• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAYA EKSPLANATORI WANITA MENIKAH YANG BELUM DIKARUNIAI KETURUNAN : Studi Deskriptif pada Dua Wanita Menikah yang Belum Dikaruniai Keturunan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "GAYA EKSPLANATORI WANITA MENIKAH YANG BELUM DIKARUNIAI KETURUNAN : Studi Deskriptif pada Dua Wanita Menikah yang Belum Dikaruniai Keturunan."

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Tri Fina Cahyani (0803144). Gaya Eksplanatori Wanita Menikah yang Belum Dikaruniai Keturunan (Studi Deskriptif pada Dua Wanita Menikah yang Belum Dikaruniai Keturunan). Skripsi Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung (2013).

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan data tentang gaya eksplanatori wanita menikah yang belum dikaruniai keturunan ditinjau dari aspek permanence, pervasiveness, dan personalization. Penelitian ini menggunakan desain penelitian studi deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Subjek penelitian ini adalah dua orang wanita menikah yang belum dikaruniai keturunan yang diwawancarai dengan teknik wawancara mendalam (in-depth-interview) semiterstruktur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan gaya eksplanatori pada setiap subjek. Pada aspek permanence, masing-masing subjek memandang keadaan belum dikaruniai keturunan bersifat sementara dan menetap. Pada aspek pervasiveness, terdapat perubahan gaya eksplanatori pada salah satu subjek di mana subjek tidak mau melakukan pengobatan/program untuk memiliki keturunan. Pada aspek personalization, juga terdapat perubahan gaya eksplanatori internal ke arah eksternal pada salah satu subjek yang awalnya menunjuk diri sendiri sebagai penyebab belum dikaruniai keturunan kemudian menunjuk pihak lain, yaitu suaminya. Kedua subjek memiliki harapan yang sama untuk segera memiliki anak. Rekomendasi ditujukan kepada pihak-pihak terkait wanita menikah yang belum memiliki keturunan untuk memberikan dukungan bagi mereka sehingga dapat mengembangkan gaya eksplanatori optimis.

(2)

ABSTRACT

Tri Fina Cahyani (0803144). Explanatory Style of Childless Married Women (Descriptive Study on Two Childless Married Women). A Thesis. Department of Psychology. Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung (2013).

This study describes the explanatory style of childless married women. It focuses on in-depth-interviews of two childless married women. It is reviewed through its aspects of permanence, pervasiveness, and personalization. This study uses a qualitative approach and descriptive method. It discovers that there are variations of the explanatory style of each interviewee. In the aspect of permanence, one interviewee agrees that childlessness is temporary and another interviwee agrees that it is settle. There is a change in the aspect of pervasiveness, one interviewee does not consider engaging in a treatment to achieve conception. In the aspect of

personalization, one interviewee’s explanatory style changes from internal to

external. Firstly, she thought that she was the only factor of childlessness before she accuses her husband. Moreover, both interviewees hope to have children. This study is recommended for parties related to childless married women to support them thus they would be able to develop their optimistic explanatory style.

(3)

Nomor: 375/SKRIPSI/PSI-FIP/UPI.10.2013

GAYA EKSPLANATORI WANITA MENIKAH YANG BELUM DIKARUNIAI KETURUNAN

(Studi Deskriptif pada Dua Wanita Menikah yang Belum Dikaruniai Keturunan)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Disusun Oleh: Tri Fina Cahyani

0803144

JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(4)

GAYA EKSPLANATORI WANITA MENIKAH YANG BELUM

MEMILIKI KETURUNAN

(Studi Deskriptif pada Dua Wanita Menikah yang Belum

Memiliki Keturunan)

Oleh: Tri Fina Cahyani

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar

Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan

© Tri Fina Cahyani 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Oktober 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(5)
(6)
(7)

DAFTAR ISI

C. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian 6

D. Tujuan Penelitian 6

E. Manfaat Penelitian 7

F. Struktur Penulisan Skripsi 7

BAB II GAYA EKSPLANATORI, PERNIKAHAN, DAN PERNIKAHAN TANPA ANAK

8

A. Gaya Eksplanatori 8

B. Pernikahan 13

C. Pernikahan Tanpa Anak 13

D. Penyebab Wanita Sulit Memiliki Keturunan 14

E. Dampak Ketidakhadiran Anak dalam Pernikahan 18

BAB III METODE PENELITIAN 21

A. Desain Penelitian 21

B. Definisi Operasional 21

C. Subjek Penelitian 22

D. Metode Sampling 22

E. Teknik Pengumpulan Data 22

F. Teknik Analisis Data 23

G. Pengujian Keabsahan Data 24

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 25

A. Hasil Penelitian dan Pembahasan Subjek S 26

B. Hasil Penelitian dan Pembahasan Subjek D 47

C. Skema Hasil Penelitian Gaya Eksplanatori Wanita Menikah yang Belum Dikaruniai Keturunan

67

D. Display Hasil Penelitian Gaya Eksplanatori Wanita Menikah yang Belum Dikaruniai Keturunan

(8)

