• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pusataka - Analisis Time Series Produksi Dan Konsumsi Pangan Ubi Kayu Dan Ubi Jalar Di Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pusataka - Analisis Time Series Produksi Dan Konsumsi Pangan Ubi Kayu Dan Ubi Jalar Di Sumatera Utara"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pusataka

Pangan merupakan elemen penting dalam siklus kehidupan dan menjadi

hak azasi manusia untuk mendapatkannya dalam jumlah dan mutu yang

diinginkan. Peran pangan yang sangat strategis tersebut mewajibkan

Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) untuk

mewujudkan ketahanan pangan yang sangat menentukan bagi

keberlanjutan kehidupan berbangsa dan bertanah air. Kewajiban tersebut

tercakup dalam amanat Undang-Undang No.7 Tahun 1996 tentang pangan

(Broto, 2008).

UU No. 7 Tahun 1996 ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah No.

68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan. Di Peraturan Pemerintah

tersebut disebutkan bahwa dalam rangka pemerataan ketersediaan pangan

ke seluruh wilayah dilakukan distribusi pangan melalui upaya

pengembangan sistem distribusi pangan secara efisien, dapat

mempertahankan keamanan, mutu dan gizi pangan serta menjamin

keamanan distribusi pangan. Disamping itu, untuk meningkatkan

ketahanan pangan dilakukan diversifikasi pangan dengan memperhatikan

(2)

teknologi pengolahan dan produk pangan dan peningkatan kesadaran

masyarakat untuk mengkonsumsi aneka ragam pangan dengan gizi

seimbang (Anonim, 2002).

Kegiatan diversifikasi pangan telah dirintis sejak awal tahun 60-an. Saat

itu pemerintah mulai menganjurkan konsumsi bahan-bahan pangan pokok

selain beras. Di akhir Pelita I (1974), secara eksplisit pemerintah

mencanangkan kebijakan diversifikasi pangan melalui Inpres No. 14

Tahun 1974 tentang Perbaikan Menu Makanan Rakyat dan disempurnakan

melalui Inpres No. 20 Tahun 1979 tentang Diversifikasi Pangan. Pada era

2000-an, pemerintah membentuk kelembagaan Badan Bimas Ketahanan

Pangan (yang kemudian menjadi Badan Ketahanan Pangan) dan dibentuk

pula Lembaga Fungsional Dewan Ketahanan Pangan (DKP) yang

langsung dipimpin oleh Presiden. Pada tahun 2004, 2005 dan 2006 dibuat

kesepakatan Gubernur, Walikota dan Bupati tentang perlunya upaya

diversifikasi pangan yang bertujuan untuk meningkatkan keanekaragaman

produksi bahan pangan segar maupun olahan, mengembangkan

kelembagaan pangan yang menjamin peningkatan produksi dan konsumsi

yang lebih beragam, mengembangkan bisnis pangan dan menjamin

ketersediaan gizi dan pangan bagi masyarakat (Marianto dan Baliwati,

(3)

Sebagian besar masyarakat Indonesia selama ini memenuhi kebutuhan

pangan sebagai sumber karbohidrat berupa beras. Ketergantungan

Indonesia terhadap beras yang tinggi, membuat ketahanan pangan nasional

sangat rapuh. Dari aspek kebijakan pembangunan makro, kondisi tersebut

mengandung resiko (rawan), yang juga terkait dengan stabilitas ekonomi,

sosial, dan politik. Salah satu kebijakan pembangunan pangan dalam

mencapai ketahanan pangan adalah melalui diversifikasi pangan, yang

dimaksudkan untuk memberikan alternatif bahan pangan sehingga

mengurangi ketergantungan terhadap beras (Husodo dan Muchtadi,

2004).

Penganekaragaman pangan, juga diharapkan akan memperbaiki kualitas

konsumsi pangan masyarakat, karena semakin beragam konsumsi pangan

maka suplai zat gizi lebih lengkap daripada jika didominasi oleh satu jenis

bahan saja. Pengertian penganekaragaman pangan mencakup peningkatan

jenis dan ragam pangan, baik dalam bentuk komoditas (bahan pangan),

pangan semi olahan dan olahan, maupun bentuk pangan yang siap saji.

Pendekatan penganekaragaman tersebut dalam program pembangunan

nasional dikenal dengan istilah diversifikasi horisontal dan vertikal.

