• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Studi Kasus Pindah Agama di GKJW Jemaat Ponorogo dari Perspektif Konseling Pastoral T2 752014003 BAB IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Studi Kasus Pindah Agama di GKJW Jemaat Ponorogo dari Perspektif Konseling Pastoral T2 752014003 BAB IV"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

52

BAB IV

PINDAH AGAMA

DITINJAU DARI PERSPEKTIF KONSELING PASTORAL

1. Faktor-faktor pendorong Pindah agama dan analisisnya

Dari paparan umum tentang GKJW Ponorogo, fenomena perkawinan beda agama, dan kasus pindah agama, tampak bahwa faktor yang mempengaruhi seseorang melakukan pindah agama dikarenakan pengaruh faktor sosial seperti adanya pernikahan dengan penganut agama lain, ajakan anggota keluarga , serta pengaruh lingkungan sosial. Kasus pindah agama karena pengaruh faktor sosial tersebut, sesuai dengan yang dikemukakan oleh Jalaluddin , ia mengatakan bahwa dalam perspektif sosiologis yang menyebabkan terjadinya konversi agama adalah faktor sosial, diantaranya pengaruh hubungan antar pribadi, pengaruh anjuran orang-orang dekat, lingkungan tempat tinggal, kawin dengan yang berlainan agama dan sebagainya.1Demikian juga Hendropuspito, menyatakan bahwa salah satu penyebab pindah agama adalah aneka pengaruh sosial.2 Dalam kasus pindah agama di Jemaat Ponorogo nampak jelas bahwa pengaruh faktor sosial cukup menonjol, tetapi faktor psikologis juga memberikan andil kepada seseorang melakukan pindah agama, seperti adanya perasaan-perasaan tertekan, kecewa, gelisah, yang menekan batin sehingga mereka mencari jalan keluar dengan pindah agama, terkait dengan faktor psikologis ini, Hendropuspito, mengatakan bahwa seseorang pindah agama karena adanya tekanan batin. Tekanan itu timbul dari dalam diri seseorang karena pengaruh lingkungan sosial, lalu orang itu mencari jalan keluar dengan masuk agama.3dengan demikian faktor yang mempengaruhi seseorang pindah agama tidak hanya dipengaruhi oleh faktor sosiologis saja, tetapi juga faktor psikologis, bahkan kemungkinan ada faktor lain, seperti faktor pengaruh ilahi.

Untuk membuktikan apakah faktor-faktor yang tersebut di atas mempengaruhi seseorang melakukan pindah agama, berikut ini hasil penelitian terhadap empat kasus pindah agama yang terjadi di GKJW Jemaat Ponorogo, yang dikelompokkan menjadi tiga jenis kasus pindah agama :

1

Jalaluddin, (2011), Psikologi Agama, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm.363-367 2

Hendropuspito, D (1983), Sosiologi Agama, Kanisius, Yogyakarta, hlm,80 3

(2)

53

Kasus jenis pertama: kasus pindah agama dari agama Kristen masuk Islam

beberapa tahun kemudian masuk kembali menganut agama Kristen, adapun yang menjadi faktor pendorong pindah agama di antaranya:

1. Pertama, yang menjadi faktor pindah agama adalah perubahan status karena perkawinan dengan seseorang yang beragama Islam, alasan ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Jalaluddin, bahwa yang menyebabkan pindah agama karena pengaruh faktor intern dan ekstern, salah satu faktor ekstern yaitu karena adanya perkawinan dengan yang berbeda agama,4dengan adanya perkawinan maka statusnya berubah, berubah juga agamanya karena orang itu menikah dengan seseorang yang beda agama, tetapi perlu dikritisi bahwa secara kasat mata yang melakukan perkawinan adalah fisik personalnya, sedangkan agama menyangkut persoalan batin karena menyangkut keyakinan, sehingga bisa terjadi yang kelihatan fisiknya pindah agama, tetapi batin atau keyakinannyatidak berubah, sehingga wajar kalau seseorang itu kembali ke agama yang semula dianutnya. Dari faktor perubahan status ini jelas bahwa pindah agama terjadi karena pengaruh faktor sosial.

2. Kedua, karena pengaruh faktor kecewa dengan suami yang tidak memberikan bimbingan agama Islam yang baru dianutnya, perasaan tersebut mendorong keinginan kembali ke agama yang pernah dianutnya.yaitu agama Kristen. Perasaan kecewa, adalah masalah psikologis, akibat adanya kesenjangan antara apa yang diharapkan dan kenyataan tidak sama, mengharapkan dapat bimbingan tetapi tidak mendapatkan bimbingan agama yang baru dikenalnya. Perasaan tersebut lama-kelamaan menimbulkan keresahan yang berlanjut pada perasan tertekan, dan pada akhirnya mendorong keinginan untuk kembali ke agama Kristen, agama yang pernah dianutnya. Perasaan kecewa ini bisa diakibatkan karena merasa kurang mendapat perhatian dari keluarga (suami) yang beragama Islam, alasan ini sesuai faktor penyebab pindah agama dari faktor psikologis yang berasal dari faktor luar diri, yaitu dari keluarga, diantaranya ketidak harmonisan, kurang mendapat perhatian, kesepian dan sebagainya.5Demikian juga perasaan kecewa yang berlarut secara psikologis menimbulkan tekanan batin, yang mendorong seseorang untuk mencari jalan keluar salah satunya dengan caramasuk

