• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANAN PENGAWASAN DAN KERANGKA AUDIT SY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERANAN PENGAWASAN DAN KERANGKA AUDIT SY"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Lembaga Keuangan Syari’ah seperti halnya bank, memiliki karakteristik berbeda dengan entitas konvensional. Perbedaan karakter tersebut mempengaruhi bentuk dan standar dalam kegiatan pengawasan lembaga bank syariah termasuk pelaksanaan auditnya. Pengawasan bank syariah yang berada dalam otoritas Bank Indonesia (BI) dan Dewan Syariah Nasional (DSN) dilakukan dalam rangka menjaga kepatuhan terhadap prinsip-prinsip dan aturan syariah dalam operasional kegiatannya dan pelaporannya sesuai konsep perbankan syariah serta sesuai prinsip akuntansi bertema umum.

(2)

diperlukan elemen lain yang mendukung kesuksesan perbankan syariah yaitu good corporate governance (tata kelola perusahaan yang baik).

Tujuan corporate governance secara umum adalah untuk mewujudkan keadilan bagi seluruh pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan (stakeholder). Dalam mewujudkan pengawasan bank syariah yang efektif dan efisien maka BI, DSN, dan DPS harus saling bekerja sama dalam mengemban tugasnya dengan sebaikbaiknya. Dan untuk mewujudkan good corporate governance seluruh pihak baik dewan direksi, manajemen bank, auditor, stakeholder dan pihak lainnya harus saling memberikan informasi yang benar guna mendukung pertanggungjawaban masingmasing pihak kepada otoritas yang sesuai dan kepada masyarakat yang bermitra dengan Bank Syariah. Seluruh upaya tersebut memerlukan dukungan dari pemerintah yang diwakili oleh BI yang telah diberikan kepercayaan dalam membuat kebijakan berupa regulasi-regulasi yang terarah, efisien dan efektif.

Makalah ini dimaksudkan untuk menganalisa beberapa konsep penting tentang pengawasan pada lembaga keuangan syariah, kerangka audit syariah, dan tata kelola perusahaan bagi lembaga keuangan syariah secara umum.

1.2. Rumusan Masalah

(3)

1. Apa yang dimaksud dengan pengawasan, kerangka audit syariah, tata kelola perusahaan, dan Lembaga Keuangan Syariah?

2. Bagaimana konsep pengawasan Lembaga Keuangan Syariah?

3. Bagaimana Standar Auditing AAOIFI untuk audit pada Lembaga Keuangan Syariah?

4. Bagaimana Peranan pengawasan dan Kerangka Audit Syariah terhadap Lembaga Keuangan Syariah?

1.3. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisannya adalah sebagai berikut:

1. Untuk memahami apa yang dimaksud dengan pengawasan, kerangka audit syariah, tata kelola perusahaan, dan Lembaga Keuangan Syariah 2. Untuk memahami bagaimana konsep pengawasan Lembaga Keuangan

Syariah

3. Untuk memahami bagaimana Standar Auditing AAOIFI untuk audit pada Lembaga Keuangan Syariah

4. Untuk memahami bagaimana Peranan pengawasan dan Kerangka Audit Syariah terhadap Lembaga Keuangan Syariah?

1.4. Metode Penulisan

(4)

1.5. Sistematika Penulisan

Untuk lebih memudahkan dalam penyusunan makalah ini, penulis rumuskan sistematika penulisannya. Adapun sistematika penulisannya adalah:

BAB I: PENDAHULUAN. Yang meliputi: Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Metode Penulisan, Sistematika Penulisan.

BAB II: LANDASAN TEORITIS. Yang meliputi: Pengertian Pengawasan, Jenis Pengawasan, Pengertian Audit Syariah, Tujuan Audit dalam Islam, Audit dalam Al-Qur’an, Pengertian Tata Kelola, Tujuan Prinsip Tata Kelola, Pengertian Lembaga Keuangan Syariah, Prinsip Lembaga Keuangan Syari’ah, Ciri Lembaga Keuangan Syari’ah,Macam-macam Lembaga Keuangan Syari’ah.

BAB III: PEMBAHASAN. Yang meliputi: Konsep Pengawasan Lembaga Keuangan Syariah, Kerangka Audit Syari’ah, Peranan Pengawasan dan Kerangka Audit Syariah terhadap Tata Kelola Perusahaan.

BAB IV: PENUTUP. Yang meliputi: Kesimpulan.

(5)

LANDASAN TEORITIS

2.1. Pengawasan

2.1.1. Pengertian Pengawasan

Pengawasan adalah proses dalam menetapkan ukuran kinerja dan pengambilan tindakan yang dapat mendukung pencapaian hasil yang diharapkan sesuai dengan kinerja yang telah ditetapkan tersebut.

Menurut Winardi Pengawasan adalah semua aktivitas yang dilaksanakan oleh pihak manajer dalam upaya memastikan bahwa hasil aktual sesuai dengan hasil yang direncanakan, Sedangkan menurut Basu Swasta Pengawasan merupakan fungsi yang menjamin bahwa kegiatan-kegiatan dapat memberikan hasil seperti yang diinginkan. Sedangkan menurut Komaruddin Pengawasan adalah berhubungan dengan perbandingan antara pelaksana aktual rencana, dan awal Unk langkah perbaikan terhadap penyimpangan dan rencana yang berarti.

