• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA KETERAMPILAN KOMUNIKASI DENGAN PENERIMAAN SOSIAL DALAM EKSTRAKURIKULER PLETON INTI DI SMA NEGERI 1 KALASAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA KETERAMPILAN KOMUNIKASI DENGAN PENERIMAAN SOSIAL DALAM EKSTRAKURIKULER PLETON INTI DI SMA NEGERI 1 KALASAN."

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

i

HUBUNGAN ANTARA KETERAMPILAN KOMUNIKASI DENGAN PENERIMAAN SOSIAL DALAM EKSTRAKURIKULER PLETON INTI

DI SMA NEGERI 1 KALASAN

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh : Afrilianingsih 10104241027

HALAMAN JUDUL

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

v

MOTTO

”Anda bisa memberitahu banyak dengan bahasa tubuh seseorang.”

-Harvey Wolter-

“Yang paling penting dari komunikasi adalah mendengar apa yang tidak

dikatakan.”

(6)

vi

PERSEMBAHAN

Skripsi yang berjudul “HUBUNGAN ANTARA KETERAMPILAN

KOMUNIKASI DENGAN PENERIMAN SOSIAL DALAM

EKSTRAKURIKULER PLETON INTI DI SMA NEGERI 1 KALASAN” penulis

persembahkan untuk :

1. Kedua orangtua saya yang selalu menyayangi dan membimbing saya

dengan penuh kesabaran dan ketabahan.

2. Keluarga kecil saya, yang membuat saya selalu bersemangat untuk segera

(7)

vii

HUBUNGAN ANTARA KETERAMPILAN KOMUNIKASI DENGAN PENERIMAAN SOSIAL DALAM EKSTRAKURIKULER PLETON INTI

DI SMA NEGERI 1 KALASAN

Afrilianingsih

NIM. 10104241027

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara keterampilan komunikasi dengan penerimaan sosial dalam ekstrakurikuler Pleton Inti di SMA Negeri 1 Kalasan. Selain itu, mengetahui besarnya sumbangan efektif keterampilan komunikasi terhadap penerimaan sosial dalam ekstrakurikuler Pleton Inti di SMA Negeri 1 Kalasan.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian korelasional, dengan

tekniki analisisproduct moment. Subjek penelitian adalah anggota ekstrakurikuler

Pleton Inti di SMA Negeri 1 Kalasan yang terdiri dari 26 anggota siswa kelas XI

dan 70 anggota siswa kelas X. Teknik sampling yang digunakan adalah stratified

proportional random sampling.Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November tahun 2015. Teknik pengumpulan data menggunakan skala keterampilan komunikasi dan skala penerimaan sosial.

Hasil dari penelitian ini adalah ada hubungan yang positif dan signifikan antara keterampilan komunikasi dengan penerimaan sosial dalam ekstrakurikuler Pleton Inti di SMA Negeri 1 Kalasan dengan koefisien korelasi sebesar 0,601 dan signifikansi sebesar 0,000 pada taraf signifikansi 1%. Artinya, semakin tinggi keterampilan komunikasi yang dimiliki, semakin tinggi pula penerimaan sosial yang diperoleh. Besarnya sumbangan efektif yang diberikan variabel keterampilan komunikasi terhadap penerimaan sosial adalah 36,2 %.

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kemudahan, karunia,

dan hidayah-Nya kepada penulis dan keluarga. Hanya kepada-Nya kembali segala

sanjungan, kepada-Nya kami memohon pertolongan dan ampunan, dan atas

ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat

memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta.

Terselesaikannya penulisan skripsi yang berjudul “Hubungan Antara

Keterampilan Komunikasi dengan Penerimaan Sosial dalam Ekstrakurikuler

Pleton Inti di SMA Negeri 1 Kalasan” ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak.

Untuk itu penulis sampaikan terima kasih yang tulus kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan

kepada peneliti untuk menuntut ilmu di instansi ini.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah memberikan izin dalam

penulisan skripsi ini.

3. Fathur Rahman, M. Si selaku Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan

Bimbingan, FIP, UNY yang memberikan izin dalam penulisan skripsi ini.

4. Sugiyatno, M. Pd sebagai pembimbing skripsi yang senantiasa dengan

sabar dan perhatian membimbing, memberi arahan dan dorongan kepada

penulis dalam menyusun dan menulis skripsi ini,

5. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling

yang telah memberikan bekal ilmu yang sangat banyak kepada penulis

(9)
(10)

x

DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN ... Error! Bookmark not defined. PERNYATAAN ... Error! Bookmark not defined. PENGESAHAN ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Batasan Masalah ... 7

D. Rumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian tentang Keterampilan Komunikasi ... 10

1. Pengertian Keterampilan Komunikasi ... 10

2. Jenis-jenis Keterampilan Komunikasi... 11

3. Komponen-komponen Keterampilan Komunikasi ... 13

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keterampilan Komunikasi ... 14

B. Kajian tentang Penerimaan Sosial ... 15

(11)

xi

2. Kategori Penerimaan Sosial ... 16

3. Kesadaran Akan Penerimaan Sosial... 18

4. Dampak Penerimaan Sosial... 19

5. Dampak Penolakan Sosial ... 20

6. Ketetapan Penerimaan Sosial ... 21

7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Sosial ... 22

C. Kajian tentang Ekstrakurikuler Pleton Inti ... 24

1. Pengertian Ekstrakurikuler Pleton Inti ... 24

2. Kegiatan Ekstrakurikuler Pleton Inti di SMA Negeri 1 Kalasan ... 25

D. Kajian tentang Remaja ... 26

1. Pengertian Remaja ... 26

2. Tugas-tugas Perkembangan Remaja ... 27

3. Ciri-ciri Remaja ... 28

4. Perkembangan Sosial Remaja ... 30

E. Hubungan Antara Keterampilan Komunikasi dengan Penerimaan Sosial... 31

F. Hipotesis Penelitian ... 33

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 34

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 34

C. Variabel Penelitian ... 35

D. Populasi dan Sampel Penelitian ... 35

1. Populasi ... 35

2. Sampel ... 36

3. Teknik Sampling ... 37

E. Definisi Operasional ... 38

F. Teknik Pengumpulan Data ... 38

G. Instrumen Penelitian ... 39

1. Skala Keterampilan Komunikasi... 39

2. Skala Penerimaan Sosial ... 41

(12)

xii

a. Uji Validitas ... 44

b. Uji Reliabilitas ... 47

4. Teknik Analisis Data ... 48

a. Uji Prasyarat Analisis ... 50

b. Uji Hipotesis ... 50

BAB IV HAHASIL PENELITIAN A. Hasil Penelitian ... 52

1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 52

3. Deskripsi Subyek Penelitian ... 52

4. Deskripsi Data Penelitian ... 53

5. Uji Prasyarat Analisis ... 59

a. Uji Normalitas ... 59

b. Uji linearitas ... 61

c. Uji Hipotesis ... 62

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 64

C. Keterbatasan Penelitian ... 69

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 70

B. Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 73

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

hal

Tabel 1. Sampel Penelitian... 37

Tabel 2. Kisi-kisi Keterampilan Komunikasi Sebelum Diuji Coba... 41

Tabel 3. Kisi-kisi Penerimaan Sosial Sebelum Diuji Coba... 43

Tabel 4. Kisi-kisi Keterampilan Komunikasi Setelah Diuji Coba... 45

Tabel 5. Kisi-kisi Penerimaan Sosial Setelah Diuji Coba... 46

Tabel 6. Interpretasi Koefisien Korelasi... 48

Tabel 7. Batasan Distribusi Frekuensi Kategori Keterampilan Komunikasi dengan Penerimaan Sosial... 49

Tabel 8. Deskripsi Penilainan Skala Keteramilan Komunikasi... 53

Tabel 9. Distribusi Frekuensi Kategorisasi dan Tingkat Keterampilan Komunikasi... 54

Tabel 10. Persentasi Tiap Indikator Variabel Keterampilan Komunikasi... 55

Tabel 11. Deskripsi Penilaian Skala Penerimaan Sosial... 57

Tabel 12. Distribusi Frekuensi Kategorisasi dan Tingkat Penerimaan Sosial... 57

Tabel 13. Persentase Tiap Indikator Variabel Penerimaan Sosial... 58

Tabel 14. Hasil Uji Normalitas Instrumen Keterampilan Komunikasi... 60

Tabel 15. Hasil Uji Normalitas Instrumen Penerimaan Sosial... 60

Tabel 16. Hasil Uji Linearitas... 61

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Keterampilan

Komunikasi... 75

Lampiran 2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penerimaan Sosial.. 77

Lampiran 3. Angket Penelitian... 79

Lampiran 4. Rekapitulasi Data Skor Keterampilan Komunikasi ... 86

Lampiran 5. Rekapitulasi Data Skor Penerimaan Sosial... 88

Lampiran 6. Surat Permohonan Ijin Penelitiaan ………... 90

Lampiran 7. Surat Ijin penelitian dari Pemerintah kabupaten Sleman... 91

(15)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masaremaja merupakan fase yang penting dalam tumbuh dan

berkembangnya aspek fisik maupun psikis. Salah satu yang dianggap penting

adalah perkembangan sosialnya. Pada masa ini, remaja mulai lebih dekat dengan

teman sebaya dibandingkan dengan orang tua atau keluarganya. Kelompok teman

sebaya memegang peranan yang penting dalam kehidupan remaja. Remaja sangat

ingin diterima dan dipandang sebagai anggota kelompok teman sebaya, baik di

sekolah maupun di luar sekolah. Remaja akan merasa sangat menderita apabila

tidak diterima atau bahkan diasingkan oleh kelompok teman sebayanya. Oleh

karena itu setiap remaja akan selalu berusaha untuk dapat diterima oleh

kelompoknya. Diterima oleh kelompok teman sebaya sering disebut dengan

penerimaan sosial. Menurut Hurlock (1978: 293) penerimaan sosial berarti dipilih

sebagai teman untuk suatu aktivitas di dalam kelompok di mana seseorang

menjadi anggota.

