• Tidak ada hasil yang ditemukan

107010160 Kajian Dampak Sistem Penggajian Terhadap Kinerja Karyawan Studi Kasus Di Pt Mitrasatrya Perkasautama Jakarta Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "107010160 Kajian Dampak Sistem Penggajian Terhadap Kinerja Karyawan Studi Kasus Di Pt Mitrasatrya Perkasautama Jakarta Utara"

Copied!
132
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN DAMPAK SISTEM PENGGAJIAN

TERHADAP KINERJA KARYAWAN

(Studi Kasus di PT. Mitrasatrya Perkasautama, Jakarta Utara)

Oleh :

ISTIANA SYAUMI

F34103122

2008

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KAJIAN DAMPAK SISTEM PENGGAJIAN

TERHADAP KINERJA KARYAWAN

(Studi Kasus di PT. Mitrasatrya Perkasautama, Jakarta Utara)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

ISTIANA SYAUMI

F34103122

Dilahirkan pada tanggal 13 Juni 1985

Di Serang

Tanggal Lulus : 12 Desember 2007

Menyetujui,

Bogor, Januari 2008

Dr. Ir. Aji Hermawan, MM.

(3)

Istiana Syaumi. F34103122. Kajian Dampak Sistem Penggajian Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Kasus di PT. Mitrasatrya Perkasautama, Jakarta Utara). Di bawah bimbingan Aji Hermawan. 2007.

RINGKASAN

Sistem penggajian adalah pengaturan dalam organisasi mengenai apa dan bagaimana harus dibayar atas pekerjaan yang mereka lakukan. Sistem penggajian mengatur imbalan berdasarkan seberapa baik karyawan sebagai individu, tim atau organisasi bekerja dan juga mengatur imbalan berdasarkan kontribusi, tingkat kemampuan (kompetensi) atau ketrampilan yang telah mereka capai. Pemberian upah yang adil dan layak dapat memberikan suatu dorongan agar karyawan sebagai pekerja mampu mencapai prestasi kerja yang lebih tinggi dibanding jika tidak memperoleh upah yang tidak adil dan layak.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh sistem penggajian yang diterapkan di perusahaan terhadap pemberdayaan karyawan, kepuasan kerja dan komitmen organisasi; serta mengkaji pengaruh pemberdayaan karyawan terhadap kepuasan kerja dan komitmen organisasi. Penelitian ini dilakukan kepada karyawan di divisi pemasaran di PT. Mitrasatrya Perkasautama.

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah survei kuesioner dan wawancara dengan manajer dan karyawan di divisi pemasaran. Kuesioner disebarkan kepada 46 karyawan yang terdapat di beberapa kota pada tingkat Supervisor (SPV), Merchandiser (MD) dan Sales Promotion Girl (SPG). Kuesioner yang digunakan terdiri dari 60 pertanyaan yang bersifat tertutup. Teknik analisis yang digunakan adalah SEM (Structural Equation Modeling), dengan bantuan perangkat lunak LISREL (Linear Structural Relationship) 8.72, untuk mengetahui bentuk dan besar pengaruh antara variabel laten bebas, yaitu sistem penggajian, dengan variabel laten tidak bebas (terikat), yaitu pemberdayaan, kepuasan kerja dan komitmen organisasi.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa sistem penggajian mempengaruhi kinerja karyawan secara langsung terhadap kepuasan kerja dan komitmen organisasi tanpa melalui adanya variabel pemberdayaan. Pemberdayaan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap komitmen organisasi, tetapi tidak signifikan untuk kepuasan kerja.

(4)

Istiana Syaumi. F34103122. The Effect of Salary System on Employee Performance (A Case Study of PT. Mitrasatrya Perkasautama, Jakarta Utara). Supervised by Aji Hermawan. 2007.

SUMMARY

A salary system is a very important aspect in an organization. A good salary system can influence employees to perform better in organization.

The objectives of the research are to analyze the effects of salary system on empowerment, job satisfaction and organization commitment; and the effects of empowerment on job satisfaction and organization commitment. The respondents of the research were marketing employees at PT. Mitrasatrya Perkasautama.

The data collection techniques used were questionnaire survey and interview with the managers and the employees of the marketing division. The questionnaire were distributed to 46 employees in several regions at the level of Supervisor (SPV), Merchandiser (MD) and Sales Promotion Girl (SPG). The questionnaire consists of 60 closed questions. The analysis technique used is SEM (Structural Equation Modeling), implemented using the LISREL (Linear Structural Relationship) 8.72 software.

The result of the research shows that salary system influences directly job satisfaction and organization commitment, but it does not influence employee empowerment. Empowerment has a significant influence on commitment organization, but it has not a significant influence on job satisfaction.

(5)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

menyelesaikan pendidikan di SMUIT Nurul Fikri Depok. Pada tahun yang sama,

penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) pada Fakultas

Teknologi Pertanian, Departemen Teknologi Industri Pertanian melalui jalur

SPMB.

Selama menjadi mahasiswa IPB, penulis pernah aktif di beberapa

organisasi, antara lain Biro Kastrat Departemen Agritech Badan Eksekutif

Mahasiswa FATETA IPB, Sekretaris Tim PR dan Marketing Badan Eksekutif

Mahasiswa FATETA IPB, Divisi PR Forum Bina Islam FATETA IPB dan

Koordinator Badan Khusus Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri

(HIMALOGIN) IPB serta pernah terlibat di berbagai kepanitian, seperti seminar,

expo dan pelatihan.

Pada tahun 2003, penulis membuat sebuah Karya Ilmiah sebagai salah satu

syarat kelulusan dari SMUIT Nurul Fikri dengan judul Nilai Gizi Tempe Ditinjau

dari Aspek Pengolahannya. Pada tahun 2006, penulis melakukan Praktek Lapang

di PT. MariGold Indokreasi, Jatiwarna-Bekasi dengan topik Manajemen Sumber

Daya Manusia. Pada tahun 2007, penulis melakukan penelitian di PT. Mitrasatrya

Perkasautama dengan judul skripsi Kajian Dampak Sistem Penggajian Terhadap

Kinerja Karyawan di PT. Mitrasatrya Perkasautama.

Penulis bernama lengkap Istiana Syaumi,

merupakan anak sulung dari empat bersaudara yang

terlahir dari pasangan Suhendar Sulaeman dan Marlina

Saraswati. Dilahirkan di Serang pada tanggal 13 Juni

1985. Pada tahun 1997, penulis menyelesaikan

pendidikan tingkat dasar di SDI Yasma PB Soedirman

I Jakarta Timur dan dilanjutkan di SLTPIT Nurul Fikri

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan

penelitian dan penulisan skripsi ini. Penulisan skripsi ini disusun berdasarkan

hasil penelitian yang dilakukan pada bulan Mei sampai Agustus 2007 di Divisi

Pemasaran, PT. Mitrasatrya Perkasautama, Jakarta Utara. Selama penelitian dan

penyusunan skripsi, saya mendapatkan banyak bantuan, bimbingan, fasilitas,

pengetahuan dan pengalaman yang sangat berharga dari berbagai pihak. Untuk

itu, pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Aji Hermawan, M.M. selaku dosen pembimbing yang banyak

memberikan bimbingan dan masukan untuk kesempurnaan penelitian dan

penulisan skripsi.

2. Dr. Ir. Yandra Arkeman, M. Eng dan Dr Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA

selaku dosen penguji atas saran dan arahan yang diberikan.

3. Papap, Mama, Isna, Sarah dan Tiara yang telah memberikan support selama

penulisan skripsi.

4. Bapak Miskam selaku Sales Manager PT. Mitrasatrya Perkasautama yang

telah memberikan banyak bantuan selama saya melakukan penelitian di

perusahaan.

5. Mba Ira, Mba Nova, Mba Erna selaku karyawan di PT. Mitrasatrya

Perkasautama.

6. Bapak Mawarkono dan Mbak Lena di pabrik yang banyak membantu dalam

pengumpulan data di pabrik.

7. Seluruh penghuni Darmaga Regensi B-10 : Laste, Maya, Gading, Mae atas

kebersamaannya selama tiga tahun dalam segala suasana.

8. For all my best friends that I ever had : Widhi, Niken, Farah, Nda, Echie,

Siska, Tika, Sylvi, Icha, Zidni, Difal, Urfi, Imeh. Thanks for all your helps

and supports.

9. Teman seperjuangan satu bimbingan: Oi, Lucia dan Temon. Fighting!!!

10.Seluruh teman-teman TIN 40 yang senasib dan seperjuangan, I’ll never forget

(7)

11.Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang turut membantu

dan memberikan dorongan hingga terselesaikannya penulisan skripsi ini.

Saya menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak

keterbatasan. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak

yang membutuhkan.