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 74

A. Kesimpulan 74

B. Rekomendasi 75

DAFTAR PUSTAKA 77

LAMPIRAN 81

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Display Hasil Penelitian Gaya Eksplanatori Wanita Menikah yang Belum Dikaruniai Keturunan

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Langkah-langkah analisis data: Model Interaktif Miles Huberman 23 Gambar 2.1 Skema Hasil Penelitian Gaya Eksplanatori Wanita Menikah yang

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Penyajian Data 81

Lampiran II Verbatim Wawancara 93

Lampiran III Pedoman Wawancara 115

Lampiran IV Lembar Observasi 119

Lampiran V SK Pembimbing

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pernikahan adalah peristiwa penting dalam kehidupan seorang individu, di

mana pernikahan ini memiliki beberapa tujuan yaitu mendapatkan kebahagiaan,

kepuasan, cinta kasih, dan keturunan (Patmonodewo, 2001). Pasangan yang telah

menikah, tentunya mereka menginginkan untuk segera memiliki anak. Kehadiran

anak dalam rumah tangga menjadi suatu hal yang berarti bagi pasangan suami

istri. Pasangan menikah yang telah menjadi orang tua setuju bahwa anak

menambah kasih sayang, memperbaiki ikatan keluarga, dan membuat mereka

merasa panjang umur serta memberikan sense of accomplishment. Kebanyakan

orang tua rela berkorban banyak demi anak-anaknya dan berharap mereka akan

tumbuh bahagia dan menjadi sukses (Kail dan Cavanaugh, 2008).

Kenyataan di atas mencerminkan begitu pentingnya kehadiran anak dalam

sebuah keluarga yang telah dibangun melalui pernikahan, namun WHO

memperkirakan 8-12% pasangan di dunia mengalami kesulitan untuk memiliki

anak dan jumlah ini tersebar di seluruh negara dan negara bagian (Wiersema dkk,

2006). Van Hoose dan Worth (dalam Kail, 2000) mengatakan bahwa pasangan

yang tak kunjung memiliki anak harus siap menghadapi kritik sosial dari

masyarakat yang berorientasi pada anak, karena masyarakat tersebut melihat

keadaan sebelum memiliki anak sebagai sesuatu yang positif.

Kondisi pasangan suami istri yang belum dikaruniai anak sebenarnya bukan

merupakan kondisi yang hanya memberikan dampak negatif. Kondisi ini dapat

memberikan dampak positif bagi beberapa pasangan. Menurut Olds (dalam

Santrock, 1995), pasangan akan memiliki banyak waktu untuk

mempertimbangkan tujuan hidupnya, seperti apa yang mereka inginkan dari peran

keluarga dan karir mereka; pasangan akan semakin matang dan dapat menarik

manfaat dari pengalaman kehidupan mereka untuk menjadi orang tua yang lebih

kompeten; dan pasangan akan menjadi lebih mapan dalam karir dan mempunyai

(13)

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, kehadiran seorang anak dalam

keluarga menjadi harapan yang cukup besar bagi pasangan yang sudah menikah.

Oleh karena itu, pasangan yang sudah berumah tangga berusaha untuk memiliki

anak karena anak dipandang sebagai hal penting dalam berkeluarga. Campbell

(dalam Sugiarti, 2008) mengatakan bahwa sekalipun anak dan perkawinan

memiliki kaitan yang erat tetapi tidak semua perkawinan memiliki anak di

dalamnya. Menurut McQuillan, Greil, White dan Jacob (2003), keadaan belum

memiliki anak ini dibedakan menjadi dua, yaitu involuntary childless dan

voluntary childless. Involuntary childless yaitu suatu keadaan dimana pasangan

belum memiliki anak bukan karena keinginan mereka untuk menunda atau tidak

ingin memiliki anak. Sedangkan voluntary childless yaitu keadaan belum

memiliki anak dikarenakan beberapa hal. Involuntary childless bisa diartikan juga

sebagai bentuk ketidakmampuan seseorang secara fisik, misalkan infertilitas.

Infertilitas merupakan kegagalan konsepsi setelah 12 bulan melakukan hubungan

seksual teratur tanpa perlindungan. Setelah 12 bulan tanpa penggunaan

kontrasepsi, sekitar 50% pasangan akan mengalami konsepsi secara spontan

dalam waktu 36 bulan berikutnya. Jika pasangan tidak mengalami konsepsi, maka

infertilitas akan terjadi secara persisten tanpa intervensi medis (Beckmann dkk,

2010).

