• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Indeks Geomorfik secara Kuantit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Analisis Indeks Geomorfik secara Kuantit"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS INDEKS GEOMORFIK SECARA KUANTITATIF DAERAH ALIRAN SUNGAI NGALANG,

KECAMATAN GEDANGSARI, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA.

Rahmadi Hidayat

Mahasiswa Jurusan Teknik Geologi FT Universitas Gadjah Mada

Salahuddin Husein

Dosen Jurusan Teknik Geologi FT Universitas Gadjah Mada

Srijono

Dosen Jurusan Teknik Geologi FT Universitas Gadjah Mada

ABSTRAK

ANALISIS INDEKS GEOMORFIK SECARA KUANTITATIF DAERAH ALIRAN SUNGAI NGALANG, KECAMATAN GEDANGSARI, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Peran geomorfologi secara kuantitatif dalam menentukan proses geologi yang paling dominan pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Ngalang, Kecamatan Gedangsari, Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sangat penting mengingat kompleksitas geologi daerah tersebut, tetapi sampai saat ini belum ada kajian yang membahas hal ini.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi proses geologi dan membuat delineasi zona kontak litologi dan struktur geologi pada bagian-bagian dari DAS Ngalang berdasarkan karakteristik dari tiga indeks geomorfik, yaitu hypsometric curve, stream-length gradient index (SL), dan transverse topographic symmetry factor (T-index). Dari ketiga indeks geomorfik tersebut, didapatkan bahwa secara umum DAS Ngalang sangat dipengaruhi oleh tektonik dengan tingkat erosi lebih besar di bagian selatan. Kombinasi data SL dan data T-index dapat menunjukkan zona kontak litologi dan zona sesar.

ABSTRACT

The role of quantitative geomorphology in studying dominant geological processes in Ngalang Drainage Basin, Gedangsari District, Gunungkidul Regency, Yogyakarta Special Province, was important considering geological complexity of the area. However, this approach has never been conducted.

(2)

PENDAHULUAN

Pada Daerah Aliran Sungai (DAS)

Ngalang, Kecamatan Gedangsari,

Kabupaten Gunungkidul, Propinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta, telah dilakukan banyak penelitian mengenai geologi daerah tersebut, namun belum ada yang membahas tentang peran geomorfologi secara kuantitatif dalam menentukan proses geologi yang paling mempengaruhi pola sungai pada DAS Ngalang. Penekanan kajian secara kuantitatif akan memberikan hasil analisis yang bersifat objektif. Hal ini dapat diartikan bahwa hasil analisis akan sama walaupun dilakukan oleh peneliti yang berbeda, tidak tergantung pada kondisi peneliti dan tidak bisa diperdebatkan karena data bersifat faktual.

Salah satu metode dalam kajian

geomorfologi secara kuantitatif adalah analisis indeks geomorfik. Indeks

geomorfik merupakan pengukuran

(measurement) parameter-parameter bentuklahan (misalkan elevasi, luas daerah, panjang sungai dan lain-lain) yang memiliki nilai numerik yang pasti. Indeks geomorfik dapat menjadi indikator yang sensitif terhadap perubahan litologi, pengaruh tektonik dan proses erosi yang berkembang pada daerah tersebut. Nilai indeks geomorfik dari masing-masing ketiga proses geologi tersebut akan menunjukkan karakteristik tertentu.

Indeks geomorfik tidak hanya digunakan dalam penentuan proses geologi yang dominan pada suatu daerah. Kombinasi beberapa data indeks geomorfik dapat pula digunakan untuk delineasi zona struktur geologi (sesar) dan zona kontak litologi.

GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Lokasi daerah penelitian berada di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ngalang,

Kecamatan Gedangsari, Kabupaten

Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Gambar 1). DAS Ngalang termasuk ke dalam zona Pegunungan Selatan dengan luas daerah sekitar 32,58 km2.

Menurut Van Bammelen (1970), daerah penelitian terletak pada Pegunungan Selatan di Jawa Tengah bagian timur yang pada umumnya menampakan perbukitan homoklin yang miring ke arah selatan. Batas utara ditandai oleh gawir memanjang yang kompleks. Secara morfologi, daerah penelitian termasuk ke dalam morfologi perbukitan berelief sedang sampai curam yang memiliki litologi berupa batupasir dan breksi volkanik serta batuan beku dari formasi Semilir dan Nglanggran. Daerah ini terdapat mulai dari daerah Imogiri di bagian barat, memanjang ke utara hingga Prambanan, membelok ke timur (Pegunungan Baturagung) dan terus ke

arah timur melewati perbukitan

Panggung, Plopoh, Kambengan hingga di kawasan yang terpotong oleh jalan raya antara Pacitan-Slahung.

