TantanganPenguatan Komitmen Kebangsaan Untuk
Membangun Karakter Warga Negara Pada Masyarakat
Perbatasan
(STUDI KASUS PADA MASYARAKAT ENTIKONG WILAYAH PERBATASAN INDONESIA-MALAYSIA)
TESIS
Diajukan Untuk Memenuhi persyaratan memperoleh gelar magister ilmu pendidikan program studi pendidikan kewarganegaraan
Disusun Oleh :
SYARIF FIRMANSYAH
NIM. 1103882
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEKOLAH PASCASARJANA
==================================================================
TantanganPenguatan Komitmen
Kebangsaan Untuk Membangun
Karakter Warga Negara Pada
Masyarakat Perbatasan
(STUDI KASUS PADA MASYARAKAT ENTIKONG WILAYAH
PERBATASAN INDONESIA-MALAYSIA)
Oleh
Syarif Firmansyah
S.Pd UPI Bandung, 2011
Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Fakultas Pendidikan Kewarganegaraan
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,
dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.
© Syarif Firmansyah 2013
Universitas Pendidikan Indonesia
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul: ”Tantangan Penguatan Komitmen Kebangsaan Untuk
Membangun Karakter Warga Negara Pada Masyarakat Perbatasan (Studi Kasus Pada Masyarakat Entikong Wilayah Perbatasan Indonesia-Malaysia)”. Adapun rumusannya, yakni:1) Bagaimana tantangan penguatan komitmen kebangsaan untuk membangun karakter warga negara pada masyarakat perbatasan?, 2) Bagaimana karakteristik bauran budaya perbatasan dalam konteks pembangunan karakter kebangsaan?, 3) Bagaimana alternatif pemecahan bagi peningkatan karakter warga negara masyarakat Entikong wilayah perbatasan Indonesia – Malaysia?
Teori kebangsaan menurut Ernest Renan , yakni untuk membentuk suatu nation yang diutamakan adalah prinsip keinginan untuk hidup bersama. Dengan kata lain, segala warisan dan kejayaan serta penderitaan yang dialami bersama pada masa lalu merupakan modal dasar untuk membangun kebersamaan pada masa depan. Karena sebuah nation merupakan suatu kesatuan yang kuat lantaran penderitaan pada masa lalu.
Penelitian ini menggunakan metode studi kasus, karena dimaksudkan untuk mengungapkan dan memahami kenyataan-kenyataan yang terjadi di lapangan. Sedangkan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif, dengan maksud agar lebih memahami secara mendalam tentang Tantangan Penguatan Komitmen Kebangsaan Untuk Membangun Karakter Warga Negara Pada Masyarakat Perbatasan (Studi Kasus Pada Masyarakat Entikong Wilayah Perbatasan Indonesia-Malaysia)”
Temuan dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa: tantangan penguatan komitmen kebangsaan untuk membangun karakter warga negara pada masyarakat perbatasan di Entikong wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia adalah komitmen kebangsaan masyarakat disana yang relatif masih rendah.
Lemahnya pemahaman komitmen kebangsaan pada masyarakat perbatasan, hal itu karena kurangnya perhatian pemerintah. Masalah pendidikan dan pembangunan insfrastruktur yang kurang mendapat perhatian, pemanfaatan sumber daya yang belum sepenuhnya untuk kemakmuran rakyat. Tantangan lain muncul dari luar, yakni pengaruh komunikasi antar-budaya, masuknya kebudayaan negara lain dan produk-produk asing. Karakteristik bauran budaya pada masyarakat perbatasan dalam konteks pembangunan karakter bangsa masih dipengaruhi oleh budaya negara tetangga yang aksesnya lebih mudah dan menjamin kehidupan yang lebih baik. Alternatif pemecahan masalah untuk pengingkatan karakter kebangsaan masyarakat Entikong, adalah sebagai berikut, yakni: peningkatan mutu pendidikan, pembangunan sarana dan prasarana, memajukan sektor ekonomi, mengadakan kegiatan yang melibatkan masyarakat, melestarikan adat istiadat dan nilai-nilai kearifan lokal, serta memperingati hari-hari besar nasional.
ABSTRACT
The study is titled: "Challenges of Strengthening Commitment To Building Character Nationality Nationals At Border Community (Case Study In Border Area Community Entikong Indonesia-Malaysia)". As for the formula, namely: 1) How does the challenge of strengthening national commitment to build the character of citizens in border communities?, 2) How do the characteristics of border cultural mix in the context of national character?, 3) How the solutions for improving the character of the community citizens Entikong border region Indonesia - Malaysia?
Theory of nationality according to Ernest Renan, a nation which is to establish the principle of precedence is the desire to live together. In other words, all the heritage and glory and suffering experienced in the past with an authorized capital to build unity in the future. Because a nation is a strong unity because of the suffering in the past .
This research uses the case study method, because it is intended to reveal and understand the realities that occur in the field. While the approach used is qualitative approach , in order to better understand the depth of the challenge of strengthening the National Commitment To Building Character Nationals At Border Community (Case Study In Border Area Community Entikong Indonesia - Malaysia)".
The findings of the research, it can be concluded that: the challenge of strengthening national commitment to build the character of citizens in border communities in Entikong Indonesia-Malaysia border region is a national commitment to the people there who are still relatively low.
Weak understanding of our national commitment to border communities , it is because of the lack of government attention. Education and infrastructure development issues that have received less attention , resource utilization is not fully to the prosperity of the people. Another challenge arises from the outside, the effect of inter-cultural communication , the inclusion of other countries and cultures of foreign products. Characteristics of the cultural mix of border communities in the context of the development of the nation's character is influenced by the neighboring cultures to which access easier and ensure a better life . Alternative solutions for improving public Entikong national character, is as follows, namely: improving the quality of education, infrastructure development, promote economic sector, carrying out activities involving the public, preserve the customs and values of local wisdom, as well as commemorate the days national large.
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang Penelitian ...1
B. Rumusan Masalah ...8
C. Tujuan Penelitian...9
D. Manfaat Penelitian...9
E. Struktur Organisasi Tesis ...10
BAB II KAJIAN PUSTAKA ...11
A. Penelitian Terdahulu...11
B. Tinjauan Tentang Komitmen Kebangsaan... ...14
1. Pengertian dan Sejarah Kebangsaan atau Nasionalisme...14
2. Kebangsaan –Nasionalisme Indonesia dalam prospektif Global dan lokal ...20
3. Karakteristik Kebangsaan – Nasionalisme...21
4. Pembentukan Kebangsaan – Nasionalisme...23
5. Kebangsaan – Nasionalisme dalam Benturan Peradaban...25
6. Komitmen Kebangsaan Masyarakat Entikong...30
C. Tinjauan Tentang Karakter... ...31
3 Ciri / Kriteria Masyarakat yang Baik...40
E. Pembinaan Karakter Kebangsaan Masyarakat Entikong...43
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...49
A. Lokasi dan Subjek Penelitian ...49
1. Lokasi Penelitian ...49
2. Subjek Penelitian...50
B. Metodelogi Penelitian ... 52
1. Metode Penelitian... 52
2 Pendekatan Penelitian...53
C. Definisi Operasional...54
1. Komitmen Kebangsaan atau Nasionalisme...54
2. Karakter ...55
H. Tahap-Tahap Pelaksanaan Penelitian Dilapangan...72
2. Tahap Eksporasi...73
3. Tahap Member Chek...73
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...75
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian...75
1. Profil Singkat Kecamatan Entikong Kabupaten Sanggau....75
2. Gambaran Wilayah Kecamatan Entikong Kabupaten Sanggau...76
3. Gambaran Umum Kehidupan Masyarakat Setempat...76
a. Pemerintahan ...76
2. Karakteristik Bauran Budaya Perbatasan Dalam Konteks Pembangunan Karakter Kebangsaan...85
3. Alternatif Pemecahan Masalah Bagi Peningkatan Karakter Kebangsaan Masyarakat Entikong Wilayah Perbatasan Indonesia...92
C. Pembahasan Hasil Penelitian...97
1. Tantangan Penguatan Komitmen Kebangsaan Pada Masyarakat perbatasan...97
2. Karakteristik Bauran Budaya Perbatasan Dalam Konteks Pembangunan Karakter Kebangsaan...104
3. Alternatif Pemecahan Masalah Bagi Peningkatan Karakter Kebangsaan Masyarakat Entikong Wilayah Perbatasan Indonesia...112
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...123
1. Kesimpulan Umum...123
2. Kesimpulan Khusus...123
B. Saran...124
DAFTAR PUSTAKA...126
BAB 1 PENDAHULUAN
Pada bab ini peneliti akan menyajikan terkait dengan latar belakang maslah yang ada
di lapangan yang membuat peneliti tertarik melakukan penelitian, kemudian
dilanjutkan dengan rumusan masalah, tujuan penelitian, mamfaat penelitian, dan
struktur organisasi tesis.