Bogor, Desember 2007

(8)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... i

Daftar Isi ... iii

Daftar Tabel ... vi

Daftar Gambar ... vii

Daftar Lampiran ... viii

I. Pendahuluan ... 1

A.Latar Belakang ... 1

B.Tujuan... 2

C.Ruang Lingkup... 2

II. Tinjauan Pustaka... 4

A.Kompensasi dan Sistem Penggajian... 4

B.Kinerja Karyawan ... 12

C.Hubungan antara Sistem Penggajian dan Kinerja Karyawan ... 16

D.Pemberdayaan ... 17

E.Kepuasan Kerja ... 21

F.Komitmen Organisasi ... 25

III. Metodologi Penelitian... 30

A.Kerangka Pemikiran ... 30

B.Variabel Penelitian ... 32

C.Perumusan Hipotesis ... 33

D.Metode Pengumpulan dan Pengujian Data ... 34

IV. Tinjauan Umum Perusahaan... 38

A.Sejarah Perusahaan... 38

B.Lokasi Perusahaan... 39

C.Struktur Organisasi Perusahaan ... 39

D.Ketenagakerjaan ... 40

E.Aspek Teknis Teknologis ... 42

F.Sistem Penggajian ... 45

(9)

V. Hasil dan Pembahasan... 52

A.Profil Responden ... 52

B.Deskripsi Pengaruh Sistem Penggajian terhadap Kinerja Karyawan... 56

1. Analisis Deskriptif ... 56

2. Uji Goodness of Fit Statistics ... 57

3. Hubungan antar Variabel ... 63

a. Hubungan antara Sistem Penggajian terhadap Pemberdayaan ... 66

b.Hubungan antara Sistem Penggajian terhadap Kepuasan Kerja ... 67

c. Hubungan antara Sistem Penggajian terhadap Komitmen Organiasasi... 67

d.Hubungan antara Pemberdayaan terhadap Kepuasan Kerja ... 68

e. Hubungan antara Pemberdayaan terhadap Komitmen Organisasi... 69

4. Analisis Variabel Individual ... 69

a. Variabel Laten Bebas (Sistem Penggajian)... 70

(1) Tingkat Penggajian ... 71

(2) Keadilan Internal... 71

(3) Keadilan Eksternal ... 72

(4) Basis Penggajian ... 72

(5) Sentralisasi-Desentralisasi... 73

(6) Proses Penggajian ... 73

b.Variabel Laten Terikat (Pemberdayaan) ... 74

(1) Kebermaknaan ... 75

(2) Kemampuan... 75

(3) Keberpengaruhan ... 76

c. Variabel Laten Terikat (Kepuasan Kerja) ... 76

d.Variabel Laten Terikat (Komitmen Organisasi)... 77

(1) Komitmen Afektif... 78

(10)

VI. Kesimpulan dan Saran... 81

A.Kesimpulan ... 81

B.Saran ... 81

Daftar Pustaka ... 83

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Variabel-Variabel Penelitian ... 33

Tabel 2. Jenis-Jenis Produk di PT. Mitrasatrya Perkasautama dan Ukurannya 45 Tabel 3. Deskripsi Statistik ... 56

Tabel 4. Hasil Estimasi Variabel Sistem Penggajian ... 71

Tabel 5. Hasil Estimasi Variabel Pemberdayaan ... 74

Tabel 6. Hasil Estimasi Variabel Komitmen Organisasi ... 78

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 30

Gambar 2. Langkah-Langkah dalam Structural Equation Modeling ... 37

Gambar 3. Diagram Alir Proses Pembuatan Produk ... 43

Gambar 4. Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 52

Gambar 5. Data Responden Berdasarkan Usia ... 53

Gambar 6. Data Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 54

Gambar 7. Data Responden Berdasarkan Masa Kerja ... 55

Gambar 8. Data Responden Berdasarkan Total Gaji Yang Diterima ... 55

Gambar 9. Diagram Path Parameter Estimasi Akhir ... 59

Gambar 10. Diagram Path Parameter Estimasi dengan Variabel Patokan ... 60

Gambar 11. Diagram Path t-Test ... 64

Gambar 12. Struktur Organisasi Divisi Marketing ... 120

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Job Description PT. Mitrasatrya Perkasautama ... 88

Lampiran 2. Job Description Divisi Marketing ... 102

Lampiran 3. Kuesioner ... 111

Lampiran 4. Struktur Organisasi ... 120

Lampiran 5. Goodness Of Fit ... 122

(14)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sumber daya manusia adalah bagian penting dari suatu negara. Pada

tahun-tahun yang akan datang, terutama pada era globalisasi, peranan sumber

daya manusia sebagai pelaku ekonomi sangatlah besar, yaitu untuk

mendukung sektor industri sebagai penggerak utama pembangunan. Demi

tercapainya keberhasilan pembangunan di segala bidang, maka peningkatan

sumber daya manusia merupakan salah satu persyaratan utama dalam

peningkatan kinerja. Di samping itu, sumber daya manusia juga berpengaruh

pada pencapaian tujuan perusahaan karena dapat meningkatkan kinerja

karyawan dan kinerja perusahaan.

PT. Mitrasatrya Perkasautama merupakan salah satu perusahaan yang

bergerak di bidang agroindustri dengan produk utamanya adalah kacang, baik

kacang tanah maupun kacang mete, dan memiliki jumlah karyawan yang

cukup banyak. Untuk memenangkan persaingan antara perusahaan yang

sejenis, PT. Mitrasatrya Perkasautama harus selalu meningkatkan kualitas

sumber daya manusia untuk mencapai efisiensi operasi dan peningkatan

kinerja karyawan maupun operasi.

Dalam rangka meningkatkan kinerja karyawan, maka diperlukan suatu

faktor pendorong. Salah satu faktor pendorong tersebut adalah sistem

penggajian. Sistem penggajian yang diharapkan oleh perusahaan adalah sistem

penggajian yang dapat mengurangi biaya produksi dan mencapai tujuan

organisasi, sedangkan karyawan membutuhkan sistem penggajian yang adil

dan taat azas.

Sistem penggajian merupakan suatu proses untuk menentukan,

memonitor, mengembangkan, dan mengendalikan gaji staf atau karyawan

suatu perusahaan. Sedangkan tujuan dari sistem penggajian adalah untuk

merekrut dan mempertahankan staf yang berkualitas, meningkatkan semangat

kerja jika dilandasi taat azas dan adil, memotivasi serta meningkatkan prestasi

(15)

Penerapan sistem penggajian yang telah diterapkan di PT. Mitrasatrya

Perkasautama perlu dikaji kembali oleh perusahaan untuk dapat mengetahui

sejauh mana sistem penggajian tersebut mempengaruhi kinerja karyawan.

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis dampak sistem penggajian

terhadap kinerja karyawan, dengan berfokus pada karyawan di divisi

pemasaran PT. Mitrasatrya Perkasautama. Untuk melihat kinerja karyawan

secara individual, kepuasan kerja dan komitmen organisasi biasanya sering

digunakan sebagai pendekatan pengukuran kinerja. Beberapa riset

menunjukkan bahwa ada variabel antara yang dapat mempengaruhi kepuasan

kerja dan komitmen organisasi, yaitu pemberdayaan karyawan. Penggajian

diduga akan mempengaruhi pemberdayaan yang selanjutnya dapat

mempengaruhi kinerja karyawan, selain diduga memiliki pengaruh langsung

terhadap kinerja karyawan.

B. Tujuan

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan :

1. Mengkaji pengaruh sistem penggajian terhadap pemberdayaan karyawan.

2. Mengkaji pengaruh sistem penggajian terhadap kepuasan kerja.

3. Mengkaji pengaruh sistem penggajian terhadap komitmen organisasi.

4. Mengkaji pengaruh pemberdayaan terhadap kepuasan kerja.

5. Mengkaji pengaruh pemberdayaan terhadap komitmen organisasi.

C. Ruang Lingkup

Penelitian ini dilaksanakan dalam bentuk studi kasus di PT.

Mitrasatrya Perkasautama. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah

dengan menyebarkan kuesioner dengan responden sebanyak 46 orang dari

divisi pemasaran yang ada di perusahaan serta didukung oleh studi literatur

yang terkait dengan subjek penelitian. Penilaian kuesioner ini diukur dari sisi

self reported (mengisi sendiri). Tingkat jabatan para responden tersebut adalah

pada tingkat di bawah manajer pemasaran. Kajian masalah khusus ditekankan

pada dampak yang terjadi pada pengaruh hubungan antara sistem penggajian

(16)

kerja dan komitmen organisasi serta pada faktor sistem penggajian yang dapat

berdampak atau berpengaruh terhadap kinerja karyawan di perusahaan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut diantaranya adalah tingkat

penggajian, keadilan internal, keadilan eksternal, basis penggajian,

(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kompensasi dan Sistem Penggajian

Salah satu fungsi manajemen personalia yang paling sulit adalah

penentuan tingkat kompensasi moneter (Flippo, 1990). Hal tersebut dianggap

penting bagi karyawan karena uang gaji sering kali merupakan alat

satu-satunya bagi kelangsungan hidup secara ekonomis dan juga merupakan salah

satu faktor yang menentukan status dalam masyarakat.

Pengertian dari kompensasi itu sendiri adalah semua bentuk kembalian

(return) finansial, jasa-jasa berwujud dan tunjangan-tunjangan yang diperoleh

karyawan sebagai bagian dari sebuah hubungan kepegawaian (Simamora,

1995).

