uji linearitas ... 61
c. Uji Hipotesis ... 62
B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 64
C. Keterbatasan Penelitian ... 69
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 70
B. Saran ... 71
DAFTAR PUSTAKA ... 73
xiii
DAFTAR TABEL
hal
Tabel 1. Sampel Penelitian... 37
Tabel 2. Kisi-kisi Keterampilan Komunikasi Sebelum Diuji Coba... 41
Tabel 3. Kisi-kisi Penerimaan Sosial Sebelum Diuji Coba... 43
Tabel 4. Kisi-kisi Keterampilan Komunikasi Setelah Diuji Coba... 45
Tabel 5. Kisi-kisi Penerimaan Sosial Setelah Diuji Coba... 46
Tabel 6. Interpretasi Koefisien Korelasi... 48
Tabel 7. Batasan Distribusi Frekuensi Kategori Keterampilan Komunikasi dengan Penerimaan Sosial... 49
Tabel 8. Deskripsi Penilainan Skala Keteramilan Komunikasi... 53
Tabel 9. Distribusi Frekuensi Kategorisasi dan Tingkat Keterampilan Komunikasi... 54
Tabel 10. Persentasi Tiap Indikator Variabel Keterampilan Komunikasi... 55
Tabel 11. Deskripsi Penilaian Skala Penerimaan Sosial... 57
Tabel 12. Distribusi Frekuensi Kategorisasi dan Tingkat Penerimaan Sosial... 57
Tabel 13. Persentase Tiap Indikator Variabel Penerimaan Sosial... 58
Tabel 14. Hasil Uji Normalitas Instrumen Keterampilan Komunikasi... 60
Tabel 15. Hasil Uji Normalitas Instrumen Penerimaan Sosial... 60
Tabel 16. Hasil Uji Linearitas... 61
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
hal
Lampiran 1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Keterampilan
Komunikasi... 75
Lampiran 2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penerimaan Sosial.. 77
Lampiran 3. Angket Penelitian... 79
Lampiran 4. Rekapitulasi Data Skor Keterampilan Komunikasi ... 86
Lampiran 5. Rekapitulasi Data Skor Penerimaan Sosial... 88
Lampiran 6. Surat Permohonan Ijin Penelitiaan ………... 90
Lampiran 7. Surat Ijin penelitian dari Pemerintah kabupaten Sleman... 91
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masaremaja merupakan fase yang penting dalam tumbuh dan
berkembangnya aspek fisik maupun psikis. Salah satu yang dianggap penting
adalah perkembangan sosialnya. Pada masa ini, remaja mulai lebih dekat dengan
teman sebaya dibandingkan dengan orang tua atau keluarganya. Kelompok teman
sebaya memegang peranan yang penting dalam kehidupan remaja. Remaja sangat
ingin diterima dan dipandang sebagai anggota kelompok teman sebaya, baik di
sekolah maupun di luar sekolah. Remaja akan merasa sangat menderita apabila
tidak diterima atau bahkan diasingkan oleh kelompok teman sebayanya. Oleh
karena itu setiap remaja akan selalu berusaha untuk dapat diterima oleh
kelompoknya. Diterima oleh kelompok teman sebaya sering disebut dengan
penerimaan sosial. Menurut Hurlock (1978: 293) penerimaan sosial berarti dipilih
sebagai teman untuk suatu aktivitas di dalam kelompok di mana seseorang
menjadi anggota.
Penerimaan dan penolakan sosial pada masa remaja akan mempengaruhi
kehidupan sosialnya pada fase perkembangan berikutnya. Remaja yang diterima
akan memperoleh kesempatan untuk belajar keterampilan sosial lebih baik
daripada remaja yang ditolak oleh kelompok sosialnya. Senada dengan Hurlock
(1978: 298) yang menjelaskan bahwa anak yang diterima dengan baik memiliki
2
sebaya, dibandingkan dengan anak yang tidak diterima dengan baik, mereka akan
memperoleh kesempatan untuk mempelajari keterampilan sosial.
Agar remaja dapat bergaul dengan baik dan diterima oleh lingkungan
sosialnya diperlukan kemampuan dan keterampilan berhubungan dengan orang
lain. Salah satu keterampilan yang harus dimiliki remaja dalam membina
hubungan dengan orang lain adalah keterampilan berkomunikasi. Anak yang
mampu berkomunikasi dengan baik akan diterima lebih baik oleh kelompok sosial
dan mempunyai kesempatan yang lebih baik untuk memerankan
kepemimpinannya ketimbang anak yang kurang mampu berkomunikasi atau yang
takut menggunakannya (Hurlock, 1978 : 178). Selain itu, menurut Rita Eka Izzaty
dkk (2008: 138) penerimaan sosial (social acceptance) dalam kelompok remaja sangat tergantung pada: a) kesan pertama, b) penampilan yang menarik, c)
partisipasi sosial, d) perasaan humor yang dimiliki, e) ketrampilan berbicara dan
f) kecerdasan.
Pada kenyataannya, kebanyakan remaja menyukai teman yang enak diajak
ngobrol, perhatian, dapat dipercaya, dan memiliki satu kesamaan nilai. Dalam
suatu penelitian mengenai apa yang diinginkan remaja sebagai teman, Joseph
menunjukkan bahwa sebagian besar remaja mengatakan bahwa mereka ingin
"seseorang yang dapat dipercaya, seseorang yang dapat diajak bicara, seseorang
yang dapat diandalkan" (Hurlock, 1991: 215).
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa keterampilan
berbicara atau berkomunikasi yang dimiliki oleh individu dapat mempengaruhi
3
komunikasi, pengertian komunikasi menurut Rogers dan D. Lawrence Kincaid
(1981) dalam Hafied Cangara (2007: 20) adalah suatu proses di mana dua orang
atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama
lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam.
Keterampilan komunikasi menurut Hafied Cangara (2007: 85) adalah
kemampuan seseorang untuk menyampaikan pesan atau mengirim pesan kepada
orang lain (penerima pesan). Remaja yang terampil dalam berkomunikasi tidak
hanya terampil dalam menyampaikan pesan, tetapi juga terampil dalam menerima
pesan. Remaja yang terampil dalam berkomunikasi akan menunjukkan perilaku
seperti mampu menciptakan dialog di dalam kelas baik dengan guru maupun
siswa lain, berani mengemukakan pendapat, dapat menerima saran dari guru
maupun orang lain, dan sering menggunakan kata-kata yang manis serta mudah
diterima. Remaja yang terampil berkomunikasi biasanya pintar dalam memilih
kata-kata ketika berbicara dengan individu lain. Sedangkan remaja yang kurang
terampil dalam berkomunikasi biasanya tidak pandai dalam menyusun kata-kata,
tidak dapat menerima saran dari orang lain, sulit mengemukakan pendapat bahkan
cenderung pendiam. Kesalahan dalam menyusun kata-kata ketika berkomunikasi
dengan orang lain sering kali membuat pesan yang akan disampaikan tidak dapat
diterima oleh individu lain, bahkan bisa membuat lawan bicara merasa
tersinggung.Hal ini dapat menimbulkan permasalahan pada remaja. Oleh karena
itu setiap remaja harus memiliki keterampilan berkomunikasi yang baik. Selain
4
sarana untuk memperoleh pemahaman, mengubah sikap atau perilaku dalam
kehidupan.
Keterampilan komunikasi sangat dibutuhkan karena banyak anak yang
lemah dalam keterampilan berkomunikasi mempunyai masalah pergaulan,
terutama dengan teman sebaya. Remaja yang terampil dalam berkomunikasi akan
lebih dapat diterima oleh kelompok sebayanya. Sebaliknya remaja yang kurang
terampil atau tidak mampu berkomunikasi dengan baik kurang dapat diterima oleh
kelompok sebayanya.
