• Tidak ada hasil yang ditemukan

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN INDONESIA"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN

Oleh Kelompok 4 :

Hatta Nurhakim Rizki (1341220004) Juang Adi Santosa (1341220047)

M. Nur Cahyo (1341220013) Khaidar Andrey I (1341220015)

PROGRAM STUDI TEKNIK OTOMOTIF ELEKTRONIK JURUSAN TEKNIK MESIN

▸ Baca selengkapnya: pertanyaan tentang pancasila sebagai paradigma pembangunan politik

(2)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Indonesia masih berpredikat sebagai negara berkembang yang masih terus membangun berbagai infrastruktur negara untuk bisa menjadi negara maju. Pembangunan di Indonesia dirasa masih kurang, contoh saja tentang fasilitas listrik, masih banyak ditemukan kesenjangan antara ketersediaan listrik di kota besar dengan pedesaan yang seringkali tidak mendapatkan listrik. Menurut Wahidin (2013:34) distribusi dan alokasi nilai sumber daya harus dibagi secara adil, maka sangat tidak adil jika yang menikmati fasilitas lengkap hanya

warga perkotaan saja. Pembangunan yang tidak merata bisa membuat adanya kesenjangan yang tinggi dan itu membuat distribusi bahan baku dan barang-barang kebutuhan menjadi tidak maksimal, pembangunan yang tidak merata juga berdampak pada ketahanan ekonomi bangsa, perbedaan yang sangat jauh antara perkotaan dan pedesaan menjadi penyebabnya. Untuk itulah pembangunan secara menyeluruh dan merata harus dilaksanakan, tidak hanya di perkotaan saja tetapi di daerah pedesaan harus tersentuh pembangunan juga, baik itu pembangunan fasilitas fisik seperti jalan dan listrik maupun fasilitas non fisik seperti pendidikan. Pembangunan yang dilaksanakan harus didukung penuh oleh semua aspek, baik itu pemerintah maupun rakyat harus bersinergi membangun negara agar lebih baik dan mampu bersaing dengan negara lain secara global.

Selain pembangunan infrastruktur yang masih belum merata, bangsa Indonesia juga sedang menghadapi tantangan berat yang merupakan konvergensi dari berbagai dampak globalisasi. Menurut Tulung, dkk (2013:18), situasi global dunia yang didukung oleh perkembangan teknologi komunikasi berbasis komputer secara masif telah menciptakan gejala umurn bahwa masyarakat sangat mudah mendapatkan terpaan informasi dari media. Informasi tersebut tidak semuanya relevan dengan upaya pembangunan karakter bangsa. Giliran berikutnya pola perilaku masyarakat mengalami banyak perubahan. Nilai-nilai religius, sosial, dan budaya yang bersumber dari budaya lokal dan adat istiadat yang

(3)

kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi juga ditentukan oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pembangunan dan pendidikan karakter sangat penting untuk ditingkatkan. Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwuiud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma Pancasila, agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.

Untuk bisa mencapai pembangunan yang maksimal, maka dibutuhkan suatu dasar yang kuat dan kokoh, seperti saat membangun rumah, maka dibutuhkan pondasi yang kuat agar rumah yang dibangun bisa tinggi dan kuat juga. Pondasi dari pembangunan itu adalah Pancasila, pemahaman akan Pancasila di masyarakat terlebih lagi di kalangan pemerintah

harus kuat, karena menurut Azyumardi (2003:47), pemerintah merupakan alat kelengkapan negara yang bertugas memimpin organisasi negara untuk mencapai tujuan negara, jadi harus paham betul akan landasan negara untuk bisa memimpin pembangunan negara. Untuk mewujudkan apa yang dicita-citakan, seseorang pasti akan melakukan hal yang paling mendasar untuk mewujudkan cita-citanya, yaitu membuat rancangan serta rincian yang mendetail tentang apapun yang diperlukan untuk memenuhi itu semua. Sama halnya dengan sebuah suatu negara yang memiliki cita-cita, di negara berkembang tentunya masih banyak cita-cita yang belum bisa diraih, seperti negara Indonesia. Masih banyak cita-cita bangsa Indonesia yang masih dikejar untuk bisa terwujud, dan tentunya tidak mudah meraih cita-cita yang tinggi tanpa dukungan dari semua aspek negara. Selain butuh dasar negara yang kuat yaitu Pancasila, dibutuhkan juga tiang-tiang pendukung yang kuat yaitu UUD 1945 yang bisa mendukung dalam pembangunan negara.