Pemberian daya rangsangan kepada karyawan agar setiap karyawan

bersemangat melakukan tugasnya dengan baik, dengan perkataan lain

kompensasi adalah hal-hal atau usaha yang harus diperhatikan dan dibangun

untuk menggairahkan karyawan supaya rajin bekerja dan dapat mencapai hasil

yang lebih baik sehingga tercapai efektivitas kerja karyawan (Winardi, 1992).

Menurut Timpe (1991), pada umumnya program-program kompensasi

karyawan dirancang untuk melakukan tiga hal, yaitu : (1) untuk menarik

perhatian karyawan yang cakap ke dalam organisasi, (2) untuk memotivasi

mereka mencapai prestasi yang unggul dan (3) untuk menciptakan masa dinas

yang panjang.

Penentuan upah yang yang benar bukanlah proses yang sepenuhnya

objektif karena kebenaran juga menyangkut kewajaran dan keadilan. Ukuran

program kompensasi yang disarankan adalah sebagai berikut :

1. Tingkat upah yang berlaku di masyarakat, upah yang berlaku di

masyarakat dapat dipergunakan sebagai dasar untuk perbandingan dengan

susunan upah perusahaan. Walaupun biasanya dikemukakan beberapa

alasan yang berhubungan dengan pemilihan perusahaan yang akan diteliti

dan wilayah geografis yang diliput. Tingkat upah masyarakat adalah

(18)

2. Anggaran gaji dan upah. Sebagai tambahan untuk meyakinkan bahwa

perusahaan itu pada umumnya kompetitif dalam hal gaji, manajer juga

harus meyakinkan bahwa pengeluaran berada dalam batas-batas anggaran

yang dialokasikan. Pembayaran rata-rata karyawan dalam pekerjaan

tertentu dapat dibandingkan dengan titik tengah dalam rentang (range)

gaji. Pembayaran gaji atas dasar persepuluhan untuk setiap rentang akan

memberikan gambaran yang lebih lengkap. Batas jangkauan gaji untuk

setiap klasifikasi jabatan dimonitor oleh spesialis personalia dan harus

dimintakan persetujuan lini tertentu jika batas tersebut akan dilampaui.

3. Keluhan-keluhan (grievancies) sehubungan dengan pembayaran. Salah

satu sasaran dari setiap program upah dan gaji yang sistematis adalah

untuk mengurangi ketidakpuasan karyawan atas upah. Jumlah pengaduan

resmi dan tidak resmi yang diajukan oleh para karyawan adalah

merupakan petunjuk ketidakpuasan.

4. Penghasilan insentif; jumlah karyawan. Jumlah karyawan yang

memperoleh bonus yang melebihi tarif pembayaran standar merupakan

indeks efektivitas program pembayaran insentif.

5. Penghasilan insentif; jumlah penghasilan. Analisis atas jumlah penghasilan

insentif setiap karyawan akan memberikan data yang bernilai untuk

efektivitas suatu program insentif. Jika kita temukan bahwa sebagian besar

atau semua karyawan memperoleh jumlah bonus yang seragam,

kemungkinan kelompok itu telah menyetujui jumlah yang harus

dihasilkan.

6. Tunjangan, biaya setiap karyawan dapat dihitung sebagai persen dari gaji.

Persentase partisipasi dapat ditentukan bagi program sukarela untuk setiap

jabatan, tingkat organisasi atau departemen. Waktu perubahan haluan

setiap tuntutan memberikan informasi sehubungan dengan efisiensi unit

tunjangan.

Jenis-jenis kompensasi sebagai bentuk balas jasa yang menyatakan

penghargaan atau ganjaran sebagai kompensasi dibedakan sebagai berikut :

a. Kompensasi langsung

(19)

c. Insentif

Kompensasi langsung adalah kompensasi yang diberikan secara

langsung kepada karyawan dalam bentuk imbalan fisik berupa upah dan gaji,

sedangkan kompensasi tidak langsung berupa pelayanan dan keuntungan.

Insentif merupakan pemberian uang di luar gaji (Nawawi, 2000).

Hasibuan (2000) membagi secara lebih tegas jenis kompensasi sebagai

berikut :

a. Yang termasuk kompensasi langsung (direct compensation) adalah :

1. Gaji, adalah balas jasa yang dibayar secara periodik kepada karyawan

tetap serta mempunyai jaminan yang pasti.

2. Upah, adalah balas jasa yang dibayarkan kepada pekerja harian dengan

berpedoman atas perjanjian yang telah disepakati.

3. Upah insentif, adalah tambahan balas jasa yang diberikan kepada

karyawan tertentu yang prestasinya di atas prestasi standar.

b. Yang termasuk upah tidak langsung (indirect compensation atau employee

welfare) adalah benefit dan service, adalah kompensasi tambahan

(finansial atau non-finansial) yang diberikan berdasarkan kebijaksanaan

perusahaan terhadap semua karyawan dalam usaha untuk meningkatkan

kesejahteraan mereka, seperti tunjangan hari raya, uang pensiun, pakaian

dinas, kafetaria, mushola, olah raga, darmawisata, dan lain-lain

Kompensasi yang diberikan kepada karyawan bukan berdasarkan

selera pimpinan atau pemilik perusahaan, tetapi harus dipertimbangkan

berbagai hal yang logis dan adil sehingga dapat memberikan kesejahteraan

kepada karyawan.

Ada beberapa faktor yang menentukan keputusan akhir mengenai

jumlah gaji, diantaranya adalah : (1) permintaan dan penawaran atas

keterampilan karyawan, (2) organisasi buruh, (3) kemampuan perusahaan

untuk membayar, (4) produktivitas perusahaan dan perekonomian, (5) biaya

hidup, dan (6) pemerintah (Flippo, 1990).

Menurut Armstrong dan Murlis (2001) sistem penggajian adalah

pengaturan dalam organisasi mengenai apa dan bagaimana harus dibayar atas

(20)

berdasarkan seberapa baik karyawan sebagai individu, tim atau organisasi

bekerja dan juga mengatur imbalan berdasarkan kontribusi, tingkat

kemampuan (kompetensi) atau ketrampilan yang telah mereka capai.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penggajian dan tingkat

penggajian. Pertama adalah ukuran pekerjaan yang secara tradisional telah

menjadi faktor utama dalam penggajian yang meliputi tanggung jawab, tingkat

hirarki organisasi, pengetahuan wajib, kemampuan atau kompetensi, kontak

eksternal, kerumitan, dan pengambilan keputusan. Kedua adalah karakteristik

masing-masing individu seperti umur, pengalaman, kualifikasi, kemampuan

khusus, kontribusi, dan prestasi merupakan faktor yang signifikan. Ketiga

adalah faktor pasar pekerja, seperti penawaran dan permintaan akan

kemampuan tertentu. Keempat adalah kondisi pasar produk dan struktur biaya

karyawan, seperti posisi di dalam pasar, profitabilitas serta strategi, dan ambisi

pasar memiliki pengaruh yang besar dalam strategi penggajian. Kelima adalah

filosofi penggajian dalam organisasi juga memiliki pengaruh dalam tingkat

penggajian.

Menurut Lawler (1984), terdapat dua dimensi dalam

mempertimbangkan desain strategi untuk sistem penggajian. Pertama adalah

dimensi struktural (praktek dan prosedur formal) dan yang kedua adalah

dimensi proses (komunikasi dan proses pengambilan keputusan). Dalam

hubungannya dengan dimensi struktural, ada beberapa hal yang termasuk di

dalamnya, yaitu :

1. Basis penggajian; karyawan digaji berdasarkan pekerjaan yang mereka

lakukan atau berdasarkan kemampuan atau kompetensi yang mereka

miliki, penggajian yang berdasarkan kompetensi lebih cocok diterapkan

pada organisasi yang memiliki tenaga kerja tetap yang berorientasi

terhadap pembelajaran.

2. Penggajian berdasarkan kinerja; karyawan digaji berdasarkan senioritas

atau kinerja, dikarenakan oleh masalah pengimplementasian skema

berbasis kinerja, beberapa organisasi lebih banyak menggunakan

(21)

menggunakan basis kinerja maka keputusan yang diambil harus dibuat

berdasarkan tingkah laku dan bagaimana mereka dapat dihargai.

3. Posisi pasar; posisi pasar dan pendirian dari organisasi mempengaruhi

iklim organisasi tersebut, jika manajemen perusahaan merasa penting

untuk menjadi pemain utama dengan tingkat penggajian yang diterapkan

di atas kompetitornya maka akan ada sistem penggajian yang berbeda

yang akan dihormati oleh para karyawan.

4. Perbandingan antara kedilan internal dan eksternal; keadilan internal ini

maksudnya adalah jika seseorang dengan pekerjaan yang sama akan digaji

dengan jumlah yang sama walaupun mereka berada di daerah yang

berbeda atau perusahaan yang berbeda, keadilan eksternal lebih berfokus

terhadap pasar pekerja sebagai faktor utama untuk tingkat penggajian.

5. Strategi penggajian sentralisasi-desentralisasi; organisasi yang menerapkan

startegi sentralisasi biasanya memiliki Departemen Sumber Daya Manusia

yang mengatur standardisasi penggajian dan tata cara penggajian, hal ini

menciptakan perasaan akan keadilan internal dan nilai bagi para karyawan,

pada organisasi yang menerapkan strategi desentralisasi akan mengizinkan

adanya fleksibilitas untuk keputusan-keputusan tertentu.