A. Latar Belakang Penelitian
Bangsa Indonesia yang berada di bawah naungan Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) kini telah berusia lebih dari 67 tahun sejak kemerdekaannya
tanggal 17 Agustus 1945, sampai saat ini masih dihadapkan pada sebuah tantangan
besar yakni bagaimana mempertahankan bangsa Indonesia dalam mengisi dan
mempertahankan kemerdekaanya. Sebagai sebuah negara yang terdiri atas
beranekaragam suku,agama dan ras, serta wilayahnya yang sangat luas terdiri atas
ribuan pulau, bangsa Indonesia harus tetap memiliki daya pengikat yang dapat
mempererat persatuan dan kesatuan bangsa, yaitu nasionalisme.
Perbatasan negara merupakan manifestasi utama kedaulatan wilayah suatu
negara. Perbatasan suatu negara mempunyai peranan penting dalam penentuan batas
wilayah kedaulatan, pemanfaatan sumber daya alam, menjaga keamanan dan
keutuhan wilayah. Penentuan perbatasan negara dalam banyak hal ditentukan oleh
proses historis, politik, hukum nasional dan internasional. Dalam konstitusi suatu
negara sering dicantumkan pula penentuan batas wilayah.
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara dan dalam
kedualatan suatu negara yang didasarkan atas hukum internasional”. Sedangkan pasal 1 ayat (2) “Kawasan Perbatasan adalah bagian dari Wilayah Negara yang terletak di sisi dalam sepanjang batas wilayah Indonesia dengan nagara lain, dalam batas
wilayah negara di darat, kawasan perbatasan berada di Kecamatan”.
Definisi batas wilayah dan kawasan perbatasan di atas, sebenarnya memberikan
gambaran bahwa wilayah perbatasan pada hakekatnya merupakan bagian integral dari
pembangunan nasional, mempunyai nilai strategis dalam mendukung keberhasilan
pembangunan nasional.
Wilayah perbatasan, akan berimplikasi kepada hubungan dengan negara
tetatangga. Terkait hal ini, dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 34
tahun 2012 pasal 1 ayat (4) tentang Tunjangan Khusus Wilayah Pulau-Pulau Kecil
Terluar Dan/Atau Wilayah Perbatasan Bagi Pegawai Negeri Pada Kepolisian Negara
Republik Indonesia Yang Bertugas Secara Penuh Pada Wilayah Pulau-Pulau Kecil
Terluar Dan/Atau Wilayah Perbatasan, mendefinisikan wilayah perbatasan, yakni “Wilayah perbatasan adalah wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang secara geografis bersinggungan langsung dengan garis batas antarnegara yang
meliputi kawasan perbatasan darat dengan Malaysia, Timor Leste, dan Papua
Nugini”.
Peraturan tersebut secara teoritis, perbatasan memiliki fungsi yang sangat
krusial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Setidaknya terdapat 5 (lima)
fungsi perbatasan negara: pertama sebagai garis pertahanan suatu negara; kedua
sebagai pelindung kegiatan ekonomi dalam wilayah; ketiga fungsi hukum; empat
batas wilayah kekuasaan negara, dan kelima, sebagai aspek kepentingan suatu negara.
Fungsi-fungsi tersebut di atas, memperjelas bahwa ketahanan wilayah
perbatasan perlu mendapatkan perhatian secara sungguh-sungguh karena kondisi tersebut akan mendukung ketahanan nasional dalam kerangka NKRI. Keamanan
berbatasan langsung dengan negara lain. Kesadaran akan adanya persepsi wilayah
perbatasan antar negara telah mendorong para birokrat dan perumus kebijakan untuk
mengembangkan suatu kajian tentang penataan wilayah perbatasan yang dilengkapi
dengan perumusan sistem keamanannya.
Pertahanan dan keamanan nasional di wilayah perbatasan yang perlahan
mengancam kedaualatan negara, semakin diperparah lagi dengan berbagai dampak
yang ditimbulkan oleh globalisasi. Dalam memasuki era globalisasi ini, mau tidak
mau bangsa kita harus mampu berkompetisi di dunia yang cenderung tanpa batas.
Globalisasi identik dengan konsep pengurangan kedaulatan sebuah negara,
penghilangan batas wilayah sebuah negara, kecanggihan teknologi, penyempitan
ruang dunia dan pengembangan transaksi perdagangan berdasarkan kepada pemikiran
perdagangan bebas.
Menurut Cohen dan Kennedy (Setiadi, Elly M., dan Setiadi, Usman (2010:
688-689) berpendapat bahwa globalisasi dipahami sebagai seperangkat transformasi yang
semakin memperkuat dunia yang meliputi hal-hal berikut:
1. Perubahan dalam konteks ruang dan waktu. Perkembangan produk seperti telepon genggam, televisi satelit, dan internet menunjukan bahwa komunikasi global terjadi demikian cepatnya.
2. Pasar dan produksi ekonomi di negara yang berada menjadi saling tergantung sebagi akibat dari pertumbuhan perdagangan.
3. Peningkatan interaksi kultural melalui perkembangan media massa (terutama televisi, film, musik, dan transmisi berita, dan olah raga internasional).
4. Meningkatnya masalah bersama seperti:ekonomi, lingkungan, permasalahan lazim lainnya seperti berbagai macam penyakit.
Sementara itu, menurut Emanuel Richter John Baylis & Steve Smith. (2001:15)
menyatakan bahwa:
yang mempersatukan dunia. Secara eksplisit menurut beliau bahwa ”die globalisierung...global networking that has welded together previously disparate and isolated communities on this planet into mutual dependence and unity of ‘on world’ (Emanuel Richter, translated from German)
Globalisasi memang menyatukan dunia, seolah tak ada jarak, tetapi globalisasi
pun akan berdampak negatif juga pada kehidupan sebuah bangsa. Seperti yang
dikemukakan (Tilaar (2002:4) bahwa ”dampak negatif globalisasi yang utama ialah
globalisasi akan dapat mengancam budaya bangsa”. Sejalan dengan hal tersebut,
maka masalah nasionalisme bangsa Indonesia sangatlah kompleks, kepercayaan diri
dan kebanggaan akan simbol budaya bangsa sendiri semakin menunjukkan penurunan
akhir-akhir ini.
Semangat nasionalisme pada masyarakat yang tinggal di daerah perbatasan
dengan negara lain yang pada dekade terakhir ini sudah mulai menunjukan gejala
semakin memudar. Hal ini terlihat dari adanya fenomena yang terjadi di lingkungan
masyarakat perbatasan, dengan kehadiran produk-produk negara lain baik secara fisik
maupun non-fisik, serta lemahnya wawasan kebangsaan masyarakat perbatasan
semakin membuktikan lemahnya semangat nasionalisme bangsa.
Salah satu daerah perbatasan yang menjadi kajian dalam penelitian ini adalah
Kecamatan Entikong Kabupaten Sanggau Provinsi Kalimantan Barat. Kondisi
memprihatinkan terkait dengan warga negara Indonesia yang tinggal di Entikong ini
digambarkan dari hail penelitian tentang Perlindungan Anak Berbasis Komunitas di
Wilayah Perbatasan oleh Wismayanti, Yanuar Farida (2012:15), yakni sebagai
berikut:
(menyelam di sungai untuk mencari batu permata atau intan), maupun sebagai buruh ataupun pembantu rumah tangga di Malaysia. Masih adanya pelanggaran atas hak anak, menujukkan belum adanya perlindungan anak atas anak-anak, khususnya yang melibatkan masyarakat dan stakeholder.
Kondisi di atas, bisa jadi karena tidak baiknya proses pendidikan sehingga
pengenalan simbol-simbol kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia seperti
bendera, bahasa, lagu kebangsaan, dan sebagainya sangat minim sekali. Kondisi ini
tidak hanya terjadi pada orang dewasa, namun juga terjadi pada anak-anak usia
sekolah yang bahkan mereka tidak tahu mengenai identitas nasionalnya.
