• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aterosklerosis - Hubungan Jumlah Netrofil Dengan Nilai Enzim Jantung Dan Kejadian Klinis Kardiovaskular Mayor Selama Perawatan Di Rumah Sakit Pada Pasien Penderita Infark Miokard Akut Elevasi ST Segmen Di Rumah Sakit Umum Haji

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aterosklerosis - Hubungan Jumlah Netrofil Dengan Nilai Enzim Jantung Dan Kejadian Klinis Kardiovaskular Mayor Selama Perawatan Di Rumah Sakit Pada Pasien Penderita Infark Miokard Akut Elevasi ST Segmen Di Rumah Sakit Umum Haji "

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aterosklerosis

Aterosklerosis berasal dari bahasa yunani yaitu ‘athere-‘ yang berarti bubur, dan ‘– skleros’ yang berarti keras. Aterosklerosis adalah penyakit akibat respon peradangan pada pembuluh darah (arteri besar dan sedang), bersifat progresif, yang ditandai dengan deposit massa kolagen, kolesterol, produk buangan sel dan kalsium, disertai proliferasi miosit yang menimbulkan penebalan dan pengerasan dinding arteri, sehingga mengakibatkan kekakuan dan kerapuhan arteri (Stary, 1995).

Aterosklerosis sangat dipengaruhi kadar kolesterol yang tinggi (khususnya LDL), merokok, tekanan darah tinggi, diabetes mellitus, obesitas, dan kurangnya aktifitas fisik. Tingginya kadar homosistein darah, fibrinogen, dan lipoprotein-A juga dilaporkan sebagai faktor risiko terjadinya aterosklerosis. Ada 4 faktor risiko biologis yang tidak dapat diubah, yaitu usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga (genetik). Helicobacter Pylori dan

Chlamydia Pneumoniae, juga bisa menimbulkan infeksi atau transformasi miosit atau endotel, yang akan memicu lesi aterosklerosis.

Hiperglikemia dapat memacu aktifitas protein kinase C (CPK). Peningkatan aktifitas CPK akan meningkatkan ekspresi transforming growth factor-beta (TGF-𝛽). Peningkatan ekspresi TGF-𝛽 menimbulkan kekakuan dan abnormalitas structural pembuluh darah.

(2)

Pada kondisi hipertensi juga berperan agen proinflamasi yang meningkatkan formasi hidrogen peroksida (hidroksi radikal) dan radikal bebas (anion superoksida) dalam plasma. Substansi itu mereduksi pembentukan nitrit oksida oleh endotel, meningkatkan adhesi leukosit, dan peningkatan resistensi perifer. Selanjutnya formasi radikal bebas mengakibatkan efek hipertensi dan hiperkolesterolemia (Hansson, 2005).

2.2 Patogenesis Aterosklerotik

Dinding arteri merupakan suatu sistem yang dinamis dan teratur. Akan tetapi, elemen-elemen perusak dapat mengganggu homeostasis normal pada arteri dan memberi jalan terjadinya aterogenesis. Beberapa hal telah berhasil diidentifikasi sebagai komponen-komponen penting yang berkontribusi pada proses inflamasi aterosklerosis, yaitu (1) disfungsi endotel, (2) akumulasi lipid di dalam intima, (3) pengerahan leukosit dan sel-sel otot polos ke dalam dinding pembuluh darah, (4) pembentukan foam cell, (5) deposisi dari matriks ekstraseluler seperti yang ditunjukkan dalam gambar 2.1.

Gambar 2.1 Diagram evolusi plak aterosklerosis (Libby, 2002)

(1) Akumulasi partikel lipoprotein di dalam intima. Lipoprotein yang berwarna lebih gelap menunjukkan modifikasi lipoprotein (oksidasi atau glikasi). (2) Stres oksidatif, termasuk konstituen dari LDL yang termodifikasi (mLDL), menginduksi produksi sitokin-sitokin lokal. (3) Sitokin tersebut menginduksi pelepasan molekul-molekul adesi yang mengikat leukosit dan zat-zat kemoatraktan (monocyte chemoattractant protein 1 [MCP1]) yang menyebabkan migrasi leukosit ke dalam intima. (4) Setelah masuk ke dalam dinding pembuluh darah, monosit darah mengalami stimulus seperti faktor stimulus koloni makrofag (M-CSF) yang meningkatkan ekspresi reseptor scavenger. (5) Reseptor scavenger memediasi pengambilan mLDL oleh makfrofag dan menyebabkan pembentukan foam cell. Foam cell makrofag merupakan sumber tambahan sitokin dan molekul efektor seperti anion superoksida dan matriks metalloproteinase. (6) Sel-sel otot polos bermigrasi dari media ke lapisan intima (7) Sel otot polos intima membelah, dan berelaborasi dengan matriks ekstraseluler, mendorong akumulasi matriks pada plak aterosklerosis. Pada tahap ini fatty streak berubah menjadi