Penerimaan dan penolakan sosial pada masa remaja akan mempengaruhi

kehidupan sosialnya pada fase perkembangan berikutnya. Remaja yang diterima

akan memperoleh kesempatan untuk belajar keterampilan sosial lebih baik

daripada remaja yang ditolak oleh kelompok sosialnya. Senada dengan Hurlock

(1978: 298) yang menjelaskan bahwa anak yang diterima dengan baik memiliki

(16)

2

sebaya, dibandingkan dengan anak yang tidak diterima dengan baik, mereka akan

memperoleh kesempatan untuk mempelajari keterampilan sosial.

Agar remaja dapat bergaul dengan baik dan diterima oleh lingkungan

sosialnya diperlukan kemampuan dan keterampilan berhubungan dengan orang

lain. Salah satu keterampilan yang harus dimiliki remaja dalam membina

hubungan dengan orang lain adalah keterampilan berkomunikasi. Anak yang

mampu berkomunikasi dengan baik akan diterima lebih baik oleh kelompok sosial

dan mempunyai kesempatan yang lebih baik untuk memerankan

kepemimpinannya ketimbang anak yang kurang mampu berkomunikasi atau yang

takut menggunakannya (Hurlock, 1978 : 178). Selain itu, menurut Rita Eka Izzaty

dkk (2008: 138) penerimaan sosial (social acceptance) dalam kelompok remaja sangat tergantung pada: a) kesan pertama, b) penampilan yang menarik, c)

partisipasi sosial, d) perasaan humor yang dimiliki, e) ketrampilan berbicara dan

f) kecerdasan.

Pada kenyataannya, kebanyakan remaja menyukai teman yang enak diajak

ngobrol, perhatian, dapat dipercaya, dan memiliki satu kesamaan nilai. Dalam

suatu penelitian mengenai apa yang diinginkan remaja sebagai teman, Joseph

menunjukkan bahwa sebagian besar remaja mengatakan bahwa mereka ingin

"seseorang yang dapat dipercaya, seseorang yang dapat diajak bicara, seseorang

yang dapat diandalkan" (Hurlock, 1991: 215).

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa keterampilan

berbicara atau berkomunikasi yang dimiliki oleh individu dapat mempengaruhi

(17)

3

komunikasi, pengertian komunikasi menurut Rogers dan D. Lawrence Kincaid

(1981) dalam Hafied Cangara (2007: 20) adalah suatu proses di mana dua orang

atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama

lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam.

Keterampilan komunikasi menurut Hafied Cangara (2007: 85) adalah

kemampuan seseorang untuk menyampaikan pesan atau mengirim pesan kepada

orang lain (penerima pesan). Remaja yang terampil dalam berkomunikasi tidak

hanya terampil dalam menyampaikan pesan, tetapi juga terampil dalam menerima

pesan. Remaja yang terampil dalam berkomunikasi akan menunjukkan perilaku

seperti mampu menciptakan dialog di dalam kelas baik dengan guru maupun

siswa lain, berani mengemukakan pendapat, dapat menerima saran dari guru

maupun orang lain, dan sering menggunakan kata-kata yang manis serta mudah

diterima. Remaja yang terampil berkomunikasi biasanya pintar dalam memilih

kata-kata ketika berbicara dengan individu lain. Sedangkan remaja yang kurang

terampil dalam berkomunikasi biasanya tidak pandai dalam menyusun kata-kata,

tidak dapat menerima saran dari orang lain, sulit mengemukakan pendapat bahkan

cenderung pendiam. Kesalahan dalam menyusun kata-kata ketika berkomunikasi

dengan orang lain sering kali membuat pesan yang akan disampaikan tidak dapat

diterima oleh individu lain, bahkan bisa membuat lawan bicara merasa

tersinggung.Hal ini dapat menimbulkan permasalahan pada remaja. Oleh karena

itu setiap remaja harus memiliki keterampilan berkomunikasi yang baik. Selain

(18)

4

sarana untuk memperoleh pemahaman, mengubah sikap atau perilaku dalam

kehidupan.

Keterampilan komunikasi sangat dibutuhkan karena banyak anak yang

lemah dalam keterampilan berkomunikasi mempunyai masalah pergaulan,

terutama dengan teman sebaya. Remaja yang terampil dalam berkomunikasi akan

lebih dapat diterima oleh kelompok sebayanya. Sebaliknya remaja yang kurang

terampil atau tidak mampu berkomunikasi dengan baik kurang dapat diterima oleh

kelompok sebayanya.

Permasalahan mengenai penerimaan sosial masih sering dijumpai di

sekolah-sekolah. Banyak faktor yang menyebabkan siswa tidak diterima atau

diacuhkan oleh siswa lain di sekolah, salah satunya adalah kurangnya

keterampilan komunikasi. Siswa yang kurang terampil dalam berkomunikasi tidak

dapat menyampaikan dan menerima suatu pesan dengan baik. Akibatnya sering

menimbulkan selisih paham dengan siswa lain dan menyebabkan konflik antar

siswa yang berujung pada penolakan terhadap siswa tersebut.

Pada saat melaksanakan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) di SMA

Negeri 1 Kalasan pada bulan Agustus sampai dengan September 2014, sebagian

siswa kelas X mengeluh kepada peneliti tentang ekstrakurikuler Tonti (Pleton Inti)

di SMA Negeri 1 Kalasan. Ekstrakurikuler Tonti merupakan ekstrakurikuler wajib

bagi siswa kelas X yang diselenggarakan untuk melatih mental dan kedisiplinan

siswa SMA Negeri 1 Kalasan. Banyak siswa yang mengeluh karena menurut

mereka latihan ekstrakurikuler Tonti terlalu keras. Akibatnya siswa tersebut

(19)

5

memohon ijin kepada pelatih Tonti untuk tidak mengikuti latihan karena alasan

tertentu sehingga meminta bantuan kepada peneliti, Guru atau orang tua untuk

menyampaikan ijin tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa anggota junior Tonti

tidak berani untuk berkomunikasi secara langsung dengan anggota senior Tonti.

Berdasarkan wawancara dengan anggota junior ekstrakurikuler Tonti,

mereka menyebutkan bahwa anggota senior Tonti sering berbicara dengan nada

yang tinggi seperti orang marah, anggota junior yang ijin tidak mengikuti latihan

atau mengadu kepada orang tuanya dibilang manja. Hal tersebut menimbulkan

kesan menghakimi bahwa anggota junior yang ijin atau bercerita kepada orang

tuanya adalah anak yang manja. Anggota junior yang tidak dapat memahami

maksud dari perlakuan senior tersebut akan merasa dirinya dihakimi, diintimidasi

dan tidak diterima di dalam kelompok tersebut. Sikap yang demikian apabila

diterapkan dalam kelompok ekstrakurikuler Tonti maupun dalam kehidupan

sehari-hari akan menyebabkan individu sulit diterima oleh kelompok sosialnya.

Informasi lebih lanjut diperoleh dari hasil wawancara dengan salah satu

Guru BK di SMA Negeri 1 Kalasan pada bulan Februari 2015, memang terdapat

selisih paham antara pelatih Tonti dan siswa kelas X. Tujuan dari latihan Tonti

adalah untuk mendidik mental siswa kelas X, jadi bentuk latihannya keras dan

tegas, akan tetapi sebagian siswa kelas X tidak dapat menerima atau

memahaminya. Akibatnya ada sebagian siswa yang merasa tidak nyaman, takut

bahkan benci kepada kakak kelasnya. Guru BK sendiri mengatakan bahwa banyak

siswa yang ijin ketika latihan Tonti, sampai-sampai ada siswa yang

(20)

6

pada orang tuanya sehingga orang tua siswa datang ke sekolah untuk memprotes

kegiatan tersebut.