Pembangunan yang dilakukan sebuah negara Indonesia tidak hanya melalui sebuah rancangan saja, namun juga telah melewati sebuah pemikiran yang serius untuk tercapainya negara sesuai dengan Pancasila sebagai dasar negara. Pembangunan haruslah dirancang secara serius dan tidak semena-mena, tidak hanya di daerah tertentu saja untuk bisa terciptanya suatu negara yang kuat. Pembangunan yang tidak semena-mena ini membutuhkan berbagai macam usaha yang serius, pembangunan tidak hanya berupa materi saja, namun

(4)

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang akan dibahas dalam tulisan ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut.

1. Mengapa Pancasila dijadikan sebagai paradigma pembangunan?

2. Apa dampak dasar negara Pancasila pada pembangunan Bangsa Indonesia?

3. Bagaimana cara menerapkan Pancasila sebagai paradigma pembangunan dalam kehidupan masyarakat?

1.3Tujuan Pembahasan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang hendak dicapai dalam tulisan ini

dirumuskan dalam bentuk pernyataan sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan Pancasila dijadikan paradigma pembangunan.

2. Untuk mengetahui dampak dasar negara Pancasila pada pembangunan Bangsa Indonesia.

(5)

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Faktor yang Menyebabkan Pancasila dijadikan Paradigma Pembangunan

Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Nasional Bidang Sosial, Budaya, Pertahanan dan Keamanan Dikaitkan dengan Nilai-nilai Pancasila Dalam pembangunan nasional pasti dibutuhkan suatu kerangka pemikiran yang melandasi pembangunan nasional itu sendiri. Oleh karena itu, pancasila dapat dijadikan sebagai landasan pembangunan nasional. Namun demikian, dari kata-kata Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Nasional bidang sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan akan tercipta beberapa pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan

itu sebagai berikut: Apa itu Paradigma dan mengapa Pancasila dapat dijadikan Paradigma Pembangunan Nasional?

Menurut Tulung, dkk (2013:17), pembangunan pada hakikatnya merupakan suatu realisasi program untuk mencapai tujuan bangsa. Agar pembangunan dapat fokus pada pencapaian tujuan, maka perlu dipandu dengan visi dan pandangan hidup yang kuat sehingga tidak terombang-ambing dalam pusaran pengaruh kepentingan internasional. Visi dan pandangan hidup itu harus bersumber dari nilai-nilai Pancasila. Nilai-nilai Pancasila merupakan kulminasi ciri khas, identitas, jati diri, dan karakter bangsa yang dapat membedakan dengan bangsa lain. Oleh karena itu Pancasila perlu dimantapkan kedudukan dan fungsinya yang utama, yaitu sebagai Dasar Negara Republik Indonesia dan sebagai Pandangan Hidup Bangsa lndonesia. Giliran berikutnya nilai-nilai pancasila harus dipahami dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dapat menjadi acuan proses pembangunan karakter bangsa, yaitu karakter mulia berbasis nilai-nilai Pancasila. Dengan demikian pancasila menjadi paradigma atau cara pandang yang menjadi pedoman bersikap dan berperilaku, acuan berinteraksi dengan orang lain, acuan menilai suatu tindakan baik atau buruk, sebagai filter terhadap nilai-nilai negatif, dan sebagai dasar bagi penertiban kehidupan sosial.

Arti hakiki pembangunan itu sendiri, menurut Goulet (Astroulakis, 2010) adalah

(6)

paradigma pembangunan yang berdimensi sosial untuk menghantarkan bangsa pada kemuliaan dalam tata kehidupan beradab.

Menurut Hanapiah (2001:1), pancasila sebagai paradigma dimaksudkan bahwa Pancasila sebagai sistem nilai acuan, kerangka-acuan berpikir, pola-acuan berpikir atau jelasnya sebagai sistem nilai yang dijadikan kerangka landasan, kerangka cara, dan sekaligus kerangka arah / tujuan bagi yang menyandangnya. Yang menyandangnya itu di antaranya: (1) pengembangan ilmu pengetahuan, (2) pengembangan hukum, (3) supremasi hukum dalam perspektif pengembangan HAM, (4) pengembangan sosial politik, (5) pengembangan ekonomi, (6) pengembangan kebudayaan bangsa, (7) pembangunan pertahanan, dan (8) sejarah perjuangan bangsa Indonesia sebagai titik tolak memahami asal mula Pancasila.