Permasalahan mengenai penerimaan sosial masih sering dijumpai di
sekolah-sekolah. Banyak faktor yang menyebabkan siswa tidak diterima atau
diacuhkan oleh siswa lain di sekolah, salah satunya adalah kurangnya
keterampilan komunikasi. Siswa yang kurang terampil dalam berkomunikasi tidak
dapat menyampaikan dan menerima suatu pesan dengan baik. Akibatnya sering
menimbulkan selisih paham dengan siswa lain dan menyebabkan konflik antar
siswa yang berujung pada penolakan terhadap siswa tersebut.
Pada saat melaksanakan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) di SMA
Negeri 1 Kalasan pada bulan Agustus sampai dengan September 2014, sebagian
siswa kelas X mengeluh kepada peneliti tentang ekstrakurikuler Tonti (Pleton Inti)
di SMA Negeri 1 Kalasan. Ekstrakurikuler Tonti merupakan ekstrakurikuler wajib
bagi siswa kelas X yang diselenggarakan untuk melatih mental dan kedisiplinan
siswa SMA Negeri 1 Kalasan. Banyak siswa yang mengeluh karena menurut
mereka latihan ekstrakurikuler Tonti terlalu keras. Akibatnya siswa tersebut
5
memohon ijin kepada pelatih Tonti untuk tidak mengikuti latihan karena alasan
tertentu sehingga meminta bantuan kepada peneliti, Guru atau orang tua untuk
menyampaikan ijin tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa anggota junior Tonti
tidak berani untuk berkomunikasi secara langsung dengan anggota senior Tonti.
Berdasarkan wawancara dengan anggota junior ekstrakurikuler Tonti,
mereka menyebutkan bahwa anggota senior Tonti sering berbicara dengan nada
yang tinggi seperti orang marah, anggota junior yang ijin tidak mengikuti latihan
atau mengadu kepada orang tuanya dibilang manja. Hal tersebut menimbulkan
kesan menghakimi bahwa anggota junior yang ijin atau bercerita kepada orang
tuanya adalah anak yang manja. Anggota junior yang tidak dapat memahami
maksud dari perlakuan senior tersebut akan merasa dirinya dihakimi, diintimidasi
dan tidak diterima di dalam kelompok tersebut. Sikap yang demikian apabila
diterapkan dalam kelompok ekstrakurikuler Tonti maupun dalam kehidupan
sehari-hari akan menyebabkan individu sulit diterima oleh kelompok sosialnya.
Informasi lebih lanjut diperoleh dari hasil wawancara dengan salah satu
Guru BK di SMA Negeri 1 Kalasan pada bulan Februari 2015, memang terdapat
selisih paham antara pelatih Tonti dan siswa kelas X. Tujuan dari latihan Tonti
adalah untuk mendidik mental siswa kelas X, jadi bentuk latihannya keras dan
tegas, akan tetapi sebagian siswa kelas X tidak dapat menerima atau
memahaminya. Akibatnya ada sebagian siswa yang merasa tidak nyaman, takut
bahkan benci kepada kakak kelasnya. Guru BK sendiri mengatakan bahwa banyak
siswa yang ijin ketika latihan Tonti, sampai-sampai ada siswa yang
6
pada orang tuanya sehingga orang tua siswa datang ke sekolah untuk memprotes
kegiatan tersebut.
Berdasarkan permasalahan tersebut, dapat disimpulkan bahwa diantara
anggota senior dan junior tidak terjalin komunikasi yang baik. Senior Tonti
kurang dapat menyampaikan tujuan dari latihan ekstrakurikuler tersebut, sehingga
sebagian junior kurang dapat menerima atau memahami tujuan tersebut. Selain
itu, anggota junior merasa takut untuk berkomunikasi dengan anggota senior. Hal
tersebut menunjukkan bahwa sebagian anggota Tonti memiliki keterampilan
komunikasi yang kurang.
Sebagian anggota ekstrakurikuler Tonti yang kurang terampil dalam
berkomunikasi tidak dapat diterima oleh kelompok ekstrakurikuler tersebut. Oleh
karena itu, permasalahan keterampilan berkomunikasi dan penerimaan sosial
dalam kelompok dianggap penting untuk diteliti secara ilmiah dengan melakukan
penelitian mengenai hubungan antara keterampilan komunikasi dengan
penerimaan sosial dalam ektrakurikuler Pleton Inti di SMA Negeri 1 Kalasan.
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasikan permasalahan
sebagai berikut :
1. Masih banyakanggota ekstrakurikuler Tonti di SMA Negeri 1 Kalasan yang
kurang mampu berkomunikasi dengan baik.
2. Sebagian anggota ekstrakurikuler Tonti di SMA Negeri 1 Kalasan yang
7
3. Sebagian anggota senior ekstrakurikuler Tonti dalam berkomunikasi masih
menimbulkan kesan menghakimi, sehingga menyebabkan anggota junior
merasa tidak diterima oleh kelompok tersebut.
4. Masih banyak anggota junior ekstrakurikuler Tonti yang tidak dapat
memahami maksud dari perlakuan anggota senior, sehingga menyebabkan
perselisihan antar anggota.
5. Sebagian anggota ekstrakurikuler Tonti di SMA Negeri 1 Kalasan yang tidak
dapat diterima dalam kelompoknya, memutuskan untuk mengundurkan diri.
6. Kurangnya sosialisasi terhadap orang tua mengenai ekstrakurikuler Tonti,
sehingga masih terdapat orang tua siswa yang memprotes kegiatan tersebut.
C. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka penelitian ini dibatasi pada
hubungan antara keterampilan komunikasi dengan penerimaan sosial dalam
ektrakurikuler Pleton Inti di SMA Negeri 1 Kalasan.
D. RumusanMasalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, maka peneliti merumuskan
permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah terdapat hubungan antara keterampilan komunikasi dengan
penerimaan sosial dalam ekstrakurikuler Pleton Inti di SMA Negeri 1
8
2. Seberapa besar sumbangan efektif keterampilan komunikasi terhadap
penerimaan sosial dalam ekstrakurikuler Pleton Inti di SMA Negeri 1
Kalasan?
E. TujuanPenelitian
Berdasarkan dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin
dicapai oleh peneliti dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:
1. Mengetahui hubungan antara keterampilan berkomunikasi dengan penerimaan
sosial dalam ekstrakurikuler Pleton Inti di SMA Negeri 1 Kalasan.
2. Mengetahui besarnya sumbangan efektif keterampilan komunikasi terhadap
penerimaan sosial dalam ekstrakurikuler Pleton Inti di SMA Negeri 1 Kalasan.
F. ManfaatPenelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan sumber referensi
teoritis untuk khususnya di bidang bimbingan dan konseling mengenai hubungan
antara keterampilan berkomunikasi dengan penerimaan sosial pada siswa.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
a. Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan
Bagi pihak Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, penelitian ini
sebagai kontribusi ilmiah untuk pengembangan teori bimbingan pribadi dan
9
b. Guru Bimbingan dan Konseling
Guru Bimbingan dan Konseling dapat memberikan layanan bimbingan
mengenai keterampilan berkomunikasi dan penerimaan sosial sebagai materi
bimbingan pribadi dan sosial.
c. Penelitian Selanjutnya
Penelitian ini dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan untuk
melakukan penelitian tentang faktor lain yang mempunyai hubungan dengan
10
BAB II KAJIAN TEORI
A. Kajian tentang Keterampilan Komunikasi
1. Pengertian Keterampilan Komunikasi
Keterampilan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 1180)
adalah kecakapan untuk menyelesaikan suatu tugas. Menurut Chaplin (dalam
Kartini Kartono, 2006: 466) keterampilan atau skill adalah suatu kemampuan
yang memungkinkan individu untuk melakukan suatu perbuatan secara lancar
dan tepat.