6. Tingkat hirarki; manajemen perusahaan dapat memilih apakah mereka

akan memakai pendekatan hirarki untuk penggajian (karyawan digaji

sesuai dengan posisinya pada tingkat hirarki dan biasanya ditandai dengan

status mereka) atau pendekatan sederajat (yang berdasarkan kerja tim dan

lebih sedikit simbol status)

7. Gabungan penggajian; hal ini berkenaan dengan gaji yang diberikan

kepada masing-masing individu (keuntungan, simbol status, dll) atau

memang berdasarkan pilihan dari karyawan melalui pendekatan

cafetaria-style

Ada dua kunci utama di dalam dimensi proses sistem penggajian, yaitu :

1. Kebijakan komunikasi; seberapa jauh seorang karyawan menginginkan

kebijakan komunikasi yang terbuka atau tertutup dalam penggajian

tergantung dari filosofinya, pada beberapa organisasi keterbukaan

(22)

2. Praktek pengambilan keputusan; dalam hal ini karyawan dilibatkan atau

tidak pada pembuatan desain sistem dan administrasi, melibatkan

karyawan dan wakil dari mereka akan meningkatkan rasa penerimaan

dalam setiap perubahan karena mereka memiliki hak legitimasi yang

diberikan untuk hasil akhir keputusan tersebut.

Menurut beberapa pendapat, struktur penggajian memiliki pengertian

sebagai berikut :

a. Susunan tingkat penggajian untuk pekerjaan atau keterampilan (skill) yang

berbeda dalam suatu organisasi. Jumlah tingkatan mencerminkan

perbedaan dalam tingkatan penggajian (Milkovich dan Newaman, 2002).

b. Framework dalam suatu organisasi yang menggambarkan dalam

perbedaan tingkatan penggajian atau kelompok jabatan, yang didasarkan

atas penilaian dari nilai relatif internal dan eksternal (market rate)

(Armstrong dan Murlis, 2001).

c. Perbedaan tingkat penggajian untuk jabatan-jabatan yang memiliki nilai

yang tidak sama dan merupakan suatu kerangka untuk memberikan

perbedaan pengakuan kontribusi individu karyawan (Martocchio, 2002).

d. Merupakan tingkat gaji untuk jabatan-jabatan yang terdapat dalam

perusahaan yang didasarkan pada perbedaan keterampilan dan tanggung

jawab serta dipengaruhi oleh kondisi pasar tenaga kerja (Armstrong,

1984).

Dari keempat definisi di atas dapat dikatakan bahwa struktur penggajian

mencerminkan perbedaan tingkat penggajian yang ditetapkan oleh suatu

organisasi berdasarkan jabatan, keterampilan, kompetensi maupun kontribusi

karyawan terhadap organisasi.

Fungsi dari struktur penggajian dalam organisasi merupakan suatu

dasar yang konsisten dan adil untuk memberikan motivasi dan reward kepada

karyawan, sehingga organisasi memiliki suatu kerangka yang didesain secara

logic memiliki keseimbangan internal dan daya saing internal serta kebijakan

yang diputuskan dapat diimplementasikan (Armstrong dan Murlis, 2001).

Salah satu pendapat tentang konsep struktur penggajian

(23)

yang perlu ditetapkan yaitu tingkat gaji (pay level) dan struktur gaji (pay

structure). Alat administrasi yang digunakan dalam penetapan tingkat gaji

adalah market pay surveys sedangkan alat administrasi struktur penggajian

adalah evaluasi jabatan. Dalam tingkat gaji fokus yag diarahkan pada

terjadinya keseimbangan eksternal sedangkan struktur penggajian memiliki

fokus pada keseimbangan internal.

Menurut Ivancevich (2001) dalam penetapan besaran gaji bagi seorang

karyawan harus memperhatikan tiga hal. Ketiga hal tersebut adalah sebagai

berikut :

a. Karyawan yang bekerja pada jabatan yang sama dalam organisasi yang

berlainan (group A).

b. Karyawan yang bekerja pada jabatan yang berbeda dalam organisasi yang

sama (group B).

c. Karyawan yang bekerja pada jabatan yang sama dalam organisasi yang

berbeda (group C).

Keputusan penetapan gaji pada group A disebut sebagai keputusan tingkat

penggajian (the pay-level desicion), yang bertujuan untuk menjaga persaingan

organisasi dalam pasar tenaga kerja. Alat yang digunakan untuk pengujian ini

adalah survey penggajian, market pricing atau benchmarking. Keputusan

penetapan gaji pada group B disebut sebagai keputusan struktur penggajian

(the pay-structure desicion) yang membandingkan secara relatif antara suatu

jabatan dengan seluruh jabatan yang ada dalam organisasi. Pendekatan yang

dilakukan untuk hal ini adalah evaluasi jabatan. Sedangkan keputusan untuk

penetapan gaji pada group C disebut sebagai penetapan pembayaran individu

(individual pay determination).

Sistem penggajian merupakan suatu proses untuk menentukan,

memonitor, mengembangkan, dan mengendalikan gaji staf atau karyawan

suatu perusahaan. Menurut Armstrong dan Murlis (1993), sistem penggajian

yang baik memiliki keuntungan sebagai berikut :

• Sebagai usaha untuk merekrut dan mempertahankan staf yang berkualitas

• Meningkatkan semangat, jika dilandasi taat asas dan adil

(24)

• Jika sistem penggajian tersebut efektif, biaya penggajian dapat

diminimumkan dengan adanya prosedur tertentu

Adapun yang dimaksud dengan struktur penggajian ialah jajaran,

rentang atau tingkatan gaji suatu perusahaan dengan skala gaji tertentu untuk

berbagai kelompok pekerjaan. Gaji yang dimaksud di atas adalah imbalan jasa

secara menyeluruh, di mana terdapat pengelolaan semua aspek upah dan

tunjangan karyawan secara menyeluruh sesuai dengan kebutuhannya

(Armstrong dan Murlis, 1993).

Berdasarkan survey mengenai benefit yang diberikan perusahaan yang

dilakukan oleh HayGroup kepada karyawan berbagai perusahaan yang

menjadi respondennya, didapatkan data sebagai berikut :

1. Lebih dari 75 persen responden memberikan benefit sebagai berikut :

- Cuti tahunan

- Cuti melahirkan

- Perawatan rumah sakit

- Kesehatan

- Kesehatan gigi

- Perjalanan bisnis

- Tunjangan pensiun/tabungan/jaminan sosial

- Kendaraan

- Keanggotaan klub

- Pelatihan dan pendidikan

2. Sekitar 50 sampai 75 persen responden memberikan benefit :

- Kepemilikan rumah

- Pinjaman untuk karyawan

3. Sekitar 25 sampai 50 persen responden memberikan benefit :

- Keanggotaan asosiasi profesi

- Asuransi kecelakaan

- Asuransi jiwa

4. Hanya 25 persen perusahaan yang memberikan benefit pendidikan anak

(25)

Penilaian pekerjaan bertujuan untuk mengukur nilai positif di dalam

dan memberikan rancangan sistem untuk tugas membandingkan nilai-nilai

pekerjaan, sehingga para pekerja dapat dibayar dengan adil (Armstrong dan

Murlis, 1993).

Ada tiga metode yang dipergunakan dalam penilaian pekerjaan,

diantaranya ialah :

1. Pemangkatan pekerjaan. Pemangkatan pekerjaan dilakukan dengan

membandingkan pekerjaan satu dengan seluruh pekerjaan lainnya dan

menyusunnya menurut urutan pentingnya secara relatif, kesulitannya, atau

nilainya bagi perusahaan.

2. Klasifikasi pekerjaan. Program penilaian berdasarkan klasifikasi pekerjaan

dimulai dengan suatu struktur penggolongan yang meliputi berbagai

tingkat pekerjaan di dalam hirarki. Setiap golongan ditetapkan menurut

tingkat keterampilan atau tanggung jawabnya. Selanjutnya masing-masing

pekerjaan dimasukkan ke dalam golongan itu, dengan membandingkan

uraian pekerjaan yang sesuai dengan definisi dari tiap-tiap golongan.

3. Pengharkatan nilai. Dua metode terdahulu adalah non-analitis, sehingga

tidak dapat memberikan dasar untuk mengukur perbedaan antara

pekerjaan-pekerjaan. Metoda pengharkatan nilai didasarkan atas suatu

analisis atas sejumlah faktor seperti keterampilan, tanggung jawab atas

pekerjaan sendiri dan pekerjaan karyawan lain, tingkat pelaporan,

kerumitan tugas, pengambilan keputusan, dan tingkat hubungan staf di

dalam dan di luar.

D. Kinerja Karyawan

Dalam bahasa Inggris, istilah kinerja adalah performance,

pengertiannya adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau

kelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan

tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan

organisasi yang bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum, dan sesuai

(26)

Menurut Mangkunegara (2000), kinerja adalah hasil secara kualitas

dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan

tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Tinggi

rendahnya kinerja karyawan berkaitan erat dengan sistem pemberian

penghargaan yang diterapkan oleh lembaga atau organisasi tempat mereka

bekerja. Pemberian penghargaan yang tidak tepat dapat berpengaruh terhadap

peningkatan kinerja seseorang.

