• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Wanita Usia Subur Yang Belum Menikah Tentang Tradisi Badapu Di Wilayah Kerja Puskesmas Singkil Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Wanita Usia Subur Yang Belum Menikah Tentang Tradisi Badapu Di Wilayah Kerja Puskesmas Singkil Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2013"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Tradisi Badapu

Badapu berasal dari kata dapur yang artinya “naik dapur”. Pada masyarakat pinggiran (pedesaan), ibu setelah melahirkan akan ditempatkan di dapur, dengan membuatkan bale-bale berukuran 1x2m sebagai tempat tidur dan disampingnya dibuat tungku dengan bahan bakar dari kayu jenis tertentu. Pada masyarakat perkotaan, ibu nifas masih melaksanakan tradisi badapu dengan cara tidur di kamar dan tungku diganti dengan kompor.

Tradisi Badapu merupakan suatu kebiasaan yang dilakukan bagi seorang ibu setelah melahirkan dimulai dari hari ke tujuh sampai hari ke enam puluh (untuk kelahiran anak pertama ) dan hari ke empat puluh (untuk kelahiran anak selanjutnya ).

2.1.1 Tahapan Tradisi Badapu.

(2)

Pada saat menjalankan tradisi Badapu, ibu nifas dilarang mengonsumsi beberapa jenis bahan makanan seperti : telur, kerang, udang, ikan tongkol, susu, pepaya , pisang, nenas, dan cabe. Sedangkan bahan makanan yang boleh dikonsumsi seperti : ikan segar, ikan teri dan ikan asin yang cara pengolahannya dengan cara digoreng kering, dibakar atau digongseng. Sedangkan jenis sayuran yang bisa dikonsumsi seperti : daun singkong, dan daun papaya yang dimasak dengan cara direbus. Karena adanya pembatasan terhadap konsumsi air, maka sayur yang direbus airnya diperas sehingga hanya mengandung sedikit air saja.

(3)

2.1.2 Beberapa Faktor Resiko Tradisi Badapu dari Sudut Pandang Gizi dan Kesehatan

Pada saat melakukan tradisi Badapu ibu dipanaskan dengan menggunakan kayu bakar ataupun kompor serta melakukan pantang makan pada bahan makanan tertentu seperti : telur, kerang, udang, ikan tongkol, susu, papaya, pisang, nenas dan cabe serta hanya mengonsumsi jenis sayuran seperti daun singkong, daun papaya dan daun katu serta ikan asin, ikan teri dan ikan segar yang dianggap tidak menimbulkan efek gatal atua alergi pada ibu nifas. Bahan makanan tersebut diolah hanya dengan digoreng kering ataupun digongseng dan sayur hanya direbus dan diperas/dibuang airnya untuk mengurangi konsumsi cairan. Hal ini dapat memberikan beberapa dampak bagi kesehatan ibu, berikut adalah beberapa faktor yang mempunyai resiko pada kesehatan dilihat dari sudut pandang gizi dan kesehatan :

1. Anemia

Dalam hal ini salah satu akibat dari tabu atau pantang makan yang sering terjadi adalah anemia dimana kadar hemoglobin ibu nifas berada dibawah batas normal. Hal ini terjadi karena kurangnya asupan zat gizi seperti protein, besi, asam folat dan Vitamin B12. Secara umum ada tiga faktor penting yang menyebabkan seseorang menjadi anemia, yaitu kehilangan darah karena perdarahan akut/kronis, pengrusakan sel darah merah, dan produksi sel darah merah yang tidak cukup (Adriani & Wirjatmadi, 2012).

(4)

kadar hemoglobin 9,01 g/dl, jumlah ini berada dibawah standart yang ditetapkan oleh WHO sebesar 11 g/dl.

Anemia terjadi karena ibu nifas kurang mengonsumsi Fe. Zat besi dalam makanan terdapat dalam bentuk besi-hem seperti terdapat dalam hemoglobin makanan hewani, dan besi-nonhem dalam makanan nabati. Bentuk besi didalam makanan berpengaruh terhadap penyerapannya. Besi-hem dapat diserap dua kali lipat dari pada besi-nonhem. Kurang lebih 40% dari besi didalam daging, ayam dan ikan terdapat sebagai besi-hem dan selebihnya sebagai besi-nonhem. Besi-nonhem juga terdapat didalam telur, serealia, kacang-kacangan, sayuran hijau dan beberapa jenis buah-buahan (Almatsier, 2006). Ibu nifas yang melakukan tradisi Badapu sangat kurang mengonsumsi jenis bahan makanan yang mengandung besi-hem.

