KAJIAN DAMPAK SISTEM PENGGAJIAN
TERHADAP KINERJA KARYAWAN
(Studi Kasus di PT. Mitrasatrya Perkasautama, Jakarta Utara)
Oleh :
ISTIANA SYAUMI
F34103122
2008
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
KAJIAN DAMPAK SISTEM PENGGAJIAN
TERHADAP KINERJA KARYAWAN
(Studi Kasus di PT. Mitrasatrya Perkasautama, Jakarta Utara)
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
ISTIANA SYAUMI
F34103122
Dilahirkan pada tanggal 13 Juni 1985
Di Serang
Tanggal Lulus : 12 Desember 2007
Menyetujui,
Bogor, Januari 2008
Dr. Ir. Aji Hermawan, MM.
Istiana Syaumi. F34103122. Kajian Dampak Sistem Penggajian Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Kasus di PT. Mitrasatrya Perkasautama, Jakarta Utara). Di bawah bimbingan Aji Hermawan. 2007.
RINGKASAN
Sistem penggajian adalah pengaturan dalam organisasi mengenai apa dan bagaimana harus dibayar atas pekerjaan yang mereka lakukan. Sistem penggajian mengatur imbalan berdasarkan seberapa baik karyawan sebagai individu, tim atau organisasi bekerja dan juga mengatur imbalan berdasarkan kontribusi, tingkat kemampuan (kompetensi) atau ketrampilan yang telah mereka capai. Pemberian upah yang adil dan layak dapat memberikan suatu dorongan agar karyawan sebagai pekerja mampu mencapai prestasi kerja yang lebih tinggi dibanding jika tidak memperoleh upah yang tidak adil dan layak.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh sistem penggajian yang diterapkan di perusahaan terhadap pemberdayaan karyawan, kepuasan kerja dan komitmen organisasi; serta mengkaji pengaruh pemberdayaan karyawan terhadap kepuasan kerja dan komitmen organisasi. Penelitian ini dilakukan kepada karyawan di divisi pemasaran di PT. Mitrasatrya Perkasautama.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah survei kuesioner dan wawancara dengan manajer dan karyawan di divisi pemasaran. Kuesioner disebarkan kepada 46 karyawan yang terdapat di beberapa kota pada tingkat Supervisor (SPV), Merchandiser (MD) dan Sales Promotion Girl (SPG). Kuesioner yang digunakan terdiri dari 60 pertanyaan yang bersifat tertutup. Teknik analisis yang digunakan adalah SEM (Structural Equation Modeling), dengan bantuan perangkat lunak LISREL (Linear Structural Relationship) 8.72, untuk mengetahui bentuk dan besar pengaruh antara variabel laten bebas, yaitu sistem penggajian, dengan variabel laten tidak bebas (terikat), yaitu pemberdayaan, kepuasan kerja dan komitmen organisasi.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa sistem penggajian mempengaruhi kinerja karyawan secara langsung terhadap kepuasan kerja dan komitmen organisasi tanpa melalui adanya variabel pemberdayaan. Pemberdayaan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap komitmen organisasi, tetapi tidak signifikan untuk kepuasan kerja.
Istiana Syaumi. F34103122. The Effect of Salary System on Employee Performance (A Case Study of PT. Mitrasatrya Perkasautama, Jakarta Utara). Supervised by Aji Hermawan. 2007.
SUMMARY
A salary system is a very important aspect in an organization. A good salary system can influence employees to perform better in organization.
The objectives of the research are to analyze the effects of salary system on empowerment, job satisfaction and organization commitment; and the effects of empowerment on job satisfaction and organization commitment. The respondents of the research were marketing employees at PT. Mitrasatrya Perkasautama.
The data collection techniques used were questionnaire survey and interview with the managers and the employees of the marketing division. The questionnaire were distributed to 46 employees in several regions at the level of Supervisor (SPV), Merchandiser (MD) and Sales Promotion Girl (SPG). The questionnaire consists of 60 closed questions. The analysis technique used is SEM (Structural Equation Modeling), implemented using the LISREL (Linear Structural Relationship) 8.72 software.
The result of the research shows that salary system influences directly job satisfaction and organization commitment, but it does not influence employee empowerment. Empowerment has a significant influence on commitment organization, but it has not a significant influence on job satisfaction.
RIWAYAT HIDUP PENULIS
menyelesaikan pendidikan di SMUIT Nurul Fikri Depok. Pada tahun yang sama,
penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) pada Fakultas
Teknologi Pertanian, Departemen Teknologi Industri Pertanian melalui jalur
SPMB.
Selama menjadi mahasiswa IPB, penulis pernah aktif di beberapa
organisasi, antara lain Biro Kastrat Departemen Agritech Badan Eksekutif
Mahasiswa FATETA IPB, Sekretaris Tim PR dan Marketing Badan Eksekutif
Mahasiswa FATETA IPB, Divisi PR Forum Bina Islam FATETA IPB dan
Koordinator Badan Khusus Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri
(HIMALOGIN) IPB serta pernah terlibat di berbagai kepanitian, seperti seminar,
expo dan pelatihan.
Pada tahun 2003, penulis membuat sebuah Karya Ilmiah sebagai salah satu
syarat kelulusan dari SMUIT Nurul Fikri dengan judul Nilai Gizi Tempe Ditinjau
dari Aspek Pengolahannya. Pada tahun 2006, penulis melakukan Praktek Lapang
di PT. MariGold Indokreasi, Jatiwarna-Bekasi dengan topik Manajemen Sumber
Daya Manusia. Pada tahun 2007, penulis melakukan penelitian di PT. Mitrasatrya
Perkasautama dengan judul skripsi Kajian Dampak Sistem Penggajian Terhadap
Kinerja Karyawan di PT. Mitrasatrya Perkasautama.
Penulis bernama lengkap Istiana Syaumi,
merupakan anak sulung dari empat bersaudara yang
terlahir dari pasangan Suhendar Sulaeman dan Marlina
Saraswati. Dilahirkan di Serang pada tanggal 13 Juni
1985. Pada tahun 1997, penulis menyelesaikan
pendidikan tingkat dasar di SDI Yasma PB Soedirman
I Jakarta Timur dan dilanjutkan di SLTPIT Nurul Fikri
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan
penelitian dan penulisan skripsi ini. Penulisan skripsi ini disusun berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan pada bulan Mei sampai Agustus 2007 di Divisi
Pemasaran, PT. Mitrasatrya Perkasautama, Jakarta Utara. Selama penelitian dan
penyusunan skripsi, saya mendapatkan banyak bantuan, bimbingan, fasilitas,
pengetahuan dan pengalaman yang sangat berharga dari berbagai pihak. Untuk
itu, pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Ir. Aji Hermawan, M.M. selaku dosen pembimbing yang banyak
memberikan bimbingan dan masukan untuk kesempurnaan penelitian dan
penulisan skripsi.
2. Dr. Ir. Yandra Arkeman, M. Eng dan Dr Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA
selaku dosen penguji atas saran dan arahan yang diberikan.
3. Papap, Mama, Isna, Sarah dan Tiara yang telah memberikan support selama
penulisan skripsi.
4. Bapak Miskam selaku Sales Manager PT. Mitrasatrya Perkasautama yang
telah memberikan banyak bantuan selama saya melakukan penelitian di
perusahaan.
5. Mba Ira, Mba Nova, Mba Erna selaku karyawan di PT. Mitrasatrya
Perkasautama.
6. Bapak Mawarkono dan Mbak Lena di pabrik yang banyak membantu dalam
pengumpulan data di pabrik.
7. Seluruh penghuni Darmaga Regensi B-10 : Laste, Maya, Gading, Mae atas
kebersamaannya selama tiga tahun dalam segala suasana.
8. For all my best friends that I ever had : Widhi, Niken, Farah, Nda, Echie,
Siska, Tika, Sylvi, Icha, Zidni, Difal, Urfi, Imeh. Thanks for all your helps
and supports.
9. Teman seperjuangan satu bimbingan: Oi, Lucia dan Temon. Fighting!!!
10.Seluruh teman-teman TIN 40 yang senasib dan seperjuangan, I’ll never forget
11.Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang turut membantu
dan memberikan dorongan hingga terselesaikannya penulisan skripsi ini.
Saya menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak
keterbatasan. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak
yang membutuhkan.
