ANALISIS TIME SERIES PRODUKSI DAN KONSUMSI
PANGAN UBI KAYU DAN UBI JALAR DI SUMATERA
UTARA
SKRIPSI
OLEH:
MIMI HERI KARNI
090304103
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
ANALISIS TIME SERIES PRODUKSI DAN KONSUMSI
PANGAN UBI KAYU DAN UBI JALAR DI SUMATERA
UTARA
SKRIPSI
OLEH:
MIMI HERI KARNI
090304103
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana
di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan
KOMISI PEMBIMBING
Ketua Anggota
( Dr. Ir. Satia Negara Lubis M.Ec ) ( Sri Fajar Ayu, SP,MM, DBA NIP. 19630204199703 1 001 NIP. 19700827200812 2 001
)
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
ABSTRAK
Mimi Heri Karni “Analisis Time Series Konsumsi Pangan Ubi kayu dan Ubi Jalar di Sumatera Utara” yang dilakukan pada tahun 2013 dibawah bimbingan Bapak Dr.Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec serta Ibu Sri Fajar Ayu SP, MM, DBA.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis produksi serta produktivitas ubi kayu dan ubi jalar di Sumatera Utara (1996-2010), menganalisis konsumsi ubi kayu dan ubi jalar di Sumatera Utara (1996-2010), meramalkan produksi dan konsumsi ubi kayu dan ubi jalar di Sumatera Utara (2015-2025), dan menentukan alternatif kebijakan pangan dalam upaya meningkatkan diversifikasi pangan berbasis umbi-umbian di Sumatera Utara.
Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa wilayah penelitian ini termasuk sebagai sentra produksi pangan yang diteliti serta memiliki populasi penduduk yang cukup besar. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan diporeh hipotesi I dapat diterima dimana produksi dan konsumsi ubi kayu di Sumatera Utara mengalami trend yang menaik sedangkan untuk hipotesi II tidak diterima karena walaupun produksi ubi jalar di Sumatera Utara mengalami trend yang menaik, namun untuk konsumsi ubi jalar menalami trend yang menurun.
CURRICULUM VITAE
MIMI HERI KARNI, dilahirkan di Padangsidimpuan pada tanggal 21
November 1990 dari pasangan Bapak H. Muhammad Hendrik dan Ibu Hj.
Roswita Karni Pulungan. Penulis merupakan anak kedua dari 4
bersaudara.
Pendidikan yang pernah ditempuh penulis adalah :
1. Tahun 2002 lulus dari SD Negeri 200117 Padangsidimpuan
2. Tahun 2006 lulus dari SMP Negeri 4 Padangsidimpuan
3. Tahun 2009 lulus dari SMA Negeri 1 Padangsidimpuan
4. Tahun 2009 diterima sebagai mahasiswa pada Program Studi
Agribisnis Departemen Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara melalui jalur SMPTN
5. Bulan Juli-Agustus melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL)
di Desa Rawang Panca Pasar VI Kecamatan Rawang Panca Arga
Kabupaten Asahan
6. Bulan Januari-Maret 2013 melaksanakan penelitian untuk skripsi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
Rahmat dan KaruniaNya sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini
dengan baik. Adapun judul skripsi ini adalah Analisis Time Series
Produksi dan Konsumsi Pangan Ubi Kayu dan Ubi Jalar di Sumatera
Utara. Penelitian dilakukan di Kotamadya Medan.
Skripsi ini selesai berkat bantuan dan dukungan dari berbagai
pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak
yang telah mendukung penulis baik dari segi moril maupun materil, yakni:
1. Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec selaku Ketua Komisi
Pembimbing skripsi penulis.
2. Ibu Sri Fajar Ayu, SP, MM, DBA selaku Anggota Komisi
Pembimbing skripsi penulis.
3. Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS selaku Ketua Departemen SEP FP-
USU dan Dosen Wali Penulis selama kuliah di FP-USU.
4. Seluruh Dosen dan Pegawai Departemen SEP FP-USU.
5. Seluruh Instansi terkait yang telah membantu penulis dalam
memperoleh data-data selama penelitian.
Pada kesempatan ini, dengan hati yang tulus, penulis mengucapkan
terima kasih yang tak terhingga kepada ayahanda H. Mhd. Hendrik dan
Karni dan adik penulis Loly Heny Karni, Putri Syawalani Heny Karni dan
seluruh keluarga yang telah memberikan dorongan semangat dan curahan
perhatian yang tidak ternilai.
Selanjutnya, penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada
teman – teman penulis stambuk 2009, senior dan junior lainnya yang telah
membantu dan memberikan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga hasil karya atau skripsi
ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas,
pengembangan ilmu dan masyarakat.
Medan, Agustus 2013
DAFTAR ISI
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian ..……….. 28
3.2 Metode Pengumpulan Data ………. 28
3.3 Metode Analisis Data ………... 28
3.4 Defenisi dan Batasan Operasional ………. 31
3.4.1 Defenisi Operasional ……….. 31
3.4.2 Batasan Operasional ……….. 32
BAB IV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak dan Keadaan Geografis Sumatera Utara ………... 42
4.3 Keadaan Penduduk Sumatera Utara ………. 43
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Produksi serta Produktivitas Ubi Kayu dan Ubi Jalar
di Sumatera Utara (1996-2010) ……….. 45 5.2 Konsumsi Ubi Kayu dan Ubi Jalar di Sumatera Utara
(1996-2010) ……… 56 5.3 Peramalan Produksi serta Konsumsi Ubi Kayu dan Ubi Jalar
di Sumatera Utara (2015-2025) ………... 62 5.3.1 Peramalan Produksi dan Konsumsi Ubi Kayu ……… 62 5.3.2 Peramalan Produksi dan Konsumsi Ubi Jalar ………. 65 5.4 Alternatif Kebijakan untuk Meningkatkan Diversifikasi
Pangan Berbasis Umbi-umbian ……….. 70
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ……….. 77 6.2 Saran ………. 78
DAFTAR TABEL
No Keterangan Halaman
1. Tingkat Konsumsi Beras di Sumatera
Utara………
4. Kandungan Gizi Tepung Ubi kayu per 100 gr bahan………...
17
5. Kandungan Gizi Ubi jalar per 100 gr
bahan……….
20
6. Kandungan Gizi Tepung Ubi jalar dibandingkan Tepung
Terigu………..
22
7. Jumlah Penduduk Indonesia Tahun
2010……….
28
8. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan
Penduduk Menurut Kabupaten/Kota tahun 2010………
36
9. Produksi Ubi Kayu di Sumatera Utara (1996-2010)…………
37
10. Produktivitas Ubi Kayu di Sumatera Utara (1996-2010)…….
39
11. Produksi Ubi Jalar di Sumatera Utara (1996-2010)………….
43
12. Produktivitas Ubi Jalar di Sumatera Utara (1996-2010)……..
45
13. 14.
15.
Konsumsi Ubi Kayu di Sumatera Utara (1996-2010)………..
Konsumsi Ubi Jalar di Sumatera Utara (1996-2010)………...
16.
Angka Ramalan Produksi dan Konsumsi Ubi Kayu di Sumatera Utara (2015-2025)………
Angka Ramalan Produksi dan Konsumsi Ubi Jalar di Sumatera Utara (2015-2025)………
55
DAFTAR GAMBAR
No Keterangan Halaman
1. Garis Trend Deret
Waktu………
21
2. Komponen-komponen Data Deret
Waktu………
22
3. Skema Kerangka
Pemikiran……….
26
4. Produksi Ubi Kayu di Sumatera Utara (1996-2010)…………
38
5. Produktivitas Ubi Kayu di Sumatera Utara (1996-2010)…….
39
6. Produksi Ubi Jalar di Sumatera Utara (1996-2010)………….
44
7. Produktivitas Ubi Jalar di Sumatera Utara (1996-2010)……..
45
8. Konsumsi Ubi Kayu di Sumatera Utara (1996-2010)………..
49
9. Konsumsi Ubi Jalar di Sumatera Utara (1996-2010)………...
52
10 Ramalan Produksi dan Konsumsi Ubi Kayu di Sumatera Utara (2015-2025)………
56
11. Ramalan Produksi dan Konsumsi Ubi Jalar di Sumatera Utara (2015-2025)………
DAFTAR LAMPIRAN
No. Keterangan
1. Jumlah Penduduk Sumatera Utara (1996-2010)
2. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Ubi Kayu (1996-2010)
3. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Ubi Jalar (1996-2010)
4. Konsumsi Ubi Kayu Penduduk Sumatera Utara (1996-2010)
5. Konsumsi Ubi Jalar Penduduk Sumatera Utara (1996-2010)
6. Trend Produksi Ubi Kayu dengan Metode Least Square
7. Trend Produksi Ubi Jalar dengan Metode Least Square
8. Trend Konsumsi Ubi Kayu dengan Metode Least Square
9. Trend Konsumsi Ubi Jalar dengan Metode Least Square
10. Peramalan Produksi dan Konsumsi Ubi Kayu Sumatera Utara
(2015-2025)
11. Peramalan Produksi dan Konsumsi Ubi Jalar Sumatera Utara
ABSTRAK
Mimi Heri Karni “Analisis Time Series Konsumsi Pangan Ubi kayu dan Ubi Jalar di Sumatera Utara” yang dilakukan pada tahun 2013 dibawah bimbingan Bapak Dr.Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec serta Ibu Sri Fajar Ayu SP, MM, DBA.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis produksi serta produktivitas ubi kayu dan ubi jalar di Sumatera Utara (1996-2010), menganalisis konsumsi ubi kayu dan ubi jalar di Sumatera Utara (1996-2010), meramalkan produksi dan konsumsi ubi kayu dan ubi jalar di Sumatera Utara (2015-2025), dan menentukan alternatif kebijakan pangan dalam upaya meningkatkan diversifikasi pangan berbasis umbi-umbian di Sumatera Utara.
Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa wilayah penelitian ini termasuk sebagai sentra produksi pangan yang diteliti serta memiliki populasi penduduk yang cukup besar. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan diporeh hipotesi I dapat diterima dimana produksi dan konsumsi ubi kayu di Sumatera Utara mengalami trend yang menaik sedangkan untuk hipotesi II tidak diterima karena walaupun produksi ubi jalar di Sumatera Utara mengalami trend yang menaik, namun untuk konsumsi ubi jalar menalami trend yang menurun.
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak
meledaknya pertumbuhan penduduk dunia dan pengaruh perubahan iklim
global yang makin sulit diprediksi. Fluktuasi harga bahan bakar fosil yang
mencapai nilai US$ 150/barel, spekulasi harga bahan pangan dan fluktuasi
pendapatan rumah tangga turut memicu terjadinya krisis pangan. Pangan
bukan hanya sekedar menjadi komoditas ekonomi tetapi telah menjadi
komoditas politik yang memiliki dimensi sosial yang meluas. Di beberapa
negara, seperti Maroko, Senegal, Meksiko, Uzbekistan, Etiopia, Pantai
Gading, Papua Nugini, Mauritania, Yaman, Filipina dan Korea Utara,
krisis pangan telah menyulut gejolak sosial. Di dalam World Food Summit
pada tahun 1996, para pemimpin dunia bertekad untuk melawan kelaparan
dengan agenda menghapus 400 juta warga miskin dan lapar, tetapi hingga
tahun 2002, kecepatan pengentasan kemiskinan dan kelaparan hanya
mencapai 6 juta/tahun dari target 22 juta/tahun (Wiroto, 2003).
Di Indonesia, isu kelangkaan pangan dan malnutrisi di beberapa daerah
telah banyak diberitakan dan sangat ironi sekali bahwa daerah rawan
pangan dan terancam rawan pangan sebenarnya memiliki potensi sumber
saat ini, sudah barang tentu bahwa setiap negara akan mencukupi
kebutuhan negaranya masing-masing. Negara dengan surplus pangan pun
tidak akan serta merta untuk melakukan eksport, karena surplus akan
disimpan sebagai cadangan pangannya. Berbagai upaya dilakukan untuk
mempersiapkan diri menghadapi ancaman krisis global pangan.
Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2005 menunjukkan
bahwa sepertiga kecamatan di Indonesia yaitu berjumlah 5.570 kecamatan
mengalami masalah gizi serius. Sedangkan dari hasil pemetaan status
nutrisi terkini yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) bekerjasama
dengan Badan Pangan Dunia (World Food Programme/WFP) dan
AUSAID di 30 provinsi di Indonesia, diketahui bahwa persentase gizi
buruk masih lebih dari 30%. Tingkat relevansi malnutrisi tertinggi di
kecamatan-kecamatan yang berada di wilayah Sumatera Utara, Sumatera
Barat, Sumatera Selatan, Jambi, Jawa Timur, NTB, NTT dan Kalimantan
Barat. Tingkat konsumsi kalori penduduk juga masih kurang yaitu 1.700
kkal/kapita/hari, jauh lebih rendah dari standar internasional kebutuhan
kalori minimun orang dewasa yakni sebesar 2.100 kkal/kapita/hari.
Pada tahun 2004, peta rawan pangan (Food Insecurity Atlas)
dikelompokkan pada tiga dimensi ketahanan pangan yaitu ketersediaan
pangan, akses terhadap pangan dan penyerapan pangan. Hasil penyusunan
tahan pangan hingga sangat tahan pangan: Jawa; 3) Kondisi agak rawan
pangan: NTB, NTT, sebagian kecil Kalimantan Timur dan Kalimantan
Tengah; 4) Kondisi cukup rawan pangan hingga rawan pangan: Sumatera
Utara; 5) Kondisi rawan pangan: sebagian besar Kalimantan Barat; 6)
Kondisi agak rawan pangan hingga rawan pangan: sebagian besar
Sulawesi Tenggara dan Gorontalo; 7) Kondisi agak rawan pangan hingga
sangat rawan pangan : Maluku, Maluku Utara dan Papua (BKP, 2005).
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan menyebutkan
bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap
rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik
jumlah maupun mutu, aman, merata dan terjangkau. Pembangunan pangan
ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas sumberdaya
manusia sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan
nasional. Konsumsi pangan penduduk Indonesia masih belum memenuhi
kecukupan gizi. Kuantitas, kualitas dan keragaman pangan belum
memenuhi kaedah berimbang, karena masih didominasi oleh serealia
khususnya beras, sebaliknya kontribusi jagung, umbi-umbian,
kacang-kacangan, pangan hewani, sayur-sayuran dan buah-buahan masih sangat
kurang. Ketergantungan terhadap beras dapat diperlonggar dengan
penganekaragaman pangan melalui perubahan citra bahan pangan pokok
Program peningkatan ketahanan pangan dimaksudkan sebagai upaya
untuk menjaga ketersediaan pangan nasional (beras dan sumber bahan
pangan lain), agar dapat dipenuhi dan diproduksi domestik sehingga
mampu mengurangi ketergantungan akan impor. Sumatera Utara sebagai
daerah agraris yang memprioritaskan pertanian sebagai sektor andalan
pembangunan daerahnya, juga mengalami permasalahan kekurangan
pangan khususnya beras setiap tahunnya.
Maka untuk mengatasi hal tersebut pemerintah melakukan diversifikasi
pangan. Dengan dilakukannya program diversifikasi pangan di Sumatera
Utara membuat konsumsi beras di Sumatera Utara sejak beberapa tahun
terakhir mengalami penurunan. Penurunan konsumsi beras rata-rata 1,89%
per tahun diharapkan bisa meningkatkan ketahanan pangan di Sumatera
Utara. Data konsumsi beras dapat dilihat pada tabel 1. Penurunan
konsumsi beras ini dikarenakan pemerintah melakukan sosialisasi
peningkatan konsumsi bahan pangan nonberas seperti umbi-umbian,
kentang, sayuran dan bahan pangan lainnya (BKP, 2012).
Tabel 1. Tingkat Konsumsi Beras di Sumatera Utara
Tahun Konsumsi Beras (Kg/kapita)
2009 139,50
2010 136,85
2011 134,24
Satu diantaranya yaitu dengan membangkitkan kearifan lokal di Sumatera
Utara, yakni mengkonsumsi ubi sebelum makan nasi terutama ubi jalar,
dengan sebutan Manggadong (memakan ubi). Manggadong merupakan
program dari Badan Ketahanan Pangan Sumatera Utara untuk
mempercepat diversifikasi pangan berbasis sumber daya dan budaya lokal.
Program manggadong merupakan budaya leluhur yang sudah ada sejak
zaman orde baru dan merupakan kearifan lokal yang terdapat di daerah
Tapanuli. Umbi-umbian merupakan sumber karbohidrat yang mempunyai
potensi untuk dikembangkan sebagai bahan pangan alternatif (pengganti
beras dan tepung terigu). Tanaman umbi-umbian yang dimaksud dalam
kajian ini adalah ubi kayu dan ubi jalar.
Ubi kayu dan ubi jalar merupakan tanaman yang sudah lama dikenal dan
dibudidayakan oleh masyarakat di Indonesia. Hal tersebut tercermin dari
daerah penyebaran komoditas tersebut di hampir seluruh provinsi di
Indonesia. Sebagai bahan sumber karbohidrat, ubi kayu dan ubi jalar
banyak dimanfaatkan untuk bahan pangan, bahan pakan serta bahan baku
industri (pangan dan kimia).
Di Indonesia luas panen ubi kayu pada tahun 1999 mencapai 1,34 juta
hektar dan ubi jalar mencapai 0,167 juta hektar. Produksi ubi kayu dan ubi
jalar segar masing-masing sebesar 16,3 juta ton dan 1,627 ton, bahkan
tahun 2008. Produksi umbi-umbian di Sumatera Utara hingga oktober
2011 meningkat. Peningkatan terjadi pada produksi ubi kayu yang telah
mencapai 811.517 ton dan ubi jalar sebanyak 109.883 ton. Berdasarkan
data produksi ubi kayu yang mencapai 811.517 ton ini diperoleh dari luas
tanam 31.849 hektar dan panen 28.814 hektar. Sedangkan produksi ubi
jalar sebanyak 109.833 ton dari luas tanam 10.351 hektar dan panen 9.009
hektar (BPS, 2012).
