BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis
2.1.1. Good Corporate Governance
Corporate governance adalah suatu elemen kunci dalam meningkatkan
efisiensi ekonomis yang meliputi serangkaian hubungan antara manajemen
perusahaan, dewan direksinya (dewan direksi dan komisaris, untuk Negara-negara
yang menganut sistem hukum two-tier, termasuk Indonesia), para pemegang
sahamnya dan stakeholders lainnya (OECD,1999). Hal serupa dikemukakan oleh
Calbury Commite (2003 : 23). A set of rules that define a relationship between
shareholders, manager, creditor the goverment, employees and other internal and
external stakeholder in respect to their and renshibilities. Good corporate
governance pada dasarnya merupakan suatu system (input, proses, output) dan
seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang
berkepentingan (stakeholders) terutama dalam arti sempit hubungan antara
pemegang saham, dewan komisaris, dan dewan direksi demi tercapainya tujuan
perusahaan. Good corporate governance dimasukkan unruk mengatur
hubungan-hubungan ini untuk mencegah terjadinya kesalahan-kesalahan signifikan dalam
strategi perusahaan dan untuk memastikan bahwa kesalahan-kesalahan yang
terjadi dapat diperbaiki dengan segera.
Menurut Sidharta dan Cynthia dalam Oktapiyani (2009 : 12) istilah Good
Corporate Governance secara umum dikenal sebagai suatu sistem dan struktur
pemegang saham serta mengakomodasi berbagai pihak yang berkepentingan
dengan perusahaan (stakeholders), seperti kreditur, pemasok, asosiasi bisnis,
konsumen, pekerja, pemerintah, dan masyarakat luas. Prinsip good corporate
governance ini dapat digunakan untuk melindungi pihak-pihak minoritas dari
pengambil alih yang dilakukan oleh para manajer dan pemegang saham dengan
mekanisme legal. Untuk lebih jelas, berikut adalah beberapa kutipan dari
pengertian corporate governance :
..., mekanisme administratif yang mengatur hubungan-hubungan antara manajemen perusahaan, komisaris, direksi, pemegang saham dan kelompok-kelompok kepentingan (stakeholders) yang lain. Hubungan –hubungan ini di manifestasikan dalam bentuk berbagai aturan permainan dan sistem intnsif sebagai kerangka kerja yang diperlukan untuk menentukan tujuan-tujuan perusahaan dan cara-cara pencapaian tujuan-tujuan-tujuan-tujuan serta pemantauan kinerja yang dihasilkan. (Wahyudi Prakarsa, 2006:159).
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa corporate governance merupakan :
1) Suatu struktur yang mengatur pola hubungan antara Dewan Komisaris,
Direksi, Rapat Umum pemegang Saham dan para Stakeholder lainnya.
2) Suatu sistem yang bertujuan mengatur, mengarahkan, dan mengendalikan
perusahaan agar dapat meningkatkan nilai perusahaan dan para pemegang
saham.
Setelah defenisi di atas, maka berikut ini dibahas tujuan penerapan good
corporate governance. Menurut Sutojo dan Aldridge (2005:5) menyebutkan
tujuan corporate governance adalah :
1) Melindungi hak dan kepentingan saham.
2) Melindungi hak dan kepentingan para anggota the stakeholders non pemegang saham.
3) Meningkatkan nilai perusahaan dan pemegang saham.
5) Meningkatkan mutu hubungan Boards of Directors dengan manajemen senior perusahaan.
Selain tujuan tersebut, terdapat juga manfaat good corporate governance yang
berguna bagi perusahaan. Menurut Efendi (2009 :27) menjabarkan 4 manfaat yang
diperoleh perusahaan apabila menerapkan good corporate governance sebagai
berikut :
1) Meningkatkan reputasi manajemen (reputation management), reputasi merupakan hal yang kritikal bagi kesuksesan perusahaan. Reputasi yang positif perlu dibangun dan dikelola perusahaan secara serius.
2) Mempermudah dalam mengelola profil risiko (risk profile) dan manajemen risiko (risk management). Beberapa risiko potensial yang mungkin akan menimpa perusahaan perlu diantisipasi sehingga dapat meminimalkan dampak negatif yang dapat merugikan perusahaan.