(6)

Dari beberapa pendapat tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengawasan merupakan hal penting dalam menjalankan suatu perencanaan. Dengan adanya pengawasan maka perencanaan yang diharapkan oleh manajemen dapat terpenuhi dan berjalan dengan baik.

Pengawasan pada dasarnya diarahkan sepenuhnya untuk menghindari adanya kemungkinan penyelewengan atau penyimpangan atas tujuan yang akan dicapai. melalui pengawasan diharapkan dapat membantu melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan secara efektif dan efisien. Bahkan, melalui pengawasan tercipta suatu aktivitas yang berkaitan erat dengan penentuan atau evaluasi mengenai sejauhmana pelaksanaan kerja sudah dilaksanakan. Pengawasan juga dapat mendeteksi sejauhmana kebijakan pimpinan dijalankan dan sampai sejauhmana penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan kerja tersebut.

Konsep pengawasan demikian sebenarnya menunjukkan pengawasan merupakan bagian dari fungsi manajemen, di mana pengawasan dianggap sebagai bentuk pemeriksaan atau pengontrolan dari pihak yang lebih atas kepada pihak di bawahnya.” Dalam ilmu manajemen, pengawasan ditempatkan sebagai tahapan terakhir dari fungsi manajemen. Dari segi manajerial, pengawasan mengandung makna pula sebagai:

(7)

dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan, dan dengan adanya pengawasan dapat memperkecil timbulnya hambatan, sedangkan

hambatan yang telah terjadi dapat segera diketahui yang kemudian dapat

dilakukan tindakan perbaikannya.”

Sementara itu, dari segi hukum administrasi negara, pengawasan dimaknai sebagai “proses kegiatan yang membandingkan apa yang dijalankan, dilaksanakan, atau diselenggarakan itu dengan apa yang dikehendaki,

direncanakan, atau diperintahkan.”

Hasil pengawasan ini harus dapat menunjukkan sampai di mana terdapat kecocokan dan ketidakcocokan dan menemukan penyebab ketidakcocokan yang muncul. Dalam konteks membangun manajemen pemerintahan publik yang bercirikan good governance (tata kelola pemerintahan yang baik), pengawasan merupakan aspek penting untuk menjaga fungsi pemerintahan berjalan sebagaimana mestinya. Dalam konteks ini, pengawasan menjadi sama pentingnya dengan penerapan good governance itu sendiri.

(8)

Sasaran pengawasan adalah temuan yang menyatakan terjadinya penyimpangan atas rencana atau target. Sementara itu, tindakan yang dapat dilakukan adalah:

1. Mengarahkan atau merekomendasikan perbaikan; 2. Menyarankan agar ditekan adanya pemborosan;

3. Mengoptimalkan pekerjaan untuk mencapai sasaran rencana.

2.1.2. Jenis Pengawasan

Pada dasarnya ada beberapa jenis pengawasan, yaitu: a. Pengawasan Intern dan Ekstern

Pengawasan intern adalah pengawasan yang dilakukan oleh orang atau badan yang ada di dalam lingkungan unit organisasi yang bersangkutan. Pengawasan dalam bentuk ini dapat dilakukan dengan cara pengawasan atasan langsung atau pengawasan melekat (built in control) atau pengawasan yang dilakukan secara rutin oleh inspektorat jenderal pada setiap kementerian dan inspektorat wilayah untuk setiap daerah yang ada di Indonesia, dengan menempatkannya di bawah pengawasan Kementerian Dalam Negeri.

(9)

pengawasan intern pemerintah, sehingga sudah sepantasnya di antara keduanya perlu terwujud harmonisasi dalam proses pengawasan keuangan negara. Proses harmonisasi demikian tidak mengurangi independensi BPK untuk tidak memihak dan menilai secara obyektif aktivitas pemerintah.

b. Pengawasan Preventif dan Represif

Pengawasan preventif lebih dimaksudkan sebagai, “pengawasan yang dilakukan terhadap suatu kegiatan sebelum kegiatan itu dilaksanakan, sehingga dapat mencegah terjadinya penyimpangan.” Lazimnya, pengawasan ini dilakukan pemerintah dengan maksud untuk menghindari adanya penyimpangan pelaksanaan keuangan negara yang akan membebankan dan merugikan negara lebih besar. Di sisi lain, pengawasan ini juga dimaksudkan agar sistem pelaksanaan anggaran dapat berjalan sebagaimana yang dikehendaki. Pengawasan preventif akan lebih bermanfaat dan bermakna jika dilakukan oleh atasan langsung, sehingga penyimpangan yang kemungkinan dilakukan akan terdeteksi lebih awal.

(10)

c. Pengawasan Aktif dan Pasif

Pengawasan aktif (dekat) dilakukan sebagai bentuk “pengawasan yang dilaksanakan di tempat kegiatan yang bersangkutan.” Hal ini berbeda dengan pengawasan pasif (jauh) yang melakukan pengawasan melalui “penelitian dan pengujian terhadap surat-surat pertanggung jawaban yang disertai dengan bukti-bukti penerimaan dan pengeluaran.”