Melalui pengembangan anekaragam budidaya pertanian (diversifikasi

horisontal) akan dihasilkan beragam pangan pokok seperti singkong, ubi,

(4)

pengembangan aneka produk pangan olahan akan dihasilkan produk

seperti tepung instan, kue, sereal, biskuit, bolu, dan sebagainya

(diversifikasi vertikal) (Briawan, dkk, 2004).

Bahan pangan yang dapat dikonsumsi sehari-hari dapat dikelompokkan

menjadi 9 (sembilan) kelompok besar. Jenis pangan pada masing-masing

kelompok dapat berbeda pada setiap daerah/kota sesuai sumberdaya

pangan yang tersedia. Secara Nasional bahan pangan dikelompokkan

sebagai berikut (Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi, 1998) :

Tabel 2. Kelompok Bahan Pangan Nasional

No. Kelompok Bahan Pangan Komoditi

1. Padi-padian Beras, jagung, sorghum dan terigu

2. Umbi-umbian Ubi kayu, ubi jalar, kentang, talas dan sagu. 3. Pangan Hewani Ikan, daging, susu dan telur

4. Minyak dan Lemak Minyak Kelapa, minyak sawit 5. Buah/biji berminyak Kelapa daging

6. Kacang-kacangan Kedelai, kacang tanah, kacang hijau 7. Gula Gula pasir, gula merah

8. Sayur dan buah Semua jenis sayuran dan buah-buahan yang biasa dikonsumsi

9. Lain-lain Teh, kopi, coklat, sirup, bumbu-bumbuan, makanan dan minuman jadi

Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi

Salah satu faktor penting yang mempengaruhi konsumsi pangan adalah

kebiasaan pangan. Kebiasaan pangan merupakan cara individu memilih

makanannya dan kemudian mengkonsumsinya sebagai respon terhadap

kebutuhan fisiologi, psikologi, sosial dan budaya. Ragam kebiasaan

makan di kalangan bangsa Indonesia tidak terlepas dari perbedaan sosial

(5)

orang Maluku mengkonsumsi sagu, orang Papua menyukai umbi-umbian,

sebagian penduduk Jawa ada yang makan tiwul dan sebagian besar bangsa

Indonesia mengkonsumsi nasi (Nikmawati, 1999).

Terdapat hubungan yang erat antara faktor budaya dan kebiasaan makan.

Menurut den Hartog dan Van Staveren (1983), pangan selain untuk

memenuhi kebutuhan gizi tubuh, juga berperan dalam konteks budaya,

religi dan bahkan mistik. Preferensi pangan seseorang dapat berbeda antar

suku atau antar etnis dalam suatu bangsa. Konsumsi pangan,

sesungguhnya juga dipengaruhi aspek ketersediaan, daya beli masyarakat

dan pengetahuan gizi konsumen. Produksi pangan harus tersedia dengan

cukup agar dapat mencukupi kebutuhan akan pangan.

Menurut Kasno dkk (2006), tanaman umbi-umbian merupakan penghasil

protein nabati dan karbohidrat yang efisien, murah dan dapat digunakan

sebagai suplemen bahan pangan pokok beras dan terigu. Bahan pangan

dari umbi-umbian yaitu ubi kayu dan ubi jalar dalam bentuk segar

memiliki kandungan kalori dan protein yang rendah. Untuk memperoleh

kalori yang sama dengan beras, harus dikonsumsi ubi sebanyak 2–3 kali

beras. Sedangkan untuk memperoleh protein setara beras perlu dikonsumsi

(6)

Menurut Kasno dkk (2006), karakteristik rendah kalori ubi segar dapat

dihilangkan dengan memprosesnya menjadi bahan kering berupa irisan

atau tepung dengan kadar air setara beras dan aman simpan. Dengan bobot

yang sama ubi dalam bentuk kering atau tepung dapat memberikan kalori

yang sama dengan beras. Kelebihan dari tepung umbi itu sendiri adalah

ketahanan terhadap dehidrasi yang tinggi, sehingga produk pangan

yang dihasilkan dapat lebih lama di simpan, tanpa perubahan tekstur yang

berarti. Di samping itu tekstur yang halus, tidak berbau atau tidak apek,

lebih putih dari tepung sejenisnya mampu menghasilkan produk pangan

lebih enak, tekstur halus, namun renyah (utuk olahan kue-kue kering atau

makanan ringan biskuit, bolu, kue-kue basah, mie, dan

sebagainya) kelebihan lainnya adalah harga lebih murah dibandingkan

tepung-tepung lain yang berbasis impor.