Pengertian komunikasi menurut Rogers dan D. Lawrence Kincaid
(1981) dalam Hafied Cangara (2007: 20) adalah suatu proses dimana dua
orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan
satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang
mendalam. H. A. W Widjaja (2010: 8) komunikasi adalah penyampaian
informasi dan pengertian dari seseorang kepada orang lain. Ia juga
menambahkan bahwa komunikasi akan dapat berhasil baik apabila sekiranya
timbul saling pengertian, yaitu jika kedua belah pihak si pengirim dan
penerima informasi dapat memahami. Lebih lanjut, Hurlock (1978: 176)
mengatakan bahwa komunikasi berarti suatu pertukaran pikiran dan perasaan.
Keterampilan komunikasi menurut Hafied Cangara (2007: 85) adalah
kemampuan seseorang untuk menyampaikan pesan atau mengirim pesan
11
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa keterampilan
komunikasi adalah kemampuan seorang individu dalam menyampaikan pesan,
ide, pikiran kepada orang lain dan menerima pesan, ide, pikiran dari orang
lain.
2. Jenis-jenis Keterampilan Komunikasi
Hafied Cangara (2007: 32-37) menyebutkan ada beberapa jenis
komunikasi, diantaranya yaitu:
a) Komunikasi dengan diri sendiri (Intrapersonal Communication), yaitu
proses komunikasi yang terjadi di dalam individu, atau dengan kata lain
proses berkomunikasi dengan diri sendiri.
b) Komunikasi antar pribadi (Interpersonal Communication), ialah proses
komunikasi yang berlangsung antara dua orang atau lebih secara tatap
muka.
c) Komunikasi publik (Public Communication), komunikasi publik adalah
suatu proses komunikasi dimana pesan-pesan disampaikan oleh pembicara
dalam situasi tatap muka di depan khalayak yang lebih besar.
d) Komunikasi massa (Mass Communication), yaitu proses komunikasi yang
berlangsung dimana pesanya dikirim dari sumber yang melembaga kepada
khalayak yang sifatnya massal melalui alat-alat yang bersifat mekanis
12
Menurut Onong Uchjana Efendy (1993: 36) jenis komunikasi dibagi
ke dalam beberapa bagian, yaitu sebagai berikut :
a) Komunikasi Persona (persona communication), adalah pernyataan
manusia yang didasarkan pada sasaran tunggal.
b) Komunikasi Kelompok (group communication), adalah pernyataan
manusia didasarkan pada kelompok manusia tertentu atau komunikasi
antara seseorang dengan jumlah orang yang berkumpul bersama-sama
dalam bentuk kecil atau besar. Komunikasi kelompok bersifat lebih
formal, terorganisir dan lebih bersifat melembaga daripada komunikasi
persona.
c) Komunikasi Massa (mass communication), merupakan bentuk komunikasi
dengan komunikan secara masal, berjumlah banyak, bertempat tinggal
jauh, sangat heterogen, dan menimbulkan efek-efek tertentu.
Sedangkan menurut Gilarso (2005: 26) menyebutkan jenis-jenis
komunikasi yaitu:
a) Komunikasi verbal, yaitu suatu komunikasi dengan menggunakan
kata-kata yang meliputi diskusi, yaitu saling tukar pikiran atau pendapat serta
dialog, yaitu komunikasi dari hati ke hati saling mengungkapkan perasaan
masing-masing.
b) Komunikasi non verbal, yatu suatu komunikasi tanpa menggunakan
kata-kata, tetapi menggunakan bahasa tubuh seperti pandangan mata,
13
Berdasarkan paparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
jenis-jenis komunikasi antara lain adalah komunikasi dengan diri sendiri,
komunikasi antar pribadi, komunikasi kelompok, komunikasi public,
komunikasi massa, komunikasi verbal dan komunikasi non verbal.
3. Komponen-komponen Keterampilan Komunikasi
Aspek-aspek keterampilan komunikasi menurut Santrock (2007: 115)
antara lain:
a) Keterampilan berbicara, keterampilan berbicara mencakup keterampilan
berbicara di depan kelas, berbicara dengan teman-teman, dan orang-orang
yang ada di sekitar individu dengan menggunakan gaya berkomunikasi
yang tidak menimbulkan kesan menghakimi lawan bicara.
b) Keterampilan mendengar, adalah kemampuan mendengarkan secara aktif.
c) Keterampilan berkomunikasi secara non verbal, yaitu keterampilan
berkomunikasi melalui ekspresi wajah dan mata, sentuhan, ruang dan
sikap diam.
Menurut A. Supratiknya (1995: 10-12) mengemukakan aspek-aspek
komunikasi adalah sebagai berikut:
a) Pembukaan diri, yaitu saling terbuka dan jujur dalam berhubungan atau
berinteraksi dengan orang lain.
b) Mampu mendengarkan lawan bicara, yaitu memahami pesan atau ide yang
14
c) Mampu mengkomunikasikan ide atau gagasan dengan baik, yaitu mampu
mengungkapkan ide-ide, gagasan atau perasaannya dan menyampaikan
pesan tersebut dengan tepat.
d) Penerimaan terhadap orang lain, yaitu menghargai pendapat orang lain
atau mampu menerima gagasan dari sudut pandang orang lain.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek
keterampilan komunikasi yaitu keterampilan berbicara, keterampilan
mendengarkan aktif, keterampilan berkomunikasi secara non verbal,
keterbukaan diri, penerimaan terhadap dan orang lain.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keterampilan Komunikasi
Syamsu Yusuf (2000: 55) faktor yang dapat mempengaruhi
keterampilan komunikasi adalah:
a) Latar belakang budaya
Interpretasi suatu pesan akan terbentuk dari pola pikir seseorang melalui
kebiasaannya, sehingga semakin sama latar belakang budaya antara
pengirim dan penerima pesan maka proses komunikasi semakin efektif.
b) Ikatan kelompok atau grup
Nilai-nilai yang dianut suatu kelompok sangat memberika pengaruh besar
terhadap keterampilan komunikasi individu.
c) Inteligensi
Semakin cerdas seorang individu, maka semakin cepat pula individu
15
d) Hubungan keluarga
Hubungan keluarga yang dekat dan hangat akan lebih mempercepat
keterampilan komunikasi pada anak daripada hubungan keluarga yang
tidak akrab.
Meskipun telah dijelaskan bahwa keterampilan komunikasi
dipengaruhi oleh beberapa faktor di atas, akan tetapi faktor-faktor tersebut
bukan satu-satunya hal yang dapat mempengaruhi keterampilan seseorang.
Keterampilan komunikasi merupakan sebuah proses yang harus diupayakan.
Artinya, bahwa keterampilan komunikasi dapat dipelajari, tidak tumbuh begitu
saja.
B. Kajian tentang Penerimaan Sosial
1. Pengertian Penerimaan Sosial
Penerimaan sosial berarti dipilih sebagai teman untuk aktifitas dalam
kelompok dimana seseorang menjadi anggota. Ini merupakan indeks
keberhasilan yang digunakan seseorang untuk berperan dalam kelompok
sosial dan menunjukkan derajat rasa suka anggota kelompok yang lain untuk
bekerjasama atau bermain dengannya (Hurlock, 1978: 293).
Menurut Chaplin (1995: 50) penerimaan sosial adalah pengakuan dan
penghargaan terhadap nilai-nilai individu. Individu yang mendapatkan
penerimaan sosial akan merasa mendapatkan pengakuan dan penghargaan dari
16
Menurut Asher & Parker (dalam Andi Mappiere, 1982: 23),
penerimaan sosial adalah suatu keadaan dimana individu itu disukai dan
diterima oleh teman lain didalam lingkungan, dan setiap individu diterima
oleh individu lain secara penuh dan penerimaan semacam ini akan
menimbulkan perasaan aman.