4

Jalaluddin (2011), Psikologi Agama, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm.366 5

(3)

54

agama, pada kasus ini didukung pendapat Hendropuspito yang mengatakan bahwa seseorang pindah agama karena adanya tekanan batin.6

3. Perasaan berdosa kepada Tuhan, karena masuk agama Islam, perasaan tersebut menjadi beban batin yang menekan seseorang, situasi tersebut akhirnya mendorongnya untuk kembali ke agama Kristen. Perasaan berdosa tersebut secara psikologis mengakibatkan tekanan batin, dan selanjutnya berusaha untuk membebaskan diri daritekanan batin dengan caramasuk agamadengan maksud untuk memperoleh ketenangan batin. Dalam kaitan hal ini Hendropuspito berpendapat bahwa dalam ilmu psikologi: bahwa seseorang pindah agama karena adanya tekanan batin. Tekanan batin itu bisa timbul dari dalam diri, karena pengaruh lingkungan sosial, dan lain-lain.7 Hal yang perlu dikritisi terkait dengan tekanan batin yang mempengaruhi seseorang untuk pindah agama adalah upaya seseorang untuk membebaskan diri dari tekanan batin, masalahnya apakah dengan pindah agama seseorang itu tidak akan mengalami tekanan batin lagi? Di sisi lain tidak semua orang yang mengalami tekanan batin mencari jalan keluar dengan pindah agama.

4. Kemauan yang kuat untuk kembali ke agama Kristen, faktor ini termasuk faktor dari dalam diri sendiri (intern) yang dilandasi oleh keyakinan yang kuat akan kebenaran agama yang ingin dianutnya, danfaktor ini menyangkut kepribadian yang kuat, yangmendorong seseorang untuk pindah agama. seperti yang dialami oleh Ch dan Ar,mereka mempunyai pendirian kuat untuk kembali ke agama Kristen, dengan demikian faktor ini termasuk faktor psikologis karena menyangkut kepribadian, Jalaludinberpendapat bahwa yang menjadi pendorong terjadinya pindah agama adalah faktor psikologis, yang ditimbulkan oleh faktor intern seperti kepribadian, keadaan batin maupun juga faktor pengaruh lingkungan.8 Dengan demikian jelas bahwa salah satu pendorong masuk agama adalah faktor kepribadian.

5. Pengaruh dari kenalan baik, yaitu adanya seorang yang dikenal yang memberikan dorongan untuk kembali ke agama Kristen. Pada kasus Ch dan Ar ketika mereka ada kemauan untuk kembali masuk Kristen mereka dimotivasi oleh seseorang yang dikenalnya yaitu Bg. Dorongan dari kenalan baik tersebut, seakan menjadi

6

Hendropuspito, D,(1983), Sosiologi Agama, Kanisius, Yogyakarta, hlm, 80 7

Hendropuspito, D,hlm.80 8

(4)

55

tenaga tambahan yang mendorongnya untuk kembali menganut agama Kristen. Pengaruh dari kenalan baik tersebut adalah pengaruh sosial yang menyebabkan seseorang pindah agama, seperti yang dikatakan oleh Jalaluddin, bahwa yang menyebabkan konversi agama adalah pengaruh sosial,9di antara pengaruh sosial itu adalah adanya hubungan baik antar pribadi.

6. Pengalaman sembuh dari sakit, yang dipercaya karena pertolongan Tuhan, sehingga kesembuhannya dipahami sebagai anugrah Tuhan. Persoalan ini adalah keyakinan yang tidak bisa dijelaskan secara akal, tetapi bisa dipercaya dan peristiwa tersebut yang mendorong seseorang untuk pindah agama, seperti yang terjadi pada kasus pertama yang dialami Ch. Menurut William James, dari perspektif ahli agama bahwa yang menjadi faktor pendorong terjadinya pindah agama adalah faktor ilahi.10 Faktor tersebut dipercaya berpengaruh terhadap keputusan seseorang untuk pindah agama.

7. Faktor keterlibatan lembaga gereja yang memberikan pendampingan pastoral melalui pelayanan katekisasi pertobatan, walau hal ini merupakan faktor belakangan tetapi keterlibatan gereja yang memberikan katekisasi pertobatan memberikan pengaruh pada seseorang untuk kembali memeluk agama Kristen.Lewis Rambo, mengatakan bahwa pindah agama adalah proses pergantian agama yang terjadi karena adanya suatu dorongan dinamis yang melibatkan masyarakat, kelembagaan, ide-ide, peristiwa-peristiwa dan pengalaman hidup.11 Pendapat Rambo tersebut memberikan dukngan bahwa seseorang melakukan pindah agama karena ada keterlibatan lembaga, pada kasus ini adalah lembaga gereja, dan secara sosiologis, gereja merupakan institusi sosial.

