LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN MOBILITAS FISIK
Disusun guna memenuhi tugas praktik klinik Kebutuhan Dasar Manusia
Dosen Pembimbing : Dyah Wahyuningsih, S.Kep., Ns., M.Kep dan Taat Sumedi, S.Kep., Ns., MH.
Disusun oleh : Andini Hilda Almandita
P1337420221069 2B
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
PRODI KEPERAWATAN PURWOKERTO PROGRAM DIPLOMA III 2022
LAPORAN PENDAHULAN GANGGUAN MOBILITAS FISIK
A. Teori
1. Definisi/Pengertian
Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak dan melakukan kegiatan secara mudah, bebas dan teratur guna memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, baik secara mandiri, dengan bantuan orang lain, maupun hanya dengan bantuan alat (Wulandari, 2018). Mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak bebas, mudah, teratur, dan mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Kehilangan kemampuan untuk bergerak menyebabkan ketergantungan dan ini membutuhkan tindakan keperawatan (Ambarwati, 2014).
Gangguan mobilitas atau imobilitas merupakan keadaan dimana seseorang tidak dapat bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan (aktivitas), misalnya trauma tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas, dan sebagainya (Wulandari, 2018). Hambatan mobilitas fisik merupakan keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara mandiri. Perubahan dalam tingkat mobilitas fisik dapat mengakibatkan terjadinya pembatasan gerak dalam bentuk tirah baring, hambatan dalam melakukan aktifitas (PPNI, 2016). Imobilitas atau gangguan mobilitas adalah keterbatasan fisik tubuh atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah (Nurarif .A.H. dan Kusuma. H, 2015).
2. Mekanisme
Faktor penyebab terjadinya gangguan mobilitas fisik, antara lain kerusakan integritas struktur tulang, perubahan metabolisme, ketidakbugaran fisik, penurunan kendali otot, penurunan massa otot, penurunan kekuatan otot, keterlambatan perkembangan, kekakuan sendi, kontraktur, malnutrisi, gangguan muskuloskeletal, gangguan neuromuskular, indeks masa tubuh di atas persentil ke-75 usia, efek agen farmakologi, program pembatasan gerak, nyeri, kurang terpapar informasi tentang aktivitas fisik, kecemasan, gangguan kognitif,
keengganan melakukan pergerakan, dan gangguan sensoripersepsi (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
Penyebab gangguan mobilitas fisik adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan otot, ketidakseimbangan, masalah psikologis, kelainan postur, gangguan perkembangan otot, kerusakan sistem saraf pusat, atau trauma langsuung dari sistem muskuloskeletal dan neuromuskular (Setiati, dkk, 2014).
3. Patofisiologi
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur gerakan tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi isotonik, peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek. Kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya, menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep.
Gerakan volunter adalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrik.
Meskipun kontraksi isometrik tidak menyebabkan otot memendek, namun pemakaian energi meningkat. Perawat harus mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan kecepatan pernafasan, fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik. Hal ini menjadi kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit obstruksi paru kronik). Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi. Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan otot yang seimbang. Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi yang bergantian melalui kerja otot.
Tonus otot mempertahankan posisi fungsional tubuh dan mendukung kembalinya aliran darah ke jantung. Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang. Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang: panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan).
Sistem skeletal berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ vital, membantu mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah merah.
4. Pathway
Mobilitas
Tidak mampu beraktifitas
Tirah baring yang lama
Gangguan fungsi paru
paru Kehilangan daya
otot
Gastrointestinal Jaringan kulit yang tertekan
Gangguam katabolisme Perubahan sistem intragumen kulit Penurunan otot
Penumpukan sekret
Kemunduran infekdefekasi
Konstipasi Nitrogen tidak
efektif Anoeksia
Kontriksi pembuluh darah Perubahan
sistem
muskuluskeletal Sulit batuk
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas (D.0001)
Sel kulit mati Hambatan
mobilitas fisik
(D.0054) Dekubitus
Kerusakan integritas kulit (D.0129)
5. Jenis – jenis Mobilitas dan Imobilitas A. Jenis – jenis Mobilitas
a) Mobilitas penuh merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran sehari-hari. Mobilitas penuh ini merupakan fungsi saraf motorik volunter dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang.
b) Mobilitas sebagian merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik pada area tubuhnya.