2.1.1 Ubi Kayu

Menurut Sutrisno dan Edris (2009), ubi kayu (Manihot esculenta Crantz.)

merupakan salah satu pangan sumber karbohidrat pengganti beras karena

memiliki kandungan gizi yang mendekati beras. Konsumsi ubi kayu

sebagai pangan alternatif cukup penting dalam mewujudkan

penganekaragaman pangan karena ketersediaannya cukup banyak dan

(7)

lahan marjinal. Kandungan gizi yang terkandung dalam ubi kayu dapat

dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3. Kandungan gizi ubi kayu per 100 gram bahan

Zat Gizi Ubi Kayu Satuan

Ubi kayu merupakan penghasil karbohidrat yang efisien, murah dan dapat

digunakan sebagai bahan industri pembuatan tepung. Umumnya ubi kayu

diolah menjadi tepung tapioka dan gaplek. Namun saat ini telah dilakukan

pengembangan ubi kayu menjadi produk yang lebih bernilai tambah dan

dilaksanakan dengan menggunakan prinsip-prinsip bioteknologi. Produk

yang telah dihasilkan dari ubi kayu adalah Modified Cassava Flour (biasa

disebut Mocaf) yang menggunakan teknik fermentasi dengan mikroba

bakteri asam laktat (BAL). Teknologi ini terinspirasi oleh teknologi pada

pembuatan gatot makanan Indonesia dari ubi kayu dan cassava flour sour

(8)

kayu yaitu tepung tapioka, tepung gaplek dan tepung mocaf dapat dilihat

pada Tabel 4 (Rofiq dan Subagio, 2009).

Tabel 4. Kandungan gizi dari tepung ubi kayu per 100 gram bahan

Komposisi Tepung

Sumber : Depkes Gizi RI, 2000

Mocaf adalah produk produk dari ubi kayu yang diproses menggunakan

prinsip memodifikasi sel ubi kayu secara fermentasi. Mikrobia yang

tumbuh menyebabkan perubahan karakteristik tepung yang dihasilkan

berupa naiknya viskositas, kemampuan gelatinasasi, daya rehidrasi dan

kemudahan melarut. Mikroba juga menghasilkan asam-asam organik,

terutama asam laktat yang akan terimbibisi dalam bahan. Ketika bahan

tersebut diolah akan dapat menghasilkan aroma dan citarasa khas yang

dapat menutupi aroma dan citarasa ubi kayu yang cenderung tidak

menyenangkan konsumen. Selain proses fermentasi terjadi pula

kehilangan komponen penimbul warna, dan protein yang dapat

menyebabkan warna coklat ketika pengeringan. Dampaknya adalah warna

(9)

tepung ubi kayu biasa. Perbaikan kualitas tepung dipengaruhi oleh reaksi

biokimia selama fermentasi dengan bakteri asam laktat (BAL) (Suismono

dan Misgiarta, 2009).

Karakteristik ini membuat Mocaf sangat ideal digunakan sebagai

komposisi makanan dari produk-produk kering dan semi basah. Mocaf

cocok sekali untuk biskuit, kue, donat, campuran roti, campuran mie,

bakso, empek-empek dan kue-kue basah dan sebagainya. Sehingga sangat

berpotensi sebagai produk modern penyanding tepung terigu dan

komplemen tepung beras dan tepung gandum (Rofiq dan Subagio, 2009).

Mocaf juga mempunyai aspek kesehatan yang cukup menonjol, seperti

bebas gluten, kaya serat dan mudah difortifikasi. Ketiadaan gluten

menjadikan produk ini baik untuk penderita autis dan tidak menyebabkan

alergi yang terkadang muncul sebagai akibat mengkonsumsi gluten.