Kesulitan mengalami konsepsi bisa jadi hal yang menekan secara emosi

(Beckmann dkk, 2010). Keadaan ini akan menimbulkan tekanan bagi pasangan

yang belum kunjung memiliki keturunan. Namun, bila dibandingkan dengan pria,

kondisi wanita yang tidak memiliki anak menunjukkan adanya tekanan (distress)

psikososial yang lebih besar (Lee dkk, 2001). Menurut Donelson (dalam Sugiarti,

2008), banyak wanita yang ingin merasakan menjadi ibu dan menikmatinya

karena anak memberikan nilai-nilai tertentu bagi wanita.

Pada aspek psikologis, anak dinilai sebagai curahan kasih sayang serta dapat

membuat wanita bersemangat menjalani hidup dan anak merupakan

segala-galanya bagi wanita. Pada aspek sosial, pernikahan akan terasa lengkap jika

dikaruniai anak dan dapat mendekatkan hubungan antara suami dan istri. Selain

(14)

anak membuat tenang di hari tua karena hari tua terjamin dan anak juga dipandang

sebagai pewaris harta (BKKBN, 2013).

Lebih lanjut Donelson (dalam Sugiarti, 2008) menjelaskan bahwa terdapat

stereotipe sosial yang mengatakan bahwa menjadi seorang ibu adalah pencapaian

utama seorang wanita. Wanita setidaknya harus memiliki dua orang anak dan

bertanggung jawab terhadap perkembangan mereka sampai dewasa, dan kesalahan

seorang ibu jika anak-anak tidak menjadi sukses. Kondisi di mana seorang wanita

belum memiliki anak mempengaruhi self-efficacy-nya akan kehadiran anak di

dalam perkawinannya. Oleh karena itu wanita yang tidak memiliki anak akan

merasakan kegagalan lebih dibanding pria.

Ketidakhadiran anak dipandang wanita sebagai keadaan yang menyebabkan

penderitaan baginya, seperti yang diungkapkan beberapa wanita yang belum

dikaruniai seorang anak dalam pernikahannya, yaitu T (35) yang mengaku merasa

sangat bersalah pada suaminya karena belum juga mengandung dan D (32)

mengaku bahwa beban psikologis sering dialami manakala keluarga besar

bertanya tentang dirinya yang hingga kini belum dikaruniai buah hati

(Wishingbaby, t.t.). Namun tidak semua wanita atau pasangan yang terus menerus

larut dalam kesedihan dan penderitaan mereka. Dalam penelitian yang dilakukan

Nurfita (2007) beberapa pasangan berusaha mencari dan mengikuti program

pengobatan baik secara medis maupun tradisional, mencari informasi, pasrah dan

berdoa, berusaha sabar, mencari dukungan dari keluarga dan teman, mengambil

hikmah dari kondisi yang dialaminya, melakukan adopsi atau pengangkatan anak

untuk meramaikan suasana keluarga.

Berdasarkan wawancara pendahuluan yang dilakukan peneliti, S (30 tahun)

yang belum juga memiliki keturunan di usia pernikahannya yang ke-10 tetap

berusaha untuk dapat memiliki keturunan. Berikut kutipan pernyataannya:

(15)

Selain itu, ada E (32 tahun) yang tidak terlalu memikirkannya di mana ia

lebih memilih untuk menyibukkan diri dengan pekerjaan rumahnya namun ia juga

tetap bersabar dan berdoa kepada Tuhan.

“ Ya saya mah gak terlalu mikiran belum hamil, belum punya anak teh. Saya mah paling ya sabar aja sambil doa terus. Paling kalo lagi di rumah mah ya ini aja saya suka nyibukin diri beres-beres rumah, bersihin rumah.” Sama seperti S, W (27 tahun) sudah melakukan pemeriksaan ke dokter namun

belum berhasil. Setelah mendapatkan dirinya belum kunjung dikaruniai anak, W

mengatakan bahwa Tuhan belum memberinya keturunan.

“Ah mungkin Allah belum ngasih gue anak aja.. Gue udah ke dokter tapi belum juga ada hasilnya. Ya mungkin Allah belum ngasih aja. Gue berdoa aja sih sekarang-sekarang mudah-mudahan gue bisa cepet punya anak.”

Berbeda dengan ketiga wanita di atas, A yang sudah mencapai usia 40 tahun

sudah mulai menerima ketidakhadiran anak. Ia mengambil sisi positif dari situasi

yang dialaminya. Ia bersyukur tidak harus mengeluarkan banyak biaya untuk

anak.

“Saya mah gak apa-apa gak punya anak juga. Jadi, gak harus repot keluarin banyak uang buat jajan anak, buat sekolah anak hehehe.”

Selain hal-hal tersebut di atas, pada kasus wanita yang mengalami masalah

reproduksi, mereka memilih untuk menjalani program bayi tabung. Seperti yang

dilakukan oleh G (36 tahun) dan S (31 tahun). Setelah sembilan tahun menikah G

belum juga memiliki keturunan, begitu juga S hingga usia pernikahan yang kelima

belum juga memiliki anak hingga pada akhirnya mereka mencoba melakukan

program bayi tabung (Masrokhan, 2007).