Kejadian yang tidak kalah memprihatinkan pada masyarakat Entikong yaitu
tentang masalah kesehatan. Sebagaimana dikutif dari Republika.co.id, (23 Maret
2013, Soal Berobat, Warga Entikong Pilih ke Malaysia), yakni:
Sejumlah masyarakat Entikong, Kalimantan Barat, lebih memilih berobat lanjutan ke Kuching, Malaysia, dibanding ke Kota Sanggau. Penyebabnya yakni lokasi yang jauh dari rumah sakit rujukan dan akses infrastruktur yang buruk."Masyarakat yang dirujuk dari puskesmas ke RSUD Sanggau, lebih memilih berobat ke Malaysia," kata Kepala Puskesmas Entikong Hidayat Samiaji.
Peristiswa di atas merupakan sebuah bukti bahwa tidak ada upaya pemerintah
secara maksimal dalam memperhatikan masyarakat perbatasan. Karakteristik gaya
hidup yang penuh persaingan sehingga masyarakat dipaksa untuk membenahi diri dan
mengikuti perubahan yang sangat cepat. Sementara itu, kebutuhan pokok yang
terabaikan sehingga perlahan memperlemah nilai nasionalisme anak negeri. Seperti
apa yang dikemukakan Komalasari (2007:554) bahwa:
Ancaman akan nasionalisme muncul dari masyarakat dalam ruang yang lebih
sempit, yaitu suatu sifat kedaerahan atau nasionalisme yang sempit berupa kesukuan.
Sementara itu, Tilaar (2002:1) mengatakan bahwa “perubahan global yang sedang
terjadi kini merupakan suatu revolusi global yang melahirkan suatu gaya hidup (a
new life style)”. Gaya hidup global cepat diserap oleh masyarakat akibat majunya arus
informasi yang dihasilkan oleh teknologi. Namun sebaliknya, simbol budaya asing
justru lebih diminati dan semakin populer di kalangan generasi muda saat ini.
Interaksi tanpa batas yang terjadi pada generasi muda dengan warganegara lain
membawa dampak yang dapat mempengaruhi pola pikir, sifat dan perilaku mereka
baik kearah positif maupun negatif.
Ini berarti manusia Indonesia harus dipersiapkan untuk menghadapi
masyarakat global. Sementara itu, di daerah-daerah, pemerintah tidak siap untuk
melaksanakan desentarlisasi, yang pada akhirnya dapat mengakibatkan pada
terbentuknya suatu kelompok yang tidak lagi sebagai masyarakat bangsa Indonesia,
melainkan masyarakat yang terkotak-kotak berbasiskan etnis, agama,suku, ras dan
sebagainya.
Kegagalan dalam menjalankan dan mendistribusikan output dalam berbagai
agenda pembangunan nasional secara lebih adil akan berdampak negatif pada
persatuan dan kesatuan bangsa. Di satu sisi sebagaimana kita ketahui bahwa Negara
Indonesia yang terdiri atas beranekaragam suku, agama dan ras sangat rentan menjadi
ancaman terhadap nasionalisme. Menurut Liliweri (2005:5) menyakatan bahwa:
suka atau tidak suka, entah dengan alasan teoritis maupun ilmiah, gambaran tentang perbedaan yang sedang kita alami dalam masyarakat mengungkapkan bahwa dari dasar-dasarnya berasal dari kelompok tertentu yang kita sebut kelompok etnik.
Letak wilayah Kalimantan Barat yang berbatasan langsung dengan Negara
nasionalisme anak bangsa, terutama anak-anak yang merupakan bagian dari
masyarakat di daerah yang berbatasan langsung dengan negara lain. Mereka bisa kena
pengaruh bangsa lain, atau terjebak oleh rasa ke daerahan karena etni mereka sendiri.
Nasionalisme sebuah bangsa menentukan arah pergerakan bangsa tersebut
kepada pilihan yang lebih buruk atau lebih baik. Tanpa adanya nasionalisme, tidak
akan ada visi, tidak akan ada kedaulatan, dan tidak akan ada perubahan positif bagi
bangsa ini. Untuk itulah nasionalisme dan semangat kebangsaan perlu dibina, baik
oleh individu warganegara maupun pemerintah. Sebab nasionalisme dan semangat
kebangsaan tidak dapat terpelihara dengan sendirinya, melainkan perlu pembinaan
secara berkesinambungan dari berbagai pihak, baik individu, kelurga, sekolah
maupun masyarakat.
Daerah perbatasan khususnya perlu mendapat pembinaan yang
berkesinambungan. Bagi masyarakat daerah perbatasan semangat nasionalisme yang
semakin menurun akibat pengaruh kosmopolitanisme dan etnisitas adalah hal utama
yang harus mendapat perhatian. Dalam kaitannya dengan hal ini, Tri Poetranto dalam
Buletin Puslitbang Strahan Balitbang Dephan (2008:4-6) mengemukakan nilai
strategis mengapa daerah perbatasan perlu diperhatikan pembinaanya, antara lain:
1. Daerah perbatasan mempunyai pengaruh penting bagi kedaulatan negara; 2. Daerah perbatasan merupakan faktorp endorong bagi peningkatan
kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat sekitarnya;
3. Daerah perbatasan mempunyai keterkaitan yang saling mempengaruhi dengan kegiatan yang dilaksanakan diwilayah lainnya yang berbatasan dengan
wilayah maupun antar negara; dan
4. Daerah perbatasan mempunyai pengaruh terhadap kondisi pertahanan dan keamanan, baik skala regional maupun nasional
Di sisi lain, semangat nasionalisme dalam suatu bangsa yang terbangun sejak
zaman kemerdekaan lalu masih tetap relevan dengan dunia masa kini. Bagi Indonesia,
rumusan paham kebangsaan nasional Indonesia telah tercantum dengan jelas dalam
kebangsaan yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur, membina
persahabatan dalam pergaulan antar bangsa, menciptakan perdamaian dunia yang
berlandaskan keadilan, serta menolak penjajahan dan segala bentuk eksploitasi yang
bertentangan dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Upaya mengembangkan paham kebangsaan itu dengan sendirinya akan
menyesuaikan diri dengan tantangan perubahan zaman. Namun, esensinya sama
sekali tidak berubah. Nasionalisme harus memperkuat posisi ke dalam dengan
memelihara dan mempertahankan kedaulatan dan integritas wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.Nasionalisme yang harus dibangkitkan kembali adalah
nasionalisme yang diarahkan untuk mengatasi semua permasalahan, bagaimana bisa
bersikap jujur, adil, disiplin, berani melawan kesewenang-wenangan, tidak korup,
toleran, dan lain-lain.
Pada umumnya daerah pebatasan belum mendapat perhatian secara
proporsional. Kondisi ini terbukti dari kurangnya sarana prasarana pengamanan
daerah perbatasan dan aparat keamanan di perbatasan.
Daerah perbatasan merupakan kawasan khusus sehingga dalam penangannya
memerlukan pendekatan yang khusus pula. Hal ini disebabkan karena semua bentuk
kegiatan atau aktifitas yang ada didarah perbatasan apabila tidak dikelola akan
mem-punyai dampak ditingkat regional maupun internasional, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Permasalahan yang timbul sering dikarenakan adanya kesan
jenjang sosial di dalam masyarakat, hal semacam inilah yang perlu untuk dihindari
terutama bagi masyarakat di daerah perbatasan. Pena-nganan yang mungkin
dilakukan adalah secara adat, tetapi apabila sudah menyangkut stabilitas dan
keamanan nasional maka hal tersebut akan menjadi urusan pemerintah.
Kebangsaan Untuk Membangun Karakter Warga Negara Pada Masyarakat Perbatasan
(Studi Kasus Pada Masyarakat Entikong Wilayah Perbatasan Indonesia-Malaysia )”.
B. Rumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan suatu masalah pokok atau fokus penelitian yakni” Bagaimanakah Tantangan Penguatan Komitmen Kebangsaan Untuk Membangun Karakter Warga Negara Pada Masyarakat Perbatasan
agar penelitian ini lebih terarah dan memudahkan dalam penganalisasan terhadap
hasil penelitian,maka masalah pokok tersebut di jabarkan dalam sub-sub masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana tantangan penguatan komitmen kebangsaan untuk membangun
karakter warga negara pada masyarakat perbatasan ?
2. Bagaimana karakteristik bauran budaya perbatasan dalam konteks pembangunan
karakter kebangsaan?