Mocaf juga kaya akan serat sehingga mempunyai efek sebagai prebiotik

yang membantu pertumbuhan mikroba menguntungkan dalam perut dan

cocok untuk penderita diabetes. Bentuknya yang tepung dengan

kandungan pati yang tinggi menjadikan Mocaf mudah untuk difortifikasi

dengan zat-zat gizi yang lain, sesuai dengan kebutuhan dari produk (Rofiq

(10)

2.1.2 Ubi Jalar

Ubi jalar (Ipomea batatas L.) berasal dari benua Amerika. Nikolai

Ivanovich Vavilov, seorang ahli botani Soviet, memastikan daerah

sentrum primer asal tanaman ubi jalar adalah Amerika Tengah. Ubi jalar

mulai menyebar ke seluruh dunia terutama Negara-negara beriklim tropis

pada abad ke-16. Orang-orang Spanyol menyebarkan ubi jalar ke kawasan

Asia terutama Filipina, Jepang, Indonesia. Pada tahun 1960-an penanaman

ubi jalar sudah meluas ke seluruh provinsi di Indonesia. Pada tahun 1968

Indonesia merupakan negara penghasil ubi jalar nomor empat di dunia

(Sri, 1997).

Ubi jalar merupakan komoditas sumber karbohidrat utama, setelah padi,

jagung dan ubi kayu, dan mempunyai peranan penting dalam penyediaan

bahan pangan, bahan baku industri maupun pangan ternak. Ubi jalar

dikonsumsi sebagai makanan tambahan atau sampingan, kecuali di Irian

Jaya dan Maluku, ubi jalar digunakan sebagai makanan pokok. Ubi jalar di

kawasan dataran tinggi Jayawijaya merupakan sumber utama karbohidrat

dan memenuhi hampir 90% kebutuhan kalori penduduk (Wanamarta,

1981).

Menurut Lingga (1984), ubi jalar dapat dimanfaatkan sebagai pengganti

makanan pokok karena merupakan sumber kalori yang efisien. Selain itu,

(11)

fosfor, besi dan kalsium. Di samping sumbangan vitamin dan mineral,

kadar karotin pada ubi jalar sebagai bahan utama pembentukan vitamin A

setaraf dengan karotin pada wortel. Kandungan vitamin A yang dicirikan

oleh umbi yang berwarna kuning kemerah-merahan. Kadar vitamin C

yang terdapat di dalam umbinya memberikan peran yang tidak sedikit bagi

penyediaan dan kecukupan gizi dan dapati dijangkau oleh masyarakat di

pedesaan. Dari kandungan gizinya, maka ubi jalar memiliki kesetaraan

dengan sumber pangan lain dan pada beberapa hal kandungan gizinya

lebih baik. Kandungan gizi ubi jalar disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Kandungan gizi Ubi Jalar di dalam 100 gram bahan

Komponen Gizi Umbi Putih Umbi Merah/Orange Umbi Kuning

Energi (kal) 123,0 123,0 136,0

Sumber : Depkes RI 1981 dalam Ditjen Bina Produksi Tanaman Pangan (2002).

Sebagai sumber karbohidrat, ubi jalar memiliki peluang sebagai subsitusi

bahan pangan utama, sehingga bila diterapkan mempunyai peran penting

(12)

beras. Pada saat krisis pangan akibat kegagalan panen maupun krisis

ekonomi, beras menjadi barang langka dan mahal karena harnganya

melonjak tinggi, sehingga tidak terjangkau oleh masyarakat miskin.

Sementara itu, kebutuhan pangan tidak bisa ditunda, maka masyarakat

baik di pedesaan maupun di perkotaan memerlukan alternatif pangan

nonberas. Ubi jalar sebagai makanan tambahan maupun makan selingan,

selain cocok dengan selera masyarakat, harganya jauh lebih murah

dibandingkan dengan harga beras. Meskipun konsumsi beras tidak

semuanya dapat disubsitusi oleh ubi jalar, namun dalam saat krisis pangan

pemanfaatan ubi jalar sebagai alternatif sumber karbohidrat untuk

mengatasi kelangkaan pangan sangat kompetitif dibandingkan dengan

bahan pangan lainnya (Zuraida dan Supriati, 2001).