2. Menghambat proses penyembuhan luka perineum.

Pada proses penyembuhan luka perineum yang normal adalah 6-7 hari post partum. Setelah ditelusuri lebih lanjut, ibu nifas ternyata memiliki kebiasaan makanan yang kurang baik, seperti berpantang makan, makanan yang dimakan juga tertentu, khususnya lauk atau makanan yang berprotein (Rismawanti & Yulidawati 2012).

(5)

buruk terhadap kesehatan dan angka kesakitan ibu. Kecukupan zat gizi sangat berperan dalam proses penyembuhan luka. Tahapan penyembuhan luka memerlukan protein sebagai dasar untuk pembentukan fibrolast dan terjadinya kolagen, disamping elemen-elemen lain yang diperlukan untuk proses penyembuhan luka seperti Vitamin C yang berperan dalam proses kecepatan penyembuhan luka. Vitamin A berperan dalam pembentukan epitel dan system imunitas. Vitamin A dapat meningkatkan jumlah monosit, makrofag di lokasi luka, mengatur aktifitas kolagen dan meningkatkan reaksi tubuh pada fase inflamasi awal. Zat gizi lain yang berperan yaitu Vitamin E yang merupakan antioksidan lipopilik utama dan berperan dalam pemeliharaan membrane sel, menghambat terjadinya peradangan dan pembentukan kolagen yang berlebih. Asam lemak esensial juga penting dalam proses penyembuhan luka karena tidak bisa disintesa dalam tubuh sehingga harus didapatkan dari makanan atau suplemen. Peranan asam lemak ini adalah mengurangi peradangan, mengurangi pengentalan sel-sel yang tidak normal.

Pada ibu nifas yang melakukan tradisi Badapu asupan proteinnya juga kurang karena ibu nifas hanya mengonsumsi bahan makanan sumber protein yang sangat terbatas yaitu biasanya hanya mengonsumsi ikan saja tanpa mengonsumsi sumber protein hewani lainnya dan jenis protein nabati. Padahal konsumsi protein sangat penting pada ibu nifas untuk mengganti jaringan yang telah rusak dan mengatur proses metabolism.

(6)

karena salah satu faktor yang mempengaruhi luka perenium adalah status gizi yang selain faktor lingkungan, tradisi, pengetahuan, sosial ekonomi dan penangan petugas kesehatan.

3. Menghambat proses produksi ASI

Ibu setelah melahirkan (nifas) secara fisiologis membutuhkan zat gizi yang lebih banyak dibandingkan dengan wanita dewasa. Hal ini karena ibu nifas membutuhkan gizi yang lebih yang berguna untuk melakukan aktivitas, metabolisme, cadangan dalam tubuh, proses produksi ASI serta sebagai ASI itu sendiri yang akan dikonsumsi bayi untuk pertumbuhan dan perkembangannya.

ASI merupakan pangan kompleks yang mengandung zat-zat gizi lengkap dan bahan-bahan bioaktif yang diperlukan untuk tumbuh kembang dan pemeliharaan kesehatan bayi (Almatsier, 2011)

(7)

4. Pengaruh asap terhadap kesehatan ibu dan bayi.

Pada saat melaksanakan tradisi Badapu pemanasan yang dilakukan kepada ibu nifas dilakukan dengan menggunakan kayu bakar dan pada masyarakat perkotaan dilakukan dengan menggunakan kompor. Penggunaan kayu bakar dan kompor menghasilkan asap yang dapat membahayakan kesehatan bagi ibu dan bayi.

Asap mengandung gas CO dan keberadaan gas CO sangat berbahaya jika terhirup oleh manusia karena gas tersebut akan menggantikan posisi oksigen yang berkaitan dengan hemoglobin dalam darah. Gas CO yang akan masuk kedalam jantung, otak serta organ vital. Ikatan antara CO dan hemoglobin membentuk karboksihemoglobin yang jauh lebih kuat 200 kali dibandingkan dengan ikatan antara oksigen dan hemoglobin (BPOM, 2012)

WHO menganggap asap kompor yang kotor sebagai salah satu dari lima bahaya terbesar bagi kesehatan di Negara berkembang. Asap menewaskan hampir dua juta orang per tahun, dua kali jumlah orang yang meninggal akibat malaria (Antara, 2012).