Mobilitas sebagian ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
1) Mobilitas sebagian temporer merupakan kemampun individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat disebabkan oleh trauma reversibel pada sistem muskuloskeletal, contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan tulang.
2) Mobilitas sebagian permanen merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh rusaknya sistem saraf yang reversibel, contohnya terjadi hemiplegia karena stroke, parapelgia karena cedera tulang belakang, poliomielitis karena terganggunya sistem saraf motorik dan sensorik.
B. Jenis – jenis Imobilitas
a) Imobilitas fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan, seperti pada pasien dengan hemiplegia yang tidak mampu mempertahankan tekanan di daerah paralisis sehingga tidak dapat mengubah posisi tubuhnya untuk mengurangi tekanan.
b) Imobilitas intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami keterbatasan daya pikir, seperti pada pasien yang mengalami kerusakan otak akibat suatu penyakit.
c) Imobilitas emosional, keadan ketika seseorang mengalami pembatasan secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri. Sebagai contoh, keadaan stres berat dapat disebabkan karena bedah amputasi ketika seseorang mengalami kehilangan bagian anggota tubuh atau kehilangan sesuatu yang paling dicintai.
d) Imobilitas sosial, keadaan individu yang mengalami hambatan dalam melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakit sehingga dapat memengaruhi perannya dalam kehidupan sosial.
6. Tanda dan gejala a) Data mayor
Tanda dan gejala mayor secara subjektif yaitu mengeluh sulit menggerakan ekstremitas. Sedangkan tanda dan gejala mayor secara objektif yaitu kekuatan otot menurun, rentang gerak (ROM) menurun.
b) Data minor
Tanda dan gejala minor secara subjektif yaitu nyeri saat bergerak, enggan melakukan pergerakan, merasa cemas saat bergerak. Sedangkan tanda dan gejala minor secara objektif yaitu sendi kaku, grakan tidak terkoordinasi, gerakan terbatas, dan fisik lemah.
(Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, 2017)
7. Komplikasi Yang Mungkin Muncul
Gangguan mobilitas fisik dapat menimbulkan komplikasi, yaitu abnormalitas tonus, orthostatic hypotension, deep vein thrombosis, serta kontraktur. Selain itu, komplikasi yang dapat terjadi adalah pembekuan darah yang mudah terbentuk pada kaki yang lumpuh menyebabkan penimbunan cairan dan pembengkakan.
Kemudian menyebabkan embolisme paru yaitu sebuah bekuan yang terbentuk dalam satu arteri yang mengalir ke paru. Selanjutnya yaitu decubitus, bagian yang biasa mengalami memar adalah pinggul, pantat, sendi kaki dan tumit. Bila memar ini tidak dirawat akan menjadi infeksi. Atrofi dan kekakuan sendi juga menjadi salah satu komplikasi dari gangguan mobilitas fisik. Hal itu disebabkan karena kurang gerak dan mobilisasi. Komplikasi lainnya, seperti disritmia, peningkatan
tekanan intra cranial, kontraktur, gagal nafas, dan kematian (Andra, Wijaya, Putri , 2013).