Berk (2003: 215) penerimaan sosial adalah kemampuan seseorang
sehingga ia dihormati oleh anggota kelompok lainnya sebagai partner sosial
yang berguna. Kemampuan ini meliputi kemauan untuk menerima orang lain
sekurang-kurangnya sabar menghadapi, bersikap tenang, ramah tamah dan
sebagainya. Penerimaan sosial dapat memudahkan dalam pembentukan
tingkah laku sosial yang diinginkan, reinforcement atau modeling dan
pelatihan secara langsung dapat meningkatkan keterampilan sosial.
Berdasarkan paparan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
penerimaan sosial adalah suatu keadaan dimana individu diakui dan dihargai
oleh individu lain atau kelompok, sehingga individu tersebut merasa nyaman,
aman dan dihargai keberadaannya.
2. Kategori Penerimaan Sosial
Menurut Desmita (2009: 226) mengkategorikan penerimaan sosial
menjadi dua, yaitu anak yang populer dan anak yang tidak populer.
a) Anak yang populer
Hartup dalam Desmita (2009: 226) mencatat bahwa anak yang populer
adalah anak yang ramah, suka bergaul, bersahabat, sangat peka secara
17
sering dihubungkan dengan IQ dan prestasi akademik. Anak yang populer
lebih menyukai anak yang sedang daripada anak yang rajin.
b) Anak yang tidak populer
Anak yang tidak populer dapat dibedakan ke dalam dua tipe, yaitu
anak-anak yang ditolak (rejected children), yaitu anak-anak yang tidak disukai
oleh teman-teman sebaya mereka; anak-anak yang diabaikan (neglected
children), yaitu anak yang menerima sedikit perhatian dari teman-teman sebaya mereka, tetapi bukan berarti mereka tidak disenangi oleh
teman-teman sebayanya.
Sedangkan Hurlock (1978: 294) membagi kategori penerimaan sosial
ke dalam beberapa kelompok, yaitu:
a) STAR, yaituanak yang dikagumi oleh hampir semua orang karena beberapa sifat yang menonjol
b) ACCEPTED, yaitu anak yang disukai oleh sebagian besar anggota
kelompok, tetapi penerimaan yang diperoleh berangsur-angsur akan
hilang jika si anak terus-menerus melakukan kesalahan.
c) ISOLATE, yaituanak yang tidak mempunyai sahabat di antara teman
sebayanya. Ada dua jenis “isolate”; “voluntary isolate” yang menarik
diri dari kelompok karena kurang memiliki minat untuk menjadi
anggota atau untuk mengikuti aktivitas kelompok; “involuntary
isolate” yag ditolak oleh kelompok meskipun dia ingin menjadi
18
d) FRINGER, orang yang terletak pada garis batas penerimaan sosial.
Aak dalam kategori ini bisa kehilangan penerimaan yang dia peroleh
melalui tindakan atau ucapan tentang sesuatu yang dapat menyebabkan
kelompok berbalik menentang dia.
e) CLIMBER, yaitu anak yang diterima dalam suatu kelompok tetapi ingin memperoleh penerimaan dalam kelompok yang secara sosial
lebih disukai.
f) NEGLECTEE, adalah orang yang tidak disukai tetapi juga tidak
dibenci. Dia diabaikan karena dia pemalu, pendiam, dan tidak
termasuk ke dalam kategori tertentu.
3. Kesadaran Akan Penerimaan Sosial
Hurlock (1978: 296) menjelaskan bahwa kesadaran anak tentang
sejauh mana mereka diterima oleh anggota kelompok sosial timbul dari
berbagai sumber, antara lain sebagai berikut:
a) Dari ekspresi wajah atau nada suara seseorang
b) Perlakuan yang diterima anak dari orang lain
c) Bila orang lain bersedia melakukan apa yang diinginkan oleh si anak
d) Bila dengan sukarela orang lain meniru cara bicara, perilaku, atau
pakaian si anak
e) Anak yang memiliki banyak teman bermain atau sahabat
f) Dari apa yang dikatakan orang lain kepada mereka atau tentang
mereka
19
Hal-hal tersebut dapat digunakan sebagai acuan untuk mengukur
seberapa besar penerimaan sosial yang diperoleh anak. Anak akan menyadari
dirinya diterima atau tidak oleh kelompoknya.
4. Dampak Penerimaan Sosial
Penerimaan sosial yang diperoleh individu dalam suatu kelompok akan
mempengaruhi perkembangan sosial pada tahap perkembangan selanjutnya.
Anak yang diterima dengan baik memiliki peluang yang lebih banyak untuk
berpartisipasi dalam kegiatan kelompok teman sebaya, dibandingkan dengan
anak yang tidak diterima dengan baik, mereka akan memperoleh kesempatan
untuk mempelajari ketrampilan sosial. Lebih lanjut,Hurlock (1978: 298)
menguraikan dampak penerimaan sosial pada anak adalah sebagai berikut:
a) Anak yang diterima akan merasa senang dan aman
b) Anak yang diterima akan mengembangkan konsep diri yang
menyenangkan
c) Anak yang diterima akan memperoleh kesempatan untuk mempelajari
berbagai pola perilaku yang diterima secara sosial dan keterampilan sosial yang membantu keseimbagan mereka dalam situasi sosial
d) Anak yang diterima akan bebas secara mental untuk mengalihkan
perhatian mereka ke luar dan untuk menaruh minat pada orang atau sesuatu di luar diri mereka.
e) Anak yang diterima akan dapat menyesuaikan diri terhadap harapan
kelompok dan tidak mencemooh tradisi sosial
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa anak yang
diterima oleh kelompok sosialnya akan merasa aman, nyaman, berarti dan
dihargai keberadaannya. Perasaan demikian dapat menimbulkan rasa percaya
20
5. Dampak Penolakan Sosial
Anak-anak yang ditolak kemungkinan untuk memperlihatkan perilaku
agresif, hiperaktif, kurang perhatian atau ketidakdewasaan, sehingga sering
bermasalah dalam perilaku dan akademis di sekolah (Putallaz dan Waserman,
1990, dalam Desmita, 2009: 226). Akan tetapi, tidak semua anak yang ditolak
bersifat agresif, kira-kira 10 hingga 20 % anak yag ditolak adalah anak yang
pemalu (Santrock, 1996 dalam Desmita, 2009: 226).
Hurlock (1978: 307) juga menjelaskan tentang dampakdari penolakan
sosial adalah sebagai berikut ini:
a) Akan merasa kesepian karena kebutuhan sosial mereka tidak
terpenuhi.
b) Anak merasa tidak bahagia dan tidak aman.
c) Anak mengembangkan konsep diri yang tidak menyenangkan,
yang dapat menimbulkan penyimpangan kepribadian.
d) Kurang memiliki pengalaman belajar yang dibutuhkan untuk
menjalani proses sosialisasi.
e) Akan merasa sangat sedih, karena tidak memperoleh
kegembiraan yang dimiliki teman sebaya mereka.
f) Sering mencoba memaksakan diri untuk memasuki kelompok
dan ini akan meningkatkan penolakan kelompok terhadap mereka semakin memperkecil peluang mereka untuk mempelajari berbagai keterampilan sosial.
g) Akan hidup dalam ketidakpastian tentang reaksi sosial terhadap mereka, dan ini akan menyebabkan mereka cemas, takut, dan sangat peka.
h) Sering melakukan penyesuaian diri secara berlebihan, dengan
harapan akan meningkatkan penerimaan sosial mereka.