Berdasarkan permasalahan tersebut, dapat disimpulkan bahwa diantara

anggota senior dan junior tidak terjalin komunikasi yang baik. Senior Tonti

kurang dapat menyampaikan tujuan dari latihan ekstrakurikuler tersebut, sehingga

sebagian junior kurang dapat menerima atau memahami tujuan tersebut. Selain

itu, anggota junior merasa takut untuk berkomunikasi dengan anggota senior. Hal

tersebut menunjukkan bahwa sebagian anggota Tonti memiliki keterampilan

komunikasi yang kurang.

Sebagian anggota ekstrakurikuler Tonti yang kurang terampil dalam

berkomunikasi tidak dapat diterima oleh kelompok ekstrakurikuler tersebut. Oleh

karena itu, permasalahan keterampilan berkomunikasi dan penerimaan sosial

dalam kelompok dianggap penting untuk diteliti secara ilmiah dengan melakukan

penelitian mengenai hubungan antara keterampilan komunikasi dengan

penerimaan sosial dalam ektrakurikuler Pleton Inti di SMA Negeri 1 Kalasan.

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasikan permasalahan

sebagai berikut :

1. Masih banyakanggota ekstrakurikuler Tonti di SMA Negeri 1 Kalasan yang

kurang mampu berkomunikasi dengan baik.

2. Sebagian anggota ekstrakurikuler Tonti di SMA Negeri 1 Kalasan yang

(21)

7

3. Sebagian anggota senior ekstrakurikuler Tonti dalam berkomunikasi masih

menimbulkan kesan menghakimi, sehingga menyebabkan anggota junior

merasa tidak diterima oleh kelompok tersebut.

4. Masih banyak anggota junior ekstrakurikuler Tonti yang tidak dapat

memahami maksud dari perlakuan anggota senior, sehingga menyebabkan

perselisihan antar anggota.

5. Sebagian anggota ekstrakurikuler Tonti di SMA Negeri 1 Kalasan yang tidak

dapat diterima dalam kelompoknya, memutuskan untuk mengundurkan diri.

6. Kurangnya sosialisasi terhadap orang tua mengenai ekstrakurikuler Tonti,

sehingga masih terdapat orang tua siswa yang memprotes kegiatan tersebut.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka penelitian ini dibatasi pada

hubungan antara keterampilan komunikasi dengan penerimaan sosial dalam

ektrakurikuler Pleton Inti di SMA Negeri 1 Kalasan.

D. RumusanMasalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka peneliti merumuskan

permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah terdapat hubungan antara keterampilan komunikasi dengan

penerimaan sosial dalam ekstrakurikuler Pleton Inti di SMA Negeri 1

(22)

8

2. Seberapa besar sumbangan efektif keterampilan komunikasi terhadap

penerimaan sosial dalam ekstrakurikuler Pleton Inti di SMA Negeri 1

Kalasan?

E. TujuanPenelitian

Berdasarkan dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin

dicapai oleh peneliti dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Mengetahui hubungan antara keterampilan berkomunikasi dengan penerimaan

sosial dalam ekstrakurikuler Pleton Inti di SMA Negeri 1 Kalasan.

2. Mengetahui besarnya sumbangan efektif keterampilan komunikasi terhadap

penerimaan sosial dalam ekstrakurikuler Pleton Inti di SMA Negeri 1 Kalasan.

F. ManfaatPenelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan sumber referensi

teoritis untuk khususnya di bidang bimbingan dan konseling mengenai hubungan

antara keterampilan berkomunikasi dengan penerimaan sosial pada siswa.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :

a. Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan

Bagi pihak Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, penelitian ini

sebagai kontribusi ilmiah untuk pengembangan teori bimbingan pribadi dan

(23)

9

b. Guru Bimbingan dan Konseling

Guru Bimbingan dan Konseling dapat memberikan layanan bimbingan

mengenai keterampilan berkomunikasi dan penerimaan sosial sebagai materi

bimbingan pribadi dan sosial.

c. Penelitian Selanjutnya

Penelitian ini dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan untuk

melakukan penelitian tentang faktor lain yang mempunyai hubungan dengan

(24)

10

BAB II KAJIAN TEORI

A. Kajian tentang Keterampilan Komunikasi

1. Pengertian Keterampilan Komunikasi

Keterampilan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 1180)

adalah kecakapan untuk menyelesaikan suatu tugas. Menurut Chaplin (dalam

Kartini Kartono, 2006: 466) keterampilan atau skill adalah suatu kemampuan

yang memungkinkan individu untuk melakukan suatu perbuatan secara lancar

dan tepat.

Pengertian komunikasi menurut Rogers dan D. Lawrence Kincaid

(1981) dalam Hafied Cangara (2007: 20) adalah suatu proses dimana dua

orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan

satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang

mendalam. H. A. W Widjaja (2010: 8) komunikasi adalah penyampaian

informasi dan pengertian dari seseorang kepada orang lain. Ia juga

menambahkan bahwa komunikasi akan dapat berhasil baik apabila sekiranya

timbul saling pengertian, yaitu jika kedua belah pihak si pengirim dan

penerima informasi dapat memahami. Lebih lanjut, Hurlock (1978: 176)

mengatakan bahwa komunikasi berarti suatu pertukaran pikiran dan perasaan.

Keterampilan komunikasi menurut Hafied Cangara (2007: 85) adalah

kemampuan seseorang untuk menyampaikan pesan atau mengirim pesan

(25)

11

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa keterampilan

komunikasi adalah kemampuan seorang individu dalam menyampaikan pesan,

ide, pikiran kepada orang lain dan menerima pesan, ide, pikiran dari orang

lain.

2. Jenis-jenis Keterampilan Komunikasi

Hafied Cangara (2007: 32-37) menyebutkan ada beberapa jenis

komunikasi, diantaranya yaitu:

a) Komunikasi dengan diri sendiri (Intrapersonal Communication), yaitu

proses komunikasi yang terjadi di dalam individu, atau dengan kata lain

proses berkomunikasi dengan diri sendiri.

b) Komunikasi antar pribadi (Interpersonal Communication), ialah proses

komunikasi yang berlangsung antara dua orang atau lebih secara tatap

muka.

c) Komunikasi publik (Public Communication), komunikasi publik adalah

suatu proses komunikasi dimana pesan-pesan disampaikan oleh pembicara

dalam situasi tatap muka di depan khalayak yang lebih besar.

d) Komunikasi massa (Mass Communication), yaitu proses komunikasi yang

berlangsung dimana pesanya dikirim dari sumber yang melembaga kepada

khalayak yang sifatnya massal melalui alat-alat yang bersifat mekanis

(26)

12

Menurut Onong Uchjana Efendy (1993: 36) jenis komunikasi dibagi

ke dalam beberapa bagian, yaitu sebagai berikut :

a) Komunikasi Persona (persona communication), adalah pernyataan

manusia yang didasarkan pada sasaran tunggal.

b) Komunikasi Kelompok (group communication), adalah pernyataan

manusia didasarkan pada kelompok manusia tertentu atau komunikasi

antara seseorang dengan jumlah orang yang berkumpul bersama-sama

dalam bentuk kecil atau besar. Komunikasi kelompok bersifat lebih

formal, terorganisir dan lebih bersifat melembaga daripada komunikasi

persona.

c) Komunikasi Massa (mass communication), merupakan bentuk komunikasi

dengan komunikan secara masal, berjumlah banyak, bertempat tinggal

jauh, sangat heterogen, dan menimbulkan efek-efek tertentu.

Sedangkan menurut Gilarso (2005: 26) menyebutkan jenis-jenis

komunikasi yaitu:

a) Komunikasi verbal, yaitu suatu komunikasi dengan menggunakan

kata-kata yang meliputi diskusi, yaitu saling tukar pikiran atau pendapat serta

dialog, yaitu komunikasi dari hati ke hati saling mengungkapkan perasaan

masing-masing.

b) Komunikasi non verbal, yatu suatu komunikasi tanpa menggunakan

kata-kata, tetapi menggunakan bahasa tubuh seperti pandangan mata,

(27)

13

Berdasarkan paparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

jenis-jenis komunikasi antara lain adalah komunikasi dengan diri sendiri,

komunikasi antar pribadi, komunikasi kelompok, komunikasi public,

komunikasi massa, komunikasi verbal dan komunikasi non verbal.