3. Bagaimana alternatif pemecahan bagi peningkatan karakter warga negara
masyarakat Entikong wilayah perbatasan Indonesia – Malaysia ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Secara umum, penelitian ini bertujuan menggali, mengkaji dan
mengungkapkan Bagaimanakah Tantangan Penguatan Komitmen Kebangsaan
Untuk Membangun Karakter Warga Negara Pada Masyarakat Perbatasan.
2. Tujuan Khusus
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan dan
a. Tantangan penguatan komitmen kebangsaan untuk membangun karakter
warga negara pada masyarakat perbatasan
b. karakteristik bauran budaya perbatasan dalam konteks pembangunan karakter
kebangsaan
c. Alternatif pemecahan bagi peningkatan karakter warga negara masyarakat
Entikong wilayah perbatasan Indonesia – Malaysia.
D. Mamfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan mamfaat baik secara keilmuan
(teoritik) maupun secara empirik (praktis). Secara teoritik, penelitian ini akan
menggali dan mengungkapkan Tantangan Penguatan Komitmen Kebangsaan Untuk
Membangun Karakter Warga Negara Pada Masyarakat Perbatasan (Studi Kasus Pada
Masyarakat Entikong Wilayah PerbatasanIndonesia-Malaysia)
Dari temuan tersebut di harapkan dapat memberikan mamfaat bagi berbagai
pihak, terutama sebagaimana yang diuraikan berikut:
1. Manfaat Praktis
a. Para akademisi atau komunitas akademik, khususnyadalam bidang pendidikan
kewarganegaraan sebagai bahan kontribusi kearah sejauhmana penguatan
komitmen kebangsaan untuk membangun karakter warganegara pada
masyarakat perbatasan.
b. Bagi masyarakat perbatasan hendaknya lebih cinta tanah air dan bangsa.
c. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi
pemerintah daerah maupun pemerintah pusat agar senantiasa memperhatikan
2. Manfaat Teoritis
Dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan, khususnya bidang
pendidikan karakter untuk menambah wawasan pengetahuan, memperoleh
pengalaman baru, serta menambah khasanah pustaka.
E. Struktur Organisasi Tesis
Sebagai pendahuluan, Bab 1 menyajikan latar belakang permasalahan, memberi
konteks munculnya masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, mamfaat penelitian,
dan struktur organisasi tesis.
Dalam Bab 11, disajikan kajian pustaka. Kajian pustaka berisi tentang diskripsi,
analisis konsep, teori- teori dan penelitian terdahulu yang relevan mengenai
komitmen kebangsaan, karakter warganegara masyarakat perbatasan.
Dalam Bab 111, mengenai metodologi penelitian menguraikan lokasi dan
subjek penelitian, metode penelitian, pendekatan penelitian, definisi operasional,
teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.
Bab IV, pembahasan hasil penelitia: gambaran objek penelitian, gambaran
umum hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian.
49
Syarif Firmansyah, 2013
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
Pada bab ini akan dipaparkan mengenai metodologi penelitian yang
mencakup lokasi dan subjek penelitian, pendekatan dan metode penelitian,
definisi oprasional, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis
data, uji validitas data penelitian serta tahap-tahap pelakasanaan penelitian di
lapangan.
A. Lokasi dan Subjek Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Lokasi dalam penelitian ini kecamatan Entikong, Kabupaten Sanggau,
Propinsi Kalimantan Barat. Wilayah ini dipilih karena sangat strategis
menyangkut banyak aspek salah satunya secara geografis terletak pada bagian
depan Kabupaten Sanggau yang berbatasan langsung dengan negara bagian
Serawak Malaysia Timur, terletak pada jalur Trans Borneo yang menghubungkan
Serawak, Sabah, dan Brunei Darussalam.
Pemilihan lokasi di atas karena peneliti mengacu pada apa yang
dikemukakan oleh Nasution (2003 : 43), yakni:
50
Syarif Firmansyah, 2013
Dari pendapat di atas terkait lokasi, maka lokasi dalam peneltian ini juga
didukung dengan kondisi sosial ekonomi (masyarakat yang hampir keseluruhan
bermata pencarian sebagai petani), tingkat pendidikan (sebagian besar masyarakat
berpendidikan SD dan SMP), agama (sebagian besar masyarakat beragama
Khatolik dan Islam) dan bidang kesejahteraan rakyat (jumlah sarana prasarana
pendidikan, jumlah tenaga guru yang tidak memadai dibandingkan dengan jumlah
siswa yang ada diwilayah setempat. Hal ini terjadi dikarenakan berbagai macam
faktor salah satunya adalah mengenai transportasi dan keadaan wilayah yang
belum memadai untuk menghubungkan ibukota kecamatan ke desa sekitarnya).
2. Subjek Penelitian
Penelitian ini tergolong penelitian kualitatif, maka subjek penelitiannya
merupakan pihak- pihak yang menjadi sasaran penelitian atau sumber yang dapat
memberikan informasi yang dipilih secara purposif bertalian dengan tujuan
tertentu. Adapun pihak-pihak yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah:
a. Tokoh Adat
Tokoh adat dipilih sebagai responden karena peneliti membutuhkan
informasi mendalam terkait dengan kondisi mayarakat perbatasan di Entikong.
Tokoh adat di daerah memiliki pengaruh yang cukup besar di kalangan masyakat sekitarnya. Adapun tokoh adat yang berhasil diwawancarai sebanyak 2 orang
51
Syarif Firmansyah, 2013
b. Anggota Masyarakat
Anggota Masyarakat dipilih sebagai responden karena peneliti
membutuhkan informasi mendalam keadaan mayarakat perbatasan di Entikong.
Adapun tokoh masyarakat yang berhasil diwawancarai yakni: Ahmad Jaelani,
Vivi Marta.
c. Tokoh Agama
Tokoh agama dipilih sebagai responden karena peneliti membutuhkan
informasi mendalam terkait dengan kondisi mayarakat perbatasan di Entikong.
Tokoh agama sama halnya dengan tokoh adat di daerah yang memiliki pengaruh
yang cukup besar di kalangan masyakat sekitarnya. Adapun tokoh adat yang
berhasil diwawancarai yakni:. Muhimah dan Subur (Islam) dan Petrus (Tokoh
Agama Katolik).
d. Tokoh Pendidikan
Tokoh pendidikan yang dipilih sebagai responden dikarenaka peneliti
membutuhkan informasi mendalam terkait dengan kualitas pendidikan pada
masyarakat Entikong. Adapun tokoh pendidikan yang dimaksuda adalah mereka
para guru, diantaranya: Winda Hayani dan Zaenal Abidin.
e. Pemerintah (Pegawai Kecamatan)
Pemerintah dalam hal ini pegawai kecamatan sangat dibutuhkan karena informasi dari pemerintah sangat berharga dalam peneltian ini. Adapun pegawai
52
Syarif Firmansyah, 2013
Dalam kaitannya dengan subjek penelitian, terdapat beberapa kriteria yang umumnya digunakan, yakni “latar (setting), para pelaku (actors), peristiwa- peristiwa (events) dan proses (process). (Miles dan Huberman, 2007). Latar,
adalah situasi dan tempat berlangsungnya proses pengumpulan data, yakni
lingkungan kecamatan Entikong kabupaten Sanggau propinsi Kalimantan barat.
Pelaku, yang dimaksud adalah anggota dari masyarakat selaku pelaksana
kegiatan. Peristiwa, yang dimaksud adalah hal- hal yang berkaitan dengan
pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat di kecamatan Entikong
kabupaten Sanggau propinsi Kalimantan Barat. Proses, yang dimaksud adalah
wawancara peneliti dengan subjek penelitian yang berkenaan dengan pendapat
dan pandangannya terhadap fokus masalah dalam penelitian ini.
Selain tokoh-tokoh di atas, penelitian ini pun menyertakan dokumen-
dokumen sebagai subjek penelitian yang dapat dijadikan sebagai penunjang data
dalam penelitian serta data- data dari sumber lain menunjang keberhasilan
penyelidikan dalam penelitian ini.
B.Metodologi Penelitian
1. Metode penelitian
Penelitian ini menggunakan metode studi kasus, karena dimaksudkan untuk
mengungapkan dan memahami kenyataan-kenyataan yang terjadi di lapangan lebih
jelasnya penelitian merupakan studi kasus pada masyarakat Entikong wilayah
perbatasan Indonesia-Malaysia. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh S.
53
Syarif Firmansyah, 2013
Studi kasus atau case study adalah untuk penelitian yang mendalam tentang suatu aspek lingkungan sosial termasuk manusia di dalamnya. Case study dapat dilakukan terhadap seorang individu, kelompok atau suatu golongan manusia lingkungan hidup manusia atau lembaga sosial.