Pengabaian dan penolakan dari teman sebaya juga dapat
mengakibatkan para remaja merasa kesepian dan timbul rasa permusuhan
yang selanjutnya berhubungan dengan kesehatan mental individu dan masalah
21
Penolakan sosial pada anak dapat menimbulkan
permasalahan-permasalahan yang berakibat pada gangguan mental dan kepribadian, serta
perkembangan sosial anak.
6. Ketetapan Penerimaan Sosial
Menurut Hurlock (1978: 299) menjelaskan bahwa ketetapan
(persistensi) kedudukan penerimaan sosial dapat dijelaskan melalui berbagai
cara, enam diantaranya yang sangat penting untuk diperhatikan antara lain:
a) Karakteristik kepribadian yang menimbulkan penerimaan, penolakan,
atau pengabaian cenderung tetap stabil atau menguat ketika anak
berajak dewasa
b) Nilai-nilai yang mendasar, seperti kejujuran, sportivitas, keberanian,
dan kemurahan hati, yang digunakan orang untuk menilai anak tetap
stabil
c) Dalam suatu kelompok anak memperoleh reputasi, meskipun mereka
berubah, biasanya reputasi mereka tidak ikut berubah.
d) Semakin banyak hubungan yang dilakukan anak terhadap anggota
kelompoknya dan semakin akrab hubungan tersebut, semakin besar
peluang mereka untuk tetap memiliki status yang stabil di dalam
kelompok
e) Latar belakang yang baik dipandang dari sudut status sosial ekonomi
keluarga
f) Anak yang telah matang dan mampu menilai diri mereka secara
22
7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Sosial
Menurut Rita Eka Izzaty dkk (2008: 126) penerimaan sosial (social
acceptance) dalam kelompok remaja sangat bergantung pada: a) kesan
pertama, b) penampilan yang menarik, c) partisipasi sosial, d) perasaan humor
yang dimiliki, e) keterampilan berbicara dan f) kecerdasan. Leary (Miller,
2001: 21) mengusulkan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi seseorang
mendapatkan penerimaan sosial diantaranya kompetensi sosial, penampilan
fisik, pelanggaran aturan interaksi individu, dan sejauh mana individu
membosankan atau tidak menarik sebagai mitra dalam interaksi sosial.
Sedangkan menurut Hurlock (1991: 217) ada beberapa faktor yang
menyebabkan remaja diterima atau ditolak oleh teman sebaya, adalah sebagai
berikut:
a) Faktor-faktor yang menyebabkan seorang remaja diterima oleh teman
sebaya:
1) Kesan pertama yang menyenangkan sebagai akibat dari
penampilan yang menarik perhatian, sikap yang tenang, dan gembira.
2) Reputasi sebagai seorang yang sportif dan menyenangkan.
3) Penampilan diri yang sesuai dengan penampilan teman-teman
sebaya.
4) Perilaku sosial yang ditandai oleh kerja sama, tanggung jawab, panjang akal, kesenangan bersama orang-orang lain, bijaksana dan sopan.
5) Matang, terutama dalam hal pengendalian emosi serta kemauan
untuk mengikuti peraturan-peraturan.
6) Sifat kepribadian yang menimbulkan penyesuaian sosial yang baik
seperti jujur, setia, tidak mementingkan diri sendiri dan ekstraversi. 7) Status sosial ekonomi yang sama atau sedikit di atas
23
8) Tempat tinggal yang dekat dengan kelompok sehingga
mempermudah hubungan dan partisipasi dalam pelbagai kegiatan kelompok.
b) Faktor-faktor yang dapat menyebabkan seorang remaja ditolak oleh
kelompok sebayanya:
1) Kesan pertama yang kurang baik karena penampilan diri yang
kurang menarik atau sikap menjauhkan diri, yang mementingkan diri sendiri.
2) Terkenal sebagai seorang yang tidak sportif.
3) Penampilan yang tidak sesuai dengan standar kelompok dalam hal
daya tarik fisik atau tentang kerapihan.
4) Perilaku sosial yang ditandai oleh perilaku menonjolkan diri,
mengganggu dan menggertak orang lain, senang memerintah, tidak dapat bekerja sama dan kurang bijaksana.
5) Kurangnya kematangan, terutama kelihatan dalam hal
pengendalian emosi, ketenangan, kepercayaan diri dan
kebijaksanaan.
6) Sifat-sifat kepribadian yang mengganggu orang lain seperti
mementingkan diri sendiri, keras kepala, gelisah dan mudah marah.
7) Status sosioekonomis berada di bawah status sosioekonomis
kelompok dan hubungan yang buruk dengan anggota-anggota keluarga.
8) Tempat tinggal yang terpencil dari kelompok atau
ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan kelompok karena tanggung jawab keluarga atau karena bekerja sambilan.
Selain itu Hurlock (1978 : 178) juga mengatakan bahwa anak yang
mampu berkomunikasi dengan baik akan diterima lebih baik oleh kelompok
sosial dan mempunyai kesempatan yang lebih baik untuk memerankan
kepemimpinannya ketimbang anak yang kurang mampu berkomunikasi atau
yang takut menggunakannya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi penerimaan sosial antara lain penampilan, keterampilan
berkomunikasi, sikap atau perilaku, sifat atau kepribadian, kematangan emosi,
24
C. Kajian tentang Ekstrakurikuler Pleton Inti
1. Pengertian Ekstrakurikuler Pleton Inti
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 234) ekstrakurikuler
berarti berada di luar program yang tertulis di dalam kurikulum seperti latihan
kepemimpinan dan pembinaan siswa. Ekstrakurikuler merupakan kegiatan
pembelajaran yang diselenggarakan di luar jam pelajaran yang disesuaikan
dengan kebutuhan pengetahuan, pengembangan, bimbingan, dan pembiasaan
siswa agar memiliki pengetahuan dasar dan penunjang (Shaleh A. R, 2005:
170). Sedangkan Asep Herry Hermawan (2013: 4) berpendapat bahwa
kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan yang dilaksanakan di luar jam
pelajaran. Kegiatan ini bertujuan untuk membentuk manusia yang seutuhnya
sesuai dengan pendidikan nasional. Ekstrakurikuler digunakan untuk
memperluas pengetahuan peserta didik.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa ekstrakurikuler adalah kegiatan yang
dilaksanakan di jam pelajaran dan di luar program yang tertulis di dalam
kurikulum yang bertujuan untuk mengembangkan potensi siswa agar lebih
optimal.
Pengertian peleton menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008 :
768) adalah satuan pasukan yang terdiri atas 20-40 orang. Sedangkan Inti
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 345) adalah di bagian yang
utama, yang penting peranannya dalam suatu proses atau pelaksanaan kerja.
Jadi, peleton inti adalah satuan pasukan yang utama yang terdiri dari
25
Kegiatan ekstrakurikuler Pleton Inti pada dasarnya merupakan
kegiatan baris-berbaris. Baris-berbaris merupakan suatu wujud latihan fisik
yang diperlukan guna menanamkan kebiasaan yang diarahkan kepada
terbentuknya perwatakan tertentu (Akmil yang dikutip oleh Rahmawati
Widiantoro, 2012: 19). Lebih lanjut, latihan baris-berbaris membutuhkan
syarat adanya kepatuhan dalam melaksanakan perintah dengan cermat dan
tepat (Akmil yang dikutip oleh Rahmawati Widiantoro, 2012: 19).
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
ekstrakurikuler Pleton Inti adalah kegiatan di luar program yang tertulis di
dalam kurikulum dan dilaksanakan di luar jam pelajaran, berupa kegiatan
baris-berbaris yang bertujuan untuk melatih fisik dan kebiasaan guna
membentuk watak yang disiplin dan taat.