(3)

Fatty streak merupakan lesi yang pertama kali terlihat pada ateroklerosis. Pada inspeksi secara kasat mata, lesi ini terlihat sebagai area yang berwarna kuning pada permukaan arteri, akan tetapi lesi ini belum menonjol dan belum mengganggu aliran darah pada arteri. Fatty streak dapat dijumpai pada aorta dan arteri koroner orang berumur 20 tahun. Lesi ini tidak menimbulkan gejala, dan dapat membaik perlahan pada beberapa lokasi pembuluh darah. Inisiasi terbentuknya lesi ini sangat berhubungan dengan terjadinya disfungsi endotel.

Disfungsi endotel dapat dipicu oleh dua hal utama yaitu stres fisik dan zat-zat iritan. Peran dari stress fisik pada pembuluh darah dapat dilihat dari fakta bahwa aterosklerosis lebih cenderung terbentuk pada titik-titik percabangan arteri. Pada bagian pembuluh darah yang lurus, aliran laminar menyediakan nitrit oksida yang lebih banyak, yang bermanfaat sebagai vasodilator, inhibisi agregasi platelet, dan efek anti inflamasi. Arteri-arteri dengan cabang yang sedikit seperti left internal mammary artery (LIMA), menunjukkan resistensi yang lebih baik terhadap aterosklerosis, sedangkan pembuluh darah dengan percabangan seperti arteri karotis komunis dan arteri koroner kiri merupakan tempat utama terjadinya aterosklerosis.

Disfungsi endotel juga dapat terjadi akibat paparan zat-zat toksik. Sebagai contoh merokok, level lipid yang abnormal, dan diabetes, yang dikenal sebagai faktor risiko mayor aterosklerosis, dapat menginduksi terjadinya disfungsi endotel. Setiap keadaan tersebut meningkatkan produksi zat-zat oksigen reaktif dari endotel, terutama anion superoksida, yang berinteraksi dengan molekul intraseluler lainnya untuk mempengaruhi fungsi metabolik dan sintesis endotel. Sebagai akibatnya, sel-sel tersebut menyebabkan terjadinya proses proinflamasi.

(4)

Gambar 2.2 Disfungsi endotel sebagai tahap awal pembentukan plak (Libby, 2002) Stressor fisik dan kimia merusak endotel, memungkinkan masuknya lipid ke lapisan subintima dan mendorong pelepasan sitokin proinflamasi. Sitokin ini dan lingkungan yang kaya lipid mendorong pengerahan leukosit ke lapisan subintima, yang nantinya akan berkumpul menjadi foam cell.

Endotel yang telah teraktifasi tidak lagi berfungsi sebagai barier yang efektif terhadap pergerakan lipoprotein ke dalam dinding pembuluh darah. Permeabilitas endotel yang meningkat memberi jalan bagi LDL untuk masuk ke intima, suatu proses yang difasilitasi dengan meningkatnya konsentrasi LDL dalam sirkulasi. Setelah berada di dalam intima, LDL berakumulasi di subendotel, berikatan dengan matriks ekstraseluler yaitu proteoglikan. Hal ini meningkatkan waktu keberadaan LDL di dalam intima, yang memungkinkan LDL mengalami modifikasi kimia yang merupakan poin penting dalam terbentuknya lesi aterosklerosis. Hipertensi, yang merupakan faktor risiko mayor aterosklerosis, dapat meningkatkan retensi LDL di dalam intima dengan meningkatkan produksi proteoglikan pengikat LDL oleh sel-sel otot polos.

(5)

berkontribusi pada mekanisme inflamasi yang diinisiasi oleh disfungsi endotel, dan mereka dapat menyebabkan inflamasi sepanjang siklus pertumbuhan dari plak. Pada tahap fatty streak dan sepanjang pertumbuhan dari plak, LDL yang dimodifikasi (mLDL) menyebabkan pengerahan leukosit dan pembentukan foam cell (Libby, 2002).

Pengerahan dari leukosit (terutama monosit dan limfosit T) ke dalam dinding pembuluh darah merupakan tahap kunci dalam aterogenesis. Proses ini bergantung kepada (1) ekspresi dari leukocyte adhesion molecule (LAM), (2) signal kemoatraktan seperti monocyte chemotactic protein 1 (MCP-1), IL-8, interferon-inducible protein-10.