Menurut Damardjati dan Widowati (1994), dalam pengembangan program

diversifikasi pangan untuk mendukung pelestarian swasembada pangan,

ubi jalar merupakan komoditas pangan yang mempunyai keunggulan

sebagai penunjang program tersebut. Ubi jalar mempunyai potensi yang

cukup besar untuk ditingkatkan produksinya dan umbinya dapat diproses

menjadi aneka ragam produk yang mampu mendorong pengembangan

agroindustri dalam diversifikasi pangan. Alternatif produk yang dapat

dikembangkan dari ubi jalar menurut Damardjati dan Widowati, 1994 ada

(13)

ubi rebus, ubi goreng, kolak, nagosari, geruk dan pie; (2) produk ubi jalar

siap santap, seperti kremes, saos, selai; (3) produk ubi jalar siap masak,

umunya berbentuk produk instan seperti sarapan chips, mie atau bihun;

(4) produk ubi jalar bahan baku, bentuk produk ini umumnya bersifat

kering, merupakan produk setengah jadi untuk bahan baku, awet dan tahan

disimpan lama, antara lain irisan ubi kering (gaplek), tepung dan pati.

Menurut Antarlina dalam Zuraida dan Supriati (1998), penggunaan ubi

jalar yang masih terbatas pada pengolahan ubi segar menjadi penganan

secara tradisional perlu diusahakan menjadi suatu produk untuk bahan

baku dalam industri makanan. Tepung ubi jalar merupakan produk ubi

jalar setengah jadi yang dapat digunakan sebagai bahan baku dalam

industri makanan dan juga mempunyai daya simpan yang lebih lama.

Kandungan gizi tepung ubi jalar jika dibandingkan dengan tepung terigu

pada kadar air 7% menunjukkan bahwa kadar protein dan lemak tepung

ubi jalar lebih rendah daripada tepung terigu, tetapi mempunyai kadar abu

dan serat lebih tinggi serta kandungan karbohidrat hampir setara, yaitu

dapat dilihat pada tabel 6. Kandungan serat yang lebih tinggi pada tepung

ubi jalar menyebabkan warna tepung tidak putih. Nilai kalori pada tepung

ubi jalar lebih rendah daripada tepung terigu. Ternyata campuran 50%

(14)

karena lebih disukai, rasa enak, warna menarik, dan mempunyai tingkat

kemanisan sedang.

Tabel 6. Kandungan Gizi Tepung Ubi Jalar dibandingkan dengan Tepung Terigu

Kandungan gizi Tepung ubi jalar Tepung terigu

Air (%) 7,00 7,00

Sumber : Antarlina, 1998

Ubi jalar merupakan salah satu umbi-umbian yang mudah dibudidayakan

di berbagai wilayah di Indonesia. Badan Ketahanan Pangan bekerjasama

dengan Yayasan Gizi Kuliner selama ini telah mengembangkan aneka

resep berbahan baku tepung ubi jalar menjadi aneka kudapan dan cemilan

modern dengan cita rasa yang lezat, diantaranya adalah kue lumpur ubi

keju, bakpau ubi ungu, tape ubi jalar, keripik dan gaplek ubi jalar (BKP,

2009).

2.1.3 Konsumsi dan Produksi

Konsumsi adalah setiap kegiatan memanfaatkan, menghabiskan kegunaan

barang maupun jasa untuk memenuhi kebutuhan demi menjaga

kelangsungan hidup. Sedangkan menurut Dumairy (2004) konsumsi

adalah pembelanjaan atas barang dan jasa yang dilakukan oleh rumah

tangga dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dari orang yang

(15)

dan barang-barang kebutuhan lain digolongkan pembelanjaan atau

konsumsi. Barang-barang yang diproduksi untuk digunakan memenuhi

kebutuhan dinamakan barang konsumsi.

Produksi merupakan suatu kegiatan yang dikerjakan untuk menambah

nilai guna suatu benda atau menciptakan benda baru sehingga lebih

bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan. Kegiatan menambah daya guna

benda tanpa mengubah bentuknya dinamakan produksi jasa sedangkan

kegiatan menambah daya guna suatu benda dengan mengubah sifat dan

bentuknya dinamakan produksi barang. Produksi bertujuan untuk

memenuhi kebutuhan manusia untuk mencapai kemakmuran.

Kemakmuran dapat tercapai jika tersedia barang dan jasa dalam jumlah

yang mencukupi (Soeharno, 2006).

2.2 Landasan Teori

Time Series (Data Berkala atau Data Deret Waktu) adalah data yang

dikumpulkan dari waktu ke waktu untuk menggambarkan perkembangan

suatu kegiatan atau sekumpulan hasil observasi yang diatur dan didapat

menurut aturan kronologis waktu, misalnya perkembangan produksi,

harga barang, hasil penjualan, jumlah penduduk, dan lainnya. Ada dua

tujuan dari analisis data berkala (Syukri, 2012):

a. Mengidentifikasi sifat dari fenomena diwakili oleh urutan pengamatan.