Bogor, Desember 2007
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ... i
Daftar Isi ... iii
Daftar Tabel ... vi
Daftar Gambar ... vii
Daftar Lampiran ... viii
I. Pendahuluan ... 1
A.Latar Belakang ... 1
B.Tujuan... 2
C.Ruang Lingkup... 2
II. Tinjauan Pustaka... 4
A.Kompensasi dan Sistem Penggajian... 4
B.Kinerja Karyawan ... 12
C.Hubungan antara Sistem Penggajian dan Kinerja Karyawan ... 16
D.Pemberdayaan ... 17
E.Kepuasan Kerja ... 21
F.Komitmen Organisasi ... 25
III. Metodologi Penelitian... 30
A.Kerangka Pemikiran ... 30
B.Variabel Penelitian ... 32
C.Perumusan Hipotesis ... 33
D.Metode Pengumpulan dan Pengujian Data ... 34
IV. Tinjauan Umum Perusahaan... 38
A.Sejarah Perusahaan... 38
B.Lokasi Perusahaan... 39
C.Struktur Organisasi Perusahaan ... 39
D.Ketenagakerjaan ... 40
E.Aspek Teknis Teknologis ... 42
F.Sistem Penggajian ... 45
V. Hasil dan Pembahasan... 52
A.Profil Responden ... 52
B.Deskripsi Pengaruh Sistem Penggajian terhadap Kinerja Karyawan... 56
1. Analisis Deskriptif ... 56
2. Uji Goodness of Fit Statistics ... 57
3. Hubungan antar Variabel ... 63
a. Hubungan antara Sistem Penggajian terhadap Pemberdayaan ... 66
b.Hubungan antara Sistem Penggajian terhadap Kepuasan Kerja ... 67
c. Hubungan antara Sistem Penggajian terhadap Komitmen Organiasasi... 67
d.Hubungan antara Pemberdayaan terhadap Kepuasan Kerja ... 68
e. Hubungan antara Pemberdayaan terhadap Komitmen Organisasi... 69
4. Analisis Variabel Individual ... 69
a. Variabel Laten Bebas (Sistem Penggajian)... 70
(1) Tingkat Penggajian ... 71
(2) Keadilan Internal... 71
(3) Keadilan Eksternal ... 72
(4) Basis Penggajian ... 72
(5) Sentralisasi-Desentralisasi... 73
(6) Proses Penggajian ... 73
b.Variabel Laten Terikat (Pemberdayaan) ... 74
(1) Kebermaknaan ... 75
(2) Kemampuan... 75
(3) Keberpengaruhan ... 76
c. Variabel Laten Terikat (Kepuasan Kerja) ... 76
d.Variabel Laten Terikat (Komitmen Organisasi)... 77
(1) Komitmen Afektif... 78
VI. Kesimpulan dan Saran... 81
A.Kesimpulan ... 81
B.Saran ... 81
Daftar Pustaka ... 83
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Variabel-Variabel Penelitian ... 33
Tabel 2. Jenis-Jenis Produk di PT. Mitrasatrya Perkasautama dan Ukurannya 45 Tabel 3. Deskripsi Statistik ... 56
Tabel 4. Hasil Estimasi Variabel Sistem Penggajian ... 71
Tabel 5. Hasil Estimasi Variabel Pemberdayaan ... 74
Tabel 6. Hasil Estimasi Variabel Komitmen Organisasi ... 78
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 30
Gambar 2. Langkah-Langkah dalam Structural Equation Modeling ... 37
Gambar 3. Diagram Alir Proses Pembuatan Produk ... 43
Gambar 4. Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 52
Gambar 5. Data Responden Berdasarkan Usia ... 53
Gambar 6. Data Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 54
Gambar 7. Data Responden Berdasarkan Masa Kerja ... 55
Gambar 8. Data Responden Berdasarkan Total Gaji Yang Diterima ... 55
Gambar 9. Diagram Path Parameter Estimasi Akhir ... 59
Gambar 10. Diagram Path Parameter Estimasi dengan Variabel Patokan ... 60
Gambar 11. Diagram Path t-Test ... 64
Gambar 12. Struktur Organisasi Divisi Marketing ... 120
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Job Description PT. Mitrasatrya Perkasautama ... 88
Lampiran 2. Job Description Divisi Marketing ... 102
Lampiran 3. Kuesioner ... 111
Lampiran 4. Struktur Organisasi ... 120
Lampiran 5. Goodness Of Fit ... 122
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sumber daya manusia adalah bagian penting dari suatu negara. Pada
tahun-tahun yang akan datang, terutama pada era globalisasi, peranan sumber
daya manusia sebagai pelaku ekonomi sangatlah besar, yaitu untuk
mendukung sektor industri sebagai penggerak utama pembangunan. Demi
tercapainya keberhasilan pembangunan di segala bidang, maka peningkatan
sumber daya manusia merupakan salah satu persyaratan utama dalam
peningkatan kinerja. Di samping itu, sumber daya manusia juga berpengaruh
pada pencapaian tujuan perusahaan karena dapat meningkatkan kinerja
karyawan dan kinerja perusahaan.
PT. Mitrasatrya Perkasautama merupakan salah satu perusahaan yang
bergerak di bidang agroindustri dengan produk utamanya adalah kacang, baik
kacang tanah maupun kacang mete, dan memiliki jumlah karyawan yang
cukup banyak. Untuk memenangkan persaingan antara perusahaan yang
sejenis, PT. Mitrasatrya Perkasautama harus selalu meningkatkan kualitas
sumber daya manusia untuk mencapai efisiensi operasi dan peningkatan
kinerja karyawan maupun operasi.
Dalam rangka meningkatkan kinerja karyawan, maka diperlukan suatu
faktor pendorong. Salah satu faktor pendorong tersebut adalah sistem
penggajian. Sistem penggajian yang diharapkan oleh perusahaan adalah sistem
penggajian yang dapat mengurangi biaya produksi dan mencapai tujuan
organisasi, sedangkan karyawan membutuhkan sistem penggajian yang adil
dan taat azas.
Sistem penggajian merupakan suatu proses untuk menentukan,
memonitor, mengembangkan, dan mengendalikan gaji staf atau karyawan
suatu perusahaan. Sedangkan tujuan dari sistem penggajian adalah untuk
merekrut dan mempertahankan staf yang berkualitas, meningkatkan semangat
kerja jika dilandasi taat azas dan adil, memotivasi serta meningkatkan prestasi
Penerapan sistem penggajian yang telah diterapkan di PT. Mitrasatrya
Perkasautama perlu dikaji kembali oleh perusahaan untuk dapat mengetahui
sejauh mana sistem penggajian tersebut mempengaruhi kinerja karyawan.
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis dampak sistem penggajian
terhadap kinerja karyawan, dengan berfokus pada karyawan di divisi
pemasaran PT. Mitrasatrya Perkasautama. Untuk melihat kinerja karyawan
secara individual, kepuasan kerja dan komitmen organisasi biasanya sering
digunakan sebagai pendekatan pengukuran kinerja. Beberapa riset
menunjukkan bahwa ada variabel antara yang dapat mempengaruhi kepuasan
kerja dan komitmen organisasi, yaitu pemberdayaan karyawan. Penggajian
diduga akan mempengaruhi pemberdayaan yang selanjutnya dapat
mempengaruhi kinerja karyawan, selain diduga memiliki pengaruh langsung
terhadap kinerja karyawan.
B. Tujuan
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan :
1. Mengkaji pengaruh sistem penggajian terhadap pemberdayaan karyawan.
2. Mengkaji pengaruh sistem penggajian terhadap kepuasan kerja.
3. Mengkaji pengaruh sistem penggajian terhadap komitmen organisasi.
4. Mengkaji pengaruh pemberdayaan terhadap kepuasan kerja.
5. Mengkaji pengaruh pemberdayaan terhadap komitmen organisasi.
C. Ruang Lingkup
Penelitian ini dilaksanakan dalam bentuk studi kasus di PT.
Mitrasatrya Perkasautama. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah
dengan menyebarkan kuesioner dengan responden sebanyak 46 orang dari
divisi pemasaran yang ada di perusahaan serta didukung oleh studi literatur
yang terkait dengan subjek penelitian. Penilaian kuesioner ini diukur dari sisi
self reported (mengisi sendiri). Tingkat jabatan para responden tersebut adalah
pada tingkat di bawah manajer pemasaran. Kajian masalah khusus ditekankan
pada dampak yang terjadi pada pengaruh hubungan antara sistem penggajian
kerja dan komitmen organisasi serta pada faktor sistem penggajian yang dapat
berdampak atau berpengaruh terhadap kinerja karyawan di perusahaan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut diantaranya adalah tingkat
penggajian, keadilan internal, keadilan eksternal, basis penggajian,
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kompensasi dan Sistem Penggajian
Salah satu fungsi manajemen personalia yang paling sulit adalah
penentuan tingkat kompensasi moneter (Flippo, 1990). Hal tersebut dianggap
penting bagi karyawan karena uang gaji sering kali merupakan alat
satu-satunya bagi kelangsungan hidup secara ekonomis dan juga merupakan salah
satu faktor yang menentukan status dalam masyarakat.
Pengertian dari kompensasi itu sendiri adalah semua bentuk kembalian
(return) finansial, jasa-jasa berwujud dan tunjangan-tunjangan yang diperoleh
karyawan sebagai bagian dari sebuah hubungan kepegawaian (Simamora,
1995).