Secara materil, nilai-nilai Pancasila bermula dari tradisi hidup berdampingan (antar umat beragama), toleransi umat beragama, persamaan haluan politik yang anti penjajahan untuk mencita-citakan kemerdekaan, gerakan nasionalisme, dan sebagainya. Yang kesemuanya telah hidup dalam adat, kebiasaan, kebudayaan, dan agama-agama bangsa Indonesia.

Menrut Siregar (2011:5), The founding fathers telah meletakkan identitas Sistem Ekonomi Konstitusional Indonesia (SEKI) dalam Pancasila dan UUD 45 yang secara jelas mengandung mentalitas atau aqidah patriotik (berjuang dan berkorban untuk kejayaan sesama) dalam berekonomi. Disinilah terletak paradigma pembangunan ekonomi Indonesia yang sebenarnya. Prinsip yang dikandungnya terdiri dari kolektivisme atau kerjasama dan kebersamaan atau brotherhood (tolong-menolong dalam persaudaraan). Terkandung pula prinsip kedaulatan ekonomi yang terimplikasi dalam keadulatan pangan, kedaulatan energi, dan kedaulatan sektor/sumberdaya strategis. Tak kalah penting, prinsip otoritas dan kewajiban negara dalam menjamin keadilan sosial dan kemakmuran rakyat. Dengan ini pemerintah harus bijak memperlakuan jenis barang, sebagai komoditas bisnis atau non bisnis, dan menetapkan batasan penguasaan asset. Kesemuanya dipastikan hanya untuk kemakmuran rakyat karena negeri ini bukan untuk asing atau untuk golongan investor saja.

Menrut Siregar (2011:6), dasar-dasar SEKI adalah Pancasila, Pembukaan UUD ’45, UUD

’45 beserta penjelasannya khususnya: Pasal 33*) ayat 1,2, dan 3, Pasal 27 ayat 2 dan Pasal

34. selain itu juga menjadi dasar SEKI adalah GBHN dan Tap MPR No.XVI/1998 tentang Politik Ekonomi Bagi Demokrasi Ekonomi. SEKI bersifat khas dan berbeda dengan arah sistem global yang dominan saat ini, yakni Neoliberal. Perbedaan inilah yang menjadi tantangan bagi kelangsungan pembangunan kendati ada pendapat tentang keniscayaan

(7)

alternatives are far preferable in term of immediate and long term consequences. Akan tetapi, faham yang didukung kekuatan full mesin ekonomi-politik ini tidak tinggal diam membiarkan dominasinya terancam dengan cara pandangnya terhadap kehidupan setiap sistem perekonomian. Neo-Liberalism, in its extreme or revised form, presents us with a view of the world in which there are only two choices, an economy organized by markets or an

economy organized by a dictatorial –or at best inept and inefficient- static bureaucracy (Mac

Ewan dalam Mubyarto, 1999).

Pembangunan Nasional tidak memiliki arti yang sempit hanya membangun fisiknya saja. Pembangunan Nasional memiliki arti yang luas yaitu membangun masyarakat Indonesia seutuhnya. Pancasila dapat dijadikan paradigma pembangunan Nasional karena nilai-nilai

pancasila dapat diterapkan dan sesuai dengan perkembangan jaman. Dalam pembangunan Nasional harus mendasarkan pada nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila. Pada undang-undang alinea ke-IV telah tercantum tujuan dari Negara Indonesia, yaitu memajukan kesejahteraan umum dan mencapai masyarakat adil dan makmur. Dan dalam upaya membangun Indonesia seutuhnya itulah diperlukan penerapan dari nilai-nilai Pancasila.

Nilai-nilai dasar Pancasila itu dikembangkan atas dasar hakikat manusia. Hakikat manusia menurut Pancasila adalah makhluk monopluralis. Kodrat manusia yang monopluralis tersebut mempunyai ciri-ciri, antara lain:

a. susunan kodrat manusia terdiri atas jiwa dan raga b. sifat kodrat manusia sebagai individu sekaligus sosial

c. kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi dan makhluk Tuhan.