Di sisi lain, pengawasan berdasarkan pemeriksaan kebenaran formil menurut hak (rechmatigheid) adalah “pemeriksaan terhadap pengeluaran apakah telah sesuai dengan peraturan, tidak kadaluarsa, dan hak itu terbukti kebenarannya.” Sementara, hak berdasarkan pemeriksaan kebenaran materil mengenai maksud tujuan pengeluaran (doelmatigheid) adalah “pemeriksaan terhadap pengeluaran apakah telah memenuhi prinsip ekonomi, yaitu pengeluaran tersebut diperlukan dan beban biaya yang serendah mungkin.”

(11)

2.2. Kerangka Audit Syari’ah 2.2.1. Pengertian Audit Syari’ah

Berdasarkan AAOIFI-GSIFI 3, bahwa audit syariah adalah laporan internal syariah yang bersifat independen atau bagian dari audit internal yang melakukan pengujian dan pengevaluasian melalui pendekatan aturan syariah, fatwa-fatwa, instruksi dan lain sebagainya yang diterbitkan fatwa IFI dan lembaga supervisi syariah.

Menurut Shafi : 2004, auditing dalam Islam adalah :

1. Proses menghitung, memeriksa dan memonitor (proses sistematis) 2. Tindakan seseorang(pekerjaan duniawi atau amal ibadah)

3. Lengkap dan sesuai syariah

4. Untuk mendapat reward dari Allah di akhirat

Dari definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa audit dalam Islam adalah salah satu unsur meluli pendekatan administratif. Maka administrasi menggunakan sudut pandang keterwakilan. Oleh karena itu, ia (auditor) merupakan wakil dari para pemegang saham yang menginginkan pekerjaan (investasi) mereka sesuai dengan hukum-hukum syariat Islam.

(12)

1. Untuk menilai tingkat penyelesaian (progress of completness) dari suatu tindakan

2. Untuk memperbaiki (koreksi) kesalahan

3. Memberikan reward (ganjaran baik) atas keberhasilan pekerjaan 4. Memberikan punishment (ganjaran buruk) untuk kegagalan pekerjaan

2.2.3. Audit dalam Al-Qur’an

Dalam Al-qur’an Allah SWT telah mengidentifikasi suatu proses audit, seperti dalam surat Al-Insyiqaq ayat 6-9, bahwasanya Allah akan menghisab setiap manusia di hari akhir. Bagi yang menerima cataran amalnya ditangan kanan, maka ia akan dihisab dengan mudah dan akan diberikan kebahagiaan.

Begitupun halnya tercatat dalam kitab suci pada surat Al-Infithar ayat 10-12. Sejatinya disisi manusia ada malaikat sebagai pencatat amal-amalnya di dunia. Entah itu amal baik maupun buruk. Mereka (para malaikat) ini mengetahui apa saja yang manusia lakukan. Catatan inilah yang akan menjadi penimbang seseorang di yaumul mizan.

(13)

2.3. Tata Kelola

2.3.1. Pengertian Tata Kelola

Tata Kelola Perusahaan adalah rangkaian proses, kebiasaan, kebijakan, aturan, dan institusi yang memengaruhi pengarahan, pengelolaan, serta pengontrolan suatu perusahaan atau korporasi. Tata kelola perusahaan juga mencakup hubungan antara para pemangku kepentingan (stakeholder) yang terlibat serta tujuan pengelolaan perusahaan. Pihak-pihak utama dalam tata kelola perusahaan adalah pemegang saham, manajemen, dan dewan direksi. Pemangku kepentingan lainnya termasuk karyawan, pemasok, pelanggan, bank dan kreditor lain, regulator, lingkungan, serta masyarakat luas.

(14)

2.3.2. Tujuan PrinsipTata Kelola

Tujuan penerapan prinsip-prinsip Tata Kelola (Good Corporate Governance) pada Perusahaan adalah:

1. Mengoptimalkan nilai Perusahaan agar perusahaan memliki daya saing yang kuat, baik secara nasional maupun internasional, sehingga mampu mempertahankan keberadaannya dan hidup berkelanjutan untuk mencapai maksud dan tujuan Perusahaan.

2. Mendorong pengelolaan Perusahaan secara profesional, efisien dan efektif, serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian Organ Perusahaan.

3. Mendorong agar Organ Perusahaan dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan serta kesadaran akan adanya tanggung jawab sosial Perusahaan terhadap Pemangku Kepentingan maupun kelestarian lingkungan di sekitar Perusahaan.

4. Meningkatkan kontribusi Perusahaan dalam perekonomian Nasional. 5. Meningkatkan iklim yang kondusif bagi perkembangan investasi Nasional.

2.4. Lembaga Keuangan Syariah

(15)

Lembaga Keuangan Syariah adalah badan usaha yang kegiatannya di bidang keuangan syariah dan asetnya berupa aset-aset keuangan maupun non keuangan berdasarkan prinsip syariah. Dan ada yang mengartikan sebagai berikut lembaga keuangan syariah adalah badan usaha yang kekayaan utamanya berbentuk aset keuangan, memberikan kredit dan menanamkan dananya dalam surat berharga. Serta menawarkan jasa keuangan lain seperti: simpanan,asuransi,investasi,pembiayaan,dll.Berdasarkan prinsip syariah dan tidak menyalahi dewan syariah nasional.