Pemberian daya rangsangan kepada karyawan agar setiap karyawan
bersemangat melakukan tugasnya dengan baik, dengan perkataan lain
kompensasi adalah hal-hal atau usaha yang harus diperhatikan dan dibangun
untuk menggairahkan karyawan supaya rajin bekerja dan dapat mencapai hasil
yang lebih baik sehingga tercapai efektivitas kerja karyawan (Winardi, 1992).
Menurut Timpe (1991), pada umumnya program-program kompensasi
karyawan dirancang untuk melakukan tiga hal, yaitu : (1) untuk menarik
perhatian karyawan yang cakap ke dalam organisasi, (2) untuk memotivasi
mereka mencapai prestasi yang unggul dan (3) untuk menciptakan masa dinas
yang panjang.
Penentuan upah yang yang benar bukanlah proses yang sepenuhnya
objektif karena kebenaran juga menyangkut kewajaran dan keadilan. Ukuran
program kompensasi yang disarankan adalah sebagai berikut :
1. Tingkat upah yang berlaku di masyarakat, upah yang berlaku di
masyarakat dapat dipergunakan sebagai dasar untuk perbandingan dengan
susunan upah perusahaan. Walaupun biasanya dikemukakan beberapa
alasan yang berhubungan dengan pemilihan perusahaan yang akan diteliti
dan wilayah geografis yang diliput. Tingkat upah masyarakat adalah
2. Anggaran gaji dan upah. Sebagai tambahan untuk meyakinkan bahwa
perusahaan itu pada umumnya kompetitif dalam hal gaji, manajer juga
harus meyakinkan bahwa pengeluaran berada dalam batas-batas anggaran
yang dialokasikan. Pembayaran rata-rata karyawan dalam pekerjaan
tertentu dapat dibandingkan dengan titik tengah dalam rentang (range)
gaji. Pembayaran gaji atas dasar persepuluhan untuk setiap rentang akan
memberikan gambaran yang lebih lengkap. Batas jangkauan gaji untuk
setiap klasifikasi jabatan dimonitor oleh spesialis personalia dan harus
dimintakan persetujuan lini tertentu jika batas tersebut akan dilampaui.
3. Keluhan-keluhan (grievancies) sehubungan dengan pembayaran. Salah
satu sasaran dari setiap program upah dan gaji yang sistematis adalah
untuk mengurangi ketidakpuasan karyawan atas upah. Jumlah pengaduan
resmi dan tidak resmi yang diajukan oleh para karyawan adalah
merupakan petunjuk ketidakpuasan.
4. Penghasilan insentif; jumlah karyawan. Jumlah karyawan yang
memperoleh bonus yang melebihi tarif pembayaran standar merupakan
indeks efektivitas program pembayaran insentif.
5. Penghasilan insentif; jumlah penghasilan. Analisis atas jumlah penghasilan
insentif setiap karyawan akan memberikan data yang bernilai untuk
efektivitas suatu program insentif. Jika kita temukan bahwa sebagian besar
atau semua karyawan memperoleh jumlah bonus yang seragam,
kemungkinan kelompok itu telah menyetujui jumlah yang harus
dihasilkan.
6. Tunjangan, biaya setiap karyawan dapat dihitung sebagai persen dari gaji.
Persentase partisipasi dapat ditentukan bagi program sukarela untuk setiap
jabatan, tingkat organisasi atau departemen. Waktu perubahan haluan
setiap tuntutan memberikan informasi sehubungan dengan efisiensi unit
tunjangan.
Jenis-jenis kompensasi sebagai bentuk balas jasa yang menyatakan
penghargaan atau ganjaran sebagai kompensasi dibedakan sebagai berikut :
a. Kompensasi langsung
c. Insentif
Kompensasi langsung adalah kompensasi yang diberikan secara
langsung kepada karyawan dalam bentuk imbalan fisik berupa upah dan gaji,
sedangkan kompensasi tidak langsung berupa pelayanan dan keuntungan.
Insentif merupakan pemberian uang di luar gaji (Nawawi, 2000).
Hasibuan (2000) membagi secara lebih tegas jenis kompensasi sebagai
berikut :
a. Yang termasuk kompensasi langsung (direct compensation) adalah :
1. Gaji, adalah balas jasa yang dibayar secara periodik kepada karyawan
tetap serta mempunyai jaminan yang pasti.
2. Upah, adalah balas jasa yang dibayarkan kepada pekerja harian dengan
berpedoman atas perjanjian yang telah disepakati.
3. Upah insentif, adalah tambahan balas jasa yang diberikan kepada
karyawan tertentu yang prestasinya di atas prestasi standar.
b. Yang termasuk upah tidak langsung (indirect compensation atau employee
welfare) adalah benefit dan service, adalah kompensasi tambahan
(finansial atau non-finansial) yang diberikan berdasarkan kebijaksanaan
perusahaan terhadap semua karyawan dalam usaha untuk meningkatkan
kesejahteraan mereka, seperti tunjangan hari raya, uang pensiun, pakaian
dinas, kafetaria, mushola, olah raga, darmawisata, dan lain-lain
Kompensasi yang diberikan kepada karyawan bukan berdasarkan
selera pimpinan atau pemilik perusahaan, tetapi harus dipertimbangkan
berbagai hal yang logis dan adil sehingga dapat memberikan kesejahteraan
kepada karyawan.
Ada beberapa faktor yang menentukan keputusan akhir mengenai
jumlah gaji, diantaranya adalah : (1) permintaan dan penawaran atas
keterampilan karyawan, (2) organisasi buruh, (3) kemampuan perusahaan
untuk membayar, (4) produktivitas perusahaan dan perekonomian, (5) biaya
hidup, dan (6) pemerintah (Flippo, 1990).
Menurut Armstrong dan Murlis (2001) sistem penggajian adalah
pengaturan dalam organisasi mengenai apa dan bagaimana harus dibayar atas
berdasarkan seberapa baik karyawan sebagai individu, tim atau organisasi
bekerja dan juga mengatur imbalan berdasarkan kontribusi, tingkat
kemampuan (kompetensi) atau ketrampilan yang telah mereka capai.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penggajian dan tingkat
penggajian. Pertama adalah ukuran pekerjaan yang secara tradisional telah
menjadi faktor utama dalam penggajian yang meliputi tanggung jawab, tingkat
hirarki organisasi, pengetahuan wajib, kemampuan atau kompetensi, kontak
eksternal, kerumitan, dan pengambilan keputusan. Kedua adalah karakteristik
masing-masing individu seperti umur, pengalaman, kualifikasi, kemampuan
khusus, kontribusi, dan prestasi merupakan faktor yang signifikan. Ketiga
adalah faktor pasar pekerja, seperti penawaran dan permintaan akan
kemampuan tertentu. Keempat adalah kondisi pasar produk dan struktur biaya
karyawan, seperti posisi di dalam pasar, profitabilitas serta strategi, dan ambisi
pasar memiliki pengaruh yang besar dalam strategi penggajian. Kelima adalah
filosofi penggajian dalam organisasi juga memiliki pengaruh dalam tingkat
penggajian.
Menurut Lawler (1984), terdapat dua dimensi dalam
mempertimbangkan desain strategi untuk sistem penggajian. Pertama adalah
dimensi struktural (praktek dan prosedur formal) dan yang kedua adalah
dimensi proses (komunikasi dan proses pengambilan keputusan). Dalam
hubungannya dengan dimensi struktural, ada beberapa hal yang termasuk di
dalamnya, yaitu :
1. Basis penggajian; karyawan digaji berdasarkan pekerjaan yang mereka
lakukan atau berdasarkan kemampuan atau kompetensi yang mereka
miliki, penggajian yang berdasarkan kompetensi lebih cocok diterapkan
pada organisasi yang memiliki tenaga kerja tetap yang berorientasi
terhadap pembelajaran.
2. Penggajian berdasarkan kinerja; karyawan digaji berdasarkan senioritas
atau kinerja, dikarenakan oleh masalah pengimplementasian skema
berbasis kinerja, beberapa organisasi lebih banyak menggunakan
menggunakan basis kinerja maka keputusan yang diambil harus dibuat
berdasarkan tingkah laku dan bagaimana mereka dapat dihargai.
3. Posisi pasar; posisi pasar dan pendirian dari organisasi mempengaruhi
iklim organisasi tersebut, jika manajemen perusahaan merasa penting
untuk menjadi pemain utama dengan tingkat penggajian yang diterapkan
di atas kompetitornya maka akan ada sistem penggajian yang berbeda
yang akan dihormati oleh para karyawan.
4. Perbandingan antara kedilan internal dan eksternal; keadilan internal ini
maksudnya adalah jika seseorang dengan pekerjaan yang sama akan digaji
dengan jumlah yang sama walaupun mereka berada di daerah yang
berbeda atau perusahaan yang berbeda, keadilan eksternal lebih berfokus
terhadap pasar pekerja sebagai faktor utama untuk tingkat penggajian.