(16)

Kedua tujuan mengharuskan pola data berkala yang diamati diidentifikasi

terlebih dahulu. Dengan plot data ke dalam bentuk grafik dan melihat pola

yang terbentuk kita dapat menafsirkan dan kemudian menerapkan model

analisis yang sesuai untuk pola data tersebut untuk memprediksi kejadian

masa depan.

Analisis data deret waktu pada dasarnya digunakan untuk melakukan

analisis data yang mempertimbangkan pengaruh waktu. Data-data yang

dikumpulkan secara periodik berdasarkan urutan waktu, bisa dalam jam,

hari, minggu, bulan, kuartal dan tahun, bisa dilakukan analisis

menggunakan metode analisis data deret waktu. Analisis data deret waktu

tidak hanya bisa dilakukan untuk satu variabel (Univariate) tetapi juga

bisa untuk banyak variabel (Multivariate). Selain itu pada analisis data

deret waktu bisa dilakukan peramalan data beberapa periode ke depan

yang sangat membantu dalam menyusun perencanaan ke depan

(Syukri, 2012).

Analisis data berkala memungkinkan kita untuk mengetahui

perkembangan suatu atau beberapa kejadian serta pengaruhnya atau

hubungannya terhadap kejadian lain dan dapat pula membuat ramalan

berdasarkan garis regresi atau garis trend. Metode yang digunakan dalam

analisis data berkala adalah metode kuantitatif sehingga perlu diperhatikan

(17)

1. Ketersediaan informasi tentang masa lalu.

2. Informasi tersebut dapat dikuantitatifkan dalam bentuk data numerik.

3. Dapat diasumsikan bahwa beberapa aspek pola masa lalu akan terus

berlanjut di masa mendatang.

Menurut Supranto (2008), ada empat komponen pola gerakan atau variasi

data deret waktu adalah sebagai berikut:

1. Gerakan trend jangka panjang (long term movement or secular trend),

yaitu suatu gerakan yang menunjukkan arah perkembangan secara

umum (kecenderungan menaik/menurun). Perlu diketahui bahwa

garis trend sangat berguna untuk membuat peramalan yang sangat

diperlukan bagi perencanaan.

2. Gerakan siklus (cyclical movements), adalah gerakan jangka panjang

di sekitar garis trend (berlaku untuk data tahunan). Gerakan siklus ini

bisa terulang setelah jangka waktu tertentu (setiap 3 tahun, 5 tahun

atau lebih) dan bisa juga terulang dalam waktu yang sama.

3. Gerakan musiman (seasonal movements), adalah gerakan yang

mempunyai pola tetap dari waktu ke waktu. Walaupun pada

umumnya gerakan musiman terjadi pada data bulanan yang

dikumpulkan dari tahun ke tahun, gerakan musiman juga berlaku bagi

(18)

4. Gerakan yang tidak teratur atau acak (irregular or random

movements), adalah gerakan yang hanya terjadi sekali-kali dan tidak

mengikuti aturan tertentu dan karenanya tidak dapat diramalkan

terlebih dahulu.

Trend Turun

Gambat 1. Garis Trend Deret Waktu

Y=f(X)

Trend Naik

X

Waktu

X Waktu

Y=f(X)

Y=f(X Y=f(X)

(a) Trend Jangka Panjang

X X

(19)

Gambar 2. Komponen-komponen Data Deret Waktu

Trend melukiskan gerak data berkala selama jangka waktu yang panjang

atau cukup lama. Gerak ini mencerminkan sifat kontinuitas atau keadaan

yang serba terus dari waktu ke waktu selama jangka waktu tersebut.

Karena sifat kontinuitas ini, maka trend dianggap sebagai gerak stabil dan

menunjukkan arah perkembangan secara umum (kecenderungan

menaik/menurun). Trend sangat berguna untuk membuat peramalanan

(forecasting) yang merupakan perkiraan untuk masa depan yang

diperlukan bagi perencanaan. Trend dibedakan menjadi dua jenis, yakni

Trend Linier dan Trend Non Linier (Syukri, 2012).