Uraian peristiwa-peristiwa di atas dapat menunjukkan cara pandang wanita

terhadap ketidakhadiran anak dalam pernikahannya. Menurut Seligman (1990)

cara pandang terhadap situasi yang baik maupun situasi yang buruk terbagi

menjadi optimisme dan pesimisme. Optimisme didefinisikan sebagai cara

pandang individu dalam menghadapi keadaan, baik keadaan baik (good situation),

yaitu kemajuan dalam usahanya untuk memiliki keturunan, maupun keadaan

buruk (bad situation), yaitu belum adanya kemajuan dalam usahanya untuk

(16)

merupakan situasi yang ada pada explanatory style atau gaya eksplanatori.

Explanatory Style atau gaya eksplanatori adalah cara pandang individu untuk

menerangkan kepada diri mereka mengapa suatu peristiwa terjadi.

Orang dengan gaya eksplanatori optimis cenderung menginterpretasikan

kejadian dalam hidup mereka melalui perspektif yang positif, bahkan

mempersepsikan kejadian netral sebagai sesuatu yang positif dan melihat adanya

potensi hasil akhir yang positif dari suatu kejadian negatif. Sebaliknya, orang

dengan gaya pesimis cenderung berfokus pada kemungkinan hasil akhir yang

negatif dari suatu situasi. Dalam penelitian Silvania (2012), gaya eksplanatori

mengalami perubahan seiring berjalannya waktu. Maka, terdapat kemungkinan

wanita menikah yang belum dikaruniai keturunan yang pesimis akan menjadi

optimis begitu juga sebaliknya.

Dari fenomena yang dipaparkan di atas, penulis tertarik untuk melakukan

penelitian terhadap gaya eksplanatori wanita menikah yang belum dikaruniai

keturunan.

B. Fokus Penelitian

Pada tahun pertama usia pernikahan, pasangan akan mengalami banyak

tekanan untuk memiliki keturunan. Tekanan tersebut meningkat selama tahun

ketiga dan keempat dari pernikahan (Benyamini dkk, 2005). Wanita merupakan

individu yang paling merasakan dampak dari kejadian tersebut. Saat berada dalam

situasi tersebut wanita akan mengalami situasi atau kejadian buruk, misalnya

lamanya keadaan dirinya yang tidak kunjung memiliki keturunan, usaha yang

dilakukannya belum berhasil, menganggap hal ini sebagai ketidakmampuan

dirinya. Situasi atau kejadian baik pun akan dirasakan wanita, misalnya mulai ada

tanda-tanda kehamilan, wanita mampu melakukan hal-hal untuk menetralkan

situasi buruk yang tengah terjadi. Fokus dari penelitian ini adalah mengetahui

(17)

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka telah didapatkan rumusan masalah “Bagaimana gaya eksplanatori wanita menikah yang belum memiliki ketuturun?”.

Rumusan masalah ini dijabarkan dalam pertanyaan penelitian sebagai

berikut:

1. Bagaimanakah gaya eksplanatori wanita menikah yang belum dikaruniai

keturunan ditinjau dari aspek permanence?

2. Bagaimanakah gaya eksplanatori wanita menikah yang belum dikaruniai

keturunan ditinjau dari aspek pervasiveness

3. Bagaimanakah gaya eksplanatori wanita menikah yang belum dikaruniai

keturunan ditinjau dari aspek personalization?

4. Bagaimanakah harapan-harapan wanita menikah yang belum dikaruniai

keturunan?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mendeskripsikan fakta

empiris mengenai gaya eksplanatori wanita menikah yang belum dikaruniai

keturunan. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan fakta

empiris mengenai:

1. Mengetahui gaya eksplanatori wanita menikah yang belum dikaruniai

keturunan dari aspek permanence.

2. Mengetahui gaya eksplanatori wanita menikah yang belum dikaruniai

keturunan dari aspek pervasiveness.

3. Mengetahui gaya eksplanatori wanita menikah yang belum dikaruniai

keturunan dari aspek personalization.

4. Mengetahui harapan-harapan wanita menikah yang belum dikaruniai

(18)

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis

maupun secara praktis/aplikatif.

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah kekayaan

keilmuan psikologi terutama di bidang psikologi klinis berkenaan dengan

gaya eksplanatori wanita menikah yang belum dikaruniai keturunan

2. Manfaat Praktis/Aplikatif

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan

menjadi acuan bagi wanita menikah yang belum dikaruniai keturunan

untuk dapat mengembangkan gaya eksplanatori optimis. Penelitian ini

juga diharapkan dapat menjadi acuan bagi pasangan dan keluarga wanita

menikah yang belum dikaruniai keturunan untuk dapat membantu wanita

menikah yang belum dikaruniai keturunan memperbaiki personal

adjustment sehingga dapat mengembangkan gaya eksplanatori optimis.