Sedangkan menurut Maxfield (dalam Nazir, 19983:66) studi kasus atau case
study adalah :
Penelitian tentang status subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas. Yang subjek penelitiannya dapat berupa individu, kelompok, lembaga, maupun masyarakat. Sehingga dapat memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat serta karakter-karakter yang khas dari kasus, yang kemudian dari sifat-sifat khas di atas akan dijadikan suatu hal yang bersifat umum.
Sehingga, motede studi kasus ini, lebih luas dan mendalam, serta mampu
mengungkapkan kajian tentang tantangan penguatan komitmen kebangsaan untuk
membangun karakter warga negara pada masyarakat pebatasan.
2. Pendekatan penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yakni tentang Tantangan
Penguatan Komitmen Kebangsaan Untuk Membangun Karakter Warga Negara
Pada Masyarakat Perbatasan (Studi Kasus Pada Masyarakat Entikong Wilayah
Perbatasan Indonesia-Malaysia)” . Menurut Creswell (1998), mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai berikut:
54
Syarif Firmansyah, 2013
menganalisis kata-kata melaporkan pandangan-pandangan para informan secara rinci dan melakukan penelitian dalam situasi alamiah.
Sedangkan menurut Nasution (1996:18) penelitian kualitatif disebut juga dengan “penelitian naturalistik”. Disebut kualitatif karena sifat data yang dikumpulkan bercorak kualitatif, bukan kuantitatif, karena tidak menggunakan
alat-alat pengukur. Disebut naturalistik karena situasi lapangan penelitian bersifat natural
atau wajar, sebagaimana adanya tanpa dimanipulasi, diatur dengan eksperimen atau
tes.
Oleh karena data yang hendak diperoleh dari rencana penelitian tesis bersifat
kualitatif berupa deskripsi analitik tentang suatu peristiwa yang diambil dari situasi
yang wajar, maka dibutuhkan ketelitian dari peneliti untuk dapat mengamati secermat
mungkin aspek-aspek yang diteliti, dari hal tersebut terlihat disini bahwa peranan
peneliti utama (key instrument) yang mengadakan sendiri pengamatan atau
wawancara berstruktur. Senada dengan pemaparan di atas dalam kaitan ini Nasution
(1996:9) mengemukakan bahwa :
“Hanya manusia sebagai instrumen yang dapat memahami makna interaksi antar manusia, membaca gerak muka, menyelami perasaan dan nilai yang terkandung dalam ucapan atau perbuatan responden. Walaupun digunakan alat rekam atau kamera peneliti tetap memegang peran sebagai alat peneliti” Sebagai mana pula dalam rencana penelitian tesis, penulis sebagai instrumen
utama yang berusaha mengungapkan data secara mendalam dengan dibantu oleh
beberapa teknik pengumpulan data sebagaimana yang dikemukakan oleh Moleong (2005:9) adalah:
55
Syarif Firmansyah, 2013
pelaksanaan, pengumpul data, analisis, penafsiran, dan pada akhirnya ia menjadi pelopor penelitiannya”.
Sehingga dari definisi di atas, penelitian tentang tantang komitmen kebangsaan
pada masyarakat Entikong sangat tepat dengan menggunakan pendekatan kaulitatif.
C.Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan pembatasan tentang hal-hal yang diamati
sebagai konsep pokok dalam penelitian ini adalah :, komitmen kebangsaan atau
nasionalisme, karakter warga negara, masyarakat, wilayah perbatasan.
1. Komitmen Kebangsaan atau Nasionalisme
a. Nasionalisme berasal dari kata “notion”. Nation berasal dari kata “natio” yang berasal dari bahasa latin yang berarti bangsa yang dipersatukan karena persamaan kelahiran. Secara etimologis “natio” berasal dari kata “nasci” yang berati “ di lahirkan”. Nation atau bangsa menurut Ernest Renan adalah kehendak untuk bersatu dan bernegara sedangkan menurut Otto Bauar, yang
dikutif oleh F. Isjwara (1992:92), bangsa adalah suatu persatuan perangai atau
karakter yang timbul karena perasaan senasib.
b. Nasionalisme adalah paham yang meletakkan kesetiaan tertinggi individu yang
harus diberikankepada negara dan bangsanya, dengan maksud bahwa individu
sebagai warga negara memiliki suatu sikap atau perbuatan untuk mencurahkan
segala tenaga dan pikirannya demi kemajuan, kehormatan dan tegaknya
kedaulatan negara dan bangsa.
56
Syarif Firmansyah, 2013
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:445), istilah “karakter” berarti sifat -sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain;
tabiat; watak. Secara umum, istilah “karakter” sering disamakan dengan “temperamen atau watak” yang memberinya sebuah definisi sesuatu yang menekankan unsur psikososial yang dikaitkan dengan pendidikan dan konteks lingkungan. Kita juga bisa
memahami karakter dari sudut pandang behavioral yang menekankan unsur
somatopsikis yang dimiliki sejak lahir. Sehingga menurut Kusuma (2007:80) istilah
karakter dianggap sebagai ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat dari diri seseorang
yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan.
Menurut Q-Anees dan Hanbali (2008:1), bahwa karakter adalah lautan, tak
terselami dan tak dapat diintervensi. Hal ini memperkuat bahwa karakter akan
membedakan seseorang dengan orang lain. Dijelaskan lebih lanjut oleh Q-Anees dan
Hanbali bahwa orang yang memiliki karakter kuat adalah mereka yang tidak mau
dikuasai oleh sekumpulan realitas yang telah ada begitu saja dari sana-nya. Sementara,
orang yang memiliki karakter lemah adalah orang yang tunduk pada sekumpulan
kondisi yang telah diberikan kepadanya tanpa dapat menguasainya. (2008:2)
3. Masyarakat
Masyarakat adalah orang atau manusia yang hidup bersama yang menghasilkan
kebudayaan, keduanya tak dapat pisahkan dan selamanya merupakan dwitunggal, tak
ada masyarakat yang tidak mempunyai kebudayaan dan sebaliknya, tak ada
kebudayaan tanpa masyarakat sebagai wadah dan pendukungnya walaupun secara
teoritis dan kepentingan analistis pengertian kedua istilah tersebut dapat dibedakan dan
dipelajari secara terpisah (Jacobus Ranjabar, 200:6). Pertanyaan yang tepat untuk itu
57
Syarif Firmansyah, 2013
masyarakat petani, masyarakat agama, dan sebagainya. Kata masyarakat juga
dipergunakan untuk keperluan tertentu. Dalam pengertian sosiologi, masyarakat tidak
dipandang sebagai suatu kumpulan individu atau sebagai penjumlahan dari
individu-idividu semata. Masyarakat merupakan suatu pergaulan hidup. Definisi masyarakat
(society), misalnya seperti berikut ini: Mac Iver dan Page (dalam Jacobus Ranjabar,
2006:10) yang mengatakan bahwa masyarakat ialah suatu sistem dari kebiasaan dan
tata cara, dari wewenang dan penggolongan, dari pengawasan tingkah laku serta
kebebasan-kebebasan manusia. Pemerintahan yang kuat adalah pemerintahan mampu
menjalankan tugasnya untuk mengorganisasikan dan mengintegrasikan kegiatan
rakyatnya dan golongan-golongan ke arah tercapainya tujuan-tujuan dari masyarakat
seluruhnya. Sebagaimana dikatakan Laski dalam Miriam Budiarjo (2005), masyarakat
adalah sekelompok manusia yang hidup bersama dan berkerja sama untuk mencapai
keinginan-keinginan mereka bersama (a society is a group of human beings living
together and working together for the satisfaction of their mutual wants). Oleh karena
itu dibutuhkan hubungan yang sinergis antara pemerintah dan masyarakat agar tujuan-
tujuan dari pembangunan bisa tercapai. Hubungan tersebut dapat dijalankan melalui
koordinasi, integrasi, simplifikasi dan sinkronisasi yang baik. Sehingga program dan
kegiatan antara pemerintah pusat dan lokal, atau pemerintah lokal dengan masyarakat
tidak tumpang tindih atau berseberangan.