2. Kegiatan Ekstrakurikuler Pleton Inti di SMA Negeri 1 Kalasan
Ekstrakurikuler Pleton Inti di SMA Negeri 1 Kalasan merupakan
ekstrakurikuler wajib bagi siswa kelas X. Kegiatan ini berupa latihan
baris-berbaris dan dilaksanakan setiap hari senin dan rabu pada jam 14.30 sampai
selesai. Pelatih ekstrakurikuler ini adalah beberapa siswa kelas XI yang
terpilih menjadi regu inti dan didampingi oleh Pembina atau guru yang
ditugaskan. Latihan ekstrakurikuler Pleton Inti di SMA Negeri 1 Kalasan
bertujuan untuk melatih siswa baris-berbaris dan membentuk pribadi siswa
yang disiplin. Selain itu, latihan ini juga bertujuan untuk mempersiapkan
siswa dalam mengikuti berbagai perlombaan yang secara berkala diadakan
26
D. Kajian tentang Remaja
1. Pengertian Remaja
Masa remaja merupakan masa yang berbeda dari masa sebelumnya
atau sesudahnya karena berbagai hal yang menarik. Kata remaja
diterjemahkan dari kata dalam bahasa Inggris adolescence atau „adolecere‟ (bahasa latin) yang berarti tumbuh atau tumbuh untuk masak, menjadi dewasa.
Adolecen maupun remaja menggambarkan seluruh perkembangan remaja baik perkembangan fisik, intelektual, emosi dan sosial.
Istilah lain untuk menunjukkan pengertian remaja yaitu pubertas.
Pubertas berasal dari kata pubes (dalam bahasa latin) yang berarti rambut
kelamin, yaitu yang merupakan tanda kelamin sekunder yang menekankan
pada perkembangan seksual. Dengan kata lain pemakaian pubertas sama
denga remaja akan tetapi pubertas lebih merujuk kepada perkembagan
seksualnya. Kemudian kata teenager juga menunjukkan pengertian remaja
yang berarti manusia belasan tahun.
Menurut Sri Rumini & Siti Sundari (2004: 72) masa remaja adalah
peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami
perkembangan semua aspek/fungsi untuk memasuki usia dewasa. Rita Eka
Ezzaty dkk (2008: 124) masa remaja ditinjau dari rentang kehidupan manusia
merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Sifat-sifat
remaja sebagian sudah tidak menunjukkan sifat-sifat masa kanak-kanaknya,
tetapi juga belum menunjukkan sifat-sifat sebagai orang dewasa. Hal senada
27
sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang
mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosio-emosional.
Awal masa remaja berlangsung kira-kira dari tiga belas tahun sampai
enam belas tahun atau tujuh belas tahun, dan akhir masa remaja bermula dari
usia 16 atau 17 tahun sampai delapan belas tahun, yaitu usia matang secara
hukum (Hurlock, 1991: 204). Sedangkan menurut Sri Rumini dan Siti Sundari
(2004: 53) masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21
tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria.
Berdasarkan paparan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa remaja
merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang
mengalami perkembangan yang pesat meliputi perkembangan fisik dan
psikoseksual, kognisi, emosi, sosial serta moral. Remaja sudah tidak lagi
dikatakan sebagai anak-anak namun masih belum cukup matang untuk
dikatakan sebagai dewasa. Sedangkan batasan usia remaja yang umum
digunakan oleh para ahli adalah 12 sampai 21 tahun.
2. Tugas-tugas Perkembangan Remaja
Menurut Havighurst dalam Hurlock (1991) dalam Rita Eka Izzaty dkk
(2008: 126) tugas-tugas perkembangan masa remaja yang harus dilalui dalam
masa itu antara lain sebagai berikut:
a) Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya
baik pria maupun wanita.
b) Mencapai peran sosial pria dan wanita.
28
d) Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggungjawab.
e) Mempersiapkan karier ekonomi.
f) Mempersiapkan perkawinan dan keluarga.
g) Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk
berperilaku mengembangkan ideologi.
3. Ciri-ciri Remaja
Masa remaja memiliki ciri-ciri khusus yang berbeda dari masa-masa
yang lain. Hurlock (1991: 207-209) menjelaskan ciri-ciri tersebut antara lain:
a) Masa remaja sebagai periode penting, karena akibatnya yang langsung
terhadap sikap dan perilaku dan akibat jangka panjangnya, juga akibat
fisik dan akibat psikologis. Perkembagan fisik yang cepat dan penting
disertai dengan cepatnya perkembangan mental yang cepat
menimbulkan penyesuaian mental dan membentuk sikap, nilai dan
minat baru.
b) Masa remaja sebagai periode peralihan, masa remaja merupakan
peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, sehingga mereka
harus meninggalkan segala sesuatu yang bersifat kekanak-kanakan
serta mempelajari pola perilaku dan sikap baru untuk menggantikan
perilaku dan sikap yang telah ditinggalkan. Pada masa ini remaja
bukan lagi anak dan juga bukan orang dewasa.
c) Masa remaja sebagai periode perubahan, selama masa remaja terjadi
perubahan fisik yang sangat pesat, juga perubahan perilaku dan sikap
29
maka diikuti perubahan sikap dan perilaku yang menurun juga.
Menurut Hurlock ada 4 macam perubahan yaitu: meningginya emosi;
perubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan; berubahnya minat
dan pola perilaku serta adanya sikap ambivalen terhadap setiap
perubahan.
d) Masa remaja sebagai masa mencari identitas, pada masa ini mereka
mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas lagi dengan menjadi
sama dengan teman-teman dalam segala hal, seperti pada masa
sebelumnya. Namun adanya sifat yang mendua, dalam beberapa kasus
menimbulkan suatu dilema yang menyebabka krisis identitas. Pada
saat ini remaja berusaha untuk menunjukkan siapa diri dan
peranannyadalam kehidupan masyarakat.
e) Usia bermasalah, karena pada masa remaja pemecahan masalah sudah
tidak seperti pada masa sebelumnya yang dibantu oleh orangtua dan
gurunya. Setelah remaja masalah yang dihadapi akan diselesaikan
secara mandiri, mereka menolak batuan dari orang tua maupun guru
lagi.
f) Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan/kesulitan,
karena pada masa remaja sering timbul pandangan yang kurang atau
bersifat negatif. Stereotip demikian mempengaruhi konsep diri dan
sikap remaja terhadap dirinya, dengan demikian menjadikan remaja
30
yang sering menimbulkan pertentangan antara remaja dengan orang
dewasa.
g) Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik. Pada masa ini remaja
cenderung memandang dirinya dan orang lain sebagaimana yang
diinginkan bukan sebagaimana adanya, lebih-lebih cita-citanya. Hal ini
menyebabkan emosi meninggi dan apabila yang diinginkan tidak
tercapai akan mudah marah. Semakin bertambahnya pengalaman
pribadi dan sosialnya serta kemampuan berfikir rasional remaja
memandang diri dan orang lain semakin realistik.
h) Masa remaja sebagai ambang masa dewasa, menjelang menginjak
masa dewasa, mereka merasa gelisah untuk meninggalkan masa
belasan tahunnya. Mereka belum cukup untuk berperilaku sebagai
orang dewasa, oleh karena itu mereka mulai berperilaku sebagai status
orang dewasa seperti cara berpakaian, merokok, menggunakan
obat-obatan dll, yang diharapkan dapat memberikan citra yang diinginkan.