Aterogenesis dimulai saat terjadinya jejas pada endotel akibat berbagai faktor risiko dengan berbagai intensitas. Salah satu penjejas utama endotel adalah LDL plasma yang tinggi. LDL akan mengalami oksidasi menjadi LDL-oks yang mudah sekali menempel dan menumpuk pada dinding pembuluh darah menjadi deposit lipid. Penumpukan ini menyebabkan jejas pada endotel. Pada keadaan terjejas, endotel normal akan menjadi endotel yang hiperpermeabel, yang ditunjukkan dengan terjadinya berbagai proses eksudasi (misalnya; protein, glukoprotein) dan infiltrasi monosit ke dalam lapisan pembuluh darah akibat peningkatan adesifitas terhadap lipoprotein, leukosit, platelet dan kandungan plasma lain. Selain itu, endotel terjejas juga memiliki prokoagulan yang lebih banyak dibandingkan antikoagulan, serta mengalami pemacuan molekul adesi leukosit seperti L-selektin, integrin, platelet-endothelial-cell adhesion molecule (PECAM)-1 dan molekul adesi endotel seperti E-selektin, P-E-selektin, intraceluar cell adhesion molecule (ICAM-1) dan vascular-celladhesion molecule (VCAM-1). Keadaan ini mengakibatkan makro molekul lebih mudah menempel pada dinding pembuluh darah, sehingga mengakibatkan jejas pada endotel (Soehnlein, 2012).

Sel endotel berfungsi sebagai vasodilator, antitrombotik, dan antiinflamasi. Sel endotel, paling sedikit mensintesis 3 faktor vasodilator yang berbeda; Nitrit Oxide (NO), prostasiklin (PGI2), dan EDHF (endothelium-derived hyperpolarizing factor) yang belum teridentifikasi. Pada beberapa kondisi patologis, sel endotel juga mensintesis beberapa faktor vasokonstriksi (EDCF-endothelium-derived constriction factor) termasuk endothelin, superoxide, dan prostaglandin vasokonstriktor.

(6)

inflamasi dan membentuk lesi intermedia. Apabila inflamasi tidak mereda, maka arteri akan mengalami remodeling, yaitu penebalan dan pelebaran dinding arteri secara bertahap hingga lumen arteri tidak dapat berdilatasi kembali.

2.3 Sindroma Koroner Akut

SKA adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan simptom yang disebabkan oleh iskemik miokard akut. SKA yang menyebabkan nekrosis miokardium disebut infark miokard. Manifestasi SKA secara klinis dapat sebagai APTS, IMANEST atau IMAEST (Thygensen dkk, 2012).

Diagnosis IMAEST akut ditegakkan apabila dijumpai kriteria berikut, yaitu; adanya nyeri dada khas angina (durasi nyeri lebih dari 20 menit, tidak berkurang dengan istirahat atau nitrat, nyeri dapat menjalar ke leher, rahang bawah atau lengan kiri, dapat disertai dengan gejala aktivasi sistem saraf otonom seperti mual, muntah atau keringat dingin), dijumpai elevasi segmen ST yang persisten atau adanya LBBB yang dianggap baru, peningkatan kadar enzim jantung akibat nekrosis miokard (CKMB dan troponin), serta dijumpai abnormalitas wall motion regional yang baru pada pemeriksaan ekokardiografi. (Van der Werf dkk, 2012).

IMAEST umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerosis yang sudah ada sebelumnya. Pada saat terjadinya infark miokard juga terjadi reaksi inflamasi yang hebat sebagai respon dari sel-sel otot jantung yang nekrosis. Lekositosis merupakan penemuan yang sering dijumpai pada pasien IMAEST yang menggambarkan infiltrasi dari sel-sel darah putih ke dalam jaringan yang nekrosis sebagai respon terhadap iskemi dan reperfusi. Dalam proses tersebut, netrofil merupakan sel leukosit pertama yang ditemukan pada area miokard yang nekrosis. (Hansson, 2005; Libby, 2002)

2.4 Parameter Hematologi dari Aterosklerosis Koroner

(7)

hasil akhir klinis (Takahashi dkk, 2007, O’Donoghue dkk, 2008). Akan tetapi peran dari penanda inflamasi pada pasien-pasien PJK yang stabil masih dipertanyakan.