Nawawi (2000) menyatakan bahwa ganjaran upah merupakan sesuatu

yang efektif sebagai alat untuk memotivasi seorang karyawan untuk mencapai

prestasi dalam pelaksanaan pekerjaannya. Pemberian upah yang adil dan layak

dapat memberikan suatu dorongan agar karyawan sebagai pekerja mampu

mencapai prestasi kerja yang lebih tinggi dibanding jika tidak memperoleh

upah yang tidak adil dan layak.

Menurut Ain (1986), didasarkan pada teori produksi, maka

faktor-faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas kerja antara lain adalah latar

belakang pendidikan dan pelatihan, keterampilan, teknologi, hubungan

pimpinan-bawahan, sistem balas jasa, kondisi sarana di lingkungan kerja,

hubungan antara teman sejawat, pengakuan, dan penghargaan yang diberikan

oleh pimpinan.

Proses motivasi dipengaruhi oleh pengalaman dan penghargaan para

karyawan. Pengalaman didasarkan atas tindakan tertentu karyawan yang

dilakukan untuk mencapai sasaran atau tujuan perusahaan dengan

penghargaan yang layak sehingga dapat meningkatkan motivasi kerja.

Harapan karyawan didasarkan atas pengalaman masa lalu yang sering

dihadapkan pada kenyataan adanya perubahan pekerjaan, perubahan sistem

penggajian, dan kondisi kerja yang semuanya di luar pengendalian karyawan

(Armstrong, 1988).

Menurut Imai (1991), terdapat hubungan yang positif antara motivasi

dan prestasi kerja atau kinerja. Meningkatnya motivasi akan menghasilkan

lebih banyak usaha atau prestasi kerja yang lebih baik, sehingga akan

(27)

Efektivitas dan produktivitas uang dapat dilihat dari kekuatan dan

kebutuhan individu akan uang, juga sejauh mana individu yakin akan usaha

yang telah dilakukannya akan menghasilkan uang (Kussriyanto, 1991).

Produktivitas adalah perbandingan antara keluaran dan masukan dalam

perusahaan. Secara teknis produktivitas dapat dibedakan, yaitu produktivitas

tenaga kerja, modal, dan bahan baku (Nainggolan, 1990).

Produktivitas tinggi secara penuh mencerminkan penggunaan sumber

daya manusia. Hal tersebut berhubungan dengan dua variabel :

1. Variabel masukan termasuk biaya berupa upah dan gaji, biaya-biaya yang

berhubungan dengan kepegawaian, jumlah orang yang dipekerjakan, dan

jumlah waktu kerja.

2. Variabel hasil produksi termasuk produksi per unit, hasil produksi yang

terjual, penyelesaian tugas, penghasilan yang diperoleh, nilai tambah,

penyelesaian tanggung jawab, dan standar yang dicapai (termasuk standar

produksi pekerjaan).

Moral kerja atau semangat kerja besar peranan dan pengaruhnya

terhadap produktivitas para pekerja. Moral adalah suatu keadaan yang

berhubungan erat sekali dengan kondisi mental seseorang (Hasibuan, 1990).

Jadi dapat dikatakan semangat kerja merupakan iklim atau suasana kerja yang

terdapat di dalam suatu organisasi. Suasana tersebut adalah sikap mental

individu atau kelompok di dalamnya yang terdapat dalam suatu organisasi

yang menunjukkan rasa kegairahan di dalam melaksanakan tugas atau

pekerjaan dan mendorong mereka untuk bekerja lebih baik dan produktif

(Taufiq, 1987).

Parker (1998) mengusulkan peran pemberdayaan yang akan dapat

meningkatkan role breadth self-efficacy yang lebih baik. Ini adalah persepsi

yang memungkinkan untuk meningkatkan kinerja karyawan.

Pengukuran kinerja dapat menjadi alat yang cukup kuat untuk

perusahaan manapun agar dapat menghadapi para karyawannya. Deskripsi

jabatan karyawan merupakan alat dasar dan sumber informasi untuk

berinteraksi. Tetapi tidak di semua jenis pekerjaan memiliki deskripsi jabatan

(28)

karyawan secara tidak jelas. Maka dari itu, sebelum memulai dengan

wawancara pengukuran kinerja, perusahaan harus membuat sebuah deskripsi

jabatan yang secara akurat dapat merefleksikan tanggung jawab karyawan.

Bagian dasar dari dokumen ini adalah nama jabatan dan tanggung jawab,

tanggung jawab keuangan, persyaratan, dan aktivitas untuk jabatan tersebut

dan standar kinerja yang dibutuhkan bagi karyawan yang akan memegang

jabatan tersebut. Dengan data-data ini maka perusahaan memiliki pondasi,

format dan kriteria untuk membuat sebuah alat pengukuran kinerja.

Setidaknya satu minggu sebelum wawancara tersebut, perusahaan perlu

memberikan waktu kepada karyawan untuk meninjau kembali deskripsi

jabatan tertulis yang mereka pegang dan diberikan sebuah kuesioner

pengukuran kinerja. Jika pada akhirnya hal ini tidak dapat berhasil, maka

deskripsi jabatan tersebut dapat dijadikan sebagai kerangka untuk wawancara

dengan karyawan mengenai kinerja mereka (Javitch, 2006).

Terdapat tiga faktor yang menjadi dasar penilaian kinerja karyawan

untuk mengevaluasi pekerjaan mereka, yaitu :

1. Knowhow (pendidikan dan wawasan manajemen).

2. Problem solving (kontribusi dalam pemberian informasi dan pengambilan

keputusan).

3. Akuntabilitas (kemampuan seseorang terhadap pengelolaan asset

perusahaan dan output yang diharapkan)

(Firdanianty, 2007).

Apabila penilaian prestasi kerja tersebut dilaksanakan dengan baik,

tertib dan benar, maka dapat membantu meningkatkan loyalitas organisasi

(komitmen organisasi) dari para karyawan (anggota organisasi). Terdapat

sepuluh manfaat yang dapat diambil dari penilaian prestasi kerja :

1. Perbaikan prestasi kerja. Umpan balik pelaksanaan kerja memungkinkan

karyawan, manajer dan departemen personalia dapat memperbaiki

kegiatan-kegiatan mereka demi perbaikan prestasi kerja.

2. Penyesuaian-penyesuaian kompensasi. Evaluasi prestasi kerja membantu

para pengambil keputusan dalam menentukan kenaikan upah, pemberian

(29)

3. Keputusan-keputusan penempatan. Promosi, transfer, dan demosi

(penurunan jabatan) biasanya didasarkan pada prestasi kerja masa lalu atau

antisipasinya. Promosi sering merupakan bentuk penghargaan terhadap

prestasi kerja masa lalu.

4. Kebutuhan-kebutuhan latihan dan pengembangan. Prestasi kerja yang

buruk mungkin menunjukkan kebutuhan latihan. Demikian juga, prestasi

yang baik mungkin mencerminkan potensi yang harus dikembangkan.

5. Perencanaan dan pengembangan karir. Umpan balik prestasi kerja

seseorang karyawan dapat mengarahkan keputusan-keputusan karir, yaitu

tentang jalur karir tertentu yang harus dilalui.

6. Penyimpangan-penyimpangan proses staffing. Prestasi kerja yang baik

atau buruk mencerminkan kekuatan atau kelemahan prosedur staffing

departemen personalia.

7. Ketidakakuratan informasional. Prestasi kerja yang buruk mungkin

menunjukkan kesalahan-kesalahan dalam informasi analisis jabatan,

rencana-rencana sumber daya manusia atau komponen-komponen sistem

informasi manajemen personalia lainnya.

8. Kesalahan-kesalahan desain pekerjaan. Prestasi kerja yang buruk mungkin

merupakan suatu tanda kesalahan dalam desain pekerjaan.

9. Kesempatan kerja yang adil. Penilaian prestasi kerja secara akurat akan

menjamin keputusan-keputusan penempatan internal diambil tanpa

diskriminasi.

10.Tantangan-tantangan eksternal. Terkadang prestasi kerja dapat dipengaruhi

oleh faktor-faktor di luar lingkungan kerja, seperti keluarga, kesehatan,

kondisi finansial atau masalah-masalah pribadi lainnya. Dengan penilaian

prestasi kerja tersebut, departemen personalia dimungkinkan untuk dapat

menawarkan bantuan kepada semua karyawan yang membutuhkan.

E. Hubungan antara Sistem Penggajian dengan Kinerja Karyawan

Nawawi (2000) menyatakan bahwa ganjaran upah merupakan sesuatu

yang efektif sebagai alat untuk memotivasi seorang karyawan untuk mencapai

(30)

dapat memberikan suatu dorongan agar karyawan sebagai pekerja mampu

mencapai prestasi kerja yang lebih tinggi dibanding jika tidak memperoleh

upah yang adil dan layak.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Astuti (2004) menyatakan

bahwa adanya hubungan yang positif antara gaji yang diterima karyawan

dengan tingkat kinerja karyawan dan hubungan keduanya adalah signifikan.

Arti dari signifikan ini adalah gaji memang sangat berarti bagi karyawan untuk

meningkatkan prestasi kerja mereka.