Menurut Sudarno (1997), Stratigrafi pada daerah penelitian secara umum masuk ke dalam stratigrafi Pegunungan Selatan yang memiliki kemiringan relatif ke arah selatan. Formasi paling tua pada daerah penelitian adalah formasi Kebobutak dengan litologi berupa konglomerat dan batupasir. Formasi ini berada paling utara dari daerah penelitian. Kemudian di atasnya diendapkan formasi Semilir yang tersusun oleh batupasir yang bersifat tufan, kadang-kadang berseling dengan breksi. Kemudian diendapkan formasi Nglanggran yang memiliki litologi berupa

breksi dengan penyusun material

(3)

diendapkan formasi Sambipitu yang tersusun oleh perselingan batupasir dan serpih, bagian bawah formasi ini bersifat vulkanik, semakin ke atas akan semakin bersifat gampingan. Di atas formasi Sambipitu diendapkan formasi Wonosari dengan litologi berupa batugamping dan napal. Formasi ini berada paling selatan pada daerah penelitian.

METODE

Metode pada penelitian ini menggunakan bahan berupa file digital basemap topografi daerah Pegunungan Selatan. File digital meliputi data kontur dengan interval 12,5 meter, data daerah administrasi, data sungai, data jalan, dan data geologi dan struktur geologi regional.

Pada tahap pengukuran kurva

hypsometric (Gambar 2A), dilakukan plot titik – titik lokasi pada satu drainage basin pada peta topografi. Kemudian dilakukan pengukuran luas permukaan yang dihitung dari elevasi yang diinginkan (a), luas permukaan seluruh drainage basin (A), elevasi yang diinginkan (h) dan elevasi tertinggi pada drainage basin tersebut (H) pada tiap titik lokasi. Pengukuran ini dibantu dengan perangkat lunak ArcView 3.3. Kemudian dilakukan perhitungan proporsi total luas drainage basin (a/A) dan proporsi total elevasi drainage basin (h/H) dan memplot tiap titik tersebut ke diagram hypsometric. Tahap berikutnya adalah mencocokan bentuk kurva dengan kurva ideal Strahler sehingga dapat diketahui stadia sungainya.

Pada tahap pengukuran stream-length gradient index atau SL (Gambar 2B), dilakukan plot titik – titik lokasi yang tersebar pada seluruh DAS Ngalang. Kemudian mengukur jarak antara dua elevasi pada titik yang diinginkan (∆L),

selisih dari dua elevasi pada titik yang diinginkan (∆H). panjang sungai dari titik lokasi yang diinginkan sampai ke titik tertinggi sungai (L). Pengukuran ini dibantu dengan menggunakan perangkat lunak ArcView 3.3. Tahap selanjutnya adalah menghitung (SL) sesuai dengan rumus :

Setelah didapatkan data SL, tahap terakhir adalah membuat peta sebaran SL dengan menggunakan perangkat

lunak Surfer 8.0 dengan metode

interpolasi kriging.

Pada tahap ini pengukuran transverse topographic symmetry factor atau T-index (Gambar 2C), dilakukan plot titik – titik lokasi tiap 50 meter pada setiap sungai

orde dua. Kemudian dilakukan

pengukuran jarak garis tengah drainage basin sampai ke garis sungai (Da), jarak garis tengah drainage basin sampai ke pada drainage divide (Dd) dan azimuth tilting T-index. Pengukuran ini dilakukan dengan perangkat lunak ArcView 3.3. Tahap berikutnya adalah perhitungan magnitude T-index sesuai dengan rumus:

Tahap akhir yaitu menghitung rerata azimuth tilting T-index dan rerata magnitude T-index. Kemudian membuat

domain/kelompok berdasarkan

perbedaan arah azimuth tilting T-index.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil analisis kurva hypsometric (Gambar 3), perbandingan

DAS Ngalang utara dan selatan

(4)

DAS Ngalang. Hal ini dapat disimpulkan bahwa selain peran erosi, pengaruh litologi juga membantu mempercepat proses DAS menuju stadia tua. Pada bagian utara DAS Ngalang, terdapat

formasi Kebobutak, Semilir dan

Nglanggran yang memiliki tingkat resistensi relatif tinggi (litologi berupa batupasir, batupasir tufan, dan breksi vulkanik), sedangkan pada bagian selatan DAS Ngalang, terdapat formasi

Sambipitu yang memiliki tingkat

resistensi yang relatif rendah (litologi berupa perselingan batupasir dan serpih) bila dibandingkan dengan formasi pada bagian utara.