Memperhatikan kasus pertama, di mana terjadinya konversi karena berbagai faktor sosial, seperti pengaruh dari kenalan baik, lembaga gereja, pengalaman hidup, serta pengaruh faktor psikologis, bilamana faktor ini direlasikan dengan teori konversi pertobatan dan tranformasi yang dikemukakan William James, maka proses konversi pada kasus tersebut tidak sejalan dengan teori, karena menurut teori pertobatan, hasil akhir konversi adalah berhenti pada kesadaran adanya perasaan berdosa, dan membutuhkan kebebasan, sedangkan pembebasan

9

Jalaluddin, (2011), Psikologi Agama, Raja Grafindo Persada, Jakarta,hlm,363 10

James, William, The Varieties of Religious experiences, Puplished in United States of America by Longman, Green and Co, 1902, Penerjemah Gunawan Admiranto, PT. Mizan Pustaka, Bandung, hlm.327

11

Rambo Lewis, R, and Bauman, Steven C, (2012), Psychology of Conversion and Spiritual Transformation,

(5)

56

yang terjadi pada kasus pertama tidak hanya karena perasaan berdosa saja tetapi juga karena pengaruh sosial, dan tidak ada transformasi, tetapi menghayati dan menjalani kembali ajaran agama yang pernah dianut sebelumnya, sehingga konversi pada kasus ini di satu sisi karena adanya proses sosial seperti pada teori yang disampaikan oleh Thomas T.O’Dea, bahwa konversi adalah proses sosial, tetapi di sisi yang lain adalah proses pertobatan, seperti yang dikemukakan William James tentang teori pertobatan, dengan demikian konversi pada kasus jenis pertama ini merupakan penggabungan teori pertobatan, dan konversi sebagai proses sosial.

Kasus jenis kedua, kasus pindah agama dari Islam masuk agama Kristen, adapun

faktor-faktor yang mendorong masuk agama Kristen, antara lain :

1. Faktor dari dalam diri (intern) yaitu: Kerinduan terhadap hal-hal yang bersifat kerohanian. Kerinduan tersebut menjadi daya dorong yang kuat untuk mencari hal-hal yang bersifat rohani, yang pada akhirnya dapat menemukannya melalui proses membaca Kitab Suci, serta bimbingan (pendidikan) agama Kristen yang dilakukan gereja melalui ketekisasi. Faktor kerinduan ini mengakibatkan responden mengalami keresahan batin yang pada kasus ini mendorong responden untuk mencari solusi, dengan belajar agama Kristen melalui katekisasi, yang pada akhirnya responden menemukan sesuatu yang mententramkan hatinya, yaitu dengan menganut agama Kristen. Dengan demikian ia pindah agama berawal dari keresahan batinnya yang mendorong responden pindah agama, sebagai jawaban atas persoalan batinnya. Dengan demikian ia pindah agama karena pengaruh faktor situasi psikologis.

(6)

57

psikologis, mengenai faktor intern, yaitu kemauan diri, dan faktor ekstern yaitu faktor pendidikan, melalui sosialisasi agama12.

3. Faktor kesulitan untuk memahami agama Islam, akibat mengalami kesulitan memahami agama Islam berpengaruh terhadap kondisi psikologis responden, ia merasa tidak tenang dengan keadaan tersebut sehingga menimbulkan keresahan, kegelisahan jiwa yang mendorongnya untuk mencari jalan keluar dengan belajar agama Kristen, dan ia dapat memahaminya, sehingga responden akhirnya memutuskan untuk menganut agama Kristen. Dengan demikian yang bersangkutan pindah agama karena pengaruh faktor kondisi psikologis.

4. Faktor pengalaman spiritual, faktor ini dialami oleh responden, (pada kasus ini adalah Ea), ketika membaca isi Alkitab hatinya tersentuh, pengalaman tersebut mendorongnya untuk mengikuti pembinaan agama Kristen. Responden meyakini bahwa ia belajar agama Kristen karena ada campur tangan Tuhan. Perasaan tersebut bersifat subyektif, tidak bisa di jelaskan secara akal, tetapi keyakinannya perlu dihargai. Seperti yang dikemukakan William James : bahwa dari perspektif ahli agama menyatakan bahwa yang menjadi faktor pendorong terjadinya pindah agama adalah petunjuk ilahi13

