• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. irigasi adalah penggunaan air pada tanah untuk setiap jumlah delapan kegunaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. irigasi adalah penggunaan air pada tanah untuk setiap jumlah delapan kegunaan"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Irigasi

Irigasi secara umum didefinisikan sebagai penggunaan air pada tanah untuk keperluan penyediaan cairan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanam-tanaman. Meskipun demikian, suatu definisi yang lebih umum termasuk sebagai irigasi adalah penggunaan air pada tanah untuk setiap jumlah delapan kegunaan sebagai berikut ini

1. Menambahkan air ke dalam tanah untuk menyediakan cairan yang diperlukan untuk pertumbuhan tanam-tanaman.

2. Menyediakan jaminan panen pada saat musim kemarau yang pendek.

3. Mendinginkan tanah dan atmosfer, sehingga menimbulkan lingkungan yang baik untuk pertumbuhan tanam-tanaman.

4. Mengurangi bahaya pembekuan.

5. Mencuci atau mengurangi garam dalam tanah. 6. Mengurangi bahaya erosi tanah.

7. Melunakkan bahaya pembajakan dan gumpalan tanah.

8. Memperlambat pembentukan tunas dengan pendinginan karena penguapan. Pemberian air irigasi dapat dilakukan dalam lima cara : (1) dengan penggenangan (flooding); (2) dengan menggunakan alur, besar atau kecil; (3) dengan menggunakan air di bawah permukaan tanah melalui sub irigasi, sehingga menyebabkan permukaan air tanah naik; (4) dengan penyiraman (sprinkling); (5) atau dengan sistem cucuran (trickle) (Hansen dkk, 1992).

(2)

Air untuk menyediakan kelembaban tanah yang diperlukan untuk pertumbuhan tanam-tanaman bisa didapatkan dari lima sumber, di mana salah satu pun tidak boleh diabaikan apabila memperkirakan kebutuhan air irigasi :

1. Presipitasi

2. Air atmosfer selain presipitasi 3. Air permukaan

4. Air tanah 5. Irigasi

Kegagalan dalam memperhitungkan kelima sumber tadi dan proporsi air yang diberikan oleh masing-masing untuk seluruh kebutuhan tanam-tanaman dapat menyebabkan kegagalan perencanaan suatu sistem irigasi. Pada beberapa daerah salah satu dari kelima sumber tadi bisa memberikan bagian yang terbesar untuk kebutuhan tanam-tanaman; di daerah lain dua atau lebih sumber air tersebut akan memberikan kontribusi air yang cukup besar untuk pertumbuhan tanaman (Hansen dkk, 1992).

Irigasi pertanian memiliki perbedaan yang besar pada pertanian lahan kering, dimana harus dilakukan secara intensif dan diperlukan suatu pengerjaan yang sistematik, tertata, dan terorganisir. Jadwal pemberian air harus dibuat secara konstan, dan masalah yang terjadi harus diatasi dengan cepat. Kesalahan yang terjadi dapat membawa pengaruh buruk terhadap keuangan karena biaya awal dianggap sebagai utang dan bila hal ini terus berlanjut akan menyebabkan kenaikan biaya dan pengeluaran pada irigasi pertanian. Karena itu, pembangunan pada daerah lahan kering harus dengan kemampuan untuk efisiensi pengelolaan Pada daerah lahan kering atau daerah yang mempunyai sumber air terbatas

(3)

penggunaan sistem irigasi tetes sangat sesuai karena sistem irigasi tersebut sangat efisien (≥ 75%) dan lebih sedikit memerlukan air (Zimmerman, 1966).

Irigasi Tetes

Irigasi cucuran juga disebut irigasi tetesan (drip). Terdiri dari jalur pipa yang ekstensif biasanya dengan diameter yang kecil yang memberikan air yang tersaring langsung ke tanah dekat tanaman. Alat pengeluaran air pada pipa disebut pemancar (emitter) yang mengeluarkan air hanya beberapa liter perjam. Dari pemancar, air menyebar secara menyamping dan tegak oleh gaya kapiler tanah yang diperbesar oleh gravitasi. Daerah yang dibatasi oleh gaya kapiler tanah diperbesar pada arah gerakan vertikal oleh gravitasi. Daerah yang dibatasi oleh pemancar tergantung kepada besarnya aliran, jenis tanah, tekstur tanah, struktur tanah, kelembaban tanah, dan permeabilitas tanah vertikal dan horisontal (Hansen dkk, 1992).

Irigasi tetes merupakan salah satu cara pemberian air pada tanaman yang terdiri dari pipa-pipa lateral dan emitter. Penggunaan irigasi ini sangat efektif bagi pemberian air karena air yang disalurkan langsung diberikan pada daerah perakaran tanaman. Efisiensi irigasi ini juga cukup tinggi yakni dapat mencapai 90% (Saprianto dan Nora, 1999).

Irigasi tetes merupakan cara pemberian air pada tanaman secara langsung, baik pada permukaan tanah maupun di dalam tanah melalui tetesan secara sinambung dan perlahan pada tanah di dekat tumbuhan. Setelah keluar dari penetes (emitter), air menyebar ke dalam profil tanah secara horizontal maupun vertikal akibat gaya kapilaritas dan gravitasi. Beberapa kelebihan irigasi tetes antara lain :

(4)

(1) Efisiensi dalam pemakaian air irigasi relatif paling tinggi dibandingkan sistem irigasi lain, karena pemberian air dengan kecepatan lambat dan hanya pada daerah perakaran, sehingga mengurangi penetrasi air yang berlebihan, evaporasi dari permukaan tanah dan aliran permukaan.

(2) Pada beberapa jenis tanaman tertentu, kondisi tanaman yang tidak terbasahi akan mencegah panyakit leaf burn (daun terbakar), selain itu kegiatan budidaya secara manual maupun mekanis dapat terus berjalan walaupun kegiatan irigasi sedang berlangsung.