F. Struktur Penulisan Skripsi

Struktur penulisan skripsi diuraikan sebagai berikut:

Judul

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

DAFTAR PUSTAKA

(19)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang dilakukan adalah penelitian studi deskriptif dengan

pendekatan kualitatif yang digunakan untuk meneliti pada objek yang alamiah

(natural setting) yang menekankan pada makna dibandingkan generalisasi

(Sugiyono, 2011).

B. Definisi Operasional

Penelitian ini mengacu pada teori explanatory style atau gaya eksplanatori.

Menurut Seligman (1990) explanatory style is the manner in which you habitually

explain to yourself why events happen. Gaya eksplanatori adalah cara seorang

inidividu menjelaskan pada dirinya tentang kejadian yang menimpanya. Gaya

eksplanatori dibagi menjadi dua, yaitu gaya eksplanatori optimis dan gaya

eksplanatori pesimis yang dikelompokkan berdasarkan tiga dimensi dari gaya

eksplanatori tersebut. Dimensi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Permanence

Permanence adalah cara wanita menikah yang belum dikaruniai

keturunan memandang ketidakhadiran anak sebagai hal yang bersifat

menetap atau hanya sementara. Wanita menikah yang belum dikaruniai

keturunan yang optimis percaya keadaan tersebut hanya sementara, mereka

percaya bahwa mereka akan memiliki keturunan suatu hari nanti. Mereka

akan memiliki harapan. Sedangkan wanita menikah yang belum dikaruniai

keturunan yang pesimis percaya bahwa keadaan tersebut akan menetap,

mereka yakin tidak akan pernah memiliki keturunan.

2. Pervasiveness

Pervasiveness adalah cara wanita menikah yang belum dikaruniai

keturunan memandang ruang lingkup dari keadaan ketidakhadiran anak

bersifat menyeluruh (universal) atau spesifik (spesific). Wanita menikah

(20)

yang dialaminya tersebut tidak akan mempengaruhi aspek lain dalam

hidupnya, yaitu hanya mempengaruhi area tertentu. Wanita menikah yang

belum dikaruniai keturunan yang pesimis memandang ketidakhadiran anak

akan mempengaruhi aspek lain dalam hidupnya sehingga mereka mudah

menyerah dalam mencari solusi untuk memiliki keturunan. Mereka tidak

memiliki harapan atau putus asa.

3. Personalization

Personalization adalah cara pandang wanita menikah yang belum

dikaruniai keturunan mengenai hal-hal atau siapa yang menyebabkan

ketidakhadiran anak yang dialaminya. Wanita menikah yang belum

dikaruniai keturunan yang optimis tidak menunjuk dirinya sendiri sebagai

penyebab keadaan tersebut. Mereka percaya bahwa hal tersebut disebabkan

oleh lingkungan atau orang lain di luar dirinya. Sedangkan wanita menikah

yang belum dikaruniai keturunan yang pesimis akan menunjuk dirinya

sendiri sebagai penyebab ketidakhadiran anak yang dialaminya. Mereka

memandang keadaan tersebut sebagai ketidakmampuan dirinya.

C. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah dua orang wanita menikah yang belum

dikaruniai keturunan berusia 21-45 tahun (usia subur dan belum menopause),

belum memiliki anak bukan karena menunda (involuntary childless), dan belum

pernah mengalami kehamilan.

D. Metode Sampling

Subjek dalam penelitian ini dipilih berdasarkan purpossive sampling.

Purpossive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan

pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2011).

E. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik

wawancara mendalam (in-depth interview) dan semiterstruktur yang dimaksudkan

(21)

Selain wawancara juga dilakukan observasi terhadap wanita menikah yang belum

dikaruniai keturunan.

F. Teknik Analisis Data

Menurut Miles dan Huberman (Sugiyono, 2011), teknik analisis data dalam

penelitian kualitatif ialah reduksi data (data reduction), penyajian data (data

display), dan penarikan kesimpulan/verifikasi data (conclusion

drawing/verification). Langkah-langkah analisis data tersebut adalah sebagai

berikut:

Gambar 1.1. Langkah-langkah analisis data: Model InteraktifMiles

Huberman (Sugiyono, 2011)

1. Reduksi Data (Data Reduction)

Data yang dihasilkan dari lapangan jumlahnya banyak, kompleks,

dan rumit. Oleh karena itu perlu dilakukan reduksi data, yaitu dengan cara

merangkum, memilih hal yang pokok, dan memfokuskan pada hal yang

penting.

2. Penyajian Data (Data Display)

Data yang telah direduksi kemudian disajikan dengan cara membuat

uraian singkat, bagan, dan hubungan antar kategori. Melalui penyajian

data tersebut maka data terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan,

sehingga akan mudah dipahami.

3. Penarikan Kesimpulan/Verifikasi Data (Conclusion

Drawing/Verification)

Tahap verifikasi data yaitu tahap di mana peneliti menarik

(22)

kredibel bila didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten.