Jumlah penduduk Sumatera Utara pada tahun 2010 yaitu 12.985.075 juta
jiwa (BPS, 2011) dengan pertumbuhan yang masih tinggi mendorong
Pemerintah untuk terus meningkatkan produksi ubi kayu sebagai bahan
pangan alternatif mendukung ketahanan pangan Nasional. Ubi kayu
banyak digunakan sebagai bahan pangan untuk dikonsumsi langsung
maupun digunakan sebagai bahan baku industri yang diolah menjadi
beranekaragam makanan dan maupun olahan setengah jadi yaitu tepung
Mocaf yang saat ini diharapkan mampu menjadi barang subsitusi
pengganti tepung terigu. Komoditi umbi-umbian sudah banyak
dikembangkankan oleh petani. Ini didukung dengan tingginya harga jual
dan permintaan pasar. Untuk peningkatan produksi ubi kayu, dibantu dari
beberapa perusahaan seperti PT Perkebunan Nusantara (PTPN) II yang
menyewakan lahannya hingga ribuan hektar ke petani di Kabupaten Deli
Seperti halnya ubi kayu, sebagian besar ubi jalar juga dimanfaatkan
sebagai bahan pangan, baik secara langsung (direbus, digoreng, dioven)
atau setelah melalui proses pengolahan (kue basah, kue kering, roti, mie,
selai). Hanya sebagian yang digunakan untuk bahan pakan dan baku
industri. Sejalan dengan Program Diversifikasi Pangan, ubi jalar yang
banyak mengandung karbohidrat, mineral dan vitamin ubi jalar juga
berpeluang dimanfaatkan sebagai sumber pangan alternatif (non beras),
bahkan dengan beberapa keunggulannya yaitu mengandung betakaroten,
antosianin, senyawa fenol dan serat pangan, ubi jalar juga dapat dijadikan
sebagai makanan untuk kesehatan.
Dengan keunggulan dan pemenuhan kebutuhan gizi yang cukup,
pengadaan ubi kayu dan ubi jalar sebagai pangan lokal alternatif yang
bersumber daya lokal cukup menjanjikan. Sehingga sebagai sumber
pangan alternatif yang digunakan oleh pemerintah Sumatera Utara untuk
mendukung ketahanan pangan nasional maka peneliti tertarik untuk
melihat bagaimana prospek produksi dan konsumsi ubi kayu dan ubi jalar
dimasa mendatang agar dapat digunakan sebagai input dalam menyusun
perencanaan dalam hal mendukung ketahanan pangan nasional.
1.2Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka
1. Bagaimana perkembangan produksi dan produktivitas ubi kayu dan
ubi jalar di Sumatera Utara Tahun 1996-2010?
2. Bagaimana perkembangan konsumsi pangan ubi kayu dan ubi jalar di
Sumatera Utara Tahun 1996-2010?
3. Bagaimana produksi dan konsumsi ubi kayu dan ubi jalar di Sumatera
Utara dari Tahun 2015 - 2025?
4. Apakah alternatif kebijakan pangan yang dapat diambil pemerintah
dalam upaya meningkatkan diversifikasi pangan berbasis
umbi-umbian di Sumatera Utara?
1.3Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah, maka tujuan penelitian adalah sebagai
berikut:
1. Untuk menganalisis produksi serta produktivitas ubi kayu dan ubi
jalar di Sumatera Utara 1996-2010.
2. Untuk menganalisis perkembangan konsumsi pangan ubi kayu dan
ubi jalar di Sumatera Utara tahun 1996-2010.
3. Untuk meramalkan produksi serta konsumsi ubi kayu dan ubi jalar di
Sumatera Utara Tahun 2015-2025.
4. Untuk dapat mengetahui alternatif kebijakan pangan dalam upaya
meningkatkan diversifikasi pangan berbasis umbi-umbian di Sumatera
1.4Kegunaan Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian, maka kegunaan penelitian adalah sebagai
berikut:
1. Sebagai sumbangan pemikiran dalam kajian produksi dan konsumsi
pangan terkait dengan upaya ketahanan pangan.
2. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi policy maker dalam
proyeksi kebutuhan pangan di masa mendatang serta dalam
penyusunan kebijakan pemantapan dan diversifikasi pangan.
3. Sebagai bahan referensi dan studi bagi pihak-pihak yang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA
PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Tinjauan Pusataka
Pangan merupakan elemen penting dalam siklus kehidupan dan menjadi
hak azasi manusia untuk mendapatkannya dalam jumlah dan mutu yang
diinginkan. Peran pangan yang sangat strategis tersebut mewajibkan
Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) untuk
mewujudkan ketahanan pangan yang sangat menentukan bagi
keberlanjutan kehidupan berbangsa dan bertanah air. Kewajiban tersebut
tercakup dalam amanat Undang-Undang No.7 Tahun 1996 tentang pangan
(Broto, 2008).
UU No. 7 Tahun 1996 ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah No.
68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan. Di Peraturan Pemerintah
tersebut disebutkan bahwa dalam rangka pemerataan ketersediaan pangan
ke seluruh wilayah dilakukan distribusi pangan melalui upaya
pengembangan sistem distribusi pangan secara efisien, dapat
mempertahankan keamanan, mutu dan gizi pangan serta menjamin
keamanan distribusi pangan. Disamping itu, untuk meningkatkan
ketahanan pangan dilakukan diversifikasi pangan dengan memperhatikan
teknologi pengolahan dan produk pangan dan peningkatan kesadaran
masyarakat untuk mengkonsumsi aneka ragam pangan dengan gizi
seimbang (Anonim, 2002).
Kegiatan diversifikasi pangan telah dirintis sejak awal tahun 60-an. Saat
itu pemerintah mulai menganjurkan konsumsi bahan-bahan pangan pokok
selain beras. Di akhir Pelita I (1974), secara eksplisit pemerintah
mencanangkan kebijakan diversifikasi pangan melalui Inpres No. 14
Tahun 1974 tentang Perbaikan Menu Makanan Rakyat dan disempurnakan
melalui Inpres No. 20 Tahun 1979 tentang Diversifikasi Pangan. Pada era
2000-an, pemerintah membentuk kelembagaan Badan Bimas Ketahanan
Pangan (yang kemudian menjadi Badan Ketahanan Pangan) dan dibentuk
pula Lembaga Fungsional Dewan Ketahanan Pangan (DKP) yang
langsung dipimpin oleh Presiden. Pada tahun 2004, 2005 dan 2006 dibuat
kesepakatan Gubernur, Walikota dan Bupati tentang perlunya upaya
diversifikasi pangan yang bertujuan untuk meningkatkan keanekaragaman
produksi bahan pangan segar maupun olahan, mengembangkan
kelembagaan pangan yang menjamin peningkatan produksi dan konsumsi
yang lebih beragam, mengembangkan bisnis pangan dan menjamin
ketersediaan gizi dan pangan bagi masyarakat (Marianto dan Baliwati,
Sebagian besar masyarakat Indonesia selama ini memenuhi kebutuhan
pangan sebagai sumber karbohidrat berupa beras. Ketergantungan
Indonesia terhadap beras yang tinggi, membuat ketahanan pangan nasional
sangat rapuh. Dari aspek kebijakan pembangunan makro, kondisi tersebut
mengandung resiko (rawan), yang juga terkait dengan stabilitas ekonomi,
sosial, dan politik. Salah satu kebijakan pembangunan pangan dalam
mencapai ketahanan pangan adalah melalui diversifikasi pangan, yang
dimaksudkan untuk memberikan alternatif bahan pangan sehingga
mengurangi ketergantungan terhadap beras (Husodo dan Muchtadi,
2004).
Penganekaragaman pangan, juga diharapkan akan memperbaiki kualitas
konsumsi pangan masyarakat, karena semakin beragam konsumsi pangan
maka suplai zat gizi lebih lengkap daripada jika didominasi oleh satu jenis
bahan saja. Pengertian penganekaragaman pangan mencakup peningkatan
jenis dan ragam pangan, baik dalam bentuk komoditas (bahan pangan),
pangan semi olahan dan olahan, maupun bentuk pangan yang siap saji.
Pendekatan penganekaragaman tersebut dalam program pembangunan
nasional dikenal dengan istilah diversifikasi horisontal dan vertikal.
Melalui pengembangan anekaragam budidaya pertanian (diversifikasi
horisontal) akan dihasilkan beragam pangan pokok seperti singkong, ubi,
pengembangan aneka produk pangan olahan akan dihasilkan produk
seperti tepung instan, kue, sereal, biskuit, bolu, dan sebagainya
(diversifikasi vertikal) (Briawan, dkk, 2004).