3) Meningkatkan kreativitas dan inovasi terutama pada karyawan level bawah. Perusahaan dapat berkembang dengan pesat apabila karyawan memiliki ide-ide kreatif dan inovasi yang tinggi yang dapat di aplikasikan untuk kemajuan perusahaan.
4) Meningkatkan efisiensi operasional.
Good Corporate Governance akan berfokus pada tujuan utama, sehingga dapat melakukan perbaikan langsung pada berbagai bidang operasional hal yang berdampak pada penghematan biaya (cost reduction).
2.1.2 Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance
GCG diperlukan untuk mendorong terciptanya pasar yang transparan dan
konsisten dengan peraturan perundangundangan. Penerapan GCG perlu didukung
oleh tiga pilar yang saling berhubungan, yaitu negara dan perangkatnya sebagai
moderator, dunia usaha sebagai pelaku pasar, dan masyarakat sebagai pengguna
produk dan jasa dunia usaha. Prinsip dasar yang harus dilaksanakan oleh
masing-masing pilar adalah :
1) Negara dan perangkatnya menciptakan peraturan perundang-undangan
yang menunjang iklim usaha yang sehat, efisien, dan transfaran (consisten
2) Dunia usaha sebagai pelaku pasar menerapkan GCG sebagai pedoman
dasar pelaksanaan usaha.
3) Masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha serta pihak
terkena dampak dari keberadaan perusahaan menunjukkan kepedulian dan
melakukan kontol sosial (social control) secara obyektif dan bertanggung
jawab.
Dalam konteks tumbuhnya kesadaran akan arti penting corporate
governanace ini, Organization for Economic Corporation and Development
(OECD) telah mengembangkan seperangkat prinsip-prinsip Good Corporate
Governance dan dapat diterapkan secara fleksibel sesuai dengan keadaan, budaya
dan tradisi masing-masing negara.
Prinsip-prinsip utama dari Good Corporate Governance yang menjadi
indikator adalah sebagai berikut:
1) Keadilan (fairness)
Prinsip keadilan (fairness) merupakan prisip perlakuan yang adil bagi
pemegang saham. Keadilan yang diartikan sebagai perlakuan yang sama
terhadap para pemegang saham, terutama kepada pemegang saham
minoritas dan pemegang saham asing dari kecurangan, dan kesalahan
perilaku insider. Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus
senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku
kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.
Transparansi adalah adanya pengungkapan yang akurat dan tepat pada
waktunya serta transparansi atas hal penting bagi kinerja perusahaan,
kepemilikan, serta pemegang kepentingan. Untuk menjaga obyektivitas
dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang
material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh
pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk
mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan
perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan
keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan
lainnya.
3) Akuntabilitas (accountability)
Akuntabilitas menekankan pada pentingnya penciptaan sistem pengawasan
yang efektif berdasarkan pembagian kekuasaan antara komisaris, direksi,
dan pemegang saham yang meliputi monitoring, evaluasi, dan
pengendalian terhadap manajemen untuk meyakinkan bahwa manajemen
bertindak sesuai dengan kepentingan pemegang saham dan pihak-pihak
berkepentingan lainnya. Perusahaan harus dapat mempertanggung
jawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar.
Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai
dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan
kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain.
Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai
4) Responsibilitas (responsibility)
Responsibilitas adalah pengelolaan perusahaan property dan real estate
dengan adanya tanggung jawab sesuai dengan prinsip-psinsip pengelolaan
perusahaan yang berlaku. Prinsip ini diwujudkan dengan kesadaran bahwa
tanggungjawab merupakan konsekuensi logis dari adanya wewenang,
menyadari akan adanya tanggungjawab sosial, menghindari
penyalahgunaan wewenang kekuasaan, menjadi profesional dan
menjunjung etika dan memelihara bisnis yang sehat.
5) Independensi (independency)
Independensi yaitu pengelolaan perusahaan secara profesional tanpa
pengaruh/tekanan dari pihak manapun. Independen diperlukan untuk
menghindari adanya potensi konflik kepentingan yang mungkin timbul
oleh para pemegang saham mayoritas. Mekanisme ini menuntut adanya
rentang kekuasaan antara komposisi komisaris, komite dalam komisaris,
dan pihak luar seperti auditor. Keputusan yang dibuat dan proses yang
terjadi harus obyektif tidak dipengaruhi oleh kekuatan pihak-pihak
tertentu.
2.1.3 Mekanisme Good Corporate Governance
Mekanisme good corporate governance merupakan aturan main, prosedur
dan hubungan yang jelas antara pihak yang mengambil keputusan dengan pihak
yang melakukan kontrol pengawasan terhadap pengambilan keputusan tersebut.
Mekanisme corporate governance diarahkan untuk menjamin dan mengawasi
Menurut Iskandar dan Chamlao dalam Lastanti (2004:86), mekanisme
dalam pengawasan corporate governance dibagi dalam dua kelompok yaitu
internal dan eksternal mechanism. Internal mechanism adalah cara untuk
mengendalikan perusahaan dengan menggunakan struktur dan proses internal
seperti rapat umum pemegang saham, komposisi dewan direksi, komposisi dewan
komisaris dan pertemuan dengan board of director. Sedangkan external
mechanism adalah cara mempengaruhi perusahaan selain dengan menggunakan
mekanisme internal, seperti pengendalian perusahaan dan mekanisme pasar.
Mekanisme yang digunakan dalam penelitian ini adalah dewan komisaris
dan komisaris independen, karena keterbatasan data mekanisme yang lain. Dalam
penelitian ini melalui peran dewan komisaris dalam menjalankan fungsi
pengawasan, komposisi dewan komisaris dapat mempengaruhi pihak manajemen
dalam menyusun laporan keuangan sehingga dapat diperoleh suatu laporan laba
yang berkualitas.
2.1.4 Good Corporate Governance dan Teori Keagenan
Perspektif hubungan keagenan merupakan dasar yang digunakan untuk
memahami corporate governance. Hubungan keagenan adalah sebuah kontrak
antara kepemilikan dan agen (dikembangkan oleh Coase, 1973; Jensen and
Meckling, 1976; dan Fama and Jensen, 1983) dikutip dalam penelitian Deni dan
Khomsiyah (2005:17). Inti dari hubungan keagenan adalah adanya pemisahan
anatara kepemilikan (di pihak principal atau investor) dan pengendalian (di pihak
agent atau manajer). Investor memiliki harapan bahwa manajer akan
kontrak yang baik antara investor dan manajer adalah kontrak yang mampu
menjelaskan spesifikasi-spesifikasi apa saja yang harus dilakukan manajer dalam
mengelola dana para investor, dan spesifikasi tentang pembagian return antara
manajer dengan investor. Sebagian besar faktor kontinjensi sulit untuk dilihat
sebelumnya, sehingga kontrak yang lengkap sulit diwujudkan. Dengan demikian,
investor diharuskan untuk memberikan hak pengendalian residual (residual
control right) kepada manajer, yaitu hak untuk membuat keputusan dalam
kondisi-kondisi tertentu yang sebelumnya belum terlihat di kontrak.
Teori keagenan ditekankan untuk mengatasi 2 permasalahan yang dapat
terjadi dalam hubungan keagenan (Eisenhardt, 1989) dikutip dalam penelitian
Deni dan Khomsiyah (2005: 18) yaitu :
Pertama adalah masalah keagenan yang timbul pada saat keinginan-keinginan atau tujuan-tujuan dari principal dan agen berlawanan dan merupakan suatu hal yang sulit atau mahal bagi principal untuk melakukan verifikasi tentang apa yang benar-benar dilakukan oleh agen. Permasalahannya adalah bahwa principal tidak memverifikasi apakah agen telah melakukan secara tepat. Kedua adalah masalah pembagian resiko yang timbul pada saat principal dan agen memiliki sikap yang berbeda terhadap risiko. Dengan demikian principal dan agen mungkin memiliki preferensi tindakan yang berbeda yang dikarenakan adanya perbedaan preferensi terhadap resiko.
Berkaitan dengan masalah keagenan, corporate governance yang
merupakan konsep yang didasarkan pada teori keagenan diharapkan bias
berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada para investor bahwa
mereka akan menerima return atas dana yang telah mereka investasikan.
2.1.5 Dewan Komisaris dan Komisaris Independen
Dewan komisaris sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggung jawab
direksi serta memastikan bahwa perusahaan melaksanakan Good Corporate
Governance. Fungsi utama dewan komisaris menurut Indonesian Code For
Corporate Governance adalah memberikan supervisi kepada direksi dalam
menjalankan tugasnya. Dalam menjalankan kedua tugas tersebut para anggota
dewan komisaris wajib bersikap independen.
Dewan komisaris memegang peranan yang sangat penting dalam
perusahaan, terutama dalam pelaksanaan Good Corporate Governanace. Menurut
Egon Zehnder , Dewan Komisaris meupakan inti dari
corporate governance yang ditugaskan untuk menjamin pelaksanaan srategi
perusahaan, mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan, serta
mewajibkan terlaksananya akuntabilitas.
Pada intinya, dewan komisaris merupakan mekanisme mengawasi dan
mekanisme untuk memberikan petunjuk dan arahan pada pengelola perusahaan.
Mengingat manajemen yang bertanggungjawab untuk meningkatkan efisiensi dan
daya saing perusahaan, sedangkan dewan komisaris bertanggung jawab untuk
mengawasi manajemen, maka dewan komisaris merupakan pusat ketahanan dan
kesuksesan perusahaan.
Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak
terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang
saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang
dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak
semata-mata demi kepentingan perusahaan. Proporsi dewan komisaris independen
berasal dari luar perusahaan dari seluruh ukuran anggota dewan komisaris
perusahaan. Ada beberapa misi yang dijalankan komisaris independen untuk
mewujudkan kehidupan bisnis yang sehat, bersih dan bertanggung jawab. Pertama
adalah mendorong terciptanya iklim yang objektif dan keadilan untuk semua
kepentingan sebagai prinsip utama pembuatan kepentingan manajerial. Kedua
adalah mendorong diterapkannya prinsip dan praktek Good Corporate
Governance di Indonesia. Ketiga adalah bertanggung jawab untuk mendorong
diterapkannya prinsip Good Corporate Governance melalui pemberdayaan dewan
komisaris agar dapat melakukan tugas pengawasan dan pemberian nasehat kepada
manajer secara efektif dan lebih memberikan nilai tambah bagi perusahaan.
Dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan perusahaan yang baik (Good
Corporate Governance), BEJ mewajibkan perusahaaan tercatat wajib memiliki
komisaris independen dan komite audit. Keanggotaan komite audit
sekurang-kurangnya 3 anggota, seorang diantaranya komisaris independen perusahaan
tercatat sekaligus menjadi ketua komite, sedangkan pihak lain adalah pihak
ekstern yang independen dan minimal salah seorang memiliki kemampuan di
bidang akuntansi dan keuangan. Proporsi komite audit diukur dengan
menggunakan indikator presentase anggota komite audit yang berasal dari luar
komite audit terhadap seluruh anggota komite audit. Komisaris independen yang
memiliki sekurang-kurangnya 30% dari jumlah seluruh dewan komisaris, berarti
telah memenuhi pedoman Good Corporate Governance guna menjaga
independensi, pengambilan keputusan yang efektif, tepat, dan cepat
2.1.6 Kinerja Keuangan
Kinerja keuangan adalah penentuan ukuran-ukuran tertentu yang dapat
mengukur keberhasilan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba. Pengukuran
kinerja mempunyai tujuan untuk mengukur kinerja bisnis dan manajemen
dibandingkan dengan sasaran perusahaan.
Pengertian kinerja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002:570) adalah : “Kinerja mempunyai pengertian sesuatu yang dicapai; prestasi yang diperlihatkan; kemampuan kerja.”
Berdasarkan defenisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kinerja sebagai
prestasi kerja, pencapaian kerja atau penampilan kerja dalam mewujdkan tujuan
perusahaan yang telah ditetapkan.
Kinerja adalah suatu gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan
suatu kegiatan perusahaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi
organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu perusahaan. Sedangkan
kinerja keuangan adalah prestasi kerja yang telah dicapai oleh perusahaan dalam
suatu periode tertentu dan tertuang pada laporan keuangan perusahaan yang
bersangkutan.
2.1.7 Analisis Kinerja Keuangan Perusahaan
Perusahaan harus memanfaatkan keunggulan dari kekuatan perusahaan dan
secara terus menerus memperbaiki kelemahan – kelemahan yang ada. Salah satu
caranya adalah mengukur kinerja keuangan dengan menganalisa laporan
keuangan menggunakan rasio-rasio keuangan. Hasil pengukuran terhadap
pencapaian kinerja dijadikan dasar bagi manajemen atau pengelola perusahaan
pemberian reward and punishment terhadap manajer dan anggota organisasi.
Pengukuran kinerja yang dilakukan setiap periode waktu tertentu sangat
bermanfaat untuk menilai kemajuan yang telah dicapai perusahaan dan
menghasilkan informasi yang sangat bermanfaat untuk pengambilan keputusan
manajemen serta mampu menciptakan nilai perusahaan itu sendiri kepada para
stakeholders.
Menurut Putri (2009:23), ada dua macam kinerja yang diukur dalam
berbagai penelitian, yaitu kinerja operasi perusahaan dan kinerja pasar. Kinerja
operasi perusahaan diukur dengan melihat kemampuan perusahaan yang tampak
pada laporan keuangannya. Untuk mengukur kinerja operasi perusahaan
digunakan rasio profitabilitas. Rasio profitabilitas mengukur kemampuan
perusahaan menghasilkan keuangan pada tingkat penjualan, aset, dan modal
saham tertentu, rasio yang digunakan dalam penelitian ini adalah adalah ROE,
yaitu rasio keuangan yang berfungsi untuk mengukur kemampuan perusahaan
menghasilkan keuntungan dengan modal tertentu. Rasio ini merupakan ukuran
profitabilitas dari sudut pemegang saham.
2.1.8 Pengukuran Kinerja Keuangan 1) Return On Equity (ROE)
Return On Equity (ROE) merupakan rasio dari laporan keuangan yang
mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh return bagi investasi yang
dilakukan oleh investor (pemegang saham), atau dapat dikatakan bahwa rasio ini
Jusuf (2008 : 29) mengatakan bahwa ”ROE merupakan rasio profitabilitas
yang mengukur berapa besar pengembalian yang diperoleh pemilik bisnis
tersebut. ROE merupakan indikator yang tepat untuk mengukur keberhasilan
bisnis dalam memperkaya pemegang sahamnya.” Investor tentu sangat tertarik
untuk melihat tingkat pengembalian yang diberikan perusahaan atas ekuitas yang
dimilikinya. Hal ini berarti perusahaan yang memiliki Return On Equity yang baik
akan meningkatkan nilai saham perusahaan tersebut di mata investor. Kondisi ini
akan menyebabkan harga saham naik di pasar modal.
ROE merupakan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan
dengan modal sendiri yang dimiliki, sehingga ROE ini ada yang menyebut
rentabilitas modal sendiri. Salah satu alasan utama perusahaan beroperasi adalah
menghasilkan laba yang bermanfaat bagi para pemegang saham, ukuran yang
digunakan dalam pencapaian alasan ini adalah tinggi rendahnya angka ROE yang
berhasil dicapai. Semakin tinggi ROE, maka semakin tinggi pula kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan laba untuk para pemegang saham.
2.1.9 Nilai Perusahaan
Nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap perusahaan, yang
sering dikaitkan dengan harga saham. Harga saham yang tinggi membuat nilai
perusahaan juga tinggi. Harga saham merupakan harga yang terjadi pada saat
saham diperdagangkan dipasar. Nilai perusahaan yang tinggi akan membuat pasar
percaya atas prospek perusahaan ke depan. Hal itu juga yang menjadi keinginan
para pemilik perusahaan, sebab nilai perusahaan yang tinggi mengindikasikan
perusahaan menginginkan harga saham tinggi (mahal), karena takut tidak laku
dijual atau tidak menarik investor untuk membelinya. Itulah sebabnya harga
saham harus dapat dibuat seoptimal mungkin. Artinya harga saham tidak boleh
terlalu mahal atau terlalu murah. Harga saham yang terlalu murah dapat
berdampak buruk pada citra perusahaan di mata para investor. Harga saham yang
optimal dapat dicapai melalui penarikan kesimpulan dari serangkaian pengalaman
perusahaan dalam menjual saham di bursa efek. Artinya, bila pasar sangat tertarik
dengan saham yang diperdagangkan, maka perusahaan dapat menaikkan harga
sahamnya, demikian juga sebaliknya.
Nilai perusahaan dalam penelitian ini didefinisikan sebagai nilai pasar.
Karena nilai perusahaan memberikan kemakmuran pemegang saham secara
maksimum apabila harga saham perusahaan meningkat. Semakin tinggi harga
saham, maka makin tinggi kemakmuran pemegang saham. Untuk mencapai nilai
perusahaan umumnya para pemodal menyerahkan pengelolaannya kepada para
profesional. Para profesional diposisikan sebagai manajer ataupun komisaris.
Nilai Perusahaan dalam penelitian ini diukur dengan Tobin’s Q. Rasio ini
mengukur nilai yang diberikan pasar keuangan kepada manajemen dan organisasi
perusahaan sebagai sebuah perusahaan yang terus tumbuh (Brigham, 1999 dalam
Wahyudi dan Pawestri, 2006 : 30). Harga saham dihitung sebagai hasil bagi antara
jumlah saham yang beredar dengan Total Asset Perusahaan.
2.1.0 Pengaruh Good Corporate Governance terhadap hubungan antara Kinerja Keuangan dan Nilai Perusahaan
Berdasarkan teori keagenan, bahwa semakin besar jumlah komisaris
peran mereka di dalam mengawasi dan mengontrol tindakan-tindakan para
direktur eksekutif. Premis dari teori keagenan adalah bahwa komisaris independen
dibutuhkan pada dewan komisaris untuk mengawasi dan mengontrol
tindakan-tindakan direksi, sehubungan dengan perilaku oportunistik mereka. Komisaris
independen memiliki lebih banyak kesempatan untuk mengontrol dan menghadapi
jaring insentif yang kompleks, yang berasal secara langsung dari tanggung jawab
mereka sebagai direktur dan diperbesar oleh posisi equity mereka. Oleh karena itu,
komisaris independen dianggap sebagai mekanisme pemeriksa dan penyeimbang
didalam meningkatkan efektivitas dewan komisaris.
Dengan semakin berfungsinya komisaris independen dalam mengawasi
manajer, maka kepercayaan investor akan semakin besar akan kinerja yang akan
diperoleh perusahaan. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengungkap
pengaruh corporate governance terhadap kinerja keuangan dengan nilai
perusahaan. Namun, pada umumnya penelitian yang dilakukan hanya
menekankan pada salah satu aspek dari agency costs, yaitu monitoring costs.
Menurut Watts dan Zimmerman (1986 : 63) agency costs terdiri dari dua, yaitu
monitoring costs dan bonding costs. Corporate governance dikatakan dapat
menurunkan monitoring costs akibat adanya peningkatan pengawasan dan
transparansi (atau penurunan information asymmetry). Banyak penelitian telah
menunjukkan bahwa adanya pengaruh komposisi kepemilikan dan kompisisi
dewan komisaris (board of directors) terhadap kinerja. Penelitian yang dapat
menunjukkan adanya manfaat corporate governance elemen kedua dari agency
agency costs yang ditanggung oleh agen, yang mencerminkan upaya manajemen
dalam menunjukkan kepada principal bahwa mereka tidak akan
menyalahgunakan kewenangan yang diberikan kepadanya (manajer akan berbuat
demi kebaikan perusahaan). Agen sadar bahwa principal ‘curiga’ kepada mereka,
dan oleh karena itu akan cenderung menyalahkan mereka jika ada sesuatu yang
salah. Kesadaran akan hal ini memunculkan upaya (efforts) dari manajemen agar
mereka dipercaya oleh principal. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan
menunjukkan itikad baik dan memberikan laporan yang komprehensif kepada
principal.
Dengan melihat beberapa contoh kasus tindakan kecurangan yang dilakukan
oleh manajemen perusahaan, maka akan dipertanyakan akan bagaimana
efektivitas penerapan corporate governance yang juga akan berpengaruh terhadap
kinerja keuangan. Corporate governanace merupakan salah satu elemen kunci
dalam meningkatkan efesiensi ekonomis, yang meliputi serangkaian hubungan
antara manajemen perusahaan, dewan komisaris, para pemegang saham dan
stakeholders lainnya. Corporate governance juga memberikan suatu struktur yang
memfasilitasi penentuan sasaran-sasaran dari suatu perusahaan, dan sebagai
sarana untuk menentukan teknik monitoring kinerja (Deni, Khomsiyah dan Rika
2004 : 31).
2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Berdasarkan judul penelitian diatas yaitu mengenai pengaruh good corporate
governance terhadap hubungan antara kinerja keuangan dan nilai perusahaan,
Tabel 2.1
Tinjauan Peneliti Terdahulu
Sumber : diolah Penulis 2012
Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian Carningsih (2009),
akan tetapi yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah variabel ROE sebagai
proksi dari kinerja keuangan, karena variabel ROE merupakan salah satu variabel
yang terpenting yang dilihat investor sebelum mereka berinvestasi. ROE juga
merupakan suatu basic test seberapa efektif manajemen perusahaan menggunakan No Nama Peneliti
(Tahun Peneliti)
Judul Penelitian Variabel
Penelitian
Hasil Penelitian
1 Sri Rahayu
(2010)
Pengaruh CSR dan Good
uang investor dibandingkan dengan ROA yang hanya mengukur keefisienan suatu
perusahaan dalam menghasilkan return dari asetnya. Penelitian ini akan
menganalisa perusahaan property dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia antara tahun 2009-2010, sehingga hasilnya dapat digeneralisasi dan
dapat mempresentasikan semua perusahaan property dan real estate yang ada.
2.3. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual merupakan suatu model yang menjelaskan
bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor-faktor penting yang telah diketahui
dalam suatu masalah tertentu. Berdasarkan tinjauan teoritis dan tinjauan penelitian
terdahulu yang telah di kemukakan sebelumnya, maka dapat digambarkan
kerangka konseptual sebagai berikut:
Good Corporate Governance (Komisaris Independen)
(Z)
Gambar 2.1
Kerangka Konspetual
Perspektif hubungan keagenan merupakan dasar yang digunakan untuk
memahami corporate governance. Hubungan keagenan adalah sebuah kontrak Kinerja Keuangan
(X)
Nilai Perusahaan
Meckling, 1976; dan Fama and Jensen, 1983) dikutip dalam penelitian Deni dan
Khomsiyah (2005:17). Inti dari hubungan keagenan adalah adanya pemisahan
anatara kepemilikan (di pihak principal atau investor) dan pengendalian (di pihak
agent atau manajer). Investor memiliki harapan bahwa manajer akan
menghasilkan returns dari uang yang mereka investasikan. Oleh karena itu,
kontrak yang baik antara investor dan manajer adalah kontrak yang mampu
menjelaskan spesifikasi-spesifikasi apa saja yang harus dilakukan manajer dalam
mengelola dana para investor, dan spesifikasi tentang pembagian return antara
manajer dengan investor.
Berdasarkan teori keagenan, bahwa semakin besar jumlah komisaris
independen pada dewan komisaris, maka semakin baik mereka bisa memenuhi
peran mereka di dalam mengawasi dan mengontrol tindakan-tindakan para
direktur eksekutif. Premis dari teori keagenan adalah bahwa komisaris independen
dibutuhkan pada dewan komisaris untuk mengawasi dan mengontrol
tindakan-tindakan direksi, sehubungan dengan perilaku oportunistik mereka. Komisaris
independen memiliki lebih banyak kesempatan untuk mengontrol dan menghadapi
jaring insentif yang kompleks, yang berasal secara langsung dari tanggung jawab
mereka sebagai direktur dan diperbesar oleh posisi equity mereka. Oleh karena itu,
komisaris independen dianggap sebagai mekanisme pemeriksa dan penyeimbang
didalam meningkatkan efektivitas dewan komisaris. Dengan semakin
berfungsinya komisaris independen dalam mengawasi manajer, maka kepercayaan
Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel independen adalah kinerja
keuangan yang diukur dengan return on equity (ROE), dan yang menjadi variabel
dependennya adalah nilai perusahaan yang diukur dengan Tobin’s Q. Pada
penelitian ini peneliti memasukkan variabel moderasi yakni good corporate
governance yang diproksikan dengan komisaris independen, dimana variabel ini
dapat memperlemah atau memperlemah hubungan antara variabel independen
terhadap variabel dependen (Suliyanto, 2011:205). Hubungan antara Variabel
independen, variabel dependen, dan variabel moderasi adalah hubungan satu arah
atau hubungan positif.
2.4 Hipotesis Penelitian
Hipotesis menurut Erlina (2008:49) adalah proposisi yang dirumuskan
dengan maksud untuk diuji secara empiris. Preposisi merupakan ungkapan atau
pernyataan yang dapat dipercaya, dapat disangkal, atau diuji kebenarannya
mengenai konsep atau konstruk yang menjelaskan atau memprediksi
fenomene-fenomena. Hipotesis merupakan penjelasan sementara tentang perilaku, fenomena
atau keadaan tertentu yang telah terjadi atau yang akan terjadi.
Para investor melakukan overview suatu perusahaan dengan melihat rasio
keuangan sebagai alat evaluasi investasi, karena rasio keuangan mencerminkan
tinggi rendahnya nilai perusahaan. Jika investor ingin melihat seberapa besar
perusahaan menghasilkan return atas investasi yang akan mereka tanamkan, yang
akan dilihat pertama kali adalah rasio profitabilitas, terutama ROE, karena rasio
ini mengukur seberapa efektif perusahaan menghasilkan return bagi para investor
Semakin tinggi rasio profitabilitas, maka semakin besar nilai profitabilitas
perusahaan, yang pada akhirnya dapat menjadi sinyal positif bagi investor dalam
melakukan investasi untuk memperoleh return tertentu. Tingkat return yang
diperoleh menggambarkan seberapa baik nilai perusahaan di mata investor.
Apabila perusahaan berhasil membukukan tingkat keuntungan yang besar, maka
hal ini akan memotivasi para investor untuk menanamkan modalnya pada saham,
sehingga harga saham dan permintaan akan saham pun akan meningkat. Harga
saham dan jumlah saham yang beredar akan mempengaruhi nilai Tobins Q
sebagai proksi dari nilai perusahaan, jika harga saham dan jumlah saham yang
beredar naik, maka nilai Tobins Q juga akan naik. Tobins Q yang bernilai lebih
dari 1, menggambarkan bahwa perusahaan menghasilkan earning dengan tingkat
return yang sesuai dengan harga perolehan asset-asetnya (Tobins dan
Brainard,1977:235). Berdasarkan perumusan masalah dalam kerangka konseptual
dan uraian di atas, maka hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
H1 : Kinerja Keuangan berpengaruh positif terhadap Nilai Perusahaan
Hasil penelitian mengenai pengaruh ROE terhadap nilai perusahaan yang
tidak konsisten menunjukkan adanya faktor lain yang turut menginteraksi. Peneliti
menggunakan Good Corporate Governance sebagai variabel pemoderasi. Dalam
penelitian ini indikator mekanisme Corporate Governance yang digunakan adalah
komisaris independen. Ini didasarkan pada pemikiran bahwa semakin tinggi
proporsi komisaris independen dalam perusahaan, maka diharapkan
tambah bagi perusahaan (Suliyanto, 2011:206). Berdasarkan uraian tersebut maka
hipotesis alternatif yang diajukan adalah sebagai berikut:
H2 : Good Corporate Governance mempengaruhi hubungan Kinerja Keuangan