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan deskripsi atau

gambaran suatu obyek yang diteliti dengan jelas berupa hubungan kausal,

hipotesis, dan teori.

G. Pengujian Keabsahan Data

Dalam penelitian ini pengujian keabsahan data dilakukan dengan cara

sebagai berikut:

1. Triangulasi

Triangulasi adalah pengecekan data dari berbagai sumber dengan

berbagai cara dan berbagai waktu (Sugiyono, 2011). Triangulasi terdiri

dari tiga jenis, yaitu triangulasi sumber, triangulasi teknik, dan triangulasi

waktu. Triangulasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah triangulasi

waktu dan triangulasi teknik.

a) Triangulasi Waktu

Peneliti mengulang pertanyaan-pertanyaan wawancara di waktu

berbeda. Wawancara dilakukan sebanyak dua kali dalam

rentang waktu satu bulan dari wawancara pertama sampai

dengan wawancara selanjutnya.

b) Triangulasi Teknik

Untuk mendapatkan hasil penelitian yang kredibel, peneliti

melakukan triangulasi teknik, yaitu data yang telah diperoleh

dari hasil wawancara dicek dengan observasi (Sugiyono, 2011).

2. Diskusi dengan Teman Sejawat

Diskusi ini dilakukan dengan dosen pembimbing dan teman-teman

sejawat yang menggunakan metode penelitian dan tema yang sama, yaitu

(23)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai gaya eksplanatori wanita

menikah yang belum dikaruniai keturunan dapat ditarik kesimpulan sebagai

berikut:

1. Ditinjau dari aspek permanence, kedua subjek memiliki gaya

eksplanatori yang berbeda. Subjek S cenderung memandang

ketidakhadiran anak sebagai hal yang akan berlangsung lama atau

bahkan menetap (permanen) sedangkan subjek D memandang

ketidakhadiran anak sebagai hal yang terjadi sementara (temporer).

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa S memiliki gaya

eksplanatori pesimis dan D memiliki gaya eksplanatori optimis.

2. Ditinjau dari aspek pervasiveness, gaya eksplanatori subjek S

mengalami perubahan. Awalnya S memiliki motivasi yang tinggi

untuk melakukan pemeriksaan dan pengobatan untuk memiliki anak

namun setelah dokter menyarankan untuk melakukan pemeriksaan

(24)

tidak sesuai dengan harapan. Berbeda dengan subjek D yang telah

melakukan program fertilitas di dua rumah sakit. D sempat

menghentikan program tersebut karena jadwal program yang

berbenturan dengan jadwal kerja. Meski begitu D sudah berencana

untuk melakukan program fertilitas lagi hingga berhasil. Maka, dapat

disimpulkan bahwa subjek S mengalami perubahan gaya eksplanatori

optimis ke arah pesimis sedangkan subjek D memiliki gaya

eksplanatori yang optimis.

3. Ditinjau dari aspek personalization, gaya eksplanatori subjek S

cenderung intenal, yaitu cenderung menyalahkan diri sendiri atas

ketidakhadiran anak yang dialaminya. Sedangkan subjek D mengalami

perubahan gaya eksplanatori dari internal ke arah eksternal, yaitu

awalnya menunjuk diri sendiri namun kemudian menunjuk pihak lain

atas ketidakhadiran anak yang dialaminya. Maka, dapat disimpulkan

bahwa subjek S memiliki gaya eksplanatori yang cenderung pesimis

sedangkan subjek gaya eksplanatori D mengalami perubahan dari

pesimis ke arah optimis.

4. Subjek S memiliki harapan untuk segera dapat membangun keluarga

nuklear, yaitu keluarga yang terdiri dari seorang ayah, ibu dan anak.

Begitu juga subjek D memiliki harapan yang sama, yaitu ingin segera

memiliki setidaknya satu orang anak saja.

B. Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian mengenai gaya eksplanatori wanita

menikah yang belum dikaruniai keturunan terdapat beberapa hal yang perlu

direkomendasikan, yaitu sebagai berikut:

1. Bagi pasangan dan keluarga wanita menikah yang belum dikaruniai

keturunan

Agar memberikan dukungan yang besar bagi wanita menikah yang

(25)

membantu wanita menikah yang belum dikaruniai keturunan merasa

lebih baik mengenai diri mereka, merasa dicintai dan dihargai serta

dapat membantu meningkatkan kreativitasnya dalam kemampuan

penyesuaian yang adaptif terhadap stres dan rasa sakit yang

dialaminya. Dengan demikian, wanita menikah yang belum dikaruniai

keturunan mampu belajar untuk mengembangkan gaya eksplanatori

optimis.