Kompensasi sangatlah penting bagi karyawan yang bekerja dengan

menjual tenaganya baik fisik maupun pikiran kepada suatu organisasi dan

memperoleh balas jasa yang sesuai dengan peraturan atau perjanjian yang

berlaku di dalam organisasi tersebut. Besarnya kompensasi telah ditentukan

dan diketahui sebelumnya. Karyawan secara pasti seharusnya mengetahui

besarnya kompensasi yang akan diterimanya. Kompensasi inilah yang akan

dipergunakan seorang karyawan beserta keluarganya untuk memenuhi

kebutuhan-kebutuhannya. Besarnya kompensasi ini mencerminkan status,

pengakuan dan tingkat pemenuhan kebutuhan yang dinikmati oleh karyawan

beserta keluarganya. Kompensasi yang diberikan sangat berpengaruh pada

tingkat kepuasan kerja, motivasi kerja dan hasil kerja. Apabila kompensasi

yang diberikan dengan mempertimbangkan standar kehidupan normal dan

dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan karyawan, maka dengan sendirinya

akan mempengaruhi semangat kerjanya, yang pada gilirannya akan

meningkatkan kualitas setiap pekerjaan yang dilakukan. Hal ini karena tujuan

bekerja banyak dipengaruhi oleh terpenuhi atau tidaknya kebutuhan minimal

kehidupan karyawan tersebut beserta keluarganya. Dengan demikian

dampaknya adalah meningkatkan perhatian karyawan secara penuh terhadap

pekerjaannya. Jika kompensasi yang diberikan semakin besar sehingga

kepuasan kerjanya semakin baik pula (Aritonang, 2005).

F. Pemberdayaan

Menurut Scott dan Jaffe (1997), pemberdayaan terkait dengan tiga

(31)

a. Karyawan memiliki tanggung jawab tidak hanya dalam melakukan

pekerjaan, tetapi juga harus dapat membuat perusahaan berjalan dengan

lebih baik. Karyawan baru adalah seorang problem solver yang dapat

membantu dalam perencanaan untuk menyelesaikan segala permasalahan.

b. Sebuah kelompok bekerja bersama untuk meningkatkan prestasi mereka

secara kontinu agar dapat meningkatkan produktivitas.

c. Organisasi dibentuk agar karyawan dapat merasakan bahwa mereka bisa

mendapatkan prestasi atas hasil kerja yang mereka lakukan.

Diterangkan bahwa karyawan, kelompok kerja dan organisasi yang

terberdaya dapat membuat keseluruhan organisasi mencapai hasil yang lebih

baik karena karyawannya tidak hanya melakukan pekerjaannya saja tetapi juga

aktif mencari jalan keluar dari permasalahan yang ada sehingga kinerja

organisasi akan semakin baik dari waktu ke waktu.

Selanjutnya dikatakan oleh Scott dan Jaffe (1997) bahwa organisasi

yang melakukan pemberdayaan memiliki karakteristik atau ciri-ciri sebagai

berikut :

- Mempertinggi kadar pekerjaan

- Mengembangkan kompetensi dan susunan pekerjaan

- Membebaskan kreativitas dan inovasi

- Kontrol yang lebih bagus pada pengambilan keputusan tentang pekerjaan

- Melengkapi seluruh tugas dibandingkan hanya membaginya saja

- Kepuasan pelanggan

- Orientasi pasar pekerja

Untuk menilai sejauh mana organisasi telah menerapkan

pemberdayaan dapat dilihat dari elemen-elemen sebagai berikut (Scott dan

Jaffe, 1997) :

- Kejelasan tujuan

- Moral

- Keadilan

- Penghargaan

- Kelompok kerja

(32)

- Komunikasi

- Lingkungan kerja yang sehat

Menurut Byham (1993), secara spesifik pemberdayaan terjadi ketika

karyawan :

• Bertanggung jawab sebagai wakil wilayah untuk hasil keluaran

• Memiliki kontrol untuk sumber daya, sistem, metode dan peralatan

• Memiliki kontrol untuk kondisi dan penjadwalan pekerjaan

• Memiliki kewenangan untuk menjalankan organisasi

• Dievaluasi oleh pretasi kerja

Kelompok kerja yang mandiri (the self-directed work team) adalah

metode yang penting dalam meningkatkan pemberdayaan karena adanya

penghalang dalam organisasi, yaitu banyak pekerjaan yang tidak memberikan

kesempatan karyawan untuk membuat keputusan, bertanggung jawab atau

berinisiatif dan mandiri- elemen-elemen yang penting dalam pemberdayaan

menurut Byham (1993).

Murrell dan Meredith (2000) mengemukakan ada empat hal yang dapat

dilakukan untuk menciptakan organisasi yang terberdaya, yaitu :

- Memastikan bahwa misi perusahaan adalah untuk memperkuat dan

mengulangi pernyataan dengan masing-masing usaha, tugas dan proyek

- Menawarkan kesempatan kepada karyawan untuk belajar dan berkembang

- Memberikan kesempatan kepada setiap orang untuk menunjukkan

kapasitas dan kapabilitasnya

- Menawarkan dorongan yang sungguh-sungguh, bukan hanya pujian

Terlihat dari uraian di atas bahwa organisasi yang terberdaya adalah

organisasi yang bisa membuat karyawan mengerti tentang misi organisasi,

mendukung dan memberi kesempatan karyawan untuk selalu belajar dan

mengembangkan kemampuannya semaksimal mungkin, juga memberikan

semangat bekerja pada karyawan dan fasilitas penunjang yang diperlukan oleh

seluruh karyawan.

Kesimpulan yang dikemukakan Murrell dan Meredith (2000) tentang

pemberdayaan adalah :

(33)

- Memberdayakan adalah kekuatan ditribusi yang kreatif

- Memberdayakan adalah berbagi tanggung jawab bersama

- Memberdayakan adalah penting dan penuh semangat

- Memberdayakan adalah demokrasi dan berkepanjangan

- Memberdayakan menunjukkan kemampuan dan kapabilitas

- Memberdayakan membantu perkembangan prestasi

- Memberdayakan berinvestasi pada pembelajaran

- Memberdayakan menemukan semangat dan membangun hubungan yang

efektif

- Memberdayakan menginformasikan, memimpin, melatih, melayani,

berkreasi dan membebaskan

Di sini terlihat bahwa pemberdayaan dimaksudkan sebagai cara

bekerja sama yang lebih baik dan demokratis antara atasan dan bawahan

sehingga tujuan organisasi dapat tercapai tetapi dengan cara yang lebih

menyenangkan semua pihak.

Hubungan yang harmonis antara sesama pegawai serta antara pegawai

dan organisasi akan tercipta pada lingkungan kerja yang memberdayakan

karyawannya. Pemberdayaan dalam organisasi memungkinkan kelompok

kerja bekerja bersama-sama dan berkolaborasi untuk penyelesaian pekerjaan.

Selain itu karyawan untuk belajar mengambil keputusan serta mengelola diri

mereka sendiri. Pemberdayaan akan menciptakan keseimbangan antara

pengawasan atas kualitas kerja, sumber daya, kreativitas karyawan, tanggung

jawab karyawan, komitmen yang tinggi atas penyelesaian tugas, serta

peningkatan berkesinambungan yang berarti dikembangkannya proses

pembelajaran secara terus menerus.

Spreitzer (1995) mengembangkan secara empiris ukuran multi dimensi

pemberdayaan psikologi dalam studinya pada karyawan tingkat menengah

dari perusahaan-perusahaan manufaktur yang ada dalam Fortune 500. Dengan

menggunakan Confirmatory Factor Analysis, dia mengemukakan bahwa

pemberdayaan memiliki empat dimensi dan masing-masing berkontribusi

pada keseluruhan konstruksi pemberdayaan psikologis. Keempat komponen

(34)

keberpengaruhan. Definisi komponen-komponen tersebut adalah sebagai

berikut :

i. Kebermaknaan didefinisikan sebagai nilai dari tujuan dan sasaran

pekerjaan ditimbang dalam kaitannya dengan cita-cita dan standar individu

itu sendiri. Kebermaknaan juga menunjukkan kecocokan antara kebutuhan

pekerjaan dengan nilai, kepercayaan dan perilaku seseorang.

ii. Kemampuan adalah keyakinan seseorang bahwa ia memiliki keterampilan

dan kemampuan yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan dengan

baik. Istilah kemampuan ini lebih sering digunakan daripada self-esteem

karena Spreitzer (1995) lebih memfokuskan pada efficacy yang terkait

dengan pekerjaan daripada efficacy global.

iii. Kemandirian adalah perasaan memiliki pilihan dalam menginisiasi dan

mengatur kegiatan atau perasaan memiliki kontrol terhadap pekerjaan. Ini

merefleksikan otonomi dalam memulai atau melanjutkan perilaku dan

proses kerja.

iv. Keberpengaruhan adalah keyakinan seseorang bahwa ia memiliki

pengaruh penting terhadap hasil atau keluaran dalam pekerjaan baik yang

bersifat strategis, administratif ataupun operasional.