2.4.2. Prinsip Lembaga Keuangan Syariah

Dalam operasionalnya, Lembaga Keuangan Syariah berada dalam koridor-koridor prinsip-prinsip:

1. Keadilan, yakni berbagi keuntungan atas dasar penjualan riil sesuai kontribusi dan resiko masing-masing pihak

2. Kemitraan, yang berarti posisi nasabah investor (penyimpan dana), dan pengguna dana, serta lembaga keuangan itu sendiri, sejajar sebagai mitra usaha yang saling bersinergi untuk memperoleh keuntungan;

(16)

4. Universal, yang artinya tidak membedakan suku, agama, ras, dan golongan dalam masyarakat sesuai dengan prinsip Islam sebagai rahmatan lil alamin.

2.4.3. Ciri Lembaga Keuangan Syariah

Ciri-ciri sebuah Lembaga Keuangan Syariah dapat dilihat dari hal-hal sebagai berikut:

1. Dalam menerima titipan dan investasi, Lembaga Keuangan Syariah harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah;

2. Hubungan antara investor (penyimpan dana), pengguna dana, dan Lembaga Keuangan Syariah sebagai intermediary institution, berdasarkan kemitraan, bukan hubungan debitur-kreditur;

3. Bisnis Lembaga Keuangan Syariah bukan hanya berdasarkan profit orianted, tetapi juga falah oriented, yakni kemakmuran di dunia dan

kebahagiaan di akhirat;

4. Konsep yang digunakan dalam transaksi Lembaga Syariah berdasarkan prinsip kemitraan bagi hasil, jual beli atau sewa menyewa guna transaksi komersial, dan pinjam-meminjam (qardh/kredit) guna transaksi sosial; 5. Lembaga Keuangan Syariah hanya melakukan investasi yang halal dan

(17)

2.4.4. Macam-macam Lembaga Keuangan Syariah Macam-macam Lembaga Keuangan Syariah, yaitu: 1. Bank Syariah

(18)

BAB III PEMBAHASAN

3.1. Konsep Pengawasan Lembaga Keuangan Syariah

Konsep pengawasan terhadap praktek keuangan yang dilakukan pada lembaga keuangan syariahmemiliki sejumlah landasan, yaitu landasan syariah dan landasan hukum positif yang berlaku di Indonesia. Landasan syariah yang biasa diacu misalnya adalah pemahaman terhadap QS. Al-Ashr [103] ayat 1-3 yang terjemahannya adalah:

"Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran."

Pemahaman dan pemaknaan secara luas terhadap ayat-ayat dalam surat ini menunjukkan bahwa manusia pada umumnya akan mengalami kerugian kecuali jika mampu saling menasehati atau saling mengontrol.

(19)

No.10 Th.1998 tentang Perbankan yang berbunyi Pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia.

Adapun dalam Pasal 8 UU No.3/2004 tentang Perubahan atas UUNo.23 Th.1999 tentang Bank Indonesia dinyatakan bahwa Bank Indonesia mempunyai tiga tugas, yaitu:

1. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter 2. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran 3. Mengatur dan mengawasi bank.

Pengaturan dan pengawasan bank syariah yang dilakukan oleh BI meliputi aspek produk dan transaksi.Hal tersebut terinci dalam PBI No. 7/35/PBI/2005 perubahan atas No. 6/24/PBI/2004 tentang Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.Setiap bank syariah pada dasarnya wajib menerapkan prinsip syariah dan prinsip kehati-hatian dalam melakukan kegiatan usahanya yang meliputi:

1. Melakukan penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan investasi, antara lain: (a) giro berdasarkan prinsip wadi’ah; (b) tabungan berdasarkan prinsip wadi’ah dan atau mudharabah; atau (c) deposito berjangka berdasarkan prinsip mudharabah

(20)

sewa menyewa berdasarkan akad antara lain: ijarah dan ijarah muntahiya bittamlik. (d) prinsip pinjam meminjam berdasarkan akad qardh.

3. Melakukan pemberian jasa pelayanan perbankan berdasarkan akad antara lain: (a) wakalah (b) hawalah (c) kafalah (d) rahn.

4. Membeli, menjual dan/atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata (underlying transaction) berdasarkan prinsip syariah;

5. Membeli surat berharga berdasarkan prinsip Syariah yang diterbitkan oleh Pemerintah dan/atau Bank Indonesia, dll.

Mengingat beragamnya kegiatan bank syariah ditambah dengan kewajiban mentaati aturan syariah, maka proses pengawasan melalui lembaga independen menjadi urgen dilakukan.

Dalam konteks Indonesia, tugas mengawasi aspek syariah dari operasional bank syariah ini menjadi kewenangan Dewan Syariah Nasional atau disingkat DSN.