3. Komponen-komponen Keterampilan Komunikasi

Aspek-aspek keterampilan komunikasi menurut Santrock (2007: 115)

antara lain:

a) Keterampilan berbicara, keterampilan berbicara mencakup keterampilan

berbicara di depan kelas, berbicara dengan teman-teman, dan orang-orang

yang ada di sekitar individu dengan menggunakan gaya berkomunikasi

yang tidak menimbulkan kesan menghakimi lawan bicara.

b) Keterampilan mendengar, adalah kemampuan mendengarkan secara aktif.

c) Keterampilan berkomunikasi secara non verbal, yaitu keterampilan

berkomunikasi melalui ekspresi wajah dan mata, sentuhan, ruang dan

sikap diam.

Menurut A. Supratiknya (1995: 10-12) mengemukakan aspek-aspek

komunikasi adalah sebagai berikut:

a) Pembukaan diri, yaitu saling terbuka dan jujur dalam berhubungan atau

berinteraksi dengan orang lain.

b) Mampu mendengarkan lawan bicara, yaitu memahami pesan atau ide yang

(28)

14

c) Mampu mengkomunikasikan ide atau gagasan dengan baik, yaitu mampu

mengungkapkan ide-ide, gagasan atau perasaannya dan menyampaikan

pesan tersebut dengan tepat.

d) Penerimaan terhadap orang lain, yaitu menghargai pendapat orang lain

atau mampu menerima gagasan dari sudut pandang orang lain.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek

keterampilan komunikasi yaitu keterampilan berbicara, keterampilan

mendengarkan aktif, keterampilan berkomunikasi secara non verbal,

keterbukaan diri, penerimaan terhadap dan orang lain.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keterampilan Komunikasi

Syamsu Yusuf (2000: 55) faktor yang dapat mempengaruhi

keterampilan komunikasi adalah:

a) Latar belakang budaya

Interpretasi suatu pesan akan terbentuk dari pola pikir seseorang melalui

kebiasaannya, sehingga semakin sama latar belakang budaya antara

pengirim dan penerima pesan maka proses komunikasi semakin efektif.

b) Ikatan kelompok atau grup

Nilai-nilai yang dianut suatu kelompok sangat memberika pengaruh besar

terhadap keterampilan komunikasi individu.

c) Inteligensi

Semakin cerdas seorang individu, maka semakin cepat pula individu

(29)

15

d) Hubungan keluarga

Hubungan keluarga yang dekat dan hangat akan lebih mempercepat

keterampilan komunikasi pada anak daripada hubungan keluarga yang

tidak akrab.

Meskipun telah dijelaskan bahwa keterampilan komunikasi

dipengaruhi oleh beberapa faktor di atas, akan tetapi faktor-faktor tersebut

bukan satu-satunya hal yang dapat mempengaruhi keterampilan seseorang.

Keterampilan komunikasi merupakan sebuah proses yang harus diupayakan.

Artinya, bahwa keterampilan komunikasi dapat dipelajari, tidak tumbuh begitu

saja.

B. Kajian tentang Penerimaan Sosial

1. Pengertian Penerimaan Sosial

Penerimaan sosial berarti dipilih sebagai teman untuk aktifitas dalam

kelompok dimana seseorang menjadi anggota. Ini merupakan indeks

keberhasilan yang digunakan seseorang untuk berperan dalam kelompok

sosial dan menunjukkan derajat rasa suka anggota kelompok yang lain untuk

bekerjasama atau bermain dengannya (Hurlock, 1978: 293).

Menurut Chaplin (1995: 50) penerimaan sosial adalah pengakuan dan

penghargaan terhadap nilai-nilai individu. Individu yang mendapatkan

penerimaan sosial akan merasa mendapatkan pengakuan dan penghargaan dari

(30)

16

Menurut Asher & Parker (dalam Andi Mappiere, 1982: 23),

penerimaan sosial adalah suatu keadaan dimana individu itu disukai dan

diterima oleh teman lain didalam lingkungan, dan setiap individu diterima

oleh individu lain secara penuh dan penerimaan semacam ini akan

menimbulkan perasaan aman.

Berk (2003: 215) penerimaan sosial adalah kemampuan seseorang

sehingga ia dihormati oleh anggota kelompok lainnya sebagai partner sosial

yang berguna. Kemampuan ini meliputi kemauan untuk menerima orang lain

sekurang-kurangnya sabar menghadapi, bersikap tenang, ramah tamah dan

sebagainya. Penerimaan sosial dapat memudahkan dalam pembentukan

tingkah laku sosial yang diinginkan, reinforcement atau modeling dan

pelatihan secara langsung dapat meningkatkan keterampilan sosial.

Berdasarkan paparan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa

penerimaan sosial adalah suatu keadaan dimana individu diakui dan dihargai

oleh individu lain atau kelompok, sehingga individu tersebut merasa nyaman,

aman dan dihargai keberadaannya.

2. Kategori Penerimaan Sosial

Menurut Desmita (2009: 226) mengkategorikan penerimaan sosial

menjadi dua, yaitu anak yang populer dan anak yang tidak populer.

a) Anak yang populer

Hartup dalam Desmita (2009: 226) mencatat bahwa anak yang populer

adalah anak yang ramah, suka bergaul, bersahabat, sangat peka secara

(31)

17

sering dihubungkan dengan IQ dan prestasi akademik. Anak yang populer

lebih menyukai anak yang sedang daripada anak yang rajin.

b) Anak yang tidak populer

Anak yang tidak populer dapat dibedakan ke dalam dua tipe, yaitu

anak-anak yang ditolak (rejected children), yaitu anak-anak yang tidak disukai

oleh teman-teman sebaya mereka; anak-anak yang diabaikan (neglected

children), yaitu anak yang menerima sedikit perhatian dari teman-teman sebaya mereka, tetapi bukan berarti mereka tidak disenangi oleh

teman-teman sebayanya.

Sedangkan Hurlock (1978: 294) membagi kategori penerimaan sosial

ke dalam beberapa kelompok, yaitu:

a) STAR, yaituanak yang dikagumi oleh hampir semua orang karena beberapa sifat yang menonjol

b) ACCEPTED, yaitu anak yang disukai oleh sebagian besar anggota

kelompok, tetapi penerimaan yang diperoleh berangsur-angsur akan

hilang jika si anak terus-menerus melakukan kesalahan.

c) ISOLATE, yaituanak yang tidak mempunyai sahabat di antara teman

sebayanya. Ada dua jenis “isolate”; “voluntary isolate” yang menarik

diri dari kelompok karena kurang memiliki minat untuk menjadi

anggota atau untuk mengikuti aktivitas kelompok; “involuntary

isolate” yag ditolak oleh kelompok meskipun dia ingin menjadi

(32)

18

d) FRINGER, orang yang terletak pada garis batas penerimaan sosial.

Aak dalam kategori ini bisa kehilangan penerimaan yang dia peroleh

melalui tindakan atau ucapan tentang sesuatu yang dapat menyebabkan

kelompok berbalik menentang dia.

e) CLIMBER, yaitu anak yang diterima dalam suatu kelompok tetapi ingin memperoleh penerimaan dalam kelompok yang secara sosial

lebih disukai.

f) NEGLECTEE, adalah orang yang tidak disukai tetapi juga tidak

dibenci. Dia diabaikan karena dia pemalu, pendiam, dan tidak

termasuk ke dalam kategori tertentu.

3. Kesadaran Akan Penerimaan Sosial

Hurlock (1978: 296) menjelaskan bahwa kesadaran anak tentang

sejauh mana mereka diterima oleh anggota kelompok sosial timbul dari

berbagai sumber, antara lain sebagai berikut:

a) Dari ekspresi wajah atau nada suara seseorang

b) Perlakuan yang diterima anak dari orang lain

c) Bila orang lain bersedia melakukan apa yang diinginkan oleh si anak

d) Bila dengan sukarela orang lain meniru cara bicara, perilaku, atau

pakaian si anak

e) Anak yang memiliki banyak teman bermain atau sahabat

f) Dari apa yang dikatakan orang lain kepada mereka atau tentang

mereka

(33)

19

Hal-hal tersebut dapat digunakan sebagai acuan untuk mengukur

seberapa besar penerimaan sosial yang diperoleh anak. Anak akan menyadari

dirinya diterima atau tidak oleh kelompoknya.

4. Dampak Penerimaan Sosial

Penerimaan sosial yang diperoleh individu dalam suatu kelompok akan

mempengaruhi perkembangan sosial pada tahap perkembangan selanjutnya.