5. Dukungan dari sahabat yang beragama Kristen. Responden mempunyai sahabat yang beragama Kristen (Hr). Dukungan dari sahabat berperan penting pada terjadinya pindah agama, karena dukungannya memberikan motivasi kepada responden untuk pindah agama Kristen, Faktor ini didukung oleh pendapat Jalaludin yang menyatakan bahwa yang menyebabkan terjadinya konversi agama adalah pengaruh sosial14, dan pengaruh sosial itu diantaranya adalah adanya hubungan baik, sahabat dekat, anjuran kawan, keluarga dan lain-lain. Adanya dukungan dari kawan seprofesi berarti telah ada hubungan baik diantara mereka. 6. Faktor keterlibatan lembaga gereja. Pada kasus ke dua ini, gereja terlibat

melakukan bimbingan agama Kristen terhadap responden yang beragama Islam karena responden berniat masuk Kristen. Bimbingan atau katekisasi yang dilakukan gereja memfasilitasi dan mendorong responden untuk pindah agama Kristen. Adanya keterlibatan lembaga gereja mempengaruhi responden melakukan pindah agama dari Islam ke agama Kristen, didukung penyataan

12

Jalaluddin, (2011), Psikologi Agama, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 365-367 13

James, William, The Varieties of Religious experiences, Puplished in United States of America by Longman, Green and Co, 1902, Penerjemah Gunawan Admiranto, PT. Mizan Pustaka, Bandung, hlm.327

14

(7)

58

Rambo, yang mengatakan bahwa pindah agama adalah proses pergantian agama yang terjadi karena adanya suatu dorongan dinamis yang melibatkan masyarakat, kelembagaan, ide-ide, peristiwa-peristiwa dan pengalaman hidup15 pada kasus seorang muslim yang masuk Kristen pada jenis kasus ini melibatkan lembaga gereja, melalui katekisasi. Proses pindah agama seperti tersebut terjadi karena faktor pendidikan, dan hal ini termasuk pengaruh faktor sosial.

Pada kasus jenis kedua ini, proses konversinya diawali dengan adanya dorongan dari pelaku pindah agama, sehingga proses konversi dilalui dengan pencarian, setelah menemukan yang sesuai dengan hatinya ditransformasikan dalam kehidupan kesehariannya, bila dilihat dari teori konversi lebih mendekati teori transformasi dari William James, tetapi di sisi lain ada proses sosial seperti teori yang dikemukaan O’Dea, bahwa konversi sebagai proses sosial yang berkelanjutan, karena itu konversi pada kasus kedua tersebut tidak seutuhnya sesuai dengan teori tranformasi, maupun teori konversi sebagai proses sosial berkelanjutan.

Kasus jenis ketiga, kasus pindah agama dari Kristen masuk Islam, faktor-faktor

yang mempengaruhinya di antaranya adalah :

1. Faktor pengaruh lingkungan anggota keluarga yang berbeda agama. responden (Pm) adalah seorang yang semula beragama Kristen tinggal bersama dengan keluarga anaknya yang beragama Islam, keadaan tersebut menjadikan Pm merasa asing berada di tengah keluarga, karena lingkungan keluarga kurang mendukung akhirnya mempengaruhinya untuk pindah agama, apalagi secara jelas responden diajak anaknya untuk pindah agama Islam, dan ia menerimanya. Pindah agama karena faktor lingkungan keluarga ini didukung oleh pendapat Jalaluddin yang menyatakan, dalam perspektif sosiologis yang menyebabkan terjadinya konversi adalah pengaruh sosial, di antaranya pengaruh hubungan antar pribadi, keluarga, famili, sahabat dan sebagainya.16Sebagai catatan, pendapat Jallaludin benar, bahwa lingkungan sosial mempengaruhi seseorang untuk pindah agama, tetapi pendapat ini gugur ketika di tengah masyarakat ada keluarga yang berbeda agama

15

Rambo Lewis, R, and Bauman, Steven C, (2012), Psychology of Conversion and Spiritual Transformation,

Journal of Pastoral Psychology, v.61, pp.879-894 16

(8)

59

tinggalserumah dan mereka bisa menjaga kerukunan. karena itu persoalan terpengaruh tidaknya untuk pindah agama tergantung pribadinya.

2. Faktor pengaruh ajakan anggota keluarga, pada kasus jenis ketiga ini jelas bahwa responden (Pm) diajak atau dipengaruhi anaknya untuk pindah agama Islam, walaupun pada awalnya merasa berat tetapi akhirnya secara resmi yang bersangkutan menyatakan diri telah masuk Islam. Kasus pindah agama karena ajakan anggota keluarga ini didukung oleh teori Jalaluddin, seperti yang dikemukakan di atas, tetapi perlu juga dikritisi bahwa tidak semua orang Kristen terpengaruh masuk Islam karena ajakan anggota keluarga yang beragama Islam. 3. Faktor perubahan status menjadi duda, setelah ditinggal mati istrinya responden,

merasa kesepian, membutuhkan teman, dan yang ada adalah anak dan cucunya yang beragama Islam. Keadaan tersebut membuatnya tidak nyaman apalagi berada di tengah anggota keluarga yang muslim, akhirnya mempengaruhi untuk pindah agama Islam. Perubahan status menjadi duda ini menjadi salah satu pemicu terjadinya tekanan batin, yang pada akhirya menghasilkan keputusan untuk pindah agama. Secara psikologis tekanan batin ini memicu seseorang untuk pindah agama.17