Trend linier adalah merupakan model persamaan garis lurus yang

terbentuk berdasarkan titik-titik diagram pencar dari data selama kurun

waktu tertentu. Pada model trend ini garis vertikal (tegak) dinyatakan

sebagai jumlah perkembangan data yang akan dianalisis (y), dan untuk X X

(c) Trend Jangka Panjang, Gerakan Siklis dan Musiman

(d) Trend Jangka Panjang, Gerakan Siklis, Musiman dan Random (acak)

Y=f(X

(20)

garis horizontal (mendatar) dinyatakan sebagai waktu (x) (Supangat,

2007).

Analis trend linier dapat dilakukan dengan Metode Least Square (Metode

Kuadrat Terkecil). Trend dengan metode kuadrat terkecil diperoleh

dengan menentukan garis trend yang mempunyai jumlah terkecil dari

kuadrat selisih data asli dengan data pada garis trend. Dalam hal

menentukan nilai a dan b dengan menggunakan metode kuadrat terkecil

pada prinsipnya adalah membentuk persamaan normal Hesse, kemudian

perhatikan data yang tersedia, apakah jumlah data yang ada ganjil atau

genap, karena hal ini akan berpengaruh pada model penyelesaian

(Supangat, 2007).

Perhatian berikutnya adalah kapan waktu dasar ditetapkan, keberadaan

waktu dasar sangat berperan dalam menentukan nilai-nilai a dan b model

trend linier tersebut. Jika datanya ganjil atau genap, dan waktu dasar yang

ditetapkan berada pada posisi tertentu (tidak berada di tengah-tengah data

selama kurun waktu yang ditentukan), maka penyelesaiannya dikatakan

sebagai model penyelesaian dengan cara panjang (∑ 𝑥𝑥 ≠0), namun

demikian jika waktu dasar ditetapkan berada pada posisi di tengah-tengah

data selama kurun waktu yang ditentukan, maka model penyelesaian

dikatakan sebagai model penyelesaian cara pendek (∑ 𝑥𝑥 = 0), dengan

(21)

2.3 Kerangka Pemikiran

Pangan merupakan kebutuhan dasar bagi setiap individu untuk

mempertahankan hidup dan kehidupannya. Ketersediaan akan pangan

tersebut sangat tergantung oleh jumlah produksi dan jumlah konsumsi.

Pada masa sekarang ini kita tidak bisa lagi terus mengandalkan beras

sebagai konsumsi utama pangan karena ketersediaan pangan beras yang

semakin menurun, ditambah lagi jumlah penduduk yang semakin

meningkat.

Salah satu upaya alternatif yang ditempuh agar ketergantungan beras bisa

dikurangi serta pencapaian pola pangan yang memenuhi persyaratan

nutrisi adalah dikembangkannya diversifikasi pangan. Penanaman dan

pemanfaatan sumber pangan lokal terutama pangan non-beras selayaknya

menjadi bagian integral dari upaya memperkokoh ketahanan pangan

melalui kemandirian pangan. Salah satu pangan lokal yang dapat

digunakan untuk menjalankan program diversifikasi pangan tersebut

adalah umbi-umbian.

Program diversifikasi pangan di Sumatera Utara dengan mengkonsumsi

umbi-umbian disebut Manggadong. Umbian yang dimaksud dalam kajian

ini adalah ubi kayu dan ubi jalar. Ubi kayu dan ubi jalar merupakan bahan

pangan alternatif dan makanan pendamping nasi menuju ketahanan

(22)

makanan pendamping nasi tetapi juga diharapkan dapat dijadikan sebagai

menu makanan sehari-hari sehingga dapat terciptanya menu makanan

yang beragam dan berimbang yang tidak hanya mengkonsumsi beras

sebagai pangan pokok tunggal.

Ubi kayu dan Ubi jalar merupakan bahan pangan bersumber karbohidrat

tinggi setelah beras dan jagung. Ubi kayu dapat dikonsumsi langsung

ataupun diolah terlebih dahulu. Dari olahan ubi kayu dapat dibuat

beberapa aneka makanan yang enak dan baik untuk dikonsumsi. Sekarang

ini ubi kayu dapat dijadikan sebagai bahan baku pembuat tepung

termodifikasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan Tepung Mocaf

sebagai pengganti tepung terigu sehingga dari ubi kayu dapat dibuat

berbagai macam makanan seperti roti, kue dan lainnya.