Bahan pangan yang dapat dikonsumsi sehari-hari dapat dikelompokkan
menjadi 9 (sembilan) kelompok besar. Jenis pangan pada masing-masing
kelompok dapat berbeda pada setiap daerah/kota sesuai sumberdaya
pangan yang tersedia. Secara Nasional bahan pangan dikelompokkan
sebagai berikut (Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi, 1998) :
Tabel 2. Kelompok Bahan Pangan Nasional
No. Kelompok Bahan Pangan Komoditi
1. Padi-padian Beras, jagung, sorghum dan terigu
2. Umbi-umbian Ubi kayu, ubi jalar, kentang, talas dan sagu. 3. Pangan Hewani Ikan, daging, susu dan telur
4. Minyak dan Lemak Minyak Kelapa, minyak sawit 5. Buah/biji berminyak Kelapa daging
6. Kacang-kacangan Kedelai, kacang tanah, kacang hijau 7. Gula Gula pasir, gula merah
8. Sayur dan buah Semua jenis sayuran dan buah-buahan yang biasa dikonsumsi
9. Lain-lain Teh, kopi, coklat, sirup, bumbu-bumbuan, makanan dan minuman jadi
Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi
Salah satu faktor penting yang mempengaruhi konsumsi pangan adalah
kebiasaan pangan. Kebiasaan pangan merupakan cara individu memilih
makanannya dan kemudian mengkonsumsinya sebagai respon terhadap
kebutuhan fisiologi, psikologi, sosial dan budaya. Ragam kebiasaan
makan di kalangan bangsa Indonesia tidak terlepas dari perbedaan sosial
orang Maluku mengkonsumsi sagu, orang Papua menyukai umbi-umbian,
sebagian penduduk Jawa ada yang makan tiwul dan sebagian besar bangsa
Indonesia mengkonsumsi nasi (Nikmawati, 1999).
Terdapat hubungan yang erat antara faktor budaya dan kebiasaan makan.
Menurut den Hartog dan Van Staveren (1983), pangan selain untuk
memenuhi kebutuhan gizi tubuh, juga berperan dalam konteks budaya,
religi dan bahkan mistik. Preferensi pangan seseorang dapat berbeda antar
suku atau antar etnis dalam suatu bangsa. Konsumsi pangan,
sesungguhnya juga dipengaruhi aspek ketersediaan, daya beli masyarakat
dan pengetahuan gizi konsumen. Produksi pangan harus tersedia dengan
cukup agar dapat mencukupi kebutuhan akan pangan.
Menurut Kasno dkk (2006), tanaman umbi-umbian merupakan penghasil
protein nabati dan karbohidrat yang efisien, murah dan dapat digunakan
sebagai suplemen bahan pangan pokok beras dan terigu. Bahan pangan
dari umbi-umbian yaitu ubi kayu dan ubi jalar dalam bentuk segar
memiliki kandungan kalori dan protein yang rendah. Untuk memperoleh
kalori yang sama dengan beras, harus dikonsumsi ubi sebanyak 2–3 kali
beras. Sedangkan untuk memperoleh protein setara beras perlu dikonsumsi
Menurut Kasno dkk (2006), karakteristik rendah kalori ubi segar dapat
dihilangkan dengan memprosesnya menjadi bahan kering berupa irisan
atau tepung dengan kadar air setara beras dan aman simpan. Dengan bobot
yang sama ubi dalam bentuk kering atau tepung dapat memberikan kalori
yang sama dengan beras. Kelebihan dari tepung umbi itu sendiri adalah
ketahanan terhadap dehidrasi yang tinggi, sehingga produk pangan
yang dihasilkan dapat lebih lama di simpan, tanpa perubahan tekstur yang
berarti. Di samping itu tekstur yang halus, tidak berbau atau tidak apek,
lebih putih dari tepung sejenisnya mampu menghasilkan produk pangan
lebih enak, tekstur halus, namun renyah (utuk olahan kue-kue kering atau
makanan ringan biskuit, bolu, kue-kue basah, mie, dan
sebagainya) kelebihan lainnya adalah harga lebih murah dibandingkan
tepung-tepung lain yang berbasis impor.
2.1.1 Ubi Kayu
Menurut Sutrisno dan Edris (2009), ubi kayu (Manihot esculenta Crantz.)
merupakan salah satu pangan sumber karbohidrat pengganti beras karena
memiliki kandungan gizi yang mendekati beras. Konsumsi ubi kayu
sebagai pangan alternatif cukup penting dalam mewujudkan
penganekaragaman pangan karena ketersediaannya cukup banyak dan
lahan marjinal. Kandungan gizi yang terkandung dalam ubi kayu dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3. Kandungan gizi ubi kayu per 100 gram bahan
Zat Gizi Ubi Kayu Satuan
Ubi kayu merupakan penghasil karbohidrat yang efisien, murah dan dapat
digunakan sebagai bahan industri pembuatan tepung. Umumnya ubi kayu
diolah menjadi tepung tapioka dan gaplek. Namun saat ini telah dilakukan
pengembangan ubi kayu menjadi produk yang lebih bernilai tambah dan
dilaksanakan dengan menggunakan prinsip-prinsip bioteknologi. Produk
yang telah dihasilkan dari ubi kayu adalah Modified Cassava Flour (biasa
disebut Mocaf) yang menggunakan teknik fermentasi dengan mikroba
bakteri asam laktat (BAL). Teknologi ini terinspirasi oleh teknologi pada
pembuatan gatot makanan Indonesia dari ubi kayu dan cassava flour sour
kayu yaitu tepung tapioka, tepung gaplek dan tepung mocaf dapat dilihat
pada Tabel 4 (Rofiq dan Subagio, 2009).
Tabel 4. Kandungan gizi dari tepung ubi kayu per 100 gram bahan
Komposisi Tepung
Sumber : Depkes Gizi RI, 2000
Mocaf adalah produk produk dari ubi kayu yang diproses menggunakan
prinsip memodifikasi sel ubi kayu secara fermentasi. Mikrobia yang
tumbuh menyebabkan perubahan karakteristik tepung yang dihasilkan
berupa naiknya viskositas, kemampuan gelatinasasi, daya rehidrasi dan
kemudahan melarut. Mikroba juga menghasilkan asam-asam organik,
terutama asam laktat yang akan terimbibisi dalam bahan. Ketika bahan
tersebut diolah akan dapat menghasilkan aroma dan citarasa khas yang
dapat menutupi aroma dan citarasa ubi kayu yang cenderung tidak
menyenangkan konsumen. Selain proses fermentasi terjadi pula
kehilangan komponen penimbul warna, dan protein yang dapat
menyebabkan warna coklat ketika pengeringan. Dampaknya adalah warna
tepung ubi kayu biasa. Perbaikan kualitas tepung dipengaruhi oleh reaksi
biokimia selama fermentasi dengan bakteri asam laktat (BAL) (Suismono
dan Misgiarta, 2009).
Karakteristik ini membuat Mocaf sangat ideal digunakan sebagai
komposisi makanan dari produk-produk kering dan semi basah. Mocaf
cocok sekali untuk biskuit, kue, donat, campuran roti, campuran mie,
bakso, empek-empek dan kue-kue basah dan sebagainya. Sehingga sangat
berpotensi sebagai produk modern penyanding tepung terigu dan
komplemen tepung beras dan tepung gandum (Rofiq dan Subagio, 2009).
Mocaf juga mempunyai aspek kesehatan yang cukup menonjol, seperti
bebas gluten, kaya serat dan mudah difortifikasi. Ketiadaan gluten
menjadikan produk ini baik untuk penderita autis dan tidak menyebabkan
alergi yang terkadang muncul sebagai akibat mengkonsumsi gluten.
Mocaf juga kaya akan serat sehingga mempunyai efek sebagai prebiotik
yang membantu pertumbuhan mikroba menguntungkan dalam perut dan
cocok untuk penderita diabetes. Bentuknya yang tepung dengan
kandungan pati yang tinggi menjadikan Mocaf mudah untuk difortifikasi
dengan zat-zat gizi yang lain, sesuai dengan kebutuhan dari produk (Rofiq
2.1.2 Ubi Jalar
Ubi jalar (Ipomea batatas L.) berasal dari benua Amerika. Nikolai
Ivanovich Vavilov, seorang ahli botani Soviet, memastikan daerah
sentrum primer asal tanaman ubi jalar adalah Amerika Tengah. Ubi jalar
mulai menyebar ke seluruh dunia terutama Negara-negara beriklim tropis
pada abad ke-16. Orang-orang Spanyol menyebarkan ubi jalar ke kawasan
Asia terutama Filipina, Jepang, Indonesia. Pada tahun 1960-an penanaman
ubi jalar sudah meluas ke seluruh provinsi di Indonesia. Pada tahun 1968
Indonesia merupakan negara penghasil ubi jalar nomor empat di dunia
(Sri, 1997).
Ubi jalar merupakan komoditas sumber karbohidrat utama, setelah padi,
jagung dan ubi kayu, dan mempunyai peranan penting dalam penyediaan
bahan pangan, bahan baku industri maupun pangan ternak. Ubi jalar
dikonsumsi sebagai makanan tambahan atau sampingan, kecuali di Irian
Jaya dan Maluku, ubi jalar digunakan sebagai makanan pokok. Ubi jalar di
kawasan dataran tinggi Jayawijaya merupakan sumber utama karbohidrat
dan memenuhi hampir 90% kebutuhan kalori penduduk (Wanamarta,
1981).