4. Pengaruh tekanan batin, persaan takut dan kawatir dikucilkan keluarga, kesepian karena sudah duda, adanya ajakan untuk masuk agama Islam memicu terjadinya tekanan batin, dalam keadaan tertekan itulah responden yang sudah usia lanjut berada dalam posisi lemah ia memutuskan untuk pindah agama ke Islam. Secara psikologis ia mengalami tekanan batin, ia mencari jalan keluar dengan memutuskan pindah agama Islam.Dalam tinjauan ilmu psikologi,ia pindah agama karena pengaruh tekanan batin. Tekanan itu timbul dari dalam diri seseorang karena pengaruh lingkungan sosial, tekanan itu bisa dari faktor masalah keluarga, kesepian batin, tidak mendapat tempat dalam kerabat, 18

Dari teori ini jelas bahwa seseorang pindah agama karena adanya faktor tekanan batin, dalam kasus pm pindah agama Islam adalah benar, tetapi tidak semua orang yang mengalami tekanan batin akan melakukan pindah agama.

Pada kasus jenis ketiga ini bila ditinjau dari teori konversi lebih mendekati pada konversi sebagai proses sosial, karena pelaku konversi lebih kuat

17

Jalaludin, (2011), Psikologi Agama, Rajafindo Persada, Jakarta, hlm,365 18

(9)

60

dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya, yang berakhir dengan penyesuaian diri dengan agama yang dianut lingkungannya, dengan tujuan keamanan diri, karena itu kelemahan teori ini proses konversinya adalah bias, karena pelaku konversi melakukannya dengan terpaksa, sehingga pada kasus konversi ini sesungguhnya bias dan tidak sesuai dengan teori konversi.

Dari ketiga jenis kasus pindah agama yang tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang mendorong seseorang pindah agama adalah pengaruh faktor sosial, dan faktor psikologis. Faktor pengaruh sosial di antaranya : pengaruh lingkungan sosial, faktor dari pengaruh lingkungan keluarga, pengaruh teman baik, perubahan status sosial, dan pengaruh pendidikan, sedangkan pengaruh faktor psikologsi, diantaranya karena faktor internal, seperti kemauan yang kuat untuk pindah agama, kemauan untuk belajar agama lain, perasaan kecewa, takut, gelisah, yang menyebabkan seseorang mengalami tekanan batin.

Pada proses pindah agama, seperti pada kasus yang dipaparkan di atas dalam prosesnya membutuhkan waktu yang relatif lama dan bertahap, tidak terjadi secara spontan, karena melibatkan pengaruh sosial dan faktor psikologis. Proses pindah agama yang terjadi secara bertahap ini, oleh William James dikenal dengan tipe Volotional,19 artinya pindah agama secara bertahap. Di sisi lain mereka yang pindah agama bukan karena ketertarikan seseorang terhadap keunggulan atau kelemahan ajaran atau dogma agama, tetapi karena pengaruh faktor sosial dan faktor psikologis, sedangkan alasan umum mereka melakukan pindah agama adalah untuk memperoleh ketentraman batin.

Secara teori, dari tiga jenis kasus konversi yang terjadi di GKJW Jemaat Ponorogo lebih dekat pada teori konversi sebagai proses sosial yang berkelanjutan, seperti yang dikemukakan Thomas F.O’Dea, yang proses konversinya nya mengusik kemapanan struktur masyarakat, sedangkan teori konversi sebagai pertobatan dan transformasi kurang mendapatkan tempat.

2. Pindah agama ditinjau dari perspektif Konseling Pastoral

Memperhatikan dan mendalami kasus pindah agama dari perspektif konseling pastoral perlu disertai dengan sikap memandang manusia secara utuh, menurut Totok

1919

(10)

61

S. Wiryasaputra yang dimaksudkan memandang manusia secara utuh, adalah memperhatikan aspek-aspek phisik, mental, sosial, dan spiritualnya.20 Dengan memandang secara utuh terhadap kasus seseorang yang pindah agama maka dalam penanganan kasus, berusaha menghindari sikap menyalahkan, atau menghakimi mereka yang pindah agama, dengan lain kata pendampingannya perlu dilakukan secara professional dengan cara memperhatikan fungsi-fungsi pastoral. Fungsi pastoral yang dimaksudkan adalah seperti yang dikemukakan Aart Van Beek, yaitu fungsi membimbing, memperbaiki hubungan, menopang, membebaskan, mengasuh dan mengutuhkan,21 Fungsi-fungsi tersebut akan nampak dalam proses konseling pastoral, secara psikologis seseorang yang pindah agama didahului dengan krisis, di mana dalam masa krisis seseorang mengalami masa-masa sulit, seperti pada empat kasus pindah agama yang terjadi di GKJW jemaat Ponorogo, pada perspektif pastoral mereka dalam suasana krisis, dan membutuhkan pertolongan melalui pendampingan pastoral.