Anak yang diterima dengan baik memiliki peluang yang lebih banyak untuk

berpartisipasi dalam kegiatan kelompok teman sebaya, dibandingkan dengan

anak yang tidak diterima dengan baik, mereka akan memperoleh kesempatan

untuk mempelajari ketrampilan sosial. Lebih lanjut,Hurlock (1978: 298)

menguraikan dampak penerimaan sosial pada anak adalah sebagai berikut:

a) Anak yang diterima akan merasa senang dan aman

b) Anak yang diterima akan mengembangkan konsep diri yang

menyenangkan

c) Anak yang diterima akan memperoleh kesempatan untuk mempelajari

berbagai pola perilaku yang diterima secara sosial dan keterampilan sosial yang membantu keseimbagan mereka dalam situasi sosial

d) Anak yang diterima akan bebas secara mental untuk mengalihkan

perhatian mereka ke luar dan untuk menaruh minat pada orang atau sesuatu di luar diri mereka.

e) Anak yang diterima akan dapat menyesuaikan diri terhadap harapan

kelompok dan tidak mencemooh tradisi sosial

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa anak yang

diterima oleh kelompok sosialnya akan merasa aman, nyaman, berarti dan

dihargai keberadaannya. Perasaan demikian dapat menimbulkan rasa percaya

(34)

20

5. Dampak Penolakan Sosial

Anak-anak yang ditolak kemungkinan untuk memperlihatkan perilaku

agresif, hiperaktif, kurang perhatian atau ketidakdewasaan, sehingga sering

bermasalah dalam perilaku dan akademis di sekolah (Putallaz dan Waserman,

1990, dalam Desmita, 2009: 226). Akan tetapi, tidak semua anak yang ditolak

bersifat agresif, kira-kira 10 hingga 20 % anak yag ditolak adalah anak yang

pemalu (Santrock, 1996 dalam Desmita, 2009: 226).

Hurlock (1978: 307) juga menjelaskan tentang dampakdari penolakan

sosial adalah sebagai berikut ini:

a) Akan merasa kesepian karena kebutuhan sosial mereka tidak

terpenuhi.

b) Anak merasa tidak bahagia dan tidak aman.

c) Anak mengembangkan konsep diri yang tidak menyenangkan,

yang dapat menimbulkan penyimpangan kepribadian.

d) Kurang memiliki pengalaman belajar yang dibutuhkan untuk

menjalani proses sosialisasi.

e) Akan merasa sangat sedih, karena tidak memperoleh

kegembiraan yang dimiliki teman sebaya mereka.

f) Sering mencoba memaksakan diri untuk memasuki kelompok

dan ini akan meningkatkan penolakan kelompok terhadap mereka semakin memperkecil peluang mereka untuk mempelajari berbagai keterampilan sosial.

g) Akan hidup dalam ketidakpastian tentang reaksi sosial terhadap mereka, dan ini akan menyebabkan mereka cemas, takut, dan sangat peka.

h) Sering melakukan penyesuaian diri secara berlebihan, dengan

harapan akan meningkatkan penerimaan sosial mereka.

Pengabaian dan penolakan dari teman sebaya juga dapat

mengakibatkan para remaja merasa kesepian dan timbul rasa permusuhan

yang selanjutnya berhubungan dengan kesehatan mental individu dan masalah

(35)

21

Penolakan sosial pada anak dapat menimbulkan

permasalahan-permasalahan yang berakibat pada gangguan mental dan kepribadian, serta

perkembangan sosial anak.

6. Ketetapan Penerimaan Sosial

Menurut Hurlock (1978: 299) menjelaskan bahwa ketetapan

(persistensi) kedudukan penerimaan sosial dapat dijelaskan melalui berbagai

cara, enam diantaranya yang sangat penting untuk diperhatikan antara lain:

a) Karakteristik kepribadian yang menimbulkan penerimaan, penolakan,

atau pengabaian cenderung tetap stabil atau menguat ketika anak

berajak dewasa

b) Nilai-nilai yang mendasar, seperti kejujuran, sportivitas, keberanian,

dan kemurahan hati, yang digunakan orang untuk menilai anak tetap

stabil

c) Dalam suatu kelompok anak memperoleh reputasi, meskipun mereka

berubah, biasanya reputasi mereka tidak ikut berubah.

d) Semakin banyak hubungan yang dilakukan anak terhadap anggota

kelompoknya dan semakin akrab hubungan tersebut, semakin besar

peluang mereka untuk tetap memiliki status yang stabil di dalam

kelompok

e) Latar belakang yang baik dipandang dari sudut status sosial ekonomi

keluarga

f) Anak yang telah matang dan mampu menilai diri mereka secara

(36)

22

7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Sosial

Menurut Rita Eka Izzaty dkk (2008: 126) penerimaan sosial (social

acceptance) dalam kelompok remaja sangat bergantung pada: a) kesan

pertama, b) penampilan yang menarik, c) partisipasi sosial, d) perasaan humor

yang dimiliki, e) keterampilan berbicara dan f) kecerdasan. Leary (Miller,

2001: 21) mengusulkan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi seseorang

mendapatkan penerimaan sosial diantaranya kompetensi sosial, penampilan

fisik, pelanggaran aturan interaksi individu, dan sejauh mana individu

membosankan atau tidak menarik sebagai mitra dalam interaksi sosial.

Sedangkan menurut Hurlock (1991: 217) ada beberapa faktor yang

menyebabkan remaja diterima atau ditolak oleh teman sebaya, adalah sebagai

berikut:

a) Faktor-faktor yang menyebabkan seorang remaja diterima oleh teman

sebaya:

1) Kesan pertama yang menyenangkan sebagai akibat dari

penampilan yang menarik perhatian, sikap yang tenang, dan gembira.

2) Reputasi sebagai seorang yang sportif dan menyenangkan.

3) Penampilan diri yang sesuai dengan penampilan teman-teman

sebaya.

4) Perilaku sosial yang ditandai oleh kerja sama, tanggung jawab, panjang akal, kesenangan bersama orang-orang lain, bijaksana dan sopan.

5) Matang, terutama dalam hal pengendalian emosi serta kemauan

untuk mengikuti peraturan-peraturan.

6) Sifat kepribadian yang menimbulkan penyesuaian sosial yang baik

seperti jujur, setia, tidak mementingkan diri sendiri dan ekstraversi. 7) Status sosial ekonomi yang sama atau sedikit di atas

(37)

23

8) Tempat tinggal yang dekat dengan kelompok sehingga

mempermudah hubungan dan partisipasi dalam pelbagai kegiatan kelompok.

b) Faktor-faktor yang dapat menyebabkan seorang remaja ditolak oleh

kelompok sebayanya:

1) Kesan pertama yang kurang baik karena penampilan diri yang

kurang menarik atau sikap menjauhkan diri, yang mementingkan diri sendiri.

2) Terkenal sebagai seorang yang tidak sportif.

3) Penampilan yang tidak sesuai dengan standar kelompok dalam hal

daya tarik fisik atau tentang kerapihan.

4) Perilaku sosial yang ditandai oleh perilaku menonjolkan diri,

mengganggu dan menggertak orang lain, senang memerintah, tidak dapat bekerja sama dan kurang bijaksana.

5) Kurangnya kematangan, terutama kelihatan dalam hal

pengendalian emosi, ketenangan, kepercayaan diri dan

kebijaksanaan.

6) Sifat-sifat kepribadian yang mengganggu orang lain seperti

mementingkan diri sendiri, keras kepala, gelisah dan mudah marah.

7) Status sosioekonomis berada di bawah status sosioekonomis

kelompok dan hubungan yang buruk dengan anggota-anggota keluarga.

8) Tempat tinggal yang terpencil dari kelompok atau

ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan kelompok karena tanggung jawab keluarga atau karena bekerja sambilan.

Selain itu Hurlock (1978 : 178) juga mengatakan bahwa anak yang

mampu berkomunikasi dengan baik akan diterima lebih baik oleh kelompok

sosial dan mempunyai kesempatan yang lebih baik untuk memerankan

kepemimpinannya ketimbang anak yang kurang mampu berkomunikasi atau

yang takut menggunakannya.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor

yang mempengaruhi penerimaan sosial antara lain penampilan, keterampilan

berkomunikasi, sikap atau perilaku, sifat atau kepribadian, kematangan emosi,

(38)

24

C. Kajian tentang Ekstrakurikuler Pleton Inti

1. Pengertian Ekstrakurikuler Pleton Inti

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 234) ekstrakurikuler

berarti berada di luar program yang tertulis di dalam kurikulum seperti latihan

kepemimpinan dan pembinaan siswa. Ekstrakurikuler merupakan kegiatan

pembelajaran yang diselenggarakan di luar jam pelajaran yang disesuaikan

dengan kebutuhan pengetahuan, pengembangan, bimbingan, dan pembiasaan

siswa agar memiliki pengetahuan dasar dan penunjang (Shaleh A. R, 2005:

170). Sedangkan Asep Herry Hermawan (2013: 4) berpendapat bahwa

kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan yang dilaksanakan di luar jam

pelajaran. Kegiatan ini bertujuan untuk membentuk manusia yang seutuhnya

sesuai dengan pendidikan nasional. Ekstrakurikuler digunakan untuk

memperluas pengetahuan peserta didik.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa ekstrakurikuler adalah kegiatan yang

dilaksanakan di jam pelajaran dan di luar program yang tertulis di dalam

kurikulum yang bertujuan untuk mengembangkan potensi siswa agar lebih

optimal.