Menurut Lingga (1984), ubi jalar dapat dimanfaatkan sebagai pengganti
makanan pokok karena merupakan sumber kalori yang efisien. Selain itu,
fosfor, besi dan kalsium. Di samping sumbangan vitamin dan mineral,
kadar karotin pada ubi jalar sebagai bahan utama pembentukan vitamin A
setaraf dengan karotin pada wortel. Kandungan vitamin A yang dicirikan
oleh umbi yang berwarna kuning kemerah-merahan. Kadar vitamin C
yang terdapat di dalam umbinya memberikan peran yang tidak sedikit bagi
penyediaan dan kecukupan gizi dan dapati dijangkau oleh masyarakat di
pedesaan. Dari kandungan gizinya, maka ubi jalar memiliki kesetaraan
dengan sumber pangan lain dan pada beberapa hal kandungan gizinya
lebih baik. Kandungan gizi ubi jalar disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Kandungan gizi Ubi Jalar di dalam 100 gram bahan
Komponen Gizi Umbi Putih Umbi Merah/Orange Umbi Kuning
Energi (kal) 123,0 123,0 136,0
Sumber : Depkes RI 1981 dalam Ditjen Bina Produksi Tanaman Pangan (2002).
Sebagai sumber karbohidrat, ubi jalar memiliki peluang sebagai subsitusi
bahan pangan utama, sehingga bila diterapkan mempunyai peran penting
beras. Pada saat krisis pangan akibat kegagalan panen maupun krisis
ekonomi, beras menjadi barang langka dan mahal karena harnganya
melonjak tinggi, sehingga tidak terjangkau oleh masyarakat miskin.
Sementara itu, kebutuhan pangan tidak bisa ditunda, maka masyarakat
baik di pedesaan maupun di perkotaan memerlukan alternatif pangan
nonberas. Ubi jalar sebagai makanan tambahan maupun makan selingan,
selain cocok dengan selera masyarakat, harganya jauh lebih murah
dibandingkan dengan harga beras. Meskipun konsumsi beras tidak
semuanya dapat disubsitusi oleh ubi jalar, namun dalam saat krisis pangan
pemanfaatan ubi jalar sebagai alternatif sumber karbohidrat untuk
mengatasi kelangkaan pangan sangat kompetitif dibandingkan dengan
bahan pangan lainnya (Zuraida dan Supriati, 2001).
Menurut Damardjati dan Widowati (1994), dalam pengembangan program
diversifikasi pangan untuk mendukung pelestarian swasembada pangan,
ubi jalar merupakan komoditas pangan yang mempunyai keunggulan
sebagai penunjang program tersebut. Ubi jalar mempunyai potensi yang
cukup besar untuk ditingkatkan produksinya dan umbinya dapat diproses
menjadi aneka ragam produk yang mampu mendorong pengembangan
agroindustri dalam diversifikasi pangan. Alternatif produk yang dapat
dikembangkan dari ubi jalar menurut Damardjati dan Widowati, 1994 ada
ubi rebus, ubi goreng, kolak, nagosari, geruk dan pie; (2) produk ubi jalar
siap santap, seperti kremes, saos, selai; (3) produk ubi jalar siap masak,
umunya berbentuk produk instan seperti sarapan chips, mie atau bihun;
(4) produk ubi jalar bahan baku, bentuk produk ini umumnya bersifat
kering, merupakan produk setengah jadi untuk bahan baku, awet dan tahan
disimpan lama, antara lain irisan ubi kering (gaplek), tepung dan pati.
Menurut Antarlina dalam Zuraida dan Supriati (1998), penggunaan ubi
jalar yang masih terbatas pada pengolahan ubi segar menjadi penganan
secara tradisional perlu diusahakan menjadi suatu produk untuk bahan
baku dalam industri makanan. Tepung ubi jalar merupakan produk ubi
jalar setengah jadi yang dapat digunakan sebagai bahan baku dalam
industri makanan dan juga mempunyai daya simpan yang lebih lama.
Kandungan gizi tepung ubi jalar jika dibandingkan dengan tepung terigu
pada kadar air 7% menunjukkan bahwa kadar protein dan lemak tepung
ubi jalar lebih rendah daripada tepung terigu, tetapi mempunyai kadar abu
dan serat lebih tinggi serta kandungan karbohidrat hampir setara, yaitu
dapat dilihat pada tabel 6. Kandungan serat yang lebih tinggi pada tepung
ubi jalar menyebabkan warna tepung tidak putih. Nilai kalori pada tepung
ubi jalar lebih rendah daripada tepung terigu. Ternyata campuran 50%
karena lebih disukai, rasa enak, warna menarik, dan mempunyai tingkat
kemanisan sedang.
Tabel 6. Kandungan Gizi Tepung Ubi Jalar dibandingkan dengan Tepung Terigu
Kandungan gizi Tepung ubi jalar Tepung terigu
Air (%) 7,00 7,00
Sumber : Antarlina, 1998
Ubi jalar merupakan salah satu umbi-umbian yang mudah dibudidayakan
di berbagai wilayah di Indonesia. Badan Ketahanan Pangan bekerjasama
dengan Yayasan Gizi Kuliner selama ini telah mengembangkan aneka
resep berbahan baku tepung ubi jalar menjadi aneka kudapan dan cemilan
modern dengan cita rasa yang lezat, diantaranya adalah kue lumpur ubi
keju, bakpau ubi ungu, tape ubi jalar, keripik dan gaplek ubi jalar (BKP,
2009).
2.1.3 Konsumsi dan Produksi
Konsumsi adalah setiap kegiatan memanfaatkan, menghabiskan kegunaan
barang maupun jasa untuk memenuhi kebutuhan demi menjaga
kelangsungan hidup. Sedangkan menurut Dumairy (2004) konsumsi
adalah pembelanjaan atas barang dan jasa yang dilakukan oleh rumah
tangga dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dari orang yang
dan barang-barang kebutuhan lain digolongkan pembelanjaan atau
konsumsi. Barang-barang yang diproduksi untuk digunakan memenuhi
kebutuhan dinamakan barang konsumsi.
Produksi merupakan suatu kegiatan yang dikerjakan untuk menambah
nilai guna suatu benda atau menciptakan benda baru sehingga lebih
bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan. Kegiatan menambah daya guna
benda tanpa mengubah bentuknya dinamakan produksi jasa sedangkan
kegiatan menambah daya guna suatu benda dengan mengubah sifat dan
bentuknya dinamakan produksi barang. Produksi bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan manusia untuk mencapai kemakmuran.
Kemakmuran dapat tercapai jika tersedia barang dan jasa dalam jumlah
yang mencukupi (Soeharno, 2006).
2.2 Landasan Teori
Time Series (Data Berkala atau Data Deret Waktu) adalah data yang
dikumpulkan dari waktu ke waktu untuk menggambarkan perkembangan
suatu kegiatan atau sekumpulan hasil observasi yang diatur dan didapat
menurut aturan kronologis waktu, misalnya perkembangan produksi,
harga barang, hasil penjualan, jumlah penduduk, dan lainnya. Ada dua
tujuan dari analisis data berkala (Syukri, 2012):
a. Mengidentifikasi sifat dari fenomena diwakili oleh urutan pengamatan.
Kedua tujuan mengharuskan pola data berkala yang diamati diidentifikasi
terlebih dahulu. Dengan plot data ke dalam bentuk grafik dan melihat pola
yang terbentuk kita dapat menafsirkan dan kemudian menerapkan model
analisis yang sesuai untuk pola data tersebut untuk memprediksi kejadian
masa depan.
Analisis data deret waktu pada dasarnya digunakan untuk melakukan
analisis data yang mempertimbangkan pengaruh waktu. Data-data yang
dikumpulkan secara periodik berdasarkan urutan waktu, bisa dalam jam,
hari, minggu, bulan, kuartal dan tahun, bisa dilakukan analisis
menggunakan metode analisis data deret waktu. Analisis data deret waktu
tidak hanya bisa dilakukan untuk satu variabel (Univariate) tetapi juga
bisa untuk banyak variabel (Multivariate). Selain itu pada analisis data
deret waktu bisa dilakukan peramalan data beberapa periode ke depan
yang sangat membantu dalam menyusun perencanaan ke depan
(Syukri, 2012).
Analisis data berkala memungkinkan kita untuk mengetahui
perkembangan suatu atau beberapa kejadian serta pengaruhnya atau
hubungannya terhadap kejadian lain dan dapat pula membuat ramalan
berdasarkan garis regresi atau garis trend. Metode yang digunakan dalam
analisis data berkala adalah metode kuantitatif sehingga perlu diperhatikan
1. Ketersediaan informasi tentang masa lalu.
2. Informasi tersebut dapat dikuantitatifkan dalam bentuk data numerik.
3. Dapat diasumsikan bahwa beberapa aspek pola masa lalu akan terus
berlanjut di masa mendatang.