2. Bagi wanita menikah yang belum dikaruniai keturunan

Agar tidak mudah menyerah ketika usaha yang dilakukan belum

memberikan hasil yang diharapkan serta sebaiknya memiliki pemikiran

yang lebih positif mengenai kemungkinan akan terjadinya kehamilan

sehingga wanita menikah yang belum dikaruniai keturunan akan

memiliki optimisme untuk segera mendapatkan keturunan.

Selain itu, wanita menikah yang belum dikaruniai keturunan dan

pasangannya perlu melakukan konseling untuk menghindari

perceraian.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Diharapkan dapat meneliti tema yang sama dengan karakteristik subjek

berbeda, yaitu wanita menikah yang mengalami infertilitas sekunder

dan wanita voluntary childless yang mulai mengalami kesulitan untuk

mendapatkan keturunan setelah memutuskan untuk memiliki

keturunan. Selain itu juga, peneliti selanjutnya diharapkan dapat

menggunakan metode penelitian lain, yaitu kuantitatif dan

kuantitatif-kualitatif (mixed methods). Hal tersebut bertujuan agar penelitian

selanjutnya dapat memperoleh gambaran berbeda mengenai gaya

(26)

DAFTAR PUSTAKA

Abdel-Khalek, A., & Lester, D. (2006). Optimism and Pessimism in Kuwaiti and

American College Students. International Journal of Social Psychiatry. 52 (2): 110–126.

Ahmad, Masrokhan Azari. (2007). Bayi Tabung dan Perkembangan Anak

dari Hasil Bayi Tabung. [Online]. Tersedia:

http://masrokhan.multiply.com/reviews/item/5?&show_interstitial=1&

u=%2Freviews%2Fitem. [19 Januari 2012].

Bastaman, H. D. (2007). Logoterapi – Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup dan Meraih Hidup Bermakna. Jakarta: Rajagrafindo Persada

Beckmann, C. R. B. , Ling, F. W., Louber, D. W., Smith, R. P., Barzansky, B.

M., Herbert, W. N. P. (2002). Obstetrics and Gynecology. (4th ed).

USA: Lippincott Williams & Wilkins.

Beckmann, C. R. B. , Ling, F. W., Louber, D. W., Smith, R. P., Barzansky, B.

M., Herbert, W. N. P. (2010). Obstetrics and Gynecology. (6th ed).

USA: Lippincott Williams & Wilkins.

Benyamini Y, Gozlan M, Kokia E. (2005). Variability in the difficulties

experienced by women undergoing infertility treatments. Fertil Steril.;

83 (2): 275-283.

Carver, C. S., & Scheier, M. F. (2005). Optimism. In C. R. Snyder & S. J.

Lopez (Eds.), Handbook of Positive Psychology. (pp. 231-243). New

York, NY: Oxford University Press, Inc.

Desmita. (2007). Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosda

Karya.

Duvall, E. M. & Brian, C. M. (1985). Marriage and Family Development (6th

ed). New York: Harper and Row, publisher Inc.

Family planning: blended learning module for the health extension

programme [Module]. (2010). Federal Democratic Republic of

(27)

Fresco, D. M., Rytwinski, M. K., Craighead, L. W. (2007). Explanatory

flexibility and negative life events interact to predict depressions

symptom. Journal of Social and Clinical Psychology. 26 (5). [Online].

Tersedia: http://proquest.umi.com. [9 Oktober 2011].

Kail. R. V., & Cavanaugh, J, C. (2000). Human Development: A Life Span

View (2nd ed). USA: Wadsworth.

Kail. R. V., & Cavanaugh, J, C. (2008). Human Development: A Life Span

View (5th ed). USA: Wadsworth.

Larasati, D. (2006). Adopsi Anak Jika Perkawinan Tak “Berbuah”. [Online].

Tersedia:

infertility and psychological distress among women. Journal of

Marriage and Family. [Online]. Tersedia: http://proquest.umi.com/. [8

Oktober 2011]

Nguyen, R. H. N., Wilcox, A. J., Skjaerven, R., Baird, D. D. (2007). Men’s

body mass index and infertility. Human reproduction, 22 (9),

2488-2493.

Nurfita, Eva. (2007). Mekanisme Koping Pasangan Infertilitas di Kecamatan

Singkil Kabupaten Aceh Singkil. Skripsi Sarjana pasa Fakultas

Kedokteran USU Medan. [Onlline]. Tersedia:

(28)

Oddens, B. J., den Tonkelaar, I., Nieuwenhuye, H. (1999). Psychosocial

experiences in women facing fertility problems—a comparative

survey. Human reproduction, 14 (1), 255-261.

Papalia, D., Olds, S., & Feldman, R. (2001). Human Development (8th ed).

New York: McGraw-Hill.

Patmonodewo, S., dkk. (2001). Bunga Rampai Psikologi Perkembangan

Pribadi dari Bayi sampai Lanjut Usia. Jakarta : Penerbit UI.