Dari hasil perhitungan SL di 75 titik lokasi dan peta kontur SL (Gambar 4), didapatkan bahwa pada nilai kontur SL yang rendah merupakan zona kontak litologi atau struktur geologi berupa sesar. Pada saat sungai melewati zona kontak litologi atau sesar, proses erosi akan berjalan lebih intensif daripada daerah lainnya sehingga topografi akan menjadi lebih landai. Hal ini akan menyebabkan nilai SL pada zona tersebut akan mengecil, karena nilai ∆L yang merupakan parameter pembagi SL akan bernilai besar, sehingga nilai SL akan mengecil. Hal ini mengindikasikan bahwa SL sensitif terhadap perubahan litologi atau adanya struktur geologi.

Berdasarkan perhitungan T-Index

(Gambar 5A), didapatkan bahwa proses tilting pada DAS Ngalang secara umum diakibatkan oleh proses tektonik dan struktur geologi. Hal ini dapat dilihat dari arah azimuth yang bervariasi dan distribusi nilai T-Index seluruh DAS Ngalang dan pada 10 domain sub DAS Ngalang, 8 diantaranya termasuk ke dalam pengaruh tektonik. Sedangkan 2 domain lainnya termasuk ke dalam pengaruh monoclinal shifting (Gambar 5B). Hal ini diperkuat dari letak kedua domain tersebut pada backslope yang

relatif lebih sedikit kontrol struktur geologi daripada bagian foreslope. Sebab foreslope merupakan suatu bidang sesar yang memungkinkan banyak terdapat retakan yang mempengaruhi pola arah azimuth T-index dan besarnya magnitude T-index.

Hasil kombinasi hasil perhitungan SL dan T-index (Gambar 6), didapatkan bahwa kontur SL yang bernilai rendah memiliki hubungan lokasi yang hampir berdekatan dengan batas domain T-index yang

merupakan zona sesar. Hal ini

mengindikasikan bahwa zona sesar tidak

hanya merupakan batas yang

memisahkan dua wilayah dengan arah azimuth tilting yang berbeda secara signifikan, tetapi sesar juga merupakan zona yang memiliki nilai SL relatif rendah. Hal tersebut sesuai asumsi bahwa zona sesar merupakan zona lemah, sehingga mudah tererosi oleh sungai. Semakin intensif proses erosi akan menjadikan topografi semakin datar. Sedangkan bila kontur SL yang rendah belum tentu daerah tersebut merupakan zona sesar. Pada wilayah selatan DAS Ngalang, terlihat bahwa nilai kontur SL rendah melampar dengan arah barat-timur tetapi data T-index tidak menunjukkan adanya

zona sesar. Hal tersebut dapat

diinterpretasikan bahwa kontur SL yang rendah dapat juga merupakan kontak litologi bila tidak ditemukan batas T-index. Hal ini dapat terjadi karena kontak litologi tidak merubah arah tilting suatu morfologi. Kontak litologi juga merupakan zona lemah sehingga nilai SL akan rendah, tetapi kontak litologi yang selaras memiliki dip direction yang sama karena terbentuk pada rezim tektonik yang sama, sehingga arah azimuth T-index atau arah tilting tidak akan banyak berubah.

Hasil kombinasi hasil perhitungan SL dan

T-index (Gambar 7) menunjukkan

(5)

(Surono dkk, 1992). Batas formasi pada geologi regional relatif memiliki lokasi yang hampir sama pada peta tampalan data SL dan T-index, begitu pula data sesar juga relatif hampir sama. Pada peta tampalan terdapat beberapa sesar yang belum terplot pada peta regional,

hal ini menunjukkan bahwa peta

tampalan data SL dan T-index lebih detail dalam analisis struktur geologi.

KESIMPULAN

1. Berdasarkan kurva Hypsometric,

daerah selatan DAS Ngalang

memiliki stadia yang lebih tua daripada daerah utara, hal ini diduga disebabkan oleh jenis litologi daerah selatan (batupasir dan batulempung Formasi Sambipitu) yang memiliki resistensi lebih rendah dibandingkan daerah di utara (breksi Formasi Nglanggran, tuff Formasi Semilir dan batupasir Formasi Kebobutak).

2. Berdasarkan data T-Index, proses geologi yang paling mempengaruhi DAS Ngalang secara umum adalah pengaruh tektonik. Hal ini dapat dilihat dari distribusi rerata azimuth tilting dan rerata magnitude T-index pada diagram Garrote seluruh DAS

Ngalang termasuk ke dalam

pengaruh tektonik.