5. Strategi penggajian sentralisasi-desentralisasi; organisasi yang menerapkan
startegi sentralisasi biasanya memiliki Departemen Sumber Daya Manusia
yang mengatur standardisasi penggajian dan tata cara penggajian, hal ini
menciptakan perasaan akan keadilan internal dan nilai bagi para karyawan,
pada organisasi yang menerapkan strategi desentralisasi akan mengizinkan
adanya fleksibilitas untuk keputusan-keputusan tertentu.
6. Tingkat hirarki; manajemen perusahaan dapat memilih apakah mereka
akan memakai pendekatan hirarki untuk penggajian (karyawan digaji
sesuai dengan posisinya pada tingkat hirarki dan biasanya ditandai dengan
status mereka) atau pendekatan sederajat (yang berdasarkan kerja tim dan
lebih sedikit simbol status)
7. Gabungan penggajian; hal ini berkenaan dengan gaji yang diberikan
kepada masing-masing individu (keuntungan, simbol status, dll) atau
memang berdasarkan pilihan dari karyawan melalui pendekatan
cafetaria-style
Ada dua kunci utama di dalam dimensi proses sistem penggajian, yaitu :
1. Kebijakan komunikasi; seberapa jauh seorang karyawan menginginkan
kebijakan komunikasi yang terbuka atau tertutup dalam penggajian
tergantung dari filosofinya, pada beberapa organisasi keterbukaan
2. Praktek pengambilan keputusan; dalam hal ini karyawan dilibatkan atau
tidak pada pembuatan desain sistem dan administrasi, melibatkan
karyawan dan wakil dari mereka akan meningkatkan rasa penerimaan
dalam setiap perubahan karena mereka memiliki hak legitimasi yang
diberikan untuk hasil akhir keputusan tersebut.
Menurut beberapa pendapat, struktur penggajian memiliki pengertian
sebagai berikut :
a. Susunan tingkat penggajian untuk pekerjaan atau keterampilan (skill) yang
berbeda dalam suatu organisasi. Jumlah tingkatan mencerminkan
perbedaan dalam tingkatan penggajian (Milkovich dan Newaman, 2002).
b. Framework dalam suatu organisasi yang menggambarkan dalam
perbedaan tingkatan penggajian atau kelompok jabatan, yang didasarkan
atas penilaian dari nilai relatif internal dan eksternal (market rate)
(Armstrong dan Murlis, 2001).
c. Perbedaan tingkat penggajian untuk jabatan-jabatan yang memiliki nilai
yang tidak sama dan merupakan suatu kerangka untuk memberikan
perbedaan pengakuan kontribusi individu karyawan (Martocchio, 2002).
d. Merupakan tingkat gaji untuk jabatan-jabatan yang terdapat dalam
perusahaan yang didasarkan pada perbedaan keterampilan dan tanggung
jawab serta dipengaruhi oleh kondisi pasar tenaga kerja (Armstrong,
1984).
Dari keempat definisi di atas dapat dikatakan bahwa struktur penggajian
mencerminkan perbedaan tingkat penggajian yang ditetapkan oleh suatu
organisasi berdasarkan jabatan, keterampilan, kompetensi maupun kontribusi
karyawan terhadap organisasi.
Fungsi dari struktur penggajian dalam organisasi merupakan suatu
dasar yang konsisten dan adil untuk memberikan motivasi dan reward kepada
karyawan, sehingga organisasi memiliki suatu kerangka yang didesain secara
logic memiliki keseimbangan internal dan daya saing internal serta kebijakan
yang diputuskan dapat diimplementasikan (Armstrong dan Murlis, 2001).
Salah satu pendapat tentang konsep struktur penggajian
yang perlu ditetapkan yaitu tingkat gaji (pay level) dan struktur gaji (pay
structure). Alat administrasi yang digunakan dalam penetapan tingkat gaji
adalah market pay surveys sedangkan alat administrasi struktur penggajian
adalah evaluasi jabatan. Dalam tingkat gaji fokus yag diarahkan pada
terjadinya keseimbangan eksternal sedangkan struktur penggajian memiliki
fokus pada keseimbangan internal.
Menurut Ivancevich (2001) dalam penetapan besaran gaji bagi seorang
karyawan harus memperhatikan tiga hal. Ketiga hal tersebut adalah sebagai
berikut :
a. Karyawan yang bekerja pada jabatan yang sama dalam organisasi yang
berlainan (group A).
b. Karyawan yang bekerja pada jabatan yang berbeda dalam organisasi yang
sama (group B).
c. Karyawan yang bekerja pada jabatan yang sama dalam organisasi yang
berbeda (group C).
Keputusan penetapan gaji pada group A disebut sebagai keputusan tingkat
penggajian (the pay-level desicion), yang bertujuan untuk menjaga persaingan
organisasi dalam pasar tenaga kerja. Alat yang digunakan untuk pengujian ini
adalah survey penggajian, market pricing atau benchmarking. Keputusan
penetapan gaji pada group B disebut sebagai keputusan struktur penggajian
(the pay-structure desicion) yang membandingkan secara relatif antara suatu
jabatan dengan seluruh jabatan yang ada dalam organisasi. Pendekatan yang
dilakukan untuk hal ini adalah evaluasi jabatan. Sedangkan keputusan untuk
penetapan gaji pada group C disebut sebagai penetapan pembayaran individu
(individual pay determination).
Sistem penggajian merupakan suatu proses untuk menentukan,
memonitor, mengembangkan, dan mengendalikan gaji staf atau karyawan
suatu perusahaan. Menurut Armstrong dan Murlis (1993), sistem penggajian
yang baik memiliki keuntungan sebagai berikut :
• Sebagai usaha untuk merekrut dan mempertahankan staf yang berkualitas
• Meningkatkan semangat, jika dilandasi taat asas dan adil
• Jika sistem penggajian tersebut efektif, biaya penggajian dapat
diminimumkan dengan adanya prosedur tertentu
Adapun yang dimaksud dengan struktur penggajian ialah jajaran,
rentang atau tingkatan gaji suatu perusahaan dengan skala gaji tertentu untuk
berbagai kelompok pekerjaan. Gaji yang dimaksud di atas adalah imbalan jasa
secara menyeluruh, di mana terdapat pengelolaan semua aspek upah dan
tunjangan karyawan secara menyeluruh sesuai dengan kebutuhannya
(Armstrong dan Murlis, 1993).
Berdasarkan survey mengenai benefit yang diberikan perusahaan yang
dilakukan oleh HayGroup kepada karyawan berbagai perusahaan yang
menjadi respondennya, didapatkan data sebagai berikut :
1. Lebih dari 75 persen responden memberikan benefit sebagai berikut :
- Cuti tahunan
- Cuti melahirkan
- Perawatan rumah sakit
- Kesehatan
- Kesehatan gigi
- Perjalanan bisnis
- Tunjangan pensiun/tabungan/jaminan sosial
- Kendaraan
- Keanggotaan klub
- Pelatihan dan pendidikan
2. Sekitar 50 sampai 75 persen responden memberikan benefit :
- Kepemilikan rumah
- Pinjaman untuk karyawan
3. Sekitar 25 sampai 50 persen responden memberikan benefit :
- Keanggotaan asosiasi profesi
- Asuransi kecelakaan
- Asuransi jiwa
4. Hanya 25 persen perusahaan yang memberikan benefit pendidikan anak
Penilaian pekerjaan bertujuan untuk mengukur nilai positif di dalam
dan memberikan rancangan sistem untuk tugas membandingkan nilai-nilai
pekerjaan, sehingga para pekerja dapat dibayar dengan adil (Armstrong dan
Murlis, 1993).
Ada tiga metode yang dipergunakan dalam penilaian pekerjaan,
diantaranya ialah :
1. Pemangkatan pekerjaan. Pemangkatan pekerjaan dilakukan dengan
membandingkan pekerjaan satu dengan seluruh pekerjaan lainnya dan
menyusunnya menurut urutan pentingnya secara relatif, kesulitannya, atau
nilainya bagi perusahaan.
2. Klasifikasi pekerjaan. Program penilaian berdasarkan klasifikasi pekerjaan
dimulai dengan suatu struktur penggolongan yang meliputi berbagai
tingkat pekerjaan di dalam hirarki. Setiap golongan ditetapkan menurut
tingkat keterampilan atau tanggung jawabnya. Selanjutnya masing-masing
pekerjaan dimasukkan ke dalam golongan itu, dengan membandingkan
uraian pekerjaan yang sesuai dengan definisi dari tiap-tiap golongan.
3. Pengharkatan nilai. Dua metode terdahulu adalah non-analitis, sehingga
tidak dapat memberikan dasar untuk mengukur perbedaan antara
pekerjaan-pekerjaan. Metoda pengharkatan nilai didasarkan atas suatu
analisis atas sejumlah faktor seperti keterampilan, tanggung jawab atas
pekerjaan sendiri dan pekerjaan karyawan lain, tingkat pelaporan,
kerumitan tugas, pengambilan keputusan, dan tingkat hubungan staf di
dalam dan di luar.