Keempat komponen di atas jika digabungkan membentuk totalitas

konstruk pemberdayaan secara psikologis. Jadi pemberdayaan secara

psikologis dapat didefinisikan sebagai suatu konstruk motivasi yang

termanivestasi dalam empat kognisi, yaitu kebermaknaan, kemampuan,

kemandirian, dan keberpengaruhan.

G. Kepuasan Kerja

Salah satu sasaran penting dalam rangka manajemen sumber daya

manusia dalam suatu organisasi adalah terciptanya kepuasan kerja anggota

organisasi yang bersangkutan yang lebih lanjut akan meningkatkan prestasi

kerja. Dengan kepuasan kerja tersebut diharapkan pencapaian tujuan

organisasi akan lebih baik dan akurat. Salah satu faktor yang memungkinkan

tumbuhnya kepuasan kerja yang dimaksud adalah pengaturan yang tepat dan

(35)

Kepuasan kerja memiliki pengertian sebagai keadaan emosional

karyawan di mana terjadi ataupun tidak terjadi titik temu antara nilai balas jasa

kerja karyawan dari perusahaan atau organisasi dengan tingkat nilai balas jasa

yang memang diinginkan oleh karyawan yang bersangkutan (Martoyo, 1998).

Kepuasan kerja dapat berbentuk finansial maupun non-finansial seperti

fisik, emosional, dan intelektual. Kualitas kerja dapat dijadikan sebagai acuan

dalam memperoleh kepuasan kerja. Jika merasa bangga akan kualitas kerja

yang dihasilkan, maka dengan sendirinya karyawan akan merasa puas.

Kualitas yang prima dapat dihasilkan karena ketekunan, kecermatan, dan

perhatian pada detail. Kepuasan kerja juga penting untuk aktualisasi diri.

Karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak akan pernah mencapai

kematangan psikologis dan selanjutnya akan dapat berakibat frustasi,

semangat kerja rendah, cepat lelah dan bosan, emosi tidak stabil, dan

sebagainya.

Kepuasan kerja timbul sebagai respon efektif atau emosional terhadap

berbagai aspek pekerjaan. Banyak faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja

karyawan, diantaranya adalah kesesuaian pekerjaan, kebijakan organisasi

termasuk kesempatan untuk berkembang, lingkungan kerja, dan perilaku

atasan.

Para ilmuwan perilaku organisasi memberikan penjelasan yang

beragam terhadap dimensi-dimensi atau faktor-faktor apa saja yang

menentukan kepuasan kerja. Seperti pendapat Bass dan Barrett (1981) yang

menyatakan bahwa kepuasan kerja menyangkut banyak dimensi, namun pada

umumnya menyangkut dua aspek, yaitu kepuasan terhadap pekerjaan itu

sendiri dan kepuasan terhadap lingkungan tugasnya, rekan kerja, kondisi kerja,

penyelia, dan organisasi. Pemilahan dimensi kepuasan kerja menjadi dua

tersebut mengacu kepada dua kategori imbalan sebagai sumber motivasi

seseorang dalam bekerja, yaitu imbalan intrinsik dan imbalan ekstrinsik.

Pemahaman komprehensif terhadap dua kategori imbalan tersebut mengacu

pada pemahaman sumber-sumber motivasi. Imbalan intrinsik terkait dengan

pemenuhan kebutuhan yang bersumber dari dalam diri seseorang terhadap

(36)

Indikator-indikator imbalan intrinsik meliputi prestasi, pengakuan, ekspresi

bakat, tantangan pekerjaan, tanggung jawab, dan kesempatan mengembangkan

diri. Adapun imbalan ekstrinsik diperoleh karena adanya proses transaksional

dengan pihak luar, sehingga ada faktor eksternal yang mengintervensi.

Imbalan eksternal ini terkait dengan sumber motivasi instrumentalitas.

Organisasi secara nyata memberikan imbalan kepada karyawannya, baik

dalam bentuk materi (gaji, bonus, fasilitas transportasi, dll) ataupun non

materi (status, kenyamanan kerja, dll). Evaluasi menyeluruh terhadap kedua

jenis imbalan tersebut akan menghasilkan kepuasan kerja. Lebih lanjut para

ahli teori psikologi dan perilaku organisasi berpendapat bahwa kepuasan kerja

menyeluruh (overall) seperti yang juga dipaparkan oleh Sefton (1999)

ditentukan oleh beberapa kombinasi dari beragam aspek pekerjaan seperti

upah, rekan kerja, dan penyelia. Berdasarkan penjelasan tersebut, jika

dicermati sesungguhnya semua merujuk pada satu pemahaman bahwa

kepuasan kerja mengandung dua dimensi pokok yaitu kepuasan imbalan

intrinsik dan kepuasan imbalan ekstrinsik.

Perputaran karyawan (labour turn over) dan absensi memiliki korelasi

dengan kepuasan kerja. Makin puas mereka bekerja dalam suatu organisasi,

makin kecil perputaran dan makin jarang adanya absensi karyawan.

Sebaliknya jika kepuasan kerja rendah, akan mengakibatkan perputaran

karyawan dan ketidakhadiran (absensi) karyawan yang tinggi. Selain itu, umur

dan jenjang pekerjaan pun mempunyai korelasi dengan kepuasan kerja.

Semakin tua umur karyawan, biasanya mereka makin terpuaskan dengan

pekerjaan mereka. Para karyawan yang lebih muda cenderung kurang

terpuaskan karena harapan-harapannya yang tinggi tidak cepat terwujud,

kurang penyesuaian dan sebagainya. Juga mereka yang memiliki jenjang

pekerjaan yang makin tinggi akan memperoleh kepuasan kerja yang lebih baik

dari sebelumnya. Mereka yang jenjang pekerjaannya lebih atau makin tinggi,

biasanya memperoleh kompensasi lebih baik, kondisi kerja lebih nyaman, dan

sebagainya (Martoyo, 1998).

Robbins (2001) menyatakan bahwa variabel-variabel yang berkaitan

(37)

1. Kerja secara mental yang menantang; yaitu karyawan cenderung lebih

menyukai pekerjaan yang memberi kesempatan menggunakan

keterampilan, kemampuan dan menawarkan beragam tugas, kebebasan,

dan umpan balik mengenai betapa baik mereka mengerjakan.

2. Ganjaran yang mendukung; yaitu suatu keinginan karyawan mengenai

suatu upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan sebagai adil,

tidak meragukan, dan segaris dengan pengharapan mereka.

3. Kondisi kerja yang mendukung; yaitu karyawan peduli terhadap

lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi atau memudahkan

bekerja.

4. Rekan sekerja yang mendukung; yaitu hubungan di mana seseorang

mendapatkan lebih sekedar uang dan prestasi yang berwujud pada

pekerjaan, tetapi menganggap bahwa kerja juga mengisi kebutuhan untuk

interaksi sosial.

5. Kesesuaian antara kepribadian dengan pekerjaan; yaitu seseorang yang

berkepribadian kongruen (sama dan sebangun) dengan pekerjaan yang

mereka pilih seharusnya mendapatkan bakat dan kemampuan yang tepat.

Salah satu teori yang penting tentang kepuasan yang merupakan

perwujudan dari hasil studi tentang bagaimana menentukan bahwa para

karyawan terpuaskan adalah teori perbedaan (discrepancy theory). Teori ini

pertama kali dipelopori oleh Porter dan teori ini menyatakan bahwa mengukur

kepuasan dapat dilakukan dengan cara menghitung selisih antara apa yang

seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan karyawan. Apabila yang didapat

karyawan ternyata lebih besar dari apa yang diharapkan, maka karyawan

tersebut menjadi puas, sebaliknya apabila yang didapat karyawan lebih rendah

daripada yang diharapkan, maka akan menyebabkan ketidakpuasan pada diri

karyawan (Mangkunegara, 2000).

Dalam menentukan apakah karyawan puas atau tidak puas, haruslah

terlebih dahulu diketahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi kepuasan

kerja tersebut. Menurut Mangkunegara (2000), ada faktor yang mempengaruhi

kepuasan kerja, yaitu faktor yang ada pada diri pegawai dan faktor

(38)

1. Faktor pegawai; yaitu kecerdasan (IQ), kecakapan khusus, umur, jenis

kelamin, kondisi fisik, pendidikan, pengalaman kerja, masa kerja,

kepribadian, emosi, cara berfikir, persepsi, dan sikap kerja.

2. Faktor pekerjaan; yaitu jenis pekerjaan, struktur organisasi, kedudukan,

pangkat (golongan), mutu pengawasan, jaminan finansial, kesempatan

promosi jabatan, interaksi sosial, dan hubungan kerja.

H. Komitmen Organisasi

Porter mendefinisikan komitmen organisasi sebagai kekuatan yang

bersifat relatif dari individu dalam mengidentifikasikan keterlibatan dirinya ke

dalam bagian organisasi. Hal ini dapat ditandai dengan tiga hal, yaitu :

i. Penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi.

ii. Kesiapan dan kesediaan untuk berusaha dengan sungguh-sungguh atas

nama organisasi.

iii. Keinginan untuk mempertahankan keanggotaan di dalam organisasi

(menjadi bagian dari organisasi).