4. Perkembangan Sosial Remaja
Pada masa ini, pergaulan remaja lebih luas dibandingkan dengan masa
sebelumnya. Hubungan sosial yang semula pada masa kanak-kanak hanya
sebatas dengan orang tuanya dalam kehidupan keluarga berkembang semakin
meluas dengan anggota keluarga lain, teman bermain, teman sekolah dan
31
Menurut Rita Eka Izzaty dkk (2008: 139) menjelaskan bahwa ada
beberapa tujuan perkembangan sosial remaja, yaitu:
1) Memperluas kontak sosial
2) Mengembangkan identitas diri
3) Menyesuaikan dengan kematangan seksual
4) Belajar menjadi orang dewasa
Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut remaja terlebih dulu harus
mampu membina hubungan sosial yang baik dengan lingkungannya. Salah
satu hal yang dapat mendukung tercapainya hubungan sosial yang baik adalah
kemampuan remaja dalam berkomunikasi.
E. Hubungan Antara Keterampilan Komunikasi dengan Penerimaan Sosial
Siswa Sekolah Menengah Atas dalam tahap perkembangannya berada
dalam masa remaja akhir yaitu antara usia 16-18 tahun. Pada masa ini
kelompok teman sebaya memegang peranan yang penting dalam kehidupan
remaja. Remaja sangat ingin diterima dan dipandang sebagai anggota
kelompok teman sebaya, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Remaja akan
merasa sangat menderita apabila tidak diterima atau bahkan diasingkan oleh
kelompok teman sebayanya. Diterima oleh kelompok teman sebaya sering
disebut dengan penerimaan sosial. Menurut Hurlock (1978: 293) penerimaan
sosial berarti dipilih sebagai teman untuk suatu aktivitas di dalam kelompok di
32
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi remaja diterima atau
ditolak adalah kemampuan remaja dalam berkomunikasi. Senada dengan Rita
Eka Izzaty dkk (2008: 138) berpendapat bahwa penerimaan sosial (social
acceptance) dalam kelompok remaja sangat tergantung salah satunya pada keterampilan berbicara. Kemudian didukung oleh pernyataan Hurlock (1978:
178) bahwa anak yang mampu berkomunikasi dengan baik akan diterima lebih
baik oleh kelompok sosial dan mempunyai kesempatan yang lebih baik untuk
memerankan kepemimpinannya ketimbang anak yang kurang mampu
berkomunikasi atau yang takut menggunakannya.
Remaja yang terampil dalam berkomunikasi akan lebih mudah dalam
membina hubungan sosial dengan lingkungannya. Hal ini dikarenakan remaja
yang terampil dalam berkomunikasi biasanya pandai dalam menyampaikan
dan menerima pesan, baik pesan verbal maupun non verbal.
Berkaitan dengan adanya kemungkinan hubungan antara keterampilan
komunikasi dengan penerimaan sosial, dapat dikatakan bahwa semakin tinggi
keterampilan komunikasi yang dimiliki individu, maka semakin tinggi tingkat
penerimaan sosial individu tersebut. Sedangkan jika semakin rendah
keterampilan komunikasi yang dimiliki individu, semakin rendah pula tingkat
33
F. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan teori-teori dan kerangka pikir yang telah diuraikan, maka
diajukan hipotesis sebagai berikut:
“Terdapat hubungan positif antara keterampilan komunikasi denga
penerimaan sosial dalam kelompok ekstrakurikuler Pleton Inti di SMA Negeri
1 Kalasan.”
Artinya jika skor keterampilan komunikasi individu semakin tinggi
atau jika individu dapat menyampaikan dan menerima pesan dengan baik,
maka skor penerimaan individu juga semakin tinggi atau individu dapat
diterima dengan baik oleh kelompok sosialnya. Sebaliknya, bila skor
keterampilan komunikasi yang dimiliki rendah atau individu tidak mampu
menyampaikan dan menerima pesan denga baik, maka semakin rendah pula
skor penerimaan individu atau individu kurang dapat diterima oleh kelompok
34
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif jenis korelasional yang
dilakukan untuk menguji hubungan antara variabel bebas dan terikat. Suharsimi
Arikunto (2010:12) mendefinisikan penelitian kuantitatif adalah penelitian yang
banyak menggunakan angka-angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran
terhadap data serta penampilan dari hasilnya.
Suharsimi Arikunto (2010:326) mengemukakan jenis dari pendekatan ini
adalah pendekatan korelasional yaitu penelitian yang menyelidiki ada tidak
hubungan antara variabel (X) dan variabel (Y) yang akan diteliti. Sukardi
(2011:166) juga menjelaskan bahwa penelitian korelasi adalah suatu penelitian
yang melibatkan tindakan pengumpulan data guna menentukan, apakah ada
hubungan dan tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih.
Jadi penelitian korelasional adalah penelitian yang meneliti mengenai
hubungan variabel-variabel. Penelitian ini dilakukan untuk mencari hubungan
antara variabelketerampilan komunikasi dengan penerimaan sosial.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Batasan pertama yang selalu muncul dalam kaitannya dengan metodologi
penelitian adalah tempat penelitian. Yang dimaksud dengan tempat penelitian
tidak lain adalah tempat dimana proses studi yang digunakan untuk memperoleh
35
Penelitian ini akan dilakukan di SMA Negeri 1 Kalasan, sedangkan waktu
penelitian yaitu pada bulan November 2015.
C. Variabel Penelitian
Variabel adalah gejala yang dipersoalkan (Purwanto, 2008:85). Gejala
bersifat membedakan satu unsur populasi dengan unsur yang lain. Oleh karena
variabel bersifat membedakan maka variabel harus mempunyai nilai yang
bervariasi.
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu sebagai berikut: variabel
bebas yaitu keterampilan komunikasi (X) dan variabel terikat yaitu penerimaan
sosial (Y).
D. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Menurut Saifudin Azwar (2013: 77) populasi didefinisikan sebagai
kelompok subjek yang hendak dikenai generalisasi hasil penelitian. Populasi
juga dibatasi sebagai himpunan individu, benda atau objek yang mempunyai
sifat atau karakteristik yang sama dan dapat diamati serta dibedakan dari
kelompok subjek yang lain. Karakteristik yang dimaksud dapat berupa usia,
36
Karakteristik subjek dalam penelitian ini adalah:
a) Remaja yang berusia 15-17 tahun
b) Remaja yang mengikuti ekstrakurikuler Pleton Inti di SMA Negeri
1 Kalasan.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anggota kelompok
ekstrakurikuler Pleton Inti di SMA Negeri 1 Kalasan tahun ajaran 2016/2017
yang berjumlah 96 anggota. Anggota tersebut terdiri dari 26 anggota dari siswa
kelas XI sebagai pelatih atau anggota senior dan 70 anggota dari siswa kelas X
sebagai anggota junior.
Alasan peneliti mengambil anggota ekstrakurikuler Pleton Inti di SMA
Negeri 1 Kalasan sebagai subjek penelitian adalah karena anggota tersebut
memiliki karakteristik yang sesuai dengan penelitian yang akan diteliti.
2. Sampel
Menurut Saifuddin Azwar (2013: 79) sampel adalah sebagian dari
populasi yang akan diteliti. Subjek penelitian yang menjadi sampel harus mampu
mewakili populasi. Oleh karena itu tidak seluruh subjek pada populasi diteliti,
cukup diwakili oleh sampel. Surakhmad dalam Riduwan (2007: 250)
berpendapat apabila ukura populasi sebanyak kurang lebih dari 100, maka
pengambilan sampel sekurang-kurangnya 50% dari ukuran populasi.