Menurut Supranto (2008), ada empat komponen pola gerakan atau variasi
data deret waktu adalah sebagai berikut:
1. Gerakan trend jangka panjang (long term movement or secular trend),
yaitu suatu gerakan yang menunjukkan arah perkembangan secara
umum (kecenderungan menaik/menurun). Perlu diketahui bahwa
garis trend sangat berguna untuk membuat peramalan yang sangat
diperlukan bagi perencanaan.
2. Gerakan siklus (cyclical movements), adalah gerakan jangka panjang
di sekitar garis trend (berlaku untuk data tahunan). Gerakan siklus ini
bisa terulang setelah jangka waktu tertentu (setiap 3 tahun, 5 tahun
atau lebih) dan bisa juga terulang dalam waktu yang sama.
3. Gerakan musiman (seasonal movements), adalah gerakan yang
mempunyai pola tetap dari waktu ke waktu. Walaupun pada
umumnya gerakan musiman terjadi pada data bulanan yang
dikumpulkan dari tahun ke tahun, gerakan musiman juga berlaku bagi
4. Gerakan yang tidak teratur atau acak (irregular or random
movements), adalah gerakan yang hanya terjadi sekali-kali dan tidak
mengikuti aturan tertentu dan karenanya tidak dapat diramalkan
terlebih dahulu.
Trend Turun
Gambat 1. Garis Trend Deret Waktu
Y=f(X)
Trend Naik
X
Waktu
X Waktu
Y=f(X)
Y=f(X Y=f(X)
(a) Trend Jangka Panjang
X X
Gambar 2. Komponen-komponen Data Deret Waktu
Trend melukiskan gerak data berkala selama jangka waktu yang panjang
atau cukup lama. Gerak ini mencerminkan sifat kontinuitas atau keadaan
yang serba terus dari waktu ke waktu selama jangka waktu tersebut.
Karena sifat kontinuitas ini, maka trend dianggap sebagai gerak stabil dan
menunjukkan arah perkembangan secara umum (kecenderungan
menaik/menurun). Trend sangat berguna untuk membuat peramalanan
(forecasting) yang merupakan perkiraan untuk masa depan yang
diperlukan bagi perencanaan. Trend dibedakan menjadi dua jenis, yakni
Trend Linier dan Trend Non Linier (Syukri, 2012).
Trend linier adalah merupakan model persamaan garis lurus yang
terbentuk berdasarkan titik-titik diagram pencar dari data selama kurun
waktu tertentu. Pada model trend ini garis vertikal (tegak) dinyatakan
sebagai jumlah perkembangan data yang akan dianalisis (y), dan untuk X X
(c) Trend Jangka Panjang, Gerakan Siklis dan Musiman
(d) Trend Jangka Panjang, Gerakan Siklis, Musiman dan Random (acak)
Y=f(X
garis horizontal (mendatar) dinyatakan sebagai waktu (x) (Supangat,
2007).
Analis trend linier dapat dilakukan dengan Metode Least Square (Metode
Kuadrat Terkecil). Trend dengan metode kuadrat terkecil diperoleh
dengan menentukan garis trend yang mempunyai jumlah terkecil dari
kuadrat selisih data asli dengan data pada garis trend. Dalam hal
menentukan nilai a dan b dengan menggunakan metode kuadrat terkecil
pada prinsipnya adalah membentuk persamaan normal Hesse, kemudian
perhatikan data yang tersedia, apakah jumlah data yang ada ganjil atau
genap, karena hal ini akan berpengaruh pada model penyelesaian
(Supangat, 2007).
Perhatian berikutnya adalah kapan waktu dasar ditetapkan, keberadaan
waktu dasar sangat berperan dalam menentukan nilai-nilai a dan b model
trend linier tersebut. Jika datanya ganjil atau genap, dan waktu dasar yang
ditetapkan berada pada posisi tertentu (tidak berada di tengah-tengah data
selama kurun waktu yang ditentukan), maka penyelesaiannya dikatakan
sebagai model penyelesaian dengan cara panjang (∑ � ≠0), namun
demikian jika waktu dasar ditetapkan berada pada posisi di tengah-tengah
data selama kurun waktu yang ditentukan, maka model penyelesaian
dikatakan sebagai model penyelesaian cara pendek (∑ � = 0), dengan
2.3 Kerangka Pemikiran
Pangan merupakan kebutuhan dasar bagi setiap individu untuk
mempertahankan hidup dan kehidupannya. Ketersediaan akan pangan
tersebut sangat tergantung oleh jumlah produksi dan jumlah konsumsi.
Pada masa sekarang ini kita tidak bisa lagi terus mengandalkan beras
sebagai konsumsi utama pangan karena ketersediaan pangan beras yang
semakin menurun, ditambah lagi jumlah penduduk yang semakin
meningkat.
Salah satu upaya alternatif yang ditempuh agar ketergantungan beras bisa
dikurangi serta pencapaian pola pangan yang memenuhi persyaratan
nutrisi adalah dikembangkannya diversifikasi pangan. Penanaman dan
pemanfaatan sumber pangan lokal terutama pangan non-beras selayaknya
menjadi bagian integral dari upaya memperkokoh ketahanan pangan
melalui kemandirian pangan. Salah satu pangan lokal yang dapat
digunakan untuk menjalankan program diversifikasi pangan tersebut
adalah umbi-umbian.
Program diversifikasi pangan di Sumatera Utara dengan mengkonsumsi
umbi-umbian disebut Manggadong. Umbian yang dimaksud dalam kajian
ini adalah ubi kayu dan ubi jalar. Ubi kayu dan ubi jalar merupakan bahan
pangan alternatif dan makanan pendamping nasi menuju ketahanan
makanan pendamping nasi tetapi juga diharapkan dapat dijadikan sebagai
menu makanan sehari-hari sehingga dapat terciptanya menu makanan
yang beragam dan berimbang yang tidak hanya mengkonsumsi beras
sebagai pangan pokok tunggal.
Ubi kayu dan Ubi jalar merupakan bahan pangan bersumber karbohidrat
tinggi setelah beras dan jagung. Ubi kayu dapat dikonsumsi langsung
ataupun diolah terlebih dahulu. Dari olahan ubi kayu dapat dibuat
beberapa aneka makanan yang enak dan baik untuk dikonsumsi. Sekarang
ini ubi kayu dapat dijadikan sebagai bahan baku pembuat tepung
termodifikasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan Tepung Mocaf
sebagai pengganti tepung terigu sehingga dari ubi kayu dapat dibuat
berbagai macam makanan seperti roti, kue dan lainnya.
Ubi jalar sangat membantu dalam diversifikasi pangan. Ubi jalar dapat
dikonsumsi langsung dan rasanya yang lebih enak dan gurih. Olahan
makanan dari ubi jalar tidak kalah banyak dengan olahan ubi kayu.
Banyak aneka makanan yang dibuat dengan bahan baku ubi jalar yaitu
keripik, kue, bolu dan makanan lainnya. Sehingga ubi kayu dan ubi jalar
banyak digunakan sebagai bahan baku industri makanan.
Langkah awal yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
mengidentifikasi pola data produksi dan konsumsi ubi kayu dan ubi jalar.
belas tahun yaitu dari tahun 1996-2010. Dari data yang diperoleh pola data
yang digunakan adalah gerak trend (kecenderungan). Kemudian
penentuan metode peralamalan yang digunakan yaitu metode gerak trend
yang linier. Setelah metode sudah ditentukan, kemudian dilakukan
peramalan untuk produksi dan konsumsi ubi kayu dan ubi jalar untuk
tahun 2015-2025.
Setelah hasil ramalan diperoleh maka dapat dilihat bagaimana pencapaian
produksi dan konsumsi ubi kayu dan ubi jalar. Hasil ramalan tersebut
dapat digunakan oleh pemerintah untuk membuat suatu kebijakan dalam
pengadaan ubi kayu dan ubi jalar sebagi bahan pangan alternatif untuk
meningkatkan diversifikasi pangan berbasis umbi-umbian dalam
Gambar 3. Skema Kerangka Pemikiran
Keterangan :
: Menyatakan Hubungan
: Menyatakan Pengaruh Ubi Kayu
Peramalan Produksi Ubi kayu dan Ubi Jalar
2015-2025 Produksi Ubi Kayu dan Ubi Jalar
(1996-2010)
Ubi Jalar
Konsumsi Ubi Kayu dan Ubi
Jalar (1996-2010)
Peramalan Konsumsi Ubi Kayu dan Ubi Jalar 2015-2025
Hasil Peramalan Produksi dan Konsumsi Ubi Kayu
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah dan landasan teori yang dibuat, maka
hipotesis dari penelitian ini adalah
1. Produksi dan konsumsi ubi kayu Sumatera Utara (2015-2025) akan
mengalami trend yang menaik.
2. Produksi dan konsumsi ubi jalar Sumatera Utara (2015-2025) akan
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1Metode Penentuan Daerah Penelitian
Daerah penelitian ditentukan secara teritorial atau wilayah yaitu di
wilayah Provinsi Sumatera Utara yang terdiri dari 33 Kabupatan/Kota dan
ditentukan secara purposive (sengaja) dengan mempertimbangkan bahwa
wilayah tersebut sebagai sentra produksi pangan yang diteliti serta
memiliki populasi penduduk yang cukup besar yaitu pada tahun 2010
jumlah penduduk Sumatera Utara sebesar 12.985.075 juta jiwa.