(8)

2.2 Budaya Pangan

Pola konsumsi pangan adalah susunan jenis dan jumlah pangan dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu (Madanijah, 2004). Pola konsumsi pangan merupakan gambaran mengenai jumlah, jenis, dan frekuensi bahan makana yang dikonsumsi seseorang sehari-hari dan merupakan ciri khas pada suatu kelompok masyarakat tertentu.

Menurut Adriani dan Wirjatmadi (2012) ada beberapa faktor yang mempengaruhi pola konsumsi antara lain faktor budaya, agama dan kepercayaan, status sosial ekonomi, personal performance, rasa lapar, nafsu makan, rasa kenyang dan kesehatan.

Konsumsi Makanan Preferensi Makanan

Karakteristik Karakteristik Karakteristik

Individu Makanan Lingkungan

a.umur a.rasa a.musim

b.jenis kelamin b.rupa b.pekerjaan

c.pendidikan c.tekstur c.mobilitas

d.pendapatan d.harga d.perpindahan

e.pengetahuan gizi e.tipe makanan penduduk

f.keterampilan f.bentuk e.jumlah

memasak g.bumbu rumah tangga

g.kesehatan h.kombinasi f.tingkat sosial

makanan pada masyarakat

Gambar 2.1 Model Studi Preferensi Konsumsi Makanan.

(9)

lingkungan. Suatu model atau kerangka pemikiran diperlukan untuk menelaah konsumsi makanan kaitannya dengan berbagai karakteristik tersebut, serta hubungan antar karakteristik itu sendiri.

Dalam aspek gizi, tujuan mengkonsumsi makanan adalah untuk memperoleh sejumlah zat gizi yang diperlukan tubuh. Konsumsi makanan dapat diukur secara kualitatif dan kuantitatif. Pengukuran kualitatif dilakukan dengan melihat jenis-jenis makanan tersebut. Pengukuran kuantitatif dilakukan dengan menggunakan recall konsumsi makanan jangka waktu tertentu dan metode penimbangan, yaitu pengukuran secara langsung pada berat setiap jenis makanan yang dikonsumsi. Pola konsumsi makanan bermutu gizi seimbang mensyaratkan perlunya diverisifikasi makanan dalam menu sehari-hari. Ini berarti menuntut adanya ketersediaan sumber zat tenaga (karbohidrat dan lemak), sumber zat pembangun (protein), dan sumber zat pengatur (vitamin dan mineral). Makanan yang beraneka ragam sangat penting karena tidak ada satu jenis makanan yang dapat menyediakan gizi bagi seseorang secara lengkap (Khomsan, 2004). Konsumsi makanan yang beranekaragam, akan menghindari terjadinya kekurangan zat gizi, karena susunan zat gizi pada makanan saling melengkapi antara satu jenis dengan jenis lainnya, sehingga diperoleh masukan zat gizi seimbang (Depkes RI, 2003).

(10)

Setiap masyarakat mengembangkan cara yang turun temurun untuk mencari, memilih, menangani, menyiapkan, menyajikan dan cara-cara makan. Adat tradisi merupakan dasar prilaku tersebut, yang biasanya sekurang-kurangnya dalam beberapa hal berbeda diantara kelompok masyarakat yang satu dengan yang lain. Nilai-nilai sikap, kepercayaan yang ditentukan budaya, merupakan kerangka kerja dimana cara makan dan daya terima terhadap makanan terbentuk, yang dijaga dengan seksama dan diajarkan dengan tekun kepada generasi berikutnya (Notoadmojo, 2005).

Ada pula penduduk di Negara-negara Asia yang mempunyai kepercayaan bahwa makanan yang mengandung protein hewani menyebabkan ASI beracun bagi bayinya. Kepercayaan terhadap suatu pangan tertentu yang berpengaruh baik atau buruk pada manusia tidak saja ditemukan pada masyarakat di negara-negara yang sudah berkembang tetapi juga dijumpai di negara-negara maju yang teknologinya sudah berkembang. Olson (1958) yang dikutip oleh Suhardjo (1988) mengemukakan tentang adanya beberapa macam kebudayaan di Amerika antara lain :

Percaya bahwa pangan tunggal seperti yogurt, gula, coklat, royal jelly mempunyai kekuatan dalam meningkatkan kesehatan dan vitalitas diluar nilai kandungan zat gizinya.

Percaya bahwa pangan yang diproduksi dengan menggunakan pupuk kimia dapat menurunkan nilai gizi pangan yang bersangkutan.

(11)

Percaya makanan seperti pisang, tomat dan telur yang sangat baik bagi penyembuhan penyakit atritis, kanker, kencing manis, hipertensi, kegemukan dan penyakit lainnya.

Pola makan pada dasarnya merupakan konsep budaya bertalian dengan makanan yang banyak dipengaruhi oleh unsur sosial budaya yang berlaku dalam

Kebiasaan makan juga dipengaruhi oleh lingkungan (ekologi, kependudukan, ekonomi) dan ketersediaan bahan makanan. Pola konsumsi makan yang dipengaruhi

(12)

kebiasaan makan memiliki hubungan yang erat dengan status gizi seperti terlihat pada kerangka diatas : (Susanto, dkk, 1987)

Faktor sosial budaya yang berpengaruh terhadap kebiasaan makan dalam masyarakat, rumah tangga dan individu menurut Koentjaraningrat (1985) meliputi apa yang dipikirkan, diketahui dan dirasakan menjadi persepsi orang tentang makanan dan apa yang dilakukan, dipraktekkan orang tentang makanan.

Tradisi Badapu sangat erat dengan budaya yang sangat menetukan jenis makanan yang harus dikonsumsi oleh ibu nifas. Kebudayaan sangat menetukan kapan seseorang boleh atau tidak boleh makan suatu makanan (food taboo). Oleh karena itu budaya mempengaruhi seseorang dalam konsumsi pangan yang menyangkut pemilihan jenis pangan, persiapan serta penyajian pangan. Apa bila konsumsi makanan sehari-hari kurang beraneka ragam maka akan timbul ketidak seimbangan antara masukan dan kebutuhan zat gizi yang diperlukan untuk hidup sehat. Dengan mengonsumsi salah satu jenis makanan akan memenuhi keunggulan susunan zat gizi jenis makanan yang lain, sehingga diperoleh zat gizi yang seimbang. Jadi untuk memenuhi zat gizi yang seimbang harus dipenuhi dari beragam jenis makanan yang bergizi.

Ibu nifas yang melakukan tradisi Badapu sangat dibatasi juml;ah dan jenis konsumsi pangannya sehingga kebutuhan gizi seimbang ibu nifas tidak dapat terpenuhi dengan baik dan dapat mempengaruhi status gizi ibu.

(13)

lain seperti Malaysia, yang memiliki budaya hampir menyerupai Indonesia juga melakukan tradisi seperti ini ( Deri, 2009 ).

Masyarakat suku Dayak Sanggau menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Suprabowo (2006) mengatakan bahwa makanan yang baik untuk ibu nifas adalah makan nasi dicampur garam dan sayur daun bungkal, selain itu dapat ditambah ikan asin atau ikan teri. Mereka juga minum minuman yang berupa ramuan-ramuan yang terbuat dari campuran tuak, liak (jahe) dan gula dengan tujuan agar badan hangat sehingga darah beku dapat cepat keluar dan air susu lancar, selain itu ada juga yang minum kopi agar badan hangat dan tidak lemah. Ibu nifas juga melakukan pemulihan dengan memberikan bedak pada perut ibu yang terbuat dari kunyit, liak dan kencur dengan tujuan agar kandungan cepat kembali muda.

(14)

jadi harus dihindari. Selama empat puluh ahri pemanasan, ibu diperbolehkan makan nasi dan ikan dengan lada hitam yang merupakan bahan pokok di desa-desa nelayan melayu.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi dan Arifah (2012) pada masyarakat di Kabupaten Sukoharjo bahwa ibu nifas dilarang mengonsumsi banyak air karena akan membuat luka jalan lahir menjadi basah dan lama sembuh, padahal untuk penyembuhan luka diperlukan banyak cairan. Ibu nifas juga dipantangkan untuk makan makanan yang berbau amis karena akan menyebabkan ASI berbau amis. Menurut Romana (2013) ada banyak mitos yang dipercayai oleh masyarakat yang sangat bertentangan dengan keadaan yang sebenarnya, diantaranya bahwa ibu nifas tidak boleh makan telur, ikan dan daging agar luka jahitannya cepat sembuh, tidak boleh makan yang berkuah dan banyak minum air putih agar luka jahitan tidak basah, tidak makan buah-buahan selama menyusui agar bayi tidak diare, tidak boleh banyak makan agar ibu tetap langsing.

Berdasarkan dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ibu nifas pada beberapa daerah di wilayah Indonesia dan beberapa daerah di Negara lain, ditemukan adanya larangan dan pantangan mengonsumsi beberapa jenis bahan makanan.

2.3Pengetahuan

Notoadmojo (2003) mendefinisikan pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang.

(15)

1. Pendidikan

Tingkat pendidikan turut menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh, pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin baik pula pengetahuannya (Wied Hary A, 1996 dalam Hendra AW, 2008)

Pengetahuan kesehatan akan berpengaruh kepada perilaku sebagai hasil jangka menengah pendidikan kesehatan. Peranan pendidikan kesehatan adalah melakukan intervensi faktor perilaku sehingga perilaku individu, kelompok atau masyarakat sesuai dengan nilai-nilai kesehatan (Notoadmojo, 2007).

Pendidikan gizi merupakan suatu proses belajar tentang pangan, bagaimana tubuh kita menggunakannya dan mengapa diperlukan untuk kesehatan umumnya. Masalah kekurangan konsumsi pangan bukanlah merupakan hal yang baru yang mempunyai dampak sangat nyata terhadap timbulnya masalah gizi. Salah satu faktor yang menyebabkan keadaan ini adalah bertambahnya jumlah penduduk, disamping itu masalah gizi dapat timbul disebabkan oleh beberapa faktor yang mencakup aspek-aspek ekonomi, pendidikan, sosial dan budaya serta agama (Suhardjo, 1996).

(16)

status gizi yang baik pada anak-anaknya. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang untuk menyerap informasi dan mengimplementasikan dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari, khususnya dalam hal kesehatan dan gizi (Atmarita, 2004).

Pendidikan merupakan jalur yang ditempuh untuk mendapatkan informasi. Informasi memberikan pengaruh besar terhadap perilaku wanita usia subur. Apabila wanita usia subur diberikan informasi tentang bahaya pantang makanan dengan jelas, benar dan komprehensif termasuk akibatnya maka mereka tidak akan mudah terpengaruh atau mencoba melakukan pantang makanan atau dalam hal ini tradisi badapu.

2. Pengalaman

Pengalaman merupakan sumber pengetahuan dan tindakan seseorang dalam melakukan sesuatu hal. Adanya pengalaman dari wanita usia subur melihat seorang ibu yang melahirkan dan menjalani masa nifas maka ia akan mempunyai perilaku yang mengacu pada pengalaman yang telah dialami sebelumnya. Misalnya ibu nifas yang mengalami masalah baik pada dirinya dan bayinya karena pantang makanan maka wanita usia subur tidak akan melakukan pantang makanan pada masa nifas yang akan dialaminya kelak.

3. Keyakinan

(17)

Badapu adalah keyakinan yang telah diperoleh secara turun temurun dan ibu yang melakukan tradisi tersebut mempunyai keyakinan yang positif tentang tradisi tersebut. Demikian juga dengan wanita usia subur yang belum menikah apakah mereka mempunyai keyakinan yang positif atau negatif terhadap tradisi Badapu sehingga pada saat mereka akan mengalami masa nifas apakah merka akan melakukan tradisi tersebut atau tidak.

4. Fasilitas

Fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang adalah majalah, radio, koran, televisi, buku, dan lain-lain. Jika sejak dini wanita usia subur sudah mengetahui bagaimana anjuran gizi yang baik untuk masa nifas yang saat ini sangat mudah didapat melalui begitu banyak fasilitas informasi maka bisa saja dia tidak akan melakukan tradisi Badapu pada saat masa nifasnya nanti.

5. Penghasilan

Penghasilan tidak berpengaruh secara langsung terhadap pengetahuan seseorang. Namun, jika seseorang berpenghasilan cukup besar, maka dia mampu menyediakan fasilitas yang lebih baik.

6. Sosial budaya

Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu.

2.4 Sikap

(18)

perilaku manusia yang hidup didalamnya. Lingkungan pertama adalah lingkungan alam yang bersifat fisik yang akan mencetak perilaku manusia dengan sifat dan keadaan alam tersebut.

Dengan kata lain sikap adalah tanggapan atau persepsi seseorang terhadap apa yang diketahuinya. Jadi sikap tidak dapat dilihat langsung secara nyata tetapi hanya dapat ditafsirkan sebagai perilaku yang tertutup.menurut Allport (1954), seperti yang dikutip dalam Notoatmodjo (2003), menjelaskan bahwa sikap terdiri dari 3 komponen pokok yaitu :

1. Kepercyaan (keyakinan, ide dan konsep terhadap suatu objek) 2. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek. 3. Kecenderungsn lain untuk bertindak (trend to behave).

Tradisi Badapu adalah tradisi yang dilakukan secara turun temurun dan diharuskan terhadap ibu nifas sehingga terkadang ibu nifas melakukan hal ini karena suatu kebiasaan saja dan bisa saja begitu juga dengan wanita usia subur belum berpasangan sebenarnya sudah mendapatkan pengetahuan tentang gizi yang baik untuk masa nifas dan mempunyai sikap yang baik dalam hal ini tetapi tetap melakukan tradisi tersebut.

(19)

terhadap objek tertentu sebagai suatu penghayatan yang terdiri dari menerima, merespon, menghargai dan bertanggung jawab.

Sikap membuat seseorang untuk dekat atau menjauhi sesuatu. Sikap akan diikuti atau tidak oleh suatu tindakan berdasarkan pada sedikit atau banyaknya pengalaman seseorang. Sikap mempunyai segi motivasi yang berarti segi dinamis menuju suatu tujuan, berusaha untuk mencapai suatu tujuan. Sikap dapat bersifat positif kecenderungan untuk mendekati, menyenangi, mengharapkan objek tertentu, sedangkan sikap negatif terdapat kecenderungan menjauhi, menghindari, membenci atau tidak menyukai objek tertentu.

(20)

2.5 Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :

Gambar. 2.3. Kerangka Konsep

Keterangan :

Pengetahuan dan sikap tentang tradisi Badapu dapat mempengaruhi wanita usia subur nantinya untuk melakukan tradisi Badapu yang dapat menyebabkan anemia pada masa nifas.

= Variabel yang diteliti = Variabel yang tidak diteliti

2.6 Hipotesis Penelitian

Ada hubungan antara pengetahuan dan sikap wanita usia subur yang belum menikah tentang tradisi Badapu.

Pengetahuan Tentang Tradisi

Badapu

Sikap Tentang Tradisi Badapu

Tindakan Tradisi Badapu

Anemia Pada Masa

Gambar

Gambar 2.1  Model Studi Preferensi Konsumsi Makanan.
Gambar 2.2  Faktor-faktor sosial dan budaya yang berpengaruh terhadap                               kebiasaan  makan dalam masyarakat, rumah tangga dan individu
Gambar. 2.3. Kerangka Konsep

Referensi

Dokumen terkait

In addition, Mustapa dangding represents a form of local literature that demonstrates Sufi experiences This local dimension is closely related to the grand narrative of

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Aplikasi teknologi biofloc pada budidaya ikan lele dumbo (Clarias gariepinus, Burchell) mampu meningkatkan produksi

Nilai uji statistik kor 0,094 yang artinya korelasi sa atau dianggap tidak ada kor dibuktikan dengan nilai ρ = besar dari nilai alpha (α) = demikian dapat dikatakan hubungan

Perencanaan strategi guru dalam mengajarkan amar ma‟ruf nahi munkar pada mata pelajaran akidah akhlak di MTs Hasyim Asy‟ari Kota Batu yaitu guru membuat RPP yang dapat membantu

Di sebuah negeri nun jauh disana ada satu kerajaan yang berdiri kokoh,subur dan makmur, kerajaan tersebut memiliki raja dan ratu, Raja ZIRCON dan Ratu QUINCE tapi sudah

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran, mengetahui dan mendapatkan kajian tentang pengaruh Penempatan Kerja, Komitmen Organisasi dan lingkungan

membayar zakat dan Lembaga Amil Zakat mampu mengelola dengan baik. dana tersebut tanpa adanya

Hasil-hasil penelitian tersebut antara lain: (1) hasil penelitian yang dilakukan Heavilin di Indiana (1982) menunjukkan bahwa perkuliahan English tentang komposisi