Pengertian peleton menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008 :

768) adalah satuan pasukan yang terdiri atas 20-40 orang. Sedangkan Inti

menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 345) adalah di bagian yang

utama, yang penting peranannya dalam suatu proses atau pelaksanaan kerja.

Jadi, peleton inti adalah satuan pasukan yang utama yang terdiri dari

(39)

25

Kegiatan ekstrakurikuler Pleton Inti pada dasarnya merupakan

kegiatan baris-berbaris. Baris-berbaris merupakan suatu wujud latihan fisik

yang diperlukan guna menanamkan kebiasaan yang diarahkan kepada

terbentuknya perwatakan tertentu (Akmil yang dikutip oleh Rahmawati

Widiantoro, 2012: 19). Lebih lanjut, latihan baris-berbaris membutuhkan

syarat adanya kepatuhan dalam melaksanakan perintah dengan cermat dan

tepat (Akmil yang dikutip oleh Rahmawati Widiantoro, 2012: 19).

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

ekstrakurikuler Pleton Inti adalah kegiatan di luar program yang tertulis di

dalam kurikulum dan dilaksanakan di luar jam pelajaran, berupa kegiatan

baris-berbaris yang bertujuan untuk melatih fisik dan kebiasaan guna

membentuk watak yang disiplin dan taat.

2. Kegiatan Ekstrakurikuler Pleton Inti di SMA Negeri 1 Kalasan

Ekstrakurikuler Pleton Inti di SMA Negeri 1 Kalasan merupakan

ekstrakurikuler wajib bagi siswa kelas X. Kegiatan ini berupa latihan

baris-berbaris dan dilaksanakan setiap hari senin dan rabu pada jam 14.30 sampai

selesai. Pelatih ekstrakurikuler ini adalah beberapa siswa kelas XI yang

terpilih menjadi regu inti dan didampingi oleh Pembina atau guru yang

ditugaskan. Latihan ekstrakurikuler Pleton Inti di SMA Negeri 1 Kalasan

bertujuan untuk melatih siswa baris-berbaris dan membentuk pribadi siswa

yang disiplin. Selain itu, latihan ini juga bertujuan untuk mempersiapkan

siswa dalam mengikuti berbagai perlombaan yang secara berkala diadakan

(40)

26

D. Kajian tentang Remaja

1. Pengertian Remaja

Masa remaja merupakan masa yang berbeda dari masa sebelumnya

atau sesudahnya karena berbagai hal yang menarik. Kata remaja

diterjemahkan dari kata dalam bahasa Inggris adolescence atau „adolecere‟ (bahasa latin) yang berarti tumbuh atau tumbuh untuk masak, menjadi dewasa.

Adolecen maupun remaja menggambarkan seluruh perkembangan remaja baik perkembangan fisik, intelektual, emosi dan sosial.

Istilah lain untuk menunjukkan pengertian remaja yaitu pubertas.

Pubertas berasal dari kata pubes (dalam bahasa latin) yang berarti rambut

kelamin, yaitu yang merupakan tanda kelamin sekunder yang menekankan

pada perkembangan seksual. Dengan kata lain pemakaian pubertas sama

denga remaja akan tetapi pubertas lebih merujuk kepada perkembagan

seksualnya. Kemudian kata teenager juga menunjukkan pengertian remaja

yang berarti manusia belasan tahun.

Menurut Sri Rumini & Siti Sundari (2004: 72) masa remaja adalah

peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami

perkembangan semua aspek/fungsi untuk memasuki usia dewasa. Rita Eka

Ezzaty dkk (2008: 124) masa remaja ditinjau dari rentang kehidupan manusia

merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Sifat-sifat

remaja sebagian sudah tidak menunjukkan sifat-sifat masa kanak-kanaknya,

tetapi juga belum menunjukkan sifat-sifat sebagai orang dewasa. Hal senada

(41)

27

sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang

mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosio-emosional.

Awal masa remaja berlangsung kira-kira dari tiga belas tahun sampai

enam belas tahun atau tujuh belas tahun, dan akhir masa remaja bermula dari

usia 16 atau 17 tahun sampai delapan belas tahun, yaitu usia matang secara

hukum (Hurlock, 1991: 204). Sedangkan menurut Sri Rumini dan Siti Sundari

(2004: 53) masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21

tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria.

Berdasarkan paparan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa remaja

merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang

mengalami perkembangan yang pesat meliputi perkembangan fisik dan

psikoseksual, kognisi, emosi, sosial serta moral. Remaja sudah tidak lagi

dikatakan sebagai anak-anak namun masih belum cukup matang untuk

dikatakan sebagai dewasa. Sedangkan batasan usia remaja yang umum

digunakan oleh para ahli adalah 12 sampai 21 tahun.

2. Tugas-tugas Perkembangan Remaja

Menurut Havighurst dalam Hurlock (1991) dalam Rita Eka Izzaty dkk

(2008: 126) tugas-tugas perkembangan masa remaja yang harus dilalui dalam

masa itu antara lain sebagai berikut:

a) Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya

baik pria maupun wanita.

b) Mencapai peran sosial pria dan wanita.

(42)

28

d) Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggungjawab.

e) Mempersiapkan karier ekonomi.

f) Mempersiapkan perkawinan dan keluarga.

g) Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk

berperilaku mengembangkan ideologi.

3. Ciri-ciri Remaja

Masa remaja memiliki ciri-ciri khusus yang berbeda dari masa-masa

yang lain. Hurlock (1991: 207-209) menjelaskan ciri-ciri tersebut antara lain:

a) Masa remaja sebagai periode penting, karena akibatnya yang langsung

terhadap sikap dan perilaku dan akibat jangka panjangnya, juga akibat

fisik dan akibat psikologis. Perkembagan fisik yang cepat dan penting

disertai dengan cepatnya perkembangan mental yang cepat

menimbulkan penyesuaian mental dan membentuk sikap, nilai dan

minat baru.

b) Masa remaja sebagai periode peralihan, masa remaja merupakan

peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, sehingga mereka

harus meninggalkan segala sesuatu yang bersifat kekanak-kanakan

serta mempelajari pola perilaku dan sikap baru untuk menggantikan

perilaku dan sikap yang telah ditinggalkan. Pada masa ini remaja

bukan lagi anak dan juga bukan orang dewasa.

c) Masa remaja sebagai periode perubahan, selama masa remaja terjadi

perubahan fisik yang sangat pesat, juga perubahan perilaku dan sikap

(43)

29

maka diikuti perubahan sikap dan perilaku yang menurun juga.

Menurut Hurlock ada 4 macam perubahan yaitu: meningginya emosi;

perubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan; berubahnya minat

dan pola perilaku serta adanya sikap ambivalen terhadap setiap

perubahan.

d) Masa remaja sebagai masa mencari identitas, pada masa ini mereka

mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas lagi dengan menjadi

sama dengan teman-teman dalam segala hal, seperti pada masa

sebelumnya. Namun adanya sifat yang mendua, dalam beberapa kasus

menimbulkan suatu dilema yang menyebabka krisis identitas. Pada

saat ini remaja berusaha untuk menunjukkan siapa diri dan

peranannyadalam kehidupan masyarakat.

e) Usia bermasalah, karena pada masa remaja pemecahan masalah sudah

tidak seperti pada masa sebelumnya yang dibantu oleh orangtua dan

gurunya. Setelah remaja masalah yang dihadapi akan diselesaikan

secara mandiri, mereka menolak batuan dari orang tua maupun guru

lagi.

f) Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan/kesulitan,

karena pada masa remaja sering timbul pandangan yang kurang atau

bersifat negatif. Stereotip demikian mempengaruhi konsep diri dan

sikap remaja terhadap dirinya, dengan demikian menjadikan remaja

(44)

30

yang sering menimbulkan pertentangan antara remaja dengan orang

dewasa.

g) Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik. Pada masa ini remaja

cenderung memandang dirinya dan orang lain sebagaimana yang

diinginkan bukan sebagaimana adanya, lebih-lebih cita-citanya. Hal ini

menyebabkan emosi meninggi dan apabila yang diinginkan tidak

tercapai akan mudah marah. Semakin bertambahnya pengalaman

pribadi dan sosialnya serta kemampuan berfikir rasional remaja

memandang diri dan orang lain semakin realistik.

h) Masa remaja sebagai ambang masa dewasa, menjelang menginjak

masa dewasa, mereka merasa gelisah untuk meninggalkan masa

belasan tahunnya. Mereka belum cukup untuk berperilaku sebagai

orang dewasa, oleh karena itu mereka mulai berperilaku sebagai status

orang dewasa seperti cara berpakaian, merokok, menggunakan

obat-obatan dll, yang diharapkan dapat memberikan citra yang diinginkan.