(3) Dapat menekan aktivitas organisme pengganggu tanaman karena daerah yang terbasahi hanya di sekitar daerah perakaran saja.

(4) Dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pemberian pupuk dan pestisida, karena pemberiannya dapat diberikan bersamaan dengan air irigasi dan hanya diberikan di daerah perakaran saja.

(5) Pada sistem irigasi tetes dapat menghemat kebutuhan tenaga kerja untuk kegiatan pemberian irigasi maupun kegiatan pemupukan, karena sistem dapat dioperasikan secara otomatis.

(6) Pemberian air yang sinambung dapat mengurangi resiko penumpukan garam dan unsur-unsur beracun lainnya di daerah perakaran tanaman.

(7) Mampu beradaptasi dengan baik pada kondisi topografi dan sifat media tumbuh tanaman.

(8) Dengan dukungan tenaga kerja berkemampuan tinggi, sistem ini mempunyai akurasi yang tinggi dalam menentukan waktu dan jumlah air irigasi yang harus diberikan pada tanaman.

(5)

Walaupun memiliki beberapa keuntungan operasional namun sistem irigasi tetes memiliki beberapa kelemahan, terutama jika akan diterapkan secara luas di Indonesia, antara lain :

(1) Inventasi yang dikeluarkan cukup tinggi dan dibutuhkan teknik yang relatif tinggi dalam desain, instalansi dan pengoperasian sistem.

(2) Penyumbatan emitter yang disebabkan oleh faktor fisik, kimia, dan biologi air yang dapat mengurangi efisiensi dan kinerja sistem.

(3) Pada daerah yang tidak terbasahi berpotensi terjadi penumpukan garam.

Beberapa pertimbangan atau alasan penggunaan irigasi curah dan tetes di Indonesia antara lain :

(1) Tidak tersedianya jaringan irigasi gravitasi atau permukaan.

(2) Terbatasnya debit sumber air pada musim kemarau, sehingga pemanfaatannya harus dilakukan seefisien mungkin.

(3) Kondisi topografi tidak datar (bergelombang atau bergunung) sehingga tidak memungkinkan diterapkannya irigasi gravitasi atau permukaan.

(4) Pemberian air irigasi hanya diberikan pada periode tertentu (musim kemarau) dan tidak diperlukan jaringan irigasi permanen, sehingga dengan penerapan irigasi curah atau tetes biaya irigasi relatif lebih murah.

(5) Kondisi tanah sangat porous (berpasir), sehingga apabila diterapkan irigasi permukaan akan menimbulkan kehilangan air yang relatif besar dalam bentuk perkolasi.

(6) Tuntutan budidaya tanaman (hidroponik, rumah kaca, lapangan golf) yang menghendaki ketepatan jumlah dan waktu pemberian air, kualitas air serta digunakannya sarana irigasi untuk pemberian pupuk dan pestisida.

(6)

(7) Keinginan untuk mengintroduksi atau mengadopsi teknologi irigasi baru. (Susanto, 2006).

Tekstur Tanah

Tekstur tanah menunjukkan komposisi partikel penyusun tanah (separate) yang dinyatakan sebagai perbandingan proporsi (%) relatif antara fraksi pasir (sand), debu (silt), dan liat (clay). Partikel berukuran di atas 2 mm seperti kerikil dan bebatuan kecil tidak tergolong sebagai fraksi tanah tetapi harus diperhitungkan dalam evaluasi tekstur tanah. Klasifikasi ukuran, jumlah dan luas permukaan fraksi-fraksi tanah menurut sistem USDA dan Sistem Internasional tertera pada Tabel 1 berikut :

Tabel 1. Klasifikasi ukuran, jumlah dan luas permukaan fraksi-fraksi tanah menurut Sistem USDA dan Sistem Internasional

Separat tanah Diameter (mm) Jumlah partikel

(g-1)

Luas permukaan

USDA Internasional (cm2 g-1)

Pasir sangat halus 2,00 – 1,00 – 90 11

Pasir kasar 1,00 – 0,50 – 720 23

Pasir sedang 0,50 – 0,25 – 5.700 45

Pasir – 2,00 – 0,20 4.088 29

Pasir halus 0,25 – 0,10 – 46.000 91

Pasir sangat halus 0,10 – 0,05 – 722.000 227

Debu 0,05 – 0,002 – 5.776.000 454

Debu – 0,02 – 0,002 2.334.796 271

Liat <0,002 <0,002 90.250.853.000 8.000.000

(Hanafiah, 2009).

Klasifikasi kelas tekstur tanah dapat dilihat pada Tabel 2 Tabel 2. Klasifikasi kelas tekstur tanah

Nomor Nama tekstur Pasir (%) Debu (%) Liat (%)

1 Pasir 85-100 0-15 0-10

2 Lempung liat berpasir 45-80 0-28 20-35

3 Pasir berlempung 70-90 0-39 10-15

4 Lempung berpasir 43-80 0-50 0-20

5 Lempung 23-52 28-50 7-27

6 Lempung berdebu 0-50 50-88 0-27

7 Debu 0-20 88-100 0-12

8 Lempung liat berdebu 0-20 40-73 27-40

9 Lempung berliat 20-45 15-53 27-40

10 Liat berpasir 45-65 0-20 35-45

11 Liat berdebu 0-20 40-60 40-60

12 Liat 0-45 0-40 40-100

(7)

Secara skematis klasifikasi tanah tersebut dapat dilihat melalui klasifikasi segitiga USDA, seperti terlihat pada Gambar 1

Gambar 1. Diagram Segitiga Tekstur Tanah menurut Klasifikasi USDA (Hasibuan, 2011).