Menurut Lewis S. Rambo, pada setiap kasus pindah agama, secara pastoral membutuhkan penelusuran tentang : kesadaranya, perasaan-perasaannya, relasi yang mempengaruhinya, serta perilakunya,22 penelusuran dimaksudkan untuk medapatkan informasi mengenai permasalahan dasar yang dialami oleh konseli, sehingga konselor ataupun pendamping dapat memberikan pertolongan pendampingan secara efektif. Memperhatikan tiga jenis kasus pindah agama yang dipaparkan di atas, pada proses pindah agama pada jenis kasus pertama yaitu :

Kasus jenis pertama,dalam proses pindah agama dari Kristen pindah ke Islam dan

kembali ke Kristen, mereka (Ch, dan Ar), mengalami hal-hal seperti berikut:

1. Mengalami penolakan, karena pindah agama mereka mengalami konflik dengan suami, teman-temanya, saudara-saudaranya, serta dengan tetangga.Dalam keadaan ditolak secara pastoral perlu difasilitasi untuk melakukan rekonsiliasi, dalam kaitan dengan kasus inifungsi konseling pastoralnya berupaya untuk memperbaiki hubungan. Pulihnya hubungan yang sehat akan membantu mereka untuk hidup berdamai dengan keluarga, serta kerabat, sehingga mereka bisa saling menerima keperbedaan yang ada diantara mereka.

20

Wiryasaputra, Totok S, (2014), Pengantar Konseling Pastoral, Diandra Pustaka Indonesia,Yogyakarta, hlm.43 21

Van Beek, Aart, (2003), Pendampingan Pastoral, BPK Gunung Mulia, Jakarta, hlm.13-16 22

Rambo, Lewis,R, and Bauman, Stefen C,(2012), Psychology of Conversion and Spiritual Transformation,

(11)

62

2. Mempunyai kemauan / hasrat yang kuat untuk kembali ke agama Kristen, hasrat tersebut merupakan daya dorong yang perlu diarahkan, dibimbing. Pada situasi tersebut secara konseling pastoral, mereka memerlukan pendampingan untuk mendapatkan bimbingan, sehingga mereka perlu difasilitasi untuk mendapatkan bimbingan dan pengasuhan, agar mereka bertumbuh ke arah aktualisasi diri. 3. Ada perasaan menyesal, merasa bersalah, perasaan berdosa yang dirasakan oleh

pelaku pindah agama, hal tersebut menandakan bahwa mereka mengalami sakit, yang mempengaruhi aspek psikologis, sosiologis, mental dan fisiknya, karena itu secara pastoral mereka perlu ditolong untuk disembuhkan, atau dipulihkan, sehingga fungsi pendampingan pastoralnya adalah untuk menyembuhkan, atau memulihkan, agar yang bersangkutan bisa menerima kenyataan.

4. Mendapatkan pengaruh dari seseorang yang dikenal dengan baik yaitu Bg, serta bimbingan dari gereja, melalui katekisasi pertobatan, pengaruh tersebut terjadi karena adanya relasi diantara mereka dengan Bg, dan pihak gereja. Secara konseling pastoral mereka yang pindah agama membutuhkan bimbingan, karena itu perlu difasitasi untuk mengalami bimbingan, dengan bimbingan mereka terdorong untuk aktualisasi diri. Pada kasus ini gereja telah berusaha melakukan penggembalaan terhadap mereka, yang pada akhirnya membawanya kearah kesadaran diri kembali menganut agama Kristen. Dalam hal ini gereja melaksanakan fungsi pembimbingan, dan penopangan.

Pada kasus pindah agama dari Kristen masuk Islam dan kembali ke agama Kristen, secara konseling pastoral mereka mengalami krisis batin (psikologis) dan sosial, karena mereka mengalami perasaan resah, tertolak, dipergunjingkan orang, dalam keadaan semacam itu mereka mengalami krisis sehingga memerlukan pendampingan, dengan melaksanakan fungsi-fungsi konseling pastoral, di antaranya pembimbingan dan pemulihan.Di sisi lain pendekatan yang dilakukan oleh gereja melalui penggembalaan khusus, dilakukan secara legalitas formal,untuk itu di masa berikutnya petugas pastoral perlu mempunyai ketrampilan dasarkonseling pastoral. Ketrampilan dasar itu menurut Yakub Susabda diantaranya adalah: ketrampilan untuk mengerti, berempati, menerima konseli apa adanya, mendengar permasalahannya, dan ketrampilan untuk merefleksikan apa yang sudah didengar dari konseli.23 Dengan

23

(12)

63

ketrampilan tersebut akan mendukung tercapainya tujuan pendampingan pastoral. Tujuan pendampingan pastoral yang dimaksudkan menurut Totok S, Wiryasaputra adalah: membantu konseli 1) mengalami pengalamannya, dan menerima kenyataan, 2). mengungkapkan diri secara penuh (aktualisasi diri), 3).berubah, bertumbuh secara maksimal, 4), menciptakan komunikasi yang sehat, 5) bertingkahlaku yang baru, 6) bertahan dalam situasi baru, dan 7) menghilangkan gejala disfungsional.24 Dengan adanya tujuan yang jelas akan membantu konselor dan konseli berproses pada konseling pastoral, sehingga pelaku pindah agama bisa ditolong untuk menerima diri apa adanya, sebagai perwujudan aktualisasi diri mereka.