Sedangkan Steers (1997) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai

rasa identifikasi (kepercayaan terhadap nilai-nilai organisasi), keterlibatan

(kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi kepentingan organisasi), dan

loyalitas (keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi yang

bersangkutan) yang dinyatakan oleh seorang pegawai terhadap organisasinya.

Steers berpendapat bahwa komitmen organisasi merupakan kondisi di mana

pegawai sangat tertarik terhadap tujuan, nilai-nilai, dan sasaran organisasinya.

Komitmen terhadap organisasi artinya lebih dari sekedar keanggotaan formal

karena meliputi sikap menyukai organisasi dan kesediaan untuk

mengusahakan tingkat upaya yang tinggi bagi kepentingan organisasi demi

pencapaian tujuan. Berdasarkan definisi ini, dalam komitmen organisasi

tercakup unsur loyalitas terhadap organisasi, keterlibatan dalam pekerjaan, dan

identifikasi terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi.

Secara singkat pada intinya beberapa definisi komitmen organisasi dari

berbagai ahli di atas mempunyai penekanan yang hampir sama yaitu proses

(39)

aturan-aturan, dan tujuan organisasi. Di samping itu, komitmen organisasi

mengandung pengertian sebagai suatu hal yang lebih dari sekedar kesetiaan

yang pasif terhadap organisasi, dengan kata lain komitmen organisasi

menyiratkan hubungan pegawai dengan perusahaan atau organisasi secara

aktif karena pegawai yang menunjukkan komitmen tinggi memiliki keinginan

untuk memberikan tenaga dan tanggung jawab yang lebih dalam menyokong

kesejahteraan dan keberhasilan organisasi di tempatnya bekerja.

Komitmen organisasi dibedakan menjadi dua bagian :

1. Jenis komitmen menurut Allen dan Meyer (1990) :

a. Komponen afektif berkaitan dengan emosional, identifikasi, dan

keterlibatan pegawai di dalam suatu organisasi.

b. Komponen normatif merupakan perasaan-perasaan pegawai tentang

kewajiban yang harus ia berikan kepada organisasi.

c. Komponen kontinuan berarti komponen berdasarkan persepsi pegawai

tentang kerugian yang akan dihadapinya jika ia meninggalkan

organisasi.

Allen dan Meyer (1990) berpendapat bahwa setiap komponen memiliki

dasar yang berbeda. Pegawai dengan komponen afektif tinggi masih

bergabung dengan organisasi karena keinginan untuk tetap menjadi

anggota organisasi. Sementara itu pegawai dengan komponen kontinuan

tinggi tetap bergabung dengan organisasi tersebut karena mereka

membutuhkan organisasi. Pegawai yang memiliki komponen normatif

yang tinggi tetap menjadi anggota organisasi karena mereka harus

melakukannya.

Setiap pegawai memiliki dasar dan tingkah laku yang berbeda berdasarkan

komitmen organisasi yang dimilikinya. Pegawai yang memiliki komitmen

organisasi dengan dasar afektif memiliki tingkah laku berbeda dengan

pegawai yang berdasarkan kontinuan. Pegawai yang ingin menjadi

anggota akan memiliki keinginan untuk menggunakan usaha yang sesuai

dengan tujuan organisasi. Sebaliknya, mereka yang terpaksa menjadi

anggota akan menghindari kerugian finansial dan kerugian lain, sehingga

(40)

komponen normatif yang berkembang sebagai hasil dari pengalaman

sosialisasi, tergantung dari sejauh apa perasaan kewajiban yang dimiliki

pegawai. Komponen normatif menimbulkan perasaan kewajiban pada

pegawai untuk memberikan balasan atas apa yang telah diterimanya dari

organisasi.

2. Jenis komitmen organisasi dari Mowday, Porter, dan Dubin (1974),

komitmen ini lebih dikenal sebagai pendekatan sikap terhadap organisasi

yang memiliki dua komponen yaitu sikap dan kehendak untuk bertingkah

laku, sikap mencakup :

a. Identifikasi dengan organisasi yaitu penerimaan tujuan organisasi, di

mana penerimaan ini merupakan dasar komitmen organisasi.

Identifikasi pegawai tampak melalui sikap menyetujui kebijaksanaan

organisasi, kesamaan nilai pribadi dan nilai-nilai organisasi, rasa

kebanggaan menjadi bagian dari organisasi.

b. Keterlibatan sesuai peran dan tanggung jawab pekerjaan di organisasi

tersebut. Pegawai yang memiliki komitmen tinggi akan menerima

hampir semua tugas dan tanggung jawab pekerjaan yang diberikan

kepadanya.

c. Kehangatan, afeksi, dan loyalitas terhadap organisasi merupakan

evaluasi terhadap komitmen, serta adanya ikatan emosional dan

keterikatan antara organisasi dengan pegawai. Pegawai dengan

komitmen tinggi merasakan adanya loyalitas dan rasa memiliki

terhadap organisasi.

Sedangkan yang termasuk kehendak untuk bertingkah laku adalah :

a. Kesediaan untuk menampilkan usaha. Hal ini tampak melalui

kesediaan bekerja melebihi apa yang diharapkan agar organisasi dapat

maju. Pegawai dengan komitmen tinggi ikut memperhatikan nasib

organisasi.

b. Keinginan tetap berada dalam organisasi. Pada pegawai yang memiliki

komitmen tinggi hanya sedikit alasan untuk keluar dari organisasi dan

berkeinginan untuk bergabung dengan organisasi yang telah dipilihnya

(41)

Jadi seseorang yang memiliki komitmen tinggi akan memiliki identifikasi

terhadap organisasi, terlibat sungguh-sungguh dalam kepegawaian dan ada

loyalitas serta afeksi positif terhadap organisasi. Selain itu tampil tingkah

laku berusaha ke arah tujuan organisasi dan keinginan untuk tetap

bergabung dengan organisasi dalam jangka waktu lama.

Komitmen organisasi memiliki tiga aspek utama, yaitu identifikasi,

keterlibatan, dan loyalitas pegawai terhadap organisasinya :

1. Identifikasi

Identifikasi yang mewujud dalam bentuk kepercayaan pegawai terhadap

organisasi dapat dilakukan dengan memodifikasi tujuan organisasi

sehingga mencakup beberapa tujuan pribadi para pegawai ataupun dengan

kata lain organisasi memasukkan pula kebutuhan dan keinginan pegawai

dalam tujuan organisasinya. Hal ini akan membuahkan suasana saling

mendukung diantara para pegawai dengan organisasi. Lebih lanjut,

suasana tersebut akan membawa pegawai dengan rela menyumbangkan

sesuatu bagi tercapainya tujuan organisasi karena pegawai menerima

tujuan organisasi yang dipercayai telah disusun demi memenuhi kebutuhan

pribadi mereka pula.

2. Keterlibatan

Keterlibatan atau partisipasi pegawai dalam aktivitas-aktivitas kerja

penting untuk diperhatikan karena adanya keterlibatan pegawai

menyebabkan mereka akan mau dan senang bekerja sama baik dengan

pimpinan ataupun dengan sesama teman kerja. Salah satu cara yang dapat

dipakai untuk memancing keterlibatan pegawai adalah dengan memancing

partisipasi mereka dalam berbagai kesempatan pembuatan keputusan yang

dapat menumbuhkan keyakinan pada pegawai bahwa apa yang telah

diputuskan adalah merupakan keputusan bersama. Di samping itu, dengan

melakukan hal tersebut maka pegawai merasakan bahwa mereka diterima

sebagai bagian yang utuh dari organisasi dan konsekuensi lebih lanjut,

mereka merasa wajib untuk melaksanakan bersama apa yang telah

diputuskan karena adanya rasa keterikatan dengan apa yang mereka

Gambar

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian
Tabel 1 . Variabel-Variabel Penelitian
Gambar 2. Langkah-Langkah dalam Structural Equation Modeling
Gambar 3 berikut ini.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adapun faktor internal yang mempengaruhi penghimpunan turun adalah belum berpengalamannya LAZ maupun Badan Amil Zakat (BAZ) dalam penerapan manajemen internal pengelolaan

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi sebagai tugas akhir yang berjudul

Pada penelitian ini ditemukan juga bahwa sikap, norma subjektif dan kontrol persepsi perilaku berpengaruh positif terhadap niat beli terhadap produk perawatan diri

Menurut Pasal 89 KUHP, yang dinamakan melakukan kekerasan itu, membuat orang jadi pingsan atau tidak berdaya lagi (lemah). Melakukan kekerasan artinya mempergunakan

Lampiran 11 Tesis Universitas Indonesia oleh Enny Mulyatsih dengan judul “Pengaruh latihan menelan terhadap status fungsi menelan pada pasien stroke dengan disfagia dalam

1 Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang ditulis oleh Nuredah karena penelitian ini lebih memfokuskan pada peran bimbingan orang tua dalam penggunaan

Bahwa oleh karena itu terdapat argumen kuat untuk mendukung sistem keuangan bebas bunga bagi abad ke-21 yang sejalan dengan ajaran Islam dan ajaran Kristen awal (James

Berdasarkan kesimpulan yang didapatkan bahwa pelanggan Indihome pada wilayah kenten sako Palembang lebih tertarik terhadap kualitas produk dan kualitas layanan yang diberikan