4. Perkembangan Sosial Remaja

Pada masa ini, pergaulan remaja lebih luas dibandingkan dengan masa

sebelumnya. Hubungan sosial yang semula pada masa kanak-kanak hanya

sebatas dengan orang tuanya dalam kehidupan keluarga berkembang semakin

meluas dengan anggota keluarga lain, teman bermain, teman sekolah dan

(45)

31

Menurut Rita Eka Izzaty dkk (2008: 139) menjelaskan bahwa ada

beberapa tujuan perkembangan sosial remaja, yaitu:

1) Memperluas kontak sosial

2) Mengembangkan identitas diri

3) Menyesuaikan dengan kematangan seksual

4) Belajar menjadi orang dewasa

Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut remaja terlebih dulu harus

mampu membina hubungan sosial yang baik dengan lingkungannya. Salah

satu hal yang dapat mendukung tercapainya hubungan sosial yang baik adalah

kemampuan remaja dalam berkomunikasi.

E. Hubungan Antara Keterampilan Komunikasi dengan Penerimaan Sosial

Siswa Sekolah Menengah Atas dalam tahap perkembangannya berada

dalam masa remaja akhir yaitu antara usia 16-18 tahun. Pada masa ini

kelompok teman sebaya memegang peranan yang penting dalam kehidupan

remaja. Remaja sangat ingin diterima dan dipandang sebagai anggota

kelompok teman sebaya, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Remaja akan

merasa sangat menderita apabila tidak diterima atau bahkan diasingkan oleh

kelompok teman sebayanya. Diterima oleh kelompok teman sebaya sering

disebut dengan penerimaan sosial. Menurut Hurlock (1978: 293) penerimaan

sosial berarti dipilih sebagai teman untuk suatu aktivitas di dalam kelompok di

(46)

32

Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi remaja diterima atau

ditolak adalah kemampuan remaja dalam berkomunikasi. Senada dengan Rita

Eka Izzaty dkk (2008: 138) berpendapat bahwa penerimaan sosial (social

acceptance) dalam kelompok remaja sangat tergantung salah satunya pada keterampilan berbicara. Kemudian didukung oleh pernyataan Hurlock (1978:

178) bahwa anak yang mampu berkomunikasi dengan baik akan diterima lebih

baik oleh kelompok sosial dan mempunyai kesempatan yang lebih baik untuk

memerankan kepemimpinannya ketimbang anak yang kurang mampu

berkomunikasi atau yang takut menggunakannya.

Remaja yang terampil dalam berkomunikasi akan lebih mudah dalam

membina hubungan sosial dengan lingkungannya. Hal ini dikarenakan remaja

yang terampil dalam berkomunikasi biasanya pandai dalam menyampaikan

dan menerima pesan, baik pesan verbal maupun non verbal.

Berkaitan dengan adanya kemungkinan hubungan antara keterampilan

komunikasi dengan penerimaan sosial, dapat dikatakan bahwa semakin tinggi

keterampilan komunikasi yang dimiliki individu, maka semakin tinggi tingkat

penerimaan sosial individu tersebut. Sedangkan jika semakin rendah

keterampilan komunikasi yang dimiliki individu, semakin rendah pula tingkat

(47)

33

F. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan teori-teori dan kerangka pikir yang telah diuraikan, maka

diajukan hipotesis sebagai berikut:

“Terdapat hubungan positif antara keterampilan komunikasi denga

penerimaan sosial dalam kelompok ekstrakurikuler Pleton Inti di SMA Negeri

1 Kalasan.”

Artinya jika skor keterampilan komunikasi individu semakin tinggi

atau jika individu dapat menyampaikan dan menerima pesan dengan baik,

maka skor penerimaan individu juga semakin tinggi atau individu dapat

diterima dengan baik oleh kelompok sosialnya. Sebaliknya, bila skor

keterampilan komunikasi yang dimiliki rendah atau individu tidak mampu

menyampaikan dan menerima pesan denga baik, maka semakin rendah pula

skor penerimaan individu atau individu kurang dapat diterima oleh kelompok

(48)

34

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif jenis korelasional yang

dilakukan untuk menguji hubungan antara variabel bebas dan terikat. Suharsimi

Arikunto (2010:12) mendefinisikan penelitian kuantitatif adalah penelitian yang

banyak menggunakan angka-angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran

terhadap data serta penampilan dari hasilnya.

Suharsimi Arikunto (2010:326) mengemukakan jenis dari pendekatan ini

adalah pendekatan korelasional yaitu penelitian yang menyelidiki ada tidak

hubungan antara variabel (X) dan variabel (Y) yang akan diteliti. Sukardi

(2011:166) juga menjelaskan bahwa penelitian korelasi adalah suatu penelitian

yang melibatkan tindakan pengumpulan data guna menentukan, apakah ada

hubungan dan tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih.

Jadi penelitian korelasional adalah penelitian yang meneliti mengenai

hubungan variabel-variabel. Penelitian ini dilakukan untuk mencari hubungan

antara variabelketerampilan komunikasi dengan penerimaan sosial.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Batasan pertama yang selalu muncul dalam kaitannya dengan metodologi

penelitian adalah tempat penelitian. Yang dimaksud dengan tempat penelitian

tidak lain adalah tempat dimana proses studi yang digunakan untuk memperoleh

(49)

35

Penelitian ini akan dilakukan di SMA Negeri 1 Kalasan, sedangkan waktu

penelitian yaitu pada bulan November 2015.

C. Variabel Penelitian

Variabel adalah gejala yang dipersoalkan (Purwanto, 2008:85). Gejala

bersifat membedakan satu unsur populasi dengan unsur yang lain. Oleh karena

variabel bersifat membedakan maka variabel harus mempunyai nilai yang

bervariasi.

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu sebagai berikut: variabel

bebas yaitu keterampilan komunikasi (X) dan variabel terikat yaitu penerimaan

sosial (Y).

D. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Menurut Saifudin Azwar (2013: 77) populasi didefinisikan sebagai

kelompok subjek yang hendak dikenai generalisasi hasil penelitian. Populasi

juga dibatasi sebagai himpunan individu, benda atau objek yang mempunyai

sifat atau karakteristik yang sama dan dapat diamati serta dibedakan dari

kelompok subjek yang lain. Karakteristik yang dimaksud dapat berupa usia,

(50)

36

Karakteristik subjek dalam penelitian ini adalah:

a) Remaja yang berusia 15-17 tahun

b) Remaja yang mengikuti ekstrakurikuler Pleton Inti di SMA Negeri

1 Kalasan.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anggota kelompok

ekstrakurikuler Pleton Inti di SMA Negeri 1 Kalasan tahun ajaran 2016/2017

yang berjumlah 96 anggota. Anggota tersebut terdiri dari 26 anggota dari siswa

kelas XI sebagai pelatih atau anggota senior dan 70 anggota dari siswa kelas X

sebagai anggota junior.

Alasan peneliti mengambil anggota ekstrakurikuler Pleton Inti di SMA

Negeri 1 Kalasan sebagai subjek penelitian adalah karena anggota tersebut

memiliki karakteristik yang sesuai dengan penelitian yang akan diteliti.

2. Sampel

Menurut Saifuddin Azwar (2013: 79) sampel adalah sebagian dari

populasi yang akan diteliti. Subjek penelitian yang menjadi sampel harus mampu

mewakili populasi. Oleh karena itu tidak seluruh subjek pada populasi diteliti,

cukup diwakili oleh sampel. Surakhmad dalam Riduwan (2007: 250)

berpendapat apabila ukura populasi sebanyak kurang lebih dari 100, maka

pengambilan sampel sekurang-kurangnya 50% dari ukuran populasi.

Berdasarkan hal tersebut, sampel dalam penelitian ini adalah 50% dari 96

(51)

37

3. Teknik Sampling

Suharsimi Arikunto (2010: 177) menjelaskan teknik sampling adalah

cara yang digunakan dalam mengambil sampel penelitian. Teknik sampling yang

digunakan dalam penelitian ini adalah stratified proportional random sampling,

yaitu pengambilan sampel dari anggota populasi secara acak dan berstrata secara

proporsional (Riduwan, 2007: 242). Alasan peneliti menggunakan teknik ini

adalah karena sampel yang akan diteliti terdiri dari dua tingkatan kelas, yaitu

kelas X dan kelas XI, peneliti dapat mengambil wakil dari setiap kelompok

dalam populasi secara proporsioanal yang jumlahnya disesuaikan dengan

proporsi jumlah anggota subjek yang ada di dalam masing-masing kelompok,

kemudian semua subjek dalam populasi berhak menjadi sampel. Penentuan

sampel dilakukan secara random yaitu menggunakan undian terhadap semua

populasi.