4. Wilayah perbatasan
a. Wilayah perbatasan adalah suatu daerah yang posisi/letaknya berbatasan lansung secara geografis dengan suatu kawasan (negara) lain. Masyarakat perbatasan adalah
58
Syarif Firmansyah, 2013
golongan sosial, komunitas kelompok dan perkumpulan yang saling berinteraksi
dan memiliki ikatan khusus dan bertempat tinggal di wilayah perbatasan (Gaspersz,
2008).
b. Sedangkan yang dimaksud dengan masyarakat perbatasan di sini adalah
orang-orang (Warga Negara Indonesia) yang merupakan masyarakat bangsa Indonesia
yang bertempat tinggal di wilayah perbatasan Indonesia dengan Malaysia.
Secara sederhana penelitian kualitatif dapat didefinisikan sebagai penelitian yang
dilakukan dalam latar/setting alamiah dengan menggunakan metode yang alamiah pula
(Aliasar 1998 : 4).
Dengan demikian jelas bahwa penelitian yang menggunakan paradigma
kualitatif bertujuan untuk memahami (understanding) makna perilaku, simbol-simbol,
dan fenomena-fenomena. Paradigma penelitian yang penulis kembangkan pada
penelitian tentang Tantangan Penguatan Komitmen Kebangsaan Untuk Membangun
Karakter Warga Negara Pada Masyarakat Perbatasan (Studi Kasus Pada Masyarakat
Entikong Wilayah Perbatasan Indonesia-Malaysia )”
D. Instrumen penelitian
Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti itu sendiri, atau peneliti sebagai
59
Syarif Firmansyah, 2013
Human Instrument ini dibangun atas dasar pengetahuan dan menggunakan metode
yang sesuai dengan tuntutan penelitian.
Hal tersebut sesuai dengan ciri-ciri penelitian kualitatif sebagaimana
dikemukakan oleh Bogdan dan Biklen (1982: 33-36) yaitu:
Riset kualitatif mempunyai latar alami karena yang merupakan alat penting
adalah adanya sumber data yang langsung dari perisetnya. Riset kualitatif itu
bersifat deskriptif. Periset kualitatif lebih memperhatikan proses ketimbang
hasil atau produk semata. Periset kualitatif cenderung menganalisis datanya
secara induktif. Makna merupakan soal essensial untuk rancangan kualitatif.
Hal tersebut diperkuat oleh pendapat Creswell (2010 : 264) bahwa peneliti
terlibat dalam pengalaman yang berkelanjutan dan terus-menerus dengan para
partisipan. Instrumen utama dalam penelitian adalah peneliti sendiri yang terjun
langsung ke lapangan untuk mencari informasi melalui observasi dan wawancara.
Selama proses penelitian peneliti akan lebih banyak menggadakan kontak dengan
orang-orang dilokasi penelitian yaitu lingkungan masyarakat di kecamatan Entikong.
Dengan demikian peneliti lebih leluasa mencari informasi dan data yang terperinci
tentang berbagai hal yang diperlukan untuk kepentingan penelitian
E. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam
penelitian, karena tujuan diadakannya penelitian adalah untuk mendapatkan data.
Menurut Sugiono (2011:225) menyatakan bahwa :
60
Syarif Firmansyah, 2013
pengumpul data, dan sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau dokumen.
Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada natural
setting (kondisi yang alamiah), sumber data primer, dan teknik pengumpulan data
lebih banyak pada observasi berperan serta (participant observation), wawancara
mendalam (in depth interview) dan dokumentasi.
Selanjutnya menurut Catherine Marshall, Getchen B. Rosman (dalam Sugiono, 2011:225) menyatakan bahwa “the fundamental methods relied on by qualitative researcher for gathering information are, participation in the setting,
direct observation, in- depth interviewing, document review”.
Sesuai dengan metode penelitian yang digunakan yaitu pendekatan
naturalistik inquiry dengan tradisi kualitatif. Maka dalam penelitian ini peneliti
sendiri terjun langsung ke lapangan untuk mengumpulkan seluruh data sesuai
dengan fokus penelitian. Sesuai dengan peranan peneliti sebagai alat penelitian
yang utama, maka peneliti dapat melakukan sendiri pengamatan dan wawancara
tak berstuktur kepada infroman yakni anggota masyarakat di kecamatan Entikong
serta melakukan studi dokumentasi, studi literatur dan triangulasi data.
1. Observasi partisipatif
61
Syarif Firmansyah, 2013
menjadwal untuk mengunjungi daerah-daerah yang dianggap sebagai daerah yang
cukup memberikan informasi akurat.
Sebagaimana menurut Sugiono (2011:227) menyatakan “dalam observasi partisipatif peneliti terlibat dalam kegiatan sehari- hari orang yang sedang diamati
atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian”. Artinya sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data. Dengan
observasi ini diharapkan data yang diperoleh akan lengkap, tajam dan sampai
mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang nampak.
Cara seperti itu memungkinkan sebagaimana dikemukakan Patton
(2009:131-132), bahwa pengamatan berperan serta dapat dilakukan dengan empat cara. Pertama,
pengamatan berperan serta secara lengkap (complete participant). Dalam peran ini,
aktivitas peneliti sepenuhnya menjadi anggota dari kelompok yang diamati. Dengan
cara demikian, seorang peneliti dapat memperoleh semua informasi dan subjek
penelitian, termasuk yang rahasia sekalipun.
Kedua, berperan serta sebagai pengamat (participant as observer). Dalam peran
ini, peneliti masuk ke dalam kelompok subjek penelitian tidak sepenuhnya,
melainkan sekadar sebagai pengamat, sehingga keberadaannya dalam kelompok
tersebut berpura-pura. Peran yang demikian konsekuensinya sering terbatas untuk
mendapatkan seluruh informasi yang ada, terutama yang bersifat rahasia.
Ketiga, peneliti berperan sebagai pengamat yang berperan serta (observer as
62
Syarif Firmansyah, 2013
penelitian. Peran ini memungkinkan bagi peneliti untuk memperoleh data dan
informasi yang diperlukan, termasuk informasi yang rahasia sekalipun.
Keempat, peneliti berperan sebagai pengamat penuh (complete observer). Peran
ini dilakukan peneliti secara bersembunyi dan tidak langsung dalam arti terjun ke
lapangan tapi bukan sebagai identitas peneliti melainkan dengan cara sebagai warga
masyarakat juga, dengan cara seperti ini pengamat dengan leluasa melihat setiap
aktivitas dan prilaku yang diteliti.
Berdasarkan paparan diatas peneliti melakukan observasi dengan cara
mengamati apa yang dikerjakan orang, mendengarkan apa yang mereka ucapkan, dan
ikut berpartisipasi dalam aktivitas yang mereka kerjakan. Alasan peneliti melakukan
observasi adalah untuk memperoleh informasi seutuh mungkin tentang tantangan
penguatan komitmen kebangsaan untuk membangun karakter warga negara pada
masyarakat perbatasan .
2. Wawancara yang Mendalam.
Wawancara yang berhasil dilakukan oleh peneliti selama melaksanakan
penelitian, mendapatkan informasi yang cukup mendalam dari tokoh adat, tokoh
agama, tokoh pendidikan, anggota masyarakat dan pemerintah (pegawai Kecamatan
Entikong). Wawancara pada dasarnya adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh
pewawancara (Interviewer) untuk memperoleh informasi dari terwawancara
(Suharsimi Arikunto 1996:144). Teknik wawancara ini dilakukan secara langsung
63
Syarif Firmansyah, 2013
Menurut Esterberg 2002 (dalam Sugiono, 2011;231) mendefinisikan interview sebagai: “a meeting of two person to exchange information and idea through question and responses, resulting ini communication and join construction of meaning about a particular topic”. Wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam
suatu topik.
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa wawancara adalah suatu
kegiatan yang dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung antara dua orang
untuk memperoleh informasi tertentu. Maksud dilakukannya wawancara tersebut
antara lain untuk membuat suatu konstruksi mengenai orang, peristiwa, aktivitas,
motifasi, perasaan dan lain sebagainya. Adapun yang menjadi informan dalam
penelitian ini adalah para tokoh masyarakat setempat .
Dengan menggunakan teknik wawancara data yang belum jelas berupa ucapan,
pikiran, gagasan, perasaan dan tindakan dari masyarakat dapat terungkap oleh peneliti
secara akurat. Data yang dikumpulkan melalui wawancara yang dilakukan peneliti
ada yang bersifat verbal ada pula yang bersifat non-verbal. Data verbal yang
diperoleh melalui percakapan atau tanya jawab yang ditulis dan direkam dengan
persetujuan responden itu sendiri.
Menurut Sugiono (2011: 239) supaya hasil wawancara dapat terekam dengan
baik, dan peneliti memiliki bukti telah melakukan wawancara kepada informan atau
sumber data, maka diperlukan bantuan alat- alat sebagai berikut :
1) Buku catatan: berfungsi untuk mencatat semua percakapan dengan sumber
64
Syarif Firmansyah, 2013
2) Tape recorder: berfungsi untuk merekam semua percakapan atau
pembicaraan. Penggunaan tape recorder dalam wawancara perlu member
tahu kepada informan apakah dibolehkan atau tidak.
3) Kamera : untuk memotret kalau peneliti sedang melakukan pembicaraan
dengan informan atau sumber data.
Wawancara tatap muka dilakukan secara langsung antara peneliti dan
narasumber secara dialogis, tanya jawab, diskusi dan melalui cara lain yang dapat
memungkinkan diperolehnya informasi yang diperlukan. Wawancara ini bertujuan
untuk menggali data dan informasi dari subjek penelitianyang berkaitan dengan
item-item pertanyaan penelitian. Dalam kaitannya dengan penelitian ini, maka yang
menjadi terwawancara(interviewee) adalah para tokoh masyarakat setempat,
pedagang dan pejabat pemerintahan setempat.
3. Studi Dokumentasi.
Dokumentasi yang berhasil didapat oleh peneliti, sebagain besar
dokumen-dokumen berudap data dari kantor Kecamatan Entikong. Dokumentasi dilakukan
untuk mengungkap data berupa administrasi serta bagian-bagian data yang
terdokumentasi. Menurut S. Nasution (2003:85) bahwa dokumentasi merupakan sumber bukan manusia “non human resources” yang dapat dimanfaatkan karena memberikan keuntungan yaitu bahannya telah ada, telah tersedia, siap pakai dan
65
Syarif Firmansyah, 2013
Studi dokumentasi merupakan salah satu sumber data penelitian kualitatif yang
sudah lama digunakan, karena sangat bermanfaat. Cresswell (2010: 269- 270)
menyatakan bahwa:
Pengumpulan data dalam kualitatif melalui dokumen dapat dilakukan melalui dokumen publik (seperti koran, majalah, laporan kantor) ataupun dokumen privat (buku harian, diary, surat, email) dan materi audio visual berupa foto, objek-objek, seni, video tape atau segala jenis suara atau bunyi.
Dokumen dan catatan merupakan sumber informasi yang sangat berguna. Ada
beberapa alasan menggunakan dokumen dan catatan, seperti dikemukakan oleh
Lincoln dan Guba (1985:276-277) antara lain sebagai berikut :
a) Dokumen dan catatan selalu dapat digunakan terutama karena mudah
diperoleh dan relatif mudah
b) Merupakan sumber informasi yang mantap, baik dalam pengertian
merefleksikan situasi secara akurat maupun dapat dianalisis ulang tanpa
melalui perubahan didalamnya.
c) Dokumen dan catatan merupakan informasi yang kaya
d) Keduanya merupakan sumber resmi yang tidak dapat disangkal, yang
menggambarkan formal
e) Tidak seperti pada sumber manusia, baik dokumen maupun catatan
non-reactive, tidak memberi reaksi/respon atas perlakuan peneliti. Meskipun
istilah dokumen dan catatan seringkali digunakan untuk menunjukkan
satu arti, tetapi pada dasarnya kedua istilah tersebut mempunyai arti yang
66
Syarif Firmansyah, 2013
Menurut Lincoln dan Guba (1985:276-277), catatan dan dokumen ini dapat
dimanfaatkan sebagai saksi dari kejadian-kejadian tertentu atau sebagai bentuk
pertanggungjawaban. Pemilihan metode ini dilandasi oleh pemikiran bahwa dalam
sumber-sumber tertulis tersebut dapat diperoleh ungkapan gagasan, persepsi,
pemikiran, serta sikap para pakar dan praktisi tentang tantangan penguatan komitmen
kebangsaan untuk membangun karakter warganegara pada masyarakat perbatasan.
4. Studi literatur.
Yang dimaksud untuk mengungapkan berbagai teori-teori yang relevan dengan
permasalahan yang sedang diteliti atau dihadapi sebagai bahan pembahasan hasil
penelitian. Teknik ini bisa dilakukan dengan cara mempelajari, membaca dan
mengkaji literatur-literatur yang berhubungan dengan tentang tantangan penguatan
komitmen kebangsaan untuk membangun karakter warga negara pada masyarakat
perbatasan. Sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Faisal (1992:30),
mengemukakan bahwa hasil studi literatur bisa dijadikan masukan dan landasan di
dalam menjelaskan dan merincikan masalah-masalah yang akan diteliti, dan juga bisa
menjadi landasan untuk memberikan latar belakang mengapa masalah tersebut sangat
penting untuk diteliti.
5. Triangulasi Data
Hasil wawancara dari semua respenden, hasil pengamatan, dan
67
Syarif Firmansyah, 2013
menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah
ada. Teknik triangulasi berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang
berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama. Peneliti menggunakan
observasi partisipatif, wawancara mendalam, dan dokumentasi untuk sumber data
yang sama secara serempak.
Selanjutnya Matthison (1998) mengemukakan bahwa “ the value of triangulation lies in providing evidence-wethet convergent, incisitent, or contradictory”, nilai dari teknik pengumpulan data dengan triangulasi adalah untuk mengetahui data yang diperoleh convergent (meluas), tidak konsisten atau
kontradiksi. Oleh karena itu dengan menggunakan teknik triangulasi dalam
pengumpulan data, maka data yang diperoleh akan lebih konsisten, tuntas dan pasti. Melalui triangulasi “can build on the strengths of each type of data collection while minimizing the weaknessin any single approach” (Patton 1980). Dengan adanya triangulasi maka akan lebih meningkatkan kekuatan data, bila dibandingkan dengan
memakai satu pendekatan data.
Triangulasi merupakan pengecekan kebenaran data yang dikumpulkan dari
suatu sumber berdasarkan kebenarannya dari sumber-sumber lain. Sesuai dengan
konteks penelitian ini, suatu data atau informasi penelitian, dicek kebenarannya dari
sumber-sumber lain yang juga terlibat dalam penelitian ini. Selain itu, triangulasi juga
dilakukan untuk pengecekan kebenaran informasi atau data penelitian dari berbagai
68
Syarif Firmansyah, 2013
Proses triangulasi ini peneliti lakukan dengan mengecek hasil wawancara dari
para informan masyarakat dengan hasil wawancara informan lainnya. Hal ini peneliti
lakukan supaya hasil yang didapat bisa valid dan sesuai dengan apa yang telah
peneliti amati di lokasi penelitian pada saat melakukan observasi. Selain itu peneliti
juga melakukan pengecekan berdasarkan dokumentasi kegiatan yang telah dilakukan
oleh masyarakat perbatasan apakah telah sesuai dengan yang diungkapkan.
F. Teknik Analisis Data
Pada dasarnya tidak ada satu teknis analisis penelitian kualitatif yang dapat
dijadikan satu-satunya pedoman (Craswell,2008:245). Peneliti dapat memilih dan
menggunakan model-model yang telah dikembangkan oleh para peneliti sebelumnya
atau bersifat pemilihan. Oleh sebab itu, penelitian ini akan menggunakan setidaknya
dua model teknik analisis yaitu dari Miles dan Huberman(2007:23) dan
Craswell(2008:244)proses analisis data kualitatif mencakup penggalian makna yang
ada di dalam data tertulis maupun gambar. Proses ini meliputu persiapan analisis
data, analisis pemilihan data, penggalian makna yang mendalam terhadap data,
menyajikan data, dan membuat interprestasi yang lebih luas tentang makna
data(Craswell,2008:190).
Analisis data kualitatif terdiri dari tiga alur kegiatan yang dilakukan secara
bersamaan yaitu reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpula/verifikasi.
Reduksi dataenajamkan, mengelompokkan, memfokuskan, pembuangan yang tidak perlu, dan mengorganisasikan data untuk memperoleh kesimpulan final. Penyajian
69
Syarif Firmansyah, 2013
kesatuan bentuk yang di sederhanakan, selektif dalam konfigurasi yang mudah
dipakai sehingga memberi kemungkinan adanya pengambilan keputusan.setelah
data tersaji secara baik dan terorganisasi maka dilakukan penarikan kesimpulan atau
verifikasi (Miles dan Huberman, 2007:21-22).
