LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN
KEBUTUHAN MOBILITAS DAN AKTIVITAS
DI RUANG NAKULA 1
RSUD KOTA SEMARANG
DisusununtukmemenuhitugasPraktekBelajarKlinikKDM III
DISUSUN OLEH :
ARFIANA NURANI
P.17420613047
JURUSAN KEPERAWATAN
I. KONSEP DASAR A. DEFINISI
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi diperlukan untuk meninngkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit khususnya penyakit degeneratif dan untuk aktualisasi (Mubarak, 2008).
Imobilisasi adalah suatu kondisi yang relatif, dimana individu tidak saja kehilangan kemampuan geraknya secara total, tetapi juga mengalami penurunan aktifitas dari kebiasaan normalnya (Mubarak, 2008).
Gangguan mobilitas fisik (immobilisasi) didefinisikan oleh North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) sebagai suatu keadaan dimana individu yang mengalami atau beresiko mengalami keterbatasn gerakan fisik. Individu yang mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan fisik antara lain : lansia, individu dengan penyakit yang mengalami penurunan kesadaran lebih dari 3 hari atau lebih, individu yang kehilangan fungsi antaomi akibat perubahan isiolohi (kehilangan fungsi motorik, klien dengan stroke, klien pengguna kursi roda), penggunaan alat eksternal (seperti gips atau traksi) dan pembatasan gerakan volunteer (Potter&Perry,2005)
B. KLASIFIKASI
1. Jenis Mobilitas : a. Mobilitas penuh.
Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran sehari-hari. Mobilitas penuh ini merupakan saraf motorik volunter dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang.
b. Mobilitas sebagian.
ekstremitas bawah karena kehilngan kontrol mekanik dan sensorik. Mobilitas sebagian di bagi menjadi 2 jenis, yaitu :
1) Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat disebabakan oleh trauma reversibel pada sistem muskuloskeletal, contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan tulang.
2) Mobilitas sebagian permanen, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh rusaknya sistem saraf yang refersibel. Contohnya terjadinya hemiplegi karena stroke, paraplegi karena cedera tulang belakang, poliomelitis karena terganggunya sistem saraf motorik dan sensoris.
2. Rentang Gerak dalam mobilisasi
Dalam mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu : a. Rentang gerak pasif
Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.
b. Rentang gerak aktif
Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya berbaring pasien menggerakkan kakinya.
c. Rentang gerak fungsional
Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan aktifitas yang diperlukan (Carpenito, 2000).
3. Jenis Immobilitas :
Menurut Mubarak (2008) secara umum ada beberapa macam keadaan imobilitas antara lain :
b. Imobilitas intelektual : kondisi ini dapat disebabkan oleh kurangnya pengetahuan untuk dapat berfungsi sebagaimana mestinya, misalnya pada kasus kerusakan otak.
c. Imobilitas emosional : kondisi ini bisa terjadi akibat proses pembedahan atau kehilangan seseorang yang dicintai.
d. Imobilitas sosial : kondisi ini bisa menyebabkan perubahan interaksi sosial yang sering terjadi akibat penyakit.
C. ETIOLOGI
1. Penyebab
Penyebab utama immobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan otot, ketidakseimbangan, dan masalah psiokologis.
Penyebab secara umum : a. Kelainan postur
b. Gangguan perkembangan otot c. Kerusakan system saraf pusat
d. Trauma langsung pada system musculoskeletal dan neuromuscular e. Kekakuan otot
Kondisi – kondisi yang menyebabkan immobilisasi antara lain (Restrick, 2005) :
a. Fall b. Fracture c. Stroke
d. Postoperative bed rest e. Dmentia and Depression f. Instability
g. Hipnotic medicine h. Impairment of vision i. Polipharmacy
j. Fear of fall
2. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Mobilisasi a. Gaya hidup
meningkatkan kesehatannya. Demikian halnya dengan pengetahuan kesehatan tetang mobilitas seseorang akan senantiasa melakukan mobilisasi dengan cara yang sehat misalnya; seorang ABRI akan berjalan dengan gaya berbeda dengan seorang pramugari atau seorang pemabuk. b. Proses penyakit dan injuri
Adanya penyakit tertentu yang di derita seseorang akan mempengaruhi mobilitasnya misalnya; seorang yang patah tulang akan kesulitan untuk mobilisasi secara bebas. Demikian pula orang yang baru menjalani operasi. Karena adanya nyeri mereka cenderung untuk bergerak lebih lamban. Ada kalanya klien harus istirahat di tempat tidurkarena mederita penyakit tertentu misalnya; CVA yang berakibat kelumpuhan, typoid dan penyakit kardiovaskuler.
c. Kebudayaan
Kebudayaan dapat mempengarumi poa dan sikap dalam melakukan aktifitas misalnya; seorang anak desa yang biasa jalan kaki setiap hari akan berebda mobilitasnya dengan anak kota yang biasa pakai mobil dalam segala keperluannya. Wanita kraton akan berbeda mobilitasnya dibandingkan dengan seorang wanita madura dan sebagainya.
d. Tingkat energi
Setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau energi, orang yang lagi sakit akan berbeda mobilitasnya di bandingkan dengan orang sehat apalagi dengan seorang pelari.
e. Usia dan status perkembangan
Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasnya dibandingkan dengan seorang remaja. Anak yang selalu sakit dalam masa pertumbuhannya akan berbeda pula tingkat kelincahannya dibandingkan dengan anak yang sering sakit.
3. Faktor Resiko
Gangguan muskuloskeletal
Artritis
Osteoporosis
Fraktur (terutama panggul dan femur) Problem kaki (bunion, kalus)
Lain-lain (misalnya penyakit paget) Gangguan neurologis Stroke
parkinson Penyakit
Lain-lain (disfungsi serebelar, neuropati) Penyakit kardiovaskular Gagal jantung kongensif (berat)
Penyakit jantung koroner (nyeri dada yang sering)
Penyakit vaskular perifer (kardkasio yang sering) Penyakit paru Penyakit paru obstruksi kronis (berat)
Faktoe sensorik Gangguan penglihatan
Takut (instabilitas dan takut akan jatuh)
Penyebab lingkungan Imobilisasi yang dipaksakan (di rumah sakit atau panti werdha)
Alat bantu mobilitas yang tidak adekuat Nyeri akut atau kronik
Lain-lain Dekondisi (setelah tirah baring lama metastasis luas pada keganasan)
Malnutrisi
Penyakit sistemik berat (misalnya metastasis luas pada keganasan)
Depresi
D. PATOFISIOLOGI
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur gerakan tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi isotonik, peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek. Kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya, menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep. Gerakan volunter adalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrik. Meskipun kontraksi isometrik tidak menyebabkan otot memendek, namun pemakaian energi meningkat. Perawat harus mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan kecepatan pernafasan, fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik. Hal ini menjadi kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit obstruksi paru kronik). Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi. Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan otot yang seimbang.
Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi yang bergantian melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan posisi fungsional tubuh dan mendukung kembalinya aliran darah ke jantung.
E. PATHWAY
Perdarahan
Oklusi
Penurunan perfusi jaringan
Hipoksia Iskemia
Metabolisme anaerob aktivitas elektrolit terganggu
Penurunan asam laktat pompa Na dan K gagal
Asidosis lokal, H meningkat, PCO meningkat, PCO2 menurun
edema serebral TIK meningkat
perfusi otak menurun herniasi otak Gangguan perfusi
nekrosis jaringan otak kematian
defisit neurologis
Lobus oksipitalis lobus frontalis
lobus temporalis lobus
parientalis
F. TANDA DAN GEJALA
1. Dampak fisiologis dari immobilitas, antara lain: 2. Efek Immobilisasi pada berbagai system organ
ORGAN / SISTEM PERUBAHAN YANG TERJADI AKIBAT IMOBILISASI
Muskuloskeletal Osteoporosis, penurunan massa tulang, hilangnya kekuatan otot, penurunan area potong lintang otot, kontraktor, degenerasi rawan sendi, ankilosis, peningkatan tekanan intraartikular, berkurangnya volume sendi
Kardiopulmonal dan pembuluh darah
Peningkatan denyut nadi istirahat, penurunan perfusi miokard, intoleran terhadap ortostatik, penurunan ambilan oksigen
Gangguan mobilisasi
Intoleransi aktivitas Defisit perawatan diri
EFEK HASIL
Penurunan konsumsi oksigen maksimum
Penurunan fungsi ventrikel kiri Penurunan volume sekuncup Perlambatan fungsi usus Pengurangan miksi Gangguan tidur
Intoleransi ortostatik
Peningkatan denyut jantung, sinkop Penurunan kapasitas kebugaran Konstipasi
maksimal (VO2 max), deconditioning jantung, penurunan volume plasma, perubahan uji fungsi paru, atelektasis paru, pneumonia, peningkatan stasis vena, peningkatan agresi trombosit, dan hiperkoagulasi
Integumen Peningkatan risiko ulkus dekubitus dan laserasi kulit
Metabolik dan endokrin Keseimbangan nitrogen negatif, hiperkalsiuria, natriuresis dan deplesi natrium, resistensi insulin (intoleransi glukosa), hiperlipidemia, serta penurunan absorpsi dan metabolisme vitamin/mineral
II. PROSES KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN
Pemeriksaan Fisik
1. Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal akibat tumor tulang.Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh yang tidak dalam kesejajaran anatomis.Angulasi abnormal pada tulang panjang atau gerakan pada titik selain sendi biasanya menandakan adanya patah tulang. 2. Mengkaji tulang belakang
a. Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang) b. Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
c. Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang berlebihan)
3. Mengkaji system persendian
Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas, dan adanya benjolan, adanya kekakuan sendi
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran masing-masing otot. Lingkar ekstremitas untuk mementau adanya edema atau atropfi, nyeri otot.
5. Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah satu ekstremitas lebihpendek dari yang lain. Berbagai kondisi neurologist yang berhubungan dengan cara berjalan abnormal (mis.cara berjalan spastic hemiparesis - stroke, cara berjalan selangkah-selangkah – penyakit lower motor neuron, cara berjalan bergetar – penyakit Parkinson).
6. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebih dingin dari lainnya dan adanya edema. Sirkulasi perifer dievaluasi dengan mengkaji denyut perifer, warna, suhu dan waktu pengisian kapiler.
7. Mengkaji fungsional klien
Kategori tingkat kemampuan aktivitas - Rentang gerak (range of motion-ROM)
GERAK SENDI DERAJAT RENTANG
NORMAL
Bahu Adduksi: gerakan lengan ke lateral dari posisi samping ke atas kepala, telapak tangan menghadap ke posisi yang paling jauh.
180
Siku Fleksi: angkat lengan bawah ke arah depan dan ke arah atas menuju bahu.
150
Pergelangan tangan
Fleksi: tekuk jari-jari tangan ke arah bagian dalam lengan bawah.
80-90
Ekstensi: luruskan pergelangan tangan dari posisi fleksi
80-90
Hiperekstensi: tekuk jari-jari tangan ke arah belakang sejauh mungkin
70-90
Abduksi: tekuk pergelangan tangan ke sisi ibu jari ketika telapak tangan
0-20 TINGKAT
AKTIVITAS/ MOBILITAS KATEGORI
0 Mampu merawat sendiri secara penuh 1 Memerlukan penggunaan alat
2 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain 3 Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain, dan
peralatan
menghadap ke atas.
Adduksi: tekuk pergelangan tangan ke arah kelingking telapak tangan menghadap ke atas.
30-50
Tangan dan jari
Fleksi: buat kepalan tangan 90
Ekstensi: luruskan jari 90
Hiperekstensi: tekuk jari-jari tangan ke belakang sejauh mungkin
30
Abduksi: kembangkan jari tangan 20 Adduksi: rapatkan jari-jari tangan dari
posisi abduksi
20
Skala ADL (Acthyfiti Dayli Living) 0 : Pasien mampu berdiri
1 : Pasien memerlukan bantuan/ peralatan minimal
2 : Pasien memerlukan bantuan sedang/ dengan pengawasan 3 : Pasien memerlukan bantuan khusus dan memerlukan alat 4 : Tergantung secara total pada pemberian asuhan
Kekuatan Otot/ Tonus Otot
0 : Otot sama sekali tidak bekerja
1 (10%) : Tampak berkontraksi/ ada sakit gerakan tahanan sewaktu jatuh 2 (25%) : Mampu menahan tegak tapi dengan sentuhan agak jauh
3 (50%) : Dapat menggerakkan sendi dengan aktif untuk menahan berat
4 (75%) : Dapat menggerakkan sendi dengan aktif untuk menahan berat dan melawan tekanan secara stimulan
Pemeriksaan Penunjang
1. Sinar –X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan perubahan hubungan tulang.
atau tendon. Digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang didaerah yang sulit dievaluasi.
3. MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus, noninvasive, yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan computer untuk memperlihatkan abnormalitas (mis: tumor atau penyempitan jalur jaringan lunak melalui tulang. Dll
4. Pemeriksaan Laboratorium:
5. Hb ↓pada trauma, Ca↓ pada imobilisasi lama, Alkali Fospat ↑, kreatinin dan SGOT ↑ pada kerusakan otot.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa yang mungkin muncul seperti 1. Intoleransi aktivitas
2. Gangguan mobilitas fisik
3. Defisit perawatan diri . (Tarwoto & Wartonah, 2003)
C. RENCANA KEPERAWATAN
Setelah dilakukan Asuhan keperawatan selama …. x 24 jam :
Klien mampu
mengidentifikasi aktifitas dan situasi yang menimbulkan kecemasan yang berkonstribusi pada intoleransi aktifitas.
Klien mampu
berpartisipasi dalam
Managemen Energi
aktifitas fisik tanpa disertai peningkatan TD, N, RR dan perubahan ECG
Klien mengungkapkan secara verbal, pemahaman tentang kebutuhan oksigen, pengobatan dan atau alat yang dapat meningkatkan takikardi, disritmia, dispnea, diaforesis, pucat.
Monitor asupan nutrisi untuk memastikan ke adekuatan sumber energi.
Monitor respon terhadap pemberian oksigen : nadi, irama jantung, frekuensi Respirasi terhadap aktifitas perawatan diri.
Letakkan benda-benda yang sering digunakan pada tempat yang mudah dijangkau
Kelola energi pada
klien dengan
pemenuhan kebutuhan makanan, cairan,
kenyamanan /
Terapi Aktivitas
Bantu klien melakukan ambulasi yang dapat ditoleransi.
Rencanakan jadwal antara aktifitas dan istirahat.
Bantu dengan aktifitas fisik teratur : misal: ambulasi, berubah posisi, perawatan personal, sesuai kebutuhan.
Minimalkan anxietas dan stress, dan berikan istirahat yang adekuat
Kolaborasi dengan
medis untuk
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ...x 24 jam klien menunjukkan:
Mampu mandiri total
Membutuhkan alat bantu
Membutuhkan bantuan orang lain
Latihan untuk ambulasi
Membutuhkan bantuan orang lain dan alat
Tergantung total
Dalam hal :
Penampilan posisi tubuh yang benar
Pergerakan sendi dan otot
Melakukan perpindahan/ ambulasi : miring kanan-kiri, berjalan, kursi roda
Sediakan alat bantu & cara berpindah dari kursi roda ke tempat tidur atau sebaliknya.
Dorong klien
Evaluasi yang di harapkan dari hasil tindakan keperawatan untuk mengatasi gangguan mobilitas adalah sebagai berikut :
1. Peningkatan fungsi tubuh.
2. Peningkatan kekuatan dan ketahanan otot. 3. Peningkatan fleksibilitas sendi.
4. Peningkatan fungsi motorik, perasaan nyaman pada pasien, dan ekspresi pasien menunjukkan keceriaan.
DAFTAR PUSTAKA
Alimul,Aziz.2006.Kebutuhan Dasar Manusia.Jakarta:Salemba Medika
Asmadi. 2008. Konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta : Salemba Medika.
Nanda. 2005. Diagnose Keperawatan. Jakarta : Prima Medika
Perry & Potter. 2006. Buku ajar fundal mental keperawatan konsep, proses dan praktik. Edisi 4. Jakarta : EGC.