A. Latar Belakang
Tanah mempunyai peranan yang sangat strategis dalam kehidupan
manusia. Keberadaan tanah tidak akan terlepas dari segala tindak tanduk
manusia itu sendiri. Tanah merupakan tempat bagi manusia untuk menjalani dan
melanjutkan kehidupannya.1
Pengertian “tanah” Sebutan tanah dapat dipakai dalam beberapa arti, maka dalam penggunaanya perlu diberi batasan, agar diketahui dalam arti apa istilah tersebut digunakan. Dalam Hukum Tanah kata sebutan “tanah” dipakai dalam arti yuridis, sebagai suatu pengertian yang telah diberi batasan resmi oleh Undang-undang Pokok Agraria (UUPA).2
Undang-undang Pokok Agraria berpangkal pada pendirian, bahwa untuk mencapai apa yang ditentukan dalam Pasal 33 ayat 3 Undang-undang Dasar tidak perlu dan tidaklah pula pada tempatnya, bahwa Bangsa Indonesia ataupun Negara bertindak sebagai pemilik tanah. Adalah lebih tepat jika Negara, sebagai organisasi kekuasaan dari seluruh rakyat (bangsa) bertindak selaku badan penguasa. Dari sudut inilah harus dilihat arti ketetentuan dalam pasal 2 ayat 1 yang menyatakan ”Bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya, pada tingkatan yang tertinggi dikuasai oleh Negara”. Sesuai dengan pangkal pendirian tersebut diatas perkataan ”dikuasai” dalam pasal ini bukan berarti ”dimiliki” akan tetapi adalah pengertian, yang memberi wewenang kepada Negara, sebagai organisasi kekuasaan dari Bangsa Indonesia itu, untuk pada tingkatan tertinggi:3
1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaannya;
1Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah Dan Pendaftarannya, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hlm. 31.
2
Boedi Harsono,Hukum Agraria Indonesia Sejarah pembentukan Undang-undang Pokok Agraria Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, 2008, hlm 18.
2. Menentukan dan mengatur hak-hak yang dapat dipunyai atas (bagian dari) bumi, air dan ruang angkasa itu;
3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
Sesuai dengan penjelasan Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) maka Hak Menguasai Negara tersebut meliputi atas bumi, air dan ruang angkasa, jadi baik yang sudah ada hak seseorang maupun tidak/belum ada. Kekuasaan negara mengenai tanah yang sudah dipunyai orang dengan sesuatu hak dibatasi oleh isi dari hak itu sendiri, artinya sampai seberapa jauh negara memberi kekuasaan kepada yang mempunyai hak untuk menggunakan haknya, sampai disitulah batas kekuasaan negara tersebut.4
Dengan adanya Hak Menguasai dari Negara, maka hak-hak yang dapat timbul dari penguasaan tanah mencakup dalam Pasal 16 Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), hanya saja dalam Pasal 16 Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) secara umum menyebutkan tentang hak-hak tanah maupun privilege kepada seseorang anggota masyarakat untuk dapat memanfaatkan tanah atau memperoleh bukti hak tanah berupa sertipikat hak tanah.5
Hak atas tanah ialah “hak yang memberi wewenang kepada pemiliknya untuk
mempergunakan atau mengambil manfaat dari tanah yang dihakinya. Ciri khasnya
ialah si empunya hak berwenang untuk mempergunakan atau mengambil manfaat
dari tanah yang dihakinya”.6
Untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum, maka pemegang hak atas tanah yang bersangkutan diberikan sertipikat hak atas tanah, sedangkan untuk melaksanakan fungsi informasi, data yang berkaitan dengan aspek fisik dan yuridis dari bidang-bidang tanah yang sudah terdaftar, dinyatakan terbukti untuk umum (asas publisitas), sementara dalam mencapai tujuan tertib administrasi pertanahan, maka setiap bidang atau satuan rumah susun, termasuk peralihan, pembebanan dan hapusnya hak atas tanah, dan hak milik satuan rumah susun wajib didaftar.7
4 A.P. Parlindungan,Komentar atas Undang-undang Pokok Agraria, CV. Mandar Maju, Bandung, 1998, hlm 44.
5Ibid, hlm 47. 6
Effendi Perangin, Hukum Agraria Di Indonesia (Suatu Telaah Dari Sudut Pandang Praktisi Hukum)Cetakan ke-3, CV. Rajawali, Jakarta, 1991, hlm. 229.
Dasar hukum ketentuan hak-hak atas tanah diatur dalam Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA)
Pasal 4 ayat (1) yang meyebutkan bahwa :
“Atas dasar hak menguasai dari negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum.”