8. Masalah yang mungkin muncul
Gangguan mobilitas fisik akan mengakibatkan individu mengalami immobilisasi yang dapat mempengaruhi sistem tubuh, seperti :
a) Perubahan metabolisme Kecepatan metabolisme dalam tubuh akan turun dengan dijumpainya basal metabolisme rate (BMR) yang akibatnya energi yang digunakan untuk perbaikan sel-sel tubuh berkurang sehingga dapat mempengaruhi gangguan oksigenasi sel. Dampak lainnya seperti anabolisme akan menurun sedangkan katabolisme akan meningkat yang berisiko meningkatkan gangguan metabolisme
b) Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
Cairan dan elektrolit yang tidak seimbang akan mengakibatkan persediaan protein menurun dan konsentrasi protein serum berkurang yang dapat mengganggu kebutuhan cairan tubuh. Selain itu, berkurangnya perpindahan cairan dari intravaskuler menuju interstisial dapat menyebabkan edema.
c) Gangguan pengubahan zat gizi
Pemasukan protein dan kalori yang menurun dapat menyebabkan pengubahan zat-zat makanan pada tingkat sel menurun sehingga tidak cukup untuk melaksanakan aktivitas metabolisme.
d) Gangguan fungsi gastrointestinal
Makanan yang dicerna akan menurun sehingga dapat menyebabkan keluhan, seperti perut kembung, mual, serta nyeri lambung yang berdampak pada proses eliminasi.
e) Perubahan sistem pernapasan
Dampak yang ditimbulkan pada sistem pernapasan, antar lain kadar hemoglobin menurun, ekspansi paru menurun, dan otot mengalami kelemahan yang mengganggu proses metabolisme.
f) Perubahan kardiovaskular
Perubahan pada sistem kardiovaskuler berupa hipotensi artostatik, meningkatnya kerja jantung, serta terjadi pembentukan trombus.
g) Perubahan sistem muskuloskeletal
Dampak yang ditimbulkan, antara lain gangguan muskular yang berupa menurunnya massa otot yang menyebabkan turunnya kekuatan otot serta atropi pada otot, gangguan skeletal berupa kontraktur sendi serta osteoporosis.
h) Perubahan sistem integumen
Pada sistem integumen akan terjadi penurunan elastisitas kulit, terjadi iskemia serta nekrosis jaringan superfisial ditandai dengan adanya luka dekubitus akibat tekanan dan sirkulasi ke jaringan menurun.
i) Perubahan eliminasi Kurangnya asupan dan penurunan curah jantung mengakibatkan penurunan jumlah urine.
j) Perubahan perilaku
Seseorang akan mengalami perubahan peran, konsep diri, kecemasan yang berdampak ke perilaku yang ditimbulkan, seperti rasa bermusuhan, bingung, cemas, emosional yang tinggi, depresi, siklus tidur berubah, serta penurunnya mekanisme koping. Kemudian, selain pada sistem muskuloskeletal, gangguan mobilitas fisik juga memberikan dampak pada sistem kardiovaskuler, pernapasan, metabolik, perkemihan, pencernaan, dan integumen berupa penurunan kemampuan atau fungsi jantung, pembuluh darah, paru-paru, tergangguanya metabolisme tubuh, gangguan fungsi ginjal, kerusakan kulit, serta gangguan pada proses pencernaan (Potter & Perry, 2016). Dampak psikososial dari gangguan mobilitas sendiri yaitu respon emosional yang bervariasi, seperti frustasi dan penurunan harga diri, apatis, menarik diri, regresi, dan marah serta agresif.
Menurunnya kemampuan menyelesaikan masalah dan mengambil keputusan, gangguan pada perkembangan sosial, yaitu terjadi hambatan dalam interaksi dengan orang lain maupun lingkungan dikarenakan kurangnya stimulasi intelektual.
9. Pemeriksaan khusus dan penunjang a) Pemeriksaan laboratotium
Pemeriksaan haemoglobin, kalium pada imobilisasi lama, alkali fosfat, kreatinin, dan SGOT pada kerusakan otot.
b) Pemeriksaan penunjang
1) Sinar X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan perubahan hubungan tulang
2) CT scan
3) MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah teknik pencitraan khusus, noninvansive, yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan komputer untuk memperlihatkan abnormalitas.
10. Pengelolaan yang dilakukan (penatalaksanaan)
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien dengan masalah gangguan mobilitas fisik yaitu dengan memberikan latihan rentang gerak.