3.2Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah berupa data sekunder.
Data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini adalah produksi dan
produktivitas pangan ubi kayu dan ubi jalar; konsumsi pangan ubi kayu
dan ubi jalar dan jumlah penduduk. Data sekunder diperoleh dari
instansi-instansi terkait yaitu Badan Ketahanan Pangan Sumatera Utara dan Badan
Pusat Statistik Sumatera Utara. Data sekunder adalah data yang diperoleh
atau dikumpulkan oleh orang yang melakukan penelitian dari
sumber-sumber yang telah ada. Data ini, biasanya diperoleh dari perpustakaan atau
dari laporan-laporan peneliti terlebih dahulu. Data sekunder disebut juga
3.3Metode Analisis Data
Untuk menjawab identifikasi masalah pada point 1,2 dan 4, digunakan
analisis deskriptif yakni berupa penyajian data time series dengan
grafik/gambar dan penjelasan terhadap data yang diperoleh sesuai dengan
kondisi yang sebenarnya. Untuk menganalisis permasalahan pada point 1
dan 2 digunakan data lima belas tahun terakhir yaitu dari tahun 1996
sampai dengan tahun 2010.
Penelitian deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok
manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun
suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan penelitian deskriptif
adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis,
faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar
fenomena yang diselidiki (Nazir, 2005).
Untuk menjawab hipotesis yang merupakan identifikasi masalah pada
point 3 akan digunakan analisis Time Series, yakni Trend (Gerak Jangka
Panjang) dengan menggunakan cara Least Squares yang menggunakan
persamaan garis trend yang linier. Penggunaan metode ini didasarkan
karena data yang digunakan bersifat linier. Analisis Trend merupakan
suatu metode analisis yang ditujukan untuk melakukan suatu estimasi atau
peramalan pada masa yang akan datang. Metode ini dipilih dikarenakan
yang mampu untuk memperkirakan data setepat mungkin, atau perkiraan
yang mempunyai kesalahan sekecil mungkin. Kesalahan minimal tersebut
bisa diantisipasi dengan menggunakan cara Least Squares (kuadrat
minimum), yakni upaya untuk meminimumkan hasil kuadrat antara data
asli dengan data prediksi agar diperoleh ramalan yang lebih akurat.
Menurut Pasaribu (1981) persamaan nilai trend linier dapat di rumuskan
sebagai berikut :
y = a + bx
Dimana, nilai-nilai a dan b dapat dihitung dengan menggunakan
rumus-rumus berikut:
a = y – b x
Dimana :
y’ = Produksi Ubi Kayu dan Ubi Jalar, Konsumsi Ubi Kayu dan
Ubi Jalar
a = Koefisien Intercep
b = Koefisien Regresi dari x
x = Tahun (dinotasikan dengan angka)
n = Jumlah data time series
b = � ∑ �� −(∑ �) (∑ �)
Dimana : Model penyelesaian yang digunakan adalah Model penyelesaian
dengan cara pendek, yaitu : ∑ � = 0 (x = -7,-6, -5, -4, -3, -2, -1, 0, 1, 2, 3,
4, 5, 6, 7 sehingga ∑ � =0)
Maka rumus untuk mencari a dan b dapat dirubah menjadi :
dan
Setelah persamaan garis trend linier tersusun. Kemudian dapat diramalkan
garis trend linier untuk masa mendatang, maka nilai a dan b yang
diramalkan itu :
Dimana :
y* = produksi ubi kayu dan ubi jalar, konsumsi ubi kayu dan ubi
jalar untuk tahun yang diramalkan
a = Koefisien Intercep
b = Koefisien regresi dari x
x* = Tahun yang diramalkan (dinotasikan dengan angka)
3.4Defenisi dan Batasan Operasional
Untuk memperjelas dan menghindari kesalah pahaman dalam penelitian
ini, maka dibuat Defenisi dan Batasan Operasional : b = ∑ ��
∑ �² a = y
Defenisi :
1. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air
baik yang diolah maupun tidak, yang diperuntukan sebagai makanan
atau minuman bagi konsumsi manusia; termasuk didalamnya bahan
tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan
dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan
atau minuman.
2. Konsumsi Pangan adalah sejumlah makanan dan minuman yang
dimakan atau diminum penduduk atau seseorang dalam rangka
memenuhi kebutuhan hayati.
3. Produksi Pangan adalah kapasitas/kuantitas pangan yang dapat
disediakan pada suatu wilayah.
4. Pangan Pokok adalah pangan sumber karbohidrat yang sering
dikonsumsi secara teratur sebagai makan utama, selingan, sebagai
sarapan atau sebagai makan pembuka atau penutup.
5. Pangan Lokal adalah pangan yang diproduksi setempat (satu wilayah
atau daerah) untuk tujuan ekonomi dan atau konsumsi. Pangan lokal
tersebut berupa bahan pangan baik komoditas primer maupun
sekunder.
6. Ketersediaan Pangan adalah kondisi penyediaan pangan bagi
7. Diversifikasi pangan adalah usaha untuk menyediakan berbagai
ragam produk pangan baik dalam jenis maupun bentuk, sehingga
tersedia banyak pilihan bagi konsumen untuk menu makanan harian.
8. Kebijakan pangan berbasis umbi-umbian adalah kebijakan yang
diambil pemerintah untuk dapat meningkatkan ketahanan pangan
dengan mengkonsumsi umbi-umbian sebagai makanan pendamping.
9. Peramalan adalah suatu kegiatan yang memperkirakan apa yang akan
terjadi pada masa mendatang dengan menggunakan data masa lalu
dari sebuah variable atau kumpulan variabel dan dapat dijadikan
sebagai perencanaan untuk jangka waktu panjang.
Batasan Operasional :
1. Penelitian merupakan pengamatan, analisis serta peramalan terhadap
data time series produksi dan konsumsi ubi kayu serta ubi jalar di
Sumatera Utara.
2. Waktu penelitian dilakukan pada Tahun 2013.
BAB IV
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN
4.1Letak dan Keadaan Geografis Sumatera Utara
Provinsi Sumatera Utara berada di bagian Barat Indonesia, terletak pada
garis 1°-4° Lintang Utara dan 98°-100° Bujur Timur. Adapun batasan
wilayah Sumatera Utara adalah sebagai berikut :
- Sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam.
- Sebelah Timur berbatasan dengan Negara Malaysia di Selat
Malaka.
- Sebelah Selatan berbasan dengan Provinsi Riau dan Sumatera
Barat.
- Sebelah Barat berbatasan dengan Samudra Hindia.
Luas daratan Provinsi Sumatera Utara adalah 71.680,68 Km2, sebagian
besar berasa di Daratan Pulau Sumatera dan sebagian kecil berada di
Pulau Nias. Berdasarkan luas daerah menurut Kabupaten/Kota di
Sumatera Utara, luas daerah terbesar adalah Kabupaten Mandailing Natal
dengan luas 6.620,70 Km2 atau 9,24 % diikuti Kabupaten Langkat dengan
luas 6.263,29 atau 8,74 % kemudian diikuti Kabupaten Simalungun
Kota Sibolga dengan luas 10,77 Km2 atau sekitar 0,02 % dari total luas
wilayah Sumatera Utara.
4.2Gambaran Umum Tanaman Pangan Sumatera Utara
Di daerah Sumatera Utara, terdapat beragam jenis tanaman bahan pangan
yang dibudidayakan. Diantaranya yaitu tanaman pangan ubi kayu dan ubi
jalar. Ubi kayu dan ubi jalar banyak dibudidayakan di daerah Kabupaten
Simalungun, Kabupaten Serdang Bedagai, Kabupaten Deli Serdang,
Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupatan Dairi dan
Kabupaten Karo.
Produksi ubi kayu tertinggi pada tahun 2010 yaitu terdapat di daerah
Kabupaten Simalungun sebesar 353.950 Ton, kemudian Kabupaten
Serdang Bedagai sebesar 149.144 Ton, Kabupaten Deli Serdang sebesar
79.551 Ton, Kabupaten Nias Selatan sebesar 51.866 Ton dan Kabupaten
Tapanuli Utara sebesar 38.426 Ton. Kabupaten Simalungun merupakan
sentra produksi ubi kayu di Sumatera Utara yang dapat dilihat pada tahun
2010 dimana produksi ubi kayu sebesar 39,08 % dari total produksi
Sumatera Utara.
Sedangkan produksi ubi jalar pada tahun 2010 di Kabupaten Simalungun
50.736 Ton, kemudian di Kabupaten Nias Selatan sebesar 29.029 Ton,
Kabupaten Dairi sebesar 22.266 Ton, Kabupaten Tapanuli Utara sebesar
Kabupatan Simalungun bukan hanya sebagai sentra produksi ubi kayu
namun juga merupakan daerah yang menghasilkan produksi ubi jalar
tertinggi yaitu 28,28 % dari total produksi ubi jalar.