Dengan adanya Hak Menguasai dari Negara, negara dapat memberikan tanah
kepada sesorang atau badan hukum dengan sesuatu hak menurut peruntukan dan
keperluannya.8
Macam-macam hak atas tanah dimuat dalam Pasal 16 ayat (1) UUPA yaitu:9
a. Hak-hak atas tanah sebagai yang dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) ialah :
1). Hak Milik 2). Hak Guna Usaha 3). Hak Guna Bangunan 4). Hak Pakai
5). Hak Sewa
6). Hak Membuka Tanah 7). Hak Memungut Hasil Hutan
8). Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak tersebut diatas yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai disebut dalam pasal 53.
Dari segi asal tanah, hak atas tanah dapat dibedakan menjadi
kelompok, yaitu :10
8
Muchsin, Imam Koeswayono,Hukum Agraria Indonesia Dalam Perspektif Sejarah, Refina Aditama, Bandung, 2007, hlm 56.
9Pasal 16 ayat (1) UUPA
a). Hak atas tanah yang bersifat primer, yaitu hak atas tanah yang berasal dari tanah negara. Macam-macam hak atas tanah ini adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Atas Tanah Negara, Hak Pakai Atas Tanah Negara.
b). Hak atas tanah yang bersifat sekunder, yaitu hak atas tanah yang Berasal dari pihak lain. Macam-macam hak atas tanah ini adalah Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Pegelolaan, Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Milik, Hak Pakai Atas Tanah Hak Pengelolaan, Hak Pakai Atas Tanah Hak Milik, Hak Sewa Bangunan, Hak Gadai (Gadai Tanah), Hak Usaha Bagi Hasil (Perjanjian Bagi Hasil), Hak Menumpang dan Hak Sewa Tanah Pertanian.
Hak Guna Bangunan Menurut pasal 35 Undang-undang Nomor 5 Tahun
1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) adalah11
“hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun, Atas permintaan pemegang hak dan dengan mengingat keperluan serta keadaan-keadaan bangunan-bangunannya, jangka waktu tersebut dalam dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 20 tahun, Hak Guna Bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.”
Dalam ketentuan Pasal 19 hingga 38 tidak menyebutkan obyektif dari
Pasal 35 UUPA, sehingga dapat dianggap sama saja. Atas ayat 1 pasal 25 ini
disebutkan bahwa Hak Guna Bangunan ini diberikan untuk waktu paling lama
30 tahun dengan perpanjangan 20 tahun, dan dalam pasal 25 Peraturan
Pemerintah 40 disebutkan bahwa “kepada pemegang Hak Guna Bangunan
tersebut dapat diberikan pembaharuan Hak Guna Bangunan setelah berakhir
perpanjangan haknya".12
Menurut ketentuan Pasal 1 Ayat (3) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 Tentang Tata Cara
11Pasal 35 UUPA
Pemberian Dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara Dan Hak Pengelolaan,
didefenisikan bahwa : “Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari negara
yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya”.13
Dari ketentuan tersebut di atas, jelas bahwa perjanjian antara pemegang hak
pengelolaan dengan pihak ketiga yang bersangkutan merupakan hal yang wajib
dilakukan. Adapun hak atas tanah yang dapat diberikan kepada pihak ketiga atas
tanah hak pengelolaan dapat dilihat pada Pasal 7 Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 1 Tahun 1977 Tentang Tata Cara Permohonan Dan Penyelesaian Pemberian
Hak Atas Bagian-bagian Tanah Hak Pengelolaan Serta Pendaftarannya yang
menyatakan bahwa:14
Bagian-bagian tanah hak pengelolaan yang diberikan kepada Pemerintah Daerah, Lembaga, instansi, Badan/Badan Hukum Indonesia yang seluruh modalnya dimiliki oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah untuk Pembangunan dan Pengembangan wilayah Industri dan Pariwisata, dapat diserahkan kepada Pihak Ketiga dan diusulkan kepada Menteri Dalam Negeri atau Gubernur Kepala Daerah yang bersangkutan untuk diberikan dengan Hak Guna Bangunan, atau hak pakai sesuai dengan rencana peruntukan dan penggunaan tanah yang telah dipersiapkan oleh pemegang hak pengelolaan yang bersangkutan.
Dari ketentuan di atas dapat diketahui bahwa pihak ketiga dapat memperoleh
hak atas bagian-bagian tanah Hak Pengelolaan berupa Hak Guna Bangunan. Hak
Guna Bangunan merupakan hak atas tanah yang terbatas jangka waktunya. Hak Guna
Bangunan akan berakhir ketika jangka waktunya habis.. Perpanjangan jangka waktu
13 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Himpunan Peraturan-peraturan Tanah, Djambatan, Jakarta, 2002, hlm 366.