D. Kinerja Karyawan
Dalam bahasa Inggris, istilah kinerja adalah performance,
pengertiannya adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau
kelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan
tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan
organisasi yang bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum, dan sesuai
Menurut Mangkunegara (2000), kinerja adalah hasil secara kualitas
dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Tinggi
rendahnya kinerja karyawan berkaitan erat dengan sistem pemberian
penghargaan yang diterapkan oleh lembaga atau organisasi tempat mereka
bekerja. Pemberian penghargaan yang tidak tepat dapat berpengaruh terhadap
peningkatan kinerja seseorang.
Nawawi (2000) menyatakan bahwa ganjaran upah merupakan sesuatu
yang efektif sebagai alat untuk memotivasi seorang karyawan untuk mencapai
prestasi dalam pelaksanaan pekerjaannya. Pemberian upah yang adil dan layak
dapat memberikan suatu dorongan agar karyawan sebagai pekerja mampu
mencapai prestasi kerja yang lebih tinggi dibanding jika tidak memperoleh
upah yang tidak adil dan layak.
Menurut Ain (1986), didasarkan pada teori produksi, maka
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas kerja antara lain adalah latar
belakang pendidikan dan pelatihan, keterampilan, teknologi, hubungan
pimpinan-bawahan, sistem balas jasa, kondisi sarana di lingkungan kerja,
hubungan antara teman sejawat, pengakuan, dan penghargaan yang diberikan
oleh pimpinan.
Proses motivasi dipengaruhi oleh pengalaman dan penghargaan para
karyawan. Pengalaman didasarkan atas tindakan tertentu karyawan yang
dilakukan untuk mencapai sasaran atau tujuan perusahaan dengan
penghargaan yang layak sehingga dapat meningkatkan motivasi kerja.
Harapan karyawan didasarkan atas pengalaman masa lalu yang sering
dihadapkan pada kenyataan adanya perubahan pekerjaan, perubahan sistem
penggajian, dan kondisi kerja yang semuanya di luar pengendalian karyawan
(Armstrong, 1988).
Menurut Imai (1991), terdapat hubungan yang positif antara motivasi
dan prestasi kerja atau kinerja. Meningkatnya motivasi akan menghasilkan
lebih banyak usaha atau prestasi kerja yang lebih baik, sehingga akan
Efektivitas dan produktivitas uang dapat dilihat dari kekuatan dan
kebutuhan individu akan uang, juga sejauh mana individu yakin akan usaha
yang telah dilakukannya akan menghasilkan uang (Kussriyanto, 1991).
Produktivitas adalah perbandingan antara keluaran dan masukan dalam
perusahaan. Secara teknis produktivitas dapat dibedakan, yaitu produktivitas
tenaga kerja, modal, dan bahan baku (Nainggolan, 1990).
Produktivitas tinggi secara penuh mencerminkan penggunaan sumber
daya manusia. Hal tersebut berhubungan dengan dua variabel :
1. Variabel masukan termasuk biaya berupa upah dan gaji, biaya-biaya yang
berhubungan dengan kepegawaian, jumlah orang yang dipekerjakan, dan
jumlah waktu kerja.
2. Variabel hasil produksi termasuk produksi per unit, hasil produksi yang
terjual, penyelesaian tugas, penghasilan yang diperoleh, nilai tambah,
penyelesaian tanggung jawab, dan standar yang dicapai (termasuk standar
produksi pekerjaan).
Moral kerja atau semangat kerja besar peranan dan pengaruhnya
terhadap produktivitas para pekerja. Moral adalah suatu keadaan yang
berhubungan erat sekali dengan kondisi mental seseorang (Hasibuan, 1990).
Jadi dapat dikatakan semangat kerja merupakan iklim atau suasana kerja yang
terdapat di dalam suatu organisasi. Suasana tersebut adalah sikap mental
individu atau kelompok di dalamnya yang terdapat dalam suatu organisasi
yang menunjukkan rasa kegairahan di dalam melaksanakan tugas atau
pekerjaan dan mendorong mereka untuk bekerja lebih baik dan produktif
(Taufiq, 1987).
Parker (1998) mengusulkan peran pemberdayaan yang akan dapat
meningkatkan role breadth self-efficacy yang lebih baik. Ini adalah persepsi
yang memungkinkan untuk meningkatkan kinerja karyawan.
Pengukuran kinerja dapat menjadi alat yang cukup kuat untuk
perusahaan manapun agar dapat menghadapi para karyawannya. Deskripsi
jabatan karyawan merupakan alat dasar dan sumber informasi untuk
berinteraksi. Tetapi tidak di semua jenis pekerjaan memiliki deskripsi jabatan
karyawan secara tidak jelas. Maka dari itu, sebelum memulai dengan
wawancara pengukuran kinerja, perusahaan harus membuat sebuah deskripsi
jabatan yang secara akurat dapat merefleksikan tanggung jawab karyawan.
Bagian dasar dari dokumen ini adalah nama jabatan dan tanggung jawab,
tanggung jawab keuangan, persyaratan, dan aktivitas untuk jabatan tersebut
dan standar kinerja yang dibutuhkan bagi karyawan yang akan memegang
jabatan tersebut. Dengan data-data ini maka perusahaan memiliki pondasi,
format dan kriteria untuk membuat sebuah alat pengukuran kinerja.
Setidaknya satu minggu sebelum wawancara tersebut, perusahaan perlu
memberikan waktu kepada karyawan untuk meninjau kembali deskripsi
jabatan tertulis yang mereka pegang dan diberikan sebuah kuesioner
pengukuran kinerja. Jika pada akhirnya hal ini tidak dapat berhasil, maka
deskripsi jabatan tersebut dapat dijadikan sebagai kerangka untuk wawancara
dengan karyawan mengenai kinerja mereka (Javitch, 2006).
Terdapat tiga faktor yang menjadi dasar penilaian kinerja karyawan
untuk mengevaluasi pekerjaan mereka, yaitu :
1. Knowhow (pendidikan dan wawasan manajemen).
2. Problem solving (kontribusi dalam pemberian informasi dan pengambilan
keputusan).
3. Akuntabilitas (kemampuan seseorang terhadap pengelolaan asset
perusahaan dan output yang diharapkan)
(Firdanianty, 2007).
Apabila penilaian prestasi kerja tersebut dilaksanakan dengan baik,
tertib dan benar, maka dapat membantu meningkatkan loyalitas organisasi
(komitmen organisasi) dari para karyawan (anggota organisasi). Terdapat
sepuluh manfaat yang dapat diambil dari penilaian prestasi kerja :
1. Perbaikan prestasi kerja. Umpan balik pelaksanaan kerja memungkinkan
karyawan, manajer dan departemen personalia dapat memperbaiki
kegiatan-kegiatan mereka demi perbaikan prestasi kerja.
2. Penyesuaian-penyesuaian kompensasi. Evaluasi prestasi kerja membantu
para pengambil keputusan dalam menentukan kenaikan upah, pemberian
3. Keputusan-keputusan penempatan. Promosi, transfer, dan demosi
(penurunan jabatan) biasanya didasarkan pada prestasi kerja masa lalu atau
antisipasinya. Promosi sering merupakan bentuk penghargaan terhadap
prestasi kerja masa lalu.
4. Kebutuhan-kebutuhan latihan dan pengembangan. Prestasi kerja yang
buruk mungkin menunjukkan kebutuhan latihan. Demikian juga, prestasi
yang baik mungkin mencerminkan potensi yang harus dikembangkan.
5. Perencanaan dan pengembangan karir. Umpan balik prestasi kerja
seseorang karyawan dapat mengarahkan keputusan-keputusan karir, yaitu
tentang jalur karir tertentu yang harus dilalui.
6. Penyimpangan-penyimpangan proses staffing. Prestasi kerja yang baik
atau buruk mencerminkan kekuatan atau kelemahan prosedur staffing
departemen personalia.
7. Ketidakakuratan informasional. Prestasi kerja yang buruk mungkin
menunjukkan kesalahan-kesalahan dalam informasi analisis jabatan,
rencana-rencana sumber daya manusia atau komponen-komponen sistem
informasi manajemen personalia lainnya.
8. Kesalahan-kesalahan desain pekerjaan. Prestasi kerja yang buruk mungkin
merupakan suatu tanda kesalahan dalam desain pekerjaan.
9. Kesempatan kerja yang adil. Penilaian prestasi kerja secara akurat akan
menjamin keputusan-keputusan penempatan internal diambil tanpa
diskriminasi.
10.Tantangan-tantangan eksternal. Terkadang prestasi kerja dapat dipengaruhi
oleh faktor-faktor di luar lingkungan kerja, seperti keluarga, kesehatan,
kondisi finansial atau masalah-masalah pribadi lainnya. Dengan penilaian
prestasi kerja tersebut, departemen personalia dimungkinkan untuk dapat
menawarkan bantuan kepada semua karyawan yang membutuhkan.
E. Hubungan antara Sistem Penggajian dengan Kinerja Karyawan
Nawawi (2000) menyatakan bahwa ganjaran upah merupakan sesuatu
yang efektif sebagai alat untuk memotivasi seorang karyawan untuk mencapai
dapat memberikan suatu dorongan agar karyawan sebagai pekerja mampu
mencapai prestasi kerja yang lebih tinggi dibanding jika tidak memperoleh
upah yang adil dan layak.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Astuti (2004) menyatakan
bahwa adanya hubungan yang positif antara gaji yang diterima karyawan
dengan tingkat kinerja karyawan dan hubungan keduanya adalah signifikan.
Arti dari signifikan ini adalah gaji memang sangat berarti bagi karyawan untuk
meningkatkan prestasi kerja mereka.
Kompensasi sangatlah penting bagi karyawan yang bekerja dengan
menjual tenaganya baik fisik maupun pikiran kepada suatu organisasi dan
memperoleh balas jasa yang sesuai dengan peraturan atau perjanjian yang
berlaku di dalam organisasi tersebut. Besarnya kompensasi telah ditentukan
dan diketahui sebelumnya. Karyawan secara pasti seharusnya mengetahui
besarnya kompensasi yang akan diterimanya. Kompensasi inilah yang akan
dipergunakan seorang karyawan beserta keluarganya untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya. Besarnya kompensasi ini mencerminkan status,
pengakuan dan tingkat pemenuhan kebutuhan yang dinikmati oleh karyawan
beserta keluarganya. Kompensasi yang diberikan sangat berpengaruh pada
tingkat kepuasan kerja, motivasi kerja dan hasil kerja. Apabila kompensasi
yang diberikan dengan mempertimbangkan standar kehidupan normal dan
dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan karyawan, maka dengan sendirinya
akan mempengaruhi semangat kerjanya, yang pada gilirannya akan
meningkatkan kualitas setiap pekerjaan yang dilakukan. Hal ini karena tujuan
bekerja banyak dipengaruhi oleh terpenuhi atau tidaknya kebutuhan minimal
kehidupan karyawan tersebut beserta keluarganya. Dengan demikian
dampaknya adalah meningkatkan perhatian karyawan secara penuh terhadap
pekerjaannya. Jika kompensasi yang diberikan semakin besar sehingga
kepuasan kerjanya semakin baik pula (Aritonang, 2005).
F. Pemberdayaan
Menurut Scott dan Jaffe (1997), pemberdayaan terkait dengan tiga
a. Karyawan memiliki tanggung jawab tidak hanya dalam melakukan
pekerjaan, tetapi juga harus dapat membuat perusahaan berjalan dengan
lebih baik. Karyawan baru adalah seorang problem solver yang dapat
membantu dalam perencanaan untuk menyelesaikan segala permasalahan.
b. Sebuah kelompok bekerja bersama untuk meningkatkan prestasi mereka
secara kontinu agar dapat meningkatkan produktivitas.
c. Organisasi dibentuk agar karyawan dapat merasakan bahwa mereka bisa
mendapatkan prestasi atas hasil kerja yang mereka lakukan.
Diterangkan bahwa karyawan, kelompok kerja dan organisasi yang
terberdaya dapat membuat keseluruhan organisasi mencapai hasil yang lebih
baik karena karyawannya tidak hanya melakukan pekerjaannya saja tetapi juga
aktif mencari jalan keluar dari permasalahan yang ada sehingga kinerja
organisasi akan semakin baik dari waktu ke waktu.
Selanjutnya dikatakan oleh Scott dan Jaffe (1997) bahwa organisasi
yang melakukan pemberdayaan memiliki karakteristik atau ciri-ciri sebagai
berikut :
- Mempertinggi kadar pekerjaan
- Mengembangkan kompetensi dan susunan pekerjaan
- Membebaskan kreativitas dan inovasi
- Kontrol yang lebih bagus pada pengambilan keputusan tentang pekerjaan
- Melengkapi seluruh tugas dibandingkan hanya membaginya saja
- Kepuasan pelanggan
- Orientasi pasar pekerja
Untuk menilai sejauh mana organisasi telah menerapkan
pemberdayaan dapat dilihat dari elemen-elemen sebagai berikut (Scott dan
Jaffe, 1997) :
- Kejelasan tujuan
- Moral
- Keadilan
- Penghargaan
- Kelompok kerja
- Komunikasi
- Lingkungan kerja yang sehat
Menurut Byham (1993), secara spesifik pemberdayaan terjadi ketika
karyawan :
• Bertanggung jawab sebagai wakil wilayah untuk hasil keluaran
• Memiliki kontrol untuk sumber daya, sistem, metode dan peralatan
• Memiliki kontrol untuk kondisi dan penjadwalan pekerjaan
• Memiliki kewenangan untuk menjalankan organisasi
• Dievaluasi oleh pretasi kerja
Kelompok kerja yang mandiri (the self-directed work team) adalah
metode yang penting dalam meningkatkan pemberdayaan karena adanya
penghalang dalam organisasi, yaitu banyak pekerjaan yang tidak memberikan
kesempatan karyawan untuk membuat keputusan, bertanggung jawab atau
berinisiatif dan mandiri- elemen-elemen yang penting dalam pemberdayaan
menurut Byham (1993).
Murrell dan Meredith (2000) mengemukakan ada empat hal yang dapat
dilakukan untuk menciptakan organisasi yang terberdaya, yaitu :
- Memastikan bahwa misi perusahaan adalah untuk memperkuat dan
mengulangi pernyataan dengan masing-masing usaha, tugas dan proyek
- Menawarkan kesempatan kepada karyawan untuk belajar dan berkembang
- Memberikan kesempatan kepada setiap orang untuk menunjukkan
kapasitas dan kapabilitasnya
- Menawarkan dorongan yang sungguh-sungguh, bukan hanya pujian
Terlihat dari uraian di atas bahwa organisasi yang terberdaya adalah
organisasi yang bisa membuat karyawan mengerti tentang misi organisasi,
mendukung dan memberi kesempatan karyawan untuk selalu belajar dan
mengembangkan kemampuannya semaksimal mungkin, juga memberikan
semangat bekerja pada karyawan dan fasilitas penunjang yang diperlukan oleh
seluruh karyawan.
Kesimpulan yang dikemukakan Murrell dan Meredith (2000) tentang
pemberdayaan adalah :
- Memberdayakan adalah kekuatan ditribusi yang kreatif
- Memberdayakan adalah berbagi tanggung jawab bersama
- Memberdayakan adalah penting dan penuh semangat
- Memberdayakan adalah demokrasi dan berkepanjangan
- Memberdayakan menunjukkan kemampuan dan kapabilitas
- Memberdayakan membantu perkembangan prestasi
- Memberdayakan berinvestasi pada pembelajaran
- Memberdayakan menemukan semangat dan membangun hubungan yang
efektif
- Memberdayakan menginformasikan, memimpin, melatih, melayani,
berkreasi dan membebaskan
Di sini terlihat bahwa pemberdayaan dimaksudkan sebagai cara
bekerja sama yang lebih baik dan demokratis antara atasan dan bawahan
sehingga tujuan organisasi dapat tercapai tetapi dengan cara yang lebih
menyenangkan semua pihak.
Hubungan yang harmonis antara sesama pegawai serta antara pegawai
dan organisasi akan tercipta pada lingkungan kerja yang memberdayakan
karyawannya. Pemberdayaan dalam organisasi memungkinkan kelompok
kerja bekerja bersama-sama dan berkolaborasi untuk penyelesaian pekerjaan.
Selain itu karyawan untuk belajar mengambil keputusan serta mengelola diri
mereka sendiri. Pemberdayaan akan menciptakan keseimbangan antara
pengawasan atas kualitas kerja, sumber daya, kreativitas karyawan, tanggung
jawab karyawan, komitmen yang tinggi atas penyelesaian tugas, serta
peningkatan berkesinambungan yang berarti dikembangkannya proses
pembelajaran secara terus menerus.