Latihan rentang gerak yang dapat diberikan salah satunya yaitu dengan latihan Range of Motion (ROM) yang merupakan latihan gerak sendi dimana pasien akan menggerakkan masing-masing persendiannya sesuai gerakan normal baik secara pasif maupun aktif. Range of Motion (ROM) pasif diberikan pada pasien dengan kelemahan otot lengan maupun otot kaki berupa latihan pada tulang maupun sendi dikarenakan pasien tidak dapat melakukannya sendiri yang tentu saja pasien membutuhkan bantuan dari perawat ataupun keluarga.
Kemudian, untuk Range of Motion (ROM) aktif sendiri merupakan latihan yang dilakukan sendiri oleh pasien tanpa membutuhkan bantuan dari perawat ataupun keluarga. Tujuan Range of Motion (ROM) itu sendiri, yaitu mempertahankan atau memelihara kekuatan otot, memelihara mobilitas persendian, merangsang sirkulasi darah, mencegah kelainan bentuk (Potter &
Perry, 2012). Selainitu, penatalaksanaan pada pasien gangguan mobilitas fisik dapat dilakukan dengan latihan seperti :
a) Membantu pasien duduk di tempat tidur
Tindakan ini merupakan salah satu cara mempertahankan kemampuan mobilitas pasien. Tujuan :
1) Mempertahankan kenyamanan
2) Mempertahankan toleransi terhadap aktifitas 3) Mempertahankan kenyamanan
b) Mengatur posisi pasien di tempat tidur
Posisi fowler adalah posisi pasien setengah duduk/ duduk
Tujuan :
1) Mempertahankan kenyamanan 2) Menfasilitasi fungsi pernafasan
Posisi sim adalah pasien terbaring miring baik ke kanan atau ke kiri Tujuan :
1) Melancarkan peredaran darah ke otak 2) Memberikan kenyamanan
3) Melakukan huknah
4) Memberikan obat peranus (inposutoria) 5) Melakukan pemeriksaan daerah anus
Posisi trelendang adalah menempatkan pasien di tempat tidur dengan bagian kepala lebih rendah dari bagian kaki
Tujuan : untuk melancarkan peredaran darah
Posisi genu pectorat adalah posisi nungging dengan kedua kaki ditekuk dan dada menempel pada bagian atas tempat tidur.
c) Memindahkan pasien ke tempat tidur/ ke kursi roda Tujuan :
1) Melakukan otot skeletal untuk mencegah kontraktur 2) Mempertahankan kenyamanan pasien
3) Mempertahankan kontrol diri pasien 4) Memindahkan pasien untuk pemeriksaan d) Membantu pasien berjalan
TUjuan :
1) Toleransi aktifitas
2) Mencegah terjadinya kontraktur sendi
B. Konsep Asuhan keperawatan 1. Pengkajian
a) Pengumpulan data 1) Catatan masuk klien 2) Identitas klien
Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, suku/bangsa, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, diagnosa medis, nomor medical record dan alamat.
3) Identittas penanggungjawab
Identitas penanggung jawab meliputi : nama, umur, alamat, dan hubungan dengan klien.
b) Riwayat Kesehatan 1) Keluhan utama
Pasien mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas, nyeri saat bergerak, enggan melakukan pergerakan, serta merasa cemas saat bergerak (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017)
2) Keluhan Tambahan
3) Riwayat Kesehatan Sekarang
Obesitas, hipertensi, hiperlipidemia, kebiasaan merokok, penyalahgunaan alkohol dan obat, serta pola hidup tidak sehat (AHA, 2015). Diabetes
mellitus, apnea tidur, fibrilasi atrium, dislipidemia dengan penyakit jantung koroner (PJK) (Price S. A & Wilson L. M. A, 2012).
4) Riwayat Kesehatan Dahulu
Seseorang yang pernah menjalani kemoterapi, memiliki kemungkinan untuk merasakan nyeri yang berkesimabnungan sebagai dampak dari terapi penyakit kanker tersebut.