[image:51.595.164.473.500.613.2]

Distribusi sampel penelitian dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 1. Sampel Penelitian

No. Kelas Populasi Hitungan Sampel

1. X 70

48 96

70 35

2. XI 26

48 96

26 13

(52)

38

E. Definisi Operasional

Definisi operasional dari variabel terikat dan variabel bebas dalam

penelitian ini yaitu:

1. Variabel keterampilan komunikasi

Keterampilan berkomunikasi meliputi keterampilan berbicara,

keterampilan mendengarkan aktif, keterampilan berkomunikasi secara non

verbal, keterbukaan diri, keterampilan menungkapkan ide dan gagasan,

penerimaan terhadap orang lain.

2. Variabel penerimaan sosial

Penerimaan sosial didefinisikan sebagai keadaan dimana individu diakui

dan dihargai oleh individu lain atau kelompok, sehingga individu tersebut

merasa nyaman, aman dan dihargai keberadaannya. Faktor-faktor yang

mempengaruhi penerimaan sosial antara lain penampilan, keterampilan

berkomunikasi, sikap atau perilaku, sifat atau kepribadian, kematangan

emosi, interaksi sosial dan partisipasi sosial.

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah cara khusus yang dipergunakan untuk

memperoleh data dalam penelitian. Berbagai metode pengumpulan data yang

biasa digunakan antara lain: wawancara, observasi, kuesioner/angket, dan

dokumenter (W. Gulo, 2002:110). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan

model Skala Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan

(53)

39

2011: 93). Skala Likert menggunakan empat alternatif jawaban. Alternatif

jawaban yang digunakan yaitu sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS),

dan sangat tidak sesuai (STS).

Butir-butir pertanyaan disajikan dalam 2 bentuk, yaitu pertanyaan positif

dan pertanyaan negatif. Pertanyaan positif adalah pertanyaan yang mendukung

gagasan(favorable/+), sedangkan pertanyaan negatif adalah pertanyaan yang tidak

mendukung gagasan(unfavorable/-). Berikut ini pembobotan dari masing-masing

alternatif jawaban menggunakan Skala Likert. Untuk pertanyaan yang bersifat

positif (SS = 4), (S = 3), (TS = 2), dan (STS = 1). Sedangkan, penilaian

pertanyaan yang bersifat negatif yaitu (SS = 1), (S = 2), (TS = 3), dan (STS = 4).

G. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh

peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan data agar kegiatan tersebut menjadi

sistematis dan dipermudah olehnya (Suharsimi Arikunto, 2010:101). Menurut

Sugiyono (2009:97), instrumen adalah suatu alat yang digunakan mengukur

fenomena alam maupun sosial yang diamati. Instrumen dalam penelitian ini

menggunakan dua skala pengukuran, yaitu skala keterampilan komunikasi dan

skala penerimaan sosial.

1. Skala Keterampilan Komunikasi

Skala keterampilan komunikasi disusun berdasarkan acuan dari

aspek-aspek keterampilan komunikasi yang meliputi keterampilan berbicara,

keterampilan mendengar, keterampilan berkomunikasi secara non verbal,

(54)

40

a) Keterampilan berbicara

Keterampilan berbicara dapat diketahui melalui kemampuan berbicara

dengan anggota lain, kemampuan untuk menyusun kata-kata,

kemampuan untuk mengungkapkan ide dan gagasan.

b) Keterampilan mendengar

Keterampilan mendengar dapat diketahui dari kemampuan mendengar

secara aktif dan memahami pesan yang diberikan orang lain.

c) Keterampilan berkomunikasi secara non verbal

Keterampilan berkomunikasi secara non verbal dapat diketahui melalui

ekspresi wajah yang ditampilkan dan sikap diam atau tidak

menunjukkan gerak-gerik yang dapat mengganggu proses komunikasi.

d) Keterbukaan diri

Keterbukaan diri dapat dilihat dari kemampuan untuk jujur, terbuka

kepada orang lain.

e) Penerimaan terhadap orang lain

Penerimaan terhadap orang lain dapat diketahui melalui kemampuan

seseorang dalam menerima kritik dari orang lain, menghargai pendapat

orang lain dan kemampuan untuk memahami pendapat dari sudut

pandang orang lain.

Berdasarkan penjelasan aspek di atas, maka dapat dirumuskan

kisi-kisi instrumen keterampilan komunikasi. Kisi-kisi-kisi instrumen keterampilan

(55)
[image:55.595.137.512.99.456.2]

41

Tabel 2. Kisi-kisi Keterampilan Komunikasi Sebelum Diuji Coba

Variabel Aspek Indikator Butir Soal S

(+) (-)

Keterampilan Komunikasi

Keterampilan berbicara

Kemampuan berbicara dengan

anggota lain 1, 2, 5 3, 4, 6

6

Kemampuan menyusun

kata-kata 7, 9 8, 10

4

Kemampuan mengungkapkan ide, gagasan dan perasaan

11, 13,

15 12, 14

5

Keterampilan mendengar

Kemampuan mendengar

secara aktif 16, 17 18, 19

4

Memahami pesan yang

diberikan orang lain 20, 23 21, 22

4

Keterampilan komunikasi non verbal

Ekspresi wajah yang

ditampilkan 24, 26 25, 27

4

Sikap diam 28, 30 29 3

Keterbukaan diri

Kemampuan untuk jujur 31, 33 32, 34 4

Kemampuan untuk terbuka kepada orang lain

35, 37,

38 36

4

Penerimaan terhadap orang lain

Kemampuan untuk menerima

kritik dari orang lain 39, 41 40, 42

4

Menghargai pendapat orang

lain 43, 45 44, 47

4

Mampu memahami gagasan

dari sudut pandang orang lain 47, 49 48, 50

4

Jumlah 27 23 50

2. Skala Penerimaan Sosial

Skala penerimaan sosial disusun berdasarkan aspek-aspek penerimaan

sosial yang meliputi penampilan, keterampila komunikasi, sikap atau perilaku,

sifat atau kepribadian, kematangan emosi, interaksi sosial dan partisipasi

sosial.

a) Penampilan

Penampilan dapat dilihat melalui berpenampilan yang rapi, bersih,

(56)

42

b) Keterampilan berkomunikasi

Keterampilan komunikasi dapat diketahui dengan kemampuan

menjalin komunikasi yang baik dengan orang lain dan mempunyai

kesempatan yang lebih baik untuk memerankan kepemimpinannya.

c) Sikap atau perilaku

Sikap atau perilaku dapat dilihat melalui kemampuan untuk

bekerjasama dan sopan.

d) Sifat atau kepribadian

Sifat atau kepribadian dapata diketahui melalui kejujuran dan

bertaggungjawab.

e) Kematangan emosi

Kematangan emosi dapat dilihat melalui mampu mengendalikan

emosi, tidak mementingkan diri sendiri dan bersedia mematuhi

peraturan yang berlaku.

f) Interaksi sosial

Interaksi sosial dapat diketahui dari keaktifan dalam bergaul.

g) Partisipasi Sosial

Partisipasi sosial dapat dilihat melalui aktif mengikuti

kegiatan-kegiatan yang

Gambar

Tabel 1. Sampel Penelitian
Tabel 2. Kisi-kisi Keterampilan Komunikasi Sebelum Diuji Coba
Tabel 3. Kisi-kisi Penerimaan Sosial Sebelum Diuji Coba
Tabel 4. Kisi-kisi Keterampilan Komunikasi Setelah Uji Validitas
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ini adalah : Ada Hubungan yang signifikan antara komunikasi dalam keluarga dengan perilaku sosial pada peserta didik kelas VI

Jadi hasil penelitian menunjukkan ada hubungan negatif yang signifikan antara dukungan keluarga inti dengan prokrastinasi akademik, maka variabel dukungan keluarga

Kemudian dianalisis dengan SPSS versi 15.0 Penelitian ini menunjukan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara citra tubuh dan komunikasi interpersonal teman

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yakni ada hubungan yang positif antara dukungan sosial dengan penerimaan diri pada pasien diabetes mellitus tipe II.

bahwa ada hubungan yang signifikan antara religiusitas dan dukungan sosial dengan keterampilan manajemen konflik pengurus Persekutuan Mahasiswa Kristen UNS.. terdapat

Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan positif yang signifikan antara dukungan sosial dengan subjective well-being pada siswa SMA Saverius Karangmalang Sragen,

Kesimpulan dari penelitian ini adalah adanya hubungan positif yang sangat signifikan antara dukungan sosial dengan penerimaan diri pada lansia di panti Wredha Budhi Dharma

Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) Ada hubungan positif antara layanan bimbingan sosial dengan aktivitas sosial siswa, dengan mengetahui hasil perhitungan nilai rx1y =