Berdasarkan itu, pembangunan nasional diarahkan sebagai upaya meningkatkan harkat dan martabat manusia yang meliputi aspek jiwa, raga,pribadi, sosial, dan aspek ketuhanan. Secara singkat, pembangunan nasional sebagai upaya peningkatan manusia secara totalitas. Pancasila menjadi paradigma dalam pembangunan politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan.

Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka mencapai masyarakat adil yang berkemakmuran dan makmur yang berkeadilan. Dalam pembukaan UUD 1945 disebutan

bahwa tujuan negara adalah “ melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia,memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kepada kemerdekaan, perdamaian abadi dan

(8)

terakhir adalah perwujudan dari kesadaran suatu bangsa yang hidup di tengah-tengah pergaulan masyarakat internasional. Nilai-nilai dasar yang terkandung dalam sila pancasila dikembangkan atas dasar ontomologis manusia, baik sebagai makhluk individu atau social. Nilai-nilai Pancasila harus dikembalikan kepada kondisi objektif masyarakat Indonesia. Maka dari itu,pancasila harus menjadi paradigm perilaku manusia Indonesia, termasuk dalam pembanguan nasionalnya.

2.2 Dampak Dasar Negara Pancasila pada Pembangunan Bangsa Indonesia.

Nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara menjadikan setiap tingkah laku dan setiap pengambilan keputusan para penyelenggara negara dan pelaksana pemerintahan harus selalu

berpedoman pada Pancasila, dan tetap memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur serta memegang teguh cita-cita moral bangsa. Pancasila sebagai sumber nilai menunjukkan identitas bangsa Indonesia yang memiliki nilai-nilai kemanusiaan yang luhur, hal ini menandakan bahwa dengan Pancasila bangsa Indonesia menolak segala bentuk penindasan, penjajahan dari satu bangsa terhadap bangsa yang lain. Bangsa Indonesia menolak segala bentuk kekerasan dari manusia satu terhadap manusia lainnya, dikarenakan Pancasila sebagai sumber nilai merupakan cita-cita moral luhur yang meliputi suasana kejiwaan dan watak dari bangsa Indonesia.

Pancasila mengarahkan pembangunan agar selalu dilaksanakan demi kesejahteraan umat manusia dengan rasa nasionalisme, kebesaran bangsa dan keluhuran bangsa sebagai bagian dari umat manusia di dunia. Pembangunan di segala bidang selalu mendasarkan pada nilai-nilai Pancasila.

Implementasi nilai-nilai Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa mendorongpeningkatan kualitas SDM dalam pembangunan lingkungan hidup. Kebutuhan trasformasi dari moral Pancasila menjadi norma tindakan dan kebijakan, yang dituangkan dalam perundang-undangan. Sasarannya adalah transparansi danaccountibility tata kelola pembangunan. Pendekatan ini untuk membuktikan terjadinyapeningkatan kualitas SDM penyelenggara negara. Pada tingkat penyelenggara, SDM yang berkualitas mampu merumuskan peraturan

perundangan atau kebijakan dalam penguatan fungsi lembaga-lembaga negara, otonomi daerah dan pengelolaan sumber daya alam.

(9)

masyarakat, SDM berkualitas lahir seiring dengan peningkatan kesejahteraan ekonomi dalam bidangpembangunan perkotaan, ekowisata dan infrastruktur.Kualitas itu akan lahir dari manusia yang berkarakter religius, percaya diri, danmemiliki etos kerja yang tinggi. SDM berkualitas inilah yang menjalankanpenyelenggaraan negara maupun sebagai pelaku pembangunan, yang lebih berorientasikepada kesejahteraan dalam rangka peningkatan harkat bangsa sebagai manusia.

Menurut Hanapiah (2001:10), paradigma baru TNI dalam rangka menjadikan Pancasila (sila-sila Pancasila) 10 sebagai paradigma pembangunan pertahanan adalah berupa: (1) Tindakan TNI senantiasa: (a) melaksanakan tugas negara dalam rangka pemberdayaan kelembagaan fungsional, (b) atas kesepakatan bangsa, (c) bersama-sama komponen strategis

bangsa lainnya, (d) sebagai bagian dari sistem nasional, (e) melalui pengaturan konstitusional; dan (2) pada hakikatnya merupakan pemberdayaan bangsa. Esensi implementasi paradigma-baru itu secara internal TNI berupa: (1) tanggalkan kegiatan sosial politik, (2) bertugas pokok pada pertahanan negara terhadap ancaman dari luar negeri, (3) keamanan dalam negeri merupakan fungsi Polri, (4) melakukan penguatan dan penajaman pada konsistensi doktrin gabungan (keseimbangan AD-AL-AU).