3.1.1. Dewan Syari’ah Nasional (DSN)

a. Pengertian, Kedudukan, Status & Anggota

Dewan Syariah Nasional adalah Dewan Yang dibentuk oleh MUI untuk menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan aktivitas lembagan keuangan syariah.

(21)

2. DSN membantu pihak terkait, seperti Depkeu, BI dan lain-lain dalam menyusun peraturan/ ketentuan untuk lembaga keuangan syariah. 3. Anggota DSN terdiri dari para ulama, praktisi, dan para pakar dalam

bidang yang terkait dengan muamalah syariah. Anggota DSN tersebut ditunjuk dan diangkat oleh MUI dengan masa bakti sama dengan periode masa bakti pengurus MUI Pusat, (5 tahun).

b. Tugas DSN

Salah satu tugas pokok DSN adalah mengkaji, menggali, dan merumuskan nilai dan prinsip-prinsip hukum Islam (Syariah) dalam bentuk fatwa untuk dijadikan pedoman dalam kegiatan transaksi di lembaga keuangan syariah. DSN merupakan satu-satunya badan yang mempunyai kewenangan mengeluarkan fatwa Syariah terhadap jenis-jenis kegiatan, produk, dan jasa keuangan syariah, serta mengawasi penerapan fatwa dimaksud oleh lembaga-lembaga keuangan di Indonesia.

3.1.2. Dewan Pengawas Syari’ah (DPS) a. Pengertian DPS

(22)

Dewan Pengawas Syariah diangkat dan diberhentikan di Lembaga Keuangan Syariah melalui RUPS setelah mendapat rekomendasi dari DSN.

b. Tugas dan Fungsi DPS

Menurut Briston dan El-Ashker tugas DPS yaitu sebagai mekanisme kontrol untuk memonitor kinerja bank Islam yang berkaitan dengan isu kepatuhan pada syariah. Selain itu, DPS juga bertugas untuk memastikan semua kontrak, prosedur dan transaksi yang dilakukan oleh bank Islam adalah dengan aturan Islam.

Sedangkan menurut Abu Moamer (1989) tugas DPS adalah memastikan agar bank Islam dilakukan dengan batas-batas syariah. Secara lebih spesifik, Abu Moamer menyatakan bahwa DPS diharapkan memastikan bahwa bank Islam bebas dari transaksi yang mengandung bunga, perjudian, spekulasi, dan melakukan perdagangan produk yang diharamkan seperti daging babi atau minuman keras. Selain itu Dewan Pengawas Syariah harus melakukan audit terhadap dan zakat bank Islam untuk memastikan perhitungan yang benar, administrasi yang benar, dan distribusi zakat yang adil ke delapan kelompok yang berhak menerima zakat seperti yang disebutkan dalam Al-Quran.

(23)

Tugas DPS sangat berat, karena memang tidak mudah menjadi lembaga yang harus mengawasi dan bersifat menjamin operasi sebuah etika bisnis dalam konteks yang amat luas dan kompleks yang secara umum memasuki ranah-ranah khilafiyah. Karena menyangkut urusan-urusan muammalah dimana ruang interpretasinya sangatlah luas.

Tugas dan Fungsi DPS dalam lembaga keuangan syariah sebagai berikut: 1. Peran utama para ulama dalam Dewan Pengawas Syariah adalah

mengawasi jalanya Lembaga Keuangan Syariah sehari-hari agar sesuai dengan ketentuan-ketentuan syariah.

2. Dewan Pengawas Syariah harus membuat pernyataan secara berkala (biasanya tiap bulan)

3. Mengawasi Lembaga Keuanga Syariah yang telah berjalan sesuai dengan ketentuan syariah.

4. Meneliti dan membuat rekomendasi produk baru dari Lembaga Keuangan Syariah yang diawasinya.

5. Dewan Pengawas Syariah bersama dengan Direksi, bertugas untuk terus-menerus mengawal dan menjaga penerapan nilai-nilai Islam dalam setiap aktivitas yang dikerjakan Lembaga Keuangan Syariah 6. Dewan Pengawas Syariah juga bertugas melakukan sosialisasi kepada

(24)

majelis ta’lim, pengajian-pengajian, maupun melalui dialog rutin dengan para tokoh agama dan tokoh masyarakat.

7. Sebagai penasehat dan pemberi saran kepada direksi, pimpinan Unit Usaha Syariah dan pimpinan kantor cabang syariah mengenai hal-hal yang berkaitan dengan aspek syariah.

8. Sebagai mediator antara dan DSN dalam mengkomunikasikan usul dan saran pengembangan produk dan jasa dari bank yang memerlukan kajian dan fatwa dari DSN.

9. Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan dari ketentuan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, seperti bank Indonesia dan Bapepam.

10. Memberi peringatan kepada lembaga keuangan syariah untuk menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh DSN.

11. Mengusulkan kepada pihak yang berwenang untuk mengambil tindakan apabila peringatan tidak digunakan.

(25)

Adapun struktur DPS dalam setiap lembaga keuangan syari’ah disusun sebagai berikut :

1. DPS dalam struktur perusahaan berada setingkat dengan fungsi komisaris sebagai pengawas direksi.

2. Fungsi komisaris adalah pengawas dalam kaitan dengan kinerja management, maka DPS melakukan pengawasan kepada manajemen dalam kaitan dengan implementasi system dan produk-produk supaya sesuai dengan syariah islam.

3. Bertanggung jawab atas pembinaan akhlakseluruh karyawan berdasarkan system pembinaan keislaman yang telah diprogramkan setiap tahun.

4. Ikut mengawasi pelanggaran nilai-nilai islam dilingkunagn perusahaan tersebut.

d. Wewenang DPS

Wewenang Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah:

1. Memberi pedoman atau garis-garis syariah, baik untuk pengerahan maupun untuk penyaluran dana serta kegiaan bank lainnya.

2. Mengadakan perbaikan seandainya suatu produk yang telah atau sedang dijalankan dinilai bertentangan dengan syariah.

(26)

1. Memastikan dan mengatasi kesesuaian kegiatan operasional bank terhadap fatwa yang dikeluarkan Dewan Syariah Nasional

2. Menilai aspek syariah terhadap pedoman operasional dan produk yang dilakukan Bank.

3. Memberikan opini dari aspek syariah terhadap pelaksanaan operasional bank secara keseluruhan dalam laporan publikasi Bank. 4. Mengkaji produk dan jasa baru yang belum ada fatwa untuk

dimintakan pada fatwa pada Dewan Syariah Nasional

5. Menyampaikan laporan hasil pengawasan syariah sekurang-kurangnya 6 bulan kepada Direksi, Komisaris, Dewan Syariah Nasional dan Bank Indonesia

3.2. Kerangka Audit Syari’ah

Landasan syariah dari pelaksanaan audit syariah antara lain dapat dirujuk pada penafsiran atas QS. Al Hujurat [49]: 6 yang terjemahan artinya adalah sebagai berikut:

"Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu."

(27)

Dalam konteks audit syariah, pemeriksaan laporan keuangan dan informasi keuangan lainnya juga menjadi sangat penting, mengingat keduanya dapat menjadi sumber malapetaka ekonomi berupa krisis dan sebagainya jika tidak dikelola secara maksimal.

Audit syariah dapat dimaknai sebagai suatu proses untuk memastikan bahwa aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh institusi keuangan Islam tidak melanggar syariah atau pengujian kepatuhan syariah secara menyeluruh terhadap aktivitas bank syariah.Tujuan audit syariah adalah untuk memastikan kesesuaian seluruh operasional bank dengan prinsip dan aturan syariah yang digunakan sebagai pedoman bagi manajemen dalam mengoperasikan bank syariah.

Hal-hal yang dilakukan pada audit bank syariah meliputi:

1. Pengungkapan kewajaran penyajian laporan keuangan dan unsur kepatuhan syariah,

2. Pemeriksaan akunting dalam aspek produk, baik sumber dana ataupun pembiayaan,

3. Pemeriksaan distribusi profit

4. Pengakuan pendapatan cash basis secara riil 5. Pengakuan beban secara accrual basis

6. Dalam hubungan dengan bank koresponden depositori, pengakuan pendapatan dengan bagi hasil.

(28)

8. Ada tidaknya transaksi yang mengandung unsur-unsur yang tidak sesuai dengan syariah

Hal-hal di atas adalah unsur-unsur yang harus ada dalam audit syariah, meskipun demikian prosedur audit yang telah ada tetap memiliki peran dalam audit pada perbankan syariah.

Prosedur audit secara umum antara lain:

1. Prosedur analitis/mempelajari dan membandingkan data yang memiliki Hubungan

2. Menginspeksi/pemeriksaan dokumen, catatan dan pemeriksaan fisik atas sumber-sumber berwujud

3. Mengkonfirmasi/pengajuan pertanyaan pada pihak intern atau ekstern untuk mendapat informasi

4. Menghitung dan menelusur dokumen 5. Mencocokkan ke dokumen

AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions) sebagaimana telah disebutkan sebelumnya mengeluarkan dan mensahkan standar audit yang berlaku pada lembaga keuangan syariah termasuk bank yang kemudian banyak diacu di berbagai negara.

(29)

board), tinjauan syariah (shari’a review). Adapun penjelasan singkat dari kelima standar tersebut adalah sebagai berikut:

Pertama, terkait tujuan dan prinsip. Tujuan dari sebuah audit laporan keuangan yaitu untuk memungkinkan auditor menyampaikan opini atas laporan keuangan tertentu dalam semua hal yang material dan sesuai dengan aturan dan prinsip Islam, AAOIFI, standar akuntansi nasional yang relevan, serta praktek di negeri yang mengoperasikan lembaga keuangan. Adapun prinsip etika profesi meliputi, kebenaran, integritas, dapat dipercaya, keadilan dan kewajaran, kejujuran, independen,objekivitas, kemampuan professional, bekerja hati-hati,menjaga kerahasiaan, perilaku professional dan menguasai standar teknis.

(30)

nasional atau praktek mengikuti negara tempat auditor berada, hal ini terlihat dalam alamat auditor. Laporan itu termasuk sebuah pernyataan bahwa audit telah direncanakan dan dilaksanakan untuk memperoleh jaminan layak mengenai apakah laporan keuangan bebas dari pernyataan salah yang material.