Spreitzer (1995) mengembangkan secara empiris ukuran multi dimensi
pemberdayaan psikologi dalam studinya pada karyawan tingkat menengah
dari perusahaan-perusahaan manufaktur yang ada dalam Fortune 500. Dengan
menggunakan Confirmatory Factor Analysis, dia mengemukakan bahwa
pemberdayaan memiliki empat dimensi dan masing-masing berkontribusi
pada keseluruhan konstruksi pemberdayaan psikologis. Keempat komponen
keberpengaruhan. Definisi komponen-komponen tersebut adalah sebagai
berikut :
i. Kebermaknaan didefinisikan sebagai nilai dari tujuan dan sasaran
pekerjaan ditimbang dalam kaitannya dengan cita-cita dan standar individu
itu sendiri. Kebermaknaan juga menunjukkan kecocokan antara kebutuhan
pekerjaan dengan nilai, kepercayaan dan perilaku seseorang.
ii. Kemampuan adalah keyakinan seseorang bahwa ia memiliki keterampilan
dan kemampuan yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan dengan
baik. Istilah kemampuan ini lebih sering digunakan daripada self-esteem
karena Spreitzer (1995) lebih memfokuskan pada efficacy yang terkait
dengan pekerjaan daripada efficacy global.
iii. Kemandirian adalah perasaan memiliki pilihan dalam menginisiasi dan
mengatur kegiatan atau perasaan memiliki kontrol terhadap pekerjaan. Ini
merefleksikan otonomi dalam memulai atau melanjutkan perilaku dan
proses kerja.
iv. Keberpengaruhan adalah keyakinan seseorang bahwa ia memiliki
pengaruh penting terhadap hasil atau keluaran dalam pekerjaan baik yang
bersifat strategis, administratif ataupun operasional.
Keempat komponen di atas jika digabungkan membentuk totalitas
konstruk pemberdayaan secara psikologis. Jadi pemberdayaan secara
psikologis dapat didefinisikan sebagai suatu konstruk motivasi yang
termanivestasi dalam empat kognisi, yaitu kebermaknaan, kemampuan,
kemandirian, dan keberpengaruhan.
G. Kepuasan Kerja
Salah satu sasaran penting dalam rangka manajemen sumber daya
manusia dalam suatu organisasi adalah terciptanya kepuasan kerja anggota
organisasi yang bersangkutan yang lebih lanjut akan meningkatkan prestasi
kerja. Dengan kepuasan kerja tersebut diharapkan pencapaian tujuan
organisasi akan lebih baik dan akurat. Salah satu faktor yang memungkinkan
tumbuhnya kepuasan kerja yang dimaksud adalah pengaturan yang tepat dan
Kepuasan kerja memiliki pengertian sebagai keadaan emosional
karyawan di mana terjadi ataupun tidak terjadi titik temu antara nilai balas jasa
kerja karyawan dari perusahaan atau organisasi dengan tingkat nilai balas jasa
yang memang diinginkan oleh karyawan yang bersangkutan (Martoyo, 1998).
Kepuasan kerja dapat berbentuk finansial maupun non-finansial seperti
fisik, emosional, dan intelektual. Kualitas kerja dapat dijadikan sebagai acuan
dalam memperoleh kepuasan kerja. Jika merasa bangga akan kualitas kerja
yang dihasilkan, maka dengan sendirinya karyawan akan merasa puas.
Kualitas yang prima dapat dihasilkan karena ketekunan, kecermatan, dan
perhatian pada detail. Kepuasan kerja juga penting untuk aktualisasi diri.
Karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak akan pernah mencapai
kematangan psikologis dan selanjutnya akan dapat berakibat frustasi,
semangat kerja rendah, cepat lelah dan bosan, emosi tidak stabil, dan
sebagainya.
Kepuasan kerja timbul sebagai respon efektif atau emosional terhadap
berbagai aspek pekerjaan. Banyak faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja
karyawan, diantaranya adalah kesesuaian pekerjaan, kebijakan organisasi
termasuk kesempatan untuk berkembang, lingkungan kerja, dan perilaku
atasan.
Para ilmuwan perilaku organisasi memberikan penjelasan yang
beragam terhadap dimensi-dimensi atau faktor-faktor apa saja yang
menentukan kepuasan kerja. Seperti pendapat Bass dan Barrett (1981) yang
menyatakan bahwa kepuasan kerja menyangkut banyak dimensi, namun pada
umumnya menyangkut dua aspek, yaitu kepuasan terhadap pekerjaan itu
sendiri dan kepuasan terhadap lingkungan tugasnya, rekan kerja, kondisi kerja,
penyelia, dan organisasi. Pemilahan dimensi kepuasan kerja menjadi dua
tersebut mengacu kepada dua kategori imbalan sebagai sumber motivasi
seseorang dalam bekerja, yaitu imbalan intrinsik dan imbalan ekstrinsik.
Pemahaman komprehensif terhadap dua kategori imbalan tersebut mengacu
pada pemahaman sumber-sumber motivasi. Imbalan intrinsik terkait dengan
pemenuhan kebutuhan yang bersumber dari dalam diri seseorang terhadap
Indikator-indikator imbalan intrinsik meliputi prestasi, pengakuan, ekspresi
bakat, tantangan pekerjaan, tanggung jawab, dan kesempatan mengembangkan
diri. Adapun imbalan ekstrinsik diperoleh karena adanya proses transaksional
dengan pihak luar, sehingga ada faktor eksternal yang mengintervensi.
Imbalan eksternal ini terkait dengan sumber motivasi instrumentalitas.
Organisasi secara nyata memberikan imbalan kepada karyawannya, baik
dalam bentuk materi (gaji, bonus, fasilitas transportasi, dll) ataupun non
materi (status, kenyamanan kerja, dll). Evaluasi menyeluruh terhadap kedua
jenis imbalan tersebut akan menghasilkan kepuasan kerja. Lebih lanjut para
ahli teori psikologi dan perilaku organisasi berpendapat bahwa kepuasan kerja
menyeluruh (overall) seperti yang juga dipaparkan oleh Sefton (1999)
ditentukan oleh beberapa kombinasi dari beragam aspek pekerjaan seperti
upah, rekan kerja, dan penyelia. Berdasarkan penjelasan tersebut, jika
dicermati sesungguhnya semua merujuk pada satu pemahaman bahwa
kepuasan kerja mengandung dua dimensi pokok yaitu kepuasan imbalan
intrinsik dan kepuasan imbalan ekstrinsik.
Perputaran karyawan (labour turn over) dan absensi memiliki korelasi
dengan kepuasan kerja. Makin puas mereka bekerja dalam suatu organisasi,
makin kecil perputaran dan makin jarang adanya absensi karyawan.
Sebaliknya jika kepuasan kerja rendah, akan mengakibatkan perputaran
karyawan dan ketidakhadiran (absensi) karyawan yang tinggi. Selain itu, umur
dan jenjang pekerjaan pun mempunyai korelasi dengan kepuasan kerja.
Semakin tua umur karyawan, biasanya mereka makin terpuaskan dengan
pekerjaan mereka. Para karyawan yang lebih muda cenderung kurang
terpuaskan karena harapan-harapannya yang tinggi tidak cepat terwujud,
kurang penyesuaian dan sebagainya. Juga mereka yang memiliki jenjang
pekerjaan yang makin tinggi akan memperoleh kepuasan kerja yang lebih baik
dari sebelumnya. Mereka yang jenjang pekerjaannya lebih atau makin tinggi,
biasanya memperoleh kompensasi lebih baik, kondisi kerja lebih nyaman, dan
sebagainya (Martoyo, 1998).
Robbins (2001) menyatakan bahwa variabel-variabel yang berkaitan
1. Kerja secara mental yang menantang; yaitu karyawan cenderung lebih
menyukai pekerjaan yang memberi kesempatan menggunakan
keterampilan, kemampuan dan menawarkan beragam tugas, kebebasan,
dan umpan balik mengenai betapa baik mereka mengerjakan.
2. Ganjaran yang mendukung; yaitu suatu keinginan karyawan mengenai
suatu upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan sebagai adil,
tidak meragukan, dan segaris dengan pengharapan mereka.
3. Kondisi kerja yang mendukung; yaitu karyawan peduli terhadap
lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi atau memudahkan
bekerja.
4. Rekan sekerja yang mendukung; yaitu hubungan di mana seseorang
mendapatkan lebih sekedar uang dan prestasi yang berwujud pada
pekerjaan, tetapi menganggap bahwa kerja juga mengisi kebutuhan untuk
interaksi sosial.
5. Kesesuaian antara kepribadian dengan pekerjaan; yaitu seseorang yang
berkepribadian kongruen (sama dan sebangun) dengan pekerjaan yang
mereka pilih seharusnya mendapatkan bakat dan kemampuan yang tepat.
Salah satu teori yang penting tentang kepuasan yang merupakan
perwujudan dari hasil studi tentang bagaimana menentukan bahwa para
karyawan terpuaskan adalah teori perbedaan (discrepancy theory). Teori ini
pertama kali dipelopori oleh Porter dan teori ini menyatakan bahwa mengukur
kepuasan dapat dilakukan dengan cara menghitung selisih antara apa yang
seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan karyawan. Apabila yang didapat
karyawan ternyata lebih besar dari apa yang diharapkan, maka karyawan
tersebut menjadi puas, sebaliknya apabila yang didapat karyawan lebih rendah
daripada yang diharapkan, maka akan menyebabkan ketidakpuasan pada diri
karyawan (Mangkunegara, 2000).