14
adalah “penambahan jangka waktu berlakunya hak atas tanah yang bersangkutan,
tanpa mengubah syarat-syarat dalam pemberian hak tersebut”.15
Dalam Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor
9 Tahun 1999 tanggal 14 Oktober 1999 Tentang Tata Cara Pemberian Dan
Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan, Pasal 4 angka 2
disebutkan bahwa:16 “Dalam hal tanah yang dimohon merupakan tanah Hak
Pengelolaan, pemohon harus terlebih dahulu memperoleh penunjukan berupa
perjanjian penggunaan tanah dari pemegang Hak Pengelolaan”.
Dari ketentuan-ketentuan tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
sertifikat Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan dapat diperpanjang atau
diperbaharui berdasarkan persetujuan dan usul dari pemegang Hak Pengelolaan,
dimana permohonan perpanjangan sertifikat tersebut diajukan selambat-lambatnya
dua tahun sebelum berakhirnya jangka waktu sertifikat Hak Guna Bangunan, serta
harus terlebih dahulu memperoleh penunjukan berupa perjanjian penggunaan tanah
dari pemegang Hak Pengelolaan.
Menurut Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 3 Tahun 2000 Tentang
Uang Pemasukan Tanah Bagian Hak Pengelolaan, Pemerintah memberikan Hak
Pengelolaan kepada Pemerintah Kota Pekanbaru di beberapa lokasi, antara
lain:17
15Boedi Harsono,Op.Cit, hlm. 335. 16
Pasal 4 angka 2 Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tanggal 14 Oktober 1999 Tentang Tata Cara Pemberian Dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan
1).Lokasi Pasar Pusat, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri, SK. Nomor : 2/HPL/DA/1972 tanggal 23 Februari 1972 Sertifikat Nomor 01 / Kelurahan Sukaramai seluas 65.807 M2, Gambar Situasi Nomor 198/1970. 2).Lokasi Jalan Jenderal Sudirman /Jl. KH. Wahid Hasim, berdasarkan Surat
Keputusan Kepala Badan Pertahanan Nasional Nomor 50/HPL/BPN/1991 tanggal 16 Mei 1991, Sertifikat Nomor 01/Kelurahan Sumahilang seluas 485 M2, Gambar Situasi Nomor 170/1990.
3).Lokasi Jalan Karet/Juanda, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor SK.4/HPL/DA/1974 tanggal 22 Februari 1974 Sertifikat Nomor 01/Sago seluas 4.640 M2, Gambar Situasi Nomor 49/1970.
4).Lokasi Pasar Senapelan, Jalan Ahmad Yani, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor SK. 48/HPL/DA/1981 tanggal 20 Oktober 1981 Sertifikat Nomor 01/Kelurahan Padang Bulan, seluas 49/915 M2, Gambar Situasi Nomor 362/83.
Dari lokasi-lokasi Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru tersebut dan
telah diberikan kepada pihak lain dengan Hak Guna Bangunan, terdapat Hak Guna
Bangunan yang telah berakhir jangka waktunya.
Dalam pelaksanaan perpanjangan sertipikat Hak Guna Bangunan diatas Hak
Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru yang belum mendapat persetujuan untuk
perpanjangan sertipikat Hak Guna Bangunan oleh pemegang Hak Pengelolaan, maka
pemegang Hak Guna Bangunan diatas Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru
yang telah berakhir jangka waktu haknya akan mendapat permasalahan-permasalahan
hukum bagi pemegangnya.
Berdasarkan hal-hal yang diuraikan diatas, maka dilakukan penelitian dengan
judul Tinjauan Yuridis Tentang Pelaksanaan Atas Perpanjangan Sertipikat Hak
Guna Bangunan Yang Berada Diatas Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota
Pekanbaru.
B. Perumusan Masalah
1. Apa Hambatan dalam pelaksanaan perpanjangan sertifikat Hak Guna Bangunan
diatas Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru ?
2. Bagaimana akibat hukumnya ketika masalah tersebut belum terselesaikan bagi
pemegang haknya?
3. Bagaimana upaya hukum yang dilakukan dalam pelaksanaan perpanjangan
sertifikat Hak Guna Bangunan diatas tanah Hak Pengelolaan yang obyeknya
masih menjadi hak pemegangnya ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui hambatan perpanjangan sertifikat Hak Guna Bangunan diatas
tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru.
2. Untuk mengetahui akibat hukum ketika masalah tersebut belum
terselesaikan bagi pemegang haknya.
3. Untuk mengetahui upaya hukum yang dilakukan dalam pelaksanaan
perpanjangan sertifikat Hak Guna Bangunan diatas Hak Pengelolaan yang
obyeknya masih menjadi hak pemegangnya.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari hasil penelitian dapat dilihat secara teoritis dan secara
praktis, yaitu:
hukum terutama hukum Agraria dan Pertanahan.
2. Secara praktis, hasil dari penelitian ini adalah sebagai masukan maupun bahan
pertimbangan dalam penyelenggaraan kebijakan dalam bidang Agraria dan
Pertanahan terutama dalam hal Pelaksanaan Perpanjangan Hak Guna
Bangunan diatas Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru.
E. Keaslian Penelitian
Penulis telah melakukan penelusuran terhadap penelitian-penelitian terdahulu
di perpustakaan program studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara, terhadap hasil penelitihan yang ada, ternyata belum ada yang
melakukan penelitian mengenai dan membahas tentang Tinjauan Yuridis Tentang
Pelaksanaan Atas Perpanjangan Sertipikat Hak Guna Bangunan Yang Berada diatas
Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru, oleh karena itu penelitian yang
dilakukan dalam penulisan tesis ini adalah asli, sehingga dapat
dipertanggungjawabkan secara akademis berdasarkan nilai-nilai obyektifitas dan
kejujuran.
Berdasarkan temuan tersebut di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
penelitian mengenai“ Tinjauan Yuridis Tentang Pelaksanaan Atas Perpanjangan
Sertipikat Hak Guna Bangunan Yang Berada diatas Tanah Hak Pengelolaan
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori
Fred N. Kerlinger dalam bukunyaFoundation of Behavioral Research “Suatu
Teori adalah seperangkat konsep, batasan dan proposisi yang menyajihkan suatu
pandangan sistimatis tentang fenomena dengan merinci hubungan antarvariabel
dengan tujuan menjelaskan dan memprediksi gejala tersebut”18
Dari pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa yang namanya teori
adalah suatu penjelasan yang berupaya untuk menyederhanakan pemahaman
mengenai suatu fenomena atau teori juga merupakan simpulan dari rangkaian
berbagai fenomena menjadi suatu penjelasan yang bersifat umum.19
Suatu kerangka teori bertujuan untuk menyajikan cara-cara untuk bagaimana
mengorganisasikan dan menginterprestasikan hasil-hasil penelitian dan
menghubungkannya dengan hasil-hasil terdahulu20
Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori
tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan
perbandingan pegangan teoritis.21Lebih lanjut fungsi teori dalam penelitian ini adalah
untuk memberikan petunjuk serta menjelaskan mengenai gejala yang diamati.
Oleh karena itu yang dijadikan kerangka teori sebagai pisau analisis dalam
tesis ini adalah Teori Kepastian Hukum (Rechtssicherheit), yakni teori yang
18Mukti Fajar ND dan Yulianto Acmad,Dualisme Peneltian Hukum Normatif & Empiris, Pustaka relajar, Yogyakarta, 2010, Hlm 133.
19
Ibid hlm 134.
menjelaskan bahwa hukum harus dilakanakan dan ditegakkan. Setiap orang
mengharapkan dapat ditetapkannya hukum dalam hal terjadi peristiwa konkrit.22
Begitu juga dengan Perpanjangan sertipikat Hak Guna Bangunan yang berada diatas
Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru. (Sebagai bagian dari
pendaftaran tanah) harus mempunyai kekuatan hukum yang pasti dengan segala
akibatnya dapat dipertanggungjawabkan menurut hukum.
Efektivitas hukum mengenai berkerjanya suatu aturan perundangan ketika diterapkan dalam masyarakat, menurut Satjipto Rahardjo langka yang diambil, dimulai dari dari identifikasi problem sampai jalan pemecahannya yang meliputi mengenal problem yang dihadapi sebaik-baiknya, memahami nilai-nilai yang ada dalam masyarakat, membuat hipotesis-hipotesis, dan memilih mana yang layak untuk bisa digunakan, serta mengikuti jalannya hukum dan mengukur efek-efeknya.23
Demikian juga halnya dalam Perpanjangan sertipikat Hak Guna Bangunan
yang berada diatas Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru.
Proses yang sama dari hukum sebagai law as a command of the lawgivers
dapat dilihat dalam UUPA yang merupakan undang-undang yang bersifat dasar, hal
ini tercemin dari Penjelasan Umum UUPA yaitu meletakkan dasar-dasar untuk
memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya.
Dengan kedudukannya tersebut UUPA sebagai alat untuk melakukan law as a
command of the lawgivers sangat wajar bila UUPA hanya sampai pada taraf
mengatur tentang asas-asas yang bersifat umum, untuk dapat melaksanakan
ketentuan-ketentuannya UUPA sebagai law as a a command of the lawgivers harus
22Sudikno Mertokusumo, dan A.pitlo,
Bab-bab Tentang Penemuan Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993, hlm 1.
diikuti dengan pembuatan peraturan-peraturan yang bersifat organik, agar efektivitas
dalam pelaksanaannya sesuai dengan tujuan UUPA itu sendiri.
Dalam UUPA terdapat ketentuan tentang hak-hak atas tanah, seperti yang
temaktub dalam pasal pasal 16, berupa Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka hutan, hak memungut hasil, dan
hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak-hak-hak tersebut diatas akan ditetapkan dengan
undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara.
Untuk meperjelas mengenai Hak-hak yang terdapat dalam UUPA terutama
Hak Guna Bangunan yang terdapat diatas tanah Hak Pengelolaan, maka harus
terlebih dahulu harus dipahami Hak Pengelolaan, dan Hak Guna Bangunan.
Hak Pengelolaan merupakan suatu hak atas tanah yang sama sekali tidak ada.
istilahnya dalam Undang-Undang Pokok Agraria dan khusus hak ini demikian pula
luasnya terdapat diluar ketentuan dari UUPA24.
Hak Pengelolaan itu tidak dari semula bernama Hak Pengelolaan tetapi
mengambil terjemahan dari bahasa Belanda Beheersrecht, maka pada waktu itu
diterjemakan Hak Penguasaan dan lama sekali istilah ini bertahan dan
dipergunakan,25
Pengertian hak pengelolaan ini kemudian dipertegas lagi dengan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 Tentang Tata Cara Permohonan Dan
Penyelesaian Pemberian Hak Atas Bagian-Bagian Tanah Hak Pengelolaan Serta
24 A.P. Parlindungan,
Hak Pengelolaan menurut sistem U.U.P.A (Undang-Undang Pokok Agraria),Mandar Maju, Bandung, 1989 hlm. 1.
Pendaftarannya. Pasal 1 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977, lebih
lanjut dapat dilihat pada Peraturan Menteri Negara/Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 9 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pemberian Dan Pembatalan Hak
Atas Tanah Negara Dan Hak Pengelolaan, Pasal 1 angka (3) yang menyebutkan
bahwa:26 “Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari negara yang kewenangan
pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya”.
Adapun yang dapat menjadi subyek Hak Pengelolaan pada awalnya hanya
Departemen, Jawatan dan Daerah Swatantra:27. Perkembangan selanjutnya tentang
subyek hak pengelolaan dapat diketahui dari Pasal 67, Peraturan Menteri Negara
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor. 9 Tahun 1999. Hak Pengelolaan
dapat diberikan kepada:28
a. Istansi pemerintah termasuk pemerintah daerah b. Badan Usaha Milik Negara
c. Badan Usaha Milik Daerah d. PT. Persero
e. Badan Otorita
f. Badan-badan hukum pemerintah lainnya yang ditunjuk pemerintah.
Dengan berpedoman pada Pasal 2 Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5
Tahun 1960, maka objek dari Hak Pengelolaan seperti juga hak-hak atas tanah
lainnya adalah tanah yang dikuasai oleh negara.29
26
Pasal 1 angka 3 Peraturan Menteri Negara/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pemberian Dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara Dan Hak Pengelolaan,
27
Oloan Sitorus dan H.M. Zaki Sierrad, Hukum Agraria Indonesia Konsep Dasar Dan Implementasi,Penerbit Mitra Kebijakan Tanah Indonesia, Yogyakarta, 2006, hlm. 154-155.
28
Pasal 67 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor. 9 Tahun 1999.
29
“Bahwa berdasarkan pengaturan Hak Pengelolaan di atas, dapat diketahui bahwa Hak Pengelolaan hanya dapat diberikan di atas tanah negara. Oleh karena itu, jika di atas tanah yang akan diberikan Hak Pengelolaan masih ada hak-hak atas tanah yang lain (seperti HGB atau HP,”hak garap”), wajib terlebih dahulu dibebaskan oleh calon pemegang Hak Pengelolaan”.30
Sehubungan dengan isi wewenang Hak Pengelolaan, menurut Peraturan
Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 Tentang Pelaksanaan Konversi Hak
Penguasaan Atas Tanah Negara Dan Ketentuan-Ketentuan Tentang Kebijaksanaan
Selanjutnya, Pasal 6 ayat (1) huruf c. Penyerahan bagian-bagian tanah Hak
Pengelolaan kepada pihak ketiga, harus diwujudkan dengan membuat perjanjian
tertulis antara pemegang tanah Hak Pengelolaan dengan pihak ketiga yang
mengajukan permohonan, sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 ayat (1) dan (2)
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor. 1 Tahun 1977 Tentang Tata Cara
Permohonan Dan Penyelesaian Pemberian Hak Atas Bagian-Bagian Tanah Hak
Pengelolaan Serta Pendaftarannya.
Hubungan hukum yang menjadi dasar pemberian hak atas tanah oleh pemegang Hak Pengelolaan kepada pihak ketiga dinyatakan dalam Surat Perjanjian Penggunaan Tanah (SPPT). Dalam praktek, SPPT tersebut dapat disebut dengan nama lain, misalnya : Perjanjian penyerahan, penggunaan, dan pengurusan Hak Atas Tanah (selanjutnya disebut “Perjanjian”).31
Pemerintah selaku wakil dari badan hukum dapat melakukan tindakan-tindakan hukum keperdataan, namun ketika pemerintah menggunakan instrumen hukum keperdataan, tidak serta merta terjadi hubungan hukum antara pemerintah dengan seseorang atau badan hukum perdata berdasarkan prinsip kesetaraan dan kemandirian masing-masing pihak, sebagaimana lazimnya hubungan hukum dua pihak atau lebih dalam hukum perdata.32
30
Oloan Sitorus dan H.M. Zaki Sierrad,Op.Cit, hlm. 157. 31Maria S.W. Sumardjono,
Tanah Dalam Perspektif Hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya, Penerbit Buku Kompas, Jakartat,2008, hlm.208.
Hak Guna Bangunan Menurut pasal 35 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960
Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) adalah hak untuk mendirikan
dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan
jangka waktu paling lama 30 tahun.33
Dengan hak ini diartikan hak untuk mendirikan bangunan-bangunan atas
tanah kepunyaan orang lain., hak ini terbatas jangka waktunya selama-lamanya hak
ini dapat diberikan untuk 30 tahun, tetapi ada kemungkinan untuk diperpanjang
selama-lamanya 20 tahun34
Perpanjangan jangka waktu atas hak tanah ini masuk katagori pendaftaran tanah karena perubahan data yuridis, karena terjadinya perubahan jangka waktu berlakunya hak tersebut yang dicantumkan dalam sertipikat tanah bersangkutan.35
Selanjutnya pasal 22 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40
Tahun 1996.36juga mengatur tentang terjadinya Hak Guna Bangunan yaitu:
a. Hak Guna Bangunan atas tanah negara diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk
b. Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan usul pemegang Hak Pengelolaan
c. Ketentuan mengenai tatacara dan syarat permohonan dan pemberian Hak Guna Bangunan atas tanah negara dan atas tanah Hak Pengelolaan diatur lebih lanjut dengan keputusan presiden.
Pengertian Hak Guna Bangunan diatur dalam Pasal 35 UUPA juncto
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah.
33
Undang-undang nomor 5 Tahun 1960, Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria. 34 Sudargo Gautama
, Tafsiran Undang-undang Pokok Agraria, Alumni, Bandung, 1986. 35 Muhammad Yamin Lubis, Abdul Rahim lubis,Op Cit, hlm 292.
Subyek Hak Guna Bangunan menurut UUPA Pasal 36 juncto Pasal 19
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 adalah Warga Negara Indonesia dan
Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia.37
Tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Bangunan menurut ketentuan
Pasal 21 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 menentukan bahwa:
Tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Bangunan adalah :
1). Tanah Negara;
2). Tanah Hak Pengelolaan; 3). Tanah Hak Milik.
Lebih lanjut mengenai terjadinya Hak Guna Bangunan atas Tanah Negara dan
Tanah Hak Pengelolaan dapat dilihat pada Pasal 22 Peraturan Pemerintah Nomor 40
Tahun 1996, yang menyebutkan bahwa:
a). Hak Guna Bangunan atas tanah negara diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk
b). Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan usul pemegang Hak Pengelolaan.
Sedangkan terjadinya Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik tercantum
dalam Pasal 24 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 yang
menyebutkan bahwa: “Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik terjadi dengan
pemberian oleh pemegang Hak Milik dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat
Akta Tanah”.
Hak pemegang Hak Guna Bangunan dalam hal ini kewenangan secara umum
dan kewenangan secara khusus.
Kewenangan secara umum dapat dilihat pada Pasal 4 ayat (2) UUPA yang
menyebutkan bahwa: “hak-hak atas tanah memberi wewenang untuk mempergunakan
tanah yang bersangkutan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan
penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut Undang-Undang ini dan
peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi”.
Kewenangan secara khusus dapat dilihat pada Pasal 32 Peraturan Pemerintah
Nomor 40 Tahun 1996 yang berbunyi:38
“Pemegang Hak Guna Bangunan berhak menguasai dan mempergunakan tanah yang diberikan dengan Hak Guna Bangunan selama waktu tertentu untuk mendirikan dan mempunyai bangunan untuk keperluan pribadi atau usahanya serta untuk mengalihkan hak tersebut kepada pihak lain dan membebaninya”.
Kewajiban pemegang Hak Guna Bangunan dapat dilihat pada Pasal 30
Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996 yang menyebutkan bahwa:39
(1). membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayarannya ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya;
(2). menggunakan tanah sesuai dengan peruntukannya dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan dan perjanjian pemberiannya; (3). memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta
menjaga kelestarian lingkungan hidup;
(4). menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Guna Bangunan kepada Negara, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sesudah Hak Guna Bangunan itu hapus;
(5). menyerahkan sertifikat Hak Guna Bangunan yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertanahan.
Pengaturan mengenai Peralihan Hak Guna Bangunan Pasal 35 ayat (3)
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 secara tegas menyatakan bahwa Hak Guna
Bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Ketentuan ini selanjutnya
dipertegas dalam Pasal 34 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996.
Dari ketentuan tersebut diatas dapat dilihat bahwa secara tegas dibedakan
syarat peralihan Hak Guna Bangunan atas tanah Negara dengan Hak Guna Bangunan
yang diberikan di atas tanah Hak Milik atau di atas tanah Hak Pengelolaan.
Terhadap Hak Guna Bangunan yang diberikan di atas tanah Hak Pengelolaan,
setiap perbuatan hukum yang berhubungan dengan Hak Guna Bangunan di atas
bidang tanah tersebut, haruslah terlebih dahulu memperoleh persetujuan tertulis dari
pemegang Hak Pengelolaan atas bidang tanah tersebut.
Pengaturan mengenai Pembebanan Hak Tanggungan Atas Hak Guna
Bangunan sebagai hak atas tanah yang dapat dibebankan dengan Hak Tanggungan
dapat dilihat pada Pasal 39 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 yang menyatakan
bahwa:40 “Hak Guna Bangunan dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak
tanggungan”.
Ketentuan mengenai hapusnya Hak Guna Bangunan dapat ditemukan dalam
Pasal 40 UUPA, yang menyatakan bahwa:41
Hak Guna Bangunan hapus karena : (a).jangka waktunya berakhir;
(b).dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak terpenuhi;
(c).dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir; (d).dicabut untuk kepentingan umum;
(e).diterlantarkan; (f).tanahnya musnah;
(g).ketentuan dalam Pasal 36 ayat (2).
Dalam Pasal 36 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor. 40 Tahun 1996
menyebutkan bahwa: “Hapusnya Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 mengakibatkan tanahnya kembali ke dalam
penguasaan pemegang Hak Pengelolaan”. Lebih lanjut, Pada Pasal 38 disebutkan
bahwa:42
“Apabila Hak Guna bangunan atas tanah Hak Pengelolaan atau atas tanah Hak Milik hapus sebagaimana dimaksud Pasal 35, maka bekas pemegang Hak Guna Bangunan wajib menyerahkan tanahnya kepada pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik dan memenuhi ketentuan yang sudah disepakati dalam perjanjian penggunaan tanah Hak Pengelolaan atau perjanjian pemberian Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik”.
2. Konsepsi
Konsep adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Suatu kerangka konsepsionil, merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus, yang ingin atau akan diteliti. Suatu konsep bukan merupakan gejala yang akan diteliti, akan tetapi merupakan suatu abstraksi dari gejala tersebut. Gejala itu sendiri biasanya dinamakan fakta, sedangkan konsep merupakan suatu uraian mengenai hubungan-hubungan dalam fakta tersebut43.
Dari uraian kerangka terori diatas, dapat dijelaskan konsep-konsep dasar yang
digunakan dalam penelitian tesis ini antara lain:
42 Pasal 38 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996
a. Sertipikat adalah surat tanda bukti hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah
wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang
masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.44
b. Kantor pertanahan adalah unit kerja badan pertanahan nasional di wilayah
kabupaten atau kotamadya, yang melakukan pendaftaran hak atas tanah
pemeliharaan daftar umum pendaftaran tanah.45
c. Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur meliputi; pengumpulan, pengelolaan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.46
d. Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari negara yang kewenangan
pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepeda pemegangnya.47
e. Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai
bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu paling
lama 30 (tigapuluh) tahun48
f. Perpanjangan adalah penambahan jangka waktu berlakunya suatu hak atas
tanah tanpa mengubah syarat-syarat dalam pemberian hak tersebut, yang
44Pasal 1 angka 20 PP Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, lihat juga pasal
9 ayat (2) huruf c UUPA
45Pasal 1 angka 23 PP Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. 46Pasal 1 angka 1 PP Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. 47
Pasal 1 angka 3 Peraturan Menteri Negara/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pemberian Dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara Dan Hak Pengelolaan
permohonannya dapat diajukan sebelum jangka waktu berlakunya hak atas
tanah yang bersangkutan berakhir.49
g. Pemerintah Kota adalah Walikota dan perangkatnya sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan.
G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang diterapkan adalah memakai penelitian dengan metode
penulisan dengan pendekatan yuridis normatif yaitu penelitian yang mengacu kepada
norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang
berlaku, sebagai pijakan normatif, yang berawal dari premis umum kemudian
berakhir pada suatu kesimpulan khusus, hal ini dimaksudkan untuk menemukan
kebenaran-kebanaran baru (tesis) dan kebenaran-kebanaran induk (teoritis).
2. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research)
yang didukung penelitian lapangan dengan cara wawancara dengan informan,
selanjutnya menghimpun data dengan melakukan penelaan bahan-bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.50
a. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat yakni:
49Pasal 1 angka 9 Peraturan Menteri Negara/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3
Tahun 1999jopasal 1 angka 9 Peraturan Menteri Negara/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999
1. Undang-undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Pokok-pokok Agraria.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 Tentang Pendaftaran
Tanah.
3. Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 1 tahun 1977 tentang Tatacara
Permohonan dan Penyelesaian Pemberian Hak Atas Bagian-bagianTanah
Hak Pengelolaan Serta Pendaftarannya.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha,
Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah,
5. Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9
Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pemberian Dan Pembatalan Hak Atas
Tanah Negara dan Hak Pengelolaan.
6. Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 03 Tahun 2000 Tentang Uang
Pemasukan Tanah Bagian Hak Pengelolaan.
b. Bahan Hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan Penjelasan
Mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil penelitian dan karya
ilmiah dari kalangan hukum, yang berkaitan Tentang Pelaksanaan Atas
Perpanjangan sertipikat Hak Guna Bangunan Yang Berada Diatas Tanah
Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru Dikantor Pertanahan Kota
Pekanbaru.
c. Bahan tertier adalah bahan pendukung diluar bidang hukum seperti Kamus
Perpanjangan sertipikat Hak Guna Bangunan Yang Berada Diatas Tanah
Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru Dikantor Pertanahan
Kota Pekanbaru.
3. Alat Pengumpul Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara:
a. Studi Dokumen yaitu menghimpun data dengan melakukan penelaan bahan
kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder dan bahan hukum tertier, berupa dokumen-dokumen maupun
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang berkaitan dengan Tentang
Pelaksanaan Atas Perpanjangan sertipikat Hak Guna Bangunan Yang Berada
Diatas Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru.
b. Wawancara yaitu menghimpun data dengan melakukan wawancara yang
menggunakan pedoman wawancara(interview guide)untuk mendapatkan data
primer dari narasumber yang telah ditentukan, yaitu:
1). Kepala Seksi Hak Atas Tanah Dan Pendaftaran Tanah
2). Masyarakat yang Mengajukan Perpanjangan Sertipikat Hak Guna
Bangunan Yang Berada Diatas Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah
Kota Pekanbaru sebanyak 2 (dua) orang yaitu Luis Utomo, dan Hendry
Yacup.
4. Analisis data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah deskriptif
yang bersifat umum diaplikasikan untuk menjelaskan tentang Perpanjangan Sertipikat
Hak Guna Bangunan Yang Berada Diatas Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah
Kota Pekanbaru. Sedangkan Metode pendekatan dalam penelitian tesis ini adalah
metode kualitatif yaitu analisis data yang tidak mempergunakan angka-angka tetapi
berdasarkan atas peraturan perundang-undangan, pandangan-pandangan informan
hingga dapat menjawab permasalahan dari penulisan tesis ini.
Semua data yang diperoleh disusun secara sistematis, diolah dan diteliti serta
dievaluasi. Kemudian data dikelompokkan atas data yang sejenis, untuk kepentingan
analisis, sedangkan evaluasi dan penafsiran dilakukan secara kualitatif yang dicatat
satu persatu untuk dinilai kemungkinan persamaan jawaban. Oleh karena itu data
yang telah dikumpulkan kemudian diolah, dianalisis secara kualitatif dan
diterjemahkan secara logis sistematis untuk selanjutnya ditarik kesimpulan dengan
menggunakan metode pendekatan deduktif. Kesimpulan adalah merupakan jawaban
khusus atas permasalahan yang diteliti, sehingga diharapkan akan memberikan jalan