Gambar bagan komponen-kompenen analisa data tersebut dapat dilihat
pada:
Bagan 1.2 Komponen-komponen Analisa Data
(Miles dan Huberman, 2007: 23)
Dari bagan di atas dapat dijelaskan bahwa proses pengumpulan dan analisis
data merupakan proses yang simultan dalam penelitian kualitatif. Pada saat
pengumpulan data peneliti dapat langsung melakukan analisis informasi yang
terkandung dalam data untuk menemukan gagasan pokok. Proses ini juga dapat
70
Syarif Firmansyah, 2013
bolak balik dan seterusnya. Peneliti dapat melakukan wawancara ulang terhadap
individu apabila terjadi kekurangan data atau tejadi kesimpangsiuran data
(Craswell,2008:244-245).
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat di jelaskan bahwa dalam pengolahan
data dan menganalisis data dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
1. Reduksi Data
Data yang peneliti peroleh selama penelitian di Entikong, kemudian dipilih
dengan seksama atu dirangkum pada saat membuat laporan penelitian, tanpa
menghilangkan esensi dari temuan penelitian tersebut. Reduksi Data (data
reduction) menurut Huberman dan Miles (2007:16) adalah proses analisis data
yang dienggolongkan, mengarahkan hasil-hasil penelitian denganmemfokuskan
pada hal-hal yang dianggap penting oleh peneliti. Data yang diperoleh di lapangan
jumlahnya cukup banyak, sehingga memerlukan pencatatan secara teliti dan rinci.
Untuk itu perlu dirangkum dan dipilih hal-hal yang pokok dan penting. Reduksi
data ini dilakukan dengan cara mengelompokkan data sesuai dengan aspek-aspek
permasalahan dalam penelitian. Dengan melakukan pengelompokan tersebut maka
peneliti dapat dengan mudah menentukan unit-unitanalisis data penelitiannya.
2. Display Data
Setelah melakukan rangkuman dalam proses reduksi data, peneliti kemudian
membuat bahan-baha untuk kesimpulan yang terkait dengan penelitian di Entikong.
Data hasil reduksi kemudian disajikan atau ditampilkan (display) dalam bentuk deskripsi sesuai dengan aspek-aspek penelitian. Penyajian data ini dimaksudkan
71
Syarif Firmansyah, 2013
dengan aspek-aspek penelitian ini, maka data atau informasi yang diperoleh dari
lapangan disajikan secara berturut-turut mengengenai keadaan aktual lokasi
penelitian.
3. Kesimpulan dan Verifikasi
Setelah peneliti mendapatkan bahan-bahan untuk kesimpulan dalam proses
display, kemudian sampailah pada tahap akhir untuk membuat kesimpulan terkait
dengan penelitian di Entikong. Sebagai langkah akhir proses analisis data adalah
penarikan kesimpulan dan verifikasi, hal ini dimaksudkan untuk mencari makna dari
data yang telah dikumpulkan. Penarikan kesimpulan akan dilakukan berdasarkan
pemahaman terhadap data yang telah dikumpulkan. Sesuai dengan hakekat penelitian
kualitatif, penarikan kesimpulan ini dilakukan dengan cara bertahap.
Pertama, menarik kesimpulan sementara atau tentatif, terkait dengan masalah
penelitian di Entikong, seiring dengan bertambahnya data maka harus dilakukan
verifikasi data dengan cara mempelajari kembali data yang telah ada. Hal ini peneliti
lakukan dengan membuat kesimpulan sementara di bagian akhir hasil pembahasan
pada setiap fokus permasalahan yang telah dibahas dan dianalisis berdasarkan teori.
Kedua, verifikasi data juga dilakukan dengan cara meminta pertimbangan dari
pihak-pihak lain yang ada keterkaitannya dengan penelitian.
Akhirnya peneliti menarik kesimpulan akhir untuk mengungkap
temuan-temuan penelitian ini. Penarikan kesimpulan pada penelitian kualitatif diharapkan
merupakan temuan baru yang belum pernah ada. Temuan tersebut dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya remang-remang atau gelap
72
Syarif Firmansyah, 2013
G. Uji Validitas Data Penelitian
Untuk menguji hasil penelitian pada masyarakat perbatasan di Entikong, maka
dalam langkah ini peneliti menguji validasinya. Menurut Sugiono (2011: 269) dalam penelitian kualitatif pengujian keabsahan data meliputi: “creadibility (validitas internal), transferability (validitas eksternal), dependability (reabilitas), dan
confirmability (obyektifitas).
1. Uji Kredibilitas (Credibility)
Supaya lebih kredibel hasil penelitian di Entikong, maka peneliti melakukan
uji kredibilitas. Menurut Sugiono (2011; 270) menyatakan “dalam penelitian kualitatif untuk menguji kredibilitas dan atau kepercayaan terhadap data hasil
penelitian antara lain dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan
ketekunan dalam penelitian, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, analisis
kasus negatif, dan memberchek.
a) Perpanjangan pengamatan berarti peneliti kembali kelapangan, melakukan pengamatan, wawancara lagi dengan sumber data yang pernah ditemui
maupun yang baru.
b) Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat
dan berkesinambungan. Dengan cara tersebut maka kepastian data dan urutan
peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematis.
c) Triangulasi berarti pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Dengan demikian terdapat triangulasi sumber,
73
Syarif Firmansyah, 2013
d) Analisis kasus negatif adalah kasus yang tidak sesuai atau berbeda dengan hasil penelitian hingga saat tertentu.
e) Menggunakan bahan referensi adalah adanya pendukung untuk
membuktikan data yang telah ditemukan oleh peneliti. Sebagai contoh
rekaman wawancara, foto- foto, camera, dan handycam.
f) Mengadakan memberchek adalah proses pengecekan data yang diperoleh
peneliti kepada pemberi data. Tujuannya adalah untuk mengetahui seberapa
jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data.
2. Pengujian Transferability (derajat keteralihan-validitas eksternal)
Supaya mengetahui derajat keteralihannya, penelitian di Entikong, peneliti
melakukan proses uji transferbility. Dalam penelitian kualitatif, transferability
merupakan validitas eksternal. Validitas eksternal menunjukkan derajat ketepatan
atau dapat diterapkannya hasil penelitian ke populasi dimana sampel tersebut
diambil. Oleh karena itu maka peneliti dalam membuat laporannya harus
memberikan uraian yang rinci, jelas, sistematis, dan dapat dipercaya. Derajat
keteralihan atau transferability ini identik dengan validitas eksternal dalam tradisi
penelitian kualitatif. Transferability yang tinggi dalam penelitian kualitatif dapat
dicapai dengan menyajikan deskripsi yang relatif banyak, karena metode ini tidak
dapat menetapkan validitas ekternal dalam arti yang tepat.
Dalam hal ini, peneliti mencoba menggali dan menemukan informasi atau data penelitian yang telah diperoleh di lapangan baik dari hasil observasi, wawancara dan
74
Syarif Firmansyah, 2013
tantangan penguatan komitmen kebangsaan untuk membentuk karakter warganegara
pada masyarakat perbatasan.
3. Pengujian Dependability (derajat keterandalan)
Untuk mengetahui derjat keterandalan penelitian di Entikong ini, maka peneliti
melakukan proses pengujian despendabilty. Dependability temuan penelitian ini
dapat diuji melalui pengujian proses dan produk (Lincoln dan Guba, 1995:515).
Pengujian produk adalah pengujian data, temuan-temuan, interpretasi-interpretasi,
rekomendasi-rekomendasi dan pembuktian kebenarannya bahwa hal itu didukung
oleh data yang diperoleh langsung dari lapangan. Keterandalan dalam penelitian ini
identik dengan validitas internal dalam tradisi penelitian kualitatif. Dalam penelitian
ini melakukan uji dependability dengan cara menggunakan catatan-catatan tentang
seluruh proses dan hasil penelitian.
Pengujian ini peneliti lakukan dengan cara mengumpulkan dokumentasi
kegiatan dari masyarakat Entikong. Untuk mengecek kebenarannya, peneliti juga
melakukan pengecekan kepada para informan berupa pertanyaan-pertanyaan yang
berhubungan dengan beberapa kegiatan yang telah dilakukan apakah dokumentasi
kegiatan yang telah peneliti dapatkan itu benar adanya. Dan tidak menutup
kemungkinan pula, peneliti ikut terjun secara langsung dalam kegiatan yang
dilaksanakan supaya pengamatan yang dilakukan hasilnya akurat, nyata, dan apa
adanya.
4.Pengujian Konfirmability (derajat penegasan-objektifitas)
Untuk mengetahui derajat objektifitas penelitian di Entikong, maka peneliti