4.3Keadaan Penduduk Sumatera Utara
Menurut data dari Badan Pusat Statistik Sumatera Utara jumlah penduduk
Sumatera Utara pada tahun 2000 sebesar 11.513.973 jiwa. Laju
pertumbuhan penduduk Sumatera Utara tahun 1990-2000 adalah 1,32 %
per tahun, kemudian pada tahun selanjutnya yaitu 2000-2005 menjadi 1,35
% per tahun. Namun pada tahun 2005-2010 laju pertumbuhan penduduk
Sumatera Utara turun menjadi 1,2 % per tahun.
Kepadatan penduduk adalah perbandingan jumlah penduduk terhadap luas
lahan atau luas daerah. Kepadatan penduduk dinyatakan dengan satuan
Jiwa/Km. Sebagai catatan 1 Km2=100 Ha.
Jumlah penduduk Sumatera Utara tahun 2010 sebanyak 12.985.075 jiwa,
jika dibandingkan dengan lahan seluas 71.680,92 Km2 dapat digambarkan
kepadatan penduduk Provinsi Sumatera Utara adalah sebanyak 181
jiwa/Km2. Angka ini menggambarkan bahwa setiap 1 Km2 terdapat 181
jiwa. Secara rinci, jumlah penduduk dengan kepadatannya masing-masing
wilayah di Sumatera Utara beserta luas dari setiap wilayah tersebut dapat
Tabel 7. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2010
No. Kabupaten/Kota Luas Wilayah (Km2)
15. Humbang Hasundutan 2.297,20 171.687 75
16. Pakpak Barat 1.218,30 40.481 33
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Produksi serta Produktivitas Ubi Kayu dan Ubi Jalar di Sumatera
Utara
Berdasarkan data yang telah dikumpulkan, maka dapat dilihat besarnya
produksi serta produktivitas ubi kayu dan ubi jalar untuk wilayah
Sumatera Utara (1996-2010) pada tabel-tabel dan grafik-grafik dibawah
ini. Untuk produksi ubi kayu di Sumatera Utara (1996-2010) dapat dilihat
pada tabel berikut ini.
Tabel 8. Produksi Ubi Kayu di Sumatera Utara (1996-2010)
Tahun Produksi Ubi Kayu (Ton)
1996 421.460
Sumber : Lampiran 2
Dari Tabel 8 diatas, terlihat bahwa jumlah produksi ubi kayu Sumatera
sebesar 1.007.284 Ton dengan jumlah produksi terendah di tahun 2003
sebesar 411.990 Ton. Total produksi ubi kayu di sepanjang tahun
1996-2010 adalah sebesar 7.198,81 Ton dengan rata-rata produksi sebesar
479,92 Ton per tahun.
Kondisi produksi ubi kayu Sumatera Utara diatas untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada Gambar 5 berikut ini.
Gambar 5. Produksi Ubi Kayu di Sumatera Utara (1996-2010)
Pada Gambar 5, dapat dilihat bahwa perkembangan produksi ubi kayu
Sumatera Utara (1996-2010) mengalami keadaan yang fluktuatif, dimana
pada tahun 2003 terjadi penurunan produksi ubi kayu dan kemudian
terjadi lagi penurunan di tahun 2007 yang sebelumnya sempat mengalami
kenaikan pada tahun 2005 yaitu sebesar 509.796 Ton. Kemudian produksi
ubi kayu mengalami kenaikan dengan puncak produksi yakni pada tahun
2009. Meskipun kenaikan produksi ubi kayu dapat meningkat dengan
0 200000 400000 600000 800000 1000000 1200000
1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Produksi Ubi Kayu (Ton)
kenaikan yang sangat besar, namun pada tahun berikutnya produksi
kembali menurun. Sedangkan kondisi produktivitas ubi kayu di Sumatera
Utara tahun 1996-2010 dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 9. Produktivitas Ubi Kayu di Sumatera Utara (1996-2010)
Tahun Produktivitas Ubi Kayu (Kw/Ha)
1996 120
Sumber : Lampiran 2
Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa produktivitas ubi kayu tertinggi di
Sumatera Utara di sepanjang tahun 1996-2010 terjadi pada tahun 2010
yakni sebesar 279,51 Kw/Ha. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa dari
tahun 2008-2010 terjadi kenaikan produktivitas. Kenaikan ini tentunya
disebabkan oleh campur tangan pemerintah yang melakukan intensifikasi
tanaman dengan luas lahan yang berkurang namun produktivitas dapat
ditingkatkan. Sedangkan produktivitas terendah terjadi pada tahun 1998
Gambar 6. Produktivitas Ubi Kayu di Sumatera Utara (1996-2010)
Dari Gambar 6, tampak bahwa produktivitas ubi kayu sepanjang tahun
1996-2010 mengalami kondisi yang fluktuatif. Dimana, pertumbuhan
produksi ubi kayu yang terjadi dapat dikatakan meningkat, yakni dapat
dilihat dengan pergeseran angka produktivitas yang meningkat per
tahunnya. Berdasarkan kondisi produksi ubi kayu dapat dilihat bahwa
disepanjang tahun 1996-2010 produksi ubi kayu di Sumatera Utara tetap
mengalami peningkatan, hanya saja pada tahun 1996-2007 angka
produktivitas cenderung stabil dengan produksi yang rendah apabila
dibandingkan dengan tahun berikutnya. Dimana pada tahun 2008-2010
produksi meningkat sejalan dengan meningkatnya produktivitas ubi kayu.
Produksi ubi kayu pada tahun 2003 paling rendah dikarenakan luas panen
pada tahun tersebut berkurang dari tahun-tahun sebelumnya dimana luas
panen ubi kayu pada tahun 2003 sebesar 33.452 Ha (Lampiran 2). Namun
jika dilihat pada tahun 2010 dimana luas panen ubi kayu lebih rendah
0
1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Produktivitas Ubi Kayu (kw/Ha)
dibanding tahun 2003 yaitu sebesar 32.402 Ha (Lampiran 2) mampu
menghasilkan produksi yang jauh lebih besar.
Produksi ubi kayu dari tahun 1996-2001 mengalami peningkatan sebesar
86.059 Ton atau 20,42%. Peningkatan tersebut berbanding lurus dengan
luas panen, dimana luas panen dari tahun 1996-2001 mengalami
peningkatan sebesar 5.987 Ha atau 16,98%. Produktivitasnya juga
mengalami peningkatan sebesar 3 Kw/Ha atau 2,5%.
Selanjutnya produksi di tahun 2002-2005 mengalami penurunan dimana
pada tahun 2003 terjadi penurunan sebesar 95.529 Ton atau 18,82% dari
tahun 2001 dan merupakan produksi terendah disepanjang tahun
1996-2010. Penurunan produksi disebabkan luas panen yang berkurang sebesar
7.781 Ha atau 18,87% dari tahun 2001. Namun produksi kembali
meningkat di tahun 2005 sebesar 2.277 Ton atau 0,45% dari tahun 2001.
Adapun volume ekspor ubi kayu di tahun 2002, 2003 dan 2004
masing-masing sebesar 7.313,856 Ton, 6.508,744 Ton dan 11.409,803 Ton. Pada
tahun 2004 terjadi kenaikan ekspor ubi kayu dimana pada tahun tersebut
produksi ubi kayu meningkat yang diikuti peningkatan luas panen.
Produksi dari tahun 2006-2010 mengalami peningkatan. Namun
peningkatan produksi baru terjadi di tahun 2008, karena sebelumnya yaitu
tahun 2006 dan 2007 produksi menurun, dimana masing-masing 57.346
produktivitas dikarenakan luas panen pada tahun tersebut berkurang
sebesar 4.721 Ha dan 5.905 Ha atau sebesar 11,59% dan 14,50% dari
tahun 2005.
Untuk produksi tahun 2008 dan 2009 produksi meningkat sangat besar
yaitu 226.975 Ton dan 497.488 Ton atau sebesar 44,49% dan 97,59% dari
tahun 2005. Namun dapat dilihat bahwa jika dibandingkan dengan tahun
2001 dan 2005 dimana masing-masing luas panennya sebesar 41.233 Ha
dan 40.717 Ha sedangkan di tahun 2008 dan 2009 luas panen ubi kayu
hanya 37.941 Ha dan 38.611 Ha, mampu menghasilkan produksi yang
jauh lebih besar dengan produktivitas 194,19 Kw/Ha dan 260.88 Kw/Ha.
Sedangkan untuk produksi ditahun 2010 yang berkurang sebesar 101.713
Ton dari tahun 2009 dikarenakan luas panen yang berkurang sangat besar
dan merupakan luas panen terendah disepanjang tahun 1996-2010. Jika
dibandingkan tahun 2009, luas panen tahun 2010 berkurang sebesar 6.209
Ha atau 16,08%. Namun produktivitas di tahun 2010 lebih besar jika
dibanding 2009 yaitu sebesar 279,48%.
Dari analisis data-data tersebut dapat dilihat bahwa pada tahun 1996
produksi dan produktivitas ubi kayu masing-masing 421.460 Ton dan 120
Kw/Ha dan untuk tahun 2010 masing-masing sebesar 905.571 Ton dan