Paradigma lama TNI (ABRI) berupa: (1) pendekatan keamanan pada masalah kebangsaan, (2) posisi ABRI dekat dengan pusat kekuasaan, (3) ABRI sebagai penjuru bagi penyelesaian segenap masalah kebangsaan, (4) ABRI dapat ambil inisiatif bagi penyelesaian masalah kebangsaan, (5) ABRI berperan dalam sistem politik nasional, (6) bermitra tetap dalam politik: dukung mayoritas tunggal (ABG).

Dalam bidang pengembangan IPTEK (ilmu pengetahuan dan teknologi) yang pada hakikatnya merupakan hasil kreatifitas rohani mausia. Unsur rohani manusia meliputi aspek akal, rasa, dan kehendak. Akal merupakan potensi rohaniah manusia dan hubunganya daengan intelektualitas, rasa dalam bidang estesis, dan kehendak dalam bidang moral. Tujuan yang esensial dari iptek adalah demi kesejaheraan umat manusia, sehingga pada hakekatnya tidak bebas nilai namun terikat oleh nilai. Pengembangan iptek sebagai hasil budaya manusa harus didasarkan kepada moral Ketuhanan dan kemanusiaan yang adil dan beradab.

Menurut Prihantoro (2003:77), pengembangan dan pembangunan bidang politik harus mendasarkan pada tuntutan hak dasar kemanusiaan yang di dalam istilah ilmu hukum dan kenegaraan disebut hak asasi manusia. Dalam sistem politik negara harus mendasarkan pada kekuasaan yang bersumber pada penjelmaan hakikat manusia sebagai individu-mahluk sosial yang terjelma sebagai rakyat. Selain sistem politik negara Pancasila memberikan dasar-dasar

(10)

Ketuhanan yang Maha Esa, atas dasar Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Hal ini menurutnya agar memberikan dasar-dasar moral supaya negara tidak berdasarkan kekuasaan. Oleh karena itu dalm politik negara termasuk para elit politik dan para penyelenggara negara untuk memegang budi pekerti kemanusiaan serta memegang teguh cita-cita moral rakyat leluhur.

Dalam sila-sila Pancasila tersusun atas urut-urutan sistematis, bahwa dalam politik negara harus mendasarkan pada kerakyatan (sila IV), adapun pengembangan dan aktualisasi politik negara berdasarkan pada moralitas berturut-turut moral ketuhanan (sila I), moral kemanusiaan (sila II) dan moral persatuan, yaitu ikatan moralitas sebagai suatu bangsa (sila III). Adapun aktualisasi dan pengembangan politik negara demi tercapainya keadilan dalam

hidup bersama (sila V).

Dapat disimpulkan bahwa pengembangan politik negara terutama dalam proses reformasi dewasa ini harus mendasarkan pada moralitas sebagaimana tertuang dalam sila-sila pancasila sehingga, praktek-praktek politik yang menghalalkan segala cara dengan memfitnah, memprovokasi menghasut rakyat yang tidak berdosa untuk diadu domba harus segera diakhiri.

Menurut Lubis (2003), negara pada hakikatnya adalah merupakan suatu masyarakat hukum. Demi tegaknya hak-hak warga Negara maka diperlukan peraturan perundangundangan Negara, baik dalam rangka mengatur ketertiban warga maupun dalam rangka melindungi hak-hak warganya. Oleh karena itu Negara bertujuan melindungi segenap wilayah Negara dan bangsanya. Oleh karena pancasila sebagai dasar Negara dan mendasarkan diri pada hakikat nilai kemanusiaan monopluralis maka pertahanan dan keamanan Negara harus dikembalikan pada tercapainya harkat dan martabat manusia sebagai pendukung pokok Negara.

Demikian pula pertahanan dam keamanan Negara bukanlah hanya untuk sekelompok warga ataupun kelompok politik tertentu, sehingga berakibat Negara menjadi totaliter dan otoriter. Oleh karena itu Pertahanan dan Keamanan negara harus mendasarkan pada tujuan demi tercapainya kesejahteraan hidup manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa.