5) Riwayat Kesehatan Keluarga
Faktor genetik seseorang berpengaruh karena individu yang memiliki riwayat keluarga dengan kanker akan memiliki risiki mengalami kanker.
6) Pemeriksaan Fisik - Keadaan Umum
- Pemeriksaan Kesadaran - Tanda – tanda vital - Pemeriksaan Kepala - Pemeriksaan Rambut - Pemeriksaan Wajah - Pemeriksaan Mata - Pemeriksaan Mulut - Pemeriksaan Telinga - Pemeriksaan Hidung - Pemeriksaan Leher - Pemeriksaan Dada - Pemeriksaan Abdomen - Pemeriksaan Integumen - Pemeriksaan Ekstremitas c) Pola Fungsional Gordon
- Pola Persepsi Kesehatan - Pola Nutrisi
- Pola Eliminasi
- Pola Latihandan aktivitas - Pola Istirahat dan tidur - Pola Kognitif
- Pola Persepsi Diri
- Pola Peran dan hubungan
- Pola Koping
2. Diagnosa Keperawatan
a) Hambatan mobilitas fisik b.d nyeri (D.0054)
b) Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan konsentrasi hemoglobin (D.0009)
3. Perencanaan Keperawatanx No Diagnosa
Keperawatan (SDKI)
Luaran Keperawatan (SLKI)
Intervensi Keperawatan (SIKI)
Paraf
1 .
Hambatan obilitas fisik (D.0054) Definisi : Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara mandiri.
Mobilitas fisik (L.05042) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan kemampuan gerak fisik pasien dapat meningkat dengan kriteria hasil
Kriteria Hasil
1 2 3 4 5
Pergerakan ekstremitas Kekuatan otot Rentang gerak
Dukungan mobilitas (L.05173)
Observasi
Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
Identikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
Monitor
frekuensi jantung
dan tekanan
darah sebelum
(ROM) Nyeri Kaku sendi
Gerakan terbatas Kelemahan fisik
Keterangan : 1 : memburuk 2 : cukup memburuk 3 : sedang
4 : cukup membaik 5 : membaik
memulai mobilisasi
Monitor
kondisi umum selama
melakukan mobilisasi Terapeutik
Fasilitasi aktivitas mobilisasi
dengan alat bantu
(mis. pagar
tempat tidur)
Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
meningkatankan pergerakan Edukasi
Jelaskan
tujuan dan
prosedur mobilisasi
Anjurkan
melakukan mobilisasi dini
Ajarkan mobilitas
sederhana yang harus dilakukan (mis. duduk di tempat tidur, duduk di sisi tempat tidur,
pindah dari
tempat tidur ke kursi).
4. Implementasi Keperawatan
Prosedur tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai dengan intervensi yang dibuat dan bertujuan untuk meningkatkan derajat kesembuhan pasien.
5. Evaluasi Keperawatan
a. S (Subjective) : Data berdasarkan keluhan yang disampaikan pasien setelah dilakukan Tindakan.
b. (Objective) : data berdasarkan hasil pengukuran / observasi langsung pasien setelah dilakukan tindakan.
c. A (Analysis) : Masalah keperawatan yang terjadi akibat perubahan status klien dalam data subjektif dan objektif.
d. P (Plan) : Perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan, atau dimodofikasi.
DAFTAR PUSTAKA
Wulandari. 2018. Keperaawatan Dasar Manusia. Jakarta : Salemba Medika
PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1(Cetakan III : Revisi). Jakarta: DPP PPNI
PPNI. 2017. Standar Luran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1(Cetakan II). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1(Cetakan II). Jakarta: DPP PPNI.
Ardian, Fajar. 2019. Laporan Pendahuluan Kebutuhan Dasar Manusia Dengan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Mobilisasi Di Ruang Cempaka RSUD H. Suwondo. Kendal.
Universitas Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan.