• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH MANAJEMEN TERNAK UNGGAS MANAJEME

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH MANAJEMEN TERNAK UNGGAS MANAJEME"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH MANAJEMEN TERNAK UNGGAS MANAJEMEN PEMELIHARAAN AYAM LAYER Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Manajemen Ternak Unggas

Oleh :

Kelas A

Kelompok 2

SYIFA SAVIRA 200110140012

REXY PRAYOGA 200110140014

TANTRI NUR SUCIATI 200110140017

HIZBI AZIZ 200110140019

NOVA NUR AFNITA 200110140121

SANTI AGUSTINI 200110140124

ADE THALITA R. 200110140219

FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

(2)

I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan jumlah penduduk yang selalu meningkat dari tahun ke tahun terus diimbangi dengan kesadaran akan arti penting peningkatan gizi dalam kehidupan. Hal ini berimplikasi pada pola konsumsi makanan yang juga akan terus meningkat. Disamping tujuan utama penggunaan makanan sebagai pemberi zat gizi bagi tubuh yang berguna untuk mempertahankan hidup, manusia juga menggunakannya untuk nilai-nilai sosial, karena penggunaan makanan telah melembaga sebagai alat untuk berhubungan dengan orang lain. Oleh karena itu makanan dalam lingkungan masyarakat menyangkut gizi dan aspek sosial. Secara ekonomi, pengembangan pengusahaan ternak ayam petelur di Indonesia memiliki prospek bisnis menguntungkan, karena permintaan selalu bertambah (Cahyono, B. 1995).

(3)

1.2. Rumusan Masalah 1. Apa itu ayam petelur.

2. Apa saja jenis-jenis ayam petelur yang ada di Indonesia. 3. Bagaimana periode pertumbuhan ayam petelur.

4. Bagaimana tehnik memelihara ayam petelur yang baik. 5. Bagaimana pakan untuk ayam petelur.

6. Bagaimana pencegahan dan penanganan penyakit ayam petelur.

1.2. Tujuan

1. Mengetahui pengertian ayam petelur dan sejarah singkat tentang ayam petelur.

2. Mengetahui jenis-jenis ayam petelur yang ada di Indonesia. 3. Mengetahui periode pertumbuhan ayam petelur.

4. Mengetahui tehnik memelihara ayam petelur yang baik. 5. Mengetahui pakan ayam petelur.

(4)

II

KAJIAN KEPUSTAKAAN

2.1. Ayam Petelur

Ayam domestik termasuk dalam spesies Gallus gallus tetapi terkadang ditujukan kepada Galluells domesticus. Ayam diklasifikasikan sebagai berikut (Scanes et al., 2004) :

Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Aves Superordo : Carinatae Ordo : Galliformes Famili : Phasianidae Genus : Gallus Spesies : Gallus gallus

(5)

Ayam ras petelur merupakan tipe ayam yang secara khusus menghasilkan telur sehingga produktifitas telurnya melebihi dari produktifitas ayam jenis lainnya. Keberhasilan pengelolaan usaha ayam ras petelur sangat ditentukan oleh sifat genetis ayam, manajemen pemeliharaan, makanan dan kondisi pasar (Amrullah, 2003).

2.2. Jenis – jenis ayam petelur yang ada di Indonesia Menurut Rasyaf (2008) ayam petelur dibagi menjadi : a. Jenis ayam petelur ringan

Tipe ayam ini disebut dengan ayam petelur putih. Ayam petelur ringan ini mempunyai badan yang ramping/kurus, mungil/kecil dan mata bersinar. Bulunya berwarna putih bersih dan berjengger merah. Ayam ini berasal dari galur murni white leghorn. Ayam galur ini sulit dicari, tapi ayam petelur ringan komersial banyak dijual di Indonesiadengan berbagai nama. Setiap pembibit ayam petelur di Indonesia pasti memiliki dan menjual ayam petelur ringan (petelur putih) komersial ini. Ayam ini mampu bertelur lebih dari 260 telur per tahun produksi hen house. Sebagai petelur, ayam tipe ini memang khusus untuk bertelur saja sehingga semua kemampuan dirinya diarahkan pada kemampuan bertelur, karena dagingnya hanya sedikit. Ayam petelur ringan ini sensitif terhadap cuaca panas dan keributan, dan ayam ini mudah kaget dan bila kaget ayam ini produksinya akan cepat turun, begitu juga bila kepanasan.

b. Jenis ayam petelur medium

(6)

menarik yang cokelat daripada yang putih, tapi dari segi gizi dan rasa relatif sama. Satu hal yang berbeda adalah harganya dipasaran, harga telur cokelat lebih mahal daripada telur putih. Hal ini dikarenakan telur cokelat lebih berat.

2.3. Periode Pertumbuhan Ayam Petelur

Ayam ras petelur adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras dan tidak boleh disilangkan kembali (Sudaryani dan Santosa, 2000). Berdasarkan fase pemeliharaannya, fase pemeliharaan ayam petelur dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase starter (umur 1 hari--6 minggu), fase grower (umur 6--18 minggu), dan fase layer/petelur (umur 18 minggu--afkir) (Fadilah dan Fatkhuroji, 2013).

Fase grower pada ayam petelur, terbagi kedalam kelompok umur 6--10 minggu atau disebut fase awal grower dimana terjadi pertumbuhan anatomi dan sistem hormonal pada fase ini. Sedangkan, pada umur 10--18 minggu sering disebut dengan fase developer dimana pada fase ini perkembangan ditandai dengan pertumbuhan anatomi kerangka ayam dan otot (daging) yang lebih dominan. (Fadilah dan Fatkhuroji, 2013). Pada fase ini kontrol pertumbuhan dan keseragaman perlu dilakukan, karena berkaitan dengan sistem reproduksi dan produksi ayam tersebut. Periode grower secara fisik tidak mengalami perubahan yang berarti, perubahan hanya dari ukuran tubuhnya yang semakin bertambah dan bulu yang semakin lengkap serta kelamin sekunder yang mulai nampak. Selama periode ini terjadi perkembangan ukuran dan terbentuknya rangka, perkembangan organ tubuh, perkembangan hormonal, dan perkembangan organ reproduksi (Rasyaf, 1995).

(7)

berkembang mencapai bentuk sempurna. Periode grower memiliki 3 waktu kritis yang harus diperhatikan oleh peternak yaitu umur 6--7 minggu, 12 minggu, dan 14 minggu. Antara minggu 6 dan 7 adalah puncak perkembangan frame size dimana 80% frame size sudah mencapai dimensi akhir. Oleh karena itu, saat penimbangan berat badan di minggu kelima, ayam-ayam yang belum memiliki frame size optimal dipisahkan lalu tetap diberikan ransum starter dan diberikan multivitamin (Adlan dkk., 2012). Lebih lanjut dinyatakan bahwa perkembangan kerangka tubuh minggu ke-12 telah mencapai maksimal, sehingga setidaknya ada dua hal yang perlu diperhatikan peternak, yaitu mengejar ketinggalan frame size (berat badan) sebelum minggu ke-12, dan mempertahankan berat tubuh yang sudah sama atau 10% di atas standar untuk menghadapi masa awal bertelur. Selain tercapainya berat tubuh yang sesuai dan perkembangan frame size yang optimal, tingkat keseragaman ayam juga perlu tetap diperhatikan (Adlan dkk., 2012).

(8)

2.4. Tehnik Memelihara Ayam Petelur

Sebelum usaha beternak dimulai, seorang peternak wajib memahami 3 (tiga) unsur produksi yaitu: manajemen (pengelolaan usaha peternakan), breeding (pembibitan) dan feeding (makanan ternak/pakan) .

Penyiapan Sarana dan Peralatan :

a. Kandang

Sistem perkandangan ayam petelur dapat berupa litter dan cage. Sistem litter menggunakan alas berupa sekam atau serbuk gergaji,. Sistem cage dapat berupa single bird cage (diisi satu ekor ayam, disebut juga kandang tipe baterai), multiple bird cage (diisi 2 ekor ayam atau lebih, tidak lebih dari 8 – 10 ekor), dan colony cage (diisi 20 – 30 ekor ayam). Lebar bangunan kandang untuk ayam petelur saat fase layer sebaiknya sekitar 8 m apabila tipe kandang terbuka, jika lebar kandang 12 m maka perlu dilengkapi dengan ridge ventilation. ventilasi yang kurang baik mengakibatkan amoniak dari ekskreta akan mejadi racun bagi ayam, menimbulkan gangguan pernafasan, penurunan produksi, dan penyakit cacing untuk ayam yang dipelihara di kandang litter. Pemberian cahaya sebaiknya 14 jam per hari, yaitu kombinasi antara cahaya matahari dan cahaya lampu sebagai tambahan, tujuannya untuk meningkatkan produksi telur, mempercepat dewasa kelamin, mengurangi sifat mengeram, dan memperlambat molting (perontokan bulu) (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).

(9)

Cage dapat dibuat bertingkat hingga tiga deck atau lebih. Deck disusun membentuk frame A agar ekskreta ayam dari deck atas langsung jatuh ke lantai atau tempat penampungan ekskreta dan tidak jatuh ke deck di bawahnya. Partisi untuk cage dapat berupa solid (tertutup) atau wire. Partisi yang berbentuk wire berfungsi untuk mengoptimalkan pertukaran udara di dalam cage. Cage untuk ayam petelur dapat terbuat dari berbagai bahan seperti logam, plastik, kayu, atau bambu (Lelystad, 2004).

b. Peralatan

Litter ( alas bertelur )

Alas lantai/litter harus dalam keadaan kering, maka tidak ada atap yang bocor dan air hujan tidak ada yang masuk walau angin kencang. Tebal litter setinggi 10 cm, bahan litter dipakai campuran dari kulit padi/sekam dengan sedikit kapur dan pasir secukupnya, atau hasil serutan kayu dengan panjang antara 3–5 cm untuk pengganti kulit padi/sekam.

 Tempat bertelur

Penyediaan tempat bertelur agar mudah mengambil telur dan kulit telur tidak kotor, dapat dibuatkan kotak ukuran 30 x 35 x 45 cm yang cukup untuk 4–5 ekor ayam. Kotak diletakkan dididing kandang dengan lebih tinggi dari tempat bertengger, penempatannya agar mudah pengambilan telur dari luar sehingga telur tidak pecah dan terinjak-injak serta dimakan. Dasar tempat bertelur dibuat miring dari kawat hingga telur langsung ke luar sarang setelah bertelur dan dibuat lubang yang lebih besar dari besar telur pada dasar sarang.

 Tempat bertengger

Tempat bertengger untuk tempat istirahat/tidur, dibuat dekat dinding dan diusahakan kotoran jatuh ke lantai yang mudah dibersihkan dari luar. Dibuat tertutup agar terhindar dari angin dan letaknya lebih rendah dari tempat bertelur.

(10)

Tempat makan dan minum harus tersedia cukup, bahannya dari bambu, almunium atau apa saja yang kuat dan tidak bocor juga tidak berkarat. Untuk tempat grit dengan kotak khusus.

c. Peyiapan Bibit

Ayam petelur yang akan dipelihara haruslah memenuhi syarat sebagai berikut, antara lain:

 Ayam petelur harus sehat dan tidak cacat fisiknya.

 Pertumbuhan dan perkembangan normal.

 Ayam petelur berasal dari bibit yang diketahui keunggulannya. Ada beberapa pedoman teknis untuk memilih bibit/DOC (Day Old Chicken) /ayam umur sehari:

 Anak ayam (DOC ) berasal dari induk yang sehat.

 Bulu tampak halus dan penuh serta baik pertumbuhannya .

 Tidak terdapat kecacatan pada tubuhnya.

 Anak ayam mempunyak nafsu makan yang baik.

 Ukuran badan normal, ukuran berat badan antara 35-40 gram.

 Tidak ada letakan tinja diduburnya.

2.5. Pakan Ayam Petelur Kebutuhan nutrisi ayam petelur

Periode pertumbuhan ayam petelur dapat dibagi menjadi periode grower (umur 1 hari – 8 minggu), developer (umur 8 – 16 minggu), dan pre-lay (umur 17 – 24 minggu). Kebutuhan nutrisi periode grower yaitu 18,6% PK dan 3870 kkal/kg EM. Kebutuhan nutrisi periode developer yaitu 14,9% PK dan 2750 kkal/kg EM. Kebutuhan nutrisi periode pre-lay yaitu 18,0% PK dan 2755 kkal/kg EM (Al Nasser et al., 2005).

(11)

konsumsi (Harms et al., 2000). Kebutuhan PK dan EM pada fase layer tidak sama, tergantung dari umur ayam, produksi telur, dan konsumsi pakan. Hal yang perlu diperhatikan yaitu makin sedikit jumlah pakan yang dikonsumsi, kandungan PK dan EM harus ditingkatkan. Kebutuhan PK dan EM fase layer pada berbagai tingkatan umur dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kebutuhan PK dan EM Fase Layer untuk Strain Hy-Line Brown

Umur 27 – 32 minggu 33 – 44 minggu 45 – 58 minggu ≥ 59 minggu kebutuhan protein juga semakin tinggi (Suprijatna et al., 2005). Protein pakan harus mencukupi kebutuhan asam-asam amino untuk menunjang produksi yang optimal (Leeson, 2008). Kebutuhan asam amino bagi ayam petelur fase layer dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Standar Kebutuhan Asam Amino untuk Strain Hy-Line Brown

(12)

Kebutuhan vitamin dan mineral untuk ayam petelur strain Hy-Line Brown fase layer dapat dilihat pada Tabel 3 dan 4.

Tabel 3. Standar Kandungan Vitamin Ransum pada Fase Layer

Vitamin Kandungan dalam 1000 Kg Ransum

Tabel 4. Kebutuhan Mineral Ayam Petelur Tipe Medium pada Fase Layer

Mineral Umur 21 – 40 minggu Umur > 40 minggu

(13)

terlalu luas dapat menimbulkan ricketsia, yaitu tiap unsur yang berlebihan menyebabkan mengendapnya unsur lain di dalam usus sehingga tidak bisa dimanfaatkan tubuh. Imbangan Ca : P sebaiknya sebesar 9 : 1 saat puncak produksi, 11 : 1 saat produksi sebesar 89 – 93%, selanjutnya 13 : 1 hingga ayam diafkir (Hy- Line International, 2010).

Lemak merupakan sumber energi tinggi dalam pakan unggas. Asam linoleat dan arakhidonat adalah asam lemak esensial karena tidak dapat disintesis tetapi harus ada di dalam pakan. Pakan yang tidak mengandung cukup asam linoleat menyebabkan pertumbuhan terhambat, terjadi akumulasi lemak di hati, dan lebih rentan terhadap infeksi pernafasan. Defisiensi asam arakhidonat pada ayam petelur menyebabkan ukuran telur kecil. Asam arakhidonat dapat disintesis dari asam linoleat (Suprijatna et al., 2005). Standar kebutuhan asam linoleat dalam pakan ayam petelur fase layer dari umur 27 minggu hingga lebih dari 59 minggu adalah 1,00 g/hari (Hy-Line International, 2010).

Tata laksana pemberian pakan

Rata-rata ayam petelur fase layer strain Hy–Line Brown mengkonsumsi 114 – 120 gram pakan per hari sehingga pemberian pakan tiap hari sekitar 120 gram per ekor ayam. Air merupakan komponen nutrien yang paling penting, apabila ayam kekurangan air minum, konsumsi pakan akan menurun sehingga produktivitasnya menurun. Air minum hanya dibatasi pada saat-saat tertentu, misalnya sebelum vaksinasi melalui air minum (Hy-Line International, 2010).

(14)

mencegah timbulnya jamur. Air bersih untuk minum harus selalu tersedia atau ad libitum (Shirt, 2010).

Pemberian pakan saat tengah malam (midnight feeding) dapat dilakukan apabila diberikan cahaya yang cukup, yaitu dari lampu. Tujuan night feeding dan midnight feeding yaitu memberikan kesempatan bagi ayam untuk meningkatkan suplai kalsium dari saluran pencernaan secara langsung untuk pembentukan cangkang telur. Hal ini mencegah pengambilan kalsium dari tulang yang meningkatkan risiko pengeroposan tulang saat ayam mulai tua. Waktu pemberian pakan di pagi atau siang hari menyebabkan ayam mengabsorbsi zat-zat pakan sebagian besar untuk hidup pokok dalam sehari, regenerasi sel, mengatasi pengaruh lingkungan seperti cuaca sehingga tidak semuanya dimaksimalkan untuk pembentukan telur. Midnight feeding berlangsung saat telur sedang dibentuk sehingga materi pembentuknya dapat ditambahkan dari zat-zat pakan yang diabsorbsi oleh saluran pencernaan (Riczu dan Korver, 2009). Midnight feeding terbukti dapat meningkatkan kualitas cangkang telur dari segi ketebalan, kekuatan, persentase cangkang dari telur yang keluar pada pagi hari, yaitu sekitar jam 09.00 (Harms et al., 1996).

2.6. Manajemen Pencegahan dan Penanganan Penyakit

(15)

Beberapa jenis penyakit menyebar dengan luas dan sulit diberantas sehingga harus dilakukan vaksinasi rutin. Program vaksinasi yang wajib untuk ayam petelur antara lain untuk mencegah Newcastle Disease (ND), Infectious Bronchitis (IB), Infectious Bursal Disease (IBD), dan Avian Encephalomyelitis (AE) (Hy-Line International, 2010). Teknik vaksinasi antara lain dengan metode tetes mata (ocular), injeksi subcutan, air minum, maupun spray. Vaksin dengan metode tetes mata misalnya vaksin ND – IB untuk anak ayam berumur 3 hari. Metode injeksi intramuskuler misalnya vaksin ND untuk ayam usia 16-17, 30 dan 50 minggu. Metode wing web injection (tusuk sayap) misalnya vaksin fowl pox dan AE untuk ayam usia 18 minggu. Metode pemberian vaksin dengan air minum misalnya vaksin IBD (Gumboro) untuk ayam usia 32 dan 52 minggu serta vaksin ND La Sota. Metode pemberian vaksin melalui spray misalnya vaksin coccidiosis live untuk DOC (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006; Spoolder, 2007).

(16)
(17)

III

PEMBAHASAN

3.1. Pembahasan Pemberian Pakan Ayam Petelur dengan Jurnal Laying Chickens Response to Various Levels of Palm Kernel Cake in Diets Pakan merupakan suatu hal yang penting untuk diperhatikan dalam pemeliharaan ayam petelur. Namun kebutuhan pakan yang semakin meningkat diperlukan keseimbangan dengan ketersediaan pakannya dan tetap mempertimbangkan biayanya. Berdasarkan teori dijelaskan bahwa pakan digunakan untuk menghitung FCR, jika energi pakan saat fase layer terlalu rendah (kurang dari 2600 kkal), konsumsi pakan lebih banyak sehingga FCR meningkat dan efisiensi pakan menurun. Sebaliknya jika energi pakan terlalu tinggi akan terjadi penurunan konsumsi (Harms et al., 2000). Kebutuhan PK dan EM pada fase layer tidak sama, tergantung dari umur ayam, produksi telur, dan konsumsi pakan. Hal yang perlu diperhatikan yaitu makin sedikit jumlah pakan yang dikonsumsi, kandungan PK dan EM harus ditingkatkan.

(18)

minggu yaitu produksi telur, berat telur, nilai warna kuning yolk, ketebalan kulit telur, dan nilai Haugh Unit.

Pengurangan berat badan (BB) dengan penambahan BIS 15% dalam ransum dapat dikaitkan dengan kecernaan nutrisi rendah dengan penambahan BIS. Penjelasan didukung oleh Sundu dan Dingle (2003) sebelumnya telah melaporkan bahwa selama pemrosesan, BIS juga dapat mengalami reaksi Maillard (reaksi mannose dengan kelompok amino yang mengarah ke pembentukan brown kompleks) karena panas diterapkan dalam proses sebelum dan selama minyak ekstraksi dan ini mempengaruhi daya cerna.

(19)

3.2. Pembahasan Pakan dengan Jurnal Performance of Chicken Layers as Affected By Calcium Supplement

Kalsium adalah nutrisi penting pada ayam petelur. Hal ini diperlukan untuk pembentukan cangkang telur dan itu juga diperlukan untuk menjaga integritas tulang. Untuk alasan ini kalsium telah ditambahkan pada ransum ayam petelur. Meskipun demikian, produsen telur menderita kerugian keuangan setiap tahun dari kualitas kerabang telur yang buruk dan dari hilangnya ayam karena kualitas tulang yang buruk menyebabkan ketimpangan pada ayam. Setelah umur ayam petelur 42 minggu, kualitas kulit telur menurun. Pada jurnal dibahas kegunaan dari penelitian adalah untuk memverifikasi kinerja ayam petelur bila diberikan suplemen kalsium. Secara khusus, tujuannya adalah :

1. Menentukan performa ayam petelur bila diberikan suplemen kalsium halus dan kasar selama fase kedua produksi

2. Menentukan kualitas cangkang telur yang dipengaruhi oleh kapur kasar dan halus.

(20)

ransum normal. Kerugian berkurang karena persentase telur retak pada fase produksi kedua yang lebih rendah, sehingga menyumbang peningkatan laba.

Berdasarkan hasil penelitian, untuk kulit telur kualitas yang lebih baik dalam hal ketebalan dan untuk keuntungan lebih, produktivitas ayam selama fase kedua produksi dapat dilengkapi dengan baik oleh kapur halus atau kasar atau cangkang tiram. Suplemen ini dapat diberikan setiap hari dengan laju 4 gram per ekor ayam dan harus diberikan sebagai topping.

3.3. Pembahasan Mengenai Perkandangan dengan Jurnal Effect Of Poultry Housing Systems On Egg Production

Pemeliharaan ayam petelur dipengaruhi oleh sistem perkandangan yang digunakan. Sistem perkandangan ayam petelur dapat berupa litter dan cage. Sistem litter menggunakan alas berupa sekam atau serbuk gergaji,. Sistem cage dapat berupa single bird cage (diisi satu ekor ayam, disebut juga kandang tipe baterai), multiple bird cage (diisi 2 ekor ayam atau lebih, tidak lebih dari 8 – 10 ekor), dan colony cage (diisi 20 – 30 ekor ayam). Pada jurnal di bahas mengenai sistem pemeliharaan ayam petelur di berbagai macam kandang. Baxter (1994) berkomentar bahwa "Keprihatinan atas kesejahteraan ayam dikurung muncul dalam dua bidang umum: pertama bahwa lingkungan tandus dalam kandang mencegah kinerja pola perilaku alami ayam, kedua, bahwa sejumlah kecil ruang di kandang memaksakan pembatasan pada kebebasan umum ayam bergerak". Pemeliharaan di kandang konvensional

Percobaan dilakukan dengan 66.300 ayam petelur merata di lima rumah unggas. Sebuah sistem koloni konvensional yang digunakan. Dalam setiap kandang empat lapisan yang ditempatkan dengan daerah yang berguna yaitu 550 сm2 / ekor.

Pemeliharaan di kandang yang telah lengkap / diperkaya

(21)

60 ekor per kompartemen. Permukaan kompartemen adalah 45.225 сm2 yaitu 70 сm2 / ekor dan 600 сm2 daerah yang dapat digunakan / ekor.

Pemeliharaan di gudang - lantai slat dengan pupuk pit dan sampah (lantai / litter)

Percobaan dilakukan dengan 30.000 ayam petelur merata di empat rumah unggas. Lantai dengan kotoran pit ditutupi dengan plastik padat menduduki 2/3 dari total permukaan perumahan dan lainnya 1/3 adalah sampah. Kapasitasnya adalah 9 ayam per 1 m2. Hasil dari jurnal tersebut bahwa sistem perkandangan berpengaruh nyata terhadap produksi telur karena kandang akan memberikan kenyamanan pada ayam

.

3.4. Pembahasan Kondisi Ayam dengan Jurnal Regulasi Panas Tubuh Ayam Ras Petelur Fase Grower dan Layer

Ayam petelur termasuk hewan homoioterm dengan tingkat metabolisme yang tinggi, hewan yang dapat menjaga dan mengatur suhu tubuhnya agar tetap normal melalui proses homeostatis, temperatur tubuh akan konstan. Dikarenakan adanya reseptor dalam otaknya, yaitu hipotalamus. Ayam petelur mempunyai variasi temperatur normal yang dipengaruhi oleh faktor umur, faktor kelamin, faktor lingkungan, faktor panjang waktu siang dan malam, dan faktor makanan yang dikonsumsi (Frandson, 1992)

Pada masing-masing periode pertumbuhan, temperatur tubuh ayam petelur berbeda-beda, karena temperatur tubuh tidak selalu tetap dan adanya faktor di sekitar tubuh secara radiasi, konveksi, dan konduksi. Umumnya unggas, khususnya ayam petelur tidak memiliki kelenjar keringat, sehingga jalur utama untuk menjaga keseimbangan suhu adalah pelepasan panas melalui evaporasi dengan cara panting (Hoffman dan Walsberg 1999)

(22)

layer. Bulu kontur merupakan bagian permukaan tubuh yang paling tidak efektif mengevaporasikan panas yaitu, 25,7 C fasr grower dan 24,7 C fase layer.⁰ ⁰

Terkait dengan fungsi organ sebagai sebagai alat dalam mengevaporasikan panas maka organ-organ yang memiliki pembuluh darah kapiler yang banyak akan efektif sebagai organ yang mengevaporasikan panas lebih tinggi dengan meningkatkan laju alur dan proporsi darah ke organ-organ tersebut (Havenstein, et al., 2007).

- Respon Fisiologi Pernafasan

Pada tabel 2 ditunjukkan bahwa kondisi fisiologi pernafasan tampak mengalami perubahan dari fase grower ke fase layer. Perubuhan ini merupakan konsekuensi dari aktifitas themoregulasi guna mempertahankan suhu tubuh.

Respon Fisiologis Fase

Grower Layer

Laju Respirasi

(per menit) 35 41

Denyut Jantung

(per menit) 233 256

Penelitian pada ayam petelur yang mengalami hipertemia, memberikan petunjuk bahwa pengaliran darah ke pembuluh kapiler di kulit; termasuk kaki, jaringan rongga hidung dan mulut serta otot-otot pernafasan meningkat sampai empat kali. Perubahan pengaliran darah ke jaringan perifer tersebut, terutama berkaitan dengan AVA yang memiliki volume besar dan resistensi rendah untuk mengalirkan darah yang diperlukan dalam pengeluaran panas.

(23)

penelitian menunjukkan bahwa pengaliran darah ke organ-organ vital, seperti otak, dipertahankan dengan mereduksi pengaliran darah ke organ-jaringan yang kurang vital, organ-jeroan dan perototan non-respirasi. Berdsarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan respon ayam fase layer dalam mengevaporasikan panas terutama pada jengger dan shank, serta terjadi perubahan respon hematology dan respirasi sebagai indikasi stres panas.

3.5. Pembahasan Faktor Produksi dengan Jurnal Analisis Penggunaan Faktor Produksi Pada Perusahaan Ayam Ras Petelur (Studi Kasus Pada Ud. Kakaskasen Indah Dan Cv. Nawanua Farm)

Pengelolaan suatu usaha peternakan ayam ras petelur sangat penting memperhitungkan aspek-aspek korbanan dalam mencapai suatu tujuan perusahaan seperti memperoleh tingkat keuntungan yang layak. Setiap peternak dalam pengambilan keputusan pada suatu proses produksi harus memperhitungkan besarnya korbanan, mengingat setiap korbanan yang dilakukan untuk usaha produktif selalu memperhitungkan berapa besar keuntungan yang akan diperoleh. Kondisi perekonomian saat ini, banyak dipengaruhi oleh berbagai aspek sosial ekonomi antara lain adanya kenaikan tarif bahan bakar minyak yang mengakibatkan meningkatnya harga-harga input. Usaha peternakan ayam ras petelur semakin berkembang, baik dalam skala usaha kecil maupun skala yang lebih besar. Hal ini disebabkan karena ternak ayam ras petelur mampu berproduksi 200 - 250 butir/ tahun/ekor dan ayam ras petelur yang sudah afkir (tidak produktif) mudah dipasarkan sebagai sumber daging asal ternak.

(24)

menangani usaha peternakan ayam ras petelur sudah dapat dikatakan menguasai usaha yang dilakukannya. Aktivitas pekerjaan yang dilakukan ialah menggiling butiran bahan pakan, menyusun ransum, pemberian pakan dan air minum, membersihkan kandang dan peralatan, perawatan ternak dan membersihkan lingkungan kandang serta membantu dalam hal pemasaran produk baik telur, ayam afkir maupun feses (kotoran ternak) sebagai pupuk kandang.

Bibit ayam (DOC) yang sudah datang dimasukkan dalam kandang yang sudah dibersihkan, disanitasi, dan diberi pemanas dengan suhu 370C sampai 380

C. Perlakuan yang dilakukan memberikan air minum ditambahkan dengan larutan gula, hal ini dimaksudkan untuk mencegah stress pada bibit ayam. Vaksin diberikan setelah 3 hari dimaksudkan untuk mencegah parasit pada ayam yang datangnya dari kandang. rata-rata jumlah komposisi bahan pakan yang diberikan pada kedua perusahaan yaitu konsentrat 25,87%, jagung 28,51%, dedak 28,09%, dan tepung ikan 17,53%. Pemberian pakan yang dilakukan pada perusahaan UD. Kakaskasen Indah dan CV. Nawanua Farm sebanyak 2 kali pada pukul 08.00 dan pada pukul 13.00. Jumlah pakan oleh kedua perusahaan peternakan ayam ras petelur diberikan rata-rata 80,42 gram/ekor/hari, jumlah pakan yang diberikan tersebut sudah sesuai dengan anjuran yang h arus diberikan pada ternak ayam ras petelur walaupun masih pada standar minimum yaitu 79,99-100 gram/ekor/hari. Produksi telur pada masing-masing perusahan setiap minggu berbeda, hal ini dipengaruhi skala usaha yang dimiliki.

(25)

IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

a. Ayam petelur adalah ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus untuk diambil telurnya.

b. Jenis ayam petelur di Indonesia dibagi menjadi 2 yaitu ayam petelur ringan dan ayam petelur medium.beda ayam petelur ringan dan ayam petelur medium adalah ayam petelur ringan itu lebih ringan / lebih kurus dibandingkan dengann ayam petelur medium.

c. Periode pertumbuhan ayam petelur ada 3 yaitu : fase grower, fase pre layer dan fase layer.

d. Pemeliharaan ayam petelur memiliki 3 aspek yaitu manajemen (pengelolaan usaha peternakan), breeding (pembibitan) dan feeding (makanan ternak/pakan).

e. Pakan pada ayam petelur berbeda-beda disesuaikan dengan kebutahan dari setiap fase pertumbuhannya dan juga kebutuhan nutrisi pakannya dapat dipengaruhi pula oleh strain.

f. Ada banyak penyakit yang dapat menjangkit dalam tubuh ayam. Penyakit ini bisa disebkan karena jamur, bakteri, virus dan protozoa.

3.2. Saran

(26)

DAFTAR PUSTAKA

Adlan, M., Y. Utomo, F. Afmy, dan N. Fitriany. 2012. Laporan Penilaian Ternak Unggas Ayam Petelur. Fakultas Peternakan. Universitas Jendral. Soedirman. Purwokerto.

Al Nasser, A., A. Al Saffar, M. Mashaly, H. Al Khalaifa, F. Khalil, M. Al Baho, dan A. Al Haddad. 2005. A Comparative Study On Production Efficiency Of Brown And White Pullet. Bulletin of Kuwait Institute for Scientific Research 1 (1): 1 – 4.

Amrullah, K. 2003. Manajemen Ternak Ayam Broiler. IPB Press : Bogor.

Austic, R. E. and M. C. Neshiem. 1990. Poultry Production 13th edition. Lea and Febiger, Philadelphia.

Bappenas. 2010. Strategi Peningkatan Pertumbuhan Subsektor Peternakan Mendukung Peningkatan Pendapatan dan Diversifikasi (Draft). Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Jakarta.

Baxter, M. R., 1994. The Welfare Problems Of Laying Hens In Battery Cages. Veterinary Record, 134: 614 – 619.

Blakely, J. dan D.H. Bade. 1998. Ilmu Peternakan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta (Diterjemahkan Oleh B. Srigandono).

Britton, W. M. and K. K. Hale Jr. 1977. Amino Acid Analysis Of Shell Membranes Of Eggs From Young And Old Hens Varying In Shell Quality. Poultry Science 56: 865-871

Cahyono, B. 1995. Cara Meningkatkan Budidaya Ayam Ras Pedaging (Broiler). Pustaka Nusatama. Yogyakarta.

Fadilah, R. dan Fatkhuroji. 2013. Memaksimalkan Produksi Ayam Ras Petelur. PT AgroMedia Pustaka. Jakarta.

Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak Edisi 4. UGM Press. Yogyakarta.

(27)

Fed Representative 1966 and 2003. Turkey Diet: Growth Rate, Livability and Feed Conversion. Poult. Sct. 86:232-240.

Harms, R.H., C.R. Douglas, dan D.R. Sloan. 1996. Midnight Feeding Of Commercial Laying Hens Can Improve Eggshell Quality. Journal of Poultry Applied Science Research 5 :1 -5.

. 2000. Performance Of Four Strains Pf Commercial Layers With Major Changes In Dietary Energy. Journal of Applied Poultry Research 9: 535 – 541.

Hoffman TY CM. Walsberg GE. 1999. Anatomi dan Fisiologi Ternak. UGM Press. Yogyakarta.

Hy-Line International. 2010. Hy-Line Brown Intensive Systems Performance Standards. http://www.hyline.com/redbook/performance. Diakses tanggal 5 November 2016 pukul 10.23 WIB.

Kartasudjana, R. dan E. Suprijatna. 2006. Manajemen Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.

Leeson, S. 2008. Production For Commercial Poultry Nutrition. Journal Applied Poultry Research (17): 315 – 322.

Lelystad, P.V. 2004. Welfare Aspects Of Various Systems For Keeping Laying Hens. The EFSA Journal (197): 1-23

Longe OG (1984). Effects Of Increasing The Fibre Content Of A Layer Diet. Br. Poult. Sci., 25: 187-193.

Meerburg, B.G dan A. Kiljstra. 2007. Role Of Rodents In Salmonella And Campylobacter Transmission. Journal of Science Food Agriculture (87): 2774 – 2781.

North, M.O. dan D.D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. Van Nostrand Reinhold,New York.

Panda PC (1995). Text Book on Egg and Poultry Technology. VIKAS Publishing House. PVT Limited, India, p. 32.

Rasyaf, M. 1995. Seputar ayam Kampung. Kanisius. Yogyakarta.

(28)

Riczu, C. dan D. Korver. 2008. Effects Of Midnight Feeding On The Bone Density And Egg Quality Of Brown And White Table Egg Layers. Canadian Poultry Magazine (7): 35 – 38.

Shirt, V. 2010. How to Feed Chickens Part 2.

http://www.poultry.allotreatment.org.uk/keeping-chickens/feeding-chickens_2.php. Diakses tanggal 6 November 2016 pukul 21.56 WIB.

Spoolder, H.A.M. 2007. Perspective Animal Welfare In Organic Farming System. Journal of Science Food Agriculture 87: 2741 – 2746.

Sudaryani, T dan H. Santosa. 2000. Pembibitan Ayam Ras. Cetakan V. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sundu B, Dingle J (2003). Use Of Enzymes To Improve The Nutritional Value Of Palm Kernel Meal And Copra Meal. Proceed. Queensland Poultry Sci. Symposium Australia, 1(14): 1-15.

Gambar

Tabel 1. Kebutuhan PK dan EM Fase Layer untuk Strain Hy-Line Brown
Tabel 3. Standar Kandungan Vitamin Ransum pada Fase Layer

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini disebabkan bakteri B.s amyloliquefaciens yang ada di usus halus menghasilkan beberapa enzim untuk membantu pencernaan zat-zat makanan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan

Suatu kenyataan bahwa pemeliharaan ayam broiler lebih terkonsentrasi pada daerah panas yakni daerah perkotaan yang berada pada dataran rendah yang umumnya

c. Pertumbuhan ayam lebih seragam dan kanibalisme dan mortalitas dapat ditekan karena gizi yang cukup seimbang. Peternak dapat menghitung pembiayaan usaha dengan baik

1) Benih bermutu akan menghasilkan bibit yang sehat dengan akar yang banyak. 2) Benih yang baik akan menghasilkan perkecambahan dan pertumbuhan yang seragam. 3) Ketika

❑ Pemberian pakan konsentrat dengan kualitas yang bagus akan cepat memperbaiki kondisi ternak yang kurang sehat. Setelah Hari 1

Target pemeliharaan ayam pebibit pada periode starter – grower adalah menghasilkan induk ayam dengan nilai keseragaman populasi yang tinggi baik dilihat dari bentuk

produksi telur dan daging ayam lokal yang dipelihara masyarakat relatif rendah sebagai akibat rendahnya mutu bibit, di samping sistem pemeliharaan yang kurang

Upaya kondisi kandang yang relatif sehat untuk penurunan kadar sulfida pada ayam dapat pemeliharaan ayam petelur, jrga didukung dilakukan dengan penambahan zeolit