Berdasarkan hal tersebut, sampel dalam penelitian ini adalah 50% dari 96
37
3. Teknik Sampling
Suharsimi Arikunto (2010: 177) menjelaskan teknik sampling adalah
cara yang digunakan dalam mengambil sampel penelitian. Teknik sampling yang
digunakan dalam penelitian ini adalah stratified proportional random sampling,
yaitu pengambilan sampel dari anggota populasi secara acak dan berstrata secara
proporsional (Riduwan, 2007: 242). Alasan peneliti menggunakan teknik ini
adalah karena sampel yang akan diteliti terdiri dari dua tingkatan kelas, yaitu
kelas X dan kelas XI, peneliti dapat mengambil wakil dari setiap kelompok
dalam populasi secara proporsioanal yang jumlahnya disesuaikan dengan
proporsi jumlah anggota subjek yang ada di dalam masing-masing kelompok,
kemudian semua subjek dalam populasi berhak menjadi sampel. Penentuan
sampel dilakukan secara random yaitu menggunakan undian terhadap semua
populasi.
[image:51.595.164.473.500.613.2]Distribusi sampel penelitian dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 1. Sampel Penelitian
No. Kelas Populasi Hitungan Sampel
1. X 70
48 96
70 35
2. XI 26
48 96
26 13
38
E. Definisi Operasional
Definisi operasional dari variabel terikat dan variabel bebas dalam
penelitian ini yaitu:
1. Variabel keterampilan komunikasi
Keterampilan berkomunikasi meliputi keterampilan berbicara,
keterampilan mendengarkan aktif, keterampilan berkomunikasi secara non
verbal, keterbukaan diri, keterampilan menungkapkan ide dan gagasan,
penerimaan terhadap orang lain.
2. Variabel penerimaan sosial
Penerimaan sosial didefinisikan sebagai keadaan dimana individu diakui
dan dihargai oleh individu lain atau kelompok, sehingga individu tersebut
merasa nyaman, aman dan dihargai keberadaannya. Faktor-faktor yang
mempengaruhi penerimaan sosial antara lain penampilan, keterampilan
berkomunikasi, sikap atau perilaku, sifat atau kepribadian, kematangan
emosi, interaksi sosial dan partisipasi sosial.
F. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah cara khusus yang dipergunakan untuk
memperoleh data dalam penelitian. Berbagai metode pengumpulan data yang
biasa digunakan antara lain: wawancara, observasi, kuesioner/angket, dan
dokumenter (W. Gulo, 2002:110). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
model Skala Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan
39
2011: 93). Skala Likert menggunakan empat alternatif jawaban. Alternatif
jawaban yang digunakan yaitu sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS),
dan sangat tidak sesuai (STS).
Butir-butir pertanyaan disajikan dalam 2 bentuk, yaitu pertanyaan positif
dan pertanyaan negatif. Pertanyaan positif adalah pertanyaan yang mendukung
gagasan(favorable/+), sedangkan pertanyaan negatif adalah pertanyaan yang tidak
mendukung gagasan(unfavorable/-). Berikut ini pembobotan dari masing-masing
alternatif jawaban menggunakan Skala Likert. Untuk pertanyaan yang bersifat
positif (SS = 4), (S = 3), (TS = 2), dan (STS = 1). Sedangkan, penilaian
pertanyaan yang bersifat negatif yaitu (SS = 1), (S = 2), (TS = 3), dan (STS = 4).
G. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh
peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan data agar kegiatan tersebut menjadi
sistematis dan dipermudah olehnya (Suharsimi Arikunto, 2010:101). Menurut
Sugiyono (2009:97), instrumen adalah suatu alat yang digunakan mengukur
fenomena alam maupun sosial yang diamati. Instrumen dalam penelitian ini
menggunakan dua skala pengukuran, yaitu skala keterampilan komunikasi dan
skala penerimaan sosial.
1. Skala Keterampilan Komunikasi
Skala keterampilan komunikasi disusun berdasarkan acuan dari
aspek-aspek keterampilan komunikasi yang meliputi keterampilan berbicara,
keterampilan mendengar, keterampilan berkomunikasi secara non verbal,
40
a) Keterampilan berbicara
Keterampilan berbicara dapat diketahui melalui kemampuan berbicara
dengan anggota lain, kemampuan untuk menyusun kata-kata,
kemampuan untuk mengungkapkan ide dan gagasan.
b) Keterampilan mendengar
Keterampilan mendengar dapat diketahui dari kemampuan mendengar
secara aktif dan memahami pesan yang diberikan orang lain.
c) Keterampilan berkomunikasi secara non verbal
Keterampilan berkomunikasi secara non verbal dapat diketahui melalui
ekspresi wajah yang ditampilkan dan sikap diam atau tidak
menunjukkan gerak-gerik yang dapat mengganggu proses komunikasi.
d) Keterbukaan diri
Keterbukaan diri dapat dilihat dari kemampuan untuk jujur, terbuka
kepada orang lain.
e) Penerimaan terhadap orang lain
Penerimaan terhadap orang lain dapat diketahui melalui kemampuan
seseorang dalam menerima kritik dari orang lain, menghargai pendapat
orang lain dan kemampuan untuk memahami pendapat dari sudut
pandang orang lain.
Berdasarkan penjelasan aspek di atas, maka dapat dirumuskan
kisi-kisi instrumen keterampilan komunikasi. Kisi-kisi-kisi instrumen keterampilan
41
Tabel 2. Kisi-kisi Keterampilan Komunikasi Sebelum Diuji Coba
Variabel Aspek Indikator Butir Soal S
(+) (-)
Keterampilan Komunikasi
Keterampilan berbicara
Kemampuan berbicara dengan
anggota lain 1, 2, 5 3, 4, 6
6
Kemampuan menyusun
kata-kata 7, 9 8, 10
4
Kemampuan mengungkapkan ide, gagasan dan perasaan
11, 13,
15 12, 14
5
Keterampilan mendengar
Kemampuan mendengar
secara aktif 16, 17 18, 19
4
Memahami pesan yang
diberikan orang lain 20, 23 21, 22
4
Keterampilan komunikasi non verbal
Ekspresi wajah yang
ditampilkan 24, 26 25, 27
4
Sikap diam 28, 30 29 3
Keterbukaan diri
Kemampuan untuk jujur 31, 33 32, 34 4
Kemampuan untuk terbuka kepada orang lain
35, 37,
38 36
4
Penerimaan terhadap orang lain
Kemampuan untuk menerima
kritik dari orang lain 39, 41 40, 42
4
Menghargai pendapat orang
lain 43, 45 44, 47
4
Mampu memahami gagasan
dari sudut pandang orang lain 47, 49 48, 50
4
Jumlah 27 23 50
2. Skala Penerimaan Sosial
Skala penerimaan sosial disusun berdasarkan aspek-aspek penerimaan
sosial yang meliputi penampilan, keterampila komunikasi, sikap atau perilaku,
sifat atau kepribadian, kematangan emosi, interaksi sosial dan partisipasi
sosial.
a) Penampilan
Penampilan dapat dilihat melalui berpenampilan yang rapi, bersih,
42
b) Keterampilan berkomunikasi
Keterampilan komunikasi dapat diketahui dengan kemampuan
menjalin komunikasi yang baik dengan orang lain dan mempunyai
kesempatan yang lebih baik untuk memerankan kepemimpinannya.
c) Sikap atau perilaku
Sikap atau perilaku dapat dilihat melalui kemampuan untuk
bekerjasama dan sopan.
d) Sifat atau kepribadian
Sifat atau kepribadian dapata diketahui melalui kejujuran dan
bertaggungjawab.
e) Kematangan emosi
Kematangan emosi dapat dilihat melalui mampu mengendalikan
emosi, tidak mementingkan diri sendiri dan bersedia mematuhi
peraturan yang berlaku.
f) Interaksi sosial
Interaksi sosial dapat diketahui dari keaktifan dalam bergaul.
g) Partisipasi Sosial
Partisipasi sosial dapat dilihat melalui aktif mengikuti
kegiatan-kegiatan yang