3. Kombinasi data SL dan data T-Index dapat menunjukkan secara relatif kontak litologi dan struktur geologi berupa sesar pada DAS Ngalang. Anomali nilai rendah pada data SL dapat diinterpretasikan sebagai kontak litologi jika tidak menunjukkan batas antara dua domain T-index dengan azimuth berbeda, sedangkan adanya struktur geologi yaitu sesar dapat diinterpretasikan saat anomali nilai SL yang rendah dan data

T-index menunjukkan batas dua

domain yang memiliki arah azimuth yang berbeda.

4. Data kombinasi SL dan T-index secara umum menunjukkan korelasi yang positif dengan peta geologi

regional Surakarta-Giritontro.

Sehingga data indeks geomorfik dapat digunakan sebagai data tentatif dalam melakukan studi pemetaan geologi tahap awal.

DAFTAR PUSTAKA

1. COX, R.T., 1994, Analysis of drainage-basin symmetry as rapid technique to identify areas of possible Quartenary tilt-block tectonics: An example from the Mississippi Embayment, Geological Society of America Bulletin.

2. GARROTE, J., COX, R.T., SWANN, C., dan ELLIS, M., 2006,Tectonic geomorphology of the southeastern Mississippi Embayment in Northern Mississippi, USA, Geological Society of America Bulletin.

3. KELLER, E.A., dan PINTER, N., 2002, Active Tectonics : Earthquake, uplift, and landscape (2nd Edition); Upper Saddle River, New Jersey, Prentice-Hall.

4. MAYER, L., 1990, Introduction to Quantitative Geomorphology, Prentice-Hall, Englewood Cliffs, NJ.

5. PINTER, N., 2002, Applications of tectonic geomorphology for deciphering active deformation in the Pannonian Basin, Hungary,

Occasional Papers of the

(6)

6. STRAHLER, A.N., 1952, Dynamic Basis of Geomorphology, Geological Society of America Bulletin.

7. STRAHLER, A.N., 1952, Hypsometric (area-altitude) analysis of erosional topography, Geological Society of America Bulletin.

8. SUDARNO, Ign., 1997, Kendali Tektonik di Pegunungan Selatan, Thesis Magister Teknik, Program Studi Geologi, FTM, ITB, 167 p.

9. SURONO, TOHA, B., dan SUDARNO, I., 1992, Peta Geologi Regional lembar Surakarta-Giritontro, Jawa,

Pusat Penelitian dan

Pengembangan Geologi.

10. VAN BEMMELEN, R.W., 1970, The Geology of Indonesia, vol. lA, General Geology of Indonesia and Adjacent Archipelagoes, 2"d ed., Matinus Nijhoff, The Haque.

Gambar 2. Gambar ideal yang menunjukkan cara perhitungan kurva hypsometric (A), Stream

Length (B), dan T-index (C).

(7)

Gambar 3. Peta pembagian sub-sub DAS Ngalang berdasarkan kurva hypsometric dan kurva

(8)
(9)
(10)
(11)

Gambar

Gambar 1. Lokasi daerah penelitian.
Gambar 3. Peta pembagian sub-sub DAS Ngalang berdasarkan kurva hypsometric dan kurva hypsometric setiap sub DAS
Gambar 4. Peta hasil interpolasi perhitungan Stream Length pada DAS Ngalang
Gambar 5. Peta zonasi perhitungan T–index serta arah azimuthnya (A) dan plot tiap domain T-index pada diagram Garrote (B)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Pengukuran capaian kinerja yang mencakup penetapan indikator dan capaian kinerja digunakan untuk menilai keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan kegiatan dan program yang

--- Menimbang, bahwa mengenai bukti P-I Tergugat I/Terbanding I mengakui bahwa Tergugat I/Terbanding I menerima panjar sebanyak Rp.10.000.000.- (sepuluh juta rupiah)

Kondisi optimum yang diperoleh pada produksi furfural dengan menggunakan proses hidrolisis pada temperatur dan waktu hidrolisis 140,01°C dan 5,99 jam dengan

Media proyeksi gerak adalah media yang memproyeksikan pesan melalui sebuah alat yang mampu memproyeksikan berbagai pesan, baik pesan dalam bentuk video, film, maupun

Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang

 perangkat keras : sebagaimana dijelaskan pada awal uraian mengenai teknologi yang biasa dikenal orang, yaitu sebagai mesin (proyektor, mobil) secara khusus

Mengenai pola saluran pemasaran, dapat diketahui bahwa penjualan hasil produksi kepiting bakau di Kecamatan Seruway Kabupaten Aceh Tamiag dijual oleh petani

Penyidikan adalah “ serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta. mengumpulkan bukti yang dengan bukti