Bahan Organik Tanah

Bahan organik tanah dapat didefinisikan sebagai sisa-sisa tanaman dan hewan di dalam tanah pada berbagai pelapukan dan terdiri dari baik masih hidup maupun mati. Di dalam tanah dapat berfungsi memperbaiki sifat kimia, fisik, maupun biologi tanah; sehingga ada sebagian ahli mengatakan bahwa bahan organik di dalam tanah mempunyai fungsi yang tidak tergantikan. Usaha-usaha mempertahankan kadar bahan organik tanah hingga mencapai kondisi ideal (5% pada tanah lempung berdebu) adalah merupakan tindakan yang baik, berwawasan lingkungan, dan berpikir untuk kelestariannya. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan bahan organik ke dalam tanah lebih kuat pengaruhnya ke arah perbaikan sifat-sifat tanah dan bukan khususnya meningkatkan unsur hara di dalam tanah. Penggunaan bahan organik ke dalam tanah harus memperhatikan perbandingan kadar unsur C terhadap unsur hara (N,

(8)

P, K, dsb) karena apabila perbandingannya sangat besar akan menyebabkan terjadinya imobilisasi. Imobilisasi ini adalah proses pengurangan jumlah kadar unsur hara (N, P, K dsb) di dalam tanah oleh aktivitas mikroba, sehingga kadar unsur hara tersebut yang dapat digunakan tanaman berkurang (Winarso, 2005).

Bahan organik tanah adalah fraksi organik tanah yang berasal dari biomassa tanah dan biomassa luar-tanah. Biomassa tanah adalah massa total flora dan fauna tanah hidup serta bagian vegetasi yang hidup dalam tanah (akar). Biomassa luar-tanah adalah massa bagian vegetasi yang hidup di luar tanah (daun, batang, cabang, ranting, bunga, buah, dan biji). Bahan organik dibuat dalam organisme hidup dan tersusun atas banyak sekali senyawa karbon. Di dalam tanah, bahan organik bercampur dengan bahan mineral. Bahan organik tanah (BOT) memperbaiki struktur dan konsistensi tanah, dan dengan demikian memperbaiki kapasitas tukar kation (KTK), aerasi, permeabilitas, dan daya tahan menyimpan air. BOT dapat menahan air sampai 20 kali lipat bobotnya sendiri (Notohadiprawiro, 1998).

Kerapatan Massa Tanah (Bulk Density)

Kerapatan lindak (kerapatan isi atau bobot isi atau bobot volume atau bulk density) menunjukkan perbandingan antara berat tanah kering dengan volume tanah, termasuk volume pori-pori tanah. Kerapatan isi tanah merupakan petunjuk kepadatan tanah, makin tinggi kerapatan isi tanah makin sulit meneruskan air atau ditembus akar tanaman. Pada umumnya kerapatan isi tanah berkisar antara 1 – 1,6 g/cm3. Kerapatan isi ini, dipengaruhi oleh struktur tanah dan merupakan sifat fisik tanah yang dapat menunjukkan kegemburan atau tingkat kepadatan tanah.

(9)

Bobot isi tanah kering disebut sebagai kerapatan massa tanah. Beberapa nilai kerapatan massa tanah memiliki tekstur yang berbeda bersamaan dengan persentase porositas seperti pada Tabel 3 :

Tabel 3. Jenis nilai dan kerapatan massa dan porositas tanah Tekstur Tanah Jangkauan

kerapatan massa (g cm-3) Rata-rata (g cm-3) Jangkauan porostas (%) Persen rata-rata (%) Pasir dan Liat

Berpasir

1,2 − 1,8 1,6 30 − 55 40

Liat dan Liat Berlempung 1,1 − 1,6 1,3 40 − 60 50 Lempung Berliat dan Lempung 1,0 − 1,5 1,2 45 − 65 55 (Foth, 1994).

Untuk partikel tanah, kerapatan massa tanah memiliki perbedaan kepadatan atau kehilangan pada saat pengolahan tanah. Ini berarti bahwa porositas juga akan berubah. Beberapa tanah, seperti lapisan atas tanah hutan, Histosol, dan tanah yang dihasilkan abu vulkanik, memiliki kerapatan massa yang sangat rendah (terkadang kurang dari 1 gram per cm kubik) (Dingus, 1999).

Kerapatan massa tanah adalah massa padatan tanah per satuan volume tanah total yang biasanya dinyatakan sebagai g/cm3. Menurut Islami dan Utomo (1995), kerapatan massa tanah (bulk density) yaitu nisbah antara massa total tanah dalam keadaan kering dengan volume total tanah.

B𝑑𝑑=Mp Vt

...(1) Dimana :

Bd = Kerapatan massa (bulk density) (g/cm3) Mp = Massa padatan tanah (g)

(10)

Tanah-tanah yang tersusun dari partikel yang halus dan tersusun secara tidak beraturan, mempunyai struktur yang baik, ruang porinya tinggi sehingga bobot volumenya rendah (sekitar 1,2 g/cm3) (Foth, 1994).

Kerapatan Partikel Tanah (Particle Density)

Particle Density atau Kerapatan Partikel tanah ialah berat tanah kering per satuan volume partikel-partikel bagian padat tanah, tidak termasuk volume pori-pori tanah. Untuk menentukan particle density, yang diperhatikan adalah partikel-partikel dari bagian padat tanah. Oleh karena itu particle density dari setiap jenis tanah adalah konstan, tidak bervariasi dengan jumlah antara partikel-partikel tanah. Pada kebanyakan tanah-tanah mineral nilai dari particle density adalah 2,65 g/cc (Hasibuan, 2011).