Dalam menentukan apakah karyawan puas atau tidak puas, haruslah
terlebih dahulu diketahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi kepuasan
kerja tersebut. Menurut Mangkunegara (2000), ada faktor yang mempengaruhi
kepuasan kerja, yaitu faktor yang ada pada diri pegawai dan faktor
1. Faktor pegawai; yaitu kecerdasan (IQ), kecakapan khusus, umur, jenis
kelamin, kondisi fisik, pendidikan, pengalaman kerja, masa kerja,
kepribadian, emosi, cara berfikir, persepsi, dan sikap kerja.
2. Faktor pekerjaan; yaitu jenis pekerjaan, struktur organisasi, kedudukan,
pangkat (golongan), mutu pengawasan, jaminan finansial, kesempatan
promosi jabatan, interaksi sosial, dan hubungan kerja.
H. Komitmen Organisasi
Porter mendefinisikan komitmen organisasi sebagai kekuatan yang
bersifat relatif dari individu dalam mengidentifikasikan keterlibatan dirinya ke
dalam bagian organisasi. Hal ini dapat ditandai dengan tiga hal, yaitu :
i. Penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi.
ii. Kesiapan dan kesediaan untuk berusaha dengan sungguh-sungguh atas
nama organisasi.
iii. Keinginan untuk mempertahankan keanggotaan di dalam organisasi
(menjadi bagian dari organisasi).
Sedangkan Steers (1997) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai
rasa identifikasi (kepercayaan terhadap nilai-nilai organisasi), keterlibatan
(kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi kepentingan organisasi), dan
loyalitas (keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi yang
bersangkutan) yang dinyatakan oleh seorang pegawai terhadap organisasinya.
Steers berpendapat bahwa komitmen organisasi merupakan kondisi di mana
pegawai sangat tertarik terhadap tujuan, nilai-nilai, dan sasaran organisasinya.
Komitmen terhadap organisasi artinya lebih dari sekedar keanggotaan formal
karena meliputi sikap menyukai organisasi dan kesediaan untuk
mengusahakan tingkat upaya yang tinggi bagi kepentingan organisasi demi
pencapaian tujuan. Berdasarkan definisi ini, dalam komitmen organisasi
tercakup unsur loyalitas terhadap organisasi, keterlibatan dalam pekerjaan, dan
identifikasi terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi.
Secara singkat pada intinya beberapa definisi komitmen organisasi dari
berbagai ahli di atas mempunyai penekanan yang hampir sama yaitu proses
aturan-aturan, dan tujuan organisasi. Di samping itu, komitmen organisasi
mengandung pengertian sebagai suatu hal yang lebih dari sekedar kesetiaan
yang pasif terhadap organisasi, dengan kata lain komitmen organisasi
menyiratkan hubungan pegawai dengan perusahaan atau organisasi secara
aktif karena pegawai yang menunjukkan komitmen tinggi memiliki keinginan
untuk memberikan tenaga dan tanggung jawab yang lebih dalam menyokong
kesejahteraan dan keberhasilan organisasi di tempatnya bekerja.
Komitmen organisasi dibedakan menjadi dua bagian :
1. Jenis komitmen menurut Allen dan Meyer (1990) :
a. Komponen afektif berkaitan dengan emosional, identifikasi, dan
keterlibatan pegawai di dalam suatu organisasi.
b. Komponen normatif merupakan perasaan-perasaan pegawai tentang
kewajiban yang harus ia berikan kepada organisasi.
c. Komponen kontinuan berarti komponen berdasarkan persepsi pegawai
tentang kerugian yang akan dihadapinya jika ia meninggalkan
organisasi.
Allen dan Meyer (1990) berpendapat bahwa setiap komponen memiliki
dasar yang berbeda. Pegawai dengan komponen afektif tinggi masih
bergabung dengan organisasi karena keinginan untuk tetap menjadi
anggota organisasi. Sementara itu pegawai dengan komponen kontinuan
tinggi tetap bergabung dengan organisasi tersebut karena mereka
membutuhkan organisasi. Pegawai yang memiliki komponen normatif
yang tinggi tetap menjadi anggota organisasi karena mereka harus
melakukannya.
Setiap pegawai memiliki dasar dan tingkah laku yang berbeda berdasarkan
komitmen organisasi yang dimilikinya. Pegawai yang memiliki komitmen
organisasi dengan dasar afektif memiliki tingkah laku berbeda dengan
pegawai yang berdasarkan kontinuan. Pegawai yang ingin menjadi
anggota akan memiliki keinginan untuk menggunakan usaha yang sesuai
dengan tujuan organisasi. Sebaliknya, mereka yang terpaksa menjadi
anggota akan menghindari kerugian finansial dan kerugian lain, sehingga
komponen normatif yang berkembang sebagai hasil dari pengalaman
sosialisasi, tergantung dari sejauh apa perasaan kewajiban yang dimiliki
pegawai. Komponen normatif menimbulkan perasaan kewajiban pada
pegawai untuk memberikan balasan atas apa yang telah diterimanya dari
organisasi.
2. Jenis komitmen organisasi dari Mowday, Porter, dan Dubin (1974),
komitmen ini lebih dikenal sebagai pendekatan sikap terhadap organisasi
yang memiliki dua komponen yaitu sikap dan kehendak untuk bertingkah
laku, sikap mencakup :
a. Identifikasi dengan organisasi yaitu penerimaan tujuan organisasi, di
mana penerimaan ini merupakan dasar komitmen organisasi.
Identifikasi pegawai tampak melalui sikap menyetujui kebijaksanaan
organisasi, kesamaan nilai pribadi dan nilai-nilai organisasi, rasa
kebanggaan menjadi bagian dari organisasi.
b. Keterlibatan sesuai peran dan tanggung jawab pekerjaan di organisasi
tersebut. Pegawai yang memiliki komitmen tinggi akan menerima
hampir semua tugas dan tanggung jawab pekerjaan yang diberikan
kepadanya.
c. Kehangatan, afeksi, dan loyalitas terhadap organisasi merupakan
evaluasi terhadap komitmen, serta adanya ikatan emosional dan
keterikatan antara organisasi dengan pegawai. Pegawai dengan
komitmen tinggi merasakan adanya loyalitas dan rasa memiliki
terhadap organisasi.
Sedangkan yang termasuk kehendak untuk bertingkah laku adalah :
a. Kesediaan untuk menampilkan usaha. Hal ini tampak melalui
kesediaan bekerja melebihi apa yang diharapkan agar organisasi dapat
maju. Pegawai dengan komitmen tinggi ikut memperhatikan nasib
organisasi.
b. Keinginan tetap berada dalam organisasi. Pada pegawai yang memiliki
komitmen tinggi hanya sedikit alasan untuk keluar dari organisasi dan
berkeinginan untuk bergabung dengan organisasi yang telah dipilihnya
Jadi seseorang yang memiliki komitmen tinggi akan memiliki identifikasi
terhadap organisasi, terlibat sungguh-sungguh dalam kepegawaian dan ada
loyalitas serta afeksi positif terhadap organisasi. Selain itu tampil tingkah
laku berusaha ke arah tujuan organisasi dan keinginan untuk tetap
bergabung dengan organisasi dalam jangka waktu lama.
Komitmen organisasi memiliki tiga aspek utama, yaitu identifikasi,
keterlibatan, dan loyalitas pegawai terhadap organisasinya :
1. Identifikasi
Identifikasi yang mewujud dalam bentuk kepercayaan pegawai terhadap
organisasi dapat dilakukan dengan memodifikasi tujuan organisasi
sehingga mencakup beberapa tujuan pribadi para pegawai ataupun dengan
kata lain organisasi memasukkan pula kebutuhan dan keinginan pegawai
dalam tujuan organisasinya. Hal ini akan membuahkan suasana saling
mendukung diantara para pegawai dengan organisasi. Lebih lanjut,
suasana tersebut akan membawa pegawai dengan rela menyumbangkan
sesuatu bagi tercapainya tujuan organisasi karena pegawai menerima
tujuan organisasi yang dipercayai telah disusun demi memenuhi kebutuhan
pribadi mereka pula.
2. Keterlibatan
Keterlibatan atau partisipasi pegawai dalam aktivitas-aktivitas kerja
penting untuk diperhatikan karena adanya keterlibatan pegawai
menyebabkan mereka akan mau dan senang bekerja sama baik dengan
pimpinan ataupun dengan sesama teman kerja. Salah satu cara yang dapat
dipakai untuk memancing keterlibatan pegawai adalah dengan memancing
partisipasi mereka dalam berbagai kesempatan pembuatan keputusan yang
dapat menumbuhkan keyakinan pada pegawai bahwa apa yang telah
diputuskan adalah merupakan keputusan bersama. Di samping itu, dengan
melakukan hal tersebut maka pegawai merasakan bahwa mereka diterima
sebagai bagian yang utuh dari organisasi dan konsekuensi lebih lanjut,
mereka merasa wajib untuk melaksanakan bersama apa yang telah
diputuskan karena adanya rasa keterikatan dengan apa yang mereka