Gambar 2.3 Dasar Proses Inflamasi Aterosklerosis (Simon, 2012)

Progresitifitas plak aterosklerosis berhubungan dengan banyak mekanisme imunitas. Signal awal adalah kombinasi dari cedera endotel, adesi platelet, dan stimulasi makrofag dan sel limfosit T oleh mLDL di lapisan intima. Respon dari sistem imun innate juga melibatkan pengerahan dari netrofil yang mengekspresikan alarming seperti MP-8/14 dan CRAMP. Sistem imun adaptif termasuk respon proaterosklerosis seperti IFN-Y yang diproduksi oleh limfosit T dan juga mekansime protektif seperti sekresi antibodi neutralizing oleh limfosit B dan aktifitas anti inflamasi oleh sel T regulator.

Peran parameter hematologi dalam penyakit kardiovaskular telah diteliti pada beberapa penelitian. Sabatine dkk., mengungkapkan bahwa jumlah leukosit berhubungan dengan perfusi epikardial dan miokardial yang terganggu (2002). Hubungan antara peningkatan jumlah leukosit dan penyakit jantung koroner telah dilaporkan pada beberapa studi (Prentice,1982). Jumlah leukosit juga berhubungan erat dengan tingkat keparahan lesi aterosklerosis koroner dari hasil angiografi koroner (Cavusoglu dkk, 2006). Beberapa mekanisme telah dihipotesiskan untuk menjelaskan bagaimana jumlah leukosit berhubungan dengan aterosklerosis koroner (Ernst,1987).

(8)

Masih belum jelas apakah kelas tertentu dari leukosit berhubungan dengan penyakit jantung koroner. Suatu studi prospektif menunjukkan hubungan dengan netrofil (Prentice,1982). Walaupun studi prospektif secara konsisten menunjukkan hubungan yang positif antara jumlah leukosit total dan angka morbiditas dan mortalitas dari penyakit jantung koroner, hanya terdapat dua studi prospektif yang meneliti hubungan antara jumlah leukosit diferensial dan penyakit jantung koroner. Prentice dkk. menunjukkan bahwa netrofil, eosinofil, dan monosit dapat memprediksi penyakit jantung koroner (1982).

Beberapa mekanisme yang menjelaskan bagaimana peran leukosit di dalam patogenesis aterosklerosis telah dikemukakan pada beberapa penelitian. Tahap pertama dalam proses aterosklerosis adalah menempelnya monosit ke lapisan intima pembuluh darah setelah terjadinya cedera pada dinding arteri. Setelah diselimuti oleh lemak, monosit berubah menjadi makrofag dan mensekresikan enzim metalloproteinase. Selain makrofag tersebut, netrofil juga ditemukan akan memediasi lepasnya sel-sel endotel pada penelitian in vitro, dengan dicernanya protein-protein pada permukaan sel endotel oleh enzim protease netral proteolitik (Gambar 2.4) (Soehnlein,2012). Netrofil juga terbukti meningkatkan aktifitas kemotaktik pada pasien angina stabil (Mehta dkk,1989). Studi-studi epidemiologi mencari hubungan antara jumlah leukosit perifer, terutama netrofil dengan penyakit jantung koroner (Kostis, 1984) . Meningkatnya agregasi netrofil dan aktifitas oksidase juga ditemukan pada arteri koroner pasien-pasien dengan PJK yang menjalani angiografi koroner (Risevuti dkk,1989). Granul protein sekunder di dalam netrofil yaitu cathelicidin secara langsung menginduksi terjadinya aterosklerosis melalui rekrutmen dari sel-sel monosit (Doring, 2012). Percobaan pada tikus dengan defisiensi apoE, hiperlipidemia menginduksi neutrofilia dan derajat netrofilia berhubungan positif dengan luasnya lesi aterosklerosis (Drechler, 2010).

Sel-sel inflamasi tersebut tidak hanya berperan dalam inisiasi dan progresi dari aterosklerosis, tetapi juga berperan dalam destabilisasi plak aterosklerosis yang menyebabkan perubahan suatu proses kronis menjadi proses iskemik akut. Proses inflamasi yang menyebabkan rupturnya plak meliputi menurunnya sintesis dan meningkatnya degradasi dari komponen-komponen struktural dari kapsul fibrosa oleh enzim degradasi dan sitokin yang diproduksi oleh makrofag pada tempat rupturnya plak (Gambar 2.5). Walaupun makrofag punya peran yang besar dalam rupturnya plak, aktifasi netrofil juga punya peran dalam sindrom koroner akut.

(9)

sel-sel endotel pasien dengan sindroma koroner akut (Naruko, 2002). Kebanyakan penelitian tersebut menunjukkan bahwa netrofil merupakan subtipe leukosit yang paling berperan dalam sindroma koroner akut.

Jumlah netrofil pada pasien dengan IMA juga memiliki nilai prognostik. Penelitian dari Meissner, dkk (2011) dan Karabinor, dkk (2009) menunjukkan bahwa jumlah netrofil saat masuk ke rumah sakit berhubungan dengan prognostik yang lebih buruk pada pasien-pasien dengan SKA.