Pada kasus jenis kedua, dalam proses pindah agama, seorang muslim yang

pindah agama Kristen, mengalami situasi seperti berikut:

1. Mengalami kegelisahan hidup, dan merindukan bimbingan rohani, dalam proses pencarian ia menemukannya pada ajaran Kristen, dalam perspektif pastoral ia perlu bimbingan, dan topangan. Bimbingan yang dimaksudkan berhubungan dengan pemahaman akan iman Kristen, dankelanjutannya perlu ditopang dengan proses bimbingan yang berkelanjutan.

2. Adanya kemauan yang kuat untuk beralih agama ke agama Kristen, dengan kata lain ada dorongan dari diri sendiri untuk belajar agama Kristen. Pada proses ini seseorang mengalami krisis yang berasal dari dalam diri yang mendorongnya untuk melakukan pindah agama, untuk itu pada situasi tersebut perlu pendampingan yang berfungsi untuk pembimbingan, dan pengasuhan, agar kemauannya terarah dan menumbuhkan rasa percaya diri.

3. Mengalami penolakan dari teman-teman seprofesinya dan sebagian masyarakat yang mengenalnya, disebabkan karena pindah agama ke Kristen, dalam situasi seperti ini maka tugas pastoral adalah melaksanakan fungsi mendamaikan, ia berada dalam suasana konflik, tentu keadaan ini potensi terjadinya “krisis” sehingga perlu mendapatkan pendampingan, memang tindakan gereja tidak berhenti pada saat pembabtisan, yang selanjutnya memberikan kebebasan untuk terlibat dalam kegiatan gereja, dan masuk pada komunitas baru sebagai warga gereja, tetapi di tengah masyarakat ia mengalami penolakan, hubungan yang

24

(13)

64

selama ini terjalin baik dengan mereka menjadi terganggu, sehingga orang tersebut perlu didampingi dengan memediasi untuk memperbaiki hubungan diantara mereka, dalam hal inilah fungsi pendampinganya adalah fungsi mendamaikan. Dalam hal ini konselor perlu menciptakan ruang bersama yang netral untuk terjadinya pemulihan hubungan. Di sisi lainnya ia perlu mendapatkan pendampingan yang berfungsi untuk pengasuhan, sebagai upaya untuk penyesuaian dengan komunitas baru di jemaat.

4. Percaya diri atas pilihan hidup dengan menganut agama Kristen, walaupun ada “penolakan” dari teman, masyarakat dan saudaranya, orang yang telah menjadi Kristen itu percaya diri dengan pilihannya, ia juga percaya bahwa menjadi Kristen adalah jalan hidupnya, ia memahami bahwa memeluk agama Kristen adalah anugrah. Keyakinan itulah yang membuatnya percaya diri, karena itu “rasa percaya diri” yang ada padanya adalah potensi yang perlu ditopang, sehingga fungsi pastoralnya adalah untuk menopang rasa percaya diri. Hal ini dimaksudkan agar seseorang mampu menemukan jati dirinya dan memberi kesempatan baginya untuk mencapai aktualisasi diri, terapinya menurut Carl Roger diberikan dengan cara 1. Memberi penghargaan tanpa syarat dan pandangan positif terhadap konseli, 2. Bersikap empati terhadap apa yang dirasakan konseli.25 Dengan memberi penghargaan dan pandangan positif, serta bersikap empati terhadap konseli, akan menopang rasa percaya dirinya, sehingga mampu menerima diri tentang kelebihan dan kekurangannya.

Kasus jenis ketiga, dalam proses pindah agama responden yang beragama

Kristen pindah menganut agama Islam, mengalami hal-hal seperti berikut:

1. Keterasingan, karena tinggal relatif jauh dari warga gereja, setelah ditinggal mati istrinya ia mengalami kesendirian, dalam keadaan sendiri ia tinggal dengan anak dan cucu yang berbeda agama, sehingga ia ada perasaan terasing. Demikian juga keberadaaannya di tengah masyarakat ia secara agama beda dengan masyarakat. Dalam perspektif pastoral ia perlu dibantu agar ia bisa menerima diri keadaannya, dan fungsi pastoralnya adalah dengan melaksanakan fungsi pendamaian.Fungsi pendampingan ini tidak dilakukan

25

(14)

65

gereja, apalagi setelah pindah agama gereja melakukan penanganan dengan mengeluarkan dari keanggotaan gereja.

2. Kebingungan, kebingungan terjadi ketika ada ajakan dari anaknya agar pindah agama Islam, demikian juga gereja Pentakosta mempengaruhinya untuk pindah menjadi anggotanya, dan akhirnya Pm memilih ajakan anak, dan pindah untuk menganut agama Islam. Seseorang yang dalam keadaan bingung membutuhkan kepastian, dan bimbingan, tetapi gereja atau koleganya tidak mendampingi, gereja bereaksi ketika seseorang sudah beralih agama. Secara pastoral, semestinya gereja melaksanakan fungsi pendampingan dengan membimbing, agar warga tersebut bisa ditolong untuk menentukan pilihannya secara jernih dan mandiri.