Laporan auditor harus menggambarkan, antara lain:

1. Pengujian, pada sebuah uji dasar, bukti yang mendukung sejumlah laporan keuangan dan pengungkapan.

2. Menilai/menaksir prinsip akuntansi yang digunakan dalam persiapan laporan keuangan.

3. Menilai perkiraan signifikan yang dibuat oleh manajemen dalam persiapan laporan keuangan.

4. Mengevaluasi presentasi laporan keuangan secara keseluruhan.

Ketiga, terkait ketentuan keterlibatan audit. Auditor dan klien harus menyetujui ketentuan perjanjian. Istilah setuju perlu disampaikan dalam surat penugasan audit sesuai kontrak. Isi dasar surat perjanjian adalah dokumen surat penunjukan dan menegaskan tanggung jawab auditor untuk klien dan bentuk setiap laporan yang akan diberikan oleh auditor.

Keempat, berkaitan dengan shari’a supervisory board yang intinya berisi penunjukan, komposisi dan laporan DPS.

(31)

kebijakan, produk, transaksi, memorandum (surat peringatan), dan anggaran dasar dari perserikatan, laporan keuangan, laporan (khususnya audit internal dan pengawasan bank central), sirkulasi,dll.Tujuan dari sebuah shari'a review adalah untuk memastikan bahwa seluruh aktivitas yang diselenggarakan dalam LKS tidak bertentangan dengan Syariah. DPS bertanggung jawab untuk membuat dan mengungkapkan sebuah opini dari suatu Lembaga Keuangan Syariah terhadap kepatuhannya pada Syariah.

Dari paparan di atas dapat dipahami bahwa kerangka audit syariah antara lain memenuhi unsur sebagai berikut:

1. Audit syariah dilakukan dengan tujuan untuk menguji kepatuhan perbankan syariah pada prinsip dan aturan syariah dalam produk dan kegiatan usahanya sehingga auditor syariah dapat memberikan opini yang jelas apakah bank syariah yang telah diaudit tersebut shari'ah compliance atau tidak.

2. Audit syariah diselenggarakan dengan acuan standar audit yang telah ditetapkan oleh AAOIFI.

3. Audit syariah dilakukan oleh auditor bersertifikasi SAS (Sertifikasi Akuntansi Syariah)

(32)

3.3. Peranan Pengawasan dan Kerangka Audit Syari’ah terhadap Tata Kelola Lembaga Keuangan Syari’ah

Corporate Governance adalah sistem hak, proses, dan kontrol secara keseluruhan yang ditetapkan secara internal dan eksternal atas manajemen sebuah entitas bisnis dengan tujuan untuk melindungi kepentingan-kepentingan semua stakeholder.

Untuk memenuhi terlaksananya good corporate governance, diperlukan sebuah standar sebagai berikut:

a. Dewan Pengawas Syariah: Penunjukan, komposisi dan Laporan b. Evaluasi terhadap Syariah

c. Evaluasi internal terhadap Syariah d. Komite Audit dan Tata Kelola untuk LKS e. Independensi dari DPS

f. Pernyataan atas Prinsip-prinsip tata kelola untuk LKS g. Evaluasi Tanggung jawab sosial perusahaan

(33)

manusia terlebih dahulu sebelum pada Allah); (b) prinsip-prinsip etika bagi akuntan (kepercayaan, legitimasi, obyektivitas, kompetensi profesi dan skill, perilaku berdasar keimanan, perilaku professional dan standar teknis); dan (c) aturan moral bagi akuntan.

Dari paparan di atas menjadi jelas bahwa Bank Indonesia (BI), Dewan Syariah Nasional (DSN) dan Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah pihak-pihak yang berperan dalam pengawasan Lembaga Keuangan Syariah (Bank Syariah). Dalam menjalankan fungsinya BI dan DSN lebih berperan dalam pengawasan, sedangkan DPS lebih berperan dalam pengendalian bank syariah. Kegiatan audit pada Bank Syariah terdiri dari tiga lapis, yaitu lapis pertama, audit internal yang dilakukan oleh auditor internal bank syariah yang bertugas dalam menguji (examination) kesesuaian laporan keuangan Bank Syariah yang sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku dan tidak ada salah saji yang bersifat material, lapis kedua, Audit eksternal yang dilakukan oleh auditor dari luar bank syariah seperti BI atau akuntan publik yang tugasnya menguji kembali keakuratannya dari hasil audit internal, dan lapis ketiga, audit Syariah yang dilakukan oleh auditor bersertifikasi atau memiliki gelar Sertifikasi Akuntansi Syariah (SAS) yang bertugas untuk memastikan bahwa produk dan transaksi bank syariah telah sesuai dengan prinsip dan aturan syariah.