Pertahanan dan Keamanan negara haruslah mendasarkan pada tujuan demi kepentingan rakyat sebagai warga negara.

(11)

Menurut Winataputra (2011:4), melihat sifat komprehensif dan kompleksitas dari pembangunan karakter bangsa tersebut, telah ditetapkan yang menjadi lingkup sasaran pembangunan karakter bangsa mencakup ranah sebagai berikut (Kebijakan Nasional,2010:5-6) .

1. Lingkup Keluarga yang “...merupakan wahana pembelajaran dan pembiasaan karakter yang dilakukan oleh orang tua dan orang dewasa lain dalam keluarga terhadap anak sebagai anggota keluarga sehingga diharapkan dapat terwujud keluarga berkarakter mulia yang

tecermin dalam perilaku keseharian.”

2. Lingkup Satuan Pendidikan yang “...merupakan wahana pembinaan dan pengembangan karakter yang dilakukan dengan menggunakan (a) pendekatan terintegrasi

dalam semua mata pelajaran, (b) pengembangan budaya satuan pendidikan, (c) pelaksanaan kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler, serta (d) pembiasaan perilaku dalam kehidupan di lingkungan satuan pendidikan. Pembangunan karakter melalui satuan pendidikan dilakukan

mulai dari pendidikan usia dini sampai pendidikan tinggi.”

3. Lingkup Pemerintahan yang “...merupakan wahana pembangunan karakter bangsa melalui keteladanan penyelenggara negara, elite pemerintah, dan elite politik. Unsur pemerintahan merupakan komponen yang sangat penting dalam proses pembentukan karakter bangsa karena aparatur negara sebagai penyelenggara pemerintahan merupakan pengambil dan pelaksana kebijakan yang ikut menentukan berhasilnya pembangunan karakter pada

tataran informal, formal, dan nonformal.” Pemerintahlah yang mengeluarkan berbagai

kebijakan dalam

4. Lingkup Masyarakat Sipil yang “...merupakan wahana pembinaan dan pengembangan

karakter melalui keteladanan tokoh dan pemimpin masyarakat serta berbagai kelompok masyarakat yang tergabung dalam organisasi sosial kemasyarakatan sehingga nilai-nilai karakter dapat diinternalisasi menjadi perilaku dan budaya dalam kehidupan sehari-hari”.

5. Lingkup Masyarakat Politik yang “...merupakan wahana yang melibatkan warga

negara dalam penyaluran aspirasi dalam politik. Masyarakat politik merupakan suara representatif dari segenap elite politik dan simpatisannya. Masyarakat politik memiliki nilai

strategis dalam pembangunan karakter bangsa karena semua partai politik memiliki dasar

yang mengarah pada terwujudnya upaya demokratisasi yang bermartabat.”

(12)

kebanggaan terhadap produk bangsa sendiri.” 7. Lingkup Media Massa yang “...merupakan

sebuah fungsi dan sistem yang memberi pengaruh sangat signifikan terhadap publik, khususnya terkait dengan 5 pembentukan nilai-nilai kehidupan, sikap, perilaku, dan kepribadian atau jati diri bangsa. Media massa, baik elektronik maupun cetak memiliki fungsi edukatif atau pun nonedukatif bergantung dari muatan pesan informasi yang

disampaikannya.”

2.3 Cara Menerapkan Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan dalam Kehidupan Masyarakat Berbangsa dan Bernegara

Penerapan nilai-nilai Pancasila harus dilakukan dalam kehidupan berbangsa dan

bernegara. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dari Sila ke I sampai Sila Sila ke V yang harus diaplikasikan atau dijabarkan dalam setiap kegiatan adalah sebagai berikut ( Soejadi, 1999 : 88- 90).

1. Dalam Sila Ketuhanan Yang Maha Esa terkandung nilai religius, antara lain.

a. Percaya dan Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab

b. Hormat menghormati dan bekerjasama antar pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup

c. Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya

d. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.

Penerapan Sila ini dalam kehidupan sehari-hari yaitu peduli terhadap sesama, kepedulian terhadap sesama ini membentuk moral bangsa yang baik dan bisa menunjang pembangunan bangsa Indonesia di masa depan.

2. Sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab terkandung nilai-nilai perikemanusiaan yang harus diperhatikan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini antara lain sebagai berikut.