Kerapatan partikel tanah adalah massa kering dibagi volume partikel tanah Pd =Mp

Vp ... (2)

Dimana :

Pd = Kerapatan partikel (particle density) (g/cm3) Mp = Massa padatan tanah (g)

Vp = Volume partikel tanah (cm3)

Kerapatan Partikel Tanah adalah perhitungan dari massa dan volume partikel tanah saja. Volume air dan udara tidak dimasukkan dalam perhitungan. Walaupun pengolahan tanah mempengaruhi porositas dan kerapatan massa tanah namun tidak mempengaruhi kerapatan partikel tanah. Kerapatan partikel tetap konstan karena pengolahan tanah dan perubahan suhu tidak mempengaruhi jumlah total dan komposisi kimia dari partikel mineral tanah (Dingus, 1999).

(11)

Porositas Tanah

Nilai porositas pada tanah pertanian bervariasi dari 40 sampai 60 %, sedangkan nilai rasio rongga dari 0,3 – 0,2. Porositas dipengaruhi oleh ukuran partikel dan struktur. Tanah berpasir mempunyai porositas rendah (40%) dan tanah lempung mempunyai porositas tinggi. Jika strukturnya baik dapat mempunyai porositas 60%. Ditinjau dari ruang pori susunan secara acak mempunyai ruang yang paling tinggi, dan susunan terarah mempunyai ruang pori paling rendah (Islami dan Utomo, 1995).

Porositas total atau ruang pori total adalah volume seluruh pori dalam suatu volume tanah utuh yang dinyatakan dalam persen. Porositas total merupakan indikator awal yang paling mudah untuk mengetahui apakah suatu tanah mempunyai struktur baik atau buruk. Pengukuran porositas total dilakukan pada kedalaman 0 – 25 cm, dengan menggunakan persamaan

Porositas Total = �1−Bd

Pd� x 100% ... (3)

(Yunus, 2004).

Porositas adalah proporsi ruang pori total (ruang kosong) yang terdapat dalam satuan volume tanah yang dapat ditempati oleh air dan udara, sehingga merupakan indikator kondisi drainase dan aerasi tanah. Tanah yang porous berarti tanah yang cukup mempunyai ruang pori untuk pergerakan air dan udara masuk-keluar tanah secara leluasa, sebaliknya jika tanah tidak porous maka air dan udara tidak leluasa pergerakannya sehingga air dan udara akan tertahan di dalam tanah (Hanafiah, 2005).

(12)

Infiltrasi

Proses masuknya air hujan ke dalam lapisan permukaan tanah disebut infiltrasi. Air yang menginfiltrasi itu pertama-tama diabsorbsi untuk meningkatkan kelembaban tanah, selebihnya akan turun ke permukaan air tanah dan mengalir ke samping. Dalam beberapa hal tertentu, infiltrasi itu berubah-ubah sesuai dengan intensitas curah hujan. Akan tetapi setelah mencapai limitnya, banyaknya infiltrasi akan berlangsung terus sesuai dengan kecepatan absorbsi maksimum setiap tanah bersangkutan. Kecepatan infiltrasi yang berubah-ubah sesuai dengan variasi intensitas curah hujan umumnya disebut laju infiltrasi. Laju infiltrasi maksimum yang terjadi pada suatu kondisi tertentu disebut kapasitas infiltrasi (f). Kapasitas infiltrasi berbeda-beda menurut kondisi tanah. Pada tanah yang sama kapasitas infiltrasi itu berbeda-beda, tergantung dari kondisi permukaan tanah, struktur tanah, tumbuh-tumbuhan, suhu dan lain-lain. Di samping intensitas curah hujan, infiltrasi berubah-ubah karena dipengaruhi oleh kelembaban tanah dan udara yang terdapat dalam tanah. Faktor-faktor yang mempengaruhi infiltrasi di bawah ini adalah :

1. Dalamnya genangan di atas permukaan tanah dan tebal lapisan yang jenuh. 2. Kelembaban tanah.

3. Pemampatan oleh curah hujan.

4. Penyumbatan oleh bahan-bahan yang halus. 5. Pemampatan oleh orang dan hewan.

6. Struktur tanah. 7. Tumbuh-tumbuhan.

(13)

Setiap tanah memiliki karakteristik laju infiltrasi yang berbeda, yang bervariasi dari yang sangat tinggi sampai yang sangat rendah. Jenis tanah berpasir memiliki laju infiltrasi tinggi, akan tetapi tanah liat sebaliknya, cenderung mempunyai laju infiltrasi rendah. Untuk satu jenis tanah yang sama dengan kepadatan berbeda mempunyai laju infiltrasi yang berbeda pula. Makin padat makin kecil laju infiltrasinya. Kelembaban tanah yang selalu berubah setiap saat juga berpengaruh terhadap laju infiltrasi. Makin tinggi kadar air di dalam tanah, laju infiltrasi tanah tersebut makin kecil. Pengaruh tanaman di atas permukaan tanah memiliki dua fungsi, yaitu menghambat aliran air di permukaan tanah sehingga kesempatan berinfiltrasi lebih besar, dan dengan sistem akarnya dapat lebih menggemburkan struktur tanahnya, sehingga makin baik penutup tanaman yang ada, laju infiltrasi cenderung lebih tinggi (Harto, 1993).

Kapasitas Lapang

Apabila air gravitasi telah habis, kadar kelembaban tanah disebut kapasitas lapang (field capacity). Kapasitas lapang tidak dapat ditentukan dengan cepat, sebab tidak terputus pada kadar kelembaban versus waktu. Kapasitas lapang dapat diukur dengan menghitung kadar kelembaban tanah sesudah suatu pemberian air yang cukup besar untuk menjamin pembasahan yang merata pada tanah yang akan diperiksa. Dengan mengamati pengurangan kelembaban tanah dengan menentukan kelembaban pada waktu yang berbeda-beda sesudah pemberian air sangat berguna dalam memahami dan menginterpretasikan secara tepat karakteristik kapasitas lapang tanah. Konsep kapasitas lapang sangat berguna dalam mendapatkan sejumlah air yang tersedia dalam tanah untuk penggunaan

(14)

oleh tanaman. Sebagai contoh, kapasitas lapang diukur 2 hari setelah kejadian hujan (Hansen dkk, 1992).

Menyatakan bahwa nilai-nilai pF yang penting bagi pertumbuhan tanaman adalah berkisar dari 2-4. Pada pF 2,0 keadaan air terlalu basah, keadaan udara mulai terbatas dan air mulai turun merembes. Pada pF 2,54 adalah keadaan air pada kapasitas lapang, sedang pada pF 4,2 atau 15 atm keadaan kritis, akar mulai tidak dapat mengisap air dan mulai layu secara permanen (titik layu permanen). Air yang tersedia bagi tanaman adalah pada keadaan diantara pF 2,54-pF 4,2 (Hasibuan, 2006)

Titik Layu Permanen

Kapasitas simpanan permanen suatu tanah diukur dengan kandungan air tanahnya pada titik layu permanen vegetasinya. Titik layu ini (kandungan air tanah terendah di mana tanaman dapat mengekstraksi air dari suatu ruang pori tanah terhadap gaya gravitasi) ditentukan untuk suatu tanah bila bagian atas tanaman berada pada atmosfer basah dan tidak terlalu panas. Ini adalah sama bagi semua tanaman pada tanah tertentu. Kandungan air tanah yang melebihi titik layu permanen disebut kadar air tanah tersedia (Seyhan, 1990).

Kehilangan Air 1. Evapotranspirasi

Transpirasi dan evaporasi dari permukaan tanah bersama-sama disebut evapotranspirasi atau kebutuhan air (consumptive use). Jika air yang tersedia dalam tanah cukup banyak maka evapotranspirasi itu disebut evapotranspirasi potensial. Pengukuran evapotranspirasi potensial melalui tanaman dari tanah dilakukan dengan evapotranspirometer. Permukaan tangki tanah yang ditutup

(15)

dengan tanaman disiram dengan air secukupnya kemudian volume air yang merembes keluar dari dasar tangki diukur lalu selisih antara air yang dituangkan dengan air yang keluar adalah evapotranspirasi potensial pada jangka waktu pengukuran. Dapat dimengerti bahwa jika air yang terdapat di dalam tanah tidak cukup, maka banyakmya evapotranspirasi adalah lebih kecil dari evapotranspirasi potensial (Sosrodarsono dan Takeda, 2003).

Evapotranspirasi tanaman (corp evapotranspiration, corp water requirement, consumptive use, consumptive water requirement, ETc) adalah tebal

air yang dibutuhkan untuk keperluan evapotranspirasi suatu jenis tanaman pertanian tanpa dibatasi kekurangan air. Dengan kata lain adalah tebal air yang digunakan untuk tanaman supaya hidup. Nilai ETc setiap jenis tanaman akan

berbeda-beda, dan dapat dihitung dengan persamaan :

ETc = Kc . ET0 ... (4)

Keterangan :

ETc = evapotranspirasi tanaman (mm/hari) ET0 = evapotranspirasi rujukan (mm/hari) Kc = koefisien tanaman

(Soewarno, 2000).

Cara perhitungan potensial evapotranspirasi metode empirik Blaney-Riddle rumus umumnya adalah :

U = kp(45,7 t+813)100 ... (5) K = Kt x Kc ... (6)

Kt = 0.0311t + 0.240 ... (7)

(16)

U = Evapotranspirasi bulanan (mm)

p = Persentase jumlah jam penyinaran matahari perbulan dalam 1 (satu) tahun (%)

t = Suhu udara rata-rata bulanan (oC) kc = Koefisien tanaman.

Evapotranspirasi tanaman dapat juga ditentukan berdasarkan nilai evaporasi yang diukur dengan alat seperti evapopan kemudian dikalikan dengan koefisien tanamannya (Sosrodarsono dan Takeda, 2003).

Faktor-faktor yang mempengaruhi evaporasi dan evapotranspirasi adalah suhu air, suhu udara (atmosfer), kelembaban, kecepatan angin, tekanan udara, sinar matahari dan lain-lain yang saling berhubungan satu sama lain. Pada waktu pengukuran evaporasi, maka kondisi/keadaaan ketika itu harus diperhatikan, mengingat faktor ini sangat dipengaruhi oleh perubahan lingkungan. Kondisi-kondisi itu tidak merata di seluruh daerah (Sosrodarsono dan Takeda, 2003).

Perkolasi

Daya perkolasi p adalah laju perkolasi maksimum yang dimungkinkan, yang besarnya dipengaruhi oleh kondisi tanah dalam zona tidak jenuh, yang terletak di antara permukaan tanah dengan permukaan air tanah. Perkolasi tidak mungkin terjadi sebelum zona tidak jenuh mencapai kapasitas lapang (field capacity). Persamaan untuk perkolasi adalah

𝜌𝜌= ℎ1−ℎ2

𝑡𝑡2−𝑡𝑡1 ... (8)

dimana :

h1 = tinggi air awal (m) h2 = tinggi air akhir (m)

(17)

t1 = waktu awal (s) t2 = waktu akhir (s) (Soemarto, 1995).

Tanah Latosol

Jenis tanah Latosol berasal dari bahan induk vulkanik, baik tufa maupun batuan beku. Ciri-ciri umumnya bertekstur lempung sampai liat, struktur remah sampai gumpal dan konsistensi gembur. Warna tanah kemerahan tergantung dari susunan mineralogi bahan induknya, drainase, umur dan keadaan iklimnya. Kandungan unsur hara rendah sampai sedang, sehingga sifat tanahnya secara fisik tergolong baik, namun secara kimia kurang baik (Nugroho, 2009).

Tanah golongan Latosolic terbentang luas diseputar garis khatulistiwa yaitu dari Tropical of Cancer sampai Tropical of Capricorn atau 22o 30’ LS yaitu batas daerah tropis. Banyak diantara tanah ini telah berkembang di bawah curah hujan yang tinggi, temperatur tinggi dan tumbuhan berdaun lebar berupa vegetasi yang menggugurkan daun di musim dingin. Pencucian larutan cenderung didasari pH lebih tinggi bila dibandingkan pencucian asam-asam yang terjadi pada tanah padzolic yang menyebabkan silica-nya hilang dan besinya tertinggal. Tanah ini mempunyai sifat fisik yang baik (struktur) tetapi berkemampuan rendah untuk menahan kation (sangat mirip dengan tanah berpasir) dan membutuhkan pemberian pupuk yang agak sering. Banyak tanah di Indonesia tergolong tanah Latosolic (Hakim dkk, 1986).

(18)

Kinerja Irigasi

Kinerja jaringan irigasi tercermin dari kemampuannya untuk mendukung ketersediaan air irigasi pada areal layanan irigasi (command area) yang kondusif untuk penerapan pola tanam yang direncanakan. Secara umum, kinerja jaringan irigasi yang buruk mengakibatkan meningkatnya water stress yang dialami tanaman (baik akibat kekurangan ataupun kelebihan air) sehingga pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman tidak optimal. Kerugian yang timbul akibat water stress tidak hanya berupa produktivitas tanaman sangat menurun, tetapi mencakup pula mubazirnya sebagian masukan usahatani yang telah diaplikasikan (pupuk, tenaga kerja, dan lain-lain). Perbaikan kinerja jaringan irigasi mencakup perangkat lunak maupun perangkat kerasnya. Secara normatif, monitoring dan evaluasi kinerja jaringan di level primer dan sekunder telah dilakukan oleh instansi terkait dan program rehabilitasinya telah pula dirumuskan (Sumaryanto, dkk., 2006).

Indikator untuk mengetahui kinerja irigasi diantaranya adalah melalui efisiensi irigasi yang meliputi Efisiensi Pemakaian Air, Efisiensi Penyimpanan Air, Keseragaman Pemakaian Air, dan Kecukupan Irigasi.

1. Efisiensi Pemakaian Air

Konsep efisiensi pemakaian air dikembangkan untuk mengukur dan memusatkan perhatian terhadap efisiensi dimana air yang disalurkan sedang ditampung pada daerah akar dari tanah yang dapat digunakan oleh tumbuh-tumbuhan.

Ea = WWsf x 100% ... (9)

(19)

Ea = Efisiensi pemakaian air (%)

Ws = Air yang ditampung dalam tanah daerah akar selama pemberian air (m3)

Wf = Air yang disalurkan (m3)

Pada pelaksanaan pemberian air irigasi yang normal, aplikasi efisiensi pemberian air irigasi permukaan adalah sekitar 6%, sedangkan sistem pemberian air irigasi penyiraman (sprinkler irrigation) yang direncanakan dengan baik pada umumnya dianggap mempunyai efisiensi kira-kira 75% (Hansen, dkk., 1992).

2. Efisiensi Penyimpanan Air

Konsep efisiensi penyimpanan menunjukkan perhatian secara lengkap bagaimana kebutuhan air tersebut disimpan pada daerah perakaran selama pemberian air irigasi. Keadaan ini biasa terjadi karena harga air yang mahal ataupun karena kelangkaan air.

Es = WWns x 100% ... (10)

dimana:

Ea = Efisiensi pemakaian air (%)

Ws = Air yang ditampung dalam tanah daerah akar selama pemberian air (m3)

Wf = Air yang disalurkan (m3)

Efisiensi penyimpanan air irigasi penting untuk mengetahui apabila air yang disimpan pada daerah perakaran selama pemberian air irigasi tidak memadai, menyebabkan tanaman tidak dapat tumbuh dengan baik (Hansen, dkk., 1992).

(20)

3. Keseragaman Pemakaian Air

Desain yang tepat dari sistem irigasi harus mendapat keseragaman pemberian air pada tanah, sehingga mampu memberi air yang tepat selama selang waktu yang tepat. Desain sistem irigasi tetes ideal akan mencapai 100% keseragaman distribusi tetesan emitter, sehingga setiap tanaman dapat menerima jumlah air yang sama untuk pertumbuhan. Namun pada kenyataan di lapang, keseragaman distribusi tetesan tidak mungkin bisa mencapai 100% karena banyak faktor yang mempengaruhi (Prabowo dkk, 2010).

Koefisien variasi menggambarkan kualitas dari alat penetes. Koefisien variasi ditentukan dari pengukuran laju aliran untuk beberapa alat penetes yang identik dan dihitung dengan persamaan :

Cv = (𝑞𝑞1 2+𝑞𝑞 2 2++𝑞𝑞 𝑛𝑛2−𝑛𝑛𝑞𝑞�2)1/2 𝑞𝑞�(𝑛𝑛−1)12 ... (11) Dimana :

Cv = koefisien variasi pembuatan q1, q2, …, qn = debit dari alat penetes (l/h, gph)

q = rata-rata jumlah debit dari alat penetes (l/h, gph) n = total alat penetes

Keseragaman penetes untuk point dan line source dari persamaan berikut : EU = 100�1,0−�𝑁𝑁𝑒𝑒1,27𝐶𝐶𝑣𝑣�𝑄𝑄𝑄𝑄𝑚𝑚𝑚𝑚𝑛𝑛𝑎𝑎𝑣𝑣𝑒𝑒 ... (12) Dimana :

EU = emission uniformity dalam persen

Ne = banyaknya emitterpoint source per titik penetes; jarak antara tanaman dibagi atas panjang unit lateral digunakan untuk menghitung Cv atau 1,

(21)

untuk emitterline source.

Cv = koefisien variasi pembuatan untuk emitterpoint dan line source Qmin = debit minimum laju emitter pada sistem (l/h, gph)

Qave = debit rata-rata atau desain emitter (l/h, gph) (James, 1988).

4. Kecukupan Air Irigasi

Pemakaian air konsumtif adalah jumlah air yang diperlukan untuk evapotranspirasi selama pertumbuhan. Besarnya pemakaian air konsumtif ini bervariasi menurut jenis tumbuhan dan daerah/zona iklim. Perbedaan jenis tumbuhan disebabkan oleh perbedaan masa pertumbuhan dan pematangan, sedangkan perbedaan tipe iklim disebabkan oleh perbedaan unsur-unsur iklim yang berpengaruh terhadap evapotranspirasi.

Banyaknya pemberian air yang ideal adalah sejumlah air yang dapat membasahkan tanah di seluruh daerah perakaran sampai keadaan kapasitas lapang. Jika air diberikan berlebih mengakibatkan penggenangan di tempat-tempat tertentu yang memperburuk aerasi tanah (Hakim dkk, 1986).

5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Irigasi

Kedalaman air yang digunakan pada setiap pemberian air irigasi adalah faktor yang paling utama mempengaruhi efisiensi irigasi. Meskipun air disebarkan secara seragam ke seluruh permukaan tanah, kedalaman pemakaian air yang berlebihan akan berakibat pada efisiensi yang rendah. Banyak faktor yang mempengaruhi seperti keseragaman tanah, metoda pemberian air irigasi, besarnya aliran pemberian air irigasi, lamanya pengairan, tekstur tanah, permeabilitas, dan

(22)

kedalaman mempengaruhi waktu pemberian air irigasi menjaga aliran air dengan demikian juga pada kedalamannya (Susanto, 2006).

Rancangan Irigasi Tetes 1. Jaringan Irigasi Tetes

Nozzle tetes (emitter) digunakan pada interval tetap pada lateral. Emitter melewatkan air untuk menetes pada kecepatan yang sangat rendah, biasanya dalam bentuk tetesan. Penetes (emitter) dapat dibuat dalam tiga tipe : (i) air menetes terus menerus, (ii) air menetes dari emitter, (iii) air disemprotkan atau menetes dari lubang yang dibuat pada pipa lateral. Pipa PVC digunakan pada rancangan irigasi tetes dapat dianggap sebagai pipa halus. Kehilangan akibat gesekan dapat dihitung dengan persamaan :

𝑓𝑓= (R0,316

n)1 4� ... (13)

dimana : f = koefisien gesekan Rn = bilangan Reynold (Lenka, 1991).

Jaringan bervariasi tergantung pada topografi, ukuran, dan bentuk area irigasi, jenis tanaman dan pola tanam, alat penetes, dan lain-lain. Bagaimanapun, jaringan irigasi tetes kebanyakan elemennya termasuk :

a. Pipa utama yaitu sebuah saluran, biasanya baja, semen asbes, atau material sejenis, hampir selalu dibuat di bawah tanah, membawa air dari sumber (seperti mata air, danau, saluran regional, atau kanal) ke titik pengendali di lapangan.

(23)

b. Pengendali Tinggi Air yaitu pengendali pusat dan titik operasi dari jaringan, terdiri atas katup, pengukur keluaran dan tekanan (dimaksudkan untuk mengendalikan dan pengatur keluaran dan tekanan, termasuk katup statis dan lubang angin) alat pengendali otomatis, penyaring, dan pelarut pupuk.

c. Pipa sub utama (pipa kedua) yaitu pipa katup yang banyak, mendistribusikan air ke berbagai sub unit dalam unit.

d. Pipa bantuan (manifold) yaitu pipa fleksibel atau tetap, biasanya berdiameter 20 sampai 75 mm, mendistribusikan air diantara pipa lateral yang terhubung ke sub unit.

e. Pipa Lateral yaitu dibuat fleksibel menggunakan pipa polyethylene atau PVC, diletakkan di atas tanah, membawa emitter. Secara umum diameternya antara 12 sampai 25 mm, dan tekanan di bawah 4 atm. Terkadang pipa PVC dibuat pipa lateral.

f. Emitter (penetes) yaitu alat untuk mengurangi tekanan saluran ke tekanan atmosfer, memperlambat air, dan mengendalikan pengeluaran

(Finkel, 2000).

2. Debit

Air dikeluarkan melalui penetes dalam debit air yang rendah secara konstan dan kontinu, kondisi ini tergantung pada tekanan dalam pipa untuk menghasilkan debit air yang diinginkan. Karakteristik dari penetes akan menunjukkan debit air yang dapat melewati penetes tersebut (Sumarna, 1998).

Jumlah air yang menetes dari emitter tergantung tekanan di nozzle, ukuran pembukaan dan kehilangan akibat gesekan. Setiap lubang emitter umumnya

(24)

mengeluarkan 2 sampai 10 liter perjam. Nozzle memiliki variasi bentuk dan ukuran (Lenka, 1991).

Debit air keluaran emitter rata-rata adalah volume dari keseluruhan air yang tertampung dari semua emitter per satuan waktu dan jumlah emitter yang ada. Debit air keluar emiter rata-rata (Qa) dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

... (14) Dimana :

Qa = Debit rata-rata dari keseluruhan emitter (l/jam)

G = Volume air irigasi keseluruhan per tanaman per hari (l) Ta = Lama pemberian air (jam/hari)

Np = Jumlah emiter per tanaman (Sapei, 2003).

3. Kecepatan Aliran

Secara hidraulik, variasi tekanan sepanjang sebuah pipa lateral akan menyebabkan aliran emitter yang bervariasi sepanjang pipa lateral dan dan variasi tekanan pada pipa sub utama akan menyebabkan variasi aliran pada pipa lateral (pada setiap pipa lateral) sepanjang pipa sub utama. Emitter yang biasanya paling banyak digunakan dan juga diasumsikan aliran turbulensi pada pipa lateral, aliran pada emitter (atau aliran pipa lateral pada pipa sub utama) dan tinggi tekanan dapat ditunjukkan melalui rumus berikut :

𝑞𝑞1 = 𝑐𝑐�ℎ𝑚𝑚 ... (15) Dimana :

q1 = aliran emitter (atau ke dalam pipa lateral dari pipa sub utama)(m/s) Np Ta G Qa . =

(25)

c = koefisien

hi = tinggi tekanan pada bagian ke-I (m)

Variasi tekanan dan aliran emitter (atau aliran pipa lateral) pada bagian ke-I memiliki hubungan dan dapat dapat ditunjukkan sebagai

𝑞𝑞𝑣𝑣𝑎𝑎𝑣𝑣 = 1−(1− ℎ𝑣𝑣𝑎𝑎𝑣𝑣)0,5 ... (16) Variasi aliran emitter (atau aliran pipa lateral pada pipa sub utama), qvar didefinisikan sebagai :

𝑞𝑞𝑣𝑣𝑎𝑎𝑣𝑣 =𝑞𝑞𝑚𝑚𝑎𝑎𝑚𝑚𝑞𝑞𝑚𝑚𝑎𝑎𝑚𝑚−𝑞𝑞𝑚𝑚𝑚𝑚𝑛𝑛 ... (17) Dimana qmax adalah aliran maksimum emitter dan qmin adalah aliran minimum

emitter sepanjang pipa lateral (atau aliran pipa lateral pada pipa sub utama). Variasi tekanan hvar didefinisikan sebagai ;

ℎ𝑣𝑣𝑎𝑎𝑣𝑣 = ℎ𝑚𝑚𝑎𝑎𝑚𝑚ℎ𝑚𝑚𝑎𝑎𝑚𝑚−ℎ𝑚𝑚𝑚𝑚𝑛𝑛 ... (18) Dimana hmax dan hmin adalah tinggi tekanan maksimum dan minimum,

masing-masing disepanjang pipa lateral (atau pipa sub utama) (Michael, 1978).

4. Tanaman Caisim (Brassica juncea L.)

Tanaman Caisim (B. juncea) berasal dari wilayah tengah Asia, wilayah dekat kaki pegunungan Himalaya. Migrasi terjadi ke pusat domestikasi sekunder di India, wilayah tengah dan barat Cina, dan wilayah pegunungan Kaukasus. Catatan dalam bahasa Sansekerta menunjukkan bahwa tanaman ini ditanam sejak tahun 3000 SM. Tanaman setahun yang dapat menyerbuk sendiri ini, umumnya tahan terhadap suhu rendah, juga dikenal luas sebagai sawi India, sawi coklat atau sawi kuning, terkadang disebut sebagai sawi Cina atau sawi Oriental.

(26)

Jenis sawi ini sangat beragam kegetirannya. Sebagian besar bentuk sawi ini digunakan sebagai lalapan rebusan. Daun bagian dalam tidak terlalu getir, dan disukai untuk salad; sedangkan daun terluar yang lebih tua beraroma keras, dan karena itu biasanya dimasak. Daunnya bergizi, memiliki kandungan provitamin A dan asam askorbat yang tinggi (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

5. Berat Kering Tanaman

Produksi tanaman bisa diukur dengan menghitung bobot kering tanaman tersebut. Setelah tanaman dicuci (dekontaminasi) selanjutnya dikeringkan pada oven pengering. Pengeringan di oven ini bertujuan untuk mengurangi dan menghentikan proses biokimia tanaman, terutama aktivitas enzim. Aktivitas enzim tanaman dapat dihentikan dengan mengovenkan pada temperatur 60oC hingga 80oC, tetapi pada temperatur yang lebih tinggi dapat mengubah unsur hara yang akan dianalisis. Oleh sebab itu, disarankan untuk mengovenkan tanaman pada temperatur ± 70oC selama 48 jam (Mukhlis, 2007).

Gambar

Tabel  1.  Klasifikasi  ukuran,  jumlah  dan  luas   permukaan   fraksi-fraksi    tanah menurut Sistem USDA dan Sistem Internasional
Gambar 1. Diagram Segitiga Tekstur Tanah menurut Klasifikasi USDA  (Hasibuan, 2011).
Tabel 3. Jenis nilai dan kerapatan massa dan porositas tanah  Tekstur Tanah  Jangkauan

Referensi

Dokumen terkait

Kemajuan perkembangan terjadi tentunya di dasari oleh berbagai faktor, faktor yang menjadi perhatian pertama kali tentunya mengenai relevansi antara peran Harun

Enter a All requested variables entered... Enter a All requested

jalur_tmpt_tgal menyimpan data calon siswa yang memilih dai jalur yang diinginkan dan setiap jalur memiliki identitas jalur sendiri – sendiri. Semua tabel jalur ini memiliki

Gigi impaksi adalah gigi yang sebagian atau seluruhnya tidak erupsi dan posisinya berlawanan dengan gigi lainya, jalan erupsi normalnya terhalang oleh tulang

1. Penjabaran Tema/ Sub Tema/ Sub-sub Tema : KEBUTUHANKU/ BAJU/ JENIS-JENIS BAJU Minggu ke 10. Manfaat baju Baju adalah kebutuhan dasar manusia dimana baju sebagai pelindung

Dengan ini memohon kesediaan ibu/ bapak untuk menjadi responden pada penelitian yang sedang saya laksanakan dengan judul “Hubungan Tingkat Ekonomi Keluarga dan Pengetahuan

Dalam melakukan perhitungan yang dibutuhkan menggunakan metode Shumard dalam melakukan penyesuaian untuk penentuan waktu normal dan waktu baku, metode peramalan pemulusan

- Penyusun membatasi diri pada istilah “menjala manusia” yang terdapat di dalam Injil Lukas karena Injil Lukas menggunakan kata yang berbeda dengan kedua Injil Sinoptik yang lain..