KKM SEBAIKNYA MENGAKOMODIR POTENSI SEKOLAH YANG
SESUNGGUHNYA
Oleh: Nurjani, S.Pd, M.Pd
KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) adalah kriteria paling rendah untuk menyatakan peserta didik mencapai ketuntasan. KKM harus ditetapkan diawal tahun ajaran oleh satuan pendidikan berdasarkan hasil musyawarah guru mata pelajaran di satuan pendidikan atau beberapa satuan pendidikan yang memiliki karakteristik yang hampir sama. Pertimbangan pendidik atau forum MGMP secara akademis menjadi pertimbangan utama penetapan KKM.
KKM digunakan Sebagai acuan bagi seorang guru untuk menilai kompetensi peserta didik sesuai dengan Kompetensi Dasar (KD) suatu mata pelajaran atau Standar Kompetensi (SK), sebagai acuan bagi peserta didik untuk mempersiapkan diri dalam mengikuti pembelajaran, sebagai target pencapaian penguasaan materi sesuai dengan SK/KD – nya, sebagai salah satu instrumen dalam melakukan evaluasi pembelajaran, sebagai “kontrak” pedagogik antara pendidik, peserta didik dan masyarakat (khususnya orang tua dan wali murid).
Penetapan KKM dilakukan oleh guru atau kelompok guru mata pelajaran. Guru atau kelompok guru menetapkan KKM mata pelajaran dengan mempertimbangkan tiga aspek kriteria, yaitu kompleksitas (tingkat kesulitan materi pada tiap indikator, kompetensi dasar maupun standart kompetensi. Semakin tinggi tingkat kompleksitas maka semakin kecil skor yang dipakai), daya dukung (ketersedian sarana dan prasarana yang dimiliki oleh sekolah dalam menunjang Kegiatan Belajar Siswa. Sekolah yang memiliki daya dukung tinggi maka skor yang digunakan juga tinggi), intake peserta didik (Intaks merupakan tingkat kemampuan rata-rata siswa. Intaks bisa didasarkan pada hasil/nilai penerimaan siswa baru dan nilai yang dicapai siswa pada kelas sebelumnya (menentukan estimasi).
Alasan Penggelumbungan KKM
Tidak semua sekolah melakukan penggelumbungan KKM. Sekolah-sekolah yang berkualitas menetapkan KKM sesuai dengan situasi dan kondisi sekolah. Namun beberapa sekolah yang kurang berkualitas melakukan penggelumbungan KKM dengan berbagai alasan. Beberapa sekolah meninggikan KKM dengan alasan tuntutan. Misalnya sekolah Potensial yang akan dijadikan sekolah SSN (sekolah setandar nasional), tuntutan KKM minimal 75. Ada juga yang menaikkan KKM agar sekolah dikira memiliki daya saing tinggi. Bagaimanapun juga KKM meurpakan penawaran sekolah terhadap masyarakat akan hasil yang akan dicapai apabila masyarakat menyekolahkan putra-putrinya di sekolah tersebut. Hal ini tentu saja berdampak negatif apabila pencapaian ujian nasional tetap rendah. Nilai rapot bisa saja dibuat sesuai KKM karena nilai rapot merupakan kewenangan sekolah atau guru yang mengajar. Sedangkan nilai ujian nasional sekolah tidak bisa campur tangan didalamnya.
Penentuan KKM yang tidak sesuai dengan kondisi yang sesungguhnya memiliki dampak besar tehadap sekolah. Bagi siswa;siswa harus bersusah payah dengan kemampuan terbatas. Akibatnya siswa menghalalkan segala cara dengan nyontek saat ulangan, mencontoh pekerjaan teman pada saat mengerjakan tugas. Bagi guru; guru akan berusaha dengan sebaik-baiknya,namun kalau nilai juga belum sesuai KKM bisa jadi guru akan menambahkan nilai, atau melakukan remidi dengan soal yang dibawah standar. Bahkan beberapa orang guru bisa melakukan konversi nilai agar bisa sesuai dengan KKM. Bagi orang tua; ada kepuasan orangtua terhadap nilai putra putrinya. Mereka tahunya nilai rapot baik. Padahal nilai yang tertulis tidak sesuai dengan kemampuan anak. Mental dan karakter menjadi taruhan dalam penentuan KKM. Jangan sampai mentak kejujuran yang dimiliki siswa dan bapak/ibu guru luntur gara-gara penentuan KKM yang terlalu tinggi. Sebaiknya penentuan KKM dilakukan sesuai dengan situasi dan kondisi yang sesungguhnya. Kenaikan sedikit lebih sedikit lebih baik daripada terlalu tinggi dan dicapai dengan menghalalkan segala cara.