Ubi jalar sangat membantu dalam diversifikasi pangan. Ubi jalar dapat

dikonsumsi langsung dan rasanya yang lebih enak dan gurih. Olahan

makanan dari ubi jalar tidak kalah banyak dengan olahan ubi kayu.

Banyak aneka makanan yang dibuat dengan bahan baku ubi jalar yaitu

keripik, kue, bolu dan makanan lainnya. Sehingga ubi kayu dan ubi jalar

banyak digunakan sebagai bahan baku industri makanan.

Langkah awal yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

mengidentifikasi pola data produksi dan konsumsi ubi kayu dan ubi jalar.

(23)

belas tahun yaitu dari tahun 1996-2010. Dari data yang diperoleh pola data

yang digunakan adalah gerak trend (kecenderungan). Kemudian

penentuan metode peralamalan yang digunakan yaitu metode gerak trend

yang linier. Setelah metode sudah ditentukan, kemudian dilakukan

peramalan untuk produksi dan konsumsi ubi kayu dan ubi jalar untuk

tahun 2015-2025.

Setelah hasil ramalan diperoleh maka dapat dilihat bagaimana pencapaian

produksi dan konsumsi ubi kayu dan ubi jalar. Hasil ramalan tersebut

dapat digunakan oleh pemerintah untuk membuat suatu kebijakan dalam

pengadaan ubi kayu dan ubi jalar sebagi bahan pangan alternatif untuk

meningkatkan diversifikasi pangan berbasis umbi-umbian dalam

(24)

Gambar 3. Skema Kerangka Pemikiran

Keterangan :

: Menyatakan Hubungan

: Menyatakan Pengaruh Ubi Kayu

Peramalan Produksi Ubi kayu dan Ubi Jalar

2015-2025 Produksi Ubi Kayu dan Ubi Jalar

(1996-2010)

Ubi Jalar

Konsumsi Ubi Kayu dan Ubi

Jalar (1996-2010)

Peramalan Konsumsi Ubi Kayu dan Ubi Jalar 2015-2025

Hasil Peramalan Produksi dan Konsumsi Ubi Kayu

(25)

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah dan landasan teori yang dibuat, maka

hipotesis dari penelitian ini adalah

1. Produksi dan konsumsi ubi kayu Sumatera Utara (2015-2025) akan

mengalami trend yang menaik.

2. Produksi dan konsumsi ubi jalar Sumatera Utara (2015-2025) akan

Gambar

Tabel 2. Kelompok Bahan Pangan Nasional
Tabel 3. Kandungan gizi ubi kayu per 100 gram bahan
Tabel 4. Kandungan gizi  dari tepung ubi kayu per 100 gram bahan
Tabel 5. Kandungan gizi Ubi Jalar di dalam 100 gram bahan
+3

Referensi

Dokumen terkait

(a) Bakso ayam (b) Fillet daging... bahan setengah jadi di simpan lama dalam kondisi beku seperti bakso, sosis, atau dapat juga disimpan dalam kondisi kering seperti

Ubi jalar sebagai bahan baku pada pembuatan tepung mempunyai keragaman jenis yang cukup banyak, yang terdiri dari jenis-jenis lokal dan beberapa varietas unggul.. Jenis-jenis

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya simpan pakan ayam broiler dalam bentuk pellet dengan bahan perekat tepung ubi jalar, tepung garut dan onggok serta

Bentuk setengah jadi, seperti tepung akan lebih awet disimpan dan fleksibel karena dapat digunakan sebagai bahan baku atau campuran tepung beras, ketan, atau terigu yang telah

Manajemen sumber daya manusia (MSDM) mempunyai berbagai maksud dan tujuan yang menjelaskan pentingnya manajemen sumber daya manusia dalam organisasi yang dapat

HENNY CROSITA LIMBONG (130304068), dengan judul Skripsi Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Ketersediaan dan Konsumsi Makanan Berpati (Ubi Kayu dan Ubi Jalar) di

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan diporeh hipotesi I dapat diterima dimana produksi dan konsumsi ubi kayu di Sumatera Utara mengalami trend yang menaik sedangkan

Sebagian besar produksi ubi jalar digunakan untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri sebagai bahan pangan, dan dalam jumlah yang lebih kecil juga dimanfaatkan sebagai pakan maupun