(34)

auditing, kesesuaiaan dengan prinsip syariah, dan lain-lain.Dalam prakteknya, audit eksternal dilakukan secara insidental (sewaktu-waktu), sedangkan audit internal dilakukan secara rutin karena fungsinya terkait dengan pengendalian di dalam perusahaan (Bank Syariah). Auditor eksternal berperan untuk memastikan bahwa laporan keuangan bank telah disajikan secara profesional dan sesuai dengan standar laporan keuangan dan memastikan bahwa keuntungan ataupun kerugian yang diungkapkan dalam laporan keuangan benar-benar merefleksikan kondisi bank sebenarnya serta memastikan bahwa profit yang dihasilkan bukan dari usaha yang bertentangan dengan Syariah. Auditor eksternal dalam hasil auditnya akan memberikan opini atau pendapat apakah hal-hal yang telah diaudit di Bank Syariah terutama laporan keuangannya telah disajikan secara wajar dan menggunakan prinsip dan standar akuntansi yang diterima umum.

(35)

ini dilakukan dengan tujuan utama yaitu menjaga kepercayaan masyarakat terhadap Lembaga Keuangan Syariah (Perbankan Syariah) dalam melaksanakan prinsip dan aturan Syariah pada produk dan operasional usahanya.

BAB IV PENUTUP

4.1. Simpulan

(36)

berperan dalam pengawasan, sedangkan DPS lebih berperan dalam pengendalian bank syariah. Kegiatan audit pada Bank Syariah terdiri dari tiga lapis, yaitu lapis pertama, audit internal yang dilakukan oleh auditor internal bank syariah yang bertugas dalam menguji kesesuaian laporan keuangan Bank Syariah yang sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku dan tidak ada salah saji yang bersifat material, lapis kedua, Audit eksternal yang dilakukan oleh auditor dari luar bank syariah seperti BI atau akuntan publik yang tugasnya menguji kembali keakuratannya dari hasil audit internal, dan lapis ketiga, audit Syariah yang dilakukan oleh auditor bersertifikasi atau memiliki gelar Sertifikasi Akuntansi Syariah (SAS) yang bertugas untuk memastikan bahwa produk dan transaksi bank syariah telah sesuai dengan prinsip dan aturan syariah.

(37)

dari usaha yang bertentangan dengan Syariah. Auditor eksternal dalam hasil auditnya akan memberikan opini atau pendapat apakah hal-hal yang telah diaudit di Bank Syariah terutama laporan keuangannya telah disajikan secara wajar dan menggunakan prinsip dan standar akuntansi yang diterima umum.

DAFTAR PUSTAKA

https://docs.google.com/document/d/1FW0WcdGxy9vWN4I5Md5KlIE4ryPTJmsh

Kpc8nJ1ne0M/edit?pref=2&pli=1 [Diakses: 22 Januari 2016]

https://malikazisahmad.wordpress.com/2012/01/13/pengertian-pengawasan/

(38)

http://sebi-community.blogspot.co.id/2013/09/audit-dalam-islam_30.html

[Diakses tanggal 22 Januari 2016]

https://id.wikipedia.org/wiki/Tata_kelola_perusahaan [Diakses: 22 Januari 2016]

http://www.pusri.co.id/ina/panduan-tata-kelola-perusahaan-pengertian-amp-tujuan/ [Diakses: 22 Januari 2016]

https://daesepty.wordpress.com/2014/03/22/lembaga-keuangan-syariah

[Diakses: 22 Januari 2016]

http://www.academia.edu/5262271/Manajemen_Pengawasan_Bank_Syariah

[Diakses: 22 Januari 2016]

http://www.badilag.net/data/ARTIKEL/Penerapan%20prinsip%20syariah%20di

%20bank%20syariah. [Diakses: 22 Januari 2016]

https://www.google.com/search?q=saran+untuk+mobile+maslahah&ie=utf-8&oe=utf8#q=peranan+pengawasan+dan+kerangka+audit+syari

%27ah+terhadap+tata+kelola+lembaga+keuangan+syari%27ah [Diakses 22

Januari 2016]

http://sebioke.blogspot.co.id/2014/01/dps-dan-audit-syariah.html [Diakses: 22

Referensi

Dokumen terkait

a. Pelaksanaan audit internal dilakukan oleh auditor internal yang independen dan kompeten. Dengan adanya independensi ini memungkinkan auditor internal

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertama, mekanisme audit internal dalam pembiayaan di Bank BRI Syariah Kantor Cabang Diponegoro Surabaya meliputi tahap

Internal Audit adalah auditor yang bekerja didalam suatu entitas/perusahaan yang bertugas untuk mengetahui apakah prosedur serta kebijakan yang sudah disusun dan ditetapkan

“Pemberian opini audit internal menjadi suatu hal yang dilematis ketika pedoman audit kinerja bagi auditor masih bersifat global. Harapan dari auditi adalah apa

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertama, mekanisme audit internal dalam pembiayaan di Bank BRI Syariah Kantor Cabang Diponegoro Surabaya meliputi tahap persiapan audit,

Wewenang dan tanggung jawab dari audit internal dalam melaksanakan pemeriksaannya, telah dilaksanakan dengan baik dan memadai karena internal auditor telah bekerja secara

Audit internal hanya merupakan pertahanan lapis ketiga, serta secara aktif dan terus menerus berkontribusi pada tata kelola organisasi yang efektif, manajemen risiko dan

Uji t digunakan untuk menguji apakah suatu variabel independen (penilaian kinerja auditor internal dan penerapan audit internal) secara parsial berpengaruh signifikan