1. Mengakui persamaan derajat persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama

manusia

(13)

7. Berani membela kebenaran dan keadilan

8. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena itu dikembangkan sikap hormat-menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain. Penerapan, pengamalan/aplikasi sila ini dalam kehidupan sehari hari yaitu dapat diwujudkan dalam bentuk kepedulian akan hak setiap orang untuk memperoleh pembangunan lingkungan yang baik dan sehat, hak setiap orang untuk mendapatkan informasi tentang pembangunan, hak setiap orang untuk berperan dalam rangka pembangunan nasional yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku dan sebagainya.

Dalam hal ini banyak yang bisa dilakukan oleh masyarakat untuk mengamalkan Sila ini, misalnya menyekolahkan anak sampai tingkat SMA untuk bisa memperoleh pendidikan yang

memadai dan mendukung pembangunan di bidang moral dan peningkatan sumber daya manusia, mengadakan pengendalian tingkat polusi udara agar udara yang dihirup bisa tetap nyaman, menjaga kelestarian tumbuh-tumbuhan yang ada di lingkungan sekitar, mengadakan gerakan penghijauan dan sebagainya.

3. Di dalam Sila Persatuan Indonesia terkandung nilai-nilai perikemanusiaan yang harus diperhatikan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini antara lain sebagai berikut.

1. Menempatkan kesatuan, persatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan

2. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara 3. Cinta Tanah Air dan Bangsa

4. Bangga sebagai Bangsa Indonesia dan ber-Tanah Air Indonesia

5. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika.

Penerapan sila ini dalam kehidupan sehari-hari yaitu dengan mendukung dan ikut serta dalam pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah demi kemajuan bersama dan tidak mementingkan diri sendiri, melakukan inventarisasi tata nilai tradisional yang harus selalu diperhitungkan dalam pengambilan kebijaksanaan dan pengendalian pembangunan

(14)

4. Di dalam Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan terkandung nilai-nilai perikemanusiaan yang harus diperhatikan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini antara lain sebagai berikut.

1. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat 2. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain

3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama 4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi semangat kekeluargaan

5. Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil musyawarah

6. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur

7. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung jawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.

Penerapan sila ini bisa dilakukan dalam berbagai bentuk kegiatan, antara lain (Koesnadi Hardjasoemantri, 2000 : 560 ).

· Mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab dalam mengambil keputusan di masyarakat

· Mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kesadaran akan hak dan tanggung jawab masyarakat dalam ikut serta di pembangunan, seperti hal kecil yaitu gotong royong membangun fasilitas desa dan juga sadar jika masyarakat berhak mendapatkan pendidikan

· Mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kemitraan masyarakat, dunia usaha dan pemerintah dalam upaya peningkatan ekonomi masyarakat.

5. Di dalam Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia terkandung nilai-nilai perikemanusiaan yang harus diperhatikan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini antara lain sebagai berikut.

1. Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan

suasana kekeluargaan dan gotong-royong 2. Bersikap adil

3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban 4. Menghormati hak-hak orang lain

(15)

7. Tidak bersifat boros

8. Tidak bergaya hidup mewah

9. Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum 10.Suka bekerja keras

11.Menghargai hasil karya orang lain

12.Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial. Penerapan sila ini tampak dalam ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur masalah yang ada dalam masyarakat contohnya keadilan memperoleh hak dan kewajiban, tidak adanya kesenjangan hukum antar individu. Dalam kehidupan sehari-hari kita bisa menerapkannya dengan cara berlaku adil saat mengambil keputusan, jika perilaku ini kita

tanamkan sejak dini, maka akan terbentuk moral yang kuat dan tidak mudah tergoda akan korupsi misalnya.

Sebagai contoh lain yaitu dalam Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), Bagian H yang mengatur aspek-aspek pembangunan dan pengelolaan di bidang lingkungan hidup dan pemanfaatan sumber daya alam. Dalam ketetapan MPR ini hal itu diatur sebagai berikut (Penabur Ilmu, 1999 : 40).

· Mengelola sumber daya alam dan memelihara daya dukungnya agar bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dari generasi ke generasi

· Meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan melakukan konservasi, rehabilitasi dan penghematan pengunaan dengan menerapkan teknologi ramah lingkungan

· Mendelegasikan secara betahap wewenang pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam pelaksanaan pengelolaan sumber daya alam secara selektif dan pemeliharaan ling-kungan hidup, sehingga kualitas ekosistem tetap terjaga yang diatur dengan undang-undang

· Mendayagunakan sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseim-bangan lingkungan hidup, pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat lokal serta penataan

(16)

BAB III PENUTUP 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan rumusan masalah, tujuan pembahasan, dan hasil pembahasan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Pancasila adalah dasar negara yang kuat dan bisa menjadi pondasi yang teguh dalam penerapan pembangunan Bangsa Indonesia

2. Butir-butir Pancasila dapat diterapkan dengan mudah dalam kehidupan sehari-hari agar bisa mendukung pembangunan negara

3. Pancasila berdampak langsung pada pembangunan di Indonesia karena dijadikan

sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara.

5.2 Saran

1. Bagi penulis berikutnya

Memperbanyak sumber dari buku dalam penulisan Bab II terutama dalam poin 2.1 dan 2.2

2. Bagi masyarakat atau pembaca pada umumnya

Belajar tentang Pancasila dan penerapannya di bangku sekolah minimal 12 tahun. Mengajarkan penerapan butir-butir Pancasila pada anak-anak sejak kecil.

3. Bagi pemerintah

(17)

DAFTAR PUSTAKA

Azra, Azyumardi. 2013, Pendidikan Kewarganegaraan (civil education): Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani. Jakarta: Kencana.

Darmodiharjo, Darji. 1993, Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi. Malang: Laboratorium Pancasila IKIP Malang.

Dekker, Nyoman. 1997, Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa. Malang: IKIP Malang. Wahidin. 2013, Pendidikan Kewarganegaraan. Tangerang: In Media.

Hanapiah, Pipin. Pancasila Sebagai Paradigm. http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/05/ pancasila_sbg_paradigm.pdf. Diakses tanggal 30 Mei 2016

pukul 19.03.

Lubis, Solly. Pembangunan Hukum Nasional. http://www.lfip.org/english/pdf/bali-

seminar/Makalah%20lepas%20-%20Pembangunan%20Hukum%20Nasional%20-%20solly%20lubis.pdf diakses tanggal 30 Mei 2016 pukul 6:41 WIB.

Prihantoro, Edy. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Nasional dan Aktualisasi Diri. http://elearning.gunadarma.ac.id/index.php?option=com_wrapper&Itemid=36.

Diakses tanggal 31 mei 2016 pukul 19.03.

Winataputra, Udin Saripudin. Implementasi Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa Melalui Pendidikan Karakter.

https://kisyani.files.wordpress.com/2010/07/makalah-1.pdf diakses tanggal 31 Mei

Referensi

Dokumen terkait

Pelaku bullying dinilai merupakan anak-anak yang tidak atau kurang memiliki rasa empati terhadap orang lain, rendah perilaku pro-sosial, 21.. sedangkan korban bully

Berdasarkan data cakupan program pembinaan fasilitasi DISKOPERDAGIN Kabupaten Cianjur dalam PIRT, sertifikasi label halal, desain kemasan dan pendaftaran HAKI merek dagang,

NoPeserta. Beberapa peserta didik tidak berkonsentrasi atau tidak berdoa sebelum mengerjakan soal... B. Beberapa peserta didik tidal: berkonsentrasi dan tidak berdoa

turunnya V u WHUKDGDS ș +DO LQL PHQXQMXNNDQ EDKZD SDGD ZDNWX ș \DQJ WHWDS GHQJDQ PHQJXUDQJL NHFHSDWDQ XGDUD pengering (V u PDNDDNDQGLKDVLONDQWHSXQJ\DQJVHPDNLQ halus. Kondisi

Dalam setiap periode peralihan, status individu tidaklah jelas dan terdapat keraguan akan peran yang harus dilakukan. Pada masa ini, remaja bukan lagi seorang anak dan

Perancanga aplikasi model 3 dimensi pada brosur bukit violan jaya pada tugas akhir ini, merupakan sebuah mekanisme yang memungkinkan penghematan biaya pembuatan market

Perolehan marketing sales tersebut setara 15% dari target yang dipatok tahun ini yakni Rp 4,5 triliun.. Adrianto Adhi, Direktur Utama SMRA mengatakan sekitar Rp 275 miliar didapat

Diharapkan nantinya desain yang diterapkan pada tiap kelas maupun ruang terapi yang ada di dalam YPAC lebih membangkitkan minat dan semangat belajar bagi siswa-siswinya