3. Merasa tidak aman, terancam. tanda-tandanya ia merasa kawatir tidak diperhatikan anak cucunya, takut diabaikan, kesepian, ada perasaan tidak berdaya. Secara konseling pastoral yang bersangkutan membutuhkan pendampingan agar mengalami rasa aman, sehingga fungsi pastoralnya adalah untuk menyembuhkan, misalnya dengan membantu mencarikan seseorang yang bersedia untuk menemani agar yang bersangkutan merasa aman.

4. Mengalami keterputusan hubungan dengan warga gereja, khususnya dengan komunitas usia lanjut, di sisi lain yang bersangkutan masuk dalam komunitas barumenjadi penganut Islam. Dalam situasi tersebut tentu yang bersangkutan mengalamikrisis, yang secara pastoral memerlukan pendampingan yang berfungsi untuk memulihkan hubungan atau rekonsiliasi agar terbangun kembali hubungan yang sehat, di sisi yang lain perlu dibantu untuk dapat menerima kenyataan bahwa yang bersangkutan telah pindah agama.Sementara itu gereja memutuskan tidak melakukan penggembalaan khusus terhadap yang telah pindah agama Islam,hal itu berarti gereja telah melakukan pemutusan hubungan, dan tidak melaksanakan fungsi pendampingan terhadap seseorang yang pindah agama Islam.

(15)

66

funsi-fungsi pastoral, dengan tidak mengabaikan ketrampilan dasar pastoral, yaitu ketrampilan untuk mendengar, memperhatikan dan ketrampilan untuk berempati.

Dari uraian tentang tiga jenis kasus pindah agama bila ditinjau dari perspektif konseling pastoral seseorang yang pindah agama pada dasarnya mengalami dua situasi : Pertama, situasi krisis, yang dimaksudkan adalah suatu keadaan di mana seseorang mengalami masa-masa sulit, mereka mengalami tekanan batin, mendapatkan pengaruh baik dari faktor intern maupun ekstern, secara konseling pastoral mereka perlu ditolong untuk mendapatkan pendampingan. Kedua, mereka memutuskan pindah agama adalah bentuk aktualisasi diri,karena itu mereka berusaha untuk mendapatkan pengakuan. Keberadaan mereka perlu didengar, perlu mendapatkan empati, dan penghargaan. Dengan adanya beberapa kasus pindah agama, maka gereja perlu bijak dalam memberikan pendampingan, dan tidak terfokus pada pendekatan legalitas formal saja, serta tidak terjatuh pada pendekatan yang tidak sesuai dengan kebutuhan dasar mereka yang pindah agama. Gereja perlu membuka diri untuk memberikan alternatif-alternatif pendekatan konseling pastoral yang humanis, dengan memperhatikan fungsi-fungsi pastoral seperti fungsi membimbing, mendamaikan, menopang, menyembuhkan, mengasuh dan mengutuhkan.

Memperhatikan hasil analisis dan kajian tentang kasus pindah agama dari perspektif konseling pastoral, untuk mendampingi seseorang yang melakukan konversi memerlukan metode konseling pastoral yang memberikan penghargaan dan menerima keberadaan mereka tanpa syarat, serta dengan sikap optimis terhadap potensi mereka maka alternatif-alternatif metode konseling pastoral yang sesuai adalah pendekatan lintas budaya, person centered, serta mengembangkan metode konseling pastoral konversi.

Kesimpulan Bab Empat, ditinjau dari perspektif pastoral seseorang yang

Referensi

Dokumen terkait

Centrifugal Pump At any point during acceleration and while the motor is operating at full-load speed, the amount of torque produced by the motor must always exceed the

If the rotor and the rotating magnetic field were turning at the same speed no relative motion would exist between the two, therefore no lines of flux would be cut, and no

Pengembangan Jaringan Dstribusi Perdagangan Dalam Menunjang Sistem Logistik Nasional (Pembangunan Pasar Desa Sempu)1. Keamatan

kegiatan lainnya seperti belajar mandiri, kegiatan ekstrakurikuler, rekreasi, istitahat dilakukan mahasiswa selama 16 – 17 jam dan kegiatan tersebut berinteraksi dengan teman,

Setelah pelaksanaan program, peserta PPL wajib menyusun laporan yang kemudian akan dievaluasi oleh sekolah dan DPL PPL.Pelaksanaan PPL di TK ABA Lemahbang bertujuan

Tata cara ini juga mencakup prosedur yang digunakan untuk menyiapkan contoh uji beton yang mengandung ukuran agregat lebih besar dari ukuran agregat nominal, dan bila

Bagi para Calon Penyedia Jasa / Peserta Pelelangan yang keberatan terhadap hasil pelelangan ini diberikan kesempatan untuk memberikan sanggahan selama 3 (tiga)

Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen tanpa ijin tertulis dari Fakultas Teknik Universitas