Penelitian Kerjasama. (2013). Laporan Penelitian Faktor yang Mempengaruhi

Wanita yang Melahirkan pada Kelompok Umur 15-19 Wilayah Jawa

Barat – Bandung. BKKBN: Bandung.

Peterson, C., & Steen. (2005). Optimistic explanatory style. In C. R. Snyder

& S. J. Lopez (Eds.), Handbook of Positive Psychology. (pp.

244-256). New York, NY: Oxford University Press, Inc.

Peterson, C., Vaillant, G. E, & Seligman, M. E. P. (1988). Pessimistic

explanatory style is a risk factor for physical illness: a thirty-five-year

longitudinal study. Journal of Personality and Social Psychology. 55

(1), 23-27.

Rusli, D. N. (2010). Explanatory Style pada Individu dalam Menghadapi

Penyakit Kanker. Skripsi Sarjana pada Fakultas Psikologi USU

Medan. [Online]. Tersedia:

http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/25646

Santrock, J. W., (1995). Life Span Development (Edisi 5). Jakarta: Erlangga.

Schuctack, Friedman. (2006). Kepribadian: Teori Klasik dan Riset Modern

Jilid I (edisi 3). Erlangga: Jakarta.

Seligman, M. E. P. (2005). Authentic Happiness. Free Press: New York.

Seligman, M. E. P. (1990). Learned Optimism: How to Change Your Mind

and Your Life. Simon & Schuster Inc.: New York.

Sher G., Davis, VM., & Stoess, J. (2005). In Vitro Fertilization: The A.R.T of

(29)

Shofia, F. (2009). Optimisme Masa Depan Narapidana. Skripsi Sarjana pada

Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta. [Online].

Tersedia: http://etd.eprints.ums.ac.id/3603/

Silvania, I. (2012). Explanatory Style pada Remaja Penyalahguna Narkoba.

Skripsi Sarjana pada Jurusan Psikologi UPI Bandung: tidak

diterbitkan.

Siregar, R. H & Siregar, M. G. (2009). Makna hidup pada pasangan yang

belum memiliki keturunan. Jurnal Pemikiran & Penelitian Psikologi.

4, (1), 10-17.

Sitompul, E. A. (2009). Gambaran Learned Helplessness pada Supir

Angkutan di Kota Medan Ditinjau Dari Explanatory Style. Skripsi

Sarjana pada Fakultas Psikologi USU Medan. [Online]. Tersedia:

http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/14507

Sugiarti, L. (2008). Gambaran Proses Penerimaan Diri Wanita Involuntary

Childless. Skripsi Sarjana pada Fakultas Psikologi Universitas

Indonesia. Tidak diterbitkan.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.

Bandung: Alfabeta.

Sultan, S. (2009). Psychological Aspects of Infertility. Doctoral Dissertation

of Bahauddin Zakariya University, Multan, Pakistan.

Wiersema, N. J., Drukker, A. J., Mai, B. T. D., Giang, H. N., Nguyen, T. N.,

&Lambalk, C. B. (2006). Consequences of infertility in developing

countries: results of a questionnaire and interview: survey in the south

vietnam. Journal of Translational Medicine. [Online]. Tersedia:

Gambar

Tabel 1.1 Display Hasil Penelitian Gaya Eksplanatori Wanita Menikah yang Belum Dikaruniai Keturunan
Gambar 1.1 Gambar 2.1
Gambar 1.1. Langkah-langkah analisis data: Model InteraktifMiles
gambaran suatu obyek yang diteliti dengan jelas berupa hubungan kausal,

Referensi

Dokumen terkait

(1) Kepala Badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 633 huruf a, mempunyai tugas pokok membantu Gubernur dalam melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan di

Pada pelaksanaannya praktikan mengalami kendala yang diantaranya, fasilitas sarana dan prasarana dalam menggandakan surat yang terbatas, komunikasi yang kurang pada

Lembar Kerja Siswa (LKS) yang dikembangkan berpedoman pada materi yang ada dalam buku pegangan siswa dan dapat disesuaikan oleh guru sesuai dengan situasi dan kondisi

waktu yang ditentukan oleh Panitia, maka perusahaan saudara dinyatakan tidak

Petugas harus memahami keamanan laboratorium dan tingkatannya, mempunyai sikap dan kemampuan untuk melakukan penanganan sehubungan dengan pekerjaanyaa

Hasil ini menunjukkan bah- wa isolat bakteri suplemen tersebut tidak berpotensi patogen (Tabel 2). harveyi pada ha- ri ke-0 merupakan kepadatan V.. vannamei ) pada uji tantang

Membangun Hutan Kota yang baik dan benar harus betul-betul diusahakan dapat terwujud di kota-kota di Indonesia, agar kekuatan dan masa depan bangsa dapat terbentuk sebagai akibat dari

Justeru, dapat disimpulkan bahawa hasil kajian ini menunjukkan bahawa usahawan wanita di Kelantan mampu menjana pendapatan keluarga dan berupaya keluar daripada