Gambar 2.4 Mekanisme Aktifasi Netrofil pada Aterogenesis (Soehnlein, 2012)

A.Netrofil masuk ke dalam lesi aterosklerosis dicetuskan oleh aktivasi trombosit. B. Netrofil yang telah diaktifkan mensekresikan granul-granul protein seperti myeloperoxidase, azurocidin, dan proiteinase-3, yang menginduksi ekspresi molekul adesi dan perubahan permeabilitas serta membatasi bioavaibilitas dari nitrit oksida yang kesemuanya menyebabkan disfungsi endotel. C. Granul protein yang mengumpul di endotelium dan disekresikan di lokasi inflamasi menginduksi adesi dan datangnya monosit. D. Granul protein netrofil mencetuskan polarisasi makrofag dan menginduksi ekspresi reseptor skavenger. E. Ikatan alfa-defensin ke molekul LDL akan menjebak molekul LDL tetap di dalam dinding pembuluh darah. Oksidasi molekul LDL tersebut oleh enzim myeloperoxidase akan meningkatkan pembentukan foam cell

(10)

A.Enzim myeloperoxidase akibat stress oksidatif dan enzim metalloproteinase yang disekresikan netrofil dapat menginduksi apoptosis sen endotel, degradasi membran dasar, dan deskuamasi sel endotel. B. Metalloproteinase memecah matriks-matriks ekstrasel C. Netrofil menyebabkan apoptosis dan nekrosis sekunder, yang mungkin berkontribusi dalm formasi inti nekrosis.

(11)

2.5 Kerangka Teori

Gambar 2.6 Diagram Kerangka Teori Neutrofilia

Plak Aterosklerosis

Ruptur Plak

Sumbatan total pada arteri koroner

Nekrosis jaringan miokard

Infiltrasi sel darah putih ke dalam jaringan nekrosis

Stres metabolik akut

Mobilisasi leukosit dan netrofil dari

sumsum tulang Lepasnya CKMB dan

troponin ke sirkulasi

Kejadian Klinis Kardiovaskular Mayor:

- Mortalitas - Syok kardiogenik - Gagal jantung akut

(12)

2.6 Kerangka Konsep

Gambar 2.7 Diagram Kerangka Konsep Pasien dengan diagnosis IMAEST onset

≤ 24 jam

Pemeriksaan darah lengkap dan enzim jantung di IGD

Nilai CKMB dan Troponin-T Jumlah netrofil

Korelasi

Kejadian Klinis Kardiovaskular Mayor selama perawatan di rumah sakit

- Gagal jantung akut - Syok kardiogenik - Kematian

- Aritmia ventrikel (VT/VF) Netrofil ≤11,8

(x103

/µL)

Netrofil >11,8 (103

Gambar

Gambar 2.1 Diagram evolusi plak aterosklerosis (Libby, 2002)
Gambar 2.2 Disfungsi endotel sebagai tahap awal pembentukan plak (Libby, 2002)
Gambar 2.3 Dasar Proses Inflamasi Aterosklerosis (Simon, 2012)
Gambar 2.4 Mekanisme Aktifasi Netrofil pada Aterogenesis (Soehnlein, 2012)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Departemen Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan di saat penulis

Kedua kelompok subjek dibandingkan kejadian cardiac death , syok, aritmia dan gagal jantung selama perawatan di rumah sakit.. Tidak dijumpai perbedaan yang bermakna

Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan Birnbaum Y dkk, yang mendapatkan bahwa adanya DSST inferior pada IMAEST anterior tidak berhubungan dengan kejadian stenosis pada

Kejadian KKvM yang dianalisa pada penelitian ini antara lain adalah ada tidaknya KKvM secara keseluruhan, cardiac death, kejadian syok, aritmia dan gagal jantung selama

Wall motion abnormalities and electrocardiographic changes in acute transmural myocardial infarction : Implications of reciprocal ST segment depression.. Raunio

- Early Development of Hyponatremia Implicates Short-Term Outcomes in Setting of Acute Myocardial Infarction. - Admission Hyperglycemia as A Predictor of Cardiovascular Events in

Incidence, Clinical Characteristics, and Prognostic Significance of Right Bundle-Branch Block in Acute Myocardial Infarction A Study in the Thrombolytic Era.. Bundle

Judul penelitian : Perbandingan Mortalitas Kardiovaskular Di Rumah Sakit Antara Penderita Infark Miokard Akut Elevasi Segmen ST Anterior Dengan Dan Tanpa Blok Cabang