• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI 2.1 Tinjauan Lembaga Farmasi Angkatan Udara (LAFIAU) 2.1.1 Sejarah dan Perkembangan Lembaga Farmasi Angkatan Udara - Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara (LAFIAU) Drs. ROOSTYAN EFFE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI 2.1 Tinjauan Lembaga Farmasi Angkatan Udara (LAFIAU) 2.1.1 Sejarah dan Perkembangan Lembaga Farmasi Angkatan Udara - Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara (LAFIAU) Drs. ROOSTYAN EFFE"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM INDUSTRI 2.1 Tinjauan Lembaga Farmasi Angkatan Udara (LAFIAU)

2.1.1 Sejarah dan Perkembangan Lembaga Farmasi Angkatan Udara

Perjalanan sejarah dimulai ketika di pangkalan udara belum mempunyai satuan kesehatan, anggota AURI mendapatkan perawatan dan pengobatan di poliklinik dan rumah sakit angkatan darat (ADRI). Untuk mengurangi ketergantungan terhadap DKAD (Dinas Kesehatan Angkatan Darat), maka pimpinan berusaha mencukupi kebutuhan obat dan alat kesehatan secara mandiri dengan mendirikan apotek di pangkalan udara ANDIR dan Cililitan. Keberadaan apotek tersebut mendorong pimpinan untuk mendirikan Depot Obat Pusat (DOP) di Apotek Pangkalan Udara ANDIR guna mendukung pelayanan kesehatan dan kegiatan operasional AURI. Pada tahun 1953 DOP mulai merintis pembuatan obat-obatan dalam bentuk sediaan cair, salep dan tablet dengan menggunakan peralatan dan sarana sederhana yang kemampuannya masih terbatas. DOP inilah cikal bakal Lembaga Farmasi Angkatan Udara (LAFIAU). Pada tahun 1959 DOP mengalami perubahan nama menjadi Depot Materil 003.

(2)

Selanjutnya tanggal ini ditetapkan sebagai hari jadi Lembaga Farmasi Angkatan Udara.

Berdasarkan keputusan Panglima Angkatan Udara No.5 tanggal 5 Februari 1968, Puskalkes (Pusat Perbekalan Kesehatan) dikembangkan menjadi 2 unit satuan yang masing-masing berdiri sendiri yaitu Puskalkes (Pusat Perbekalan Kesehatan) dan Pusprodkes (Pusat Produksi Kesehatan). Puskalkes bertugas melaksanakan penerimaan, penyimpanan, penyaluran alat kesehatan, obat-obatan, bahan baku dan embalage. Sedangkan Pusprodkes bertugas melaksanakan produksi obat.

Saat ini LAFIAU dipimpin oleh Kolonel Kes Drs. Ari Yulianto, M.Si., Apt. yang dalam pengambilan kebijakannya tetap berpedoman pada kebijakan para pendahulunya. Buah pikiran dan keberanian Drs. Roostyan Effendie, Apt. untuk mulai memproduksi obat-obatan sesuai dengan ketentuan farmasi telah memberi dorongan dan semangat bagi generasi berikutnya sehingga terbentuk Lembaga Farmasi Angkatan Udara seperti saat ini. Sebagai bentuk penghargaan jasa beliau di masa lalu, dan sesuai keputusan KASAU No.Kep/95/VII/2007 tanggal 31 Juli 2007 maka pada hari Kamis 1 November 2007, diresmikan nama Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt. dan tanggal 16 Agustus 1965 ditetapkan sebagai hari jadi.

(3)

2.1.2 Kedudukan, Tugas dan Kewajiban Lembaga Farmasi Angkatan Udara LAFIAU adalah pelaksana teknis yang berkedudukan di bawah Dinas Kesehatan Angkatan Udara (Diskesau). LAFIAU bertugas membina kemampuan dan pelaksanaan produksi obat jadi, pembekalan dan pengawasan kualitas untuk melaksanakan dukungan dan pelayanan kesehatan bagi anggota TNI AU beserta anggota keluarganya. Dalam rangka melaksanakan tugasnya, LAFIAU mempunyai kewajiban sebagai berikut:

1. Melaksanakan kegiatan produksi obat serta pengendalian mutu dari perbekalan kesehatan TNI AU.

2. Melaksanakan penerimaan, penyimpanan, dan penyaluran perbekalan kesehatan berdasarkan kebijaksanaan Diskesau.

3. Melaksanakan pengawasan atas kualitas perbekalan kesehatan dengan cara pengujian dan percobaan serta penelitian.

4. Melaksanakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi. 2.2 Visi, Misi dan Tujuan Lembaga Farmasi Angkatan Udara 2.2.1 Visi

Terpenuhinya obat berkualitas bagi anggota TNI AU dan keluarganya, berperan serta dalam pemenuhan kebutuhan obat nasional, terlaksananya pembekalan matkes tepat waktu, tepat jumlah, tepat sasaran dan aman serta tegaknya sistem manajemen mutu dalam kinerjanya.

2.2.2 Misi

(4)

2. Melaksanakan pembekalan kesehatan mulai dari penerimaan, penyimpanan dan penyaluran berdasarkan kebijaksanaan Diskesau.

3. Melaksanakan pengawasan dan pemastian mutu perbekalan kesehatan. 4. Melaksanakan penelitian dan pengembangan serta pendidikan dan pelatihan. 2.2.3 Tujuan

A. Tujuan jangka pendek:

Menyiapkan rumusan kebijakan terhadap teknis produksi. B. Tujuan jangka panjang:

1. Menjadi instansi yang mempunyai badan hukum sehingga dapat berperan aktif dalam penyediaan obat nasional.

2. Menjadi industri farmasi yang memenuhi Standar Nasional Indonesia. 3. Menjadi industri farmasi yang mendapatkan ISO 9000/ 14000.

2.2.4 Susunan Organisasi

Organisasi di LAFIAU tersusun dari tiga eselon, yaitu eselon pimpinan, eselon pembantu pimpinan/ staf dan eselon pelaksana. Eselon pimpinan yaitu Kepala Lembaga Farmasi Angkatan Udara (Kalafiau) dan eselon pembantu pimpinan/ staf adalah Sektretaris Lembaga (Sesla), sedangkan eselon pelaksana meliputi Kepala Bagian Produksi (Kabag Prod), Kepala Bagian Gudang Pusat Farmasi (Kabag Gupusfi), Kepala Bagian Pengujian dan Pengembangan (Kabag Ujibang) dan Kepala Bagian Penunjangan (Kabag Jang).

Pembagian tugas dan tanggung jawab dari masing-masing bagian adalah sebagai berikut:

2.2.4.1 Kepala LAFIAU (Kalafiau)

(5)

farmasi, perbekalan dan pelayanan kesehatan, serta pengawas atas kualitas perbekalan kesehatan TNI AU. Kalafiau mempunyai tugas dan kewajiban sebagai berikut:

1. Melaksanakan bimbingan dan petunjuk teknis kegiatan produksi serta mengendalikan dan mengarahkan kegiatannya.

2. Melaksanakan pengawasan, penerimaan, penyimpanan, penyaluran perbekalan kesehatan berdasarkan kebijaksanaan Diskesau.

3. Melaksanakan pengawasan obat-obatan TNI AU.

4. Melaksanakan pengawasan atas kualitas dan perbekalan kesehatan dengan cara pengujian dan percobaan.

5. Melaksanakan penelitian dan pengembangan bidang farmasi. 2.2.4.2 Sekretaris LAFIAU (Sesla)

Sekretaris LAFIAU (Sesla) adalah pembantu staf Kalafiau dalam menyelenggarakan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan produksi, serta program kerja kegiatan LAFIAU. Dalam pelaksanaannya dibantu oleh Kepala Program dan Anggaran (Kaprogar), kepala Pembina Profesi (Kabinprof), Kepala Tata Usaha dan Urusan Dalam (Kataud). Sesla mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:

1. Menyusun dan mempersiapkan perencanaan administrasi produksi dan perbekalan.

2. Menyusun dan menyiapkan perencanaan kegiatan program kerja dan anggaran.

(6)

2.2.4.3 Kepala Bagian Produksi (Kabag Prod)

Bagian produksi dipimpin oleh Kepala Bagian Produksi (Kabag prod) yang bertanggung jawab langsung kepada Kalafiau dalam melaksanakan kegiatan produksi. Kegiatan yang dilakukan bagian produksi dalam menjalankan tugasnya adalah:

1. Melaksanakan penerimaan dan penyimpanan bahan baku, bahan tambahan dan embalage dalam persiapan proses produksi.

2. Menyiapkan bahan baku dan bahan tambahan untuk proses selanjutnya. 3. Menyiapkan embalage yang dibutuhkan.

4. Melaksanakan kegiatan produksi berdasarkan (SP3) surat perintah pelaksanaan produksi yang dikeluarkan oleh Kalafiau.

Bagian produksi dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh:

a. Unit produksi tablet yang bertugas melaksanakan produk obat jadi dalam bentuk tablet.

b. Unit produksi kapsul yang bertugas melaksanakan produksi obat jadi dalam bentuk kapsul.

c. Unit produksi khusus yang bertugas melaksanakan produksi khusus seperti sirup, salep, krim, cairan, antiseptik dan lain-lain.

2.2.4.4 Kepala Bagian Gudang Pusat Farmasi (Ka Gupusfi)

Gudang Pusat Farmasi dipimpin oleh Kagupusfi yang bertanggung jawab kepada Kalafiau dalam melaksanakan penerimaan, penyimpanan, pemeliharaan dan penyaluran perbekalan kesehatan.

(7)

1. Kepala unit Gudang transit (Kaunit Gutrans), unit ini bertugas menerima alat kesehatan (Alkes) dan perbekalan kesehatan (Bekkes).

2. Kepala unit Gudang penyaluran dan pengemasan (Kaunit Gulur), bertugas melaksanakan pengemasan/ penyiapan barang serta melaksanakan kegiatan penyaluran barang pada satuan kerja.

3. Kepala unit Gudang peralatan kesehatan (Kaunit Gupalkes), bertugas menerima, menyimpan, merawat dan mengeluarkan alat kesehatan.

4. Kepala unit Gudang bahan jadi dan bahan baku, (Kaunit Guhanjabaku), bertugas menerima, menyimpan, merawat/ memelihara dan mengeluarkan barang obat jadi, bahan baku, embalage.

2.2.4.5 Kepala Bagian Pengujian dan Pengembangan (Kabag Ujibang)

Bagian pengujian dan pengembangan (Ujibang) bertugas bertanggung jawab kepada Kalafiau dalam melaksanakan pengujian atas kualitas perbekalan kesehatan, melaksanakan penelitian dan pengembangan untuk meningkatkan hasil produksi obat jadi dan menyelenggarakan pendidikan dan latihan. Bagian ujibang dipimpin oleh Kepala Bagian Ujibang yang bertanggung jawab kepada Kalafiau. Kabag Pengujian dan Pengembangan (Ujibang) dibantu oleh:

1. Kepala unit pengujian dan percobaan (Kaunit Uji Coba) yang bertugas melaksanakan pengujian sampling, melaksanakan “In Process Control” dalam setiap tahap produksi, pengujian terhadap kualitas obat jadi yang dihasilkan. 2. Kepala unit penelitian dan pengembangan (Kaunit Litbang) yang bertugas

(8)

3. Kepala unit pendidikan dan latihan (Kaunit Diklat) yang bertugas membuat perencanaan serta melaksanakan pendidikan dan latihan.

2.2.4.6 Bagian Penunjangan

Bagian penunjangan adalah bertanggung jawab kepada Kalafiau. Dalam pelaksanaan tugasnya Bagian Penunjangan dibantu oleh:

1. Kepala unit penunjangan material (Kaunit Jangmat) bertugas mendukung kelancaran operasional produksi dan pembekalan serta pengujian dan pengembangan.

2. Kepala unit fasilitas dan material (Kaunit Harfasmat) bertugas menyelenggarakan pemeliharaan terhadap fasilitas dalam rangka mendukung kelancaran operasional LAFIAU.

2.3 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)

(9)

2.3.1 Sistem Manajemen Mutu

Sistem manajemen mutu merupakan aspek dalam CPOB yang bertujuan untuk menjamin bahwa produk obat yang dibuat memenuhi persyaratan mutu yang telah disesuaikan dengan tujuan penggunaannya.

Dalam ketentuan umum, ada beberapa landasan yang penting untuk diperhatikan, yaitu:

a. Pengawasan menyeluruh pada proses pembuatan obat untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi.

b. Mutu obat tergantung pada bahan awal, proses pembuatan dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan yang digunakan dan personalia. c. Untuk menjamin mutu suatu obat jadi tidak boleh hanya mengandalkan

pada suatu pengujian tertentu saja, melainkan semua obat hendaknya dibuat dalam kondisi terkendali dan terpadu dengan cermat.

CPOB merupakan pedoman yang dibuat untuk memastikan agar sifat dan mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan syarat bahwa standar mutu obat yang telah ditentukan tetap tercapai.

2.3.2 Personalia

Personalia dalam semua tingkatan harus memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan sesuai tugasnya. Karyawan memiliki kesehatan mental dan fisik yang baik sehingga mampu melaksanakan tugasnya secara profesional dan sebagaimana mestinya. Karyawan mempunyai sikap dan kesadaran yang tinggi untuk mewujudkan CPOB.

(10)

bertanggung jawab terhadap yang lain. Masing-masing harus diberi wewenang penuh dan sarana yang cukup yang diperlukan untuk dapat melaksanakan tugasnya secara efektif.

Seluruh karyawan yang ikut serta langsung dalam kegiatan pembuatan obat harus dilatih mengenai kegiatan tertentu yang sesuai dengan tugasnya dan mampu melaksanakan prinsip-prinsip CPOB.

2.3.3 Bangunan dan Fasilitas

Bangunan untuk produksi hendaklah memiliki ukuran, rancang bangun, konstruksi serta letak yang memadai agar memudahkan dalam pelaksanaan kerja, pembersihan dan pemeliharaan yang baik. Setiap sarana kerja hendaklah memadai sehingga setiap resiko terjadinya kekeliruan, pencemaran silang dan berbagai kesalahan lain yang dapat menurunkan mutu obat dapat dihindarkan. Adapun syarat-syarat bangunan dan fasilitas menurut CPOB adalah sebagai berikut:

1. Lokasi bangunan sebaiknya dipilih yang tidak ada resiko pencemaran lingkungan seperti pencemaran udara, tanah dan air.

2. Gedung hendaklah dibangun dan dipelihara agar terlindung dari pengaruh cuaca, banjir, rembesan air dari tanah serta masuk dan bersarangnya hewan. 3. Rancangan bangunan dan tata letak hendaklah dibuat sesuai dengan fungsi dan

kegiatan yang dilakukan.

(11)

5. Daerah pengolahan produk steril hendaklah dipisahkan dari daerah produksi lain serta dirancang dan dibangun secara khusus.

6. Permukaan bangunan dalam ruangan (dinding, lantai dan langit-langit) hendaklah licin, bebas dari keretakan dan sambungan terbuka serta mudah dibersihkan dan bila perlu mudah didesinfeksi. Lantai di daerah pengolahan hendaklah dibuat dari bahan kedap air, permukaannya rata dan mudah dibersihkan. Dinding hendaklah juga kedap air dan memiliki permukaan yang mudah dibersihkan. Sudut-sudut di antara dinding, lantai dan langit-langit hendaklah berbentuk lengkungan.

7. Saluran air limbah hendaklah cukup besar dan mempunyai bak kontrol serta ventilasi yang baik. Saluran terbuka sedapat mungkin dicegah tetapi bila diperlukan sebaiknya cukup dangkal untuk memudahkan pembersihan dan desinfeksi.

8. Lubang pemasukan dan pengeluaran udara serta pipa-pipa dan salurannya hendaklah dipasang sedemikian rupa untuk mencegah timbulnya pencemaran terhadap produk.

Berdasarkan kelompok kegiatan dan tingkat kebersihannya, maka bangunan industri farmasi terdiri atas:

(12)

2. Grey area (daerah abu-abu), termasuk kelas III dimana jumlah partikel maksimum/ft3 adalah 100.000. Meliputi ruang pengolahan dan pengemasan non steril dan ruang pembuatan salep lain selain salep mata. 3. Black area (daerah hitam), termasuk kelas IV yang meliputi ruang ganti

pakaian, ruang masuk, kantor penerimaan bahan awal, gudang bahan awal dan obat jadi, ruang generator, ruang makan, ruang istirahat dan toilet. 2.3.4 Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam pembuatan obat hendaklah memiliki rancang bangun dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dengan tepat sehingga mutu yang dirancang bagi tiap produk obat terjamin secara seragam dari bets ke bets dan untuk memudahkan pembersihan dan perawatannya.

Rancang bangun dan konstruksi peralatan hendaknya memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan baku, produk antara, produk ruahan atau obat jadi tidak boleh bereaksi.

2. Peralatan tidak boleh menimbulkan akibat yang merugikan terhadap obat. 3. Peralatan hendaknya dapat dibersihkan dengan mudah.

4. Peralatan yang digunakan untuk menimbang, mengukur, menguji dan mencatat harus diperiksa ketelitiannya secara teratur.

5. Alat-alat harus dikalibrasi dan divalidasi untuk menjamin kelancaran kerja. 2.3.5 Sanitasi dan Higiene

(13)

pencemaran produk seperti personalia, bangunan, peralatan, bahan awal serta wadahnya. Sumber pencemaran hendaklah dihilangkan melalui program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu.

1. Personalia

Seluruh karyawan hendaknya menjalani pemeriksaan kesehatan baik sebelum maupun setelah diterima sebagai karyawan selama bekerja. Higiene perorangan harus dilatih dan diterapkan pada semua karyawan yang berhubungan dalam proses produksi. Semua karyawan hendaknya menghindari untuk bersentuhan langsung dengan bahan baku dan produk, sehingga diperlukan pakaian pengaman yang memadai dan sesuai dengan tugasnya.

2. Bangunan dan fasilitas

Bangunan yang digunakan untuk pembuatan obat hendaknya dirancang dan dibangun dengan tepat untuk memudahkan pelaksanaan sanitasi yang baik. Bangunan hendaknya dilengkapi fasilitas sanitasi yang memadai seperti toilet, loker, bak cuci, tempat penyimpan bahan pembersih, insektisida dan bahan fungisida. Hendaknya disusun pula prosedur tetap untuk melaksanakan sanitasi dengan jadwal yang teratur serta diuraikan dengan cukup rinci.

3. Peralatan

(14)

peralatan dan wadah yang digunakan dalam pembuatan obat hendaklah dibuat serta ditaati. Prosedur ini dirancang dengan tepat agar pencemaran peralatan oleh bahan pembersih dan sanitasi dapat dicegah.

2.3.6 Produksi

Produksi obat-obatan hendaklah dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan agar senantiasa diperoleh obat jadi yang memenuhi spesifikasi yang ditentukan. Aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam kegiatan produksi meliputi:

1. Bahan awal

Bahan awal sebelum dinyatakan lulus untuk digunakan hendaklah memenuhi spesifikasi yang sudah ditetapkan dan diberi label dengan nama yang dinyatakan dalam spesifikasi. Semua pemasukan, pengeluaran dan sisa bahan hendaknya dicatat.

2. Validasi proses

Semua proses produksi hendaklah divalidasi dengan tepat dan dilaksanakan menurut prosedur yang telah ditentukan. Proses dan prosedur tersebut hendaklah secara rutin dievaluasi ulang untuk memastikan bahwa proses dan prosedur tetap mampu memberikan hasil yang diinginkan. 3. Pencemaran

(15)

berpengaruh langsung pada kesehatan, hal ini menunnjukkan pelaksanaan pembuatan obat yang tidak sesuai CPOB.

4. Sistem penomoran bets atau lot

Suatu sistem yang menjabarkan cara penomoran bets atau lot secara rinci diperlukan untuk memastikan bahwa produk antara, produk ruahan, atau obat jadi suatu bets atau lot dapat dikenali dengan nomor bets atau lot tertentu dan tidak digunakan secara berulang.

5. Penimbangan dan penyerahan

Penimbangan dan penyerahan bahan baku, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan dianggap suatu bagian dari siklus produksi dan memerlukan dokumentasi yang lengkap.

6. Pengembalian

Semua bahan baku, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan yang dikembalikan ke tempat penyimpanan hendaklah didokumentasikan dan dicek dengan baik. Bahan-bahan tersebut tidak boleh dikembalikan ke gudang kecuali bila tidak memenuhi spesifikasi yang ditetapkan.

7. Pengolahan

Pemeriksaan awal pada pengolahan baik bahan, kondisi daerah pengolahan, peralatan dan wadah harus mengikuti prosedur tertulis yang telah ditetapkan guna mencegah terjadinya pencemaran silang dalam seluruh tahap pengolahan.

8. Produk steril

(16)

produk steril diperlukan suatu ruangan terpisah yang selalu bebas debu dan dialiri udara yang melewati saringan bakteri. Tekanan udara dalam ruangan hendaklah lebih tinggi dari ruangan di sebelahnya.

9. Pengemasan

Kegiatan pengemasan berfungsi membagi dan mengemas produk ruahan menjadi obat jadi. Proses pengemasan hendaknya dilaksanakan di bawah pengawasan ketat untuk menjaga identitas, keutuhan dan kualitas barang yang sudah dikemas.

10.Karantina obat jadi dan penyerahan ke gudang obat jadi

Karantina obat jadi merupakan titik akhir pengawasan sebelum obat jadi diserahkan ke gudang dan siap didistribusikan.

11.Pengawasan distribusi obat jadi

Sistem distribusi hendaknya dirancang dengan tepat sehingga menjamin obat jadi yang pertama masuk didistribusikan terlebih dahulu (First In First Out atau FIFO dan First Expired First Out atau FEFO).

12.Penyimpanan bahan awal, produk antara, produk ruahan dan obat jadi, disimpan rapi dan teratur untuk mencegah resiko tercampur atau pencemaran serta memudahkan pemeriksaan dan pemeliharaan.

2.3.7 Pengawasan Mutu

(17)

dilaksanakan serta pelulusan bahan dan produk untuk dijual tidak akan diberikan sebelum mutunya dinilai memuaskan. Sistem pengawasan mutu dirancang dengan tepat untuk menjamin bahwa tiap obat mengandung bahan yang benar dengan mutu dan jumlah yang telah ditetapkan dan dibuat pada kondisi yang tepat dan mengikuti prosedur standar sehingga obat tersebut senantiasa memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan untuk identitas, kadar, kemurnian, mutu dan keamanannya. Bagian pengawasan mutu dalam suatu pabrik obat bertanggung jawab untuk memastikan bahwa:

1. Tahapan produksi obat telah dilaksanakan secara prosedur yang ditetapkan dan telah divalidasi sebelumnya antara lain melalui evaluasi dokumentasi produk terdahulu.

2. Semua pengawasan selama proses dan pemeriksaan laboratorium terhadap suatu bets obat telah dilaksanakan dan bets tersebut memenuhi spesifikasi yang ditetapkan sebelum didistribusi.

3. Suatu bets memenuhi persyaratan mutunya selama waktu peredaran yang ditetapkan.

Bagian pengawasan mutu ini memiliki wewenang khusus untuk memberikan keputusan akhir meluluskan atau menolak atas mutu bahan baku atau produk obat ataupun hal lain yang mempengaruhi mutu obat.

2.3.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu

(18)

mampu menilai secara obyektif pelaksanaan CPOB, melaksanakan inspeksi terhadap prosedur produksi dan pengawasan mutu secara menyeluruh. Prosedur pelaksanaan dan catatan mengenai inspeksi diri perlu didokumentasikan.

Tim inspeksi diri ditunjuk oleh manajemen perusahaan, sekurang-kurangnya tiga orang yang ahli di bidang pekerjaannya dan paham mengenai CPOB. Inspeksi diri hendaknya dilakukan oleh orang yang kompeten dari perusahaan dengan atau tanpa bantuan tenaga ahli dari luar.

2.3.9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Obat dan Obat Kembalian

Penarikan kembali obat jadi merupakan proses penarikan kembali obat dari semua mata rantai distribusi bila ditemukan adanya cacat kualitas dan yang berbahaya atau dilaporkan adanya reaksi merugikan yang membahayakan kesehatan pemakainya selama atau sesudah pendistribusian obat jadi tersebut. Penarikan kembali seluruh obat jadi dapat menyebabkan penghentian sementara atau penghentian tetap terhadap pembuatan suatu jenis obat yang bersangkutan. Prosedur penanganan obat kembalian hendaklah memperhatikan hal-hal berikut antara lain: identifikasi dan pencatatan mutu dari obat kembalian, dikarantina, dilakukan penelitian, pemeriksaan dan pengujian.

Obat kembalian yang tidak dapat diolah ulang hendaklah dimusnahkan dan dibuat prosedur pemusnahan bahan atau produk yang ditolak yang mencakup pencegahan pencemaran lingkungan dan mencegah kemungkinan jatuhnya obat tersebut ke tangan orang yang tidak berwenang.

(19)

kembalian hendaklah dibuat berita acara yang ditandatangani oleh pelaksana pemusnahan dan saksi.

2.3.10 Dokumentasi

Dokumentasi pembuatan obat merupakan bagian dari sistem informasi manajemen yang meliputi spesifikasi prosedur, metode dan instruksi, perencanaan, pelaksanaan, pengendalian serta evaluasi seluruh rangkaian pembuatan obat. Dokumentasi sangat penting untuk memastikan bahwa setiap petugas mendapat instruksi secara rinci dan jelas mengenai bidang tugas yang harus dilaksanakannya sehingga memperkecil resiko terjadinya salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan.

Sistem dokumentasi harus menggambarkan riwayat lengkap dari setiap bets suatu produk sehingga memungkinkan penyelidikan serta penelusuran terhadap bets produk yang bersangkutan. Sistem dokumentasi juga digunakan dalam pemantauan dan pengendalian.

2.3.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak

(20)

2.3.12 Kualifikasi dan Validasi

Kualifikasi adalah kegiatan pembuktian bahwa perlengkapan, fasilitas yang digunakan dalam suatu proses akan selalu bekerja sesuai dengan kriteria yang diinginkan dan konsisten.

Validasi merupakan tindakan pembuktian bahwa proses produksi dan pengemasan akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan dan konsisten.

a. Validasi metoda analisa

Membuktikan bahwa semua metoda analisa (cara/ prosedur pengujian) yang digunakan dalam pengujian maupun pengawasan mutu, senantiasa mencapai hasil yang diinginkan secara konsisten (terus-menerus).

b. Validasi proses produksi

Merupakan “dokumen pembuktian” bahwa proses produksi yang dilakukan sesuai dengan dokumen proses pengolahan dan akan menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu yang telah ditetapkan secara terus-menerus.

c. Validasi Pembersihan

Bertujuan untuk memberikan dokumentasi secara tertulis bahwa prosedur pembersihan yang berlaku dan yang digunakan sudah tepat dan dapat dilakukan berulang-ulang serta cara pembersihan menghasilkan tingkat kebersihan yang telah ditetapkan.

d. Validasi Proses Pengemasan

(21)

digunakan sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan secara terus-menerus dan meminimalkan terjadinya kesalahan tercampurnya antar produk maupun antar bets.

2.4 Pengolahan Limbah

Referensi

Dokumen terkait

Bill Of Lading (B/L) tidak hanya berfungsi sebagai tanda bukti kepemilikan barang oleh pihak pengirim, tetapi juga sebagai tanda bukti bahwa antara pihak pengangkut dengan

Kendala-Kendala yang Dihadapi dalam Pencapaian Target Pajak Parkir Kantor Dinas Pendapatan Kota Tebing Tinggi dalam hail ini adalah seksi pajak. daerah dalam melaksanakan

tertinggi terdapat pada perlakuan A7B1 (diinokulasikan 14 pasang Tetrastichus sp. castaneae ) sebanyak 171.50 ekor sedangkan yang terendah pada perlakuan A4B2 (diinokulasikan

Perlu diadakannya penelitian karbon pada lokasi penelitian ini untuk kategori tumbuhan bawah, serasah, dan kandungan organik tanah agar diperoleh nilai cadangan karbon total

pada sistem mail klien untuk memklasifikasi inbox email sesuai dengan kata kunci.. dan jenis field yang dipilih dengan tingkat akurasi yang tinggi dan

mutu melakukan pengujian bahan awal yang akan digunakan dalam produksi. Apabila memenuhi persyaratan spesifikasi maka diluluskan dan bahan

Universitas Sumatera Utara... Universitas

